Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

“MAKANAN DAN REFLEKS MUNTAH”

Oleh:

Retno Trisnawati
121610101023

LABORATORIUM FISIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2013
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Dasar Teori

BAB II HASIL PERCOBAAN

II.1 Pengunyahan

II.1.1 Kekuatan Gigit Maksimal

II.1.2 Efisiensi Kunyah

II.1.3 Kelelahan Pada Otot Wajah

II.1.4 Gerakan Lidah Pada Saat Pengunyahan

II.2 Pemeriksaan Proses Menelan

II.2.1 Pemeriksaan Palpasi Pada Saat Menelan

II.2.2 Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap Penelanan

II.2.3 Pengaruh Jenis Makanan Terhadap Penelanan

II.3 Prosedur Percobaan Refleks (Gagging Refleks)

II.3.1 Pengaruh Sentuhan Terhadap Refleks Muntah

II.4 Pertanyaan

BAB III PEMBAHASAN

BAB IV KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Dasar Teori

Beberapa fungsi penting tubuh yang terlibat dalam proses makan antara lain
pengunyahan, gerakan lidah, perasa, penelanan, dan salvias. Selain bagian tubuh
yang berperan langsung pada proses makan, secara fisiologis beberapa organ juga
ikut berperan dalam menimbulkan keinginan dan selera makan yaitu : penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan keterlibatan susunan saraf pusat. Fungsi- fungsi
diatur mengikuti kerja N. Kranialis, yaitu :

Syaraf Kranialis dan Fungsinya :


No. Nervus N.C Fungsi :
Ke-
1. N. Trigeminus V : (1) mengatur proses mengunyah dan
menggigit
(2) mengatur pergerakan rahang ke
lateral
2. N. Fasialis VII : (1) mengukur reseptor rasa pada 2/3
anterior lidah
(2) menginervasi kelenjar saliva
3. N. Glossopharyngeal IX : (1) mengatur sekresi saliva
(2) mengatur proses penelanan
(3) mengatur sensasi pada faring
tonsil, palatum mole, bagian 1/3
posterior lidah
(4) mengatur reseptor rasa pada1/3
bagian posterior lidah
(5) mengendalikan reflek muntah
4. N. Vagus X : mengatur proses penelanan
5. N. Hypoglossal XI : Mengatur gerakan lidah

I.1.1 Dasar Teori Pengunyahan/Mastikasi

Pengunyahan merupakan hasil kerjasama antara peredaran darah, otot


pengunyahan, saraf, tulang rahang, sendi temporo-mandibula, jaringan lunak
rongga mulut, dan gigi- gigi. Adapun, organ tubuh yang terlibat dalam proses
pengunyahan ini antara lain : bibir, pipi, lidah, palatum, gigi- gigi, kelenjar saliva,
faring, dan laring. Pada umumnya, otot pengunyahan dipersarafi oleh cabang
motorik N.Trigeminus khususnya saraf mandibularis yang dikontrol oleh nucleus
di batang otak.
Di dalam mulut, makanan megalami proses mastikasi untuk mempermudah
mencerna makanan dan merangsang sekresi saliva. Proses mengunyah disebabkan
oleh reflex mengunyah yang berlangsung secara terus menerus sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut.

(1) Pada saat makanan akan masuk ke dalam mulut akan merangsang reflex

inhibisi otot- otot pengunyahan, yang menstimulasi membukanya rongga mulut

karena rahang bawah turun.

(2) Penurunan ini segera menginisiasi reflex regang otot- otot rahang yang

menyebabkan kontraksi otot di sekitar rongga mulut. Hal ini secara otomatis

mengangkat rahang bawah sehingga terjadi penutupan rongga mulut dan oklusi

gigi- gigi.

(3) Oklusi gigi mengakibatkan terdorongnya bolus yang berada di atas permukaan

oklusal gigi bergerak kea rah pipi.

(4) Dorongan makanan ini akan menimbulkan penghambatan kontraksi otot- otot

rahang sehingga mulut kembali terbuka.

