Anda di halaman 1dari 9

Laboratorium Geologi Minyak & Gas Bumi

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Log adalah suatu grafik kedalaman, dari satu set data yang menunjukkan
parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur ( Adi
Harsono, 1997). Log sangat membantu dalam menentukan karakter fisik dari batuan
seperti litologi, porositas, dan permeabilitas.
Data hasil logging ini digunakan untuk mengidentifikasi zona-zona produktif,
kedalaman, ketebalan, dan membedakan fluida baik itu minyak, gas, dan air, sehingga
dapat menghitung cadangan hidrokarbon di dalam suatu reservoir.
Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan yang cukup produktif
dalam cadangan hidrokarbon. Tingkat kematangan dari hidrokarbon Cekungan
Sumatera Selatan cukup baik dengan dukungan timing migrasi yang tepat oleh
struktur regional Daerah Sumatera. Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan
busur belakang (Back-Arc Basin) yang baik sebagai tempat akumulasi material-
material sedimen yang nantinya akan membentuk batuan induk (source rock),
ditambah dengan struktur aktif di Sumatera yang menjadi sarana hidrokarbon
bermigrasi ke batuan reservoir untuk tahap pengakumulasian hidrokarbon.
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier
berarah barat laut – tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di
sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di
sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta
Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang
memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah.

I.2. Maksud Dan Tujuan


Pembuatan laporan ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan interpretasi
petroleum system dari data mudlog, dan mengenali geologi regional pada Cekungan
Sumatera Selatan

Nama : Ega Meinaldy P


NIM : 111.110.059
Plug : 9 Page 1
Laboratorium Geologi Minyak & Gas Bumi

I.3. Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan


I.3.1 Struktur Geologi Regional
Kawasan Indonesia bagian barat (Sumatera, Jawa dan sebagian Kalimantan)
merupakan bagian dari Sunda Land yang termasuk lempeng benua Asia. Struktur
tektonik Indonesia bagian barat dipengaruhi benturan lempeng Benua Asia dengan
lempeng kerak Samudra Hindia – Australia. Eubank dan Makki, 1981 (dikutip dari
Setyo Nulyo K, 1999) berpendapat bahwa cekungan-cekungan di Sumatera terjadi
akibat dari benturan antara kedua lempeng tersebut, dimana lepas pantai Sumatera
Barat merupakan zona penekukan yang masih aktif.

Pada Akhir Kapur sampai Awal Tersier (Eosen Awal - Oligoen Awal) di
Indonesia bagian barat terjadi pergerakan tektonik yang menghasilkan pola kekar dan
sesar berarah utara–selatan, baratlaut–tenggara dan timurlaut–baratdaya.
Perkembangan dari pergerakan lempeng-lempeng tersebut membentuk komplek sesar
yang mengakibatkan sobekan-sobekan pada kerak bumi sehingga membentuk depresi
lokal dikenal sebagai Pull Apart, sedangkan disekitarnya terjadi tinggian-tinggian
lokal (Davies, 1984; Sukendar Asikin, 1988). Depresi dan tinggian inilah yang
membentuk konfigurasi batuan dasar dimana merupakan tempat terakumulasinya
endapan Tersier. Pada masa Tersier terjadi gaya tension sehingga sesar-sesar yang
sudah terbentuk aktif kembali membentuk sesar tumbuh. Pada masa Pliosen –
Plistosen terjadi gaya kompresi yang membentuk lipatan dengan arah baratlaut –
tenggara dan mengakibatkan kembali sesar-sesar geser dan sesar-sesar normal.

I.3.2 Stratigrafi Regional


Stratigrafi daerah Cekungan Sumatera Selatan telah banyak dibahas oleh para
ahli geologi terdahulu, khususnya yang bekerja dilingkungan perminyakan. Pada
awalnya pembahasan dititik beratkan pada sedimen Tersier, umumnya tidak pernah
diterbitkan dan hanya berlaku di lingkungan sendiri.

Nama : Ega Meinaldy P


NIM : 111.110.059
Plug : 9 Page 2
Laboratorium Geologi Minyak & Gas Bumi

Peneliti terdahulu telah menyusun urutan-urutan stratigrafi umum Cekungan


Sumatera Selatan, antara lain : Van Bemmelen (1932), Musper (1937), Marks (1956),
Spruyt (1956), Pulunggono (1969), De Coster 2(1974), Pertamina (1981).

Berdasarkan peneliti-peneliti terdahulu, maka Stratigrafi Cekungan Sumatera


Selatan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok batuan Pra-Tersier, kelompok
batuan Tersier serta kelompok batuan Kuarter.

1. Batuan Pra-Tersier

Batuan Pra-Tersier Cekungan Sumatera Selatan merupakan dasar cekungan


sedimen Tersier. Batuan ini diketemukan sebagai batuan beku, batuan metamorf dan
batuan sedimen (De Coster, 1974) Westerveld (1941), membagi batuan berumur
Paleozoikum (Permokarbon) berupa slate dan yang berumur Mesozoikum
(Yurakapur) berupa seri fasies vulkanik dan seri fasies laut dalam.

