5/#SUF
Surat Untuk
Februari
SEBUAH KUMPULAN KARYA
Surat Untuk
Februari
SEBUAH KUMPULAN KARYA
Kurator:
Thesa Nurmanarina
Janti Safrudin
Nurul Fadhilah Yaumil
Winda Amelia
Utamy Ningsih
Penyunting:
Annisa Fitrianda Putri
Launa Rissadia
Nurul Fadhilah Yaumil
Proofreader:
Anna Monalisa
Aulia Angesti
E-mail:
komunitaspecandubuku@gmail.com
Surat-menyurat atau berkorespondensi adalah salah satu bentuk
komunikasi yang kini jarang dilakukan. Selain karena bertambah
mudahnya orang bertukar kabar melalui aplikasi pengirim pesan
secara real-time, mengirim surat menjadi hal yang dianggap kuno.
Maka dari itu kami mengajak orang-orang untuk kembali menulis
surat melalui takarir Instagram.
Tahun 2020 menjadi tahun kelima Komunitas Pecandu Buku
menyelenggarakan Surat Untuk Februari. Tema kali ini kami ambil
karena bagi sebagian orang, tahun 2020 diawali dengan hal-hal yang
kurang menyenangkan. "Mewarnai Kembali Langit Kita" menjadi
tema yang dirasa pas untuk mengingat banjir besar, kehilangan, dan
hal lain yang tak biasa. Kami harap dengan membaca beberapa surat
ini kalian bisa menemukan setitik kebahagiaan, atau secercah
harapan di tengah kerasnya hidup.
Kami segenap tim penyusun memohon maaf apabila terdapat
beberapa hal yang kurang berkenan di hati pembaca. Semoga di
Surat Untuk Februari edisi selanjutnya kami dapat terus
memperbaiki kekurangan yang ada.
(Tim Penyusun)
OLEH
@bijoyoo
Februari, semenjak kemarin aku menatap berbagai kontras pada lekuk tubuh
kakakmu, Januari. Ia meragi hari demi hari.
Kini hijau tak lagi menggambarkan sesuatu yang teduh. Ia telah menjadi benih-
benih ketamakan yang bergairah fakir. Udara perlahan-lahan memanas menjadi
jingga. Mewabah mengelilingi Tanjungnagara seraya awan abu bertebaran
merongrong pada tenggorokan hingga menjadikanku semakin letih. Seperti zaman
yang selalu berubah, aku menatapi langit, tetapi ia tak lagi identik dengan biru dan
putih.
Atas nama suaka, kita berpesta pora mengumpulkan batu mulia melukisi
perampasan dan menggurui yang lirih. Senyatanya, warta tak lagi menafikan bahwa
1
menjadi berwarna bukanlah alasan untuk berselisih. Kita berbondong-bondong
membenarkan pada satu pandangan pink adalah feminin dan hitam adalah
maskulin.
Semenjak kapan kita menghubungkan antara mejikuhibiniu dan
bombasterwerwit? Apakah semenjak kita menciptakan prisma yang dapat
menggiring pelangi menjadi seloka berwarna tunggal, lalu diterbangkan menuju
padang sahara sebagai upaya untuk memerangi corak yang berbeda? Maka aku
hanya ingin buta warna, pergi meninggalkan pernyataan bahwa musibah
merupakan sebuah azab dan bias merupakan sebuah kebodohan berpikir.
OLEH
SYNTIANI DEVI
@sshinss
@yosepirfanhilmi
3
Kepada Kita yang punya banyak cerita.
Apa kabar, Kita? Semoga baik-baik saja. Kudengar banyak kejadian yang menimpa
Kita. Kudengar banyak peristiwa yang datang kepada Kita. Kudengar banyak hal
yang ingin Kita bicarakan bersama. Kudengar banyak hal yang mau Kita diskusikan
bersama. Jangan ragu untuk mengungkapkan. Jangan pendam terlalu dalam. Kita
berhak mengutarakan.
Kudengar langit biru selalu melihat Kita. Melihat Kita yang tak pernah berhenti
berjuang. Di tengah segala kekurangan dan ketidaksempurnaan, ia tak pernah bosan
memperhatikan. Di tengah semua kekalutan dan ketidaknyamanan, ia tak pernah pergi
meninggalkan. Di antara semua kehilangan dan kesedihan, ia tak pernah tidak ada untuk
Kita. Jangan malu untuk menangis, jika beban sudah terasa berat. Jangan ragu merasa
sedih, jika ujian sudah terasa sulit. Langit masih menaungi Kita. Langit masih memayungi
Kita. Langit masih setia memeluk Kita.
Kudengar angin berbisik kepada Kita. Ia bilang jangan terlalu khawatir. Ia bilang
jangan terlalu cemas. Ia bilang jangan terlalu gundah. Ia bilang jangan terlalu gelisah.
Bukan hanya Kita yang punya banyak kisah. Bukan hanya Kita yang penuh dengan cerita.
Bukan hanya Kita yang punya segudang drama. Semuanya punya riwayat. Semuanya
punya sejarah. Jangan sungkan Kita berbagi kisah. Jangan segan Kita berbagi cerita.
