Refleksi Kasus KIARA CHALAZION
Refleksi Kasus KIARA CHALAZION
CHALAZION
Disusun Oleh :
Kiara Rindang Sinoel
20174011022
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Sedayu, Bantul
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Benjolan di kedua kelopak mata atas
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang wanita berusia 28 tahun datang ke poliklinik mata RS PKU
Muhammadiyah Gamping dengan keluhan benjolan di kedua kelopak mata atas sejak
5 bulan lalu. Awalnya hanya mata kanan, 2 bulan kemudian muncul di mata kiri.
Benjolan disertai dengan rasa panas, gatal dan pandangan sedikit kabur di mata kiri saja
sehingga pasien sering mengucek mata kirinya. Pasien sudah ke dokter di Puskesmas
dan diberikan obat metilprednisolon, CTM, dan salep kloramfenikol tetapi belum
membaik. Pasien menyatakan keluhan tidak disertai kepala pusing, perasaan silau,
maupun keluarnya sekret dari mata.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat menggunakan kacamata (-)
Riwayat trauma kedua mata (-)
Riwayat alergi makanan (-)
Riwayat alergi obat-obatan (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal
Riwayat Sosial
- Pasien adalah seorang karyawan di apotek yang sering melihat layar komputer,
sehingga keluhan pasien ini membuat aktivitas terganggu
- Riwayat merokok disangkal
- Riwayat menggunakan gadget dalam jangka lama disangkal
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
KU : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign :
Tekanan Darah : 110/65 mmHg
Nadi : 78 kali per menit
Respiratory Rate : 18 kali per menit
Temperatur : 36.7o C
Kepala
Mata : terlampir
Hidung : dbn
Telinga : dbn
Mulut : dbn
Leher : dbn
Thoraks : dbn
Cor : tidak dilakukan
Pulmo : tidak dilakukan
Abdomen : tidak dilakukan
Ekstremitas : tidak dilakukan
Genitelia : tidak dilakukan
STATUS OPTHALMOLOGIS
Pemeriksaan OD OS
S 4 dd ODS
S 4 dd gtt 1 ODS
Edukasi:
2. 1 Definisi
Kalazion dapat terjadi pada individu di semua usia sehingga menyebabkan gejala lokal
dan kosmetik mata. Lesi yang besar dapat menyebabkan ptosis mekanik dan astigmatisme
kornea. Kalaziom dapat menekan limbus dan kornea sehingga menyebabkan distorsi kornea
dan mengubah topografi kornea. Beberapa gejala lain dari kalazion antara lain adalah benjolan
pada kelopak, tidak hiperemi, tidak ada nyeri tekan, dan adanya pseudoptosis. Tekanan
kalazion pada mata terkadang dapat menyebabkan perubahan bentuk bola mata yang
mengakibatkan kelainan refraksi pada mata.
Kalazion dapat diobati dengan kompres air hangat, antibiotik lokal dan sistemik.
Sedangkan untuk mengurangi gejala pada penyakit ini, dapat dilakukan ekskokleasi isi abses
dari dalamnya atau dilakukan ekstirpasi kalazion tersebut. Insisi yang dilakukan sama seperti
insisi pada hordeulum internum. Namun terkadang, kalazion dapat sembuh dengan sendirinya,
yaitu dengan cara diabsorpsi kembali oleh tubuh.
2.2 Epidemiologi
Kalazion sering terjadi di kehidupan sehari-hari, akan tetapi data angka insiden dan
prevalensi tidak ada. Sementara disfungsi kelenjar meibom (DKM) merupakan penyakit yang
sering dijumpai di dunia, prevalensi DKM berkisar antara 3,5 -70 %, angka lebih besar
terutama di Asia. Hom et al (1990) melaporkan prevalensi DKM sebesar 38,9 % sedangkan
Morniali dan Stanek (2000) menemukan prevalensi sebesar 33% pada pasien berusia kurang
dari 30 tahun dan 71,1% pada individu berusia 60 tahun atau lebih. Sedangkan untuk kalazion
sendiri, data angka kejadian dan prevalensi di dunia tidak tersedia.
