Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN

PRAKTIKUM FISIKA EKSPERIMEN II


PERCOBAAN h/e
(ACARA – 3)

Disusun oleh :
Nama : 1. Haris Sefurrahman K1C016016
2. Anika Kunthi Hutami K1C015053
Asisten : Rifatul Ma’wa
Hari/Tanggal : Selasa/ 20 Maret 2019
Pelaksanaan Praktikum : Selasa, 29 Maret 2019
Pengumpulan Laporan : Selasa, 5 April 2019

LABORATORIUM FISIKA INTI DAN MATERIAL


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2019
PERCOBAAN h/e
Anika Kunthi Hutami (K1C016060), Haris Sefurrahman (K1C016016)
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Jenderal Soedirman
Email: anikakunthi@gmail.com , harissaefurrahman22@gmail.com

ABSTRAK

Berkas cahaya ditembakkan ke permukaan logam yang diletakkan di dalam suatu


tabung vakum yang dilakukan pada percobaan h/e, sehingga elektron terpencar
keluar dari permukaan tersebut. Percobaan h/e bertujuan menentukan nilai
perbandingan h/e. Energi kinetik maksimum elektron dapat diketahui Kmax melalui
hubungan hv = Kmax+W0. Dengan hubungan energi planck dapat diperoleh nilai
tetapan planck h (E – h ). Sehingga dapat diketahui bahwa nilai energi kinetik
merupakan Kmax= hv-W0 selisih energi kuantum yang datang dan energi energi
minimu untuk melepas sebuah elektron dari permukaan logam. Einstein
mempostulatkan bahwa energi yang dibawa oleh cahaya terdistribusi secara kontinu
sebagaimana dinyatakan oleh teori gelombang. Persamaan fotolistrik Einstein
menunjukkan bahwa pengukuran h sesuai dengan nilai yang ditemukan oleh
Planck. Hasil eksperimen yang telah dilakukan menunjukkan bahwa konstanta
Planck yang telah penulis analisis adalah relatif sama. Dari eksperimen ini
didapatkan hasil berupa konstanta planck kemudian membandingkanya dengan
kontanta planck literatur,serta juga di dapatkan fungsi kerja dari suatu logam yang
digunakan saat eksperimen.. Hasil eksperimen mencari konstanta planck dari
eksperimen ini yang paling mendekati literatur adalah -5,77 x 10-36 J.s.

Kata Kunci: Efek fotolistrik, konstanta planck, teori kuantum.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penemuan efek fotolistrik merupakan salah satu tonggak sejarah
kelahiran fisika kuantum. Untuk merumuskan teori yang cocok dengan
eksperimen, sekali lagi orang dihadapkan pada situasi dimana faham klasik
yang selama puluhan tahun telah diyakini sebaga faham yang benar, harus
dirombak. Faham yang dimaksud adalah konsepsi bahwa cahaya sebagai
gelombang.
Efek fotolistrik merupakan gejala fisika yang pertama kali ditemukan
oleh Hertz pada tahun 1887 ketika mendemonstrasikan keberadaan gelombang
elektromagnetik. Kemudian, Lenard menggunakan sebuah tabung kaca yang
divakumkan yang di dalamnya terdapat dua buah elektrode. Ketika itu, teori
fisika tidak dapat menjelaskan hasil pengamatan Lenard. Setelahnya, Einstein
dengan menggunakan gagasan kuanta Planck memberikan penjelasan teoritis
terhadap hasil pengamatan gejala fotolistrik. Einstein merumuskan persamaan
yang menghubungkan antara potensial ambang dengan frekuensi cahaya
monokromatik yang digunakan dalam menyinari katode (Krane, 1982).
Pada percobaan ini, kita akan mengamati perilaku cahaya sebagai
partikel menurut teori kuantum dan merombak pernyataan cahaya sebagai
gelombang oleh teori klasik. Selain itu, pada percobaan ini akan di analisis
untuk menentukan nilai perbandingan h/e.

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan percobaan h/e adalah :
1. Mempelajari pancaran energi dari lampu mercury
2. Menentukan perbandingan nilai h/e
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Kuantum


Pada tahun 1905, Einstein menggunakan gagasan Planck tentang
kuantisasi energi untuk menjelaskan efek fotolisrik. (Makalahnya tentang efek
fotolistrik muncul dalam jurnal yang sama berisi teori relativitasnya
khususnya). Karya Einstein ini menandai permulaan teori kuantum, dan untuk
hal ini Einstein menerima hadiah nobel dalam bidang fisika (Tipler, 2001).
Untuk menguji teori kuantum yang dikemukakan oleh Max Planck,
Albert Einstein mengadakan suatu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki
bahwa cahaya merupakan pancaran paket-paket energi yang kemudian disebut
foton yang memiliki energi sebesar hf. Percobaan yang dilakukan Einstein
lebih dikenal dengan sebutan efek fotolistrik. Peristiwa efek fotolistrik yaitu
terlepasnya elektron dari permukaan logam karena logam tersebut disinari
cahaya (Siswanto, 2008).

Gambar 2.1 Rangkaian percobaan Efek Fotolistrik


2.2 Efek Fotolistrik
Berdasarkan hasil percobaan Einstein, ternyata tidak semua cahaya
(foton) yang dijatuhkan pada keping akan menimbulkan efek fotolistrik. Efek
fotolistrik akan timbul jika frekuensinya lebih besar dari frekuensi tertentu.
Demikian juga frekuensi minimal yang mampu menimbulkan efek fotolistrik
tergantung pada jenis logam yang dipakai. Selanjutnya, marilah kita pelajari
bagaimana pandangan teori gelombang dan teori kuantum (foton) untuk
menjelaskan peristiwa efek fotolistrik ini. Dalam teori gelombang ada dua
besaran yang sangat penting, yaitu frekuensi (panjang gelombang) dan
intensitas. Ternyata teori gelombang gagal menjelaskan tentang sifat-sifat
penting yang terjadi pada efek fotolistrik, antara lain :
a. Menurut teori gelombang, energi kinetik elektron foto harus bertambah
besar jika intensitas foton diperbesar. Akan tetapi kenyataan menunjukkan
bahwa energi kinetik elektron foto tidak tergantung pada intensitas foton
yang dijatuhkan.
b. Menurut teori gelombang, efek fotolistrik dapat terjadi pada sembarang
frekuensi, asal intensitasnya memenuhi. Akan tetapi kenyataannya efek
fotolistrik baru akan terjadi jika frekuensi melebihi harga tertentu dan untuk
logam tertentu dibutuhkan frekuensi minimal yang tertentu agar dapat
timbul elektron foto.
c. Menurut teori gelombang diperlukan waktu yang cukup untuk melepaskan
elektron dari permukaan logam. Akan tetapi kenyataannya elektron terlepas
dari permukaan logam dalam waktu singkat (spontan) dalam waktu kurang
10-9 sekon setelah waktu penyinaran.
d. Teori gelombang tidak dapat menjelaskan mengapa energi kinetik
maksimum elektron foto bertambah jika frekuensi foton yang dijatuhkan
diperbesar. Teori kuantum mampu menjelaskan peristiwa ini karena
menurut teori kuantum bahwa foton memiliki energi yang sama, yaitu
sebesar hf, sehingga menaikkan intensitas foton berarti hanya menambah
banyaknya foton, tidak menambah energi foton selama frekuensi foton tetap
(Siswanto, 2008).
Einstein mempostulatkan bahwa energi yang dibawa oleh cahaya
terdistribusi secara kontinu sebagaimana dinyatakan oleh teori gelombang.
Paket-paket energi ini akan tetap terlokalisir (tidak memudar) ketika bergerak
menjauhi sumbernya. Dengan demikian, paketpaket energi ini berperilaku
sebagai partikel: kehadirannya terlokalisir, artinya pada saat tertentu akan
menempati ruangan yang sangat terbatas dan tertentu. Selanjutnya, bak partikel
ini disebut foton. Karena foton selalu bergerak dengan laju c maka menurut
teori relativitas, massa foton haruslah 0. Energi foton bergantung pada
frekuensinya, yaitu
ε = hv (2.1)
dengan h menyatakan tetapan Planck.
Hasil pengamatan terhadap gejala efek fotolistrik memunculkan
sejumlah fakta yang merupakan karakteristik dari efek fotolistrik. Karakteristik
itu adalah sebagai berikut:
1. Hanya cahaya yang sesuai (yang memiliki frekuensi yang lebih besar dari
frekuensi tertentu saja) yang memungkinkan lepasnya elektron dari pelat
logam atau menyebabkan terjadi efek fotolistrik (yang ditandai dengan
terdeteksinya arus listrik pada kawat). Frekuensi tertentu dari cahaya
dimana elektron terlepas dari permukaan logam disebut frekuensi ambang
logam. Frekuensi ini berbeda-beda untuk setiap logam dan merupakan
karakteristik dari logam itu.
2. Ketika cahaya yang digunakan dapat menghasilkan efek fotolistrik,
penambahan intensitas cahaya dibarengi pula dengan pertambahan jumlah
elektron yang terlepas dari pelat logam (yang ditandai dengan arus listrik
yang bertambah besar). Tetapi, efek fotolistrik tidak terjadi untuk cahaya
dengan frekuensi yang lebih kecil dari frekuensi ambang meskipun
intensitas cahaya diperbesar.
3. Ketika terjadi efek fotolistrik, arus listrik terdeteksi pada rangkaian kawat
segera setelah cahaya yang sesuai disinari pada pelat logam. Ini berarti
hampir tidak ada selang waktu elektron terbebas dari permukaan logam
setelah logam disinari cahaya.
Karakteristik dari efek fotolistrik di atas tidak dapat dijelaskan
menggunakan teori gelombang cahaya. Diperlukan cara pandang baru dalam
mendeskripsikan cahaya dimana cahaya tidak dipandang sebagai gelombang
yang dapat memiliki energi yang kontinu melainkan cahaya sebagai partikel.
Perangkat teori yang menggambarkan cahaya bukan sebagai gelombang
tersedia melalui konsep energi diskrit atau terkuantisasi yang dikembangkan
oleh Planck dan terbukti sesuai untuk menjelaskan spektrum radiasi kalor
benda hitam. Konsep energi yang terkuantisasi ini digunakan oleh Einstein
untuk menjelaskan terjadinya efek fotolistrik. Di sini, cahaya dipandang
sebagai kuantum energi yang hanya memiliki energi yang diskrit bukan
kontinu yang dinyatakan sebagai E = hf.
Interaksi foton dengan partikel, misalnya dengan elektron seperti pada
gejala efek fotolistrik, dipostulatkan sebagai berikut. Setiap foton berinteraksi
dengan satu elektron tunggal. Tidak pernah satu foton membagi energinya
kepada lebih dari satu elektron. Lebih lanjut, karena elektron pada gejala efek
fotolistrik dalam keadaan terkuat, maka agar tidak melanggar hukum
kekekalan energi dan hukum kekekalan momentum, proses transfer energi dari
foton ke elektron ini memiliki sifat sebagai berikut. Jika energi foton cukup
untuk melepas elektron dari ikatannya maka ada peluang bagi foton untuk
memberikan energinya. Tetapi, jika energi foton tidak cukup maka foton tidak
memberikan energinya. Jadi, hanya ada dua kemungkinanyang terjadi yaitu
foton memberikan seluruh energinya, atau samasekali tidak memberikan
energinya kepada elektron (Siswanto, 2008).
Dengan menggunakan teori Planck, Einstein menemukan gejala efek
fotolistrik dengan persamaan:
E  hv  EK max  W0 (2.2)
Dengan EKmax= energi kinetik maksimum (eV), dan W0 = fungsi kerja logam
(eV).
Persamaan (2.2) memungkinkan pengukuran konstanta Planck (h)
dengan analisis sebagai berikut. Cahaya dengan energi hv menabrak elektron
katode di dalam tabung hampa. Elektron memanfaatkan energi minimum W0
untuk melepaskan diri dari katoda, beberapa elektron keluar dengan energi
maksimum EKmax. Umumnya, elektron tersebut dapat mencapai anoda dan
dapat diukur sebagai arus fotoelektron. Akan tetapi dengan menerapkan
potensial balik Vs antara anoda dan katoda, arus fotolistrik dapat dihentikan.
Ekmax dapat ditentukan dengan mengukur potensial balik minimum yang
diperlukan untuk menghentikan fotoelektron dan mengurangi arus fotolistrik
hingga mencapai nol. Hubungan antar energi kinetik dan potensial penghenti
diberikan oleh:
EK max  eVs (2.3)
Dengan mensubstitusi persamaan (2.3) ke dalam persamaan (2.2) diperoleh
persamaan Einstein (Subaer, 2013) :
hv  eVs  W0 (2.4)
Persamaan ini pada dasarnya adalah persamaan energi. Perlu diperhatikan
bahwa e adalah muatan elektron yang besarnya 1,6 × 10−19 C dan tegangan
dinyatakan dalam satuan volt (V) (Siswanto, 2008).
Untuk melepaskan elektron diperlukan sejumlah tenaga minimal yang
besarnya bergantung pada jenis/sifat logam tersebut. Tenaga minimal ini
disebut work function atau fungsi kerja dari logam, dan dilambangkan oleh .
Keperluan tenaga tersebut disebabkan elektron terikat oleh logamnya. Tenaga
gelombang elektromagnetik/foton yang terkuantisasi, besarnya adalah
E f  Hv (2.5)

Dimana v adalah frekuaensi gelombang elektromagnetik dan h adalah tetapan


Planck. Bila dikenakan pada suatu logam dengan fungsi kerja tetapan ,
dimana hv>, maka elektron dapat terlepas dari logam. Bila tenaga foto tepat
sama dengan fungsi kerja logam yang dikenainya, frekuensi sebesar frekuensi
foton tersebut disebut frekuensi ambang dari logam, yaitu :

v0  (2.6)
h
Sehingga dapat dikatakan bila frekuensi foton lebih kecil dari pada frekuensi
ambang logam, maka tidak akan terjadi pelepasan elektron dan jika lebih besar
frekuensi foton terhadap frekuensi ambang logamnya maka akan terjadi
pelepasan elektron, yang biasa disebut efek fotolistrik (Krane, 1992).
Elektron yang lepas dari logam karena dikenai foton, akibat efek
fotolistrik ini disebut fotoelektron, yang mempunyai tenaga kinetik sebesar
E k  hv   (2.7)

E k  h( v  v 0 ) (2.8)
Sistem peralatan untuk mempelajari efek fotolistrik ditunjukkan pada
gambar 1. Dua elektroda dalam tabung hampa, dimana salah satunya adalah
logam yang disinari (sebuah sel foto). Antara kedua elektroda diberi beda
potensial sebesar Va dengan baterai E1 danE2, yang nilainya dapat di variasi
dari Va  E1 sampai dengan V2 E2 dengan suatu potensiometer. Arus
fotoelektron (Ie) dapat diukur dengan micrometer atau galvanometer.
Untuk suatu nilai V > Vo dengan intensitas tertentu dapat diamati Ie
sebagai fungsi Va . Ie akan mencapai nilai nol bila Va diturunkan mencapai
nilai tertentu, Va . Vs (tegangan penghenti/stoppingf voltage), yang memenuhi
persamaan
h 
Vs  v (2.10)
e e
Persamaan (2.10) menunjukkan bahwa Vs merupakan fungsi v. Sehingga
pengukuran Vs untuk berbagai nilai v memungkinkan untuk menentukan nilai
h/e dan /e (Krane, 1992).

Gambar 2.2 Susunan alat percobaan efek fotolistrik


BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Laboratorium Fisika Inti dan Material Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Jenderal Soedirman, 20 Maret 2019 pukul
10.00-12.00 WIB.
3.2 Alat dan Bahan
1. Sumber Cahaya Mercury
2. Multimeter digital
3. Filter warna kuning dan hijau
4. Perangkat h/e
3.3 Prosedur kerja
3.3.1 Bagian A (Mengukur Potensial (V) Pada Warna filter Prosentase
Transmisi)
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Perlatan percobaan h/e disusun seperti pada gambar.
3. Potensial baterai pada perangkat h/e dicek.
4. Potensial pada perangkat direset untuk menghilangkan memori.
5. Filter transmisi pada layar perangkat h/e dipasang.
6. Nilai potensial yang ditunjukkan pada multimeter digital dicatat untuk
setiap prosentase transmisi.
7. Sumber cahaya mercury dimatikan
8. Langkah 2 sampai 7 diulangi untuk semua filter cahaya yang ada.
3.3.2 Bagian B (Mengukur Frekuensi Gelombang (V) Pada Warna filter
Spektrum Cahaya)
1. Alat dan bahan disaipkan.
2. Peralatan h/e disusun seperti pada gambar.
3. Filter transmisi pada layar perangkat h/e dipasang.
4. Potensial baterai pada perangkat h/e dicek.
5. Potensial pada perangkat direset untuk menghilangkan memori.
6. Sumber cahaya mercury dihidupkan.
7. Nilai potensial yang ditunjukkan pada multimeter digital dicatat untuk
setiap prosentase transmisi.
8. Sumber cahaya mercury dimatikan.
9. Langkah 2 sampai 7 diulangi untuk semua filter cahaya yang ada.
3.3 Flowchart
3.3.1 Bagian A (Mengukur Potensial (V) Pada Warna filter Prosentase
Transmisi)

Mulai

Alat dan Bahan:


1. Sumber cahaya mercuri.
2. Multimeter digital.
3. Filter warna kuning dan hijau.
4. Perangkat h/e

- Menghidupkan sumber cahaya merkuri


- Mereset potensial pada perangkat h/e untuk menghilangkan
memori.
- Memasang filter transmisi dan filter warna kuning pada
layar perangkat h/e

Mencatat nilai tegangan pada MMD dan mengulanginya


sebanyak dua kali.

V1, V2
Diulang untuk nilai filter
transmisi yang berbeda

- Menghitung nilai frekuensi sesuai dengan transmisi yang


digunakan

- Membuat grafik hubungan antara potensial terhadap


frekuensi
- Menghitung nilai perbandingan h/e dari nilai gradien grafik Diulang untuk filter
yang sudah dibuat. warna hijau

Selesai

Gambar 3.1 Flowchart Percobaan h/e.


3.3.2 Bagian B (Mengukur Frekuensi Gelombang (V) Pada Warna filter
Spektrum Cahaya)

Mulai

Alat dan Bahan:


1. Sumber cahaya mercuri.
2. Multimeter digital.
3. Filter warna kuning dan hijau.
4. Perangkat h/e

- Menghidupkan sumber cahaya merkuri


- Mereset potensial pada perangkat h/e untuk menghilangkan
memori.
- Memasang filter warna hijau pada layar perangkat h/e

Mencatat nilai tegangan pada MMD dan mengulanginya


sebanyak dua kali.

V1, V2
Diulang untuk filter warna jingga
dan ungu

Selesai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan Bagian A (Mengukur Potensial (V) Pada Warna
filter Prosentase Transmisi)
Warna Filter % Transmisi Potensial (V) Waktu (s)
100 0,356 10
80 0,331 10
KUNING 60 0,297 10
40 0,226 10
20 0,163 10
Warna Filter % Transmisi Potensial (V) Waktu (s)
100 0,424 10
80 0,375 10
Hijau 60 0,335 10
40 0,310 10
20 0,221 10

Tabel 4.2 Data Hasil Pengamatan Bagian B (Mengukur Frekuensi Gelombang


(V) Pada Warna filter Spektrum Cahaya)
Potensial Potensial Sumber Frekuensi Waktu (s)
Hijau Kuning Cahaya (Hz)

0,097 0,072 merah 4,11 x 1014 10

0,081 0,074 jingga 4,8 x 1014 10

0,118 0,219 kuning 5,19 x 1014 10

0,245 0,350 hijau 5,50 x 1014 10

0,102 0,097 biru 6,88 x 1014 10


0,086 0,084 nila 7,14 x 1014 10

0,077 0,075 ungu 8,20 x 1014 10

0.4
0.35
Beda Potensial (V)

0.3
y = 0.0025x + 0.1273
0.25 R² = 0.9595
0.2 Potensial (V)

0.15
Linear (Potensial
0.1 (V))
0.05
0
0 50 100 150
% Tansmisi

Gambar 4. 1 Grafik Hubungan Presentase Transmisi dengan Beda Potensial (V)


menggunakan Filter Kuning
Dari Grafik diatas diperoleh :
𝑊𝑜
= 0,1273 𝑉
𝑒
𝑊𝑜 = 0,1273 𝑒 𝑉

= 𝑚 = 0,0025
𝑒
0.45
0.4
0.35
Beda Potensial (V)

0.3
0.25
y = 0.0024x + 0.1917 Potensial (V)
0.2 R² = 0.9594
0.15 Linear
(Potensial (V))
0.1
0.05
0
0 50 100 150
% Tansmisi
Gambar 4. 2 Grafik Hubungan Presentase Transmisi dengan Beda Potensial (V)
menggunakan Filter Hijau
Dari Grafik diatas diperoleh :
𝑊𝑜
= 0,1917 𝑉
𝑒
𝑊𝑜 = 0,1917 𝑒 𝑉

= 𝑚 = 0,0024
𝑒
4.00E-01
3.50E-01
y = -6E-17x + 0.1824
R² = 0.0038
Beda Potensial (V)

3.00E-01
2.50E-01
2.00E-01 Beda Potensial (V)

1.50E-01
Linear (Beda
1.00E-01 Potensial (V))
5.00E-02
0.00E+00
0.00E+00 1.00E+15
Frekuensi (Hz)

Gambar 4. 3 Grafik Hubungan Frekuensi (Hz) dengan Beda Potensial (V)


menggunakan Filter Kuning
Dari Grafik diatas diperoleh :
𝑊𝑜
= 0,1824 𝑉
𝑒
𝑊𝑜 = 0,1824 𝑒 𝑉

= 𝑚 = −6 𝑥 10−17
𝑒
3.00.E-01

2.50.E-01 y = -3E-17x + 0.1391


R² = 0.0036

Beda Potensial (V)


2.00.E-01

1.50.E-01 Beda Potensial (V)

1.00.E-01 Linear (Beda


Potensial (V))
5.00.E-02

0.00.E+00
0.00E+00 1.00E+15
Frekuensi (Hz)

Gambar 4. 4 Grafik Hubungan Frekuensi (Hz) dengan Beda Potensial (V)


menggunakan Filter Hijau
Dari Grafik diatas diperoleh :
𝑊𝑜
= 0,1391 𝑉
𝑒
𝑊𝑜 = 0,1391 𝑒 𝑉

= 𝑚 = −3 𝑥 10−17
𝑒

Sedangkan apabila dihitung secara manual 𝑒 memiliki nilai :

ℎ = konstanta Planck = 6,626𝑥10−34 𝐽. 𝑠


e = muatan elektron = 1,602𝑥10−19
maka
ℎ 6,626𝑥10−34
= = 4,136𝑥10−15
𝑒 1,602𝑥10−19
4.2 Pembahasan
Efek fotolistrik merupakan suatu kejadian dimana apabila ada seberkas
gelombang cahaya yang membawa enenrgidipancarkan terhadap lempeng logam
maka secara kuantum energi tersebut akan melepaskan elektron dari lempeng
logam dan energi yang tersisa akan terkonsentrasi pada elektron yang lepas dan
muncul sebagai energi kinetik elektron tersebut. Energi minimum untuk melepas
sebuah elektron dari permukaan logam yang disinari biasanya dinyatakan dengan
Wo atau yang biasa disebut juga fungsi kerja. Bedasarkan praktikum yang telah
dilakukan diperoleh nilai fungsi kerja (Wo) tertinggi pada grafik hubungan
frekuensi (hz) dengan beda potensial (v) menggunakan filter hijau yang dapat
dilihat pada Gambar 4.4.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa, Gambar
4.1 merupakan grafik hubugan antara nilai beda potensial dan presentase transmisi
dengan menggunakan filter kuning. Pada grafik tersebut dapat diketahui nilai beda
potensial yang cenderung menaik seiring dengan naiknya presentase transmisi.
Pada Gambar 4.2 menunjukan grafik hubungan presentase transmisi dengan beda
potensial (v) menggunakan filter hijau. Grafik tersebut juga menunjukan nilai
potensial yang cenderung menaik seiring dengan naiknya presentase transmisi.
Garis biru pada kedua gambar tersebut menunjukan nilai beda potensial yang
diperoleh.

Hubungan antara nilai beda potensial dan frekuensi dengan menggunakan filter
kuning dapat dilihat pada Gambar 4.3. Grafik tersebut menunjukan nilai beda
potensial mengalami kenaikan drastis dari spektrum cahaya jingga hingga spektrum
cahaya kuning. Kemudian nilai beda potensial mengalami penurunan kembali pada
spektrum warna hijau hingga spektrum warna ungu. Nilai beda potensial terendah
dengan menggunakan fiter kuning ini ditujukkan pada saat pengukuran di spektrum
dengan warna yang sama seperti warna filter yaitu warna kuning. Gambar 4.4
merupakan grafik yang menunjukkan hubungan antara nilai beda potensial dan
frekuensi dengan menggunakan filter hijau. Pada grafik tersebut diketahui nilai
beda potensialnya juga naik-turun seperti pada saat menggunakan filter kuning.
Pada grafik tersebut diketahui nilai beda potensial terendah terjadi pada spektrum
cahaya yang berwarna merah. Garis biru pada kedua gambar tersebut menunjukan
nilai beda potensial yang diperoleh.

Grafik yang terbentuk pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2, sesuai dengan
referensi pada jurnal yang ditulis oleh (Ramlan,1999) dengan judul “Menentukan
Fungsi Kerja dan Frekuensi Ambang Material Katoda Melalui Percobaan Efek
Fotolistrik” meskipun tidak sempurna yaitu memiliki beda potensial semakin kecil
ketika presentase transmisi turun. Grafik yang terbentuk harusnya linear menurun
atau dalam kata lain nilai beda potensial akan semakin turun apabila nilai
presentase transmisinya naik. Kemudian grafik pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4
memiliki hasil yang berbeda dengan referensi. Pada referensi dijelaskan bahwa
grafik hubungan antara beda potensial dengan frekuensi memiliki bentuk linear
naik yang berarti semakin besar nilai frekuensi maka semakin besar pula nilai beda
potensialnya.

Nilai perbandingan antara h (konstanta Planck) dengan e (muatan elektron), h/e,


merupakan kemiringan (slope) dari grafik hubungan beda potensial dengan
frekuensi. Nilai h/e untuk filter warna terlihat bahwa nilai tegangan pada warna
yang sama dengan filternya lebih kecil dari pada warna yang lain. Hal ini,
menunjukan terjadi interferensi dua gelombang yang tidak saling menguatkan. Dari
data hasil pengamatan dapat dilihat bahwa nilai h/e tidak ada yang sesuai dengan
perhitungan secara manual yaitu 4,136𝑥10−15 J.s/C, hasil yang diperoleh cukup
jauh. Nilai h/e pada praktikum yaitu 0,0025 ; 0,0024 ; −6 𝑥 10−17 ; dan
−3 𝑥 10−17 . Hal ini dapat dikarnakan kurang telitinya atau fokusnya praktikan
dalam memfokuskan cahaya yang diamati.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Lampu mercury merupakan sumber cahaya yang didasarkan pada sifat
polikromatis dari cahaya lampu merkuri yang dapat diuraikan menjadi
komponen-komponen diskrit.
2. Nilai h/e tidak ada yang sesuai dengan perhitungan secara manual yaitu
4,136𝑥10−15 J.s/C, hasil yang diperoleh cukup jauh. Nilai h/e pada
praktikum yaitu 0,0025; 0,0024; −6 𝑥 10−17 ; dan −3 𝑥 10−17 .
5.2 Saran
1. Selalu melakukan pengecekan alat, agar percobaan yang dilakukan lancar.
2. Tambahkan variabel lain jika variabel tersebut mempengaruhi pembacaan
data.
DAFTAR PUSTAKA

Beiser, Arthur.1991. Konsep Fisika Modern Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.

Sarojo, Ganijanti Aby.2011.Gelombang Dan Optika. Jakarta : Salemba Teknika.

Priyambodo, Tri Kuntoro. 2010.Fisika Dasar. Yogyakarta : ANDI.

Ramlan, A.Aminuddin B.1999.Menentukan Fungsi Kerja dan Frekuensi Ambang


Material Katoda melalui Percobaan Efek Fotolistrik.Palembang:Universitas
Sriwijaya
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Praktikum Percobaan h/e

Anda mungkin juga menyukai