Anda di halaman 1dari 15

POLA KONSUMSI, TABUNGAN DAN INVESTASI DALAM BIDANG

KESEHATAN

OLEH
KELOMPOK 8

SYAHRI WAHYUNI K011181007


MUH. ARMAN NYOMBA K011181057
BURAINI K011181033
ZILFA IRASTUQARATY ALIYAH K011181065
RURI KHALLAJ ALFARABI K011181008

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT (FKM)


PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahi Rabbil „Aalamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan
Makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa kita sampaikan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke jalan
kebenaran dan memberikan teladan kepada kita semua.
Makalah ini disusun berdasarkan dengan judul “Pola Konsumsi, Tabungan
Dan Investasi Dalam Bidang Kesehatan” untuk memenuhi salah satu tugas dari
dosen pengampu mata kuliah Dasar Ekonomi Kesehatan Kelas Kesmas A
Universitas Hasanuddin Penulis menyadari bahwa makalah ini dapat selesai atas
bantuan dari berbagai sumber.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, Oleh
karena itu kami akan sangat berlapang dada dan berbesar hati, apabila ada yang
berkenan memberikan kritik serta saran untuk perbaikan dan penyempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi
kami selaku penyusun.

Makassar, 11 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................ 1
C. TUJUAN ..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. TEORI DAN POLA KONSUMSI .............................................................................. 3
B. TEORI DAN POLA TABUNGAN............................................................................. 5
C. TEORI DAN POLA INVESTASI .............................................................................. 6
D. CONTOH PENERAPAN POLA KONSUMSI, TABUNGAN DAN INVESTASI
DALAM BIDANG KESEHATAN ............................................................................. 8
E. PERBEDAAN INVESTASI DI INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN
DALAM BIDANG KESEHATAN ............................................................................. 9
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 11
A. KESIMPULAN ......................................................................................................... 11
B. SARAN ..................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan kebutuhan yang penting bagi manusia. Status
kesehatan yang lebih baik secara relative diinginkan oleh setiap individu manusia
yang hidup dimuka bumi ini. Setiap individu akan berusaha mencapai status
kesehatan yang baik. sesuatu dalam bidang kesehatan. Karena Kesehatan
merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia dimana sejak
zaman dahulu kala telah banyak dilakukan upaya-upaya untuk menjaga dan
meningkatkan derajat kesehatan diri maupun kelompok, jadi pada dasarnya
masyarakat telah menyadari tentang pentingnya sehat.

Beberapa penyakit bisa saja muncul akibat pola konsumsi yang tidak sehat,
tidak memiliki tabungan yang cukup ketika terkena suatau penyakit yang
membutuhkan biaya yang mahal serta tidak adanya investasi dalam bidang
kesehatan yang dapat digunakan. Pola konsumsi yang tidak sehat misalnya
mengonsumsi makanan yang kelebihan karbohidrat yang dapat menyebabkan
obesitas. Ketika terjadi kecelakaan dan kita tidak memiliki tabungan atau investasi
untuk kesehatan bisa saja kita tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik
sehingga sakit kita bisa tambah parah

Oleh karena itu untuk mencegah hal-hal buruk yang terjadi pada kesehatan
kita untuk hari ini, esok dan hari-hari berikutnya maka kita perlu mengonsumsi,
menabung dan menginvestasikan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan kita
yang dapat menunjang derajat kesehatan kita menjadi lebih baik

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah teori dan pola konsumsi?
2. Bagaimanakah teori dan pola tabungan?
3. Bagaimanakah teori dan pola investasi?

1
4. Bagaimana contoh penerapan pola konsumsi, tabungan dan investasi dalam
bidang kesehatan?
5. Bagaimanakah perbedaan investasi antara negara Indonesia dengan negara
lain dalam bidang kesehatan?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui teori dan pola konsumsi
2. Untuk mengetahui teori dan pola tabungan
3. Untuk mengetahui teori dan pola investasi
4. Untuk mengetahui contoh penerapan pola konsumsi, tabungan dan investasi
dalam bidang kesehatan
5. Untuk mengetahui perbedaan investasi antara negara Indonesia dengan
negara lain dalam bidang Kesehatan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. TEORI DAN POLA KONSUMSI