(5) Pada saat mulut terbuka, lidah dan pipi akan berfungsi mengangkat kembali
makanan ke atas permukaan gigi- gigi dan mencampur makanan dengan enzim
pencernaan di rongga mulut. Kondisi ini akan terus menerus terjadi sehingga
terjadi pemecahan ukuran partikel makanan menjadi lebih kecil dan siap untuk
ditelan. Kecepatan pencernaan makanan sangat tergantung pada luas permukaan
total yang dapat menghasilkan getah lambung. Penghancuran makanan menjadi
partikel- partikel halus berfungsi mencegah ekskorias/lukanya salran pencernaan.
Dalam hal ini, pergerakan lidah diatur oleh saraf kranialis ke-12, Hypoglossus.

I.1.2 Dasar Teori Penelanan

Menelan merupakan salah satu bagian dari proses makan. Menelan pada
dasarnya merupakan suatu mekanisme yang kompleks. Pada proses penelanan
makanan digerakkan dari faring menuju esophagus. Proses penelanan terdiri dari
tiga fase, yaitu :
(1) Vase Volunter

Makanan ditelan secara sadar. Makanan ditekan atau didorong ke bagian


belakang mulut oleh tekanan lidah yang bergerak ke atas dan ke belakang
terhadap palatum sehingga lidah memaksa bolus makanan masuk ke dalam
orofaring. Proses menelan pada fase ini seluruhnya terjadi secara otomatis dan
biasanya tidak dapat dihentikan.

(2) Fase Faringeal

Setelah makanan didorong ke belakang mulut, ia merangsang daerah


reseptor menelan yang semuanya terletak di sekitar orofaring, khususnya tonsila.
Selanjutnya, impuls berjalan ke batang tak untuk memulai serangkaian kontraksi
otot faring dengan jalan sebagai berikut.

(1) Palatum Molled didorong ke atas menutup nares posterior, untuk mencegah
refluks makanan ke rongga hidung.

(2) Arkus palate-faringeus pada tiap sisi faring tertarik ke tengah untuk saling
mendekati hingga membentuk celah sagital sebagai jalan masuk makanan ke
posterior-faring.

(3) Pita suara laring menjadi berdekatan, dan epiglottis terdorong ke belakang ke
atas pintu superior laring. Kedua efek ini mencegah masuknya makanan ke dalam
trakea.

(4) Seluruh laring ditarik ke bawah dank e depan oleh otot- otot melekat pada os
hyoideus. Pergerakan ini meregangkan pintu esophagus.

(5) Selanjutnya bagian atas esophagus (sfingter esophagus atas) berelaksasi


sehingga memungkinkan makanan berjalan dari posterior faring ke dalam
esophagus bagian atas. Pada saat menelan sfingter tetap berkontraksi secara tonik
dengan kuat untuk mencegah udara masuk ke dalam esophagus saat bernafas.

(6) Pada saat laring terangkat dan sfinkter esophagus atas relaksasi, m.konstriktor
faringis superior berkontraksi sehingga menimbulkan gelombang peristaltic cepat
yang berjalan ke bawah melewati otot- otot faring dan masuk ke esophagus serta
mendorong makanan masuk ke esophagus serta mendorong makanan masuk ke
esophagus bagian bawah. Mekanisme menelan pada stadium faringeal ini
berlangsung selama 1-2 detik.

Impuls saraf pada fase faringeal dihantarkan dari daerah- daerah tersebut
melalui bagian sensoris N.Trigeminus dan N.Glossofaringeus menuju ke formasio
retikularis medulla oblongata dan bagian bawah pons sebagai pusat penelanan,
yang erat hubungannya dengan traktus solitarius sebagai penerima impuls sensoris
dari mulut. Selanjutnya, impuls motoris dari pusat menelan ke faring dan bagian
atas esophagus dihantarkan melalui syaraf kranial ke V, IX, X, dan XII serta
beberapa nervous servicalis superior.

(3) Fase Esofagus

Fungsi utama esophagus yaitu menghantarkan makanan dari faring ke


lambung. Sfingter bagian bawah esophagus, berelaksasi setelah melakukan
gelombang peristaltic dan memungkinkan makanan terdorong ke dalam lambung.
Sfingter kemudian berkontraksi untuk mencegah regurgitasi (refluks) isi lambung
ke dalam esophagus. Gelombang peristaltic esophagus hamper seluruhnya
dikontrol oleh reflex vagus, yang merupakan sebagian ke keseluruhan mekanisme
menelan. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung kira- kira dalam waktu 5
sampai 10 detik. Refleks ini dihantarkan melalui serat aferen vagus dari
esophagus ke medulla oblongata dan kembali lagi ke esophagus melalui serat
vagus.