Secara demografi usia, kalazion sering terjadi pada usia dewasa (30-50 tahun) daripada
pada usia anak-anak. Hal ini kemungkinan dikarenakan hormon androgenik dapat
meningkatkan viskositas sebum. Pengaruh hormon pada sekresi dan viskositas sebaceous dapat
menjelaskan pengelompokan pada saat pubertas dan selama kehamilan; Namun, sejumlah
besar pasien tanpa bukti perubahan hormonal menunjukkan bahwa mekanisme lain juga
berlaku. Chalazion jarang terjadi pada usia yang ekstrem, namun kasus anak-anak mungkin
ditemui.
Chalazion rekuren, terutama pada pasien lanjut usia, harus berhati-hati dan
mempertimbangkan kondisi yang mungkin mirip sebagai chalazion (misalnya karsinoma
sebaceous, karsinoma sel skuamosa, karsinoma adheks mikro, tuberkulosis). Chalazion
berulang pada anak atau dewasa muda harus segera dilakukan evaluasi untuk konjungtivitis
virus dan sindroma hyperimmunoglobulinemia-E (hiper-IgE) (sindrom Job).
2.3 Etiologi
Chalazion tejadi akibat obstruksi pada kelenjar meibom sehingga cairan meibum tidak
dapat keluar menuju air mata. Hal itu dapat melebar lalu membengkak dan terjadi kebocoran
ke jaringan kelopak mata sehingg terjadi inflamasi. Seiring berlanjutnya wahktu, inflamasi
dapat menyebakan benjolan (granuloma) yang terbentuk di kelopak mata.
Selain itu, chalazion dapat muncul secara spontan sebagai akibat dari tumbuhnya
hordeolum internal atau eksternal.
2.4 Patogenesis
Chalazion terbentuk saat produk dari pemecahan lipid, yang bisa berasal dari enzim
bakteri atau sekresi sebaceous yang ditahan, bocor ke jaringan sekitarnya dan memicu respons
inflamasi granulomatosa. Karena kelenjar meibomian tertanam di lapisan tarsal kelopak mata,
edema akibat penyumbatan kelenjar ini biasanya terdapat pada bagian konjungtiva; Chalazion
bisa membesar dan menembus lapisan tarsal ke bagian luar kelopak mata. Chalazion karena
penyumbatan kelenjar Zeis biasanya terletak di sepanjang batas tutup kelopak mata.
Faktor penyebab kalazion yang sudah diketahui yaitu proses penuaan, umur, jenis
kelamin, gangguan hormon, faktor lingkungan, lensa kontak, dan perubahan kualitas atau
kuantitas meibum saling berinteraksi menyebabkan terjadinya hiperkeratinisasi sistem duktus
kelenjar meibom, peningkatan viskositas meibum, atrofi acinar kelenjar.
Gambar B
Gambar 1. A. Kalazion B. Dengan Pembalikan Palpebra Superior
2.6 Diagnosis
Anamnesis pada pasien yang perlu diperhatikan diantara lain adalah tanda dan gejala
yang dialami oleh pasien. Chalazion biasanya dikeluhkan sebagai pembengkakan yang tidak
nyeri pada kelopak mata yang telah ada selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan.
Akan tetapi pasien mungkin hanya mencari perawatan medis bila kondisinya memburuk,
seperti ketika chalazion menyebabkan gangguan penglihatan atau ketidaknyamanan atau
menjadi meradang, menyakitkan, atau terinfeksi. Seringkali, terdapat riwayat serupa
sebelumnya karena chalazion cenderung kambuh pada individu yang memiliki riwayat
sebelumnya.
