Referat Omfalokel Bedah
Referat Omfalokel Bedah
OMFALOKEL
Disusun oleh :
Maya Dwi Anggraeni 1102011157
Pembimbing :
Dr.H.Mohammad Sabaroellah Sp.B.FInaCS.
selesai tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Atas
bantuan yang telah diberikan, baik moril maupun materil, maka selanjutnya
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
2
3. Letkol CKM dr. Wiganda, SpB selaku dokter spesialis bedah umum
tanggungjawab.
4. dr. Abidin, SpOT selaku dokter spesialis orthopaedi dirumah sakit
ibunda Kasmah Boti S.H atas doa yang tidak pernah putus, kasih
3
10. Staff pengajar Universitas YARSI Jakarta atas ilmu dan
yang bersifat membangun sehingga penyusunan ini dapat lebih baik sesuai
BAB I
PENDAHULUAN
4
Omfalokel merupakan defek pada dinding abdomen yang sering
ditemui. Omfalokel terjadi bila terdapat kegagalan intestine kembali ke
rongga abdomen dalam minggu ke-10 kehidupan janin dalam kandungan.
Kegagalan ini mengakibatkan tingginya insiden malrotasi pada
omfalokel.1
Sekitar 30% bayi dengan omfalokel juga memiliki kelainan
kromosom utama. Dalam kasus ini, kelainan kromosom menyebabkan
omfalokel dan juga menyebabkan kelainan pada banyak sistem tubuh
dan organ. Bayi-bayi dengan kelainan tersebut jarang bertahan dan jika
mereka bertahan hidup, mereka menderita cacat parah. Sekitar 50% dari
semua bayi yang lahir dengan omfalokel memiliki cacat lahir lainnya di
jantung, ginjal, atau organ lain, bahkan jika tes kromosom normal. Sekitar
35% bayi dengan omfalokel akan memiliki cacat jantung.2
Hampir 70% bayi dengan omfalokel juga memiliki cacat lahir
lainnya, paling sering meliputi hati, tulang, usus, dan sistem kemih.
Omfalokel juga dapat merupakan bagian dari sindrom seperti Beckwith-
Wiedemann (omfalokel, ukuran besar tubuh, lidah besar, organ usus
membesar, dan hipoglikemia berat bayi baru lahir) atau Pentalogy of
Cantrell (omfalokel, cacat pada tulang dada dan diafragma, dan lesi pada
jantung). Omfalokel yang berisi hanya sebagian dari usus kecil terdapat
dalam 1 dari setiap 5.000 bayi yang baru lahir. Penyebab omfalokel masih
belum diketahui, meskipun diyakini terjadi pada 3 sampai 4 minggu
kehamilan.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
5
Omfalokel (disebut juga Exomfalos) merupakan defek dinding
abdomen pada garis tengah dengan berbagai derajat ukuran, disertai hernia
visera yang ditutupi oleh membran yang terdiri atas peritoneum di lapisan
dalam dan amnion dilapisan luar serta Wharton’s Jelly di antara lapisan
tersebut. Pembuluh darah berada di dalam membran, bukan pada dinding
tubuh. Isi dari hernia antara lain berbagai jenis dan jumlah usus, sering
sebagian dari hati dan kadang-kadang organ lainnya. Sedangkan tali pusat
terdapat pada puncak kantong ini.1
Setelah kejadian omfalokel pada kelahiran anak pertama, risiko
untuk terjadinya omfalokel pada kelahiran selanjutnya sangat bergantung
penyebab dari omfalokel tersebut. Jika omfalokel tidak berhubungan dengan
suatu sindrom, seperti Beckwith-Wiedermannan, dan tidak berhubungan
dengan adanya kelainan kromosomal, tingkat rekurensinya sangat rendah,
sekitar 1% atau kurang. Bagaimanapun, dengan kemungkinan yang lebih
sedikit, dapat muncul predisposisi genetik, dan tingkat kekambuhannya dapat
mencapai 50%.4
B. EMBRIOLOGI
Pada awal minggu ke-3 perkembangan embrio, saluran pencernaan
terbagi menjadi foregut, midgut dan hindgut. Pertumbuhan ini berhubungan
erat dengan lipatan embrio (embryonic fold) yang berperan dalam
pembentukan dinding abdomen. Lipatan embrio tersebut terbagi menjadi:5
a. Lipatan kepala (cephalic fold)
Letak di depan mengandung foregut yang membentuk faring, esophagus
dan lambung. Kegagalan perkembangan lapisan somatic lipatan kepala
akan mengakibatkan kelainan dinding abdomen daerah epigastrial disebut
omfalokel epigastrial yang mungkin berhubungan dengan kelainan
pelipatan kranial tambahan seperti hernia diafragma anterior, celah sternal,
defek perikardial dan defek karidak. Ketika bagian-bagian tersebut terjadi
bersamaan, disebut sebagai Pentalogy of Cantrell.6
6
Gambar 1. Pentalogy of Cantrell
Membungkus hindgut yang akan membentuk kolon dan rectum.
