Anggit Wiarahma - Biografi Achmad Noe'man
Anggit Wiarahma - Biografi Achmad Noe'man
Sumber: www.indesignlive.co.id
Achmad Noe’man merupakan salah satu putra dari seorang pendiri Muhammadiyah Garut,
Muhammad Jamhari. Beliau mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Budi
Priyayi Ciledug, Garut, lalu melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)
di kota yang sama. Beliau sempat pindah sekolah dari MULO Garut ke MULO Yogyakarta, setelah
ditutupnya MULO Garut pasca Kemerdekaan Indonesia, dan melanjutkan pendidikannya lagi ke
Muhammadiyah Yogyakarta. Beliau memiliki cita-cita ingin menjadi arsitek dan melanjutkan
sekolahnya ke Universitas Indonesia di Bandug (sekarang ITB) yang kala itu tidak menyediakan
jurusan yang diinginkan sehingga ia memilih untuk masuk jurusan bangunan Fakultas Teknik Sipil
tahun 1948. Beliau juga sempat meninggalkan bangku kuliahnya untuk bergabung dengan Corps
Polisi Militer pada mas apenyerahan Belanda terhadap TNI. Pada saat itu beliau masuk dengan
pangkat Letnan Dua, dan menekuni karier militernya hingga tahun 1953.
Setelah membangun masjid Salman dan masjid Al-Markazi, beliau di cap sebagai arsitek
masjid “anti-kubah”. Akhirnya pada tahun 1980an, beliau membangun masjid berkubah, yakni
masjid At-Tin yang betepat di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Beliau merupakan salah satu
pendiri Ikatan Arsitek Indonesia, dan juga berperan aktif sebagai pengajar, dosen jurusan Arsitektur,
beliau juga merupakan dosen luar biasa di jurusan Seni Rupa ITB hingga tahun 2005.
KARYA – MASJID SALMAN
Beliau menyampaikan usul pembangunan masjid ini kepada Kokasih, yang pada saat itu
menjabat sebagai Rektor ITB. Sayang sekali pada saat itu Kokasih menolak usulan Achmad Noe’man
dengan alasan takut terjadi kecemburuan pada dosen lain yang memeluk agama lain.
Beliau tidak menyerah. Beliau tetap berusaha mewujudkan idenya. Jalan terbuka dari
mahasiswanya, yakni Ajat Sudrajat yang memiliki paman seorang tentara berpangkat mayor
bernama Sobur. Mendengar kabar itu, Sobur, yang pada saat itu bertugas menjaga Presiden
Soekarno dengan pasukan Tjakrabirawa, segera menyampaikan berita itu kepada Ir. Soekarno. Berita
tersebut di sambut baik oleh Presiden dan mengundang beliau beserta kakaknya, Achmad Sadeli.
Beliau bertemu Presiden, Bung Karno, yang saat itu didampingi Menteri Agama, di Istana
Negara. Beliau segera menyampaikan ide pembangunan masjid lengkap dengan gambar yang
rupanya telah kerjakan selama dua tahun terakhir.
Tanpa pikir panjang, Bung Karno langsung setuju dengan idenya. Lantas, Bung Karno
memberi nama untuk masjid buatan Achmad Noe’man, yakni Masjid Salman. Nama Salman sendiri
diambil dari Salman Al Farisi, panglima perang yang cerdas pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Pembangunan Masjid Salman dimulai pada tahun 1964 dan diresmikan pada tahun 1972. Masjid
Salman dibuat tanpa kubah dan tiang penyangga.
Seperti lazimnya, hal baru selalu menimbulkan pro dan kontra. Tak sedikit yang mengritik
desain beliau. Namun beliau tak risau, ia menjelaskan bahwa di Al-Quran tidak mengharuskan
sebuah masjid untuk memiliki kubah. Selain itu, beliau juga memiliki alasan teknis. Kubah memilikki
bobot yang berat dan harus ditopang oleh tiang penyangga. Sejumlah tiang ini mau tidak mau harus
ditempatkan di tengah-tengah yang pada akhirnya justru menghalangi shaf (barisan orang Shalat)
dan juga menghalangi pandangan Jamaah ke Khatib.
Di antara sejumlah terobosan dalam design Masjid Salman ITB yang paling monumental
adalah penampilan bentuk atapnya. Bukan berbentuk atap tumpang, kubah, atau kombinasi
keduanya, melainkan atap datar yang setiap ujung atapnya melengkung hingga menyerupai
mangkok terbuka.
Menurut beliau, bentuk atap menggunakan balok beton prestressed dalam grid dua arah
yang membentang 25 meter tersebut, diinspirasi dari bentuk negatif atap bangunan Aula Timur,
yang menjadi ciri khas atap-atap bangunan kampus ITB di seberang jalan. Lengkungan atap bukan
sekadar ekspresi bentuk tetapi juga berfungsi sebagai talang besar bagi aliran air dari atap datarnya.
Dengan menggunakan balok beton prestressed untuk solusi struktur bentang lebar Masjid
Salman, diperolehlah ruang sholat yang luas namun bebas kolom, yang selalu menjadi salah satu ciri
penting masjid rancangan beliau. Meski atapnya datar, rancangan masjid tersebut tetap berhasil
dan tanggap terhadap iklim tropis, terutama ditunjukkan dengan detil-detil talang air hujan,
penggunaan ventilasi silang yang sangat baik, dan koridor lebar di samping kanan, kiri, maupun
sebelah timur ruang utama shalat. Koridor-koridor tersebut berfungsi menjadi pengganti ‘overstek’
sekaligus ruang transisi dari ruang luar ke ruang dalam Masjid Salman ITB.
Namun tidak semua karya Masjid Achmad Noe'man tidak memiliki kubah seperti pada
Masjid Islamic Center Jakarta, Masjid Istiqlal Sarajevo dan Masjid At-Tin.
KARYA-KARYA LAINNYA
Mengenal Achmad Noe'man, Sang Arsitek Seribu Masjid. (2016, Januari 8). Dipetik Maret 24, 2017,
dari rumah.com: http://www.rumah.com/berita-properti/2016/1/114526/mengenal-
achmad-noeman-sang-arsitek-seribu-masjid
Pembebasan Diri dari Tradisi-Masjid Salman ITB. (2016, April). Dipetik Maret 24, 2016, dari
www.klcbs.net: https://www.klcbs.net/2016/04/pembebasan-diri-dari-tradisi-masjid-
salman-itb/