Untuk pemeriksaan fisik oftalmologi, pada chalazion didapatkan masa berbentuk nodul
teraba pada kelopak mata, kadang-kadang diameter mencapai 7-8 mm. Masa berbatas tegas,
tidak eritema, tidak berfluktuasi, dan nontender, tetapi chalazion yang besar atau akut bisa
terasa tender sebagai konsekuensi efek ukuran. Chalazion lebih sering terjadi pada kelopak
mata atas daripada di kelopak mata bawah karena pada kelopak mata atas memiliki jumlah
kalenjar meibomian yang lebih banyak dan ukurannya lebih Panjang.
c) Pemeriksaan histologi
Pemeriksaan histologis menunjukkan reaksi granulomatosa kronis dengan sel-sel yang
banyak lipid, sel giant tipe Touton. Sel mononuklear khas lainnya, termasuk limfosit
atau makrofag, juga dapat ditemukan di pinggiran lesi. Jika terjadi infeksi bakteri
sekunder, reaksi nekrotik akut dengan PMN mungkin terjadi. Kerusakan fibrokartilase
lapisan tarsal mungkin tampak jelas. Benda asing, seperti lensa kontak polimetil
metakrilat [PMMA] yang terpasang di lapisan tarsal, juga ditemukan pada kasus
chalazia kronis.
d) Pemeriksaan Imaging
Foto inframerah kelenjar meibomian dapat menunjukkan kelenjar yang melebar secara
tidak normal melalui kelopak mata yang terbalik, serta sekresi yang diinspeksi.
2.7 Tatalaksana
Pada beberapa kasus, kalazion akan sembuh dengan sendirinya, namun terkadang
bila kalazion tidak kunjung sembuh maka akan diperlukan beberapa terapi medikamentosa
dan non-medikamentosa. Terapi non-medikamentosa untuk penderita kalazion antara lain
masase kelopak mata, kompres air hangat. Sedangkan pada terapi medikamentosa
digunakan steroid topikal ringan, antibiotik seringkali tidak diperlukan pada kasus
kalazion, namun dapat ditambahkan bila terdapat infeksi. Selain itu, drainase dan insisi
dapat dilakukan pada kasus kalazion. Teknik insisi yang digunakan pada kalazion sama
seperti teknik yang digunakan pada insisi hordeulum interna.
Sampo bayi atau lap tisu komersial dapat digunakan di atas bulu mata untuk
menghilangkan debris yang menghalangi pembukaan kalenjar. Shampoo untuk mengobati
seborrhea juga dapat digunakan di atas alis untuk meminimalkan kemungkinan
penyumbatan duktal dari partikel kulit, terutama pada pasien dengan dermatitis seboroik
dan blepharitis anterior.
b. Terapi farmakologi
Antibiotik
Untuk sebagian besar, antibiotik topikal atau sistemik tidak diperlukan, karena
chalazion biasanya sekunder akibat peradangan steril. Jika ada proses menular,
terapi akut dengan tetrasiklin, seperti doksisiklin (100 mg 2x1 atau minocycline 50
mg 4x1 selama 10 hari) dapat meminimalkan komponen infeksi dan mengurangi
peradangan. Efek antimikroba yang menguntungkan dari antibiotik kelas
tetracycline meliputi penghambatan degranulasi polimorf, mengurangi viskositas
sekresi meibomian, menurunkan produksi kolagenase, dan mengambat aktivitas
matrik metaloprotease 9 (MMP-9). Terapi kelas tetrasiklin dosis rendah sering
mencegah kekambuhan.
Terapi maintenance dengan doksisiklin seringkali sangat efektif, terutama
dengan adanya rosacea jerawat. Bila tetrasiklin tidak dapat digunakan karena alergi,
fototoksisitas, atau iritasi gastrointestinal, metronidazol dapat digunakan dengan
cara yang sama. Dalam kebanyakan kasus, operasi harus dilakukan hanya setelah
mencoba beberapa minggu terapi medis terlebih dahulu.
Steroid
Steroid topikal mungkin diperlukan untuk mencegah respons inflamasi kronis, serta
reaksi non-infeksi akut yang dihasilkan oleh iritasi seperti asam lemak bebas yang
dilepaskan oleh enzim bakteri. Terapi medis dan bedah yang efektif dapat
mencegah terbentuknya jaringan parut yang berlebihan. Begitu peradangan akut
mereda, revisi dan kuretase definitif atau eksisi massa granulomatosa mungkin
diperlukan.
