Anda di halaman 1dari 7

Teologi Sakramen Pembaptisan – AYS

Nama : Andris Yosua Sumigar


Prodi / Semester : Filsafat / IV
Mata Kuliah : Moral Baptis
Nama Dosen : Drs. Aloysius Lerebulan, Lic. Th

Teologi Sakramen Pembaptisan

Pendahuluan

Zaman sekarang ini ilmu pengetahuan sudah bisa diakses / didapat dari sosial media.
Kecanggihan yang begitu pesat menghantar pada kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Berbicara soal ilmu pengetahuan, di STFSP (Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng) kami
mendapatkan salah satu mata kuliah yang bisa dikatakan sangat bermanfaat bagi kami sebagai
calon imam. Pada kesempatan ini saya akan menyusun sebuah teliti pustaka tentang sakramen
pembaptisan dalam Gereja Katolik yang merupakan bagian dari penilaian ujian tengah semester
tahun 2019. Semua pembahasan yang ada di dalam tulisan ini bersumber atau diteliti dari buku
yang ditulis sendiri oleh dosen pengajar mata kuliah moral baptis ini. Sebagai kerangka
pemikiran dari tulisan ini penulis akan membuat problematika atau permasalahan yang akan
dibahas dalam tulisan kali ini.

Problematika

1. Mengapa Gereja Katolik membaptis bayi dan bukannya menunggu sampai anak berusia 7
tahun?

2. Gereja Katolik salah dalam cara membaptis sebab tidak mencontohi cara Yesus yang
dibaptis di Sungai Yordan. Apa komentar?

Isi / Uraian

Menurut ajaran Gereja Katolik, pembaptisan bagi seorang bayi adalah mutlak. Seperti
yang ditulis dalam Katekismus Gereja Katolik 1252:

“Adalah satu tradisi Gereja yang sangat tua membaptis anak-anak kecil.
Dari abad kedua kita sudah memiliki kesaksian jelas mengenai kebiasaan ini.
Barangkali sudah pada awal kegiatan khotbah para Rasul, bila seluruh “rumah”
menerima Pembaptisan anak-anak juga ikut dibaptis.”

1
Teologi Sakramen Pembaptisan – AYS

Ajaran Gereja ini bukanlah dibuat asal-asalan tetapi dibuat dengan kesungguhan. Gereja Katolik
bukan hanya memercayai Kitab Suci sebagai dasar gereja melainkan juga Magisterium dan
Tradisi. Apa yang dituliskan di KGK merupakan ajaran Tradisi Gereja yang menjadi penegasan
lanjutan terhadap apa yang di dunia ini tertulis dalam Kitab Suci.

Di dalam Kitab Hukum Kanonik juga diutarakan hal yang menjadi keharusan bagi
orangtua ketika anak lahir :

“Kan. 867 - §1. Para orangtua wajib mengusahakan agar bayi-bayi dibaptis
dalam minggu-minggu pertama; segera sesudah kelahiran anaknya, bahkan juga
sebelum itu, hendaknya menghadap pastor paroki untuk memintakan sakramen
bagi anaknya serta dipersiapkan dengan semestinya untuk itu.
§2. Bila bayi berada dalam bahaya mati, hendaknya dibaptis tanpa
menunda-nunda.”1
Perdebatan tentang pembaptisan bayi ini bukanlah topik baru dalam gereja. Namun ini
sudah menjadi diskusi hangat sejak gereja mulai memberlakukan pembaptisan. Pembaptisan ini
merujuk pada perintah Yesus sebelum naik ke surga dengan bersabda, “Pergilah, jadikanlah
semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.”
(Mat. 28:19). Selain itu juga, yang menjadi dasar dari permasalahan pembaptisan bayi adalah
dosa asal yang terikat pada si bayi yang baru lahir ke dunia.2

Ketika bayi lahir di dunia ini bayi menangis. Menangis itu tandanya ia terikat dengan
dosa asal. Menangis menandakan ia hidup. Namun dibalik itu semua, menangis membawa
makna penting bahwa si bayi merasakan keluar dari zona nyaman. Awalnya hangat berada di
dalam kandungan ibu, selalu disayang, selalu diberi makan dan kini ia terlepas masuk ke dunia
dengan langsung terikat oleh rahmat.

Pembahasan tentang dosa asal ini memang sudah sejak zaman Patristikal, yakni St.
Agustinus yang dengan giatnya melawan ajaran Pelagius. Pelagius mengatakan bahwa dosa asal
itu tidak ada atau tidak terikat pada seseorang ketika lahir, oleh karena itu tidak ada gunanya

1
Konferensi Waligereja Indonesia., Kitab Hukum Kanonik, cetakan ke-4 (Jakarta: KWI, 2016),
hlm 262.
2
Albertus, Sujoko., Militansi dan Toleransi: Refleksi Teologis atas Rahmat Sakramen Baptis,
cetakan ke-5 (Yogyakarta: Kanisius, 2016), hlm. 11.

2
Teologi Sakramen Pembaptisan – AYS

pembaptisan bagi bayi-bayi3. Agustinus tidak menerima begitu saja argument tersebut dengan
mengatakan bahwa pembaptisan bagi anak-anak merupakan suatu keharusan. Mengapa
demikian? Pemikiran Agustinus bermuara dari sakramen yang merupakan tanda kehadiran Allah.
Dengan begitu jika sakramen pembaptisan diterimakan kepada bayi-bayi maka rahmat yang dari
Allah hadir dan menghapuskan dosa asal yang terikat pada manusia. Apa yang dengan gigih
dipertahankan oleh Agustinus sebagai bagian dari pembelaan iman telah menjadi ajaran dogma
gereja yang berarti tidak dapat disangkal lagi kebenarannya.

Selain alasan-alasan di atas, ada juga alasan dasar Kitab Suci yang menceritakan tentang
mengapa harus ada pembaptisan bayi. Dalam Kisah Para Rasul 16:15 diceritakan bagaimana
para rasul membaptis Lidia dan seisi rumahnya. Pembaptisan yang dilakukan para rasul tentunya
bukan hanya bagi orang dewasa melainkan juga anak-anak yang tinggal di dalam rumah itu.

Yesus sendiri dalam Injil Markus 10:14 menegaskan agar jangan menghalang-halangi
anak-anak datang kepada-Nya karena mereka adalah yang empunya kerajaan surga. Perkataan
Yesus ini tentu mau menunjukkan betapa sangat dihargainya seorang anak di hadapan-Nya.
Ketika anak-anak datang kepada-Nya maka haruslah mereka menjalin hubungan yang mesra
dengan Yesus, lewat pembaptisan.

Janji keselamatan Allah sudah disampaikan sejak Perjanjian Lama, oleh karena itu janji
yang ada tidak boleh putus. Seperti dalam Perjanjian Lama ketika seorang anak akan disunat dan
ia belum dapat menentukan sendiri mau masuk ke dalam Bangsa Pilihan Allah maka dibutuhkan
peran orangtua sebagai penanggungjawab. Demikian halnya dalam Perjanjian Baru. Ketika anak
yang masih kecil belum mempunyai kemampuan untuk menentukan pilihan hidupnya mau
masuk ke dalam anggota mana, maka dibutuhkan peran orangtua sebagai penanggung jawab.

Hal ini sudah jelas seperti yang dikatakan oleh Thomas Aquinas dalam pengajarannya.
Thomas memberikan suatu analogi atau gambaran tentang kelahiran seorang bayi. Ia mengatakan
bahwa bayi yang berada di dalam rahim ibunya tidak bisa hidup dari dirinya sendiri kalau bukan
karena pemeliharaan dan perlindungan ibunya. Ia hidup dan bertumbuh serta berkembang karena
perawatan ibunya sendiri. Demikian juga dapat kita lihat dalam pembaptisan atau kelahiran

3
Bdk. Aloysius, Lerebulan., Sakramen Pembaptisan dalam Masyarakat Plural, cetakan ke-6
(Yogyakarta, Kanisius, 2014), hlm. 46.

3
Teologi Sakramen Pembaptisan – AYS

secara rohani. Gereja bertugas sebagai seorang ibu terhadap bayi yang lahir secara rohani.
Thomas juga menegaskan bahwa sebagaiamana bayi lahir ke dunia bukan atas kemauannya
sendiri demikian juga pembaptisan terhadap bayi tidak perlu menunggu keputusan si bayi
dahulu. Thomas melihat betapa pentingnya peran gereja sebagai ibu rohani bagi si anak lewat
pembaptisan.4

Dengan demikian kesimpulannya bahwa pembaptisan bagi bayi adalah hal yang mutlak,
perlu dilaksanakan sebagai suatu langkah awal menghantar anak masuk ke dalam tata
keselamatan Kristus; juga sebagai langkah awal masuk ke dalam penghayatan sakramen-
sakramen gereja. Suatu pembaharuan hidup yang terjadi, namun bukan dijadikan lagi. Anak
dilahirkan kembali secara rohani ke dalam naungan gereja.

Kemudian tentang komentar terhadap pernyataan bahwa Gerjea Katolik salah dalam
membaptis sebab tidak mencontohi pembaptisan di sungai Yordan. Pertama-tama semua harus
mengerti dahulu bahwa pembaptisan bukanlah berbicara mengenai sejarah pengenangan, atau
historisitas. Pembaptisan bukan menekankan kesamaan geografis tempat di mana orang dibaptis
dan dianggap sah.

Dalam pembahasan perkuliahan, ada begitu banyak yang diuraikan mengenai hal ini. Hal
pertama yang perlu diketahui adalah bahwa pembaptisan bukan berarti berbicara tentang Yesus
yang historis. Yesus yang historis maksudnya kisah hidup Yesus di dunia ini dengan semua
karya yang Ia buat kurang lebih selama 3 tahun. Mengapa demikian? Karena dari semua data
sejarah yang ada baik tertulis (Kitab Suci) maupun tidak tertulis (Tradisi) tidak disampaikan
bahwa Yesus pernah membaptis orang. Maksud saya begini, jika Yesus pernah membaptis orang
kemudian diceritakan di dalam Kitab Suci dan Tradisi maka akan beda halnya yang terjadi
dengan pembaptisan, karena pasti Petrus dan penerus-penerusnya akan mengikuti cara yang
Yesus gunakan.

Pembaptisan Kristen sulit untuk dihubungkan dengan sejarah kehidupan Yesus, tetapi
hubungan teologis itu sangat nampak5. Selanjutnya tentang benar atau tidaknya pembaptisan
kristen seperti yang terjadi sekarang. Pambaptisan kristen yang ada sekarang adalah hal yang

4
Ibid., hlm. 47-48
5
Ibid., hlm. 29.

4
Teologi Sakramen Pembaptisan – AYS

benar dan tak dapat disangkal lagi bahwa tidak sama dengan pembaptisan Yesus di sungai
Yordan. Pembaptisan kristen lebih menekankan pada aspek teologis dari pembaptisan Yesus di
sungai Yordan. Ketika Yesus dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan burung Merpati turun di
atasnya saat Yesus keluar dari air. bersamaan dengan suara dari atas langit yang mengatakan
bahwa Yesus adalah Putera Allah, itulah yang menjadi penekanan di dalam pembaptisan kristen.

Pengetahuan akan pembaptisan kristen juga perlu bagi semua orang agar tidak cepat
mengatakan bahwa ini tidak sama dengan pembaptisan Yohanes. Nah, pembaptisan yang
Yohanes buat di sungai Yordan adalah merupakan pembaptisan pertobatan dan Yesus yang
menerima pembaptisan itu bukanlah berarti Yesus berdosa dan ingin bertobat melainkan sebagai
penggenapan Sabda Allah. Sebagai manusia memang seringkali salah dalam memandang
pekerjaan Allah.6

Ritus yang ada sekarang di dalam Gereja Katolik bukanlah ritus yang dikatakan diajarkan
oleh Yesus Kristus, melainkan ritus yang dengan penekanan teologis pembaptisan Kristus di
sungai Yordan. Pembaptisan kristen yang tidak ditenggelamkan bukan berarti juga pembaptisan
itu salah, hal itu sudah sangat jelas dalam penguraian di atas bahwa pembaptisan bukan berbicara
soal historisitas Kristus.

Kemudian terdapat keistimewaan di dalam pembaptisan kristen dan yang membuat


perbedaan dengan pembaptisan Yohanes. Air yang digunakan dalam pembaptisan itu bukan
hanya menunjukan pada aspek purifikasi (tobat) saja melainkan juga aspek santifikasi
(pengudusan). Setiap orang yang dibaptis akan dikuduskan, diperbaharui dan dipersatukan
dengan Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus.7

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembaptisan dalam Gereja Katolik adalah
pembaptisan yang mengakar dari Kristus bukan dilihat dari sejarah Yesus membaptis melainkan
dari makna teologis ketika Yesus dibaptis di sungai Yordan yang terdapat dalam lima hal
mengapa Yesus harus dibaptis di Sungai Yordan oleh Yohanes Pembaptis. Khususnya pada hal
kelima yakni sebagai interpretasi awal terhadap makna teologis pembaptisan Kristen.
6
Tetapi Yohanes mencegah Dia, katanya: “Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu, dan Engkau yang
datang kepadaku?” Lalu Yesus menjawab, kata-Nya kepadanya: “Biarlah hal itu terjadi, karena
demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah.” Dan Yohanespun menuruti-Nya.
(Matius 3:14-15).
7
Bdk. Aloysius, Lerebulan., Sakramen Pembaptisan dalam Masyarakat Plural., hlm. 28.

5
Teologi Sakramen Pembaptisan – AYS

Refleksi-Teologis Kritis

Suatu keharusan bagi seorang katolik atau orang yang beragama apapun untuk membela
ajaran dan segala hal yang diyakini di dalam agamanya sebagai suatu hal yang suci. Kedua
pertanyaan yang diberikan oleh dosen ini dalam konteks mata kuliah Sakramen Pembaptisan
adalah pertanyaan yang sangat bagus bagi kami sebagai bagian dari pembelajaran pembelaan
iman (Apologetik).

Berkaca dari kedua pertanyaan di atas, saya berefleksi sebagai berikut. Sangat indah
memang menjadi bagian dari anggota Gereja Katolik dan masuk ke dalam tata keselamatan
Yesus Kristus. Namun, setiap pilihan adalah sebuah konsekuensi, sebuah pilihan adalah sebuah
pengorbanan. Akan ada saat di mana kita diuji, akan ada saat di mana saya lemah. Ketaatan
adalah sebuah bentuk tanggapan atas tawaran keselamatan yang diberikan oleh Allah kepada
manusia.

Penutup

Demikian pembahasan dari saya tentang dua pertanyaan sentral mengenai pembaptisan
yang merupakan bagian dari ketujuh sakramen gereja katolik. Banyak kekurangan yang masih
menjadi bagian dari tulisan saya ini. Saya akui bahwa sumber yang digunakan memang sudah
jelas namun saya yang masih perlu banyak jam terbang lagi dalam hal pengalaman langsung
dalam hal-hal seperti ini.

6
Teologi Sakramen Pembaptisan – AYS

Daftar Pustaka

Lerebulan, Aloysius. Sakramen Pembaptisan dalam Masyarakat Plural. Cetakan


ke-6. Yogyakarta: Kanisius, 2014.

Sujoko, Albertus. Militansi dan Toleransi: Refleksi Teologis atas Rahmat


Sakramen Baptis. Cetakan ke-5. Yogyakarta: Kanisius, 2016.

- Sumber referensi

Katekismus Gereja Katolik

Kitab Hukum Kanonik

Kitab Suci

- Sumber internet

http://www.katolisitas.org/mengapa-gereja-katolik-membaptis-bayi/ Diunduh
pada hari Rabu, 21 Maret 2019, pukul 23.05 WITA.

Anda mungkin juga menyukai