Kita bukanlah satu. Kita adalah semua. Sudah sepantasnya Kita selalu bersama.
Bersama mengarungi perjalanan kisah dan cerita.
Salam hangat selalu untuk Kita.
OLEH
AKHMAD SYAHRONI
@syahroni23as
AVRELINA YOLANDASARI
@avrelinayoland_
5
Februari kali ini kurang terkendali, kadang gerimis, kadang terik, kadang mendung namun
menyejukkan, kadang deras diiringi guntur, kadang juga rindu meskipun tidak tahu ke mana
harus digugu. Menceritakanmu tidak cukup hanya dalam satu waktu, mungkin jika dijabarkan
akan menghabiskan banyak lembar dan membuat orang lain yang membacanya dirundung
kecemburuan.
Diawali dengan cerahnya langit pada bulan-bulan sebelumnya, tawa-tawa yang tercipta di
antara kita dibalas sengit. Warna-warna yang belum pernah kutemui wujudnya hadir mengiringi
kedatanganmu yang tiba-tiba. Berharap menjadi pelipur lara, namun sekejap terlena
membawaku pada pusara nestapa.
Letupan mengatup, selaksa meredup. Goresan rikuh mendayu-dayu menyukseskan gejolak
hingga merapuh. Temaram, perlahan memadam. Hilang dari pandangan juga perasaan yang
pernah dikumandangkan. Sekelumit pamit berhasil ciptakan kernyit yang menuntun lenyapnya
bait. Kukira kelak kamulah yang akan melengkapinya, cerita panjang yang tak ‘kan usang. Tapi
kamu lebih memilih pulang sebelum bertandang, membangkitkan gamang dalam diriku yang
acap kali terngiang.
Mungkin aku yang terlalu gegabah, tapi bukan berarti momen ini tidak boleh dirayakan dengan
sumringah. Dibelai rinai-rinai berjatuhan pada bulan ini, rasanya sangat egois jika hanya
memikirkan perasaan sendiri.
Hujan yang terus berjatuhan bukan berarti harus dimaknai dengan kesedihan, menyapu
linangan pilu dan menggantinya dengan gelora baru. Mari bersamaku menghapuskan sedu-sedu
yang pernah menyebabkan marcapadamu, marcapada kita semua yang pernah terjebak dalam
perasaan sama pada subjek, waktu, dan tempat berbeda.
URIPA
@uripa35
10 Februari 2020
Untuk Februari yang basah dan dingin.
Kau ingat, aku pernah berkata, "Barangkali, kesepian lebih nyata ketimbang Tuhan." Jalan itu
semakin jauh, tak berujung.
Ada yang hilang, kabur dari pandangan.
Terbata dan sakit, di ruang yang hampa berkabut resah.
Dialog panjang penuh haru, serta gelak tawa kemunafikan menghiasi dinding kenyataaan.
Keraguan adalah kebenaran yang tertunda,
sedang keyakinan berubah menjadi jebakan.
Orang bijak pernah mengatakan bahwa tidak apa-apa mempertanyakan dirimu, keinginanmu,
atau pilihan paling ambisiusmu. Semua orang dipenuhi keraguan dan sebagian dari mereka
pandai dalam berpura-pura. Selalu pertanyakan agar kamu tidak menebak-nebak dirimu sendiri.
Kolong langit semakin menebal. Hitam. Satu episode dalam hidup terlewati.
Malam yang gelap, di sudut matamu yang temaram.
Kenangan muncul menggurita tanpa jeda.
Kau kembali pergi dengan seribu kebisuan, sedang aku diam dengan seluruh pertanyaan.
Selamat malam. Selamat merayakan hujan.
Dariku, untuk Februari.
OLEH
DHEA
@dheamusa
Di sini aku ingin mengucapkan selamat datang. Mungkin ke depannya akan jadi
hari-hari terberat untuk beberapa orang—yang merasa patah oleh sumpah serapah
dan yang menyesal telah memutuskan hal yang tak mendasar. Terima kasih untuk
merelakan waktumu yang terbuang oleh rasa sakit hati di luar sana. Awalnya, aku
pun merasakan hal yang sama seperti mereka. Dikhianati, ditinggalkan, dan tidak
diacuhkan oleh orang-orang yang kuharap bisa memberi warna indah setelah hati
ini hampir patah. Aku masih di sini, dengan 'aku' yang sama. Tak ada satu pun yang
7
bersama, berjalan beriringan. Namun, aku bisa berdiri sendiri tanpa harus
mendorong yang lain jatuh.
Halo, Kamu.
Hari ini kamu luar biasa. Bisa melewati waktu terberatmu dengan tenang dan tawa
yang masih mengembang. Aku percaya, suatu saat apa yang kamu inginkan akan
tercapai. Memang berat pada awalnya. Aku ikut senang kalau kamu selalu bahagia.
Jangan pernah beri bulan lahirmu dengan kekecewaan yang masih mendalam.
