Mungkin Saja
Anonymous
Di Bawah Langit
Di bawah langit,
apakah yang sesungguhnya kita mengerti?
Waktu, kekosongan, telah melekat pada bayi-bayi sejak dalam
kandungan. Keduanya mengubah setiap kedatangan jadi kepulangan, setiap
kehadiran jadi kehilangan. Dari generasi ke generasi.
Kita pun membaca diri pada realita: manusia, ternyata, bukan poros
semesta;
alam tak akan jadi beda: lelaki, perempuan, betina, jantan, lahir di
sembarang ruang, tanpa bisa memilih atau memilah. Tak semua jadi ibu. Tak
semua jadi ayah.
Siapa? Siapa masih semena-mena, bertanya: apa kata dunia?
Tak ada yang lucu.
Benua-benua, tetap sedingin dulu: bisu & tak bisa bercanda. Di
permukaannya, segala yang tertawa, bicara, atau cerita, menyerupai detak
jantung berabad silam: segera hilang suara diam-diam. Peristiwa-peristiwa
berganti-ganti. Kemudian tinggal misteri.
Segala pengalaman, getar-getar perasaan dari zaman ke zaman, nama
demi nama dalam tiap memori, bertahan sesaat, hingga sampai pada suatu
tenggat, henti berbunyi: lenyap sendiri-sendiri.
Aku belum merasa perlu tahu negara-negara akan mengarah ke mana.
Sejarah dunia, semenjak lama, berpijak pada segelintir ingatan, sesuatu
yang rapuh, jauh dari utuh
—tak akan menunjukkan peta ke mana kita seharusnya berjalan.
Orang-orang datang. Orang-orang pergi.
Kenyataan-kenyataan, di seluruh penjuru, tetap bergerak maju (tanpa
pernah mundur ke masa lalu); cuma sedikit yang sempat diberi arti, sebelum
berujung sepi. Sebagian besar lewat tanpa tercatat sama sekali.
Mimpi-mimpi apa
bisa dipertahankan?
Pengalaman mana
layak dibanggakan?
Mungkin benar:
kita tak harus ada.
Tak harus ada.