Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN

PRAKTIKUM FISIKA EKSPERIMEN I


PERCOBAAN h/e
(ACARA – 3)

Disusun oleh :
Nama : 1. Fasda Akhsanul Latief K1C016038
2. Dewantara Permata Yong K1C016059
Asisten : Erlita Novalia

Hari/Tanggal :
Pelaksanaan Praktikum : Senin, 1 April 2019
Pengumpulan Laporan : Senin, 8 April 2019

LABORATORIUM FISIKA INTI DAN MATERIAL


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2019
PERCOBAAN h/e
Fasda Akhsanul Latief (K1C016038), Dewantara Permata Yong
(K1C016059)
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Jenderal Soedirman
Email: akhsan.latief@gmail.com, dewantarapermata67@gmail.com

ABSTRAK

Berkas cahaya ditembakkan ke permukaan logam yang diletakkan di dalam suatu


tabung vakum yang dilakukan pada percobaan h/e, sehingga elektron terpencar
keluar dari permukaan tersebut. Percobaan h/e bertujuan menentukan nilai
perbandingan h/e. Energi kinetik maksimum elektron dapat diketahui Kmax melalui
hubungan hv = Kmax+W0. Dengan hubungan energi planck dapat diperoleh nilai
tetapan planck h (E – h ). Sehingga dapat diketahui bahwa nilai energi kinetik
merupakan Kmax= hv-W0 selisih energi kuantum yang datang dan energi energi
minimu untuk melepas sebuah elektron dari permukaan logam. Einstein
mempostulatkan bahwa energi yang dibawa oleh cahaya terdistribusi secara kontinu
sebagaimana dinyatakan oleh teori gelombang. Persamaan fotolistrik Einstein
menunjukkan bahwa pengukuran h sesuai dengan nilai yang ditemukan oleh
Planck. Hasil eksperimen yang telah dilakukan menunjukkan bahwa konstanta
Planck yang telah penulis analisis adalah relatif sama. Dari eksperimen ini
didapatkan hasil berupa konstanta planck kemudian membandingkanya dengan
kontanta planck literatur,serta juga di dapatkan fungsi kerja dari suatu logam yang
digunakan saat eksperimen.. Hasil eksperimen mencari konstanta planck dari
eksperimen ini yang paling mendekati literatur adalah ) J.s.

Kata Kunci: Efek fotolistrik, konstanta planck, teori kuantum.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penemuan efek fotolistrik merupakan salah satu tonggak sejarah kelahiran
fisika kuantum. Untuk merumuskan teori yang cocok dengan eksperimen, sekali
lagi orang dihadapkan pada situasi dimana faham klasik yang selama puluhan
tahun telah diyakini sebaga faham yang benar, harus dirombak. Faham yang
dimaksud adalah konsepsi bahwa cahaya sebagai gelombang.
Efek fotolistrik merupakan gejala fisika yang pertama kali ditemukan oleh
Hertz pada tahun 1887 ketika mendemonstrasikan keberadaan gelombang
elektromagnetik. Kemudian, Lenard menggunakan sebuah tabung kaca yang
divakumkan yang di dalamnya terdapat dua buah elektrode. Ketika itu, teori
fisika tidak dapat menjelaskan hasil pengamatan Lenard. Setelahnya, Einstein
dengan menggunakan gagasan kuanta Planck memberikan penjelasan teoritis
terhadap hasil pengamatan gejala fotolistrik. Einstein merumuskan persamaan
yang menghubungkan antara potensial ambang dengan frekuensi cahaya
monokromatik yang digunakan dalam menyinari katode (Krane, 1982).
Pada percobaan ini, kita akan mengamati perilaku cahaya sebagai partikel
menurut teori kuantum dan merombak pernyataan cahaya sebagai gelombang
oleh teori klasik. Selain itu, pada percobaan ini akan di analisis untuk
menentukan nilai perbandingan h/e.

