Anda di halaman 1dari 8

KARAKTERISASI BENTUK BUKAAN PADA MASJID SULTAN TERNATE

YANG RESPON TERHADAP KENYAMANAN TERMAL

Mustamin Rahim1), Firdawaty Marasabessy1)


1)
Dosen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Khairun

ABSTRAK
Kenyamanan termal pada bangunan masjid sangat dibutuhkan, terutama pada saat pelaksanaan
sholat berjamaah. Hal ini karena pada saat itu terjadi akumulasi panas dan kelembapan udara yang
akhirnya membuat ruangan menjadi tidak nyaman. Untuk memperbaiki kondisi yang demikian, maka
diterapkan sistem ventilasi alami dengan membuat bukaan sebesar-besarnya agar udara dapat
mengalir dengan lancar. Pada penelitian ini dipilih masjid Sultan Ternate dengan morfologi bentuk
masjid yang memiliki bukaan-bukaan baik pada dinding dan atap yang dapat respon terhadap iklim
torpis. Kenyamanan termal pada bangunan masjid tersebut dapat dirasakan oleh pengguna masjid
ketika berada di dalam ruang sholat. Tujuan penelitian adalah identifikasi karakteristik bukaan-
bukaan pada masjid dengan menganalisis orientasi inlet dan outlet, dimensi bukaan, rasio bukaan,
dan pengarah bukaan yang dapat menunjang kenyaman termal dalam bangunan.

Keyword: Kenyamanan termal, sistem bukaan, masjid Sultan Ternate.

PENDAHULUAN
Iklim tropis lembab di Indonesia secara signifikan berpengaruh terhadap kenyamanan
termal pada bangunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal antara lain
radiasi matahari (temperatur), gerakan udara dan kelembaban serta tingkat kebersihan udara.
Untuk mengendalikan laju peningkatan temperatur harus memperhatikan durasi penyinaran
matahari, intensitas penyinaran matahari, dan sudut jatuh sinar matahari (Satwiko, 2004).
Selain itu juga pergerakan udara juga sangat membantu dalam mengendalikan temperatur
yang ada. Ini adalah satu set parameter, yang terutama disebabkan oleh interaksi bangunan
dan lingkungan (Younsi dan Karrat, 2016).
Pada bangunan masjid khususnya masjid-masjid tua, kenyamanan termal diciptakan
dengan menggunakan sistem penghawaan alami. Salah satu contoh adalah Masjid Sultan
Ternate. Masjid ini dikenal juga dengan nama Masjid Sigi Lamo didirikan pada tahun 1679
berfungsi sebagai tempat ibadah yang digunakan oleh Sultan dan para pemangku Adat (Bobato)
dalam melakukan shalat berjamaah. Sistem penghawaan alami pada masjid Sultan Ternate
memanfaatkan bukaan-bukaan pada dinding maupun pada atap masjid. Sistem penghawaan
alami merupakan strategi untuk mencapai kualitas udara di dalam ruang yang merupakan
dasar (based on) untuk menyuplai udara segar dalam ruang dan untuk meminimalkan
(dillution) konsentrasi polusi dalam ruang. Jumlah bukaan ventilasi diperlukan untuk
menjaga kualitas udara yang tergantung dari kondisi alam dan dominasi sumber polusi pada
ruang tersebut (Allard, 1998).
Bentuk bukaan pada masjid Sultan Ternate memiliki ciri yang khas. Pada setiap sisi
dinding bangunan terdapat bukaa-bukaan yakni jendela dan ventilasi dengan ukuran dan
bentuk yang beragam yakni ventilasi berbentuk setengah lingkaran dan jendela berbentuk
persegi panjang yang membentang secara horizontal. Selain itu terdapat bukaan pada bagian
atap, dimana atap masjid bersusun dan antara susunan terdapat ventilasi. Bukaan tersebut
sebagai selubung bangunan yang mengalirkan udara maupun cahaya untuk sampai ke
bangunan. Ruang sholat terasa begitu sejuk dengan pola aliran yang menembus bukaan-
bukaan tersebut, serta kualitas cahaya cukup pada interior bangunan.
Tujuan penelitian adalah identifikasi karakteristik bukaan-bukaan pada dinding
maupun atap masjid dengan menganalisis orientasi inlet dan outlet, tipe bukaan, dimensi
bukaan, rasio bukaan, dan pengarah bukaan yang dapat menunjang kenyamanan termal pada
bangunan masjid.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian dilakukan dengan pengumpulan data melalui tahap heuristik,
merupakan tahap awal untuk melacak sumber yang berhubungan dengan masalah yang
dikaji, baik sumber sekunder maupun sumber primer. Survei sekunder dilakukan dengan
cara mencari data-data yang telah tersedia dilembaga atau instansi terkait, perpustakaan serta
data-data penelitian yang terkait, survei primer dengan cara wawancara dan observasi
lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Menurut catatan sejarah Masjid Sigi Lamo dibangun pada tahun 1679 setelah
dibangunnya Kedaton Kesultanan pada 1673. Sultan Ternate yang membangun kedua
bangunan khas tersebut adalah Sibori Amsterdam, putra sulung Sultan Mandarsyah. Pada
1705, terjadi kebakaran besar yang menghanguskan seluruh bangunan Sigi Lamo. Sultan
Said Fathullah (Putra kelima Mandarsyah) kembali membangun Sigi Lamo. Sultan Said
kembali menggunakan bahan dari kayu dan tetap mempertahankan desain arsitektur
sebelumnya yang atapnya terdiri dari tiga tumpang (Sunarjo, et al 1993).
Tipologi bangunan Masjid Kesultanan Ternate terdiri dari bentuk atap, dinding,
tangga, dan lantai. Pada awal berdirinya masih mengunakan atap rumbia kemudian diganti
pada tahun 1983 dengan mengunakan atap seng (Ridwan, 2002). Atap masjid terdiri dari 7
susun yang melambangkan 7 lapisan langit. Bentuk atap menjadi ciri khas masjid Sultan
Ternate dengan memadukan unsur-unsur tradisional.
Material dinding masjid awalnya berasal dari kapur (kalero) dengan campuran air
ditambah putih telur dan getah kayu lubiri, pasir. Kemudian mengalami perubahan pada
plesteran dinding yang menggunakan semen (Gunawan, 2002). Dinding, memiliki ketebalan
50 cm, dan tinggi 6 m. Setiap sisi dinding bangunan terdapat bukaan-bukaan yakni, pintu,
jendela dan ventilasi dengan ukuran dan bentuk yang beragam.
Tangga pertama dari pintu gerbang utama (falajawa) menuju teras terdiri dari 3 buah
anak tangga.Kemudian melewati bordes terdapat 7 buah anak tangga hingga masuk ke teras,
selanjutnya dari teras menuju ke dalam ruang shalat mesjid terdapat 1 anak tangga. Material
lantai masjid Sultan menggunakan ubin berbentuk tegel dari cina kemudian diganti dengan
tegel marmer sampai sekarang. Ubin yang dulu digunakan didalam masjid, sekarang
dipasang luar mesjid.
a. Tampak Depan Masjid Sultan b. Ruang Sholat Masjid Sultan
Ternate

e. Tangga menuju Masjid Sultan d. Konstruksi lantai c. Teras Masjid


Gambar 1. Masjid Sultan Ternate Sultan

Perletakan dan Orientasi Bukaan


Perbedaan orientasi inlet terhadap arah datang angin menyebabkan perbedaan arah
pergerakan udara. Perletakan dan oreientasi bukaan inlet terletak pada zona bertekanan
positif dan bukaan outlet terletak pada zona bertekanan negatif bertujuan untuk
mengoptimalkan pergerakan udara dalam bangunan. Perletakan dan orientasi bukaan inlet
tidak hanya mempengaruhi kecepatan udara, tetapi juga pola aliran udara dalam ruangan,
sedangkan lokasi outlet hanya memiliki pengaruh kecil dalam kecepatan dan pola aliran
udara.
Angin bergerak langsung menuju sisi Timur masjid dan melewati bangunan melalui
sisi Utara dan Selatan. Orientasi inlet yang dominan menghadap ke arah Timur tegak lurus
terhadap arah angin yang datang pada bangunan. Angin yang masuk melewati inlet dengan
orientasi ke Timur dapat masuk cukup optimal karena pengarah bukaan menghadap Timur-
Barat.
Inlet
Outlet

Gambar 2. Perletakan dan Orientasi Bukaan

Perletakan bukaan yang berada di sisi berlawanan dengan elevasi berbeda, akan
menciptakan pola aliran udara yang bergerak dari inlet ke outlet. Orientasi inlet yang
mengarah ke potensi arah datang angin akan mempengaruhi kecepatan udara untuk
mencapai kenyamanan termal di dalam masjid.

Lokasi Bukaan
Bukaan berfungsi untuk mengalirkan udara ke dalam ruangan dan mengurangi
kelembaban ruangan. Salah satu syarat untuk bukaan yang baik yaitu harus terjadi cross
ventilation. Dengan memberikan bukaan pada kedua sisi ruangan maka akan memberi
peluang supaya udara dapat mengalir masuk dan keluar.

Gambar 3. Lokasi Bukaan Pada Ruang


Sholat
Lubang ventilasi yang berfungsi untuk memasukkan udara (inlet) sebaiknya
ditempatkan dengan ketinggian manusia beraktifitas. Sementara lubang ventilasi yang
berfungsi mengeluarkan udara (outlet) sebaiknya diletakkan sedikit lebih tinggi (di atas
ketinggian aktivitas manusia) agar udara panas dapat dikeluarkan dengan mudah tanpa
tercampur lagi dengan udara segar yang masuk melalui inlet. Ketinggian aktivitas manusia
di dalam ruangan adalah lebih kurang 60-80 cm (aktivitas sholat) dan 100-160 cm (aktivitas
berdiri). Pada bukaan melalui bukaan pintu pada sisi Timur menuju ke jendela dan ventilasi
ke sisi Barat melalui batas ketinggian aktivitas manusia pada waktu sholat.
Atap dengan bukaan atau yang disebut ventilasi atap dapat berfungsi sebagai inlet dan
outlet, yang dapat mendukung pergerakan dan pertukaran udara dalam ruangan. Hal ini
menyebabkan proses pendinginan berlangsung di dalam ruang masjid.

Dimensi Bukaan
Makin besar dimensi inlet, laju udara (air flow) dan pergantian udara (air change)
makin tinggi. Luas minimal suatu bukaan untuk megalirkan udara masuk (inlet) pada suatu
ruang beradasarkan luas dinding suatu fasad adalah 40%-80% dari luas dinding, sedangkan
berdasarkan luas ruang maka luas minimal adalah 20% dari luas ruang.
Pada bangunan masjid terdapat 4 tipe bukaan, yaitu pintu, jendela, ventilasi pada
dinding dan ventilasi atap. Luas ruang masjid adalah 484 m2 dan luas dindingnya 132 m2.
Tabel 1. Dimensi Bukaan Masjid Sultan
Kode Tipe Luas Bukaan
Tipe Bukaan Jumlah Bukaan Dimensi Bukaan
Bukan (m2)
P1 Pintu Utama 1 L = 2m; T= 2,5m 5
P2 Pintu samping 2 L=1,6m; T= 2,5m 8
J1 Jendela 6 L=3,4m; T=1,3m 26,52
V1 Ventilasi Atap 4 susun atap L= 18-10m T=0,3m 48
terdapat pada 4
sisi bangunan
V2 Ventilasi Dinding 16 L=1.90m; r=0.95 22,72
Jumlah Luas Bukaan 110,24

a. Dimensi Jendela (J1) dan b. Dimensi Pintu Samping (P2)


Ventilasi Dinding (V2)
c. Dimensi Pintu Utama (P1) d. Ventilasi Atap (V1)
Gambar 4. Dimensi Bukaan Pada Masjid Sultan

Berdasarkan perhitungan luas bukaan inlet dan outlet pada bangunan masjid maka
didapatkan jumlah luas bukaan adalah 110,24 m2. Bila diketahui luas ruang 484 m2 maka
optimal dimensi bukaan harus 20% dari total luas ruang yaitu 96,8 m2. Dengan melihat
perbandingan luas bukaan pada masjid, maka bukaan pada masjid telah memenuhi standar
dimensi bukaan yang ditetapkan.

Rasio Bukaan
Rasio luas bukaan akan mempengaruhi kecepatan udara yang masuk ke dalam ruang.
Bila rasio perbandingan inlet dan outlet diatas 1:1 maka udara di dalam bangunan akan
mengalami peningkatan kecepatan gerak udara sehingga akan mendukung tercapainya
kenyamanan termal dalam bangunan.
Dari hasil pengukuran bukaan inlet dan outlet di ruang masjid didapatkan
perbandingan rasio peningkatan kecepatan udara, dimana luas outlet 54,11 m2 dan luas inlet
56,13 m2. Rasio peningkatan kecepatan aliran udara adalah 1,037, sehingga terjadi
peningkatan udara 10,5% yang mampu menghasilkan aliran udara yang optimal dalam
mencapai tingkat kenyamanan termal.

Tipe Bukaan
Untuk menciptakan kondisi nyaman termal, maka perlu diperhatikan tipe inlet.
Pertama, tipe inlet harus dapat mengarahkan gerak udara dalam ruang semerata mungkin.
Kedua, tipe inlet harus optimal dalam mendukung laju udara (air flow) dan pergantian udara
dalam ruang. Ketiga, tipe inlet harus fleksibel untuk dibuka-tutup tergantung kebutuhan.
Tipe inlet yang berbeda akan memberi sudut pengarah yang berbeda dalam menentukan arah
gerak udara dalam ruang, serta efektifitas berbeda dalam mengalirkan udara masuk/keluar
ruang.
b. Pintu Utama (P1) a. Pintu Samping (P2) c. Ventilasi Atap (V1)

d. Ventilasi Dinding (V2) e. Jendela (J1)


Gambar 5. Tipe Bukaan Pada Masjid Sultan

Pada tipe bukaan double swing door pada Pintu Utama (P1) (gambar a) cukup efektif
mengalirkaan udara 90% masuk ke ruang masjid ketika pintu dibuka. Tipe double swing
door pada Pintu Samping (P2) (gambar b) dengan memanfaatkan Jalousie pada panel pintu
efektif mengalirkan udara 15% ketika pintu ditutup, dan 90% udara dapat masuk ke ruang
masjid ketika pintu dibuka. Ventilasi Atap (V1) (gambar c) mengalirkan udara panas melalui
selubung pada atap sehingga terjadi proses pendinginan dibawahnya. Ventilasi Dinding (V2)
(gambar d) dengan lubang vantilasi mampu mengalirkan udara 90% ke dalam ruang masjid.
Tipe bukaan pada masjid Sultan mampu memberikan kenyamanan termal, karena tipe
bukaan yang digunakan rata-rata 90% dapat memasukan udara dan terjadi proses pendingan
di dalam ruang dengan bantuan ventilasi atap.

Pengarah Bukaan
Pengarah bukaan pada ruang sholat masjid Sultan Ternate bekerja optimal dalam
menciptakan kenyamanan termal, karena aliran udara yang terjadi pada ruangan ini
menghasilkan aliran ke atas sehingga tidak memberikan efek pada pengguna di dalamnya.
Pengarah bukaan berpengaruh terhadap upaya pemanfaatan angin dalam pengkondisan
ruangan. Pengarah pada inlet akan menentukan arah gerak dan pola udara dalam ruang,
sehingga perbedaan bentuk pengarah akan memberikan pola aliran udara yang berbeda-
beda. Penggunaan kanopi pada bukaan inlet akan mengarahkan aliran udara ke atas
dibandingkan bukaan inlet tanpa kanopi.
Gambar 6. Pengarah Bukaan Inlet

KESIMPULAN
Sistem penghawaan alami pada bangunan masjid Sultan Ternate dapat merespon
kenyamanan termal. Hal ini karena angin yang masuk melewati inlet dengan orientasi ke
Timur dapat masuk cukup optimal karena pengarah bukaan menghadap Timur-Barat. Ciri
khas tipe bukaan pada masjid Sultan diantaranya lubang ventilasi setengah lingkaran dan
jendela dengan sistem jalousie vertical mampu memberikan kenyamanan termal, karena tipe
bukaan yang digunakan rata-rata 90% dapat memasukan udara dan terjadi proses pendingan
di dalam ruang dengan bantuan ventilasi atap. Selain itu rasio bukaan inlet dan outlet 1,037
:1 sehingga terjadi peningkatan udara 10,5% yang mampu menghasilkan aliran udara yang
optimal dalam mencapai tingkat kenyamanan termal.

DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, 2002, Masjid Agung Kesultanan Ternate ( Sigi Lamo), Majalah Parade edisi 13
Ternate.
Joko Sunarjo,et.al, 1993, Bulan Sabit Di Bawah Rerimbunan Cengkeh: Islamisasi
Ternate,Pusat Antar Universitas studi sosial UGM, Yogyajarta.
Dero, Ridwan., 2002,Masjid Agung Kesultanan Ternate (Sigi Lamo), majalah Parada edisi
14 tahun 2002, Ternate.
Satwiko, Prasasto. 2004. Fisika Bangunan 2. Penerbit Andi: Yogyakarta
Younsi, Safa., Kharrat, Fakher. 2016. Outdoor Thermal Comfort: Impact of The Geometry
of an Urban Street Canyon in a Mediterranean Subtropical Climate-Case Study Tunis,
Tunisia. Procedia Social and Behavioral Sciences.

Anda mungkin juga menyukai