Anda di halaman 1dari 61

KINERJA PRODUKSI UDANG TAMBAK RAKYAT DI KECAMATAN

PANGKAJENE, SULAWESI SELATAN BERDASARKAN BANTUAN


MODAL PEMP DKP

ANDI BESSE WAJUANNA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

KINERJA PRODUKSI UDANG TAMBAK RAKYAT DI KECAMATAN


PANGKAJENE, SULAWESI SELATAN BERDASARKAN BANTUAN
MODAL PEMP DKP

Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2010

ANDI BESSE WAJUANNA


C14052575
RINGKASAN
ANDI BESSE WAJUANNA. Kinerja Produksi Udang Tambak Rakyat di
Kecamatan Pangkajene, Sulawesi Selatan Berdasarkan Bantuan Modal PEMP
DKP Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan JULIE EKASARI.

Salah satu faktor utama yang menjadi kendala di kalangan pembudidaya


dalam peningkatan produksi adalah modal. Untuk itu, Departemen Perikanan dan
Kelautan mencanangkan salah satu program bantuan modal kepada pembudidaya
melalui program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). PEMP
adalah program yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan
masyarakat pesisir. Kecamatan Pangkajene merupakan salah satu wilayah
penerima dana PEMP di daerah Kabupaten Pangkep yang tersebar di desa Bonto
Perak, Anrong Appakka, dan Sibatua (DKP, 2005). Tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis kinerja produksi udang pembudidaya yang mendapatkan
bantuan modal PEMP.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2009
di desa Bonto Perak, Anrong Appaka dan Sibatua, Kecamatan Pangkajene,
Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Data primer diperoleh melalui wawancara
langsung di lapangan menggunakan kuisioner sedangkan data sekunder diperoleh
melalui studi pustaka.
Hasil penelitian di lapang menunjukkan bahwa petambak yang sudah
menerima dana PEMP (tahun 2005-2007) menebar benur 10.000-15.000
ekor/siklus (57,14%) dengan ukuran benur lebih dari PL 20 yang berasal dari
pedagang keliling (57,14%). Sedangkan petambak non-PEMP menebar dengan
kisaran 7.500-10.000 ekor/siklus (43,66%) dengan ukuran benur yang lebih
bervariasi yang umumnya diperoleh dari pedagang gelondong (51,35%).
Petambak PEMP umumnya menggunakan pakan campuran, pakan alami dan
pakan buatan (57,14%) sedangkan petambak non-PEMP menggunakan pakan
alami saja (90,54%). Sumber air yang digunakan petambak PEMP berasal dari
laut (71,43%) sedangkan petambak non-PEMP berasal dari sungai (85,14%). Jenis
penyakit yang umum menyerang udang petambak PEMP adalah penyakit bintik
putih White Spot Syndrome Virus (71,43%) sedangkan petambak non-PEMP
adalah bintik merah (insang merah) (30,14%). Waktu terjadinya penyakit pada
petambak PEMP umumnya pada musim penghujan (57,15%) sedangkan
petambak non-PEMP cenderung terjadi sepanjang tahun. Pada periode 2005-2007,
petambak PEMP tidak mengalami peningkatan dan cenderung tetap (100%) dan
kisaran panen yang umumnya diperoleh adalah 50-100 kg/siklus (42,86%). Pada
periode 2005-2007, 8,11% petambak kontrol mengalami peningkatan produksi,
79,73% mengalami penurunan produksi dan 12,16% tidak ada peningkatan
(cenderung tetap) dengan kisaran panen 100-150 kg (44,59%).
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dana PEMP di
Kecamatan Pangkajene Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan dapat meningkatkan
frekuensi penebaran dan penggunaan beberapa input produksi, namun tidak
memberikan pengaruh langsung terhadap hasil produksi.
SUMMARY

ANDI BESSE WAJUANNA. Shrimp Production Performance of Traditional


Tambak Farmers in Kecamatan Pangkajene, South Sulawesi, based on financial
aid by the Ministry of Fisheries and Marine Affairs, supervised by KUKUH
NIRMALA and JULIE EKASARI.

One of the main constraints of aquaculture production enhancement is


capital. Therefore, the Ministry of Fisheries and Marine Affairs has launched a
capital assistance program for farmers with a program called Coastal Economic
Empowerment (PEMP). The program was aimed to improve the welfare of
fishermen and coastal communities. Kecamatan Pangkajene is one of the fund
recipient areas where the program was distributed into three villages which are
Bonto Perak, Anrong Appakka, and Sibatua (DKP, 2005). The objective of this
study was to analyze the shrimp production performance of farmers who received
financial aid program PEMP.
The study was conducted on July to August 2009 in the village of Bonto
Perak, Anrong Appaka and Sibatua, KecamatanPangkajene, Kabupaten Pangkep,
South Sulawesi. Primary data was obtained by direct interviews in the field using
a questionnaire whereas secondary data was obtained by literature study.
The results of field research show that farmers who received the funding
PEMP (on the period of 2005-2007) stocked 10,000-15,000 PL / cycle (57.14%)
with PL size more than 20 (57,14%). While non PEMP-farmers stocked at a range
of 7,500-10,000 PL /cycle (43.66%) with a more varied PL size which usually
obtained from merchants logs (51.35%). PEMP farmers generally used a mixture
of natural feed and artificial feed (57.14%) while non-PEMP farmers mostly used
only natural feed (90.54%). The water used by PEMP farmers was obtained
mostly directly from the sea (71.43%) while non-PEMP farmers obtained their
water from the river (85.14%). The types of disease that generally found in PEMP
recipient tambak ponds were White Spot Syndrome Virus (71.43%) while the
disease mostly found in non-PEMP farm were red spots (red gills) (30.14%). The
timing of disease occurrence in most PEMP farm was in the rainy season
(57.15%) while in non-PEMP farm diseases tended to occur throughout the year.
During the period of PEMP implementation (2005-2007), the farmers who
received financial aid from PEMP program did not experience any production
increase as they harvested crop was remain stable (100%) with a range of 50-100
kg / cycle (42.86%). At the same time, 8.11% of non-PEMP farmers revealed an
increased production, 79.73% decreased production and 12.16% stagnan
production with a range of harvested crop of 100-150 kg (44.59%).
Based on the results of this study, it can be concluded that the financial aid
provided by PEMP program in Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep,
South Sulawesi increased the frequency of stocking and the use of some
production inputs. This program however did not give a direct impact on
production.
KINERJA PRODUKSI UDANG TAMBAK RAKYAT DI KECAMATAN
PANGKAJENE, SULAWESI SELATAN BERDASARKAN BANTUAN
MODAL PEMP DKP

ANDI BESSE WAJUANNA

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN


BUDIDAYA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul : Kinerja Produksi Udang Tambak Rakyat di Kecamatan
Pangkajene, Sulawesi Selatan Berdasarkan Bantuan Modal PEMP
DKP

Nama Mahasiswa : Andi Besse Wajuanna

Nomor Pokok : C14052575

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen : Budidaya Perairan

Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Kukuh Nirmala Julie Ekasari, S.Pi, M.Sc


NIP 19610625 198703 1 001 NIP 19770725 200501 2 002

Diketahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc.


NIP 19610410 198601 1 002

Tanggal Lulus :

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Andi Lubis Wajuanna, S.Pd atas semangat, doa dan didikannya yang
senantiasa bernilai tiada akhir, ibunda Andi Nurhaedah T serta saudaraku Andi Sidi
Gazalba Wajuanna, Amd (Kakak), Andi Moeh Roem Wajuanna, AT3 (Kakak), Andi
Wonder ATT2 (Kakak) Andi Amila Wajuanna, S.Pt (Kakak), Andi Rompe Gading
Wajuanna, S.Teknik (Kakak), Andi Nilla Wajuanna (Adik), Andi Wecudai Wajuanna
(Adik), Andi Aulia Wajuanna (Adik), dan Andi Yuyun Pinrapati Wajuanna yang
selalu mencurahkan dukungan, do’a, perhatian, dan kasih sayang kepada penulis.
2. Bapak Dr. Kukuh Nirmala sebagai Pembimbing I yang telah memberikan banyak
pengarahan dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Ibu Julie Ekasari, S.Pi, M.Sc sebagai Pembimbing II yang telah memberikan banyak
pengarahan dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.
4. Ibu Ir. Yani. H, MM sebagai Penguji Sidang yang telah memberikan banyak
pengarahan dan motivasi dalam penyusunan skripsi.
5. Seluruh Staf Departemen Budidaya Perairan yang telah banyak membantu dalam
proses penelitian dan penyusunan skripsi.
6. Rekan-rekan BDP 42, Garong Comunity (Ega, Batank, Papi, Dodi, Anet, dan Inggi),
Oloan, Zheze, Fuad, Maretha, Ratna, Wanya, Bunda, Vika, Mb’nita, Sofi, Opu imma,
anak kozant Candy-candy, dan C. Ardian Khaeruddin, S.Hut atas dukungan dan
kebersamaannya.
Semoga Allah SWT selalu memberikan limpahan rahmatNya dan membalas semua
kebaikan pihak yang telah membantu penulis, baik yang telah disebutkan maupun yang
tidak disebutkan, Amin.
Bogor, Maret 2010

ANDI BESSE WAJUANNA


C14052575
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Belopa pada tanggal 08 September 1987 dari pasangan


Bapak Andi Lubis Wajuanna, S.Pd dan Ibu Nurhaedah A.T. Penulis merupakan anak ke
lima dari sembilan bersaudara.
Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-Kanak Pertiwi Belopa pada
tahun 1992, kemudian SD Negeri 25 Radda dan lulus pada tahun 1999, kemudian di
SLTP Negeri 1 Belopa lulus tahun 2002, dan selanjutnya di SMU Negeri 1 Belopa dan
lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2006 penulis diterima di
Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi Pengurus Forum
Komunikasi Muslim C (2006-2007), Forum Himpunan Mahasiswa Akuakultur (2006-
2007), Forum Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan (2007-2008). Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten pada mata kuliah
Fisika Kimia Perairan (2009). Untuk menambah pengetahuan dalam budidaya ikan,
penulis mengikuti kegiatan magang ikan di Tambak Pinang Gading-Lampung (2007) dan
praktek lapang pembenihan Kerapu Macan Ephinephelus fuscoguttatus di Balai Besar
Pengembangan Budidaya Laut-Batam (2008). Sedangkan untuk menambah wawasan
dalam pekerajaan, penulis bekerja sebagai enumerator di sebuah perusahaan asing PT
American Red Cross (2009).
Untuk menyelesaikan studi, penulis melakukan penelitian dengan judul ”
Kinerja Produksi Udang Tambak Rakyat di Kecamatan Pangkajene, Sulawesi
Selatan Berdasarkan Bantuan Modal PEMP DKP.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. ii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. iii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Produksi Udang Nasional............................................................................... 3
2.2 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) ................................... 5
2.3 Profil Pangkajene .......................................................................................... 10
2.4 Tambak .......................................................................................................... 13
2.5 Hama dan Penyakit Udang ............................................................................ 15

III. BAHAN DAN METODE


3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................................ 18
3.2 Prosedur Penelitian ........................................................................................ 18
3.3 Analisis Data .................................................................................................. 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil ............................................................................................................... 19
4.1.1 Kelompok Petambak Berdasarkan Jumlah, Ukuran, dan Asal Benur...... 19
4.1.2 Kelompok Petambak Berdasarkan Penggunaan Pakan dan Pupuk.......... 21
4.1.3 Kelompok Petambak Berdasarkan Penggunaan Air ................................ 24
4.1.4 Kelompok Petambak Berdasarkan Sarana Pendukung ............................ 25
4.1.5 Kelompok Petambak Berdasarkan Hasil Produksi .................................. 25
4.1.6 Kelompok Petambak Berdasarkan Jenis Penyakit Yang Menyerang ...... 27
4.2 Pembahasan ................................................................................................... 28

V. KESIMPULAN & SARAN ................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 40


LAMPIRAN ............................................................................................................... 41
DAFTAR TABEL

No. Halaman
1. Hasil Produksi Udang Tahun 2004-2009................................................................ 4
2. Jenis-jenis Hewan Pemangsa di Tambak Udang ......................................... 16
3. Jenis-jenis Hewan Kompetitor di Tambak Udang ....................................... 16
4. Perbandingan Jumlah Pupuk ........................................................................ 23
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman
1. Peta Wilayah Kecamatan Pangkajene .................................................................. 11
2. Kelompok Petambak Berdasarkan Jumlah Tebar Benur ..................................... 19
3. Kelompok Petambak Berdasarkan Ukuran Benur ............................................... 20
4. Kelompok Petambak Berdasarkan Asal Benur .................................................... 20
5. Kelompok Petambak Berdasarkan Frekuensi Tebar Benur.................................. 21
6. Kelompok Petambak Berdasarkan Jumlah Pakan ............................................... 21
7. Kelompok Petambak Berdasarkan Jenis Pakan.................................................... 22
8. Kelompok Petambak Berdasarkan Frekuensi Penggunaan Pakan........................ 22
9. Kelompok Petambak Berdasarkan Jenis Pupuk ................................................... 23
10. Kelompok Petambak Berdasarkan Sumber Air.................................................... 24
11. Kelompok Petambak Berdasarkan Tinggi Air...................................................... 25
12. Kelompok Petambak Berdasarkan Sarana Pendukung......................................... 25
13. Kelompok Petambak Berdasarkan Hasil Produksi Petambak .............................. 26
14. Kelompok Petambak Berdasarkan Hasil Panen Udang........................................ 26
15. Kelompok Petambak Berdasarkan Frekuensi Panen Udang ................................ 27
16. Kelompok Petambak Berdasarkan Jenis Penyakit Udang.................................... 28
17. Kelompok Petambak Berdasarkan Waktu Munculnya Penyakit Udang ............. 28
18. Kedudukan dan Struktur Organisasi Swamitra Mina........................................... 30
19. Kebijakan Penetapan Bunga Pinjaman Oleh Swamitra Mina .............................. 30
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
1. Kuisoner penelitian ................................................................................................. 43
2. Data Hasil Penelitian Penerima dana PEMP dan non-PEMP .................................. 46
3. Data Nama Penerima dana PEMP dan Data non-PEMP.......................................... 48
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut yang mencapai
5,8 juta km2, perairan territorial 0,8 juta km2, perairan zona ekonomi ekslusif 2,7
juta km2 dan memiliki garis pantai sepanjang ± 81.000 km yang merupakan
negara dengan garis pantai terpanjang ke-2 setelah Kanada (DKP, 2008). Dengan
demikian Indonesia memiliki potensi besar untuk pengembangan sektor budidaya
perairan laut. Salah satu komoditas yang berkembang pesat di perairan Indonesia
adalah udang. Produksi udang selama periode tahun 2003-2007 mengalami
peningkatan sebesar 16,39%, yaitu dari 192.926 ton pada tahun 2003 menjadi
352.220 ton pada tahun 2007 (DKP, 2008).
Salah satu faktor utama yang menjadi kendala di kalangan pembudidaya
dalam peningkatan produksi adalah modal. Untuk itu, DKP mencanangkan salah
satu program bantuan modal kepada pembudidaya melalui program
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Tujuan dari program ini
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir. Hingga
kini PEMP telah dilaksanakan di 247 kabupaten/kota di Indonesia dengan jumlah
LEPP-M3 (Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina) kurang
lebih 302 lembaga (DKP 2008). Penyaluran dana PEMP disampaikan langsung
kepada masyarakat sebagai stake holder utama dengan fokus pada peningkatan
lapangan kerja dan kesempatan berusaha, berbasis pada sumberdaya lokal,
berorientasi pada pembangunan berkelanjutan dan penguatan lembaga lokal yang
bersifat partisipatif.
Kabupaten Pangkep terletak antara 1100 BT sampai dengan 1130 dan 40,40
LS sampai dengan 80 LS atau terletak di pantai barat Sulawesi Selatan dengan
batasan administrasi yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Barru,
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Maros, sebelah timur berbatasan
dengan Kabupaten Bone, dan sebelah barat berbatasan dengan Pulau Kalimantan,
Pulau Jawa, Pulau Bali, dan Pulau Madura. Kabupaten Pangkep merupakan salah
satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki luas wilayah secara
keseluruhan sekitar 1.112,29 km2. Wilayah daratan di Kabupaten Pangkep terdiri
dari 8 kecamatan, yaitu Kecamatan Pangkajene, Kecamatan Minasa’tene,
Kecamatan Bungoro, Kecamatan Labakkang, Kecamatan Marang, Kecamatan
Segeri, Kecamatan Mandalle, dan Kecamatan Jarak. Jumlah penduduk di
Kabupaten Pangkep adalah 36.436 jiwa. Kabupaten Pangkep selama ini dikenal
sebagai kabupaten penghasil ikan bandeng dan udang. Pada tahun 2005, produksi
udang mencapai 941 ton, dengan luasan areal tambak mencapai 10.185,30 ha
(DKP, 2005).
Kecamatan Pangkajene merupakan salah satu wilayah penerima dana
PEMP di daerah Kabupaten Pangkep yang tersebar di desa Bonto Perak, Anrong
Appakka, dan Sibatua (DKP, 2005). Bantuan dana PEMP ini diberikan kepada
masyarakat pesisir, salah satunya para pembudidaya udang yang hidupnya
tergantung pada sumber daya perikanan namun memiliki kendala dalam hal
permodalan. Untuk keberlangsungan produksinya, diperlukan suatu evaluasi
terhadap kinerja produksi udang tambak rakyat di Kecamatan Pangkajene,
sehingga program tersebut dapat berlanjut. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan
untuk menganalisis pengaruh penerima bantuan modal terhadap kinerja
pembudidaya udang windu skala tradisonal.

1.2 Tujuan Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kinerja produksi udang
pembudidaya yang mendapatkan bantuan modal PEMP (Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir).
II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Produksi Udang Nasional


Menurut catatan FAO (2007), produksi perikanan budidaya nasional
mengalam peningkatan sebesar 16,67 persen. Peningkatan ini jauh lebih besar dari
rata-rata peningkata produksi perikanan budidaya di sepuluh negara produser
perikanan budidaya dunia yang hanya mencapai sekitar 2,03 persen. Tingginya
pertumbuhan produksi perikanan budidaya tersebut mempertahankan peringkat
Indonesia sebagai negara kelima terbesar produser perikanan dunia. Namun
demikian guna mempertahankan dan meningkatkan produksi perikanan budidaya
nasional pemerintah perlu meningkatkan kualitas lahan budidaya. Hal ini
dimaksudkan guna lebih meningkatkan produktivitas lahan budidaya.
Udang sebagai salah satu komoditas dalam revitalisasi perikanan,
produksinya selama periode tahun 2003-2007 mengalami peningkatan sebesar
16,39%, dari 192.926 ton pada tahun 2003 menjadi 352.220 ton pada tahun 2007.
Meningkatnya produksi udang dikarenakan beberapa hal, antara lain: hama
penyakit yang telah dapat dikendalikan, permintaan pasar yang sangat besar, dan
tidak adanya kuota yang ditetapkan oleh negara pengimpor udang sehingga
peluang ekspornya masih sangat besar. Pemerintah melalui Departemen
Perdagangan telah menetapkan komoditas udang pada urutan keenam sebagai
komoditas ekspor non migas (DKP,2008).
Sebagai salah satu komoditas primadona untuk eskpor non migas, selama
periode tahun 2003-2007 ekspor udang cenderung meningkat, yaitu dari 137.636
ton pada tahun 2003 menjadi 160.797 ton pada tahun 2007 atau naik rata-rata
sekitar 4,15%. Peningkatan volume ekspor mendorong pada peningkatan nilai
produksi udang, yaitu US$ 850,222 juta pada tahun 2003 menjadi US$ 1.048
milyar pada tahun 2007. Dengan kata lain, nilai ekspor udang mencapai hampir
50% dari nilai ekspor perikanan sebesar US$ 2,3 milyar (DKP, 2008).
Saat ini komoditas udang yang dibudidayakan di Indonesia adalah jenis
udang vaname dan udang windu. Udang vaname telah berhasil dibudidayakan
dengan menerapkan teknologi intensif, sedangkan udang windu masih
dibudidayakan dengan menggunakan teknologi sederhana atau tradisional.
Pengembangan udang windu sangat penting karena merupakan udang asli
Indonesia, pertumbuhannya cepat dan dapat mencapai ukuran yang besar serta
bila dimasak warnanya berubah menjadi berwarna merah cerah sehingga mampu
menumbuhkan selera konsumen (DKP, 2008).
Udang windu dapat mencapai ukuran relatif besar dan ideal untuk diolah
menjadi tempura, sehingga mendorong permintaan pasar Jepang terhadap udang
ini sangat besar. Baru-baru ini udang windu mendapat perhatian khusus dari
konsumen di Eropa sebagai udang ekstensif yang kualitasnya mendekati udang
organik. Oleh karena itu, pengembangan budidaya udang windu menjadi sangat
penting meskipun penerapannya dengan teknologi sederhana atau ekstensif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat keberhasilannya akan lebih tinggi lagi
apabila dilaksanakan secara polikultur, yaitu budidaya campuran antara udang
bersama dengan bandeng dan rumput laut. Budidaya udang secara polikultur ini
dinilai cukup bagus karena menghasilkan sekaligus tiga komoditas ekspor (DKP,
2008). Tabel 1 ini menunjukkan negara-negara penghasil udang dari tahun 2004
sampai dengan tahun 2009.
Tabel 1. Hasil Produksi Udang Tahun 2004-2009

Sumber : HMFS
2.2 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP)
Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP) merupakan program
permodalan yang dilaksanakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)
sejak tahun anggaran 2001. Secara umum PEMP bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pesisir mulai dari pengembangan kegiatan ekonomi,
peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan penguatan kelembagaan sosial
ekonomi dengan mendayagunakan sumberdaya kelautan dan perikanan secara
optimal dan berkelanjutan. Upaya pencapaian keberhasilan program PEMP
diawali dengan sosialisasi program pada pihak terkait yang meliputi dinas teknis,
masyarakat sasaran program, tokoh masyarakat, guna mendapatkan respon dan
masukan untuk menyempurnakan program yang telah disusun (DKP, 2003).
Target dari program PEMP antara tahun 1990-2015, masyarakat
memperoleh pendapatan US$ 1,5 (Rp. 14.400) per hari. Dengan target tersebut
diharapkan melalui PEMP sampai tahun 2009 dapat menaikkan pendapatan
281.200 orang atau sekitar 10% dari masyarakat miskin pesisir, dari Rp. 300.000
menjadi Rp. 500.000/orang. Fokus pembangunan kelautan dan perikanan itu
antara lain berupa revitalisasi perikanan yang difokuskan pada peningkatan
produksi udang, ikan tuna, rumput laut dan pengembangan kluster industri
pengolahan hasil perikanan. Dengan program ini juga diharapkan tercipta banyak
lapangan kerja (DKP, 2003).
Kelompok sasaran program PEMP adalah masyarakat pesisir yang
tergolong skala kecil yang mempunyai usaha sebagai nelayan, pembudidaya ikan,
pedagang hasil perikanan, pengolah ikan, pengusaha jasa perikanan dan pengelola
pariwisata bahari serta usaha atau kegiatan lainnya yang terkait dengan kelautan
dan perikanan seperti pengadaan bahan dan alat perikanan serta BBM (Solar
Packed Dealer untuk nelayan atau kios BBM) (DKP,2004).
Pendekatan yang digunakan pada program PEMP antara lain:
1. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengembangan, dan pelestarian pembangunan.
2. Kemandirian (keswadayaan) masyarakat dalam pembangunan masyarakat
dan wilayahnya.
3. Kemitraan antara masyarakat, aparat pemerintah dan swasta dalam
mengembangkan kegiatan.
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2004), prinsip pengolahan
dan pengembangan program PEMP adalah sebagai berikut:
1. Acceptable, pilihan kegiatan ekonomi (usaha) berdasarkan potensi
sumberdaya, kelayakan usaha serta kebutuhan atau keiginan dan
kemampuan sehingga memperoleh dukungan masyarakat.
2. Tranparancy, pengolahan kegiatan dilakukan secara terbuka,
diinformasikan dan diketahui oleh masyarakat sehingga masyarakat dapat
ikut memantaunya.
3. Accountability, pengolahan kegiatan harus dipertanggung jawabkan
kepada manyarakat kepada masyarakat.
4. Responsiveness, kegiatan dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian atas
beban penududuk miskin.
5. Quick disbursement, penyampaian bantuan kepada masyarakat sasaran
secara cepat dan tepat.
6. Democracy, proses pemilihan peserta kegiatan PEMP dilakukan secara
musyawarah.
7. Sustainability, pengolahan kegiatan dapat memberikan manfaat kepada
masyarakat secara optimal dan berkelanjutan baik dalam lingkungan
internal maupun lingkungan eksternal.
8. Equality, pemberian kesempatan kepada kelompok lain yang belum
memperoleh kesempatan agar semua masyarakat merasakan manfaat
langsung.
9. Competitiveness, setiap ketentuan dalam pemanfaat dana ekonomi
produktif masyarakat diharapkan dapat mendorong terciptanya kompetisi
yang sehat dan jujur dalam mengajukan usulan kegiatan yang layak.
Indikator keberhasilan program PEMP menurut DKP (2003) adalah
sebagai berikut:
1. Pembentukan Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra
Mina (LEPP-M3).
2. Pengelompokkan masyarakat pesisir sebagai cikal bakal unit usaha yang
disebut Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KPM).
3. Pengembangan Dana Ekonomi Produktif (DEP).
4. Tingkat pendapatan.
5. Tingkat tabungan.
Mekanisme kerja program PEMP diawali dengan penetapan
kabupaten/kota secara bottom up, partisipatif dan transparan. Selanjutnya, Dinas
Kelautan dan Perikanan kabupaten/kota menunjuk konsultan manajemen
(Perguruan Tinggi, LSM atau lembaga konsultan manajemen) berdasarkan
ketentuan yang berlaku. Konsultan manajemen kemudian merekrut dan melatih
tenaga pendamping desa (TPD) sebelum diterjunkan ke desa-desa pesisir
mendampingi dan memfasilitasi masyarakat pesisir dalam mengembangkan unit
usaha ekonomi produktifnya secara berkelompok. Kelompok-kelompok
masyarakat pesisir tersebut selanjutnya bermusyawarah untuk membentuk
koperasi Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-
M3) (DKP,2004).
Ada tiga program PEMP yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pesisir, yakni program Solar Packed Dealer untuk Nelayan
(SPDN)/Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Nelayan (SPBN), program
kedai pesisir dan program penguatan modal bagi masyarakat pesisir yang
bekerjasama dengan lembaga keuangan. Program SPDN/SPBN bertujuan untuk
mengantisipasi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kehadiran
SPDN/SPBN diharapkan memberikan pelayanan kepada masyarakat pesisir akan
kebutuhan BBM dengan harga terbaik sesuai ketetapan pemerintah. Melalui
program ini beban hidup masyarakat pesisir diharapkan mampu ditekan sampai
pada tingkat yang signifikan (DKP, 2005).
Program kedai pesisir adalah kios/warung yang menyediakan kebutuhan
sehari-hari rumah tangga masyarakat pesisir, kebutuhan melaut, alat
pembudidayaan, dan pengolahan ikan. Program ini merupakan salah satu upaya
untuk menekan beban masyarakat pesisir dalam memenuhi kebutuhannya
terhadap sembako dan kebutuhan melaut lainnya. Untuk penguatan modal
nelayan, PEMP bekerja sama dengan kalangan perbankan dan nonperbankan.
Pada tahun 2006 PEMP menerima dana bergulir sebesar Rp. 3 triliun dari BRI,
BPR, BNI, dan BPD di beberapa provinsi. PEMP melakukan penyaluran dana
penguatan modal usaha budidaya dan pemberian subsidi benih. Selain itu PEMP
membangun 35 pesantren bahari. Pesantren ini dibekali dana bantuan masing-
masing Rp 40 juta. Uang itu digunakan untuk modal budidaya perikanan serta
dukungan penyediaan sarana dan prasarana (DKP, 2005).
Departemen Kelautan dan Perikanan menetapkan bank pelaksana dengan
fungsi sebagai berikut:
1. Menyediakan kredit bagi koperasi sebagai konsekuensi dari adanya Dana
Ekonomi Produktif (DEP) yang dijaminkan untuk kegiatan penguatan
modal.
2. Menyalurkan DEP langsung dengan pola hibah melalui rekening koperasi
yang ada di bank pelaksana untuk kegiatan pelaksanaan Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) Pesisir.
3. Melakukan pendampingan teknis dan administratif kepada koperasi
dan/atau Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Organisasi dan kelmbagaan PEMP terdapat 5 pihak yang terlibat
didalamnya:
1. Pemerintah, terdiri atas Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), dinas
propinsi dan atau kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang
kelautan dan perikanan.
2. Konsultan Manajemen (KM) kabupaten/kota, yaitu Lembaga Swadya
Masyarakat (LSM), perguruan tinggi atau perusahaan jasa konsultasi yang
ditunjuk langsung oleh Bupati/Walikota melalui kepala dinas
kabupaten/kota.
3. Tenaga Pendamping Desa (TPD) adalah tenaga terdidik (minimal
berpendidikan setingkat Sarjana) diutamakan yang telah memiliki
pengalaman dalam program pemberdayaan masyarakat serta bersedia
ditempatkan di wilyah pesisir seluruh Indonesia. Masing-masing
kabupaten/kota akan ditempatkan dua orang TPD, satu orang direkrut oleh
Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Direktorat Jendral Kelautan
Pesisir dan Pulau-pulau kecil (P3K) dan satu orang lainnya direkrut oleh
dinas kabupaten/kota masing-masing. Tenaga pendamping sebagai
fasilitator yang tinggal di tengah masyarakat dan mendampingi masyarakat
secara terus menerus selama kegiatan membantu menyusun rencana
kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan tindak lanjut kegiatan
yang dilakukan oleh masyarakat. Perubahan perilaku masyarakat untuk
mandiri dan kreatif dalam usaha produktif dan pelestarian lingkungan
merupakan fokus pendamping.
4. Koperasi Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina
(LEPP-M3) atau koperasi perikanan berperan sebagai penerima DEP,
sebagai modal koperasi yang pengelolaannya diserahkan kepada Swamitra
Mina milik koperasi yang bersangkutan atau Bank Pengkreditan Rakyat
(BPR) pesisir yang sahamnya dimiliki oleh koperasi tersebut. Selain itu,
koperasi ini diharapkan berperan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir
melalui pengembangan unit usaha lain seperti unit usaha perikanan
tangkap/budidaya, toko sarana mina, SPDN dan wilayah bahari.
5. Lembaga Perbankan Pelaksana. Lembaga ini merupakan lembaga
keuangan yang bergerak dalam bidang perbankan yang ditunjuk dan
diterapkan sebagai Bank Pelaksana untuk penyaluran DEP tahun anggaran
2004 kepada koperasi LEPP-M3/koperasi perikanan.
Departemen Kelautan dan Perikanan (2001), menyebutkan prinsip utama
yang harus diingat dan dipegang dalam pemberdayaan masyarakat adalah bahwa
masyarakat tidak dijadikan objek dari implementasi pembangunan, namun
merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri. Berdasarkan prinsip utama
tersebut, maka pemberdayaan masyarakat haruslah memperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut:
1. Upaya pemberdayaan masyarakat harus memiliki fokus dan target yang
jelas. Program-program pemberdayaan masyarakat harus ditunjukkan
langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk
mengatasi masalah sesuai dengan kebutuhan komunitas target.
2. Upaya pemberdayaan masyarakat harus langsung mengikutsertakan atau
bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran sebagai upaya
pemberdayaan masyarakat agar mampu untuk merencanakan,
melaksanakan dan bertanggung jawab.
3. Upaya pemberdayaan masyarakat adalah upaya dengan pendekatan
kelompok. Pendekatan kelompok lebih menjamin efektifitas, karena
dengan kelompok manusia akan mampu menggabungkan potensi-potensi
yang dimiliki dan akan mampu menciptakan sinergis.
Pemberdayaan sosial masyarakat pesisir paling tidak memiliki dua dimensi
pokok yaitu dimensi kultural dan dimensi struktural. Dimensi kultural mencakup
upaya-upaya perubahan perilaku ekonomi, orientasi pendidikan, sikap terhadap
perkembangan teknologi dan kebiasaan-kebiasan. Dimensi struktural mencakup
upaya perbaikan struktural social, sehingga memungkinkan terjadinya mobilitas
vertikal nelayan.
Prinsip penting pemberdayaan yang digunakan untuk konteks komunitas
nelayan antara lain prinsip tujuan, prinsip pengetahuan dan pengetahuan dan
penguatan nilai lokal, prinsip keberlanjutan, prinsip ketetapan kelompok sasaran
dan prinsip kesetaraan gender (Satria, 2002). Menurut Dahuri (2006), untuk
memberdayakan masyarakat nelayan perlu tiga pendekatan yaitu mendekatkan
pada teknologi dan manajemen, mendekatkan pada akses permodalan, serta
mendekatkan pengolahan dan pasar ke sentra produksi.
2. 3 Profil Kecamatan Pangkajene
Kecamatan Pangkajene merupakan suatu kecamatan yang berada di
Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Luas wilayahnya sebesar 48.27 km dan
batas wilayahnya yaitu : sebelah utara dibatasi Kecamatan Bungoro, sebelah timur
dibatasi Kecamatan Minasatene, sebalah Selatan dibatasi Kabupaten Maros, dan
sebelah barat dibatasi Selat Makassar (Gambar 1). Kondisi geografisnya yaitu
memiliki ketinggian tanah dari permukaan laut sebesar 3 km, memiliki curah
hujan sebesar 332.24 mm/tahun, memiliki topografi (dataran rendah, tinggi,
pantai) rendah, dan memiliki suhu udara rata-rata. Temperatur udara berada pada
kisaran 21°C-31°C atau rata-rata 26,40°C, dan keadaan angin berada pada
kecepatan laut sampai sedang (Anonim, 1989).
Kabupaten Pangkep terletak dipesisir pantai barat Sulawesi Selatan yang
terdiri dari dataran rendah dan pegunungan. Dataran rendah seluas 73,721 ha
membentang dari garis pantai Barat ke Timur terdiri dari persawahan,
tambak/empang, sedangkan daerah pegunungan dengan ketinggian
ketinggian 100
100-1000
meter di atas permukaan air laut terletak di sebelah Timur dan merupakan wilayah
yang banyak mengandung batu cadas dan sebagian mengandung batu bara serta
berbagai jenis batu marmer (Anonim, 1989).
Luas wilayah Kabupaten Pangkep semula 1.112,29
1 km2 setelah dianalisa
dengan GIS bekerjasama dengan Bakosurtanal terjadi perubahan menjadi
12.362,73 km2 dengan luas wilayah dataran 898,29 km2 dan wilayah laut
11.464,44 km2 (4 mil ari garis pantai) dengan jumlah 112 pulau. Jumlah penduduk
di Kabupaten
paten Pangkep adalah 36.436 jiwa. Kabupaten Pangkep selama ini dikenal
sebagai kabupaten penghasil ikan bandeng dan udang. Pada tahun 2005, produksi
udang mencapai 941 ton, dengan luasan areal tambak mencapai 10.185,30 ha
(DKP, 2005).

Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan Pangkajene


Data kependudukan:
1. Jumlah penduduk menurut :
a. Jenis kelamin
1). Laki-laki : 19.980 orang
2). Perempuan : 21.376 orang
Jumlah : 41.356 orang
b. Kepala keluarga : 8.849 orang
c. Kewarganegaraan
1). WNI : 8.849 orang
2). WNA : - orang
2. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan :
a. Lulusan pendidikan umum
1). Taman kanak-kanak : 1.293 orang
2). Sekolah dasar : 6.993 orang
3). SMP/SLTP : 4.330 orang
4). SMA/SLTA : 4.226 orang
5). Akademik/D3 : 998 orang
6). Sarjana (S1-S3) : 707 orang
b. Lulusan pendidikan khusus
1) Pondok pesantren : 263 orang
2) Madrasah : 474 orang
3) Pendidikan keagamaan : 204 orang
4) Sekolah luar biasa : 27 orang
5) Kursus/Keterampilan : 51 orang
3. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian :
a. Karyawan
1) Pegawai Negeri Sipil : 2.271 orang
2) ABRI : 338 orang
3) Swasta : 3.789 orang
b. Wiraswasta : 945 orang
c. Tani/Petambak : 2.573 orang
d. Pertukangan : 420 orang
e. Buruh tani : 1.450 orang
f. Pensiunan : 688 orang
g. Nalayan : 603 orang
h. Pemulung : 37 orang
i. Jasa : 303 orang
2.4 Tambak
Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai
tempat untuk kegiatan budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir.
Menurut Martosudarno dan Bambang (1990), tambak merupakan kolam yang
dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng,
udang laut, dan hewan air lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk
ke dalam tambak sebagian besar berasal dari air laut saat terjadi pasang. Oleh
karena itu, pengolahan air dalam tambak dilakukan dengan memanfaatkan pasang
surut air laut. Pemasukan air ke dalam tambak dilakukan pada saat air pasang dan
pembuangannya pada saat air surut.
Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan tambak adalah
menentukan lokasi yang paling memenuhi persyaratan untuk memlihara udang.
Pemeliharaan lokasi tambak tidak hanya untuk menentukan kecocokan lahan, tapi
juga untuk mendukung modifikasi desain tambak, tata letak, pembuatan
konstruksi tambak dan manajemen yang diterapkan. Menurut Kusnandar dan
Sujiharno (1984), pembuatan konstruksi tambak perlu memperhatikan beberapa
syarat berikut :
1. Tahan terhadap ombak besar, angin kencang, dan banjir.
2. Lingkungan tambak beserta airnya harus cukup baik untuk kehidupan udang
sehingga dapat tumbuh normal sejak ditebarkan sampai panen.
3. Tanggul harus padat dan kuat, tidak bocor atau merembes serta tahan
terhadap erosi air.
4. Desain tambak harus sesuai dan mudah untuk operasi sehari-hari, sehingga
menghemat tenaga.
5. Sesuai dengan daya dukung lahan yang tersedia.
6. Menjaga kebersihan dan kesehatan hasil produksinya.
7. Saluran pemasuk air terpisah dengan pembuangan air.
Menurut Kusnandar dan Sujiharno (1984) berdasarkan letak tambak dan
kesempatan mendapatkan air laut, tambak dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Tambak Lanyah adalah tambak yang terletak di tepi pantai, sehingga berisi
air laut yang memiliki salinitas 30 0/00. dibandingkan dengan daerah tambak
yang lain, air pada tambak lanyah cenderung lebih tinggi salinitasnya.
Penguapan yang berlangsung terus menerus didalam petakan tambak
menyebabkan semakin meningkatnya salinitas. Pada saat-saat tertentu
salinitas air tambak dapat mencapai 60 0/00, terutama pada musim kemarau
dan saat pergantian air sulit dilakukan.
2. Tambak biasa adalah kelompok tambak biasa yang airnya merupakan
campuran air tawar dari sungai dan air asin dari laut dan terdapat pada daerah
yang lebih dalam dari tepi laut. Daerah tergolong tambak biasa mempunyai
keadaan air payau. Kadang-kadang bila tambak biasa sulit mendapatkan air
laut yaitu pada saat pasang rendah, maka tambak tersebut dengan terpaksa
harus menerima air hujan untuk memenuhi kebutuhan air.
3. Tambak darat adalah daerah pertambakan yang terletak paling jauh dari
pantai, air pada tambak ini tergantung pada curahan air hujan dan air sungai.
Apabila curah hujan berkurang maka sebagian tambak itu akan kering sama
sekali, sehingga dibeberapa tempat pengisian dan pergantian air dari sungai
dilakukan dengan pompa.
Menurut Mujiman dan Suyanto (2003) terdapat 3 sistem budidaya udang
di tambak yaitu :
1. Sistem Budidaya Tradisional/ Ekstensif
Petakan tambak pada sistem budidaya tradisional memiliki bentuk dan
ukuran yang tidak teratur, luas lahannya antara 3-10 ha per petak. Setiap petakan
mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling
petakan sebelah dalam, di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut
(diagonal) dengan kedalaman 30-50 cm. Pada tambak tradisonal ini tidak diberi
pupuk sehingga produktivitas semata-mata tergantung dari makanan alami yang
tersebar di seluruh tambak yang kepadatannya tergantung dari kesuburan alamiah,
pemberantasan hama juga tidak dilakukan, akibatnya produktivitas semakin
rendah.
2. Sistem Budidaya Semi-Intensif
Petakan tambak pada sistem budidaya semi-intensif memiliki bentuk yang
lebih teratur dengan maksud agar lebih mudah dalam pengelolaan airnya. Bentuk
petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1 ha sampai 3 ha per
petakan. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran
air (outlet) yang terpusat untuk pergantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari
benih, dan pemanen. Pakan udang masih dari pakan alami yang didorong
pertumbuhannya dengan pemupukan. Tetapi selanjutnya perlu diberi pakan
tambahan berupa ikan-ikan rucah dari laut, rebon, siput-siput tambak, dicampur
dengan bekatul (dedak halus). Pada tambak semi-intensif pengelolaan air cukup
baik, ketika air pasang naik, sebagian air tambak diganti dengan air baru sehingga
kualitas air cukup terjaga dan kehidupan udang sehat. Pemberantasan hama
dilakukan pada waktu mempersiapkan tambak sebelum penebaran benur, serangan
hama juga dicegah dengan memasang sistem saringan pada pintu-pintu air.
3. Sistem Budidaya Intensif
Petakan tambak dengan sistem intensif dilakukan dengan teknik canggih
dan memerlukan masukan (input) biaya yang besar. Petakan umumnya kecil-kecil
0,2 ha sampai 0,5 ha per petakan, dengan tujuan agar lebih mudah dalam
pengelolaan air dan pengawasannya. Makanan sepenuhnya tergantung dari
makanan yang diberikan dengan komposisi yang ideal bagi pertumbuhan.
Makanan yang ideal bagi pertumbuhan merupakan makanan yang mengandung
nutrisi sesuai kebutuhan udang di tambak.
2.5 Hama dan Penyakit Udang
Hama yang menyerang tambak dikelompokkan menjadi dua, yakni hama
pemangsa (predator) dan hama kompetitor. Beberapa jenis hama pemangsa dan
hama kompetitor yang terdapat di tambak tertera pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Jenis-jenis hewan pemangsa di tambak udang.
Pemangsa Jenis
Ikan Payus (Elops hawaines)
Bulan-bulan (Megalops hawaines)
Kerong-kerong (Therapon jarbua)
Kakap (Lates calcalifer)
Kerapu(Epinephelus tetradactylum)
Kuro (Eleutheronema tetradactylum)
Katak Rana sp.
Ular Carberus rhynchops
Burung Bangau hitam (Ciconidoe)
Belibsis (Anatidaea)
Roko-roko atau pelatuk besi (Plegadidae)
Sumber : Taslihan dan Sunaryanto, 1989
Hama, seperti udang liar dan ikan, akan memangsa benur udang yang baru
ditebar dan bisa menjadi pesaing udang dalam mendapatkan makanan dan
memanfaatkan ruang serta oksigen. Karena itu, jumlah kedua hama itu harus
ditekan (dieleminasi). Pemberantasan hama ini dilakukan ketika berlangsung
proses pengisian air dan penebaran benur (Khairinmizwar, 2008).
Tabel 3. Jenis-jenis hama kompetitor di tambak udang
Kompetitor Jenis
Cacing Dendroneresis sp.
Serangga Larva chinironomus sp.
Udang Udang putih (Peneus merguensis)
Jambret (Mesopodopsis sp.)
Siput Cerithidae
Ikan Mujair (Orechromis mosambicus)
Belanak (Mugil sephalus)
Kepala timah (Aplocheilus panphax)
Kiper (Scatophagus argus)
Sumber : Taslihan dan Sunaryanto, 1989
Populasi hama dapat ditekan dengan pemberian racun (pestisida), baik
racun organik maupun anorganik (sintesis). Sedapat mungkin penggunaan racun
anorganik dapat dihindari karena residunya bisa bertahan cukup lama di dalam
tambak. Jenis racun organikyang umum digunakan adalah akar tuba (rotenone),
bijih teh (saponin), dan serbuk tembakau (nikotine). Keuntungan penggunaan
racun organik adalah tambak tidak perlu dicuci, terutama jika jumlah biota
(hama) yamg mati tidak terlalu banyak (Khairinmizwar, 2008).
Pemberantasan hama sebelum penebaran benur dilakukan dengan
mengsisi air tambak secara bertahap. Pada pengisian pertama, ketinggian air
tambak cukup 30-40 cm, kemudian ditebarkan ampas biji teh (saponin) sebanyak
100kg/ha. Jika pemeliharaan sebelumnya udang yang dipelihara banyak mendapat
gangguan bakteri, pada saat pemberantasan hama bisa ditambahkan desinfektan,
berupa CuSO4, KMNO4 (PK), atau kaporit dengan dosis 150-250 kg/ha. Caranya,
bahan-bahan itu direndam ke dalam tambak selama 2-3 hari, kemudian airnya
dibuang dan dasar tambak dijemur hingga kering (Khairinmizwar, 2008).
Penyakit pada organisme perairan dapat timbul akibat interaksi yang tidak
sesuai antara organisme, kondisi lingkungan dan patogen. Interaksi yang tidak
serasi ini akan menyebabkan stres pada organisme sehingga mekanisme
pertahanan tubuh yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah terserang
penyakit (Flegel dan Fegan 1995). Berikut ini merupakan penyakit yang
menyerang udang.
a. Penyakit Bintik Hitam/Black Spot
b. Penyakit Udang Gripis/Penyakit Bercak Coklat Putih Pada Cangkang
c. Penyakit Kotoran Putih/Mencret
d. Penyakit Insang Merah
e. Nekrosis.
f. Penyakit Kepala Kuning (Yellow Head Disease)
III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2009
di desa Bonto Perak, Anrong Appaka dan Sibatua, Kecamatan Pangkajene,
Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara
sengaja (purposive) yang di dasarkan atas beberapa pertimbangan bahwa
Kecamatan Pangkajene merupakan kecamatan yang mendapat dana bantuan
PEMP dan telah berjalan dari tahun 2005.

3.2 Prosedur Penelitian


Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari wawancara langsung di lapangan menggunakan kuisioner
(Lampiran 1), sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka.
Populasi dalam penelitian ini adalah peserta program PEMP di Kecamatan
Pangkajene tahun anggaran 2005-2007 yang berjumlah 33 orang petambak dan
petambak yang tidak menerima dana bantuan PEMP sebagai pembanding
(kontrol) berjumlah 74 petambak diantaranya petambak yang berasal dari Bonto
Perak 26 petambak, Anrong Appakka 25 petambak, dan Sibatua 23 petambak .
Namun di lapangan, dari 33 orang yang menerima program PEMP, hanya 7 orang
petambak saja yang dapat diwawancara (Bonto Perak 4 petambak, Anrong
Appakka 2 petambak, dan Sibatua 1 petambak). Hal ini, dikarenakan 26 petambak
lainnya tidak berdomisili lagi di Kecamatan Pangkajene.

3.3 Analisis Data


Data yang diperoleh pada penelitian ini kemudian ditabulasi dan dianalisis
menggunakan program Excel MS. Office 2007 .
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Parameter yang diamati pada penelitian ini meliputi kualitas dan kuantitas
input produksi yang digunakan oleh petambak.
4.1.1 Kelompok petambak berdasarkan jumlah tebar, ukuran, dan asal
benur
Gambar 2 menunjukkan bahwa kisaran jumlah tebar yang paling banyak
digunakan petambak sebelum dan sesudah PEMP adalah 10.000
10.000-
15.000ekor/siklus dengan persentase sebesar 57,14% dari total petambak PEMP.
Sedangkan pada petambak non-PEMP
non kisaran jumlah tebarnya
nya relatif lebih
beragam. Petambak kelompok ini umumnya (43.66%) menebar dengan kisaran
7.500-10.000
10.000 ekor/siklus.

57,14 57,14
60
42,86 42,86 43,66
Persentase (%)

40 < 7500 (ekor/siklus)


29,73
21,62
7500 -10000
10000 (ekor/siklus)
20
6,76
0 0 0 0 10000 -15000
15000 (ekor/siklus)
0
Sebelum Sesudah Non PEMP > 15000 (ekor/siklus)
PEMP PEMP
(<2005) (2005-2007)
Responden

Gambar 2. Kelompok Petambak Berdasarkan Jumlah Tebar Benur ((ekor/siklus)

Gambar 3 menunjukkan bahwa semua petambak sebelum PEMP (100%)


menggunakan benur dengan ukuran PL<20 dan sesudah PEMP (100%)
menggunakan benur dengan ukuran PL lebih besar dari 20. Petambak non
non-PEMP
relatif lebih beragam dengan persentase pengguna PL>20 mencapai 58,11% dan
pengguna PL<20 mencapai 41,90%.
100,00 100,00
100,00
90,00
80,00
70,00
Persentase (%)
58,11
60,00
50,00 41,9
40,00 <PL20
30,00
>PL20
20,00
10,00 0,00 0,00
0,00
Sebelum PEMP Sesudah PEMP NON PEMP
(<2005) (2005-2007)

Responden

Gambar 3. Kelompok Petambak Berdasarkan Ukuran Benur ((ekor/siklus)

Gambar 4 menunjukkan 57,14% petambak sebelum dan sesudah PEMP


mendapatkan benur dari pedagang keliling, sedangkan petambak non
non-PEMP
umumnya menggunakan benur dari pedagang gelondong (51,35%).

57,14
60,00
51,35 51,35
50,00
Persentase (%)

40,00

30,00 Pedagang
21,62 21,62 21,62
Hatchery
20,00 14,29
Gelondong
10,00 5,41
Takalar
0,00
sebelum PEMP Sesudah PEMP NON PEMP
(<2005) (2005-2007)

Responden

Gambar
bar 4. Kelompok Petambak Berdasarkan Asal Benur

Sebelum mengikuti program (sebelum tahun 2005) semua petambak


peserta PEMP 100% melakukan tebar benur 1 siklus/tahun. Sedangkan pada tahun
2005-2007
2007 (sesudah PEMP) semua petambak (100%) melakukan tebar benur 3
siklus/tahun. Sedangkan kontrol (non-PEMP)
(non PEMP) 100% melakukan tebar benur 1
siklus/tahun total petambak non-PEMP
non PEMP yang mengikuti kuisoner (Gambar 5).
100 100,00 100
100
90
80
70

Persentae (%)
60
50
40 1 siklus/tahun
30
3 siklus/tahun
20
10 0,00 0,00 0,00
0
sebelum sesudah PEMP NON PEMP
PEMP (<2005) (2005-2007)

Responden

Gambar 5. Kelompok Petambak Berdasarkan Frekuensi Tebar Benur


4.1.2 Kelompok petambak berdasarkan penggunaan pakan dan pupuk

Gambar 6 menunjukkan bahwa kurang dari 100kg/siklus merupakan


kisaran jumlah pakan yang paling banyak diterapkan oleh petambak sebelum dan
sesudah PEMP (57,14%) maupun non-PEMP
non (90,54%).

100,00 90,54
90,00
80,00
Persentase (%)

70,00 57,14 57,14


60,00
50,00 42,86 42,86
40,00
30,00 Alami
20,00 9,46 Alami & Buatan
10,00
0,00
sebelum sesudah NON PEMP
PEMP PEMP (2005-
(<2005) 2007)

Responden

Gambar 6. Kelompok Petambak Berdasarkan Jumlah Penggunaan Pakan Buatan

Gambar 7 menunjukkan bahwa petambak sebelum dan sesudah PEMP


umumnya menggunakan kombinasi pakan alami dan pakan buatan dalam kegiatan
budidaya (75,00%). Sedangkan petambak non-PEMP
non PEMP umumnya hanya bergantung
pada pakan alami (71,44%).
75,00 75,00
80,00 71,44
70,00
60,00
Persentase (%) 50,00
40,00 28,58
25,00 25,00 <100kg/ha
30,00
20,00 >100kg/ha
10,00
0,00
sebelum PEMP sesudah PEMP NON PEMP
(<2005) (2005-2007)

Responden

Gambar 7.
7 Kelompok Petambak Berdasarkan Jenis Pakan
akan
Sebelum mengikuti program (sebelum tahun 2005) semua petambak
peserta PEMP 100% melakukan frekuensi penggunaan pakan 1 siklus/tahun.
Sedangkan pada tahun 2005-2007
2005 (sesudah PEMP) semua petambak (100%)
melakukan frekuensi penggunaan pakan 3 siklus/tahun. Sedangkan kontrol (non
(non-
PEMP) 100% melakukan frekuensi penggunaan pakan 1 siklus/tahun total
petambak non-PEMP
PEMP yang mengikuti kuisoner (Gambar 8).
100 100,00 100
100
90
80
70
Persentae (%)

60
50
40 1 siklus/tahun
30
3 siklus/tahun
20
10 0,00 0,00 0,00
0
sebelum sesudah PEMP NON PEMP
PEMP (<2005) (2005-2007)

Responden

Gambar 8. Kelompok Petambak Berdasarkan Frekuensi Penggunaan Pakan


Gambar 9 menunjukkan jenis pupuk yang digunakan baik petambak
sebelum dan sesudah PEMP maupun non-PEMP
non PEMP memperlihatkan kecenderungan
yang sama yaitu menggunakan pupuk Urea dan TSP dengan persentase petambak
masing-masing
masing 85,71% (PEMP)
( dan 91,89% (non-PEMP).

100,00 91,89
85,71 85,71
80,00
Persentase (%)

60,00
urea & poska
40,00 urea & SP36
14,29 14,29
20,00 5,41 urea & TSP
0,00 0,00 0,00 0,00 1,35 1,35
0,00 0rganik & TSP
sebelum PEMP sesudah PEMP NON PEMP
(<2005) (2005-2007)
Responden

Gambar 9.
9 Kelompok Petambak Berdasarkan Jenis Pupuk
Tabel 4. Jenis Perbandingan Jumlah Pupuk
Persentase Persentase
Persentase Sebelum
$Jenis
Jenis Pupuk dan Perbandingannya Sesudah Non-PEMP
PEMP (%)
PEMP (%) (%)
Urea & TSP
50:50 14,29 14
14,29 5,88
50:100 57,14 57
57,14 27,94
50:150 5,88
100:50 2,94
100:100 14,29 14
14,29 4,41
100:150 22,06
100:250 19,12
150:250 1,47
150:350 7,35
250:100 1,47
50:100 1,47
Urea & SP36
100:50 66,67
100:100 14,29 14
14,29 33,33
150:100
Urea & Poska
300:100 50,00

150:100 50,00
Organik & TSP
50:50 100,00
Sumber : data wawancara petambak udang Pangkajene
4.1.3 Kelompok petambak berdasarkan penggunaan air
Gambar 10 menunjukkan sumber
sumber air yang paling umum digunakan oleh
petambak sebelum dan sesudah PEMP adalah berasal dari laut (71
(71,43%).
Sedangkan pada petambak non-PEMP
non umumnya berasal dari sungai (85,14%)
(85,14%).

85,14
90
80 71,43 71,43
70
Persentase (%)

60
50
40 sungai
28,57 28,57
30 laut
20 12,16
bor
10
0
sebelum PEMP sesudah PEMP NON PEMP
(<2005) (2005-2007)

Responden

Gambar 10.
10 Kelompok Petambak Berdasarkan Sumber Air
Tinggi air rata-rata
rata rata ditambak sebelum dan sesudah PEMP dan non
non-PEMP
yang paling dominan adalah 20-50cm
20 50cm dari dasar tambak (Gambar 11).

80,00 71,43 71,43


70,00
60,00
Persentase(%)

50,00
40,00 37,84 20-50 cm
25,68 50-80 cm
30,00
14,29 14,29 20,17
20,00 16,22 80-110 cm
14,29 14,29
10,00 0,00 0,00 >110 cm
0,00
sebelum PEMP sesudah PEMP NON PEMP
(<2005) (2005-2007)
Responden

Gambar 11. Kelompok Petambak Berdasarkan Tinggi Air (cm)


4.1.4 Kelompok petambak berdasarkan penggunaan sarana pendukung
Sarana pendukung yang paling umum digunakan petambak sebelum dan
sesudah PEMP dan non-PEMP
non adalah rumah jaga. Selain itu, sarana pendukung
lainnya adalah pompa (Gambar 12).

57,75
60,00
42,86
42,86 42,86 Pompa
Persentase (%)

42,86
40,00 Rumah jaga
28,38

20,00 Rumah jaga & Pompa

Tanpa Pompa & Rumah


0,00 Jaga
sebelum sesudah NON PEMP
PEMP PEMP (2005-
(<2005) 2007)
Responden

Gambar 12. Kelompok Petambak Berdasarkan Sarana Pendukung


4.1.5 Kelompok petambak berdasarkan hasil produksi
Sebelum mengikuti program (sebelum tahun 2005) semua petambak
peserta PEMP 100% dapat meningkatkan produksinya. Sedangkan pada tahun
2005-2007
2007 (sesudah PEMP) semua petambak (100%) tidak mengalami
peningkatan. Hal ini berbeda dengan
deng kontrol (non-PEMP)
PEMP) dimana masih ada
petambak yang mengalami peningkatan produksi walaupun hanya 8,11% dari
total petambak non-PEMP
PEMP yang mengikuti kuisoner (Gambar 13).
100 100
100
90 79,73
80
70
Persentase (%) 60
50 Meningkat
40
30 Menurun
20 12,16 Tetap
8,11
10 0 0 0 0
0
sebelum PEMP sesudah PEMP Non PEMP
(<2005) (2005-2007)
Responden

Gambar 13. Kelompok Petambak Berdasarkan Hasil Produksi


roduksi Udang
Gambar 14 menunjukkan bahwa sebelum adanya program PEMP, kisaran
panen petambak pada umumnya (42,86%) adalah >250 kg/siklus. Sedangkan
pada periode 2005-2007
2007 (setelah mendapatkan dana PEMP) kisaran hasil produksi
cenderung turun menjadi berkisar antara 50-100kg/siklus
50 lus (42,86% dari total
petambak PEMP), dan tidak ada lagi yang dapat berproduksi >250kg/siklus (0%).

42,86 42,86 44,59


45,00 39,19
40,00
35,00
Persentase (%)

30,00 <50kg/siklus
25,00
20,00 50-100kg/siklus
100kg/siklus
14,29 14,29
15,00 9,46 100--150kg/siklus
10,00 6,76
150--200kg/siklus
5,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 200--250kg/siklus
sebelum sesudah NON PEMP >250kg/siklus
PEMP PEMP (2005-
(<2005) 2007)

Responden

Gambar 14. Kelompok Petambak Berdasarkan Hasil Panen ((kg/siklus)


Sebelum mengikuti program (sebelum tahun 2005) semua petambak
peserta PEMP 100% melakukan frekuensi panen udang 1 siklus/tahun. Sedangkan
pada tahun 2005-2007
2007 (sesudah PEMP) semua petambak (100%) melakukan
frekuensi panen udang 3 siklus/tahun. Sedangkan kontrol
kontrol (non
(non-PEMP) 100%
melakukan frekuensi panen udang 1 siklus/tahun total petambak non
non-PEMP yang
mengikuti kuisoner (Gambar 15).
100 100,00 100
100
90
80
70
Persentae (%)

60
50
40 1 siklus/tahun
30
3 siklus/tahun
20
10 0,00 0,00 0,00
0
sebelum sesudah PEMP NON PEMP
PEMP (<2005) (2005-2007)

Responden

Gambar 15. Kelompok Petambak Berdasarkan Frekuensi Panen Udang


4.1.6 Kelompok petambak berdasarkan jenis penyakit yang menyerang
Gambar 16 menunjukkan jenis
jenis penyakit yang paling umum menyerang
udang petambak sebelum PEMP (<2005) adalah udang keropos (100%) dan
sesudah PEMP (2005-2007)
(2005 adalah penyakit bintik putih White Spot Syndrome
Virus (71,43%).. Sedangkan pada petambak Non-PEMP adalah penyakit bin
bintik
merah (insang merah) (30,14%).
100 Bintik Merah (insang merah)
100,00

71,43 Bintik Putih (WSSV)


80,00
Persentase (%)

Bintik Coklat putih pada


60,00
cangkang
Bintik Hitam
40,00
30,14
14,29 27,40 Bintik Kuning atau Kepala
20,00
10,95 Kuning (Yellow Head Disease)
0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 Blooming
sebelum sesudah NON PEMP MBV (Bintik Hitam/Black
PEMP PEMP Spot)
(<2005) (2005-2007) Udang keropos
Responden

Gambar 16. Kelompok Petambak Berdasarkan Jenis Penyakit Udang


Waktu penyakit muncul yang paling sering dialami oleh petambak
sebelum dan sesudah PEMP adalah pada musim penghujan (57,15%). Sedangkan
pada petambak Non--PEMP waktunya seimbang yaitu musim kemarau 50% dan
penghujan 50% (Gambar 17).
17)

57,15 57,15
60,00
50,00
50,00 42,86 42,86
Persentase (%)

40,00
30,00
20,00 musim kemarau
10,00 musim penghujan
0,00
sebelum sesudah NON PEMP
PEMP PEMP (2005-
(<2005) 2007)

Responden

Gambar 17. Kelompok Petambak Berdasarkan Waktu Munculnya P


Penyakit
4.2 Pembahasan
Berdasarkan
erdasarkan data yang diperoleh dari DKP Kabupaten Pangkep,
Kecamatan Pangkajene
angkajene adalah salah satu kecamatan yang masyarak
masyarakatnya banyak
menerima dana PEMP yang berjumlah 33 orang petambak.. Dana PEMP di
Kecamatan Pangkajene adalah dana yang diturunkan oleh DKP
DKP pusat. Dana
PEMP di Kecamatan
ecamatan Pangkajene turun pada tahun 2005 sampai dengan 2007.
Dana ini turun sebanyak tiga kali, dana pertama sebesar Rp 430.000.00; dana
kedua turun sebesar Rp 550.000.000; dan dana ketiga turun sebesar Rp 1,2 miliyar
(Amran 2009). Dana ini
ini diturunkan oleh DKP pusat ke DKP setempat (Pangkep)
melalui Bank Bukopin. Kemudian dana tersebut diberikan ke LEPP
EPP-M3 (koperasi
perikanan) untuk dikelola agar dana tersebut dapat langsung diterima oleh para
petambak. Program tersebut diawasi oleh DKP setempat (Pangkep) yang
selanjutnya dilaporkan ke DKP pusat (Gambar 18).
Dana PEMP digunakan oleh petambak sebagai modal untuk melakukan
usaha budidaya. Untuk memperoleh dana tersebut, petambak diwajibkan
membawa fotokopi
opi KTP, kartu keluarga, slip pembayaran seperti PBB (Pajak
Bumi dan Bangunan), listrik, air, telepon, dan surat akta tanah atau lainnya yang
bisa dijadikan jaminan. Namun, penetapan jaminan ditentukan berdasarkan
jumlah pinjaman yang diajukan dan nilai jaminan tersebut minimal bernilai sama
dengan jumlah pinjaman yang diajukan, tetapi khususnya untuk pinjaman kurang
dari atau sama dengan Rp 2.000.000,- tidak diperlukan jaminan, tetapi jangka
waktu pinjaman hanya 6 bulan (setelah panen). Pihak koperasi perikanan
melakukan hal tersebut, agar masyarakat pesisir (petambak) 100% dapat
mengembalikkan modal pinjaman dari PEMP yang dikelolanya (Amran, 2009).
Berdasarkan hasil wawancara dengan petambak, mekanisasi dalam peminjaman
modal menyulitkan mereka dikarenakan mereka harus memenuhi syarat
peminjaman modal dan mengajukan jaminan untuk mendapatkan modal pinjaman
PEMP.

Bank BUKOPIN Koperasi LEPP-M3

I.C Swamitra Mina Pengurus Bidang

Manajer

Coordinator Marketing Koordinator Operasional

-AO -Teller
-AA -Credit Support
-Colector

Gambar 18. Kedudukan dan Struktur Organisasi Swamitra Mina


Sumber : Swamitra, 2006 (diolah)
Keterangan :
-------------------- Garis kerjasama
Garis usaha
Menurut Amran (2009), bunga pinjaman yang ditetapkan oleh pihak
Swamitra adalah 24% per tahun sangat memadai dikarenakan tidak memberatkan
petambak yang mendapatkan dana PEMP. Berdasarkan wawancara dengan
pegawai bank, peminjaman modal di bank memiliki bunga pinjaman yang tidak
jauh berbeda yang ditetapkan oleh PEMP karena bunga di atas 20% itu jangka
waktu pengembaliannya dalam 1 tahun atau lebih. Sehingga semakin lama waktu
pengambalian modal pinjaman semakin tinggi bunga yang diberikan. Bunga 24%
tersebut terdiri dari 15,27 persen digunakan untuk biaya operasional, 7,21 persen
untuk cost of money dan 1,52 persen sebagai keuntungan (Gambar 19). Biaya
opersional terdiri dari biaya gaji karyawan, listrik, air,transportasi dan sewa
kantor, sedangkan cost of money seperti resiko, time of money. Pembagian bunga
keuntungan yang sebesar 1,52 persen dilakukan pada akhir tahun, dimana 20
persen dari keuntungan diberikan kepada pihak Bank Bukopin dan 80 persen
keuntungan kepada pihak LEPP-M3. Keuntungan yang diberikan kepada pihak
koperasi akan diberikan kepada peserta (petambak) yang meminjam dengan cara
pemberian tunai maupun dimasukkan dalam rekening tabungan peserta.

Bunga 24% pertahun

Bunga 7,21% Bunga 1,52% Bunga 15,27%

Cost of Money Keuntungan Biaya


(COM) operasioanal

20% dari keuntungan untuk 80% dari keuntungan untuk


Bank Bukopin koperasi LEPP-M3

Gambar 19. Kebijakan Penetapan Bunga Pinjaman oleh Swamitra Mina


Sumber : Swamitra, 2006 (diolah)
Jenis udang yang digunakan oleh petambak PEMP dan non-PEMP sama
yaitu udang windu (Penaeus monodon). Dengan luas lahannya beraneka ragam
mulai dari <1ha, 1ha, dan >1ha. Luas lahan yang digunakan oleh petambak PEMP
kebanyakan adalah 1 ha (71,43%). Berdasarkan grafik jumlah tebar benur
(Gambar 2), petambak sebelum dan sesudah PEMP menebarkan benur udang
<10.000 ekor/siklus dengan persentase sebesar 42,86% dan >10.000 ekor/siklus
dengan persentase sebesar 57,14%. Tidak berbeda jauh dengan petambak PEMP,
petambak non-PEMP pun menebarkan benur >10.000 ekor/siklus dengan
presentase sebesar 51,35% dan ada juga yang menebar <10.000 ekor/siklus
dengan persentase sebesar 48,35%. Petambak sebelum dan sesudah PEMP
kebanyakan menebar benur >10.000 ekor/siklus. Namun yang paling
membedakan diantaranya adalah perbedaan frekuensi penebaran benur per
tahunnya. Petambak sesudah PEMP melakukan frekuensi penebaran sebanyak 3
kali siklus produksi/tahun sedangkan petambak sebelum menerima dana PEMP
hanya melakukan penebaran 1 siklus pertahunnya. Hal ini dikarenakan petambak
yang sudah menerima dana PEMP memiliki modal pinjaman dari PEMP yang
dikelola oleh koperasi perikanan. Sedangkan petambak sebelum menerima dana
PEMP dan petambak non-PEMP tidak memiliki modal yang memadai sehingga
mereka hanya melakukan produksi satu siklus/tahun.
Gambar 3 menunjukan persentase ukuran benur yang digunakan baik oleh
petambak sebelum dan sesudah PEMP ataupun petambak non-PEMP. Petambak
sebelum PEMP 100% menggunakan benur berukuran PL<20 dan sesudah PEMP
100% menggunakan benur berukuran PL>20. Sedangkan petambak non-PEMP
menggunakan 58,11% benur berukuran PL>20 dan 41,9% benur berukuran
PL<20. Hal ini menunjukkan bahwa petambak yang mendapat dana pinjaman dari
PEMP memiliki modal yang lebih banyak untuk membeli benur yang ukurannya
lebih besar dibanding dengan petambak sebelum menerima dana PEMP dan
petambak yang tidak mendapat pinjaman. Penggunaan benur yang ukurannya
lebih besar akan lebih menguntungkan, karena benur yang lebih besar memiliki
tingkat ketahanan tubuh yang lebih tinggi dibandingkan benur yang lebih kecil.
Gambar 4 menunjukkan bahwa benur yang digunakan berasal dari
beberapa tempat yang berbeda, yaitu dari pedagang keliling, hatchery, gelondong
dan takalar. Pedagang keliling adalah pedagang yang datang langsung
menawarkan benur ke lokasi tambak (setiap waktu tebar ada). Gelondong adalah
pedagang yang sudah memelihara benih yang dibeli dari hatceri di tambak
berukuran 2x3 m2/petak (untuk tujuan adaptasi), hingga ukuran tertentu yang
kemudian dijual kembali kepada petambak. Sedangkan Takalar adalah sebuah
tempat pembenihan dalam skala kecil yang dilakukan secara tradisional di daerah
Takalar. Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa petambak sesudah PEMP (2005-
2007) lebih banyak menggunakan benih yang dibeli dari pedagang keliling yaitu
sebesar 57,14%, selebihnya yaitu sebesar 14,29% berasal dari hatchery, 14,29%
dari gelondong dan 14,29% dari takalar. Hal ini sangat berbeda dengan petambak
sebelum PEMP (>2005) dan petambak non-PEMP yang lebih banyak
menggunakan benih dari gelondong sebesar 51,35%, dari pedagang keliling
sebesar 21,62%, dari hatceri sebesar 5,41% dan dari takalar 21,62%.
Petambak sesudah PEMP (2005-2007) lebih memilih membeli benih dari
pedagang keliling karena harga yang ditawarkan oleh pedagang lain relatif lebih
murah dibanding gelondong. Harga benur gelondong lebih mahal karena
pedagang gelondong mengeluarkan biaya untuk memelihara benur hingga ukuran
tertentu. Namun demikian kualitas benih yang dihasilkan oleh pedagang ini relatif
lebih baik karena telah diadaptasikan dengan lingkungan di Pangkajene. Selain
harga yang relatif mahal, pedagang gelondong umumnya hanya berproduksi
sesuai dengan masa tanam petambak pada umumnya yang hanya 1 siklus per
tahun. Hal ini menyebabkan petambak sesudah PEMP cenderung menggunakan
benur dari pedagang keliling yang dapat menyediakan benur pada saat diperlukan
(tidak tergantung masa tanam). Karena mereka menebar lebih dari 1 kali dalam
setahun. Sedangkan petambak sebelum PEMP dan non-PEMP lebih memilih asal
benur dari gelondong karena memiliki kualitas yang lebih baik dimana benurnya
telah diadaptasikan dengan lingkungan di Pangkajene dan masa produksinya
disesuaikan dengan masa tanam petambak umumnya. Karena petambak sebelum
PEMP dan petambak non-PEMP umumnya melakukan penebaran 1 kali dalam
setahun.
Gambar 5 menunjukan ferekuensi penebaran benur (siklus/tahun).
Petambak sebelum PEMP (2005) melakukan frekuensi penebaran 1 siklus
pertahunnya dan petambak sesudah PEMP (2005-2007) melakukan frekuensi
penebaran 3 siklus/tahun. Sedangkan petambak non-PEMP melakukan frekuensi
penebaran 1 siklus/tahun. Hal ini diduga bahwa dengan adanya bantuan modal
melalui program PEMP, petambak dapat melakukan frekuensi penebaran 3
siklus/tahun.
Gambar 6 menunjukkan bahwa jumlah pakan buatan yang digunakan
petambak PEMP kurang dari 100 kg/siklus sebesar 75% petambak sesudah
PEMP (2005-2007) menggunakan pakan dengan kisaran <100 kg/siklus. Trend
yang sama juga ditunjukkan oleh petambak non-PEMP. Seperti umumnya
petambak tradisional, petambak baik PEMP maupun non-PEMP cenderung
menggunakan sedikit pakan buatan (sistem ekstensif), dan lebih tergantung pada
pakan alami. Namun demikian untuk petambak yang mendapatkan modal PEMP,
petambak yang menggunakan kombinasi pakan buatan-pakan alami lebih besar
(57,14%) dari pada non-PEMP (9,46%). Hal ini dimungkinkan oleh adanya
tambahan modal yang dapat digunakan untuk pembelian pakan (Gambar 7).
Pakan yang digunakan oleh petambak berasal dari berbagai macam
pedagang yaitu pedagang keliling, perusahaan, dan penyalur. Persentase petambak
PEMP dan kontrol yang membeli pakan ke pedagang keliling dengan presentase
yang sama yaitu sebesar 85,71%. Hal ini dikarenakan pakan lebih mudah
didapatkan. Adanya pedagang keliling menguntungkan petambak karena
petambak tidak mengeluarkan biaya transportasi lagi dan pembayaran juga dapat
berangsur setelah panen. Merek pakan berbagai macam yaitu Bintang, Comfeed,
dan Ursal. Sebagian besar petambak PEMP dan kontrol menggunakan Comfeed.
Waktu pemberian pakan (feeding time) beraneka ragam mulai dari1 kali sehari, 2
kali sehari, 3 kali sehari, 1 kali tiga hari, 1 kali/lima belas hari, hingga1 kali
seminggu. Persentase waktu pemberian pakan yang sering digunakan oleh
petambak PEMP adalah 1 kali sehari. Sedangkan waktu pemberian pakan oleh
petambak non-PEMP dilakukan 1 kali sehari, 3 kali sehari, dan 1 kali/lima belas
hari.
Gambar 8 menunjukan ferekuensi penggunaan pakan (siklus/tahun).
Petambak sebelum PEMP (2005) melakukan frekuensi penggunaan pakan 1 siklus
pertahunnya dan petambak sesudah PEMP (2005-2007) melakukan frekuensi
penggunaan pakan 3 siklus/tahun. Sedangkan petambak non-PEMP melakukan
frekuensi penggunaan pakan siklus/tahun. Hal ini diduga bahwa dengan adanya
bantuan modal melalui program PEMP, petambak dapat melakukan frekuensi
penggunaan pakan >1 siklus/tahun.
Pada umumnya, petambak menggunakan pupuk untuk menumbuhkan
pakan alami di tambak. Pupuk dapat berasal dari bahan organik maupun bahan
anorganik. Pupuk organik berupa pupuk kompos ataupun pupuk kandang,
sedangkan pupuk anorganik dapat berupa urea ataupun Tripel Susperfosfat (TSP).
Selain pemupukan, keberadaan sinar matahari juga harus diperhatikan, sebab sinar
matahri dapat mempengaruhi pertumbuhan plankton. Petambak sebelum dan
sesudah PEMP menggunakan jenis pupuk urea, TSP,dan SP36. Sedangkan
petambak non-PEMP menggunakan pupuk urea, TSP, organik, SP36 (Sulfida
Phospat), dan poska (Phospat kalium). Petambak sebelum dan sesudah PEMP
kebanyakan menggunakan urea dan TSP sebesar 85,71% dan begitu pula pada
kontrol yang menggunakan pupuk urea dan TSP sebesar 91,89% (Gambar 9).
Berdasarkan hasil wawancara dengan petambak udang, perbedaan perbandingan
jumlah pupuk tergantung dari luasan tambak. Perbandingan pupuk beraneka
ragam bisa dilihat pada Tabel 5.
Sumber air yang digunakan petambak sebelum dan sesudah PEMP adalah
sumber air yang berasal dari laut dan sungai. Sedangkan pada kontrol (non-
PEMP), sumber air yang digunakan berasal dari sumur bor, sungai, dan laut.
Sumber air yang digunakan beraneka ragam tergantung faktor lokasi tambak
(Gambar 10). Kebanyakan petambak sebelum dan sesudah PEMP umumnya lebih
menggunakan sumber air yang berasal dari laut. Hal ini dikarenakan lokasi
tambak dekat dengan laut. Mudahnya akses ke laut menyebabkan petambak
sebelum dan sesudah PEMP cenderung melakukan ganti air lebih sering.
Frekuensi ganti air yang tinggi dapat meningkatkan resiko timbulnya penyakit
terutama penyakit-penyakit virus yang berada diperairan alami. Pergantian air
tersebut diduga karena adanya pasang surut air laut. Tinggi air dalam tambak
berkisar antara 20 sampai >110 cm (Gambar 11). Tinggi air ini beraneka ragam
tergantung dari konstruksi tambak tersebut. Pergantian air dilakukan 1 kali
seminggu, 2 kali seminggu, 3 kali seminggu, dan 1 kali dalam sebulan.
Sarana yang paling umum digunakan oleh petambak PEMP maupun non-
PEMP yaitu pompa air dan rumah jaga (Gambar 12). Pompa pada petambak
sebelum dan sesudah PEMP digunakan untuk memompa air keluar dari tambak
saat terjadi pasang atau jumlah air berlebihan. Sedangkan petambak non-PEMP
pompa tersebut digunakan untuk memompa air dari laut masuk ke dalam tambak.
Hal ini dikarenakan sumber air lokasinya jauh dengan tambak. Rumah jaga yang
digunakan petambak sebelum dan sesudah PEMP dan non-PEMP fungsinya
sama yaitu sebagai tempat pengontrolan air, sebagai tempat pengamanan, dan
peristirahatan.
Berdasarkan grafik hasil produksi (Gambar 13), dapat dilihat bahwa hasil
produksi udang para petambak PEMP sebelum tahun 2005 mengalami
peningkatan sebesar 100%. Hal ini berbeda dengan hasil produksi pada tahun
2005-2007. Hasil produksi udang tahun 2005-2007 para petambak yang
memperoleh dana dari PEMP, tidak mengalami peningkatan. Sedangkan para
petambak yang tidak memperoleh dana PEMP menunjukkan hasil produksi udang
yang beragam, yaitu mengalami peningkatan sebesar 8,11%; penurunan sebesar
79,73% dan yang tidak mengalami peningkatan sebesar 12,16%. Tidak
meningkatnya produksi bahkan terjadi penurunan produksi pada tahun 2005-2007
diduga disebabkan oleh timbulnya penyakit yang macamnya lebih beragam
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penyakit yang timbul diantaranya yaitu
penyakit udang keropos, bintik merah (insang merah); bintik putih (WSSV);
bintik coklat putih pada cangkang; bintik hitam; bintik kuning atau kepala kuning
(Yellow Head Disease); dan MBV (bintik hitam/black spot) (Amran, komunikasi
pribadi). Namun demikian, terdapat petambak non-PEMP yang mengalami
peningkatan hasil produksi sebesar 12,16%. Walaupun timbul penyakit, namun
hal itu tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil produksi karena mereka masih
bisa mendapatkan hasil panen persiklusnya sebesar 300-400kg/siklus. Diduga
karena penggunaan bibit benur yang berbeda.
Menurut Poernomo (1988), faktor lain yang mempengaruhi kegagalan
budidaya udang adalah faktor-faktor yang berada di luar kemampuan petani untuk
mencegah dan mengatasinya (faktor eksternal). Salah satu faktor eksternal yang
berdampak langsung pada keselamatan usaha budidaya perairan, termasuk udang,
adalah program dan pelaksanaan pembangunan nasional yang difokuskan pada
industrialisasi yang akan membawa dampak negatif terhadap kemerosotan mutu
lingkungan. Usaha mencegah kegagalan usaha budidaya udang tidak dapat
dilaksanakan hanya secara bagian per bagian, melainkan harus secara
keseluruhan, baik masalah teknik maupun non teknik, termasuk pengaturan tata
ruang dan pelaksanaan peraturan/undang-undang secara efektif.
Udang dapat hidup, berkembang biak, dan tumbuh normal apabila
kebutuhan biologinya terpenuhi. Kebutuhan dasar biologi udang adalah
lingkungan hidup yang sehat dan gizi yang cukup. Upaya yang dilakukan dalam
budidaya pembesaran udang di tambak adalah mempertahankan mutu lingkungan
budidaya (tambak), memberikan pakan yang bergizi dan menggunakan benur
yang bermutu baik sehingga dapat diperoleh jumlah panen yang efektif.
Berdasarkan grafik hasil panen (Gambar 14), kisaran panen tertinggi yang
diperoleh petambak sebelum menerima dana PEMP sebesar 53,86% dengan
kisaran jumlah panen di atas 250kg/siklus sedangkan petambak penerima dana
PEMP memeperoleh panen tertinggi pada kisaran panen 50-100kg/siklus dengan
persentase 42,86%. Sedangkan non-PEMP hasil panen tertinggi berada pada
kisaran 100-150kg/siklus dengan persentase 44,59% dan kisaran panen terendah
di bawah 50kg/siklus sebesar 6,76%. Diduga faktor yang menyebabkan perbedaan
jumlah panen tersebut yaitu, frekuensi tebar benur, jumlah tebar, ukuran, asal
benur dan adanya penyakit.
Gambar 15 menunjukan frekuensi panen udang (siklus/tahun). Petambak
sebelum PEMP (2005) melakukan frekuensi panen udang 1 siklus pertahunnya
dan petambak sesudah PEMP (2005-2007) melakukan frekuensi panen udang 3
siklus/tahun. Sedangkan petambak non-PEMP melakukan frekuensi panen udang
1 siklus/tahun. Hal ini diduga bahwa dengan adanya bantuan modal melalui
program PEMP, petambak dapat melakukan frekuensi panen udang 3 siklus/tahun.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petambak, penyakit udang sudah
mulai ada sejak lama. Sebelum tahun 2005, penyakit yang sering menyerang
udang yang dikenal para petambak di Kecamatan Pangkajene adalah penyakit
udang keropos. Namun, setelah tahun 2005, jenis penyakit udang menjadi lebih
beragam. Hal ini diduga karena merosotnya mutu lingkungan dan melemahnya
kondisi fisik udang karena stres. Dalam kondisi demikian, jasad penyakit yang
tadinya tidak berbahaya menjadi virulen dan menjadi wabah yang berdampak
fatal. Kejadian tersebut sama dengan yang terjadi di tambak udang di Taiwan dan
Muangthai (Poernomo, 1992). Dengan demikian, mutu lingkungan, pakan, dan
benur merupakan faktor-faktor penting yang berperan dalam usaha
mempertahankan vitalitas udang agar terhindar dari penyakit. Penyakit udang
yang terjadi di Kecamatan Pangkajene dapat dilihat pada (Gambar 16).
Jasad atau organisme penyakit yang berbahaya bagi udang yang
dibudidayakan antara lain virus MBV, IHHNV, dan bakteri Vibrio spp. yang telah
tersebar di seluruh daerah pertambakan dan hatceri di Indonesia sejak tahun 1986
(Lightner, 1996). Penyakit tersebut umumnya muncul sepanjang tahun (tidak ada
trend). Gambar 17 menunjukkan bahwa waktu penyakit muncul yang paling
sering dialami oleh petambak PEMP adalah pada musim penghujan (57,15%).
Sedangkan pada petambak Non-PEMP waktunya seimbang yaitu musim kemarau
50% dan penghujan 50%. Hal ini diduga karena perbedaan frekuensi penebaran
yang tidak beragam.
Uraian di atas menunjukkan bahwa penambahan modal pada petambak
PEMP berpengaruh langsung terhadap kualitas dan kuantitas input produksi
terutama frekuensi tebar benur, peningkatan jumlah tebar, peningkatan ukuran PL,
peningkatan penggunaan pakan, frekuensi penggunaan pakan, dan peningkatan
penggunaan pupuk. Namun, hal ini tidak berdampak kepada produksi meskipun
terjadi peningkatan frekuensi panen. Hal ini dikarenakan terjadinya serangan
penyakit yang lebih beragam dan lebih virulen.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa modal PEMP di
Kecamatan Pangkajene Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan ini tidak
memberikan pengaruh langsung terhadap hasil panen produksi. Namun pemberian
modal ternyata dapat meningkatkan frekuensi penebaran dan penggunaan
beberapa input produksi.
5. 2 Saran
Adapun saran dalam penelitian ini antara lain :
1. Sebaiknya dalam penurunan dana PEMP perlu adanya penyuluh perikanan,
agar dana yang diberikan dapat sesuai dengan target produksi.
2. Sebaiknya pihak pemerintah setempat dapat memberikan solusi untuk
pemberantasan penyakit agar produksi dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, “Monografi Kecamatan Pangkajene”, Inmendagri 23/1989.

Anonim, “Pedoman Teknis Penanggulangan Penyakit Ikan Budidaya Laut”,


Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005.

Anonim,“Cegah Bercak Putih (WSSV) yang Menyerang Udang di Tambak”


Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005.

Amran. 2009. Komunikasi Pribadi.

Amri, K. 2003. Budidaya Udang Windu Secara Intensif. Agromedia pustaka.


Jakarta.

Dahuri, R. 2006. Masih Jauh dari Kondisi Ideal. Tabloid Layar Edisi 03 Bulan
Januari. PT Senatama Multimedia. Jakarta.

DKP. 2001. Pedoman Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir


(PEMP). Dinas Perikanan Kabupaten Batang.

........ 2003. Sekilas Tentang Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir : Program


PEMP adalah salah satu upaya Mereduksi Penyebab Internal dari
Problematik Ketidakberdayaan Masyarakat Pesisir. http://www.dkp.go.id.

........ 2004. Pedoman Umum PEMP 2004.

DKP. 2005. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Laporan-akhir


PEMP DKP Pangkep.

DKP. 2008. Produksi Udang Nasional. http:// www.dkp.go.id/ index.php/ ind/


news/ 242/ dkp-pacu-produksi-udang-nasional [30 November 2009].

FAO, 2009. The State of World Fisheries and Aquaculture. FAO Fisheries and
Aquaculture Department.

Flegel, T.W and D. F. Fegan, 1995. Enviromental Control of Infectious Shrimp


Diseases in Thailand. In Diseases in Asian Aquaculture II. P: 65-68

Kantor Informasi dan Komunikasi Kabupaten Pangkep. 2007. Selayang Pandang


Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Makasar.

Khairinmizwar. 2008. Hama dan Penyakit pada Udang Windu. http://


khairimizwar5146142.blogspot.com/ 2008/ 05/ hama-dan-penyakit-pada-
udang- windu.html [15 November 2009]

Kusnandar, E dan Sujiarno. 1984. Budidaya Bandeng dan Udang di Tambak.


Direktorat Jendral Perikanan. Departemen Pertanian Jakarta.
Laver, J. 2010. Shrimp Market Report.
http://www.globefish.org/dynamisk.php4?id=4795 [2 Maret 2009].

Lightner, D.V.1996. A Handbook of Shrimp Patology and Diagnostic Prosedurs


For Diseases of Culture Penaeid Shrimp in Asia. Word Aquaculture Society.
Baton Rounge, LA. USA. 350 p.

Mujiman, A dan Suyanto, R.S. 1989. Budidaya Udang Windu. Edisi V. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Poernomo. 1992. Jurnal Penelitian Pertanian. http:// www.tanindo.com/


abdi7/hal4003.htm [30 November 2009].

Satria, A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta : PT Pustaka


Cisendo.

Suhana, 2009. Laporan Perkembangan Ekonomi Perikanan Indonesia Triwulan I.


Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Koesioner Penelitian

Nama Bapak :
Nama Desa :
Bagaimana hasil panen udang bapak (NON PEMP)?
1. Menurun
2. Meningkat
3. Sangat Meningkat
4. Lain-Lain :
Benur
a. Asal benur yang bapak gunakan dari mana?
A. Balai Penelitian B. Pedagang C. Hatchery D. Lainnya:
b. PL berapa benur yang bapak tebar ke tambak?
c. Berapa jumlah benur yang bapak tebar di tambak?
d. Jenis benur yang bapak gunakan ? A. Vaname B. Windu C. Galah
Pakan
e. Sebutkan jenis pakan yang bapak gunakan? A. Alami B. Buatan
f. Pakan yang bapak gunakan berasal darimana? A. Pedagang B. Penyalur C.
Lainnya:
g. Apa merek dagang pakan yang bapak gunakan?
h. Berapa jumlah pakan yang bapak gunakan sampai masa pemanenan?
i. Pemberian pakan dilakukan berapa kali sehari?
A. 1-2 kali/hari B. 2-3 kali/hari C. 3-6kali/hari
Air
j. Sumber air yang digunakan bapak untuk budidaya udang di tambak bapak
berasal dari mana? A. PDAM B. SUMUR C. LAUT D. SUNGAI E.
LAINNYA:
k. Dalam pengelolaan air di tambak bapak, apakah ada treatment khusus yang
digunakan. Kalau ada, sebutkan?
l. Apakah bapak melakukan uji kualitas air? A. ya B. tidak
m. Parameter kualitas air yang diukur oleh bapak, apakah ada dbawah ini?
A. Suhu B. DO C Salinitas D. PH E. Amoniak F. Lainnya:
Sarana dan Prasarana produksi
n. Sebelum masa pemeliharaan udang di tambak bapak, apakah menggunakan
pupuk atau tidak. Kalau iya, sebutkan jenis dan ukurannya ?

o. Berapa jumlah pupuk yang digunakan bapak dalam satu siklus


pemeliharaan?
p. Apa merek dagang pupuk yang bapak gunakan?
q. Dalam masa pemeliharaan udang di tambak bapak, apakah sering
ditemukan penyakit. Kalau iya, sebutkan jenisnya?
r. Jenis obat yang digunakan dalam menangani penyakit di tambak bapak.
Sebutkan?
q. Berapa jumlah obat yang diberikan oleh Bapak?
r. Sebutkan sarana yang mendukung produksi bapak?
s. Sebutkan prasarana yang mendukung poduksi udang bapak?
Nama Bapak :
Nama Desa :
Bagaimana hasil panen udang bapak sebelum PEMP?
1. Menurun
2. Meningkat
3. Sangat Meningkat
4. Lain-Lain :
Benur
a. Asal benur yang bapak gunakan dari mana? A. Balai Penelitian B.
Pedagang C. Hatchery
b. PL berapa benur yang bapak tebar ke tambak?
c. Berapa jumlah benur yang bapak tebar di tambak?
d. Jenis benur yang bapak gunakan? A. Vaname B. Windu C. Galah
Pakan
e. Sebutkan jenis pakan yang bapak gunakan? A. Alami B. Buatan
f. Pakan yang bapak gunakan berasal darimana? A. Pedagang B. Penyalur
C.Lainnya:
g. Apa merek dagang pakan yang bapak gunakan?
h. Berapa jumlah pakan yang bapak gunakan sampai masa pemanenan?
i. Pemberian pakan dilakukan berapa kali sehari?
A. 1-2 kali/hari B. 2-3 kali/hari C. 3-6kali/hari
Air
j. Sumber air yang digunakan bapak untuk budidaya udang di tambak bapak
berasal dari mana? A. PDAM B. SUMUR C. LAUT D. SUNGAI E.
LAINNYA:
k. Dalam pengelolaan air di tambak bapak, apakah ada treatment khusus
yang digunakan. Kalau ada, sebutkan?
l. Apakah bapak melakukan uji kualitas air? A. ya B. tidak
m. Parameter kualitas air yang diukur oleh bapak, apakah ada dibawah ini?
A. Suhu B. DO C Salinitas D. PH E. Amoniak F. Lainnya:
Sarana dan Prasarana produksi
n. Sebelum masa pemeliharaan udang di tambak bapak, apakah
menggunakan pupuk atau tidak. Kalau iya, sebutkan jenis dan ukurannya ?

o. Berapa jumlah pupuk yang digunakan bapak dalam satu siklus


pemeliharaan?
p. Apa merek dagang pupuk yang bapak gunakan?
q. Dalam masa pemeliharaan udang di tambak bapak, apakah sering
ditemukan penyakit. Kalau iya, sebutkan jenisnya?
r. Jenis obat yang digunakan dalam menangani penyakit di tambak bapak.
Sebutkan?
q. Berapa jumlah obat yang diberikan oleh Bapak?
r. Sebutkan sarana yang mendukung produksi bapak?
s. Sebutkan prasarana yang mendukung poduksi udang bapak?
Nama Bapak :
Nama Desa :
Bagaimana hasil panen udang bapak sesudah PEMP?
1. Menurun
2. Meningkat
3. Sangat Meningkat
4. Lain-Lain :
Benur
a. Asal benur yang bapak gunakan dari mana? A. Balai Penelitian B.
Pedagang C. Hatchery
b. PL berapa benur yang bapak tebar ke tambak?
c. Berapa jumlah benur yang bapak tebar di tambak?
d. Jenis benur yang bapak gunakan? A. Vaname B. Windu C. Galah
Pakan
e. Sebutkan jenis pakan yang bapak gunakan? A. Alami B. Buatan
f. Pakan yang bapak gunakan berasal darimana? A. Pedagang B. Penyalur
C. Lainnya:
g. Apa merek dagang pakan yang bapak gunakan?
h. Berapa jumlah pakan yang bapak gunakan sampai masa pemanenan?
i. Pemberian pakan dilakukan berapa kali sehari?
A. 1-2 kali/hari B. 2-3 kali/hari C. 3-6kali/hari
Air
j. Sumber air yang digunakan bapak untuk budidaya udang di tambak bapak
berasal dari mana? A. PDAM B. SUMUR C. LAUT D. SUNGAI E.
LAINNYA:
k. Dalam pengelolaan air di tambak bapak, apakah ada treatment khusus
yang digunakan. Kalau ada, sebutkan?
l. Apakah bapak melakukan uji kualitas air? A. ya B. tidak
m. Sebutkan parameter kualitas air yang diukur oleh bapak, apakah ada
dibawah ini?
A. Suhu B. DO C Salinitas D. PH E. Amoniak F. Lainnya:
Sarana dan Prasarana produksi
n. Sebelum masa pemeliharaan udang di tambak bapak, apakah
menggunakan pupuk atau tidak. Kalau iya, sebutkan jenis dan ukurannya ?

o. Berapa jumlah pupuk yang digunakan bapak dalam satu siklus


pemeliharaan?
p. Apa merek dagang pupuk yang bapak gunakan?
q. Dalam masa pemeliharaan udang di tambak bapak, apakah sering
ditemukan penyakit. Kalau iya, sebutkan jenisnya?
r. Jenis obat yang digunakan dalam menangani penyakit di tambak bapak.
Sebutkan?
q. Berapa jumlah obat yang diberikan oleh Bapak?
r. Sebutkan sarana yang mendukung produksi bapak?
s. Sebutkan prasarana yang mendukung poduksi udang bapak?
Lampiran 2. Data Hasil Penelitian Penerima Dana PEMP dan non-PEMP

Parameter sebelum PEMP (<2005) sesudah PEMP (2005-2007) NON PEMP


Produksi
Hasil panen
Tidak ada peningkatan 0,00 100 12,16
Menurun 0,00 0,00 79,73
Meningkat 100 0,00 8,11
Kisaran panen (kg/1ha)
<50kg/siklus 0,00 0,00 6,76
50-100kg/siklus 14,29 42,86 39,19
100-150kg/siklus 14,29 14,29 44,59
150-200kg/siklus 14,29 14,29 9,46
200-250kg/siklus 14,29 28,57 0,00
>250kg/siklus 42,86 0,00 0,00
Frekuensi panen
1 siklus/tahun 100 0,00 100
3 siklus/tahun 0,00 100,00 0,00
BENUR
Asal
Pedagang 21,62 57,14 21,62
Hatchery 5,41 14,29 5,41
Gelondong 51,35 14,29 51,35
Takalar 21,62 14,29 21,62
Ukuran Benur
<PL20 100,00 0,00 41,90
>PL20 0,00 100,00 58,11
Jumlah tebar (ekor/1ha)
< 7500 (ekor/siklus) 0,00 0,00 6,76
7500 -10000 (ekor/siklus) 0,00 42,86 43,66
10000 -15000
100 57,14 29,73
(ekor/siklus)
> 15000 (ekor/siklus) 0,00 100,00 21,62
Frekuensi penebaran
1xpenebaran/siklus 100 0,00 100
3xpenebaran/siklus 0,00 100,00 0,00
PAKAN
Jenis pakan
Alami 42,86 42,86 90,54
Alami & Buatan 57,14 57,14 9,46
Jumlah pakan (kg/1ha)
<100kg/ha 75,00 75,00 71,44
>100kg/ha 25,00 25,00 28,58
Lanjutan Lampiran 2
Parameter sebelum PEMP (<2005) sesudah PEMP (2005-2007) NON PEMP
Frekuensi penggunaan
pakan
1x penggunaan
100 0,00 100
pakan /siklus
3x penggunaan
0,00 100,00 0,00
pakan /siklus
AIR
Sumber air
sungai 28,57 28,57 85,14
laut 71,43 71,43 12,16
bor 0,00 0,00 2,7
Tinggi Air
20-50 cm 71,43 71,43 37,84
50-80 cm 14,29 14,29 25,68
80-110 cm 14,29 14,29 20,27
>110 cm 0,00 0,00 16,22
Input Produksi
Jenis pupuk
urea & poska 0,00 0,00 1,35
urea & SP36 14,29 14,29 5,41
urea & TSP 85,71 85,71 91,89
1,35
0rganik & TSP 0,00 0,00
Jenis penyakit
Bintik Merah (insang
0,00 0,00 30,14
merah)
Bintik Putih (WSSV) 0,00 71,43 27,40
Bintik Coklat putih pada
0,00 0,00 13,70
cangkang
Bintik Hitam 0,00 0,00 1,37
Bintik Kuning atau
Kepala Kuning (Yellow 0,00 14,29 10,95
Head Disease)
Blooming 0,00 14,29 10,96
MBV (Bintik
0,00 0,00 5,48
Hitam/Black Spot)
Udang keropos 100 0,00 0,00
Waktu Penyakit
musim kemarau 42,86 42,86 50,00
musim penghujan 57,15 57,15 50,00
Pendukung
Pompa 14,29 14,29 16,22
Rumah jaga 42,86 42,86 57,75
Rumah jaga & Pompa 0,00 0,00 0,00
Tanpa Pompa & Rumah
42,86 42,86 28,38
Jaga
Lampiran 3. Nama Petambak Penerima Dana PEMP dan non-PEMP

 Petambak Penerima Dana PEMP

No. Nama Asal Desa


1 Abdul syukur Bonto Perak
2 Mustafa Gani Bonto Perak
3 H.M razwan Bonto Perak
4 Muhajir Bonto Perak
5 Nursida Anrong Appakka
6 H.Hasan M. Anrong Appakka
7 Abdul Kadir Sibatua
Lanjutan Lampiran 3.
 Petambak Yang Tidak Menerima Dana PEMP (non-PEMP) Berdasarkan
Asal Desa
No. Asal Desa
Bonto Perak Anrong Appakka Sibatua
1 Bachtiar Dr.haruddin Moh. Alwi
2 Ibrohim Abdul Aziz Muchlis
3 H.Ahmad M Basir Amirullah
4 Hamzah Zaelani H. Muchtar
5 Sawir M. Arsyaf Mido
6 Moh.Amin H. Habasyah H. Ambo
7 H.Kadir H. Syamsudin Moh Sawir
8 H.Taha Jufri H. Sahibe
9 H.Moh.Saleh Abdul Zabr Sehu
10 H.Yundu H.Abdillah Moh ilyas
11 H.Abdulrahman Fatahuddin H. Sahe
12 Mustari H. Mahmud Aripuddin
13 Syawir M.Syata Irwan
14 H.Amiruddin H.Abdullah Ilham jamil
15 Zaenal Abdin Basyir Haruna
16 Ramli Jamaluddin Syamsudn
17 H.Saleh Abdul Salam Asoridwan
18 Abdul Kadr Marullah Abdul Kadir
19 Adam Karim H. Saleng Moh. Ilyas
20 H.Umar Husain Abdul Kadir M
21 Zahir H. Abdul Ghafar H. Bibong
22 Syamsul H. Moh Tohir H. Musa
23 Tettamalo H. Moh Hamid H. Amiruddin
24 Syamsul HM Jamaluddn
25 Abdul Latif SE H. Kadir
26 Bachtiar Naba
27 Dr. Haruddin
28 Abdul Aziz
29 M Basir
30 Zaelani
31 M. Arsyaf
32 H. Habasyah
33 H. Syamsudin
34 Jufri
35 Abdul Zabr
36 H.Abdillah
37 Fatahuddin
38 H.Mahmud
39 M.Syata
Lanjutan Lampiran 3.

No. Asal Desa


Bonto Perak Anrong Appakka Sibatua
40 H.Abdullah
41 Basyir
42 Jamaluddin
43 Abdul Salam
44 Marullah
45 H. Saleng
46 Husain
47 H.Abdul Ghafar
48 H.Moh Tohir
49 H. Moh Hamid
50 Jamaluddn
51 H. Kadir

Anda mungkin juga menyukai