Kamu hebat. Kamu kuat. Jangan biarkan 'lampu merah' di hadapanmu membuat
langkahmu terhenti begitu saja. Aku berharap kamu bisa selalu sehat tanpa ada
kekurangan apa pun. Selamat bulan lahir.
OLEH
ANGGIE RIZKI
@ayambauang
Badai datang seenaknya tanpa tahu nadir sedang menjelma di kehidupan masing-
masing kita. Petir menyambar sana sini dan fondasi yang kita bangun dengan
pelangi luruh perlahan.
Kurapal kesempatan surat hari ini untuk kita yang genggamannya tak lagi erat;
yang sekatnya menjadi seluas Atlantis; yang egonya sedang meraja.
Aku paham, aku pergi terlalu jauh; kita pergi terlalu jauh, bahkan tanpa sedikit
pemikiranku untuk pulang. Maaf hanya menjadi sebuah kata tanpa nyawa, tak ada
makna di sana. Berdamai dengan kita adalah satu cara untuk berdamai dengan diri
sendiri.
Tahun yang baru, baru saja dimulai. Kenapa kita malah hampir usai?
8
Rumahku hilang, pulangku jangan. Kita memang sering berselisih pada setiap
temu berkesempatan mampir, tetapi selalu berakhir dengan gelak tawa yang
mengikat. Kali ini, saat selisih mampir dengan keseriusannya, apa gelak tawa itu tak
mau mengikat lagi? Tak maukah panjang umur kita?
Pikiranku pernah berkelana tentang setiap kepala memang akan punya hidupnya
masing-masing, tetapi kelanaku berujung pada kalian adalah kehidupanku juga.
Badai mungkin datang lagi, tetapi badai kali ini adalah warna baru di pelangi milik
kita. Semoga hari ini, kita mulai lagi mewarnai langit yang abu kemarin.
Tertanda kawanmu,
Anggi
OLEH
DJO
@jsarjono07
Teruntuk, Aznur.
Februari datang bersamaan dengan engkau yang pergi untuk menuntaskan rasa
yang berbeda.
Terima kasih, engkau berkenan dekat, sedekat fajar menjelang subuh; engkau
berkenan ada, sesayang matahari di ujung cakrawala; juga peduli, seperti kabut
menyelimuti pagi.
Maaf, jika suatu saat kedua tangan puih ini tak sanggup merangkulmu ketika letih;
jejak kaki yang tercipta dari langkahku tak mampu menuntun untuk menunaikan
9
hajat malammu.
Kelak, jika tangan dan kakiku yang tak ada di hadapanmu saat kau memuliakan
Tuhan.
Namun, jika yang kau dengar saat lafal Takbiratul Ikhram itu adalah suaraku. Saat
itu aku berusaha mengangkat derajatmu, derajatku, orang tua kita, keluarga juga
saudara. Aku ingin kau mengamini dengan khidmat, meski mungkin suaraku
sedikit tersendat.
Terakhir, apa pun kehendak-Nya, semoga Tuhan memberi tanda titik terindah di
akhir kalimat 'kita'. – Djo
OLEH
VANNY ANNISA
@vanny_annisa
Aku kembali di bulan Februari tapi tidak dengan kita. Tentang kesalahan yang lalu, 10
sepertinya kian nestapa berharap ada celah untuk kembali memulai, terlalu
berharap sepertinya pantas sekali bersanding bersama, meminta kesempatan
namun ada kisah lain.
Secepat itu? Tidak perlu mengingat yang lalu namun hari-hari yang dilalui tak
sebentar, lantas lupamu singkat sekali sedangkan sedihku berlanjut di hari-hari
esok.
Masih di tempat yang sama, masih pekat terasa, lelah meminta kembali, aku tahu,
hati sudah banyak mengecam buruknya isi kepala atau hanya aku yang merasa
sedangkan kamu dengan riang melangkah pasti tanpaku. Begitu sulit rasanya
mengucap salam jika tidak mampu bertatap kirim saja surat, jika sudah tidak ada
lagi yang menulis surat perpisahan temui saja di malamku.
Jika menghilang bisa melupakanmu ajari aku cara menghilang tanpa harus tiada.
OLEH
DWIKY MEIDIAN
@@__dwk__
Kamis kembali datang. Membawakan perangai luka yang telah hilang. Menyadur
lapisan kata, akibat semakin runyamnya cinta tanpa rasa kecewa.
Mencoba di tiap terjalnya hati yang terus berlari, agar segera termiliki. Sampailah
pada cinta yang merangkak pada rasa kebosanan, mematahkan hati seseorang, lalu
kembali melanjutkan perjalanan.
Angin sore bersenandung dengan gemulai, sementara rindu masih bingung mencari
11
pemiliknya.
Tiada lagi kekasih, hati tertusuk belati yang telah dibubuhi puisi. Hati-hati pada
hati yang tak mempunyai rumah singgah. Ia bebas pergi tanpa merasa bersalah.
OLEH
HERVAN
@hervanisme
Saat sedang sendirian di kamar atau balkon rumah, aku duduk melamun, asap yang
keluar dari mulut aku keluarkan pelan. Rasanya banyak sekali yang sudah kulewati,
ribuan jalan telah berhasil kulalui. Hingga akhirnya aku sampai di titik ini.
Jika aku punya 1 permintaan, aku ingin punya kekuatan untuk pergi ke masa lalu,
untuk pergi ke versi lebih mudaku. Aku ingin pergi mengunjunginya, aku akan
banyak bercerita dan menemaninya saat ia ada di titik terendahnya. Memberinya
wejangan dan beberapa petuah yang akan dipegangnya.
12
Aku mengerti betul saat itu mungkin ia sedang kesusahan dan pusing bukan
kepalang. Aku akan menyemangatinya, memeluknya, dan memberikan apresiasi
juga ucapan terima kasih karena mampu bertahan sampai di titik itu. Tak lupa aku
akan memberi tahu bahwa banyak sekali masalah yang akan dihadapinya, tapi ia
akan mampu bertahan walau sedikit hancur seluruh badan tapi ia akan berhasil
selamat sampai sekarang.
Terkadang aku pun memikirkan masa depan, dua atau lima tahun dari sekarang.
Saat itu aku sedang duduk sendirian dan memikirkan lamunanku yang sekarang,
mungkin aku di masa depan juga ingin kembali pada masaku yang sekarang untuk
memelukku dan memberi tahu padaku bahwa aku akan baik-baik saja.
Sekali lagi aku akan berhasil dan itu akan cukup dan selalu cukup.
OLEH
ENGGAR MELATI
@enggarmsw
Februari, yang katanya dipercaya sebagai bulan penuh cinta. Namun, apa iya hal itu
berlaku padamu?
Februari, adalah waktu di mana orang-orang merayakan kasih sayang. Tapi kau
justru malah merasa kehilangan.
Februari, ia juga tentang datang dan pergi. Seperti mentari senja yang
13
meninggalkan langit, hingga ia lenyap digantikan oleh gelap malam.
Kini Februari-ku dan Februari-mu tidak lagi sama, kita sudah berjalan dengan
masing-masing tujuan. Bila dulu bertukar tawa dan bernyanyi bersama, sekarang
berubah menjadi seonggok kenangan yang entah kau masih mengingatnya atau
tidak.
Sebab pada dasarnya hidup ini tentang perjalanan. Bagaimana awal mula
kaumulai menjalani hingga waktu terus bergulir menjadi sesuatu yang nantinya
akan dirindukan. Semua tentang pertemuan dan perpisahan. Begitu juga hal
tersulit untuk memilih adalah meninggalkan atau ditinggalkan. Aku yakin tiada
orang yang menginginkannya. Tetapi itu semua seakan sudah menjadi bumbu
kehidupan dan kau cuma bisa merelakan.
Tak apa, perpisahan bukan akhir dari segalanya. Kita telah sampai pada titik
penghabisan. Kita ini sebenarnya sedang singgah atau sedang menyiapkan sebuah
perpisahan? Sebenarnya tidak yang benar-benar berpisah setelah ini. Kita hanya
sedang mempersiapkan sesuatu yang baru untuk digapai ke depannya.
Tetaplah menjadi kau yang seutuhnya. Jangan mau kalah dengan langit kelabu,
karena kau juga bisa cerah seperti langit yang mencintai matahari.
OLEH
IKA FERADILLA
@ikaferadilla
ARDANIA INDAH
@ardaniaindahc
PRITA MEIDA
@pritameida
14 Februari 2020
Surat untuk Kita, yang sedang berusaha berdamai dengan luka.
Apa yang kaurasakan ketika memandang langit sore yang cerah? Setiap orang tentu
memiliki perasaan yang berbeda. Bagiku, hangat. Seperti aku menemukan kembali
serpihan bahagiaku yang hancur di masa lalu.
Beberapa orang memandang masa lalu dengan rasa sakit dan kesedihan. Aku pun
terkadang begitu, dan bila dua perasaan itu hadir, aku segera menemui sahabatku
sejak dulu; langit.
Seperti kataku sebelumnya, perasaan hangat akan datang kemudian memberi
16
tenang. Entahlah apakah ini bekerja untuk setiap orang, atau hanya karena aku
telah lama mengenal langit. Aku terbiasa memandangnya, dalam keadaan apa pun.
Aku terbiasa berbicara dengannya. Sedihku, sakitku, bahagiaku, langit tahu
semuanya.
Ada hal-hal yang terkadang tidak bisa kau bagi dengan sesama makhluk berakal,
bukan? Ada hal-hal yang terkadang ingin kauceritakan tanpa butuh jawaban.
Setiap orang pasti memiliki caranya sendiri untuk menyembuhkan luka. Ah,
mungkin aku salah. Bukan menyembuhkan luka, tetapi meredakan rasa sakit
karena sesekali rasa sakit akan kembali muncul tanpa kita duga, meski kita
menganggap telah sembuh dari luka.
Tak perlu khawatir. Seperti yang selalu orang bilang, "Luka ini akan membuatmu
kuat di masa depan. Luka ini akan membantumu tumbuh menjadi dewasa." Semoga
luka ini kelak kau nikmati dalam rasa damai bersama secangkir teh hangat dan
langit sore yang jingga.
OLEH
ALPIN MAULANA
@@apiinnnnnnn
Duduklah sejenak, ini tahun yang sulit. Surat ini aku tuliskan dengan segala
penderitaan. Dua puluh empat purnama seseorang lari dari kota ke kota, cinta dan
luka ada dalam tubuhnya. Kau berpikir aku bodoh, kau berpikir aku buta, kau
berpikir aku gila. Apa kau pernah sedikit memikirkanku? Tidak. Kau tidak perlu
memikirkanku. Sulit untuk seseorang melihat cinta dari isi kepala.
Kau tahu, mencintai tanpa diakui adalah keberanian yang salah, tetapi darimu
aku menemukan warna cinta; tidak hanya hitam dan memar. Aku mencintaimu
17
setiap bulan, setiap hari, dan setiap kali kau menyakiti. Aku tidak menangis
ataupun pergi karena mencintaimu adalah sakit yang tak ingin kutemui sembuh.
Apakah ada hal yang lebih buruk dari mencintai tanpa memiliki? Apakah ada hal
yang lebih menyedihkan dari perpisahan? Aku mencintaimu dan aku tahu
semuanya. Apa aku mampu melihatmu menangis sendirian dalam keramaian? Apa
aku mampu melihatmu tersenyum dengan orang-orang asing? Itu menyakitkan,
tetapi aku tak pernah tahu penyebabnya.
Terlalu banyak hal-hal bodoh yang membuatku belajar. Terlalu banyak pelarian
yang membuat aku tahu bahwa pulang adalah hal yang paling dirindukan. Terlalu
banyak yang mematahkan sampai akhirnya aku tumbuh dan luka-luka. Aku tidak
akan membawamu pada hari-hari baru.
Sekarang aku pergi, dan aku tidak ingin menjadi tanah luas yang ditumbuhi
rumput-rumput subur tanpa ada bunga yang tumbuh. Aku tidak ingin menjadi
gelas pecah yang alangkah mudah diisi. Namun, mustahil penuh.
Aku akan menemukan mata-mata baru di mana kata-kata akan tumbuh dengan
begitu subur, dan cinta, dia selalu memberikan warna-warna baru bagi
pemeluknya. Terima kasih. Jaga dirimu baik-baik. Sebagaimana aku menjaga
dirimu dengan baik.
OLEH
NURDIN FAISAL
@id.catatankecil
Aku kembali melangkah dari satu kota ke kota lainnya, dari pulau satu ke pulau lainnya,
dari tempat satu ke tempat lainnya. Semua hal yang kutemui hanya kembali membawaku
mengingat tentangmu; tentang langkah pertama yang kupaksakan untuk menjauh. Tak
ubahnya hanya sebuah kesia-siaan jika di langkah yang sejauh ini kau masih saja menjadi
apa yang pertama kali kuingat sebelum tidur dan selepas bangun.
Aku tak mau menyalahkan keadaan, siapa pun, atau apa pun perihal takdir yang
sekarang menjadikan kita asing. Aku pun takkan mempermasalahkan apa pun, perihal
bagaimana semua ini terjadi. Namun, di sini, pada kesempatan ini berilah waktu
untukmu melihat dan membaca surat ini dengan hati.
Bagiku, pertemuan kita adalah sebuah takdir yang paling kusuka saat mengingatnya.
18
Perihal kau yang tiba-tiba menjauh, aku hanya mampu berjuang sekuat itu. Sekuat yang
aku bisa sekalipun di akhir aku diam, mengalah, dan mencoba mengambil langkah
menjauh. Yang perlu kau tahu bahwa langkah itu adalah langkah yang kupaksa. Yang juga
harus kau tahu bahwa pilihan diamku ini adalah caraku untuk meneriakkan namamu
dalam sunyi yang terbalut doa.
Kelak jika kautemukan surat ini dan tahu tentang sekeras apa aku memperjuangkanmu,
percayalah bahwa masih ada hati yang tetap menjaga namamu untuk tetap ada di
dalamnya; masih ada hati yang merindukan segala hal tentangmu; masih ada hati yang
tetap melangitkan doa dan harapan baik untuk semestamu.
Dengan senja di sebuah pantai di pulau ini kutulis surat. Tersemat semua ingatan dan
kenangan baik tentang kita, juga beberapa rindu yang selalu saja kupaksa untuk bisu. Di
akhir semua kata ini, ada maaf untuk ketidakmampuanku merawat hal-hal baik di antara
kita dulu. Juga terima kasih telah memberiku kenangan baik. Semoga aku pun mampu
memberi kenangan baik dalam hidupmu.
Pada bulan Februari, bulan kasih sayang ini, aku hanya berharap semua takdir di
semesta kita dihiasi hal-hal baik. Jika kelak kita dipertemukan lagi, selalu ada lengan yang
sangat dan teramat sangat ingin memberimu peluk kembali.
NOVI MASYANTI
@nmasyanti
MASLUHAH JUSLI
@lukjsly
Kepada kita,
yang menunggu di bawah pohon belimbing wuluh yang kita tanam Agustus lalu
Kadang aku berpikir, apa hari esok akan lebih baik dari kemarin?
Dan tiap kali begitu, seperti biasa kau akan menceramahiku,
“Seorang teman pernah berkata, mengutip kalimat dari L.M. Montgomery, penulis
Anne of Green Gables, “Bukannya indah kalau kita pikir besok adalah hari baru
yang belum ada kesalahan apa pun di dalamnya.”.”
Aku akan jatuh cinta lagi kepadamu. Setiap pagi, setiap hari.
OLEH
NURUL ULYA
@___nuya
Maaf. Salam sapaan seakan hilang dalam memori ingatan. Satu-satunya yang ingat dan
ingin aku tuliskan pada pembukaan surat ini hanya 'maaf'.
Teruntuk ayahku di masa lalu, masa kini, dan kelak di masa depan.
Mungkin aku memang tidak tahu perihal beban pada pundakmu yang seminggu lalu
baru kusadari kian hari tampak tak lagi sekuat dulu. Entah beban macam apa yang saat
ini tengah kaupikul dengan penampakan yang begitu kuat. Entah sebanyak apa praduga,
pertanyaan, dan ketakutan yang kini sedang bersarang dalam kepalamu.
21
Sedang aku, sibuk dengan segala ingin yang setiap hari dengan susah payah harus
kauwujudkan. Mengantarkanku pada langkah yang amat jauh dari rumah tanpa kau
pernah ikut dalam langkah-langkah ini, kecuali dalam bentuk doa dan materi yang setiap
hari berusaha kaucari. Sudah banyak tahun berlalu, dan membawaku pada titik ini. Sadar
bahwa aku masih saja anak kecil yang tidak bisa apa-apa tanpa peluhmu di sana.
Maaf untuk segala inginmu yang harus ditahan karena keinginanku. Maaf untuk segala
sabarmu yang tidak akan pernah bisa aku bayar. Maaf untuk segala letihmu yang tidak
bisa aku uraikan. Maaf untuk banyak hal yang masih aku lakukan padahal sudah
kaularang.
Dalam surat yang tidak akan pernah kaubaca ini, aku hanya ingin mengatakan bahwa
aku teramat menyayangimu. Sangat.
OLEH
@amalianurza
Untuk diri yang sedang berjuang dalam rapuh, mungkin sangat berat bagimu untuk
bangkit dari luka dan duka yang saat ini menjengukmu.
Didera pilu yang tiada habisnya, menyita keceriaan yang selama ini kamu rawat
baik-baik dan menyamarkan canda dan tawa yang selama ini kamu jaga.
Dan saat ini, bahkan rasanya sangat kepayahan untuk sekadar berdiri.
22
Tiada yang mampu dirasa selain sesak dan perih yang datang kapan saja, terutama
dini hari ketika jasad dan jiwa sedang ringkih-ringkihnya.
Rasanya hanya terlelap dalam tidur yang mampu jadi tempat pelarian terbaik,
meskipun sementara hingga pagi menyapa lagi.
Bangun, dan berusaha menyadari bahwa keadaan tak bisa terus seperti ini.
Berjalan, sekuatnya.
Hingga Tuhan menyampaikan maksud-Nya.
OLEH
@waylestari
Untuk seseorang yang kehilangan dirinya sendiri, aku pernah mengatakan padamu bahwa aku
sedang mencari rumah.
Ketika kau berbiak di dalam kepalaku, lalu teriak menjelma jadi bisik yang lebih menyesakkan
dari pekik, aku tetap sibuk memikirkan cara menemukan rumah. Ketika kita tersentak, sadar
telah mendekati maut, gemetar melangkah mundur takut-takut, mataku justru menerawang
membayangkan rumah.
Lalu, saat kau menghilang, meninggalkan kepalaku dalam lengang, aku pura-pura menikmati
kekosongan yang meringkusku. Meski sebetulnya kau tahu, aku masih saja merindukan rumah
yang keras kepala kucari-cari itu. Tapi sekarang, tidak ada lagi jarak yang perlu diarak, sakit
yang perlu dirakit, atau ketidakacuhan yang perlu diributkan. Kau tidak lagi sendiri, aku tidak 23
lagi pura-pura tuli.
Bila nanti kau ingat lagi laki-laki tak berwajah yang memotretmu di atas sofa, lalu
mempertanyakan lagi kesucian yang tak diingat sebab usiamu saat itu pun belum genap lima,
aku di sini memelukmu.
Bila suara lelaki yang kau cinta, terngiang lagi memintamu menutup bekas luka di kedua
lenganmu, aku di sini membantumu menutup telinga. Mengingatkanmu tentang kekuatan yang
disimpan luka-luka itu.
Bila jerit perempuan berambut merah menghancurkan lagi sisa kepercayaan diri yang kau
punya, aku akan menggenggam erat tanganmu. Menceritakan pencapaian-pencapaian kita tiga
tahun berlalu.
Mari kita rengkuh jalan hidup kita sendiri. Semua ekspektasi-ekspektasi yang dijejalkan orang
di masa lalu itu, mari kita cerabut sampai ke akar, lalu kita biarkan habis terbakar.
Sebab, meskipun hidup kita seperti mimpi buruk tanpa usai, yang berputar-putar dalam
lingkaran tak berujung yang tidak pernah selesai, kau telah mengusahakan segala yang paling
baik.
Kita telah begitu lama kehilangan diri sendiri, tapi akhirnya aku menemukan rumah.
Rumahku. Rumah yang begitu frustrasi kucari-cari.
Prosesku mencintaimu adalah rumah, yang padanya kepulanganku telah kutunda berpuluh
tahun lamanya.
Terima kasih, Sayangku. Diriku di masa lalu. Beristirahatlah dalam rona senja itu. Aku sudah
mencintaimu.
OLEH
@deeayu28
Rembang,
Tertanda pemilik tawa receh.
OLEH
RILAN DARI
@rilandari_
Untuk aku dan kamu yang sama-sama sering menghela napas panjang perihal
kehidupan. Yang diberi jalan terjal penuh rintangan. Dan akhirnya sadar bahwa
kita ditakdirkan menjadi seorang pejuang.
Ini untuk peluhmu yang terkuras utuh, dengan jerit bersimpuh keluh. Tentang
kata menyerah yang sudah di ujung lidah, tapi yang bisa dilakukan hanyalah tabah.
Tuhan mengamati di teras bumi, katanya kita orang terpilih yang bisa mencecap
poros bumi. Bukan tak cinta, tapi proses panjang agar langit memiliki makna.
Abu hitam sudah menjadi dasar, kelana ini harus tetap ada. Patah ranting bukan
25
hal jatuh kemuning, itu hanya penyelarasan riuh angin.
Semesta tak ingin distereotipi, dia sengaja membisu agar tak ada spekulasi saru
apalagi seru. Berjalan dan nikmati itu yang dia ingini, karena janji pelangi sebelum
ilalang kering tak akan ia ingkari.
NAWANG RIZKY
@nawangrizky
Tahun baru. Cuma Netflix, selimut, dan aku yang tak punya rencana. Sementara
pacarku sedang bersama teman-temannya. Mungkin bakar ayam malam-malam,
mungkin bersenang-senang menghitung mundur waktu.
Aku yang iri mengonfirmasi, kamu sedang apa? Evakuasi warga, katanya.
Hujan seharian. Tanggul jebol. Rumah warga disapu banjir beberapa jam sebelum
terompet ditiup, sebelum teriakan tiga dua satu selamat tahun baru. Ada pacarku
yang malam itu memakai celana pendek dan sandal jepit, menghabiskan malam
26
tahun baru tidak dengan terompet, tetapi sirene. Sibuk evakuasi warga.
Tahun baru sekaligus anniversary kami, dan ucapanku cuma sepatah kata, hati-
hati, ya. Kalau besok santai, kita jalan-jalan, balasnya. Ucapan yang lebih banyak
berisi mimpi ketimbang janji. Ingin yang tak jadi, tanggal satu di tahun baru ia
mesti pergi ke Bekasi. Di sana banyak warga yang butuh bantuan juga. Untuk
kemanusiaan, katanya.
Barangkali keliru, tetapi aku punya segudang syukur setelah mendengar ceritanya
bekerja. Ternyata bisa tidur nyenyak, berselimut hangat, punya tempat tidur dan
atap adalah karunia. Punya tubuh sehat, punya baju dan sepatu, bisa tertawa, tanpa
khawatir besok makan apa adalah harta. Bisa menjadi orang yang menolong dan
bukan butuh ditolong ternyata hak istimewa.
Betapa kita, orang Indonesia, yang saat ini baik-baik saja dan dianugerahi darah
ulung bersyukur ternyata pusaka.
OLEH
ZUHR
@zuhr_
Masih ingatkah engkau tentang riak, ia kini telah menjelma menjadi ombak. Yang
pasang, bergelombang, silih datang, membawa ke tepian. Namun, tetap mampu
menenggelamkan.
Engkau yang telah lama terbang, mungkin sudah lupa. Tak mengapa. Dengan
surat ini aku hanya sekadar mengingatkan, bagaimana aku bertahan: menahan
napas, tersedak, terapung, terombang-ambing, timbul tenggelam, taktentu tujuan,
tanpa haluan.
Jika aku telah mati, kuharap jasadku terurai, menyaru bersama biota dan asinnya
air laut. Terhirup dalam insang tiap ikan mungkin akan lebih menyenangkan.
Lebih baik ketimbang menjadi bangkai busuk di bibir pantai atau ditemukan
27
nelayan tersangkut di celah-celah karang.
Kuharap engkau menerima bagaimana aku mengetahui akhirku dan
menjadikannya nyata. Bukan salah siapa-siapa. Hanya saja supaya engkau tak perlu
bersusah payah menggali dan menguburku kembali.
Karena awalku bukan debu, aku tak ingin akhirku menjadi hanya sekadar
tumpukan abu.
OLEH
@ramariyaan
Bacalah surat kecil ini ketika kau sedang mengaso merebahkan tubuhmu di atas
kasur setelah seharian lelah mengurusi rutinitasmu.
Perkataan adalah doa, maka aku buat tulisan ini untuk kita baca bersama-sama.
Kata per kata yang menjadikannya mantra, yang tak akan usang dan abadi sampai
di kemudian hari.
Karena jarakmu yang jauh denganku, yang terbentuk oleh takdir, orang-orang
sampai jatuh karena lelah tertawa tergelak-gelak tak percaya. Mengira bahwa
ikatan yang kita cipta hanyalah salah satu kelakar buatan dariku atau darimu.
28
Padahal kita tak pernah sebercanda itu dalam hal mencintai. Kita tak akan pernah
roboh hanya karena bualan kosong tak bermakna.
Jangan kau pernah hilang harap kepada kita di esok lusa. Karena aku masih ingin
menikmati sedapnya mie kuah telor bersamamu di warung favorit kita,
menuntaskan film-film terbaru di dalam bioskop, menemanimu menyelesaikan
kumpulan target yang harus kau selesaikan dan mewujudkan perjalanan-perjalanan
luar biasa yang pernah kita rencanakan berdua.
Tanggalkan cemas, takut, dan ragu di langit-langit bumantara agar tak terjamah
oleh tangan-tangan kita. Dan kelak, aku akan terbang berdua denganmu, menuju
rumah ibu dan ayahmu memberi sekotak impian, juga satu kardus oleh-oleh untuk
adikmu. Lalu menikmati sore di depan teras rumahmu, duduk berdua saja,
berbincang tentang masa depan dan hari-hari tua.
Kau mencintaiku. Aku mencintaimu. Keyakinan kita takkan pernah mampus.
OLEH
NURJIHAN
@nurjihansyah
Al, saat kau membaca tulisan ini, kuharap ragamu terbuka lebar, pikiranmu jernih
seperti air hujan jatuh tepat di atas kepalamu, hatimu, semoga berisi namaku, satu.
Al, telah banyak kekhawatiran yang kurasakan lalu kupendam dalam diam.
Menemanimu tumbuh, memupuk cinta di antara dua isi kepala yang berbeda,
melewati banyak warna yang tentu saja tidak melulu cerah, mewujudkan impian-
impian sederhana yang nyatanya tidak sesederhana harapan kita.
29
Al, warna yang kita rangkai bersama kini sudah berbeda. Siapa yang lebih dulu
merusak rangkaiannya? Tanganmu yang menggenggam pilihan lain, atau aku yang
melarikan diri dari resah-resah yang paling pasrah?
Al, aku entah memikirkan apa, sebab kepalaku seolah memutar banyak
ketakutan, dan pemeran utama atas ketakutanku adalah kau. Aku tak tahu apa
yang terus berputar di dalam kepalaku, yang kutahu pasti sangkut pautnya adalah
kau di hidupku.
Al, bolehkah kupinjam kuas yang telah kaubuang dengan kejam? Aku ingin
mewarnai kembali langit kita. Masih dengan jingga, atau kau ingin menambah
ornamen merah? Tentu boleh saja. Tapi, Al, aku tidak ingin merusaknya, kau boleh
saja meninggalkanku, mencari tempat singgah baru yang kau hadiahi janji-janji
palsu. Kau boleh saja tidak melanjutkan mimpi-mimpi kita, berhenti lalu memilih
ke kiri, sebab di sana jalanmu mungkin lebih lengang daripada bersamaku. Tapi,
aku ingin memberimu satu kalimat dari video yang kulihat petang lalu; kau,
perjalanan terjauh yang pernah kupunya.
OLEH
@martapakpak
Ditemani kicau burung yang merdu aku menulis surat ini. Sesekali aku mendongak,
menatap hijau pepohonan di hadapanku. “Apakah anak cucu kita nanti masih bisa
menikmati semua ini?” tanyaku pada diri sendiri. “Persetan soal nanti, hiduplah
hari ini!” Angin membisikkannya kepadaku.
Aku menatap lagi kertas di tanganku sambil menyeruput kopi panas pesananku.
Pahit.
“Rasa pahit kopi selalu bisa mengambil alih hidup kita yang pahit.” Aku ingat kau
mengucapkan itu dulu. Tapi itu tak lagi berlaku bagiku, sejak kau pamit pergi
untuk menghiasi langit.
30
Waktu itu aku tersenyum saat kau mengatakan bahwa kau akan pergi menghias
langit agar indah untuk kutatap. “Kenapa kau tidak tinggal saja agar kita
menatapnya bersama-sama?” tanyaku waktu itu. Kau hanya tersenyum penuh arti.
Namun, hingga kini aku tak mengerti.
Bersama dengan sejuk angin semilir, aku menuliskan tentang kita di hari tua
yang tak sempat kaubaca. Aku berharap kau tertawa melihatku terluka. Kau tahu
persis penyebabnya.
Kau membiarkan aku menatap langit sendirian saja sementara kau pergi
mewarnainya.
@pecandubuku (Instagram)
@pecandu_buku (Twitter)
Pecandu Buku (Facebook)