Jika tidak ada bukti adanya infeksi, suntikan steroid intraksional lokal
(triamcinolone atau methylprednisolone) dapat mengurangi peradangan dan dapat
menyebabkan regresi chalazion dalam beberapa minggu. Biasanya, 0,2-2 mL
triamcinolon 40 mg/mL disuntikkan langsung ke pusat chalazion. Injeksi kedua 2-
7 hari kemudian mungkin diperlukan untuk chalazion yang lebih besar.
c. Terapi pembedahan
Pada pembedahan. anestesi dibentuk dengan cara infiltrasi lokal, mungkin
ditambah dengan krim anestesi topikal atau larutan (pantocain atau lidokain topikal 4%)
untuk mengurangi rasa sakit pada injeksi. Campuran steroid plus lidokain juga bisa
sangat efektif setelah aplikasi anestesi topikal. Klem chalazion digunakan untuk
membalik kelopak mata dan mengendalikan pendarahan. Insisi vertikal
transconjunctival, untuk menghindari kerusakan pada kelenjar di dekatnya, dibuat di
lesi dengan pisau tajam, mendekati tidak sampai 2-3 mm sampai batas kelopak mata.
Untuk chalazion kecil, dilakukan kuretase granuloma inflamasi di kelopak
mata, termasuk lapisan kista apa pun. Kuretase sebaiknya tidak terlalu agresif, karena
bisa menyebarkan peradangan dengan cara meruntuhkan penghalang jaringan. Untuk
chalazia yang lebih besar, pembedahan granuloma mungkin diperlukan untuk
pengangkatan total. Kelenjar meibomian dapat dihisap dengan hyfrecator atau Bovie
bertegangan rendah, atau dengan fenol atau asam trikloroasetat, atau bahkan
dikeluarkan untuk mencegah kekambuhan.
Setelah melepas klem chalazion, salep antibiotik topikal yang meliputi flora
kulit normal (bacitracin, bacitracin / polymyxin B [Polysporin], atau eritromisin) dapat
diterapkan ke tempat sayatan untuk mencegah infeksi. Beberapa menit tekanan
biasanya cukup untuk menentukan hemostasis. Akhirnya, setelah mengeluarkan bekuan
darah berukuran besar yang tak terelakkan dari konjungtiva, perban tekanan ringan
harus diaplikasikan selama beberapa jam untuk menyerap cairan lebih lanjut.
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada chalazion antara lain hilangnya bulu mata, goresan
pada palpebra, dan deformitas kosmetik. Selain itu chalazion dapat terinfeksi yang dapat
menyebabkan berkembangnya hordeulum atau selulitis preseptal. Chalazion rekuren jarang
ditemui, namun bila didapatkan kasus kalazion berulang maka dokter harus
mempertimbangkan kecurigaan keganasan pada kasus tersebut.
2.9 Prognosis
Manajemen konservatif dapat memberikan hasil kesembuhan kalazion yang baik, dan
pasien dengan terapi medikamentosa maupun non-medikamentosa biasanya mendapatkan hasil
yang baik. Sedangkan kalazion yang tidak diterapi dapat sembuh dengan sendirinya tapi
memiliki kecenderungan tidak membaik dengan inflamasi akut dibandingkan dengan kalazion
yang diterapi. Ketika tidak diobati, lesi baru sering muncul, dan drainase yang tidak adekuat
dapat menyebabkan rekurensi local.
Eva, P.R., John P.W. 2013. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum ed 17. EGC : Jakarta
Ilyas, S., Sri R.Y. 2017. Ilmu Penyakit Mata Ed. 5. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta
Irribaren, R. et al. 2015. Hyperopia and Lens Power in an Adult Population: The Shahroud Eye
Study. Journal of ophthalmic and vision research;Vol. 10, No.4
Kanski, JJ. 2016. Clinical Ophthalmology Eighth Edition. Elsevier: New York
Mancil, G.L. et al. 2011. Care of the Patient with Presbyopia. American Optometric
Association: USA