I.1.3 Dasar Teori Refleks Muntah (gagging Refleks)

Refleks muntah (gagging Refleks) dianggap suatu mekanisme fisiologis


tubuh untuk melindungi tubuh terhadap benda asing atau bahan- bahan yang
berbahaya bagi tubuh, masuk ke dalam tubuh melalui faring, laring atau trakea.
Sumber reflex muntah secara fisiologis dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok yaitu (1) somatic (stimulasi saraf sensoris berasal dari kontak langsung
langsung pada area sensitive yang disebut trigger zone, mis : sikat gigi, makanan,
meletakkan benda di dalam rongga mulut), dan (2) psikogenik (distimulasi di
pusat otak yang lebih tinggi tanpa stimulasi secara langsung, mis : penglihatan,
suara, bau, perawatan kedokteran gigi).

Letak trigger area pada setiap individu dilaporkan tidak sams/sangat


spesifik. Pada beberapa orang Trigger zone dapat ditemukan di bagian lateral
lidah, posterior palatum, dinding posterior faring, dan lain- lain. Impuls saraf
rangsangan ini akan diteruskan ke otak melalui N.Glossofaringeus, dan
motoriknya akan dibawa kembali oleh N.Vagus. Selain tempat tersebut, (gagging
Refleks) dapat juga disebabkan karena hidung tersumbat, gangguan saluran
pencernaan, perokok berat, gigi tiruan, variasi anatomi dari palatum molle,
perubahan posisi tubuh yang sangat cepat dan atau pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan.
Mekanisme reflex muntah dapat diuraikan sebagai berikut :

(1) Pada tahap awal dari iritasi gastro-intestinal atau distensi yang berlebihan,
akan terjadi gerakan anti-peristaltik (beberapa menit sebelum muntah).

(2) Anti-peristaltis dapat dimulai dari ileum dan bergerak naik ke duodenum dan
lambung dengan kecepatan 2-3cm/detik dalam waktu 3-5 menit.

(3) Kemudian pada saat bagian atas traktus gastro intestinal, terutama duodenum,
menjadi sangat meregang, peregangan ini menjadi factor pencetus yang
menimbulkan tindakan muntah.

(4) Pada saat muntah, kontraksi intriksik kuat terjadi pada duodenum maupun
pada lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus bagian
bawah, sehingga membuat muntahan mulai bergerak ke esophagus. Selanjutnya,
kontraksi otot- otot abdomen akan mendorong muntahan keluar.

(5) Distensi berlebihan atau adanya iritasi duodenum menyebabkan suatu


rangsangan khusus yang kuat untuk muntah, baik oleh saraf aferen vagal maupun
oleh saraf simpatis ke pusat muntah bilateral di medulla (terletak dekat traktus
solitarius). Reaksi motoris ini otomatis akan menimbulkan efek muntah. Impuls-
impuls motorik yang menyebabkan muntah ditransmisikan dari pusat muntah
melalui saraf kranialis V, VII, IX, X, dan XII ke traktus gastro-intestinal bagian
atas dan melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen

(6) Kemudian datang kontraksi yang kuat di bawah diafragma bersama dengan
rangsangan kontraksi semua otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut di
antara diafragma dan otot- otot abdomen, membentuk suatu tekanan intragrastik
sampai ke batas yang lebih tinggi. Akhirnya, sfingter esophagus bagian bawah
berelaksasi secara lengkap, membuat pengeluaran isi lambung ke atas melalui
esophagus.

(7) Ketika reaksi muntah terjadi, timbul beberapa efek yang terjadi di dalam
rongga mulut yaitu (1) bernafas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan laring untuk
menarik sfingter esophagus bagian atas hingga terbuka, (3) penutupan glottis, (4)
pengangkatan palates molle untuk menutup nares posterior (daerah yang paling
sensitive dalam rongga mulut berbagai rangsangan).

Cara mencegah reflex gagging yaitu dengan diberikannya es balok


(berkumur dengan air es berulang kali), karena es balok (air es) memiliki suhu
rendah sehingga dapat menghambat kerja saraf untuk menyampaikan rangsang
menuju pusat muntah. Sehingga sensitifitas pasien dapat berkurangan. Selain itu,
beberapa cara dapat juga digunakan untuk menekan efek gagging reflex antara
lain relaksasi, mengalihkan perhatian, metode desensitisasi, terapi psikologis dan
perilaku, anastesi local, sedasi, general anestesi, terapi obat- obatan, hipnotik dan
akupuntur.

