Anda di halaman 1dari 2

Desain Unik Masjid Al Safar Disebutkan dalam website Jasa Marga, pembangunan Masjid Al

Safar dimulai sejak 11 Maret 2014. PT Jasa Marga melalui anak usahanya, PT Jasa Layanan
Pemeliharaan, mendukung pendirian masjid ini, khususnya dalam penyediaan sarana
penunjang masjid seperti tempat wudhu, toilet, dan lainnya. Masjid Al Safar berdiri di area
dengan total luas 6.687 meter persegi. Bangunan masjid sendiri didirikan di atas lahan seluas
1.411 meter persegi. Tanah sisanya, yakni seluas 5.276 meter persegi, dijadikan sebagai
taman, kolam, tempat wudhu, dan toilet. Berlokasi di Rest Area Kilometer 88 Jalur B Jalan Tol
Purbaleunyi arah Jakarta, Masjid Al Safar merupakan masjid di rest area jalan tol terbesar se-
Indonesia yang dapat menampung lebih dari 1.200 jamaah. Masjid ini diresmikan langsung oleh
Ridwan Kamil –yang saat itu masih menjabat Wali Kota Bandung– dan Direktur Utama Jasa
Marga, Desi Arryani, pada Jumat tanggal 19 Mei 2017. Wujud utama Masjid Al Safar
mengadaptasi bentuk topi adat yakni iket Sunda. Ridwan Kamil dan timnya memakai konsep
sculpture atau pahatan. Maka, Masjid Al Safar pun terlihat seperti batu besar yang dipahat.
Masjid Al Safar berbentuk asimetris dengan gaya arsitektur dekonstruksi, Sebenarnya tidak
hanya bentuk segitiga yang terdapat dalam desain masjid ini, melainkan juga bentuk-bentuk
geometri lainnya, seperti segiempat dan sebagainya. Dalam konsep interior, misalnya,
diterapkan bukaan kaca berbentuk segiempat dengan pola tertentu dan pemasangan lampu
dinding pada garis lipatan di antara dua bidang sebagai pencahayaan di malam hari. Motif
segitiga dipakai untuk mezzanine, yakni lantai yang berada di tengah-tengah antara lantai
utama dan plafon, juga beberapa ornamen lainnya. