Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN

PRAKTIKUM EKSPERIMEN
FISIKA MODERN
“EFEK FOTOLISTRIK”

TANGGAL PRAKTIKUM : 18 Oktober 2021

ASISTEN : Muh. Rum

NAMA : Rifkiyatul Khairiyah

NIM : 1912040002

JURUSAN/PRODI : Fisika/Pendidikan Fisika B

ANGGOTA KELOMPOK : 1. Muhammad Sultan

LABORATORIUM FISIKA UNIT FISIKA MODERN


JURUSAN FISIKA FMIPA UNM
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Efek fotolistrik adalah gejala terlepasnya elektron pada permukaan
logam akibat disinari cahaya atau gelombang elektromagnetik. Pada
umumnya elektron yang terlepas pada efek fotolistrik disebut dengan elektron
foto (photo elektron). Efek fotolistrik pertama kali ditemukan oleh Hertz pada
tahun 1887 ketika mendemonstrasikan keberadaan elektromagnetik. Pada alat
eksperimennya yang terdiri dari sebuah antena pemancar gelombang
(transmitter) dan penerima gelombang (receiver), Hertz mengamati bahwa
percikan bunga api yang timbul pada reciever akan lebih mudah jika terjadi
elektrode tempat terjadinya percikan bunga api itu disinari dengan cahaya
yang berasal dari percikan bunga api pada pemancar. Setahun kemudian,
Hallwachs mengamati bahwa sebuah pelat seng, yang bersifat lebih negatif
dibandingkan lingkungannya, akan mengalami pelepasan elektron jika
disinari dengan cahaya ultraviolet. Setelah penemuan sinar katode yang
didefinisikan sebagai aliran muatan-muatan negatif, barulah diketahui bahwa
pemancaran elektron yang menjadi alasan terjadinya proses ini. Gejala
percikan elektron kemudian dikenal dengan efek fotolistrik.
Efek fotolistrik pertama kali dijelaskan berdasarkan paham cahaya
sebagai gelombang bahwa adanya perubahan intensitas akan mempengaruhi
transfer energi dari cahaya ke elektron namun, kenyataannya berdasarkan
paham tersebut, yang kemudian dijelaskan berdasarkan paham tersebut
paham cahaya sebagai partikel menurut teori kuantum, dimana meningkatnya
frekuensi mempengaruhi transfer energi dari cahaya ke elektron sedangkan
intensitas cahaya tidak berpengaruh. Paham baru yang mampu menjelaskan
secara teoritis fenomena efek fotolistrik menimbulkan polemik baru.
Penyebabnya adalah bahwa paham cahaya sebagai gelombang telah
dibuktikan kehandalannya dalam menjelaskan sejumlah besar fenomena yang
berkaitan dengan fenomena difraksi, interferensi, dan polarisasi.
Di Dalam emisi fotolistrik, cahaya yang menumbuk sebuah benda
menyebabkan elektron terlepas. Model gelombang klasik meramalkan bahwa
ketika intensitas cahaya dinaikkan, amplitudo dan energi cahaya juga
bertambah. Hal ini akan menyebabkan semakin banyak elektron energetik
yang dipancarkan. Akan tetapi menurut teori kuantum, kenaikan frekuensi
cahaya yang menghasilkan fotoelektron dengan energi yang membesar, tidak
bergantung pada intensitas. Bila intensitas cahaya bertambah, jumlah elektron
yang dipancarkan juga bertambah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perilaku cahaya sebagai partikel menurut teori kuantum?
2. Berapa nilai dari konstanta Planck?
C. Tujuan Praktikum
Percobaan ini bertujuan untuk:
1. Mengamati perilaku cahaya sebagai partikel menurut teori kuantum.
2. Menentukan konstanta Planck.
D. Manfaat Praktikum
1. Secara teoritis
a. Mahasiswa dapat mengetahui perilaku cahaya sebagai partikel
menurut teori kuantum.
b. Mahasiswa mampu menentukan konstanta Planck.
2. Secara praktis
a. Mahasiswa dapat mempraktikkan prosedur kerja dari perangkat
pengukuran konstanta planck dan mengamati perilaku cahaya sebagai
partikel menurut teori kuantum.
b. Mahasiswa mampu menggunakan perangkat pengukuran konstanta
Planck untuk mengukur arus, tengangan dan intensitas cahaya.
BAB II
LANDASAN TEORI

Fenomena efek fotolistrik tidak dapat dipahami secara istilah model


gelombang radiasi. Menurut teori klasik, cahaya terdiri dari getaran listrik dan
medan magnet, intensitas radiasi sebanding dengan kuadrat vektor listrik R. gaya
pada elektron yang diberikan oleh radiasi insiden adalah eE oleh karena itu energi
kinetik yang dikeluarkan elektron harus bergantung pada intensitas radiasi, tetapi
hasil dari percobaan tersebut tidak sesuai dengan prediksi sebelumnya. Teori
klasik tidak memberikan penjelasan sama sekali tentang keberadaan frekuensi
ambang. Menurut teori klasik harus ada waktu tunda yang cukup lama antar
radiasi datang dan ejeksi elektron, yang tidak sesuai dengan eksperimen. Oleh
karena itu, setiap tindakan untuk menjelaskan efek fotolistrik dalam kerangka
fisika adalah pekerjaan yang mustahil.

Gambar 2.1. Skema efek fotolistrik


(Singh, 2009: 61)
Dimana cahaya yang menyinari permukaan logam (katoda) menyebabkan
elektron terpental keluar. Ketika elektron bergerak menuju anoda, pada rangkaian
luar terjadi arus elektrik yang diukur dengan ampermeter. Ketika cahaya yang
sesuai dikenakan kepada salah satu plat, arus listrik terdeteksi pada kawat. Ini
terjadi akibat adanya elektron-elektron yang lepas dari satu plat dan menuju ke plat
lain secara bersama-sama, dimana satu elektron menyerap satu kuantum energi.
Satu kuantum energi yang diserap oleh elektron digunakan untuk terlepas dari
logam dan untuk bergerak ke plat logam yang lain (Umma, 2017: 91-92).
Pada saat penemuan efek fotolistrik tersebut, teori klasik mantap
menjelaskan fenomena cahaya sebagai gelombang elektromagnetik. Gejala
interferensi gelombang dan polarisasi cahaya dapat dijelaskan menggunakan
anggapan bahwa cahaya adalah gelombang elektromagnetik. Landasan teori
elektromagnetik dikemukakan oleh Maxwell pada tahun 1870 dengan
mengemukakan beberapa persamaan yang didasarkan pada teori klasik dan
magnet. Persamaan Maxwell pada dasarnya mengacu pada empat persamaan
fundamental yang merangkum semua pengetahuan tentang listrik dan magnet
pada saat itu. Perangkat persamaan tersebut menyatakan perubahan medan listrik
menghasilkan medan magnet dan perubahan medan magnet menghasilkan medan
listrik. Sumbangan besar Maxwell pada pengetahuan listrik dan magnet adalah
keberhasilannya dalam menyatukan semua kaidah yang dikenal waktu itu dalam
bidang listrik dan magnet, yang dikembangkan berdasarkan rumusan Faraday
(1791-1867), (Sani, 2017: 18).
Eksperimen efek fotolistrik adalah bukti percobaan yang diperbolehkan
mengatakan bahwa cahaya berkelakuan seperti partikel, maka sifat-sifat yang
dapat diamati adalah adanya percepatan, momentum, energi berbentuk distrik, dan
kedudukannya dapat diukur secara pasti. Ketika cahaya pada posisi dan waktu
tertentu berkelakuan seperti gelombang, maka yang dapat diamati adalah sifat-
sifat yang menyatu dengan gelombang. Manakala pada posisi dan waktu yang
berlainan cahaya dapat berkelakuan seperti partikel, maka dapat diamati sifat-sifat
yang menyatu dengan partikel, (Halim, 2011: 146).
Efek fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya elektron-elektron dari
permukaan logam (disebut sebagai elektron foton) ketika logam tersebut disinari
dengan cahaya. Rumus energi berdasarkan teori kuantum adalah E = hf. Dengan
demikian, cahaya dipancarkan sebagai partikel-partikel kecil yang disebut foton.
Jika tabung-tabung ditempatkan dalam ruang gelap, maka tidak akan ada arus
listrik yang mengalir. Tapi ketika cahaya dengan frekuensi tertentu diarahkan ke
pada pelat/panel surya, maka akan terjadi aliran listrik, (Santhiarsa, 2005:32).
Ketika besarnya perbedaan potensial meningkat di beberapa titik bahkan
elektron yang paling kuat tidak memiliki energi kinetik yang cukup untuk
mencapai kolektor. Potensial ini disebut dengan potensial penghenti V , S
ditentukan dengan meningkatnya besar tegangan sampai arus amperemeter turun
menjadi nol. Pada saat ini energi kinetik maksimum (K ) elektron saat mereka
max

meninggalkan emitor adalah sama dengan energi kinetik eV yang hilang,


S

dibuktikan dengan persamaan:


K = eV
max S

Dimana e adalah besar muatan listrik elektron. Nilai dari V adalah bersatuan volt.
S

Pada teori klasik, permukaan logam disinari oleh gelombang elektromagnetik


dengan intensitas I. permukaan menyerap energi dari gelombang sampai energi
melebihi energi ikat elektron ke logam, dimana titik elektron dilepaskan.
Kuantitas minimum energi yang dibutuhkan untuk menghilangkan elektron
disebut fungsi kerja logam, (Krane, 2014: 76).
Teori gelombang adalah fakta bahwa energi fotoelektron bergantung pada
frekuensi cahaya yang dipakai. Pada frekuensi dibawah frekuensi kritis yang
merupakan karakteristik dari masing-masing logam, tidak terdapat elektron
apapun yang dipancarkan. Diatas frekuensi ambang ini fotoelektron mempunyai
selang energi dari 0 sampai suatu harga maksimum ini bertambah secara linier
terhadap frekuensi. Frekuensi yang lebih tinggi menghasilkan energi foto elektron
maksimum yang lebih tinggi pula. Jadi cahaya biru yang lemah menimbulkan
elektron dengan energi lebih tinggi daripada ditimbulkan oleh cahay merah yang
kuat, walaupun cahaya merah menghasilkan jumlah yang lebih besar.

Gambar 2.2. Arus fotoelektron sebanding dengan intensitas cahaya untuk semua
tegangan perintang.
Hubungan antara Kmaks dan frekuensi mengandung tetapan perbandingan yang
dinyatakan dalam bentuk
Kmax = h (v -vo) = hv – hvo (2.2)
Dengan vo menyatakan frekuensi ambang, dibawah frekuensi tersebut tidak
terdapat pancaran foto dan h menyatakan tetapan.

Gambar 2.3. Tegangan penghenti Vo bergantung dari frekuensi v dari cahaya.

Gambar 2.4. Energi kinetik fotoelektron maksimum terhadap frekuensi cahaya


datang untuk ketiga permukaan logam.
(Beiser, 1983:41-43).
Dengan menyerap energi foton sebesar h, elektron dapat melepaskan diri
dari logam. Energi kinetik elektron sama dengan energi yang diserap elektron dari
foton dikurangi energi ikat elektron itu,
EK = h – w (2.3)
Dimana EK, h dan w berturut-turut adalah energi kinetik, energi foton dan energi
ikat. Hubungan antara energi kinetik maksimum (EKmax) dan frekuensi (v)
mengantung tetapan perbandingan (h) yang dinyatakan oleh hubungan
EKmax = h (v – vo) (2.4)
Dimana vo adalah frekuensi ambang bahan. Besarnya energi minimum yang
diperlukan oleh elektron untuk dapat melepaskan diri dari logam disbut sebagai
fungsi kerja logam Wo = ho, (Ramlan, 1999).
BAB III
METODE EKSPERIMEN

A. Hari/Tanggal Percobaan
Senin/18 Oktober 2021
B. Alat dan Bahan
1. Perangkat Pengukur Konstanta Planck, PC-101
2. 5 filter dengan warna berbeda, dan 1 penutup lensa
3. Lux meter
C. Identifikasi Variabel
Kegiatan 1:
Variabel Manipulasi : 1. Jarak
2. Tegangan penghalang
3. Intensitas cahaya
Variabel Kontrol : 1. Filter biru
2. Kuat arus
Variabel Respon : 1. Tegangan penghenti
Kegiatan 2:
Variabel Manipulasi : 1. Filter
Variabel Kontrol : 1. Panjang gelomvang
2. Frekueni gelombang
Variabel Respon : 1. Tegangan penghenti
D. Definisi Operasional Variabel
1. Jarak adalah perubahan lintasan yang digunakan dalam menyimpan
sumber cahaya sehingga mengenai filter biru yang diukur menggunakan
skala dengan satuan cm.
2. Tegangan penghalang adalah besarnya suatu beda potensial yang
diberikan pada sebuah muatan untuk mencegah elektron mengalir
sehingga tidak ada arus yang terbaca.
3. Intensitas cahaya adalah pengukuran besarnya daya yang dipancarkan
oleh cahaya yang diukur menggunakan lux meter.
4. Filter biru adalah sebuah filter berwarna biru yang memiliki panjang
gelombang 460 nm.
5. Kuat arus adalah banyaknya elektron yang mengalir. Kuat arus
menandakan bahwa adanya elektron yang bergerak dari anoda ke katoda
yang diukur ketika posisi mode display diganti ke posisi current dengan
satuan μA .
6. Tegangan penghenti adalah besarnya beda potensial yang digunakan
untuk menurunkan nilai arus sampai menjadi nol dengan satuan Volt (v).
7. Filter yang dimaksud adalah filter warna yang digunakan pada percobaan
yang terdiri dari 5 buah warna yaitu merah, jingga, kuning, hijau dan
biru.
8. Panjang gelombang adalah suatu nilai panjang gelombang yang terdapat
pada masing-masing filter warna yang digunakan dengan satuan nm.
9. Frekuensi gelombang adalah besaran nilai cahaya tampak yang dihitung
dengan membagi kelajuan cahaya dan panjang gelombang dengan satuan
Hz.
E. Prosedur kerja
Kegiatan 1
1. Posisi sumber cahaya diatur dari sensor (35 cm),
2. Posisi mode display diatur ke posisi current ( μA).
3. Posisi pengali arus dan current multiplier diatur pada x 0.001
4. Filter biru diletakkan pada jendela tabung.
5. Intensitas cahaya (light intensity) diatur sampai arus yang terbaca pada
layar
6. Pengatur tegangan (Voltage adjustor) diatur hingga arus menjadi nol.
Kemudian pindahkan mode display ke posisi voltage (V). dicatat
potensial yang terbaca pada posisi tersebut.
7. Setelah didapatkan potensial penghenti maka diatur kembali voltage
adjustor ke posisi yang lebih kecil dari potensial penghenti (V < Vs).
8. Posisi mode display dipindahkan ke posisi current ( μA). Dilihat apakah
ada arus yang terbaca atau tidak.
9. Mode display diatur kembali ke posisi voltage (V), kemudian diputar
voltage adjustor hingga tegangan kembali sama dengan Vs (V = Vs). Lalu
dikembalikan mode display ke posisi current ( μA). Dilihat apakah ada
arus yang terbaca atau tidak.
10. Mode display diatur kembali ke posisi voltage (V), kemudian diputar
voltage adjustor hingga tegangan lebih dari V s (V > Vs). lalu
dikembalikan mode display ke posisi current ( μA) kembali. Dilihat
apakah ada arus yang terbaca atau tidak.
11. Langkah 3-10 diulangi dengan menggunakan 2 nilai intensitas yang
berbeda. Dilihat apakah nilai yang didapatkan berbeda atau tidak.
12. Semua hasil pengamatan dicatat pada Tabel Pengamatan
Kegiatan 2
1. Filter biru diganti dengan filter merah.
2. Potensial penghalang (V) dipasang pada nilai nol.
3. Intensitas cahaya diatur sampai terbaca arus pada layar berkisar pada tabel
di bawah ini.
Filter Warna Kuat arus ( μA)
Merah 0.41
Jingga 1.66
Kuning 2.36
Hijau 2.59
Biru 3.00
4. Potensial penghenti diukur pada posisi tersebut dengan menggunakan
prosedur pada kegiatan 1
5. Pengukuran dilakukan untuk setiap filter.
F. Prinsip Kerja
Prinsip kerja efek fotolistrik adalah ketika cahaya gelombang
elektromagnetik menabrak lapisan logam tertentu, kemudian elektron
didalamnya akan terhempas keluar. Elektron akan terhempas keluar jika
energi dari cahaya lebih besar dari fungsi kerja logam. Pada efek fotolistrik,
diperoleh bahwa banyaknya elektron yang terlepas dari permukaan logam
(katoda), sebanding dengan intensitas cahaya yang menyinari permukaan
logam tersebut. Pada percobaan efek fotolistrik, ada batas frekuensi cahaya
terendah yang menyebabkan elektron di katoda melepaskan diri dari atom,
frekuensi terendah cahaya disebut juga dengan frekuensi ambang. Oleh
karena frekuensi cahaya berkaitan erat dengan foton, energi terkecil yang
digunakan untuk menghasilkan arus elektron. Besarnya energi kinetik
elektron dapat dihitung dengan mengukur potensial penghentinya, besar
tegangan saat kuat arus terbaca sama dengan nol. Dimana semakin besar
intensitas cahaya yang digunakan, maka jumlah fotonnya akan semakin
banyak pula sehingga dapat menyebabkan kuar arusnya semakin besar.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

A. Hasil Pengamatan
Kegiatan 1. Mengamati perilaku cahaya sebagai partikel menurut teori
kuantum
Tabel 4.1 Karakteristik Cahaya Menurut Teori Kuantum
Intensitas = 80 Lux Intensitas = 58 Lux Intensitas = 62 Lux
VS = 0.85 VS = 0.88 VS = 0.80
Keadaan Kuat Arus = 1.0 μA Kuat Arus = 1.20 μA Kuat Arus = 1.40 μA
Terdapat Arus Terdapat Arus Terdapat Arus
(✓/〤) (✓/〤) (✓/〤)
V > VS 〤 〤 〤
V < VS ✓ ✓ ✓
V = VS 〤 〤 〤

Kegiatan 2. Pengaruh Panjang gelombang Terhadap Potenssial Penghenti


Tabel 4.2 Pengaruh Panjang gelombang Terhadap Potensial Penghenti
Panjang gelombang Frekuensi (× Potensial
Filter Warna
(nm) 1014 Hz) Penghenti (Volt)
Merah 635 4.72 |0. 21 ±0.01|
Jingga 570 5.26 |0. 57 ± 0.01|
Kuning 540 5.55 |0. 66 ± 0.01|
Hijau 500 6 |0. 85 ± 0.01|
Biru 460 6.52 |0. 92 ± 0.01|

B. Analisis
Kegiatan 1
1. Pengaruh intensitas cahaya terhadap arus fotolistrik menurut teori klasik,
makin tinggi intensitas cahaya, maka makin banyak energi yang
dilepaskan/diserahkan elektron pada permukaan logam. Oleh karena itu,
arus elektron diharapkan semakin tinggi sesuai dengan kenaikan intensitas
dalam batas-batas tertentu anggapan ini sesuai dengan hasil eksperimen.
Tetapi jika frekuensi cahaya lebih kecil daripada frekuensi ambang, tidak
akan ada arus elektron, berapapun besarnya intensitas cahaya. Energi
yang dikandung gelombang elektromagnetik bersesuaian dengan
intensitasnya. Jika intensitas semakin tinggi, maka energi gelombang
elektromagnetiknya akan meninggi. Energi kinetik elektron berbanding
lurus dengan frekuensi gelombang cahaya. Ketika frekuensi cahaya yang
jatuh pada anoda diubah-ubah, efek fotolistrik hanya dapat terjadi pada
saat frekuensi cahaya lebih besar daripada frekuensi ambang fo. frekuensi
ambang adalah batas frekuensi terkecil yang dapat menyebabkan
terjadinya efek fotolistrik. Frekuensi ambang tidak berubah meskipun
intensitas cahaya berubah.
2. Frekuensi ambang adalah frekuensi terendah cahaya yang digunakan agar
terjadi arus listrik. Frekuensi cahaya berkaitan erat dengan energi foton,
energi terkecil yang digunakan untuk menghasilkan arus listrik. Intensitas
cahaya pada frekuensi setiap identik dengan jumlah foton yang besar.
Satu foton hanya melepaskan satu elektron. Jika intensitas cahaya yang
dinaikkan, jumlah foto elektron bertambah dan akan memperbesar aliran
arus listrik. Bila berkas cahaya yang mengenai permukaan logam katoda
memiliki energi foton hf dan energi ambang bahkan katodanya adalah hf o
maka elektron akan terlepas dari permukaan logam dengan energi kinetik.
EK = hf – hfo
Dimana,
EK = energi kinetik elektron yang terlepas
hf = energi foton berkas cahaya dari luar
hfo = energi ambang bahan logam (Katoda)
1. Pandangan teori klasik
Efek fotolistrik tidak dapat dijelaskan dengan fisika klasik.
Berdasarkan teori klasik, energi yang diasosiasikan dengan radiasi
elektromagnetik bergantung hanya pada intensitas cahaya dan buka pada
frekuensi. Menurut teori gelombang elektromagnetik, intensitas cahaya
merupakan ketetapan energi cahaya. Jika intensitas cahaya yang datang
pada permukaan bahan semakin besar, dengan demikian jumlah elektron
yang dipancarkan seharusnya semakin besar. Selain itu, elektron akan
bereksitasi dari pelat bila intensitas cahaya cukup, berapapun frekuensi
sinar yang digunakan.
Pandangan model kuantum
Cahaya menyebar dari suatu dengan merambatnya energi yang
terkuantisasi, berupa paket-paket gelombang. Teori kuantum diawali
dengan fenomena radiasi benda hitam. Apabila sebuah benda dipanaskan
akan mengeluarkan radiasi misalnya ditandai dengan terpancarnya sinar
berwarna-warni. Dalam keadaan setimbang maka cahaya akan
dipancarkan akan tersebar pada seluruh spektrum frekuensi dan panjang
gelombang. Pada percobaan kegiatan 1 menunjukkan bahwa walaupun
intensitas cahaya yang diberikan maksimum, elektron tidak muncul dari
plat logam, karena intensitas cahaya tidak tergantung terhadap energi
kinetik foto elektron.
Kegiatan 2
Plot grafik hubungan antara potensial penghenti dengan frekuensi

Vs (V)
1
f(x) = 0.391224188790561 x − 1.55276769911504
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
v (1014Hz)
0
4.5 5 5.5 6 6.5 7

Grafik 4.1. Hubungan antara jumlah frinji dan pergeseran cermin


Berdasarkan grafik hubungan antara potensial penghenti dengan
frekuensi di atas diperoleh
y = mx ± c
y = 0.3912x – 1.5528
VS = 0.3912x – 1.5528
Menentukan Konstanta Planck
h
m=
e
h = m. e
h = 0.3912 (1.602 ×10−19 c ) (10-14 Hz)
h = 0.6267024 ×10−33 Js
h = 6.267024 ×10−34 Js
Presentasi Kesalahan (% Error)
h teori = 6.626070150 ×10−34 Js
h praktikum = 6.267024 ×10−34 Js

| |
h teori−h praktikum
% diff = × 100 %
hteori +h praktikum
2

| |
−34
( 6 .626−6.2670 2) ×10
% diff = −34
×100 %
(6 .626 +6.26702) ×10
2

% diff = |06.44
.358
|× 100 %
% diff =5.55 %
Menentukan fungsi kerja WO

WO
c=
e
Wo = c. e
Wo = (1.5528) × (1.602 ×10−19 c )
Wo = 2.48758 × 10−19 J × (6.242 × 10−18 eV)
Wo = 15.523854 × 10−1 eV
Wo = 1.5523854 eV
C. Pembahasan
Percobaan efek fotolistrik ini bertujuan untuk mengamati perilaku
cahaya sebagai partikel menurut teori kuantum dan menentukan konstanta
Planck. Dimana percobaan ini dibagi menjadi dua kegiatan.
Pada kegiatan pertama, yaitu melakukan pengamatan karakteristik
cahaya menurut teori kuantum. Pada kegiatan ini, pengamatan dilakukan
pada tiga keadaan yaitu potensial penghalang lebih besar dari potensial
penghenti (V > VS), potensial penghalang sama dengan potensial
penghenti (V = VS), dan potensial penghalang lebih kecil daripada
potensial penghenti (V < VS).
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dari keadaan
tersebut, dapat diketahui bahwa kuat arus akan terbaca pada saat V < V S,
sedangkan untuk V = VS dan V > VS tidak arus yang terbaca, karena
percobaan dilakukan dengan frekuensi tertentu (V = konstan), maka dapat
disimpulkan bahwa intensitas cahaya tidak mempengaruhi besarnya
potensial penghenti.
Berdasarkan hasil analisis grafik hubungan antara potensial
penghenti dengan frekuensi diperoleh nilai konstanta Planck sebesar
6.267024 10-34 Js, sedangkan konstanta Planck secara teori sebesar
6.626070150 10-34 Js, sehingga dapat diperoleh persentase perbedaan (%
diff) sebesar 5.55%. adapun perbedaan yang diperoleh antara nilai
konstanta Planck secara teori dan praktikum karena alat yang digunakan
pada saat praktikum ada yang rusak, sehingga saat itu, digunakan sumber
cahaya dari handphone praktikan. Selain itu, melalui plot grafik juga dapat
diketahui besarnya fungsi kerja logam yaitu 1.5523854 eV.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan bahwa:
1. Cahaya berperilaku sebagai partikel menurut teori kuantum. Hal ini
terlihat dari intensitas cahaya yang mempengaruhi kuat arus listrik,
semakin besar intensitas cahayanya maka semakin besar pula kuat arus
namun tidak signifikan dan intensitas cahaya tidak mempengaruhi energi
kinetik. Tetapi energi kinetik dipengaruhi oleh frekuensi yaitu ketika
frekuensi diubah, potensial penghentinya juga ikut berubah. Pengaruh
intensitas terhadap arus foto elektron yaitu berbanding lurus, semakin
besar arus intensitas cahaya maka semakin besar arus fotoelektron yang
dihasilkan.
2. Konstanta Planck yang diperoleh berdasarkan hasil analisis grafik sebesar
6.267024 ×10−34 Js. Nilai tersebut menunjukkan nilai agak mendekati
konstanta Planck secara teori sebesar 6.626070150 ×10−34 Js, dengan
persentase perbedaan sebesar 5.55%, dan besarnya fungsi kerja logam
yaitu 1.5523854 eV.
B. Saran
1. Untuk praktikan, sebaiknya pada praktikum selanjutnya agar lebih teliti
dan memahami prosedur pada praktikum tersebut.
2. Untuk asisten, agar tetap mempertahankan keramahan disaat menjelaskan
tentang praktikum tersebut
3. Untuk laboran, agar lebih memperhatikan alat-alat yang akan digunakan
untuk praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Beiser, Arthur., The Houw Liong. 1983. Konsep Fisika Modern. Erlangga,
Jakarta.
Halim., 2011. Fisika Modern 1 (Pendekatan Konseptual). Syiah Kuala University
Press
Krane, Kenneth. 2014. Modern Physics Third Edition. John Wiley and Sons, Inc.
Sani, Ridwan Abdullah dan Muhammad Kadri. 2017. Fisika Kuantum. Bumi
Aksara, Jakarta.
Santhiarsa, Gusti Ngurah, I gusti Bagus Wijaya Kusuma. Kajnian Energi Surya
Untuk Pembangkit Tenaga Listrik. Teknologi Elektro. Vol. 4 No. 1. Januari-
Juni 2015.
Singh, R. B,.2009. Introduction to Modern Physics, Second Edition, Volume 1.
New Age International Publishers
Sutomo, dkk. Radiasi Benda Hitam Dan Efek Fotolistrik Sebagai Konsep Kunci
Revolusi Saintifik Dalam Perkembangan Teori Kunatum Cahaya. Jurnal
Ilmiah Multi Sciences Vol. IX NO.2. Universitas Bengkulu.
Umma, Bibi Maria dan Imam Sucahyo. 2017. Percobaan Efek Fotolistrik Berbasi
Miktokontroller Dengan LED RGB Sebagai Sumber Cahaya. Jurnal
Inovasi Fisika Indonesia (IFI). Vol 06 No 03. Hal 91-92.
LITERATUR

Anda mungkin juga menyukai