Kegagalan pertumbuhan lapisan splanikus dan lapisan somatic
mengakibatkan atresia ani, omfalokel hipogastrikus yang mungkin
berhubungan dengan Extrophy cloacal atau bladder.6
7
Awal terjadinya omfalokel masih belum jelas dan terdapat
beberapa teori embriologi yang menjelaskan kemungkinan
berkembangnya omfalokel. Teori yang banyak disebutkan oleh para ahli
ialah bahwa omfalokel berkembang karena kegagalan migrasi dan fusi
dari embrionik fold bagian kranial, caudal dan lateral saat membentuk
cincin umbilikus pada garis tengah sebelum invasi miotom pada
minggu ke-4 perkembangan. Teori lain menyebutkan bahwa omfalokel
berkembang karena kegagalan midgut untuk masuk kembali ke kavum
abdomen pada minggu ke-12 perkembangan. Sebagaimana diketahui
pada minggu ke-4 perkembangan, dinding abdomen embrio berupa
suatu membran tipis yang terdiri dari ektoderm dan mesoderm somatik
yang disebut sebagai somatopleura. Somatopleura memiliki embrionik
fold yaitu kranial, kaudal dan lateral. Pada minggu ke-4 tersebut secara
simultan terjadi pertumbuhan kedalam mesoderm dari embrionik fold
somatopleura bagian kranial, kaudal dan lateral yang mulai
mengadakan fusi pada garis tengah untuk membentuk cincin umbilikus.
Pada minggu ke-4 sampai ke-7, somatopleura diinvasi oleh miotom
yang terbentuk disebelah lateral dari vertebra dan bermigrasi ke medial.
Selama itu juga midgut mengalami elongasi dan herniasi ke umbilical
cord. Miotom merupakan segmen primitif sepanjang spinal cord yang
nantinya masing-masing segmen tersebut berkembang menjadi
muskulus dan diinervasi oleh nervus spinalis. Pada minggu ke-8 sampai
ke-12 miotom berdiferensiasi menjadi 3 lapis otot dinding perut dan
mengadakan fusi pada garis tengah. Akhirnya pada minggu ke-12
rongga abdomen janin sudah cukup kuat sebagai tempat usus yang akan
masuk kembali dan berputar yang kemudian menempati posisi
anatomisnya.5
C. EPIDEMIOLOGI
Omfalokel terjadi pada 2,5/10.000 kelahiran dan memiliki angka kematian
yang tinggi (25%) dan malformasi yang berat, misalnya anomali jantung
8
(50%) dan cacat tabung saraf (40%). Sekitar 15% bayi lahir hidup dengan
omfalokel memiliki kelainan kromosom.8
Menurut Blazer dalam jurnal radiologi Fetal Omphalocele Detected Early
in Pregnancy, omfalokel dapat disertai dengan Beckwith-Wiedemann
syndrome, Pentalogy of Cantrell, omphalocele extrophy dan imperforate anus
serta spinal defect syndrome. Omfalokel dengan gangguan struktural tersebut
terjadi 27% sampai 90% pada fetus dengan omfalokel, abnormalitas
kromosom trisomi 13 dan trisomi 18 di observasi terjadi pada 20-50% kasus.8
D. ETIOLOGI
Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:
a. Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan
terinfeksi, penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik.
Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan
lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi
dengan gastroschisis dan omfalokel paling sering dijumpai.
b. Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding
abdomen. Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto
Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi memberikan suatu
kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus. Bila suatu kelainan
didapati bersamaan dengan adanya omfalokel, layak untuk dilakukan
amniosintesis guna melacak kelainan genetik.
c. Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan
kemungkinan tersebut harus dilacak dengan USG.
E. DIAGNOSIS
Diagnosis omfalokel cukup sederhana, namun perlu waktu khusus
sebelum operasi dilakukan, pemeriksaan fisik secara lengkap dan perlu suatu
rontgen dada serta ekokardiogram. Pada saat lahir, omfalokel diketahui
sebagai defek dinding abdomen pada dasar cincin umbilikus. Defek tersebut
lebih dari 4 cm (bila defek kurang dari 4 cm secara umum dikenal sebagai
hernia umbilikalis) dan dibungkus oleh suatu kantong membran atau amnion.
Omfalokel raksasa (giant omphalocele) mempunyai suatu kantong yang
9
menempati hampir seluruh dinding abdomen, berisi hampir semua organ intra
abdomen dan berhubungan dengan tidak berkembangnya rongga peritoneum
serta hipoplasi pulmoner. Klasifikasi menurut Omfalokel menurut Mooreada
3,yaitu:7
a. Tipe 1 : diameter defek < 2,5 cm
b. Tipe 2 : diameter defek 2,5 – 5 cm
c. Tipe 3 : diameter defek > 5 cm
Diagnosis omphalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
dapat ditegakkan pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal.
a. Diagnosis Prenatal
Defek dinding abdomen sering terdiagnosis selama pemeriksaan prenatal
dengan ultrasonografi (USG), yang merupakan suatu skreening rutin
ataupun karena adanya indikasi obstetrik seperti evaluasi peningkatan
serum alfa fetoprotein (AFP) maternal.1
AFP analog dengan fetal albumin dan serum AFP maternal merefleksikan
nilai AFP cairan amnion. Tes ini digunakan untuk mengevaluasi
abnormalitas kromosomal fetus dan defek tabung neural, tetapi AFP juga
biasanya meningkat pada defek dinding abdomen. Pada omfalokel, AFP
biasanya meningkat rata-rata 4 kali dari nilai normal.1
USG fetus sering dapat mengindikasikan adanya omfalokel pada trimester
kedua atau awal trimester ketiga. Kebanyakan omfalokel sekarang dapat
didiagnosis sebelum kelahiran. Hal ini sangat membantu dalam
mempersiapkan perawatan bagi neonatal.9
Pemeriksaan USG abdomen pada diagnosis omfalokel ditunjukkan dengan
adanya kantong hernia dan letak korda umbilikalis pada apeks dari
kantong hernia. Adanya gambaran kantong tersebut mengkonfirmasi
diagnosis omfalokel.9
10
Gambar 3. Gambaran omfalokel pada USG kehamilan 15 minggu
Organ visera yang terdapat pada kantong hernia dapat berupa usus, hati,
dan lambung. Ukuran defek dinding abdomen dapat bervariasi dari
sederhana yang hanya mengandung usus sampai defek besar (giant
omphalocele) yang mengandung organ hati. Pada kehamilan dengan
omfalokel yang terdeteksi awal dengan USG, diperlukan pemeriksaan
lanjutan khususnya pada usia 20-24 minggu dengan CT-Scan untuk
mendeteksi anomali kongenital lain.9
11
USG memiliki spesifitas yang tinggi, lebih dari 95% namun sensitivitasnya
hanya 60─75% untuk mengidentifikasi omfalokel. Kesalahan diagnosis
dapat terjadi karena:
i. Kekeliruan dengan adanya defek dinding abdomen lain yang jarang.
ii. Ruptur kantong omfalokel sehingga mengakibatkan adanya
diagnosis gastroskisis.1
b. Diagnosis Postnatal
Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omphalokel ialah terdapatnya
defek sentral dinding abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervariasi
ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm sampai dengan 12 cm,
mengandung herniasi organ-organ abdomen baik solid maupun berongga
dan masih dilapisi oleh selaput atau kantong serta tampak tali pusat
berinsersi pada puncak kantong. Kantong atau selaput tersusun atas 2
lapisan yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam berupa
peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan
Warton’s jelly. Warton’s jelly adalah jaringan mukosa yang merupakan
hasil deferensiasi dari jaringan mesenkimal (mesodermal). Jelly
mengandung kaya mukosa dengan sedikit serat dan tidak mengandung
vasa atau nervus.7
Pada giant omphalocele, defek biasanya berdiameter 8-12 cm atau
meliputi seluruh dinding abdomen (kavum abdomen sangat kecil) dan
dapat mengandung seluruh organ-organ abdomen termasuk liver.
Disebutkan pula bahwa omfalokel yang mengalami ruptur tersebut bila
direasorbsi akan menjadi gastroskisis. Apabila terjadi ruptur dari selaput
atau kantong maka organ-organ abdomen janin/bayi dapat berubah struktur
dan fungsi berupa pembengkakan, pemendekan atau eksudat pada
permukan organ abdomen tersebut. Perubahan tersebut tergantung dari
lamanya infeksi dan iskemik yang berhubungan dengan lamanya organ-
organ terpapar cairan amnion dan urin janin. Kelainan lain yang sering
ditemukan pada omphalokel terutama pada giant omphalocele ialah
malrotasi usus serta kelainan-kelainan kongenital lain.
12
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada saat bayi lahir untuk
mendukung diagnosis diantaranya pemeriksaan laboratorium darah dan
radiologi. Pemeriksaan radiologi dapat berupa rontgen thoraks untuk
melihat ada tidaknya kelainan paru-paru dan ekhocardiogram untuk
melihat ada tidaknya kelainan jantung.7
F. DIAGNOSIS BANDING
Omfalokel Hernia Gastroskisis
Umbilikalis
Kongenital
Lokasi defek Pada cincin Pada cincin Terpisah
umbilikus umbilikus (biasanya lateral
(umbilikal dari) cincin
ring) umbilikus
Diameter/ukuran 4-12 cm < 4 cm < 4 cm
defek (cm)
Kavum Kecil terutama Normal Normal
Abdomen pada giant
omphalocele
Kantong + + -
Kandungan Seluruh organ Beberapa loop Biasanya gaster
kantong Abdomen usus atau usus
Letak tali pusat Pada puncak Pada puncak Terpisah dengan
(umbilical cord) Kantong kantong kantong,
biasanya di
lateral
Keadaan Normal normal Memendek atau
permukaan terdapat bercak
organ eksudat
abdomen/usus
Malrotasi Sering - Jarang
Atresia dan Jarang - Sering
Strangulasi
Hubungan Sering sering terdapat Jarang
dengan divertikulum
kelainan Meckel
kongenital
G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Prenatal
13
Apabila terdiagnosa omfalokel pada masa prenatal maka sebaiknya
dilakukan informed consent pada orang tua tentang keadaan janin, resiko tehadap
ibu, dan prognosis. Keputusan akhir dibutuhkan guna perencanaan dan
penatalaksanaan berikutnya berupa melanjutkan kehamilan atau mengakhiri
kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya dilakukan observasi melalui
pemeriksaan USG berkala juga ditentukan tempat dan cara melahirkan. Selama
kehamilan omfalokel mungkin berkurang ukurannya atau bahkan ruptur sehingga
mempengaruhi prognosis.2
Janin dengan defek dinding abdomen merupakan kehamilan resiko tinggi
pada banyak tingkatan. Untuk kasus omfalokel, terdapat peningkatan resiko
retardasi pertumbuhan intrauterin/Intrauterine growth retardation (IUGR),
kematian janin dan kelahiran prematur, sehingga pengkajian obstetrik dengan
serial USG dan tes lainnya menjadi indikasi.1
Komplikasi dari partus pervaginam pada bayi dengan defek dinding
abdomen kongenital dapat berupa distokia dengan kesulitan persalinan dan
kerusakan organ abdomen janin termasuk liver. Walaupun demikian, sampai saat
ini persalinan melalui sectio caesar belum ditentukan sebagai metode terpilih pada
janin dengan defek dinding abdomen. Beberapa ahli menganjurkan pengakhiran
kehamilan jika terdiagnosa omfalokel yang besar atau janin memiliki kelainan
kongenital multipel.
2. Penatalaksanaan Postnatal
Manajemen awal bayi yang baru lahir dengan defek dinding abdomen
diawali dengan resusitasi ABC dan setelah dinilai dan distabilisasi, perhatian
diarahkan ke defek dinding abdomennya. Masalah yang penting yaitu kehilangan
panas, sehingga perawatan harus dilakukan seperti menjaga suhu lingkungan
hangat selagi melakukan proteksi terhadap visera yang terpapar. Menilai dan
menjaga nilai glukosa serum merupakan bagian dari resusitasi tetapi khususnya
penting pada bayi dengan defek dinding abdomen karena hubungannya dengan
prematuritas, IUGR dan pada omfalokel serta kemungkinan terjadinya sindrom
Beckwith-Wiedeman. Dekompresi lambung penting untuk mencegah distensi
14
traktus gastrointestinal dan kemungkinan aspirasi. Akses vaskular diperoleh untuk
memberikan cairan intravena dan antibiotilk spektrum luas untuk profilaksis.
Kateter urin berguna untuk memonitor keluaran urin secara ketat dan sebagai
panduan resusitasi. Arteri dan vena umbilicus mungkin dilakukan kanulasi jika
diperlukan selama resusitasi, namun pada omfalokel penempatan mungkin sulit
karena insersi abnormal pembuluh darah.1
Setelah resusitasi berhasil dilakukan, defek dinding abdomen dapat dinilai
dan diobati. Defek diinspeksi agar menjamin membran yang menutupinya tetap
intak dan kain basah yang tidak menempel diletakkan dan distabilisasi untuk
mencegah trauma terhadap kantong.1
Penatalaksaan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir
(immediate postnatal), kelanjutan penatalakasanaan awal apakah berupa operasi
atau nonoperasi (konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi. Penatalaksanaan
segera bayi dengan omphalokel adalah:2
a. Tempatkan bayi pada ruangan yang aseptik dan hangat untuk mencegah
kehilangan cairan, hipotermi dan infeksi.
b. Posisikan bayi senyaman mungkin dan lembut untuk menghindari bayi
menangis. Posisi kepala sebaiknya lebih tinggi untuk memperlancar
drainase.
c. Lakukan penilaian ada/tidaknya distress respirasi yang mungkin
membutuhkan alat bantu ventilasi seperti intubasi endotrakeal. Beberapa
macam alat bantu ventilasi seperti mask tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan masuknya udara kedalam traktus gastrointestinal.
d. Pasang pipa nasogastrik atau pipa orogastrik untuk mengeluarkan udara
dan cairan dari sistem usus sehingga dapat mencegah muntah, mencegah
aspirasi, mengurangi distensi dan tekanan (dekompresi) dalam sistem usus
sekaligus mengurangi tekanan intra abdomen, demikian pula perlu
dipasang rectal tube untuk irigasi dan untuk dekompresi sistem usus.
e. Pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi kandung kencing dan
mengurangi tekanan intra abdomen.
f. Pasang jalur intra vena (sebaiknya pada ektremitas atas) untuk pemberian
cairan dan nutrisi parenteral sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler
15
dan menjaga kehilangan protein yang mungkin terjadi karena gangguan
sistem usus, dan untuk pemberian antibiotika spektrum luas.
g. Lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu,status asam basa, cairan dan
elektrolit
h. Pada omphalokel, defek ditutup dengan suatu streril-saline atau povidone-
iodine soaked gauze, lalu ditutup lagi dengan suatu oklusif plastic dressing
wrap atau plastic bowel bag. Tindakan harus dilakukan ekstra hati hati
dimana cara tersebut dilakukan dengan tujuan melindungi defek dari
trauma mekanik, mencegah kehilangan panas dan mencegah infeksi serta
mencegah angulasi sistem usus yang dapat mengganggu suplai aliran
darah.
i. Pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginjal, glukosa dan hematokrit perlu
dilakukan guna persiapan operasi bila diperlukan.
j. Evaluasi adanya kelainan kongenital lain yang ditunjang oleh pemeriksaan
rongent thoraks dan ekhokardiogram.
Bila bayi akan dirujuk sebaiknya bayi ditempatkan dalam suatu inkubator
hangat dan ditambah oksigen. Pertolongan pertama saat lahir:
a. Kantong omfalokel dibungkus kasa yang dibasahi betadin, selanjutnya
dibungkus dengan plastik.
b. Bayi dimasukkan inkubator dan diberi oksigen
c. Pasang NGT dan rectal tube
d. Antibiotika
3. Penatalaksanaan Konservatif
Penatalaksanaan omfalokel secara konservatif dilakukan pada kasus
omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ
intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen
seperti pada giant omphalocele atau terdapat status klinis bayi yang buruk
sehingga ada kontra indikasi terhadap operasi atau pembiusan seperti pada bayi-
bayi prematur yang memiliki hyaline membran disease atau bayi yang memiliki
kelainan kongenital berat yang lain seperti gagal jantung. Pada giant omphalocele
bisa terjadi herniasi dari seluruh organ-organ intraabdomen dan dinding abdomen
berkembang sangat buruk, sehingga sulit dilakukan penutupan (operasi/repair)
secara primer dan dapat membahayakan bayi. Tindakan non-operatif secara
16
sederhana dilakukan dengan dasar merangsang epitelisasi dari kantong atau
selaput. Suatu saat setelah granulasi terbentuk maka dapat dilakukan skin graft
yang nantinya akan terbentuk hernia ventralis yang akan direpair pada waktu
kemudian dan setelah status kardiorespirasi membaik.7
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi adalah
0,25 % merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan
povidoneiodine (betadine). Obat-obat tersebut merupakan agen antiseptik yang
pada awalnya memacu pembentukan eskar bakteriostatik dan perlahan-lahan akan
merangsang epitelisasi. Obat tersebut berupa krim dan dioleskan pada permukaan
selaput atau kantong dengan elastik dressing yang sekaligus secara perlahan dapat
menekan dan mengurangi isi kantong.7
Tindakan nonoperatif lain dapat berupa penekanan secara eksternal pada
kantong. Beberapa material yang biasa digunakan ialah ace wraps, velcro
binder,dan poliamid mesh yang dilekatkan pada kulit.
Indikasi terapi non bedah adalah:2
a. Bayi dengan ompalokel raksasa (giant omphalocele) dan kelainan
penyerta yang mengancam jiwa dimana penanganannya harus
didahulukan daripada omfalokelnya.
b. Neonatus dengan kelainan yang menimbulkan komplikasi bila
dilakukan pembedahan.
c. Bayi dengan kelainan lain yang berat yang sangat mempengaruhi daya
tahan hidup.
Prinsip kerugian dari metode ini adalah kenyataan bahwa organ visera yang
mengalami kelainan tidak dapat diperiksa, sebab itu bahaya yang terjadi akibat
kelainan yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan komplikasi misalnya obstruksi
usus yang juga bisa terjadi akibat adhesi antara usus halus dan kantong. Jika
infeksi dan ruptur kantong dapat dicegah, kulit dari dinding anterior abdomen
secara lambat akan tumbuh menutupi kantong, dengan demikian akan terbentuk
hernia ventralis, karena sikatrik yang terbentuk biasanya tidak sebesar bila
dilakukan operasi. Metode ini terdiri dari pemberian lotion antiseptik secara
berulang pada kantong, yang mana setelah beberapa hari akan terbentuk skar.
Setelah sekitar 3 minggu, akan terjadi pembentukan jaringan granulasi yang
17
secara bertahap karena terjadi epitelialisasi dari tepi kantong. Penggunaan
antiseptik merkuri sebaiknya dihindari karena bisa menghasilkan blood and tissue
levels of mercury well above minimum toxic levels. Alternatif lain yang aman
adalah alkohol 65% atau 70% atau gentian violet cair 1%. Setelah keropeng tebal
terbentuk, bubuk antiseptik dapat digunakan. Hernia ventralis memerlukan
tindakan kemudian tetapi kadang-kadang menghilang secara komplit.7
4. Penatalaksanaan Operatif
Tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga abdomen dan
menutup defek. Keberhasilan penutupan primer tergantung pada ukuran defek
serta kelainan lain yang mungkin ada (misalnya kelainan paru). Tujuan operasi
atau pembedahan ialah memperoleh lama ketahanan hidup yang optimal dan
menutup defek dengan cara mengurangi herniasi organ-organ intraabdomen,
aproksimasi dari kulit dan fascia. Operasi dilakukan setelah tercapai resusitasi dan
status hemodinamik stabil. Operasi dapat bersifat darurat bila terdapat ruptur
kantong dan obstruksi usus. Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu
primary closure (penutupan secara primer atau langsung) dan staged closure
(penutupan secara bertahap). Standar operasi baik pada primary ataupun staged
closure yang banyak dilakukan pada sebagiaan besar pusat adalah dengan
membuka dan mengeksisi kantong. Organ-organ intra abdomen kemudian
dieksplorasi, dan jika ditemukan malrotasi dikoreksi.10
a. Primary Closure
Primary closure merupakan treatment of choice pada omfalokel
kecil dan medium atau terdapat sedikit perbedaan antara volume organ-
organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan
rongga abdomen. Primary closure biasanya dilakukan pada omfalokel
dengan diameter defek < 5-6 cm. Operasi dilakukan dengan general
anestesi dengan obat-obatan blok neuromuskuler.
18
Gambar 5. Primary Closed dengan menggunakan kulit 6
Mula-mula hubungan antara selaput dengan kulit serta fascia
diinsisi dan vasa–vasa umbilkus dan urakus diidentifikasi dan diligasi.
Selaput kemudian dibuang dan organ-organ intraabdomen kemudian
diperiksa. Sering defek diperlebar agar dapat diperoleh suatu insisi linier
tension free dengan cara memperpanjang irisan 2–3 cm ke superior dan
inferior.
19
dapat terabsorbsi. Standar operasi ialah dengan mengeksisi kantong dan
pada kasus giant omphalocele biasanya dilakukan tindakan konservatif
dahulu, namun demikian beberapa ahli pernah mencoba melakukan
operasi langsung pada kasus tersebut dengan teknik modifikasi.10
b. Staged closure
Pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara
volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau
eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele, dapat
dilakukan tindakan konservatif. Cara tersebut ternyata memakan waktu
yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan beresiko terhadap
pecahnya kantong atau selaput sehingga dapat timbul infeksi. Juga pada
keadaan tertentu selama operasi, ternyata tidak semua pasien dapat
dilakukan primary closure. Suatu studi melaporkan bahwa kenaikan IGP
(intragastricpressure) > 20 mmHg dan CVP > 4 mmHg selama usaha
operasi primer dapat menyebabkan kenaikan tekanan intra abdomen yang
dapat berakibat gangguan kardiorespirasi dan dapat membahayakan bayi
sehingga usaha operasi dirubah dengan metode staged closure. Beberapa
ahli kemudian mencari solusi untuk penatalaksanaan kasus-kasus
tersebut, yang akhirnya ditemukan suatu metode staged closure.
20
Staged closure telah diperkenalkan pertama kali oleh Robert Gross
pada tahun 1948 dengan teknik skin flap yang kemudian terjadi hernia
ventralis dan akhirnya cara tersebut dikembangkan oleh Allen dan Wrenn
pada tahun 1969 dengan suatu teknik “silo”.10
21
Gambar 8. Penggunaan skin flap dan penutupan silo 6
d. Teknik silo
Teknik silo dapat dilakukan juga bila terdapat omfalokel yang sangat
besar sehingga tidak dapat dilakukan dengan teknik skin flap. Silo
merupakan suatu suspensi prostetik yang dapat menjaga organ-organ
intra abdomen tetap hangat dan menjaga dari trauma mekanik terutama
saat organ-organ tersebut dimasukkan ke dalam rongga abdomen.
Operasi diawali dengan mengeksisi kantong atau selaput omfalokel.
Kemudian cara yang sama dilakukan seperti membuat skin flap namun
dengan lebar yang sedikit saja sehingga cukup untuk memaparkan batas
fascia atau otot.
22
organ-organ intra abdomen. Organ-organ intra abdomen dalam silo
kemudian secara bertahap dikurangi dan kantong diperkecil. Usaha
reduksi dapat dilakukan tanpa anestesi umum, tetapi bayi harus tetap
dimonitor di ruangan neonatal intensive care. Reduksi dapat dicapai
seluruhnya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.
23
sebagian besar hepar menempati kantung, rongga abdomen tidak cukup
untuk ditempati seluruh organ visera, hal ini akan menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdomen karena rongga abdomen terlalu
penuh.10
24
berulang dan penggunaan material prostetik. Komplikasi lanjut dari operasi
termasuk hernia ventralis dan lambatnya pertumbuhan anak.
H. PROGNOSIS
Prognosis bayi dengan omfalokel lebih sulit untuk digeneralisasikan, tetapi
kebanyakan mortalitas dan morbiditas berhubungan dengan anomaly daripada
defek dinding abdomen itu sendiri.1 Survival rate pada bayi omfalokel
dipengaruhi oleh beberapa hal dibawah ini2
1. Prematuritas
Neonatus yang lahir pada usia gestasi <36 minggu memiliki survival
rate yang rendah, 57%. Survival rate akan meningkat dengan
peningkatan usia gestasi >36 minggu mencapai 87%
2. Ukuran omfalokel
Pada omfalokel yang mengandung organ hati, umumnya merupakan
suatu giant omphalocele. Kebanyakan akan mengalami gangguan pada
perkembangan paru, bayi ini akan mengalami kesulitan bernapas. Bayi
ini memiliki survival rate 50%.
3. Adanya anomali pada organ lain
Neonatus dengan defek tambahan memiliki survival rate yang rendah.
Dapat dilihat pada tabel berikut:
25
DAFTAR PUSTAKA
26
27