I.1.4 Koordinasi Gerakan Lidah

Lidah merupakan organ stomatognati berotot yang dilapisi oleh mukosa


yang memiliki reseptor pengecap. Lidah memiliki kemampuan untuk bergerak ke
segala arah. Selain memiliki fungsi sebagai alat pengecap, lidah membantu proses
pengunyahan makanan.
BAB II

HASIL PERCOBAAN

II.1 Pengunyahan

II.1.1 Kekeuatan Gigit Maksimal

Jenis kelamin Gigi Kedalaman gigit


orang coba
Kanan Kiri
(cm) (cm)

L Insisv 0,4 0,3


pertama

Kaninus 0,3 0,4

Molar - 0,5
pertama

P Insisiv 0,6 0,4


pertama

Kaninus 0,6 0,5

Molar 0,5 0,5


pertama

Keterangan : (-) sampel tidak memiliki gigi molar satu


II.1.2 Efisiensi Kunyah

Penghitungan efisiensi kunyah


Pengunyahan 20 kali Pengunyahan 10 kali
 Berat saringan (S) = 10 gram Berat nasi sisa + Saringan =
14 gram N = (N’+S) – S
 Berat nasi = 5 gram = 14 – 10
 Berat nasi sisa + Saringan = 12 gram = 4 gram

N = (N’+S) – S
Efisiensi = x 100%
= 12 – 10
= 2 gram = 80%

Efisiensi = x 100%

= 40%
Pengunyahan 15 kali
 Berat nasi sisa + Saringan = 13 gram

N = (N’+S) – S
= 12 – 10
= 3 gram

Efisiensi = x 100%

= 60%

Jenis Kelamin Efisiensi Kunyah


Orang Coba 20 Kali 15 Kali 10 Kali

40% 60% 80%

II.1.3 Kelelahan Pada Otot Wajah

Jenis
kelamin Waktu kunyah (awal kunyah-lelah)
orang coba
4 menit 11 detik, sebanyak 310 kunyahan
Perempuan

II.1.4 Gerakan Lidah Pada Saat Pengunyahan

Jenis kelamin orang coba Pola gerakan

Perempuan Naik turun

II.2 Pemeriksaan Proses Menelan

II.2.1 Pemeriksaan Palpasi Pada Saat Menelan

II.2.2 Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva Terhadap Penelanan

Perlakuan Respon orang coba


Dengan pemijatan normal +
Tanpa pemijatan normal -
Kemudahan menelan : Penelanan dilakukan lebih mudah dengan ditambahkan
pemijatan

II.2.3 Pengaruh Jenis Makanan Terhadap Penelanan

Jenis kelamin Kemudahan menelan dan respon orang coba


orang coba 1 : 0,5 1:1 1:2 1:3

Perempuan - Normal Normal + Normal ++

II.3 Prosedur Percobaan Refleks (Gagging Refleks)

II.3.1 Pengaruh Sentuhan Terhadap Refleks Muntah

Respon Orang Coba (refleks muntah)


Lokasi
Biasa Dingin Panas Obat

Ujung lidah Tidak refleks Tidak refleks Tidak refleks Tidak refleks

Dorsal lidah Tidak refleks Tidak refleks Tidak refleks Tidak refleks

Lateral kiri Tidak refleks Tidak refleks Tidak refleks Refleks

Lateral kanan Tidak refleks Tidak refleks Tidak refleks Refleks


Anterior Tidak refleks Tidak refleks Tidak refleks Tidak refleks

Posterior Refleks Refleks Refleks Refleks

Posterior palatum Refleks Refleks Tidak refleks Refleks

Uvula Refleks Refleks Tidak refleks Refleks

Tonsil Refleks Refleks Refleks Refleks

Faring atas (jika Tidak bisa Tidak bisa Tidak bisa Tidak bisa
bisa)

Yang paling
Uvula Tonsil Posterior Posterior
sensitif adalah

II.4 Pertanyaan

1. Apakah ada perbedaan permukaan rongga mulut antara laki – laki dan
perempuan ? Jelaskan mengapa ?

Jawab : dari percobaan yang dilakukan terdapat perbedaan lebar rongga mulut
antara laki-laki dan perempuan dimana permukaan mulut laki-laki lebih lebar
dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan ini terjadi karena bentuk rahang laki-
laki lebih besar dari pada perempuan selain itu kebiasaan laki-laki tertawa terlalu
lebar juga mempengaruhi lebar dari permukaan rongga mulut tersebut

2. Apakah ada perbedaan kekuatan gigit maksimal laki-laki dan perempuan ?


Jelaskan mengapa ?

Jawab : dari percobaan yang dilakukan perbedaan kekuatan gigit maksimal antara
laki-laki dan perempuan sangat tipis. Kekuatan laki-laki dan perempuan hampir
sama namun laki-laki sedikit lebih kuat dari pada perempuan. Hal ini terjadi
karena otot pengunyahan pada laki-laki lebih kuat dari pada perempuan.

3. Mengapa makanan ada yang mudah ditelan dan ada yang sukar ? Jelaskan
mengapa

Jawab : makanan yang dimakan banyak yang berbeda baik bentuk dan kandungan
air dalam makanan tersebut. Makanan yang bentuknya kasar dan mengandung
sedikit kandungan air akan sukar ditelan. Sedangkan makanan yang bentuknya
halus dan mengandung banyak air akan lebih mudah ditelan.

4. Mengapa rasa pahit dapat merangsang refleks muntah ?

Jawab : di dalam rongga mulut terdapat saraf motorik maupun sensorik yang
keduanya saling bekerja sama. Rasa pahit merupakan salah satu perangsang rasa
muntah dimana rasa pahit ini merangsang impuls saraf sensorik yang diteruskan
ke otak melalui N. Glossofaringeus, setelah mencapai otak rangsangan
motoriknya akan dibawa kembali oleh N.vagus untuk memberi refleks muntah.
Hal inilah yang memberi refleks muntah pada seseorang yang merasakan rasa
pahit di dalam rongga mulut

BAB III

PEMBAHASAN

Pada percobaan kekuatan gigit maksimal, kelompok kami menggunakan


orang coba yang berjenis kelamin laki laki dan perempuan, dari data hasil
percobaan yang di lakukan pada orang coba berjenis kelamin laki laki gigitan
terdalam ada pada gigi molar pertama pada sisi kiri yaitu gigitan maksimal yang
di dapatkan sebesar 0,5 cm sedangkan pada orang coba perempuan di dapatkan
hasil yang berbeda. Gigitan terdalam di dapatkan pada gigi insisiv pertama dan
kaninus pada sisi kanan yaitu sebesar 0,6 cm. Pada gigi insisive dan gigi kaninus
kedalaman gigitan lebih dalam pada daerah kanan, namun pada gigi molar
pertama gigitan gigi sebelah kiri lebih dalam. Pada percobaan kali ini, kami juga
dapat melihat kedalaman serta sebesar apa gigitan yang menggunakan wax
sebagai bahan yang digigit.