2. Batuan Tersier

Berdasarkan penelitian terdahulu urutan sedimentasi Tersier di Cekungan


Sumatera Selatan dibagi menjadi dua tahap pengendapan, yaitu tahap genang laut dan
tahap susut laut. Sedimen-sedimen yang terbentuk pada tahap genang laut disebut
Kelompok Telisa (De Coster, 1974, Spruyt, 1956), dari umur Eosen Awal hingga
Miosen Tengah terdiri atas Formasi Lahat (LAF), Formasi Talang Akar (TAF),
Formasi Baturaja (BRF), dan Formasi Gumai (GUF). Sedangkan yang terbentuk pada
tahap susut laut disebut Kelompok Palembang (Spruyt, 1956) dari umur Miosen
Tengah – Pliosen terdiri atas Formasi Air Benakat (ABF), Formasi Muara Enim
(MEF), dan Formsi Kasai (KAF).

 Formasi Lahat

Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar,


merupakan lapisan dengan tebal 200 m - 3350 m yang terdiri dari konglemerat, tufa,

Nama : Ega Meinaldy P


NIM : 111.110.059
Plug : 9 Page 3
Laboratorium Geologi Minyak & Gas Bumi

breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava dan batupasir kuarsa. Formasi ini
memiliki 3 anggota, yaitu :

1. Anggota Tuf Kikim Bawah, terdiri dari tuf andesitik, breksi dan lapisan lava.
Ketebalan anggota ini bervariasi, antara 0 - 800 m.
2. Anggota Batupasir Kuarsa, diendapkan secara selaras di atas anggota pertama.
Terdiri dari konglomerat dan batupasir berstruktur crossbedding. Butiran
didominasi oleh kuarsa.
3. Anggota Tuf Kikim Atas, diendapkan secara selaras dan bergradual di atas
Anggota Batupasir Kuarsa. Terdiri dari tuf dan batulempung tufan berselingan
dengan endapan mirip lahar.
Formasi Lahat berumur Paleosen hingga Oligosen Awal.
 Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Jambi terdiri dari batulanau,
batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga
transisi. Menurut Pulunggono, 1976, Formasi Talang Akar berumur Oligosen Akhir
hingga Miosen Awal dan diendapkan secara selaras di atas Formasi Lahat. Bagian
bawah formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara.
 Formasi Baturaja
Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Fm. Talang Akar dengan
ketebalan antara 200 sampai 250 m. Litologi terdiri dari batugamping, batugamping
terumbu, batugamping pasiran, batugamping serpihan, serpih gampingan dan napal
kaya foraminifera, moluska dan koral. Formasi ini diendapkan pada lingkungan
litoral-neritik dan berumur Miosen Awal.
 Formasi Gumai
Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja dimana
formasi ini menandai terjadinya transgresi maksimum di Cekungan Sumatera Selatan.
Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan batugamping,
napal dan batulanau. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara
batupasir dan serpih. Ketebalan formasi ini secara umum bervariasi antara 150 m -

Nama : Ega Meinaldy P


NIM : 111.110.059
Plug : 9 Page 4
Laboratorium Geologi Minyak & Gas Bumi

2200 m dan diendapkan pada lingkungan laut dalam.Formasi Gumai berumur Miosen
Awal-Miosen Tengah.
 Formasi Air Benakat
Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai dan
merupakan awal terjadinya fase regresi. Formasi ini terdiri dari batulempung putih
kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan
setempat mengan dung lignit dan di bagian atas mengandung tufaan sedangkan
bagian tengah kaya akan fosil foraminifera. Ketebalan Formasi Air Benakat
bervariasi antara 100-1300 m dan berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir. Formasi
ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal.
 Formasi Muara Enim
Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase regresi tersier. Formasi
ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada lingkungan laut
dangkal, paludal, dataran delta dan non marin. Ketebalan formasi ini 500 – 1000m,
terdiri dari batupasir, batulempung , batulanau dan batubara. Batupasir pada formasi
ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi ini terdapat oksida
besi berupa konkresi-konkresi dan silisified wood. Sedangkan batubara yang terdapat
pada formasi ini umumnya berupa lignit. Formasi Muara Enim berumur Miaosen
Akhir – Pliosen Awal.
 Formasi Kasai
Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi Muara Enim dengan
ketebalan 850 – 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir tufan dan tefra riolitik di
bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tuf pumicekaya kuarsa, batupasir, konglomerat,
tuf pasiran dengan lensa rudit mengandung pumice dan tuf berwarna abu-abu
kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit serta kayu yang
terkersikkan. Fasies pengendapannya adalah fluvial dan alluvial fan. Formasi Kasai
berumur Pliosen Akhir-Plistosen Awal.

Nama : Ega Meinaldy P


NIM : 111.110.059
Plug : 9 Page 5
Laboratorium Geologi Minyak & Gas Bumi

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Penentuan Formasi


Interpretasi Formation Evaluation Log berdasarkan stratigrafi pada mud log
didapat hasil sebagai berikut :
1. Basement terdapat pada kedalaman 1175 – 1320 meter, dengan ciri litologi
batupasir kuarsit dan metavolkanik.
2. Formasi Talang Akar terdapat pada kedalaman 600 – 1175 meter, dengan ciri
litologi perselingan antara batupasir dengan batu serpih serta sisipan batubara.
3. Formasi Baturaja terdapat pada kedalaman 325 – 600 meter, dengan ciri
litologi batugamping.
4. Formasi Gumai terdapat pada kedalaman 72 – 325 meter, dengan ciri litologi
perselingan antara batupasir dan serpih.
5. Formasi Air Benakat terdapat pada kedalaman 5 – 72 meter, dengan ciri
litologi perselingan batupasir dan batulempung.

II.2 Petroleum Sistem


Berdasarkan interpretasi mud log, maka didapatkan petroleum systemnya
sebagai berikut :
1. Batuan induk, terdapat pada Formasi Talang Akar dengan kedalaman dari
meter ke-1060 hingga meter ke-1175.
2. Batuan reservoir, terdapat pada Formasi Baturaja dan bagian atas Formasi
Talang Akar dengan kedalaman dari meter ke-320 hingga meter ke-1060.
Juga Basement yang berada di kedalaman 1175 – 1320 meter
3. Cap Rock, terdapat pada bagian atas Formasi Gumai dan Formasi Air Benakat
dengan kedalaman dari meter ke-5 hingga meter ke-320.

Nama : Ega Meinaldy P


NIM : 111.110.059
Plug : 9 Page 6
Laboratorium Geologi Minyak & Gas Bumi

II.3 Interpretasi Mud Log


II.3.1 Nilai ROP
Berdasarkan dari hasil interpretasi ROP di dapatkan hasil sebagai berikut :
 Basement
ROP berkisar anatara 2 – 30 mt/hr didominasi oleh litologi batupasir kuarsit
dan metavulkanik.
 Formasi Talang Akar.
ROP berkisar antara 8 – 90 mt/hr didominasi oleh litologi perselingan
batulempung dan batupasir dengan sisipan batubara.

 Formasi Baturaja

ROP berkisar antara 6 – 60 mt/hr didominasi oleh litologi batupasir,


batugamping dan serpih.

 Formasi Gumai

ROP berkisar antara 2 – 180 mt/hr didominasi oleh litologi serpih dan
batupasir

 Formasi Air Benakat

ROP berkisar antara 3 – 60 mt/hr didominasi oleh litologi berupa


batulempung dan batupasir.

II.3.2 Potensi Terdapatnya Hidrokarbon


Berdasarkan data mud log maka dapat diketahui bahwa ada indikasi
terdapatnya hidrokarbon, diantaranya sebagai berikut :
1. Kedalaman 1159 – 1162 meter
2. Kedalaman 1153 – 1155 meter
3. Kedalaman 1144 – 1145 meter
4. Kedalaman 1127 – 1139 meter

Nama : Ega Meinaldy P


NIM : 111.110.059
Plug : 9 Page 7
Laboratorium Geologi Minyak & Gas Bumi

5. Kedalaman 1119 – 1122 meter


6. Kedalaman 1102 – 1106 meter
7. Kedalaman 1096 – 1100 meter
8. Kedalaman 1088 – 1094 meter
9. Kedalaman 1060 – 1086 meter
10. Kedalaman 1032 – 1039 meter
11. Kedalaman 978 – 982 meter
12. Kedalaman 972 – 974 meter
13. Kedalaman 957 – 962 meter
14. Kedalaman 815 – 900 meter
15. Kedalaman 769 – 774 meter
16. Kedalaman 965 – 700 meter
17. Kedalaman 639 – 645 meter
18. Kedalaman 481 – 484 meter

Nama : Ega Meinaldy P


NIM : 111.110.059
Plug : 9 Page 8
Laboratorium Geologi Minyak & Gas Bumi

BAB III
KESIMPULAN

Dari keseluruhan data yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan berupa:
1. Terdapat 4 formasi batuan yang ada pada mud log tersebut diantaranya yaitu
Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, dan yang terakhir
yaitu Formasi Air Benakat. Dengan ditemukannya juga Basement berupa
batuan metavulkanik
2. Pada mud log didapatkan basement yang menunjukkan "oil show"
didalamnya, diperkirakan akibat adanya porositas sekunder. Selain itu
basement tersebut telah mengalami apa yang dinamakan "basement high"
sehingga posisinya sejajar dengan Formasi Talang Akar
3. Petroleum sytem pada mud log tersebut diantaranya yaitu : source rock atau
batuan induk yang terdapat pada bagian bawah Formasi Talang Akar,
kemudian batuan reservoir yang terdapat pada Formasi Baturaja dan
basement, serta cap rock atau batuan tudung terdapat pada Formasi Air
Benakat dan Gumai.

Nama : Ega Meinaldy P


NIM : 111.110.059
Plug : 9 Page 9

Anda mungkin juga menyukai