 Teori Konsumsi
1. Definisi Konsumsi
Konsumsi berasal dari bahasa Inggris yaitu (Consumption) adalahpembela
njaan atas barang-barang dan jasa. berdasarkan Ilmu ekonomi komsumsi
adalah mengalokasikan nilai input guna memperoleh suatu barang/jasa dalan suatu
periode tertentu. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti
kata konsumsi adalah tindakan manusia untuk menghabiskan atau mengurangi
kegunaan (utility) suatu benda baik secara langsung maupun tidak langsung pada
pemuasan terakhir dari kebutuhannya.
Secara umum Konsumsi merupakan tindakan pelaku ekonomi, baik individu
maupun kelompok, dalam menggunakan komoditas berupa barang maupun jasa
untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan:

C = a+bY

Keterangan:
a = Konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional adalah 0
b = Kecenderungan konsumsi marginal
C = Tingkat konsumsi
Y = Tingkat pendapatan nasional

3. Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi


 Faktor Ekonomi
Paling tidak ada empat faktor ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkat
konsumsi. Empat faktor itu antara lain pendapatan rumah tangga, kekayaan rumah
tangga, tingkat bunga, dan perkiraan akan masa depan. Pendapatan rumah tangga
akan sangat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Semakin tinggi tingkat

3
pendapatannya, maka kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka
kebutuhannya akan semakin besar.
 Faktor Demografi
Jumlah dan komposisi penduduk juga akan berpengaruh pada besarnya
tingkat konsumsi. Jumlah penduduk yang semakin banyak akan memperbesar
pengeluaran konsumsi secara menyeluruh, meskipun pengeluaran rata-rata per
orang atau per keluarga relative rendah.

Komposisi penduduk juga mempengaruhi tingkat konsumsi. Semakin banyak


penduduk usia produktif dari suatu Negara dan semakin tinggi tingkat
pendidikannya, maka akan semakin banyak jumlah barang atau jasa yang
dikonsumsi dalam Negara tersebut.

 Faktor Non-Ekonomi.
Faktor-faktor non-ekonomi yang banyak berpengaruh terhadap besarnya
konsumsi adalah faktor social budaya masyarakat.Misalnya, orang saat ini
menyukai segala sesuatu yang praktis dan siap gaji. Perubahan pola pikir dan gaya
hidup ini akan merubah tingkat konsumsi masyarakat pula

 Pola Konsumsi
Pola konsumsi dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi sifat kecenderungan
pengeluaran keluarga yang dipergunakan untuk kebutuhan primer maupun
sekunder, pangan dan non pangan, yang merupakan tanggapan manusia terhadap
lingkungan dan berkaitan dengan kehidupan kebudayan masyarakat yang menjadi
ciri khas dari kelompok masyarakat tersebut. Kecenderungan mengonsumsi
dibedakan menjadi dua yaitu
1. Pola Kecenderungan mengonsumsi marginal yaitu perbandingan antara
pertambahan (AC) yang dilakukan dengan pertambahan pendapatan disporsabel
(AY).
MPC= ∆C/∆Yd

Keterangan:

4
MPC = Marginal Propensity to concume (kecondongan mengosumsi marginal)
∆C = pertambahan konsumsi
∆Yd = pertambahan pendapatan

2. Kecenderungan Mengonsumsi Rata-rata (Average Propensity to Consume)


yaitu perbandingan antara tingkat konsumsi (C) dengan tingkat pendapatan
diposabel serta konsumsi itu dilakukan (Yd).
APC= C/Yd

Keterangan
APC = konsumsi rata-rata
C = tingkat konsumsi
Yd = besarnya pendapatan disposabel

B. TEORI DAN POLA TABUNGAN


a. Teori Tabungan
1. Definisi Tabungan
Menurut UU perbankan No. 10 tahun 1998 tabungan adalah simpanan yang
pada penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang telah
disepakati, namun tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro atau alat lainnya
yang dipersamakan dengan itu. Namun secara umum Tabungan (Saving)
merupakan sisa pendapatan yang telah digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran
konsumsi atau dengan kata lain tabungan adalah sebagian dari pendapatan yang
tidak dikonsumsi.

2. Fungsi tabungan adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara


tingkat tabungan rumah tangga dengan pendapatan nasional dalam perekonomian
S = -a + (1 - b) Y
Keterangan :
S = besarnya tabungan (save)
A = konnsumsi yang harus dipenuhi pada saat pendapatan nol
1-b = marginal prospensity to save
Y = pendapatan nasional

5
b. Pola Tabungan
1. Marginal Prospensity to Save (MPS) Kecenderungan menabung marginal
merupakan perbandingan antara pertambahan tabungan dengan pertambahan
pendapatan disposabel.
MPS= ∆S/∆Yd
Keterangan :
MPS = Marginal Prospensity to saving (kecondongan menabung marginal)
S = pertambahan tabungan
Yd = pertambahan pendapatan
2. Average Prospensity to Save (APS) Kecondongan menabung rata-rata
merupakan perbandingan antara tingkat tabungan (S) dengan tingkat pendapatan.
Hubungan antara pendapatan, dan tabungan dinyatakan dalam rumus:

Y=C+S
Keterangan:
Y = Pendapatan
C = konsumsi
S = Tabungan

C. TEORI DAN POLA INVESTASI


a. Teori Investasi
1. Definisi Investasi
Investasi adalah penanaman modal untuk biasanya berjangka panjang dengan
harapan mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang sebagai kompensasi
secara profesionalitas penundaan konsumsi, dampak infalsi dan resiko yang
ditanggung. Investasi juga dapat diartikan “A monetary asset purchased with the
idea that it will increase in value, with the expectation that it will generate income
in the future and grow your wealth”. (Aset moneter yang dibeli dengan ide bahwa
nilainya akan meningkat, dengan harapan/ekspektasi bahwa aset tersebut akan
menghasilkan pemasukan di masa depan dan meningkatkan kekayaan).
2. Jenis-jenis Investasi

6
 Investasi jangka pendek ( jangka waktunya maksimal setahun)
 Investasi jangka panjang ( jangka waktunya lebih dari setahun bahkan hingga
berpuluh tahun)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Investasi
 Tingkat Pengembalian yang diharapkan (Expected Rate of Return)
Faktor ini sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal
perusahaan. Kondisi internal adalah tingkat efesiensi pada proses produksi dan
distribusi, kualitas sumber daya manusia, maupun tingkat teknologi yang
digunakan. Adapun kondisi eksternal adalah perkiraan tingkat peroduksi,
pertumbuhan ekonomi domestik maupun internasional dan kebijakan pemerintah.
 Tingkat Bunga
Faktor utama yang menentukan biaya investasi adalah tingkat bunga
pinjaman. Semakin tinggi tingkat bunga pinjaman maka biaya investasi semakin
mahal.
 Ketersediaan Faktor-Faktor Produksi
Berbicara tentang produksi tidak lepas dari faktor-faktor produksi yang
digunakan. Ketersediaan faktor produksi yang banyak dan mudah di dapat akan
menarik minat berinvestasi. Misalnya, Indonesia memiliki penduduk yang besar
(merupakan asset, tenaga kerja dan pasar bagi produk yang dihasilkan) dan
kekayaan alam yang banyak. Kondisi ini akan menarik minat investor baik
daridalam maupun luar negeri
 Peluang Pasar
Suatu keputusan investasi tidak akan menguntungkan apabila tidak memiliki
pasar. Semakin besar pasar bagi hasil produksi maka investasi akan semakin
menguntungkan.
 Iklim Usaha yang Kondusif
Kebijakan pemerintah pusat maupun daerah yang mendukung iklim investasi
akan menarik minat investor. Misalnya pemerintah memberikan kemudahan
dalam perizinan usaha, perbaikan infrastruktur,dan sebagainya.

 Terjaminnya Keamanan dan Stabilitas Politik

7
Suatu daerah atau negara yang sering terjadi konflik atau kerusakan, akan
mengurangi minat investor. Pelaku investasi tidak mau beresiko terhadap
keamanan asset usahanya apabila pemerintah maupun masyarakat tidak menjaga
keamanan.

b. Pola investasi
1. Investasi yang bersifat langsung adalah melakukan penanaman modal atau
pengeluaran secara ekonomi untuk memperoleh manfaat secara langsung
berdasarkan kalkulasi ekonomi secara kongkrit dari sejumlah modal atau
pengeluaran sebelumnya
2. Investasi yang bersifat tidak langsung Investasi yang bersifat tidak langsung
adalah biaya atau pengeluaran yang dikeluarkan mendapat manfaat dari adanya
manfaat yang diterima oleh unsure lainnya, atau bisa dikatakan manfaat yang
diterima tidak secara langsung dari kalkulasi biaya atau pengeluaran

D. CONTOH PENERAPAN POLA KONSUMSI, TABUNGAN DAN


INVESTASI DALAM BIDANG KESEHATAN
a. Contoh Penerapan Pola Konsumsi dalam Bidang Kesehatan
Kecenderungan untuk menggunkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal
ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang berbeda-beda. Sehingga
kebutuhannya akan pelayanan kesehatan juga berbeda-beda misalnya ibu hamil
akan cenderung membutuhkan pelayanan kesehatan dari bidan,
b. Contoh Penerapan Pola Tabungan dalam Bidang Kesehatan
Bank Negara Indonesia (BNI) bersama dengan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan Melakukan kerja sama dalam mengadakan fasilitas tabungan
sehat bagi peserta program Jamainan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat
(JKN-KIS)
c. Contoh Penerapan Pola Investasi dalam bidang Kesehatan
Si Ali memiliki pendapatan Rp.1 juta per bulan. Dia menginvestasikan 10%
dari uangnya untuk pembiayaan pelayanan kesehatannya. Si Ali berfikir bahwa
setiap bulan dia hanya akan menyisihkan uangnya Rp100 ribu untuk pembiayaan
kesehatan melalui perusahaan asuransi. Tetapi bila dia sakit dan keluarganya,

8
maka perusahaan asuransi yang akan menanggung seluruh biaya perawatan
selama sakit. Ali sudah menghitung bahwa kalau dia tiba-tiba sakit, maka minimal
harus mengeluarkan biaya Rp. 1 juta bahkan lebih besar nilai tersebut. Dengan
demikian investasi kategori ini bersifat langsung karena berdasarkan kalkulasi
telah memberikan keuntungan secara langsung.

E. PERBEDAAN INVESTASI DI INDONESIA DENGAN NEGARA


LAIN DALAM BIDANG KESEHATAN
Indonesia menduduki peringkat nomor 131 dalam hal investasi di bidang
pendidikan dan pelayanan kesehatan, yang merupakan bukti dari komitmen
pemerintah dalam upaya pertumbuhan ekonomi. Indonesia satu peringkat di
bawah Filipina (yang berada di peringkat 130) dan satu peringkat di atas Guinea
Khatulistiwa.
“Temuan-temuan yang kami peroleh ini memperlihatkan adanya korelasi
antara investasi dalam bidang pendidikan, kondisi kesehatan, peningkatan kondisi
‘human capital’ (modal insani) serta pertumbuhan produk domestik bruto atau
GDP. Hal ini merupakan satu hal yang sering dilewatkan oleh para pembuat
kebijakan,“ ungkap Dr. Christopher Murray, Direktur dari IHME (Institute for
Health Metrics and Evaluation) di Universitas Washington, Selasa (25/9/2018).
Dikatakannya, di saat pertumbuhan ekonomi dunia sangat tergantung pada
teknologi digital, dari agrikultur ke manufaktur lalu kepada industri jasa, ‘human
capital’ pada saat bersamaan juga semakin memainkan peranan penting dalam
merangsang pertumbuhan ekonomi, baik untuk skala lokal maupun nasional.
Indonesia yang menduduki peringkat ke-131 di tahun 2016 memperlihatkan
adanya penurunan dari peringkat ke-130 di tahun 1996.
Penurunan peringkat ini dilihat dari bagaimana situasi dan kondisi human
capital selama 10 tahun terakhir, juga berapa lama seorang masing-masing
individu dalam populasi tersebut memperlihatkan kinerjanya di usia produktivitas
mereka, juga memperhitungkan angka harapan hidup, kondisi kesehatan mereka
selama masa produktif, lamanya pendidikan yang dapat mereka tempuh, serta hal-
hal lainnya yang dapat dianggap sebagai pembelajaran.

9
Secara keseluruhan, penduduk Indonesia mencatat 41 dari 45 tahun usia
produktif, yang biasanya ada di rentang umur 20 hingga 64 tahun; mampu
menempuh 11 tahun pendidikan dari 18 tahun masa pendidikan sekolah; skor 70
untuk kemampuan belajar dan skor 57 untuk kesehatan yang produktif, keduanya
dari skor acuan yang sama, yaitu: 100.
Kemampuan belajar didasarkan pada skor rata-rata dalam setiap test yang
dinilai menggunakan skor perbandingan internasional. Komponen-komponen
pengukuran dalam hal kesehatan yang produktif meliputi masalah kekurangan
gizi, wasting, stunting, anemia, ketidakseimbangan kognitif, berkurangnya
kemampuan mendengar dan melihat, serta penyakit-penyakit menular lainnya
seperti HIV/AIDS, malaria dan TBC.
Kim menjelaskan bahwa pengukuran dan pemberian peringkat untuk masing-
masing negara dalam lingkup human capital tersebut akan memudahkan untuk
melakukan perbandingan dalam jangka waktu tertentu.
"Sehingga mudah untuk menyediakan informasi dan wawasan yang
diperlukan oleh masing-masing pemerintah dan para investor, mengenai investasi
atau pendanaan yang mana yang kritis diperlukan untuk memperbaiki kondisi
kesehatan dan pendidikan," katanya.
Tahun lalu, beliau meminta IHME untuk mengembangkan sebuah
pengukuran untuk kebutuhan tersebut.
“Mengukur dan menyusun peringkat setiap negara berdasarkan kacamata
human capital adalah penting untuk membantu pemerintah memfokuskan
perhatian mereka dalam melakukan investasi bagi warga mereka sendiri,” ungkap
Kim.Studi dari IHME ini merupakan kontribusi penting dalam pengukuran
mengenai human capital di setiap negara dalam jangka waktu tertentu.

10
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Konsumsi dalam bidang kesehatan yakni tindakan pelaku ekonomi baik
individu maupun kelompok dalam menggunakan komoditas baik berupa alat-alat
maupun jasa dalam memenuhi kebutuhannya. pola konsumsi teridri dari dua
Kecenderungan mengonsumsi marginal dan Kecenderungan mengonsumsi rata-
rata
Tabungan dalam bidang kesehatan dapat diartikan sebagai penyimpanan
sebagian sisa pendapatan yang digunakan untuk kepentingan kesehatan. Pola
tabungan yakni Marginal Prospensity to Save (MPS) dan Average Prospensity to
Save (APS)
Investasi diartikan sebagai penanaman modal untuk biasanya berjangka
panjang dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang. Pola
investasi dapat dikategorikan kedalam dua hal, yaitu Investasi yang bersifat
langsung dan Investasi yang bersifat tidak langsung
Indonesia menduduki peringkat nomor 131 dalam hal investasi di bidang
pendidikan dan pelayanan kesehatan, yang merupakan bukti dari komitmen
pemerintah dalam upaya pertumbuhan ekonomi. Indonesia satu peringkat di
bawah Filipina (yang berada di peringkat 130) dan satu peringkat di atas Guinea
Khatulistiwa.

B. SARAN
untuk mencegah hal-hal buruk yang terjadi pada kesehatan kita untuk hari ini,
esok dan hari-hari berikutnya maka sebaiknya dan seharusnya kita mengonsumsi,
menabung dan menginvestasikan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan kita
yang dapat menunjang derajat kesehatan kita menjadi lebih baik.

11
DAFTAR PUSTAKA
Engkun Rohimah, D. (2015). Pola Konsumsi, Status Kesehatan Dan
Hubungannya Dengan Status Gizi Dan Perkembangan Balita . Gizi
Pangan, 95.

Kristian J, D. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan


Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Kema Kecamatan Kema Kabupaten
Minahasa Utara . Kesehatan, 3-4.

Meinisa, E. T. (2017). Pola Tindakan Dalam Mengatasi Masalah Kesehatan


Masyarakat Korban Banjir. 2.

Tigau, R. (2017). Analisis Pendapatan Dan Pola Konsumsi Pekerja Sektor


Informal Di Bukit Kasih Desa Kanonang Dua Kecamatan Kawangkoaan
Barat. Berkala Ilmiah Efisiensi, 6.

Wisana, I. D. (2001). Kesehatan Sebagai Investasi. Ekonomi Dan Pembanguna


Indonesia, 42.

Yuhendri. (2013). Pengaruh Kualitas Pendidikan,Kesehatan Dan Investasi


Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat. Artikel, 13.

12

Anda mungkin juga menyukai