1.2 Tujuan
1. Mempelajari pancaran energi dari sumber lampu mercury.
2. Menentukan nilai perbandingan h/e.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Kuantum


Pada tahun 1905, Einstein menggunakan gagasan Planck tentang
kuantisasi energi untuk menjelaskan efek fotolisrik. (Makalahnya tentang
efek fotolistrik muncul dalam jurnal yang sama berisi teori relativitasnya
khususnya). Karya Einstein ini menandai permulaan teori kuantum, dan
untuk hal ini Einstein menerima hadiah nobel dalam bidang fisika (Tipler,
2001).
Untuk menguji teori kuantum yang dikemukakan oleh Max Planck,
Albert Einstein mengadakan suatu penelitian yang bertujuan untuk
menyelidiki bahwa cahaya merupakan pancaran paket-paket energi yang
kemudian disebut foton yang memiliki energi sebesar hf. Percobaan yang
dilakukan Einstein lebih dikenal dengan sebutan efek fotolistrik. Peristiwa
efek fotolistrik yaitu terlepasnya elektron dari permukaan logam karena
logam tersebut disinari cahaya (Siswanto, 2008).

Gambar 2.1 Rangkaian percobaan Efek Fotolistrik

2.2 Efek Fotolistrik


Berdasarkan hasil percobaan Einstein, ternyata tidak semua cahaya
(foton) yang dijatuhkan pada keping akan menimbulkan efek fotolistrik. Efek
fotolistrik akan timbul jika frekuensinya lebih besar dari frekuensi tertentu.
Demikian juga frekuensi minimal yang mampu menimbulkan efek fotolistrik
tergantung pada jenis logam yang dipakai. Selanjutnya, marilah kita pelajari
bagaimana pandangan teori gelombang dan teori kuantum (foton) untuk
menjelaskan peristiwa efek fotolistrik ini. Dalam teori gelombang ada dua
besaran yang sangat penting, yaitu frekuensi (panjang gelombang) dan
intensitas. Ternyata teori gelombang gagal menjelaskan tentang sifat-sifat
penting yang terjadi pada efek fotolistrik, antara lain :
a. Menurut teori gelombang, energi kinetik elektron foto harus bertambah
besar jika intensitas foton diperbesar. Akan tetapi kenyataan menunjukkan
bahwa energi kinetik elektron foto tidak tergantung pada intensitas foton
yang dijatuhkan.
b. Menurut teori gelombang, efek fotolistrik dapat terjadi pada sembarang
frekuensi, asal intensitasnya memenuhi. Akan tetapi kenyataannya efek
fotolistrik baru akan terjadi jika frekuensi melebihi harga tertentu dan untuk
logam tertentu dibutuhkan frekuensi minimal yang tertentu agar dapat
timbul elektron foto.
c. Menurut teori gelombang diperlukan waktu yang cukup untuk melepaskan
elektron dari permukaan logam. Akan tetapi kenyataannya elektron terlepas
dari permukaan logam dalam waktu singkat (spontan) dalam waktu kurang
10-9 sekon setelah waktu penyinaran.
d. Teori gelombang tidak dapat menjelaskan mengapa energi kinetik
maksimum elektron foto bertambah jika frekuensi foton yang dijatuhkan
diperbesar. Teori kuantum mampu menjelaskan peristiwa ini karena
menurut teori kuantum bahwa foton memiliki energi yang sama, yaitu
sebesar hf, sehingga menaikkan intensitas foton berarti hanya menambah
banyaknya foton, tidak menambah energi foton selama frekuensi foton tetap
(Siswanto, 2008).
Einstein mempostulatkan bahwa energi yang dibawa oleh cahaya
terdistribusi secara kontinu sebagaimana dinyatakan oleh teori gelombang.
Paket-paket energi ini akan tetap terlokalisir (tidak memudar) ketika bergerak
menjauhi sumbernya. Dengan demikian, paketpaket energi ini berperilaku
sebagai partikel: kehadirannya terlokalisir, artinya pada saat tertentu akan
menempati ruangan yang sangat terbatas dan tertentu. Selanjutnya, bak partikel
ini disebut foton. Karena foton selalu bergerak dengan laju c maka menurut
teori relativitas, massa foton haruslah 0. Energi foton bergantung pada
frekuensinya, yaitu
ε = hv (2.1)
dengan h menyatakan tetapan Planck.
Hasil pengamatan terhadap gejala efek fotolistrik memunculkan
sejumlah fakta yang merupakan karakteristik dari efek fotolistrik. Karakteristik
itu adalah sebagai berikut:
1. Hanya cahaya yang sesuai (yang memiliki frekuensi yang lebih besar dari
frekuensi tertentu saja) yang memungkinkan lepasnya elektron dari pelat
logam atau menyebabkan terjadi efek fotolistrik (yang ditandai dengan
terdeteksinya arus listrik pada kawat). Frekuensi tertentu dari cahaya
dimana elektron terlepas dari permukaan logam disebut frekuensi ambang
logam. Frekuensi ini berbeda-beda untuk setiap logam dan merupakan
karakteristik dari logam itu.
2. Ketika cahaya yang digunakan dapat menghasilkan efek fotolistrik,
penambahan intensitas cahaya dibarengi pula dengan pertambahan jumlah
elektron yang terlepas dari pelat logam (yang ditandai dengan arus listrik
yang bertambah besar). Tetapi, efek fotolistrik tidak terjadi untuk cahaya
dengan frekuensi yang lebih kecil dari frekuensi ambang meskipun
intensitas cahaya diperbesar.
3. Ketika terjadi efek fotolistrik, arus listrik terdeteksi pada rangkaian kawat
segera setelah cahaya yang sesuai disinari pada pelat logam. Ini berarti
hampir tidak ada selang waktu elektron terbebas dari permukaan logam
setelah logam disinari cahaya.
Karakteristik dari efek fotolistrik di atas tidak dapat dijelaskan
menggunakan teori gelombang cahaya. Diperlukan cara pandang baru dalam
mendeskripsikan cahaya dimana cahaya tidak dipandang sebagai gelombang
yang dapat memiliki energi yang kontinu melainkan cahaya sebagai partikel.
Perangkat teori yang menggambarkan cahaya bukan sebagai gelombang
tersedia melalui konsep energi diskrit atau terkuantisasi yang dikembangkan
oleh Planck dan terbukti sesuai untuk menjelaskan spektrum radiasi kalor
benda hitam. Konsep energi yang terkuantisasi ini digunakan oleh Einstein
untuk menjelaskan terjadinya efek fotolistrik. Di sini, cahaya dipandang
sebagai kuantum energi yang hanya memiliki energi yang diskrit bukan
kontinu yang dinyatakan sebagai E = hf.
Interaksi foton dengan partikel, misalnya dengan elektron seperti pada
gejala efek fotolistrik, dipostulatkan sebagai berikut. Setiap foton berinteraksi
dengan satu elektron tunggal. Tidak pernah satu foton membagi energinya
kepada lebih dari satu elektron. Lebih lanjut, karena elektron pada gejala efek
fotolistrik dalam keadaan terkuat, maka agar tidak melanggar hukum
kekekalan energi dan hukum kekekalan momentum, proses transfer energi dari
foton ke elektron ini memiliki sifat sebagai berikut. Jika energi foton cukup
untuk melepas elektron dari ikatannya maka ada peluang bagi foton untuk
memberikan energinya. Tetapi, jika energi foton tidak cukup maka foton tidak
memberikan energinya. Jadi, hanya ada dua kemungkinanyang terjadi yaitu
foton memberikan seluruh energinya, atau samasekali tidak memberikan
energinya kepada elektron (Siswanto, 2008).
Dengan menggunakan teori Planck, Einstein menemukan gejala efek
fotolistrik dengan persamaan:
E  hv  EK max  W0 (2.2)
Dengan EKmax= energi kinetik maksimum (eV), dan W0 = fungsi kerja logam
(eV).
Persamaan (2.2) memungkinkan pengukuran konstanta Planck (h)
dengan analisis sebagai berikut. Cahaya dengan energi hv menabrak elektron
katode di dalam tabung hampa. Elektron memanfaatkan energi minimum W0
untuk melepaskan diri dari katoda, beberapa elektron keluar dengan energi
maksimum EKmax. Umumnya, elektron tersebut dapat mencapai anoda dan
dapat diukur sebagai arus fotoelektron. Akan tetapi dengan menerapkan
potensial balik Vs antara anoda dan katoda, arus fotolistrik dapat dihentikan.
Ekmax dapat ditentukan dengan mengukur potensial balik minimum yang
diperlukan untuk menghentikan fotoelektron dan mengurangi arus fotolistrik
hingga mencapai nol. Hubungan antar energi kinetik dan potensial penghenti
diberikan oleh:
EK max  eVs (2.3)
Dengan mensubstitusi persamaan (2.3) ke dalam persamaan (2.2) diperoleh
persamaan Einstein (Subaer, 2013) :
hv  eVs  W0 (2.4)
Persamaan ini pada dasarnya adalah persamaan energi. Perlu diperhatikan
bahwa e adalah muatan elektron yang besarnya 1,6 × 10−19 C dan tegangan
dinyatakan dalam satuan volt (V) (Siswanto, 2008).
Untuk melepaskan elektron diperlukan sejumlah tenaga minimal yang
besarnya bergantung pada jenis/sifat logam tersebut. Tenaga minimal ini
disebut work function atau fungsi kerja dari logam, dan dilambangkan oleh .
Keperluan tenaga tersebut disebabkan elektron terikat oleh logamnya. Tenaga
gelombang elektromagnetik/foton yang terkuantisasi, besarnya adalah
E f  Hv (2.5)

Dimana v adalah frekuaensi gelombang elektromagnetik dan h adalah tetapan


Planck. Bila dikenakan pada suatu logam dengan fungsi kerja tetapan ,
dimana hv>, maka elektron dapat terlepas dari logam. Bila tenaga foto tepat
sama dengan fungsi kerja logam yang dikenainya, frekuensi sebesar frekuensi
foton tersebut disebut frekuensi ambang dari logam, yaitu :

v0  (2.6)
h
Sehingga dapat dikatakan bila frekuensi foton lebih kecil dari pada frekuensi
ambang logam, maka tidak akan terjadi pelepasan elektron dan jika lebih besar
frekuensi foton terhadap frekuensi ambang logamnya maka akan terjadi
pelepasan elektron, yang biasa disebut efek fotolistrik (Krane, 1992).
Elektron yang lepas dari logam karena dikenai foton, akibat efek
fotolistrik ini disebut fotoelektron, yang mempunyai tenaga kinetik sebesar
E k  hv   (2.7)

E k  h( v  v 0 ) (2.8)
Sistem peralatan untuk mempelajari efek fotolistrik ditunjukkan pada
gambar 1. Dua elektroda dalam tabung hampa, dimana salah satunya adalah
logam yang disinari (sebuah sel foto). Antara kedua elektroda diberi beda
potensial sebesar Va dengan baterai E1 danE2, yang nilainya dapat di variasi
dari Va  E1 sampai dengan V2 E2 dengan suatu potensiometer. Arus
fotoelektron (Ie) dapat diukur dengan micrometer atau galvanometer.
Untuk suatu nilai V > Vo dengan intensitas tertentu dapat diamati Ie
sebagai fungsi Va . Ie akan mencapai nilai nol bila Va diturunkan mencapai
nilai tertentu, Va . Vs (tegangan penghenti/stoppingf voltage), yang memenuhi
persamaan
h 
Vs  v (2.10)
e e
Persamaan (2.10) menunjukkan bahwa Vs merupakan fungsi v. Sehingga
pengukuran Vs untuk berbagai nilai v memungkinkan untuk menentukan nilai
h/e dan /e (Krane, 1992).

Gambar 2.2 Susunan alat percobaan efek fotolistrik


BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Laboratorium Fisika Inti dan Material Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Jenderal Soedirman, 1 April 2019 pukul 13.00-
14.35 WIB.

3.2 Alat dan Bahan


1. Sumber cahaya merkuri
2. Multimeter digital
3. Filter warna kuning dan hijau
4. Perangkat h/e

3.3 Prosedur kerja


3.3.1 Bagian A
1. Menyusun peralatan percobaan h/e seperti pada gambar 2.
2. Menghidupkan sumber cahaya mercury.
3. Mengecek potensial bateray pada perangkat h/e.
4. Me-reset potensial pada perangkat h/e untuk menghilangkan memori.
5. Memasang filter transmisi pada layar perangkat h/e.
6. Mencatat nilai potensial yang ditunjukkan pada multimeter digital untuk
setiap prosentase transmisi.
7. Mematikan sumber cahaya mercury.
8. Langkah 2-7 diulangi untuk semua filter cahaya yang ada.
3.3.2 Bagian B
1. Menyusun peralatan percobaan h/e seperti pada gambar 2.
2. Memasang filter transmisi pada layar perangkat h/e.
3. Mengecek potensial bateray pada perangkat h/e.
4. Me-reset potensial pada perangkat h/e untuk menghilangkan memori.
5. Menghidupkan sumber cahaya mercury.
6. Mencatat nilai potensial yang ditunjukkan pada multimeter digital untuk
setiap prosentase transmisi.
7. Mematikan sumber cahaya mercury.
8. Langkah 2-7 diulangi untuk semua filter cahaya yang ada.

3.3 Flowchart
3.3.1 Bagian A

Mulai

Alat dan Bahan:


1. Sumber cahaya mercuri.
2. Multimeter digital.
3. Filter warna kuning dan hijau.
4. Perangkat h/e

- Menghidupkan sumber cahaya merkuri


- Mereset potensial pada perangkat h/e untuk menghilangkan
memori.
- Memasang filter transmisi dan filter warna kuning pada
layar perangkat h/e

Mencatat nilai tegangan pada MMD dan mengulanginya


sebanyak dua kali.

V1, V2
Diulang untuk nilai filter
transmisi yang berbeda

- Menghitung nilai frekuensi sesuai dengan transmisi yang


digunakan

- Membuat grafik hubungan antara potensial terhadap


frekuensi
- Menghitung nilai perbandingan h/e dari nilai gradien grafik Diulang untuk filter
yang sudah dibuat. warna hijau

Selesai

Gambar 3.1 Flowchart Percobaan h/e bagian A

3.3.2 Bagian B
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan Metode Statis
No Potensial (V) S (mm) t (s)
1 100 5 5.4
2 157 5 10.4
3 120 5 8
4 130 5 11
5 150 5 7.1

Tabel 4.2 Data Hasil Pengamatan Metode Dinamis


No Potensial (V) S (mm) t2 (s) t1 (s)
1 57 10 6 8
2 70 10 10.3 7.2
3 120 10 8 6.9
4 170 10 8 7.9
5 110 10 14 8.2

4.2 Pembahasan
Berdasarkan.....
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. lampu mercury...;
2. dst.

5.2 Saran
1. Ruangan praktikum lebih baik lagi agar tidak ada cahaya yang masuk saat
melakukan praktikum.
2. Dst.
DAFTAR PUSTAKA

Krane, Kenneth. S, 1982. Fisika Modern, Terjemahan : Hans. J. Wospakrik dan


Sofia Nikhsolihin. Jakarta : Penerbit UI.
Krane, Kenneth S. 1992. Fisika Modern, alih bahasa : Hans J. Wospakrik dan Sofia
Niksolihin. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Siswanto. 2008. Kompetensi Fisika Untuk SMA. Jakarta: Departemen Pendidikan.

Tipler, Paul A. 2001. Fisika untuk Teknik dan Sains Edisi Ketiga Jilid Dua. Jakarta :
Erlangga
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Praktikum Perbandingan h/e.

Anda mungkin juga menyukai