Anda di halaman 1dari 17

REFLEKSI KASUS

CHALAZION

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Mengikuti Kepanitraan Klinik Bagian Stase Mata

Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada Yth :


dr. Ahmad Ikliluddin, Sp.M

Disusun Oleh :
Kiara Rindang Sinoel
20174011022

BAGIAN STASE MATA


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Sedayu, Bantul
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Benjolan di kedua kelopak mata atas
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang wanita berusia 28 tahun datang ke poliklinik mata RS PKU
Muhammadiyah Gamping dengan keluhan benjolan di kedua kelopak mata atas sejak
5 bulan lalu. Awalnya hanya mata kanan, 2 bulan kemudian muncul di mata kiri.
Benjolan disertai dengan rasa panas, gatal dan pandangan sedikit kabur di mata kiri saja
sehingga pasien sering mengucek mata kirinya. Pasien sudah ke dokter di Puskesmas
dan diberikan obat metilprednisolon, CTM, dan salep kloramfenikol tetapi belum
membaik. Pasien menyatakan keluhan tidak disertai kepala pusing, perasaan silau,
maupun keluarnya sekret dari mata.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat menggunakan kacamata (-)
Riwayat trauma kedua mata (-)
Riwayat alergi makanan (-)
Riwayat alergi obat-obatan (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal
Riwayat Sosial
- Pasien adalah seorang karyawan di apotek yang sering melihat layar komputer,
sehingga keluhan pasien ini membuat aktivitas terganggu
- Riwayat merokok disangkal
- Riwayat menggunakan gadget dalam jangka lama disangkal
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
KU : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign :
Tekanan Darah : 110/65 mmHg
Nadi : 78 kali per menit
Respiratory Rate : 18 kali per menit
Temperatur : 36.7o C

Kepala
Mata : terlampir
Hidung : dbn
Telinga : dbn
Mulut : dbn
Leher : dbn
Thoraks : dbn
Cor : tidak dilakukan
Pulmo : tidak dilakukan
Abdomen : tidak dilakukan
Ekstremitas : tidak dilakukan
Genitelia : tidak dilakukan

STATUS OPTHALMOLOGIS

Pemeriksaan OD OS

Visus 6/6 6/7,5


Pemeriksaan Segemen Anterior :
Inspeksi OD OS

Gerakan bola mata Normal ke segala arah Normal ke segala arah

Palpebra Superior Edema (+) Edema (+)

Nyeri Tekan (-) Nyeri Tekan (-)

Eritem (-) Eritem (-)

Palpebra Inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Nyeri Tekan (-) Nyeri Tekan (-)

Konj. Palpebra Superior Hiperemis (+) Hiperemis (+)

Benjolan (+) Benjolan (+)

Konj. Palpebra Inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Konjungtiva Bulbi Inj. Konjungtiva(-) Inj. Konjungtiva(-)

Kornea Jernih Jernih

COA Tidak dangkal Tidak dangkal

Pupil Pupil bulat (+) Pupil bulat (+)

Reflek direk (+) Reflek direk (+)

Reflek Indirect (+) Reflek Indirect (+)

Iris Sinekia (-) Sinekia (-)

Lensa Jernih Jernih

Diagnosis Kerja : ODS Chalazion Palpebra Superior

Diagnosis Banding : ODS Hordeolum


Penatalaksanaan :

R/ Cendo Mycos e.o tube I

S 4 dd ODS

R/ Cendo floxa e.d no.I

S 4 dd gtt 1 ODS

Edukasi:

- Semua pasien harus memeriksakan mata mereka secara berkala setelahnya.


- Diet makan makanan yang seimbang dan mengandung, mikronutrient yang bagi
kesehatan mata
- Menjaga hygiene kedua mata dan kebersihan lingkungan sekitar rumah dan tempat
kerja
- Kompres hangat pada kedua mata 4-6x sehari selama 15 menit setiap kalinya untuk
membantu drainase.
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 Definisi

Chalazion adalah inflamasi lipogranulatosa kronis di kalenjar meibomian. Kalazion


disebabkan oleh penyumbatan dari kelenjar meibom di kelopak mata atau palpebra. Kelenjar
meibom pada palpebra berfungsi untuk menghasilkan minyak untuk menjaga mata tetap
lembab. Jika kelenjar meibom mengalami penyumbatan, maka minyak akan menumpuk dan
membetuk kista yang terlihat seperti benjolan kecil di palpebra. Benjolan tersebut dapat
teriritasi, merah, dan terkadang terinfeksi .

Kalazion dapat terjadi pada individu di semua usia sehingga menyebabkan gejala lokal
dan kosmetik mata. Lesi yang besar dapat menyebabkan ptosis mekanik dan astigmatisme
kornea. Kalaziom dapat menekan limbus dan kornea sehingga menyebabkan distorsi kornea
dan mengubah topografi kornea. Beberapa gejala lain dari kalazion antara lain adalah benjolan
pada kelopak, tidak hiperemi, tidak ada nyeri tekan, dan adanya pseudoptosis. Tekanan
kalazion pada mata terkadang dapat menyebabkan perubahan bentuk bola mata yang
mengakibatkan kelainan refraksi pada mata.

Kalazion dapat diobati dengan kompres air hangat, antibiotik lokal dan sistemik.
Sedangkan untuk mengurangi gejala pada penyakit ini, dapat dilakukan ekskokleasi isi abses
dari dalamnya atau dilakukan ekstirpasi kalazion tersebut. Insisi yang dilakukan sama seperti
insisi pada hordeulum internum. Namun terkadang, kalazion dapat sembuh dengan sendirinya,
yaitu dengan cara diabsorpsi kembali oleh tubuh.

2.2 Epidemiologi

Kalazion sering terjadi di kehidupan sehari-hari, akan tetapi data angka insiden dan
prevalensi tidak ada. Sementara disfungsi kelenjar meibom (DKM) merupakan penyakit yang
sering dijumpai di dunia, prevalensi DKM berkisar antara 3,5 -70 %, angka lebih besar
terutama di Asia. Hom et al (1990) melaporkan prevalensi DKM sebesar 38,9 % sedangkan
Morniali dan Stanek (2000) menemukan prevalensi sebesar 33% pada pasien berusia kurang
dari 30 tahun dan 71,1% pada individu berusia 60 tahun atau lebih. Sedangkan untuk kalazion
sendiri, data angka kejadian dan prevalensi di dunia tidak tersedia.
Secara demografi usia, kalazion sering terjadi pada usia dewasa (30-50 tahun) daripada
pada usia anak-anak. Hal ini kemungkinan dikarenakan hormon androgenik dapat
meningkatkan viskositas sebum. Pengaruh hormon pada sekresi dan viskositas sebaceous dapat
menjelaskan pengelompokan pada saat pubertas dan selama kehamilan; Namun, sejumlah
besar pasien tanpa bukti perubahan hormonal menunjukkan bahwa mekanisme lain juga
berlaku. Chalazion jarang terjadi pada usia yang ekstrem, namun kasus anak-anak mungkin
ditemui.

Chalazion rekuren, terutama pada pasien lanjut usia, harus berhati-hati dan
mempertimbangkan kondisi yang mungkin mirip sebagai chalazion (misalnya karsinoma
sebaceous, karsinoma sel skuamosa, karsinoma adheks mikro, tuberkulosis). Chalazion
berulang pada anak atau dewasa muda harus segera dilakukan evaluasi untuk konjungtivitis
virus dan sindroma hyperimmunoglobulinemia-E (hiper-IgE) (sindrom Job).

2.3 Etiologi

Chalazion tejadi akibat obstruksi pada kelenjar meibom sehingga cairan meibum tidak
dapat keluar menuju air mata. Hal itu dapat melebar lalu membengkak dan terjadi kebocoran
ke jaringan kelopak mata sehingg terjadi inflamasi. Seiring berlanjutnya wahktu, inflamasi
dapat menyebakan benjolan (granuloma) yang terbentuk di kelopak mata.

Beberapa kondisi yang dapat menyebakan chalazion antara lain :

 Kebersihan palpebra yang buruk


 Dermatitis seboroik
 Acne rosasea
 Blefaritis kronik
 Konsentrasi tinggi lipid darah
 Leishmaniasis
 Karsinoma
 Tuberculosis
 Kondisi Imunodefisiensi
 Infeksi virus
 Stres
 Trakoma
 Trauma palpebra
 Post-operasi palpebra

Selain itu, chalazion dapat muncul secara spontan sebagai akibat dari tumbuhnya
hordeolum internal atau eksternal.

2.4 Patogenesis

Chalazion terbentuk saat produk dari pemecahan lipid, yang bisa berasal dari enzim
bakteri atau sekresi sebaceous yang ditahan, bocor ke jaringan sekitarnya dan memicu respons
inflamasi granulomatosa. Karena kelenjar meibomian tertanam di lapisan tarsal kelopak mata,
edema akibat penyumbatan kelenjar ini biasanya terdapat pada bagian konjungtiva; Chalazion
bisa membesar dan menembus lapisan tarsal ke bagian luar kelopak mata. Chalazion karena
penyumbatan kelenjar Zeis biasanya terletak di sepanjang batas tutup kelopak mata.

Hiperkeratinisasi dan peningkatan viskositas meibum merupakan mekanisme inti


dalam terbentuknya obstruksi orifisium kelenjar meibom yang akan menyebabkan pengeluaran
meibum ke tepi palpebra sangat rendah. Obstruksi orifisium ini juga menyebabkan stasisnya
meibum di sistem duktus menyebabkan peningkatan tekanan, dilatasi sistem duktus dilanjutkan
terjadinya atrofi acinar yang akhirnya menyebabkan sekresi meibum rendah. Perubahan pada
kualitas dan kuantitas meibum mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas dan atau
peningkatan volume sekresi meibum. Adanya perubahan viskositas, volume sekresi dan
stasisnya meibum oleh karena obstruksi menyebabkan terjadinya kalazion.

Chalazion berbeda dari hordeolum karena bentuknya sebagai akibat penyumbatan


kelenjar dan peradangan steril daripada infeksi. Sedangkan chalazion ditandai oleh massa
jaringan granulasi dan peradangan kronis (dengan limfosit dan makrofag lipid), hordeolum
internal atau eksternal terutama merupakan peradangan pirogen akut dengan leukosit
polimorfonuklear (PMN) dan nekrosis dengan formasi pustula.Secara umum, chalazion
cenderung lebih besar, lebih tidak menyakitkan dan memiliki presentasi yang kurang akut
dibandingkan hordeolum. Namun, satu kondisi bisa menghasilkan yang lain. Peradangan akut
hordeolum pada akhirnya dapat menyebabkan chalazion tanpa rasa sakit kronis, sementara
chalazion juga bisa terinfeksi akut.

Faktor penyebab kalazion yang sudah diketahui yaitu proses penuaan, umur, jenis
kelamin, gangguan hormon, faktor lingkungan, lensa kontak, dan perubahan kualitas atau
kuantitas meibum saling berinteraksi menyebabkan terjadinya hiperkeratinisasi sistem duktus
kelenjar meibom, peningkatan viskositas meibum, atrofi acinar kelenjar.

2.5 Tanda dan Gejala

2.5.1 Gejala Kalazion

Gejala dari kalazion antara lain :

 Subakut/ kronik: pembesaran nodule bertahap tanpa nyeri


 Akut: inflamasi steril atau infeksi bakteri dengan selulitis lokal.
 Gejala yang berhubungan dengan penyebab chalazion mungkin muncul

2.5.2 Tanda Kalazion

Tanda dari kalazion antara lain:

 Nodul di tarsal yang terkadang terinfeksi


 Ditemukan granuloma konjungtiva pada beberapa kasus
 Tenderness kelopak mata dan terasa berat dan mengganjal
 Silau (Sensitif terhadap cahaya)
 Produksi Air mata lebih dari normal
Gambar A

Gambar B
Gambar 1. A. Kalazion B. Dengan Pembalikan Palpebra Superior

2.6 Diagnosis

Penegakan diagnosis kalazion berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi seperti


visus naturalis dan tes lapang pandang dan juga berdasarkan pemeriksaan penunjang seperti
fine-needle aspiration bila dicurigai adanya keganasan dari kalazion rekuren. Namun pada
umumnya, penegakkan diagnosis kalazion cukup dengan anamnesa dan pemeriksaan
oftalmologi.

Anamnesis pada pasien yang perlu diperhatikan diantara lain adalah tanda dan gejala
yang dialami oleh pasien. Chalazion biasanya dikeluhkan sebagai pembengkakan yang tidak
nyeri pada kelopak mata yang telah ada selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan.
Akan tetapi pasien mungkin hanya mencari perawatan medis bila kondisinya memburuk,
seperti ketika chalazion menyebabkan gangguan penglihatan atau ketidaknyamanan atau
menjadi meradang, menyakitkan, atau terinfeksi. Seringkali, terdapat riwayat serupa
sebelumnya karena chalazion cenderung kambuh pada individu yang memiliki riwayat
sebelumnya.

Keluhan utama harus diperiksa secara menyeluruh, termasuk pertanyaan mengenai


lokasi lesi, onset, durasi, intensitas, dan faktor yang memperparah dan meringankan, serta
intervensi dan evaluasi yang sudah dilakukan sebelumnya. Jika chalazion berulang, pasien
harus ditanya seberapa sering hal itu terjadi sebelumnya dan apakah lesi baru berada di lokasi
yang sama dengan yang sebelumnya atau berbeda.
Saat anamnesa, berikut ini harus didokumentasikan karena berhubungan dengan
penyebab chalazion :

 Setiap perubahan dalam ketajaman visual


 Setiap infeksi virus baru-baru ini
 Penggunaan antibiotik terbaru
 Kondisi Imunokompeten
 Ada riwayat infeksi kulit yang sering terjadi
 Riwayat trauma okuli khususnya bagian kelopak mata
 Paparan kimia atau toksik
 Alergi yang signifikan
 Paparan atau riwayat tuberkulosis
 Riwayat kanker
Gejala seperti sakit mata, perubahan visual akut, kekambuhan pada lokasi yang sama
persis, demam, keterbatasan gerakan ekstraokuler, dan kelopak mata menyebar atau
pembengkakan pada wajah menjadi pertimbangan diagnosis selain chalazion.

Untuk pemeriksaan fisik oftalmologi, pada chalazion didapatkan masa berbentuk nodul
teraba pada kelopak mata, kadang-kadang diameter mencapai 7-8 mm. Masa berbatas tegas,
tidak eritema, tidak berfluktuasi, dan nontender, tetapi chalazion yang besar atau akut bisa
terasa tender sebagai konsekuensi efek ukuran. Chalazion lebih sering terjadi pada kelopak
mata atas daripada di kelopak mata bawah karena pada kelopak mata atas memiliki jumlah
kalenjar meibomian yang lebih banyak dan ukurannya lebih Panjang.

Pemeriksaan fisik membantu membedakan chalazion dari hordeolum. Pasien dengan


nodul nontender tunggal, atau dalam kasus yang jarang terjadi, beberapa nodul, terletak jauh
di dalam kelopak mata atau lapisan tarsal, sedangkan hordeolum memiliki lesi yang lebih
dangkal dan lebih nyeri dan biasanya berpusat pada bulu mata. Kelopak mata harus diperiksa
bagian dalamnya agar dapat memvisualisasi konjungtiva palpebra dan untuk mengidentifikasi
chalazion internal.

Berikut ini harus selalu diingat selama pemeriksaan fisik:

 Injeksi konjungtiva palpebra adalah temuan sekunder yang umum


 Nodul preaurikular harus diperiksa untuk membantu menentukan apakah ada infeksi
 Tidak ada patologi intraokular yang harus ditemukan
 Adanya demam atau nodul tidak konsisten dengan diagnosis chalazion
Temuan kulit lainnya, seperti jerawat, seborrhea, rosacea, atau atopi, harus
diperhatikan. Rosacea adalah temuan yang sering dikaitkan dengan chalazion.

Diagnosis chalazion biasanya bersifat klinis dan seringkali tidak memerlukan


pemeriksaan lebih lanjut. Penyedia layanan kesehatan harus yakin bahwa lesi kelopak mata
adalah inflamasi steril yang akan sembuh dengan intervensi terbatas. Gejala berulang atau lesi
persisten harus segera dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Pemeriksaan penunjang untuk
membantu konfirmasi diagnosis chalazion antara lain:

a) Pemeriksaan visus mata dan lapang pandang


Uji ketajaman visual dan pengujian lapangan visual juga dipertimbangkan dilakukan.
Hal ini penting untuk membalik kelopak mata tarsus superior jika dapat ditolerir oleh
pasien.
b) Pemeriksaan lab
 Analisis profil lipid : Untuk mengetahui apakah konsentrasi lemak darah meningkat
atau tidak. Kadar kolesterol yang tinggi mungkin berhubungan dengan sebagian
penyumbatan sekresi kalejar meibom.
 Kultur darah : Kultur virus dan bakteri dapat membantu menentukan etiologi infeksi
tapi cenderung memiliki hasil yang rendah. Meskipun temuan kultur bakteri sering
negatif, S aureus, Staphylococcus albus, atau organisme komensal kutaneous
lainnya dapat diisolasi. Propionibacterium acnes mungkin ada dalam kandungan
kelenjar. Pilihan yang tepat dari antibiotik topikal atau sistemik paling baik
diarahkan oleh hasil kultur dan sensitivitas, terutama pada kasus yang bandel,
kronis, atau berulang.
 Fine needle aspiration citology dari chalazion atipikal dapat mengkonfirmasi
diagnosis dan menyingkirkan keganasan. Hal ini paling baik dilakukan oleh
spesialis mata.

c) Pemeriksaan histologi
Pemeriksaan histologis menunjukkan reaksi granulomatosa kronis dengan sel-sel yang
banyak lipid, sel giant tipe Touton. Sel mononuklear khas lainnya, termasuk limfosit
atau makrofag, juga dapat ditemukan di pinggiran lesi. Jika terjadi infeksi bakteri
sekunder, reaksi nekrotik akut dengan PMN mungkin terjadi. Kerusakan fibrokartilase
lapisan tarsal mungkin tampak jelas. Benda asing, seperti lensa kontak polimetil
metakrilat [PMMA] yang terpasang di lapisan tarsal, juga ditemukan pada kasus
chalazia kronis.
d) Pemeriksaan Imaging
Foto inframerah kelenjar meibomian dapat menunjukkan kelenjar yang melebar secara
tidak normal melalui kelopak mata yang terbalik, serta sekresi yang diinspeksi.

2.7 Tatalaksana

Pada beberapa kasus, kalazion akan sembuh dengan sendirinya, namun terkadang
bila kalazion tidak kunjung sembuh maka akan diperlukan beberapa terapi medikamentosa
dan non-medikamentosa. Terapi non-medikamentosa untuk penderita kalazion antara lain
masase kelopak mata, kompres air hangat. Sedangkan pada terapi medikamentosa
digunakan steroid topikal ringan, antibiotik seringkali tidak diperlukan pada kasus
kalazion, namun dapat ditambahkan bila terdapat infeksi. Selain itu, drainase dan insisi
dapat dilakukan pada kasus kalazion. Teknik insisi yang digunakan pada kalazion sama
seperti teknik yang digunakan pada insisi hordeulum interna.

a. Terapi Non-farmakologi (Konservatif)


Pengelolaan konservatif chalazion meliputi kompres hangat dan menjaga higienitas
kelopak mata. Lebih dari 50% chalazion sembuh dengan pengobatan konservatif. Kompres
hangat dengan semprotan basah, panasnya dapat ditoleransi, dapat digunakan untuk
melelehkan sekresi lipida, sehingga mendorong resolusi penyumbatan duktal dan
memfasilitasi drainase sebum. Kompres harus diaplikasikan pada kelopak mata selama 15
menit 2-4 kali per hari.

Sampo bayi atau lap tisu komersial dapat digunakan di atas bulu mata untuk
menghilangkan debris yang menghalangi pembukaan kalenjar. Shampoo untuk mengobati
seborrhea juga dapat digunakan di atas alis untuk meminimalkan kemungkinan
penyumbatan duktal dari partikel kulit, terutama pada pasien dengan dermatitis seboroik
dan blepharitis anterior.
b. Terapi farmakologi
 Antibiotik
Untuk sebagian besar, antibiotik topikal atau sistemik tidak diperlukan, karena
chalazion biasanya sekunder akibat peradangan steril. Jika ada proses menular,
terapi akut dengan tetrasiklin, seperti doksisiklin (100 mg 2x1 atau minocycline 50
mg 4x1 selama 10 hari) dapat meminimalkan komponen infeksi dan mengurangi
peradangan. Efek antimikroba yang menguntungkan dari antibiotik kelas
tetracycline meliputi penghambatan degranulasi polimorf, mengurangi viskositas
sekresi meibomian, menurunkan produksi kolagenase, dan mengambat aktivitas
matrik metaloprotease 9 (MMP-9). Terapi kelas tetrasiklin dosis rendah sering
mencegah kekambuhan.
Terapi maintenance dengan doksisiklin seringkali sangat efektif, terutama
dengan adanya rosacea jerawat. Bila tetrasiklin tidak dapat digunakan karena alergi,
fototoksisitas, atau iritasi gastrointestinal, metronidazol dapat digunakan dengan
cara yang sama. Dalam kebanyakan kasus, operasi harus dilakukan hanya setelah
mencoba beberapa minggu terapi medis terlebih dahulu.
 Steroid
Steroid topikal mungkin diperlukan untuk mencegah respons inflamasi kronis, serta
reaksi non-infeksi akut yang dihasilkan oleh iritasi seperti asam lemak bebas yang
dilepaskan oleh enzim bakteri. Terapi medis dan bedah yang efektif dapat
mencegah terbentuknya jaringan parut yang berlebihan. Begitu peradangan akut
mereda, revisi dan kuretase definitif atau eksisi massa granulomatosa mungkin
diperlukan.
Jika tidak ada bukti adanya infeksi, suntikan steroid intraksional lokal
(triamcinolone atau methylprednisolone) dapat mengurangi peradangan dan dapat
menyebabkan regresi chalazion dalam beberapa minggu. Biasanya, 0,2-2 mL
triamcinolon 40 mg/mL disuntikkan langsung ke pusat chalazion. Injeksi kedua 2-
7 hari kemudian mungkin diperlukan untuk chalazion yang lebih besar.

c. Terapi pembedahan
Pada pembedahan. anestesi dibentuk dengan cara infiltrasi lokal, mungkin
ditambah dengan krim anestesi topikal atau larutan (pantocain atau lidokain topikal 4%)
untuk mengurangi rasa sakit pada injeksi. Campuran steroid plus lidokain juga bisa
sangat efektif setelah aplikasi anestesi topikal. Klem chalazion digunakan untuk
membalik kelopak mata dan mengendalikan pendarahan. Insisi vertikal
transconjunctival, untuk menghindari kerusakan pada kelenjar di dekatnya, dibuat di
lesi dengan pisau tajam, mendekati tidak sampai 2-3 mm sampai batas kelopak mata.
Untuk chalazion kecil, dilakukan kuretase granuloma inflamasi di kelopak
mata, termasuk lapisan kista apa pun. Kuretase sebaiknya tidak terlalu agresif, karena
bisa menyebarkan peradangan dengan cara meruntuhkan penghalang jaringan. Untuk
chalazia yang lebih besar, pembedahan granuloma mungkin diperlukan untuk
pengangkatan total. Kelenjar meibomian dapat dihisap dengan hyfrecator atau Bovie
bertegangan rendah, atau dengan fenol atau asam trikloroasetat, atau bahkan
dikeluarkan untuk mencegah kekambuhan.
Setelah melepas klem chalazion, salep antibiotik topikal yang meliputi flora
kulit normal (bacitracin, bacitracin / polymyxin B [Polysporin], atau eritromisin) dapat
diterapkan ke tempat sayatan untuk mencegah infeksi. Beberapa menit tekanan
biasanya cukup untuk menentukan hemostasis. Akhirnya, setelah mengeluarkan bekuan
darah berukuran besar yang tak terelakkan dari konjungtiva, perban tekanan ringan
harus diaplikasikan selama beberapa jam untuk menyerap cairan lebih lanjut.

Akhirnya, sangat penting untuk biopsi kala berulang untuk menyingkirkan


karsinoma sel yang sebaceous. Jika biopsi diindikasikan, mungkin dilakukan dengan
hanya mengeluarkan bagian tepi lesi yang tersisa. Penting untuk tidak memasukkan
spesimen seperti biasa, namun sebaliknya, untuk memberi permintaan khusus kepada
ahli patologi untuk menyingkirkan karsinoma selase sebaceous dan, khususnya, untuk
mempertimbangkan penggunaan noda lemak.

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada chalazion antara lain hilangnya bulu mata, goresan
pada palpebra, dan deformitas kosmetik. Selain itu chalazion dapat terinfeksi yang dapat
menyebabkan berkembangnya hordeulum atau selulitis preseptal. Chalazion rekuren jarang
ditemui, namun bila didapatkan kasus kalazion berulang maka dokter harus
mempertimbangkan kecurigaan keganasan pada kasus tersebut.
2.9 Prognosis

Manajemen konservatif dapat memberikan hasil kesembuhan kalazion yang baik, dan
pasien dengan terapi medikamentosa maupun non-medikamentosa biasanya mendapatkan hasil
yang baik. Sedangkan kalazion yang tidak diterapi dapat sembuh dengan sendirinya tapi
memiliki kecenderungan tidak membaik dengan inflamasi akut dibandingkan dengan kalazion
yang diterapi. Ketika tidak diobati, lesi baru sering muncul, dan drainase yang tidak adekuat
dapat menyebabkan rekurensi local.

Morbiditas yang terkait dengan chalazion dapat mencakup hal-hal berikut:

 Eksaserbasi peradangan akut dapat menyebabkan pecahnya benjolan anterior (melalui


kulit) atau posterior (melalui konjungtiva), membentuk granuloma pyogenicum.
 Drainase dan pembengkakan yang terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada mata
 Kemajuan sebuah chalazion dapat menyebabkan kerusakan pada kelopak mata,
termasuk depigmentasi, hiperpigmentasi, batas tepi batas, fibrosis tarsal dengan
entropion berikutnya, dan madarosis (kehilangan lecet); Peradangan berlanjut juga bisa
menyebabkan granuloma pirogenik
 Chalazion dapat menjadi predisposisi selulitis preseptal, terutama pada individu dengan
atopi
Chalazion yang besar dan terpusat dapat menyebabkan gangguan penglihatan dengan
menekan kornea, menyebabkan silindris mekanis dengan-aturan. Diperoleh hyperopia dan
penurunan penglihatan juga telah dilaporkan dengan chalazion kelopak mata atas.
Daftar Pustaka

Eva, P.R., John P.W. 2013. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum ed 17. EGC : Jakarta

Ilyas, S., Sri R.Y. 2017. Ilmu Penyakit Mata Ed. 5. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta

Irribaren, R. et al. 2015. Hyperopia and Lens Power in an Adult Population: The Shahroud Eye
Study. Journal of ophthalmic and vision research;Vol. 10, No.4

Kanski, JJ. 2016. Clinical Ophthalmology Eighth Edition. Elsevier: New York

Mancil, G.L. et al. 2011. Care of the Patient with Presbyopia. American Optometric
Association: USA

Anda mungkin juga menyukai