Percobaan efisiensi dilakukan untuk mengetahui efisiensi kunyah


berdasarkan jumlah kunyahan per detik. Teknik untuk menilai efisiensi dan
performane kunyah adalah dengan menyaring u n t u k m e m i s a h k a n
partikel makanan setelah mengunyah. Prosedur kerja dari
percobaan ini adalah mula-mula dengan menimbang satu sendok nasi dan
saringan yang akan digunakan. Selanjutnya, nasi dikunyah dengan kecepatan satu
kunyahan per detik, sebanyak 20 kali, 15 kali dan 10 kali kunyahan. Setelah itu,
nasi yang sudah dikunyah dikeluarkan dan diletakkan pada saringan. Selanjutnya
nasi disiram dengan air, setelah itu ditimbang bersama saringan. Hasil yang
diperoleh kemudian diguanakan untuk menghitung efisiensi kunyah berdasarkan
jumlah kunyahannya.
Hasil yang diperoleh pada kunyahan 20 detik yaitu berat nasi sisa
kunyahan yaitu sebanyak 2 gram. Dan penghitungan efisiensi kunyah yang
dilakukan yaitu pada jumlah kunyahan 20 kali maka efisiensi kunyahnya sebesar
40%. Sedangkan pada jumlah kunyahan 15 kali didapatkan nasi sisa kunyakan
sebanyak 3 gram dan efisiensi kunyah sebesar 60%. Pada jumlah kunyahan 10
kali, didapatkan nasi sisa kunyakan sebanyak 4 gram dan efisiensi kunyah sebesar
80%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah kunyahan yang
dilakukan, maka sisa makanan setelah dikunyah akan semakin sedikit. Yang mana
artinya semakin banyak jumlah pengunyahan makanan, maka akan semakin
efektik dalam memproses makanan. Kesalahan apapun yang terjadi dalam
percobaan dapat disebabkan kesalahan praktikan dalam melakukan percobaan dan
ketidaktepatan instrument yang dipergunakan
Percobaan gerakan lidah pada saat pengunyahan ini juga dilakukan dengan
mengunyah permen karet dengan perlahan. Namun sebelumnya orang coba
diinstruksikan untuk menggerakan lidah ke anterior, lateral dan ujung lidah ke
bagian paling posterior, lateral, dan ujung lidah ke bagian paling posterior dari
palatina. Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui bentuk, ukuran, warna dan
tekstur lidah pada saat relaksasi, lidah pada posisi anterior, lateral, posterior, dan
pada saat mengunyah.
Dari percobaan ini didapatkan bahwa pada posisi relaksasi bentuk lidah
normal, begitu juga ukuranya normal dengan warna merah muda dan tekstur
halus. Pada posisi anterior didapatkan hasil, yaitu bentuk mengecil dan ukuran
yang normal dengan warna merah muda dan tekstur kasar. Posisi selanjutnya yaitu
posisi lateral dimana pada bentuk melebar dan ukuran didapatkan hasil yang tidak
normal dengan warna merah dan tekstur kasar, terjadi kontraksi yang kuat pada
lidah saat posisi ini. Pada posisi posterior, bentuk melebar dan ukuran tidak
normal, namun pada tekstur lidah menjadi halus. Pada posisi mengunyah
didapatkan bentuk dan ukuran normal serta warna yang masih tetap sama dengan
tekstur halus. Pada saat mengunyah lidah bergerak dari dekster ke sinister, ketika
memindahkan makanan lidah bergerak ke atas ke arah palatum untuk mendorong
makanan ke oklusal gigi.
Pada percobaan pemeriksaan palpasi pada saat menelan orang coba
berjenis kelamin perempuan, hal yang pertama dilakukan adalah meminta orang
coba untuk duduk tegak, setelah itu lakukan inspeksi dan palpasi di leher bagian
atas dan liht pola gerakan yang yang dirasakan. Setelah dilakukan pemeriksaan
tentang pola gerakan setelah orang coba minum air pola gerakan yang terlihat
adalah naik turun.

Seperti yang diketahui proses menelan atau deglutasi merupakan proses


yang kompleks yang memrlukan setiap organ yaqng berperan harus bekerja secara
terintregasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan diperlukan kerjasama
dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan.
Proses menelan dibagi menjadi 3 fase yaitu fase volunter, fase faringeal, dan fase
esofagus. Fase volunter adalah fase pada saat makanan atau minuman ditekan atau
didorong ke bagian belakang mulut oleh tekanan lidah yang bergerak ke atas dan
ke belakang terhadap palatum sehingga lidah memaksa bolus makanan masuk ke
dalam orofaring dan pada fase ini terjadi secara otomatis dan biasanya tidak dapat
dihentikan. Fase yang kedua adalah fase faringeal dimana makanan atau minuman
akan didorong ke belakang mulut , dan ia merangsang daerah reseptor menelan
semuanya terletak di sekitar orofaring khusunya tonsila. Selanjutnya impuls
berjalan ke batang otak untuk memulai serangkaian kontraksi otot faring. Fase
yang terakhir adalah fase esofagus, fungsi utama esofagus adalah menghantarkan
makanan dari faring ke lambung.

Pada praktikum pengaruh peningkatan sekresi saliva terhadap penelanan


adalh orang coba diinstruksikan untuk mengunyah nasi 1 : 1 yang berarti nasi
dalam keadaan matangnya sedikit kasar (pada saat memasak sedikit menggunakan
air). Orang coba diinstruksikan untuk mengunyah nasi sebanyak 15 kali kemudian
nasi ditelan. Percobaan dilakukan 2 kali, percobaan pertama silakukan dengan
pemijatan pada bagian pipi yaitu disekitar kelenjar parotis. Pemijatan dilakukan
pada saat orang coba mengunyah nasi, dan setelah 15 kali kunyahan nasi ditelan.
Dan percobaan kedua dilakukan tanpa pemijatan.

Hasil yang didapat setelah pengunyahan yang dilakukan sebanyak 15 kali


dan kemudian menelannya, penelanan yang mudah dilakukan yaitu dengan
penambahan pemijatan. Hal itu bisa terjadi karena pada saat dilakukan pemijatan
disekitar kelenjar parotis, sekresi saliva meningkat. Sehingga proses penelanan
makanan lebih mudah dibandingkan yang dilakukan tanpa pemijatan.

Pada praktikum pengaruh jenis makanan terhadap proses penelanan orang


coba diintruksikan untuk membedakan proses penelanan nasi putih 1 : 1 , 1 : 2 dan
1 : 3. Dimana nasi 1 : 1 adalah nasi yang sedikit kasar, nasi 1 : 2 keadaanyaagak
lembut, dan nasi 1 : 3 nasinya sangat lembut.

Orang coba berjenis kelamin perempuan, setelah orang coba mengunyah


nasi-nasi tersebut perbedaan yang dirasakan adalah pada saat mengunyah nasi 1 :
1 pengunyahan dilakukan secara normal atau bisa dikatakan mudah karena
keadaan nasi yang sedikit kasar. Sedangkan pengunyahan yang dilakukan dengan
nasi 1 : 2 proses penelanan yang dilakukan lebih mudah dari nasi yang pertama
karena keadaan nasi yang agak lembut, dan proses penelanan yang terakhir
dengan nasi 1 : 3 proses penelanan sangat mudah karena keadaan nasi yang
lembut.

Jenis makanan sangat mempengaruhi proses penelanan, semakin lembut


tekstur makanan yang ditelan proses pengunyahan lebih mudah dibanding dengan
makanan yang bertekstur kasar.

Diketahui dari hasil percobaan pengaruh sentuhan terhadap reflex muntah,


bahwa kebanyakan daerah yang paling sensitif merasakan refleks muntah adalah
bagian posterior, seperti posterior lidah, posterior palatum, uvula, dan tonsil.
Tetapi pada praktikum yang kami lakukan, ada juga daerah anterior yang sensitif
terhadap refleks muntah yaitu lateral kanan dan lateral kiri. Hal ini bisa
disebabkan karena diberikannya obat kina yang rasanya pahit kepada orang coba,
bisa juga karena saat pemberian obat terlalu banyak sehingga saat itu orang coba
merasa ingin muntah.

Seperti yang kita ketahui bahwa, di dalam mulut, area penutup palatine
dari faring posterior dan batang tonsil kaya dengan reseptor nosiseptif. Reseptor
ini, ditemukan di papila lidah yang membawa taste buds, dapat memicu terjadinya
gag reflex. Mereka menciptakan suatu bidang refleks yang dapat tersebar luas atau
sempit, tergantung pada setiap individu. Reseptor ini berasosiasi dengan reseptor
labirin yang memicu gagging tergantung pada pergantian posisi. Reseptor-
reseptor gagging reflek berada pada palatum lunak, bagian 1/3 lateral posterior
lidah dan pada bagian retromolar mylohyoid.
BAB IV

KESIMPULAN

Gagging Refleks merupakan suatu mekanisme fisiologis tubuh untuk


melindungi tubuh dari benda asing atau bahan – bahan yang berbahaya bagi tubuh
yang masuk ke dalam faring atau saluran GastroIntestinal Tract. Gagging refleks
akibat psikogenik berasal dari persepsi yang lbih tinggi pada system saraf pusat
yang dapat memacu timbulnya muntah ( seperti : penciuman, penglihatan,
pendengaran).
DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W. F., 2003, Fisiologi Kedokteran, penerbit Buku Kedokteran EGC:


Jakarta
Guyton & Hall., 1997 , Fisiologi Kedokteran , Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta
Kimball, J. W. 1983. Biologi Jilid 3 edisi kelima. Penerbit Erlangga: Jakarta.
Pearce, E.C, 2000, Anatomi & Fisiologi untuk Paramedis, PT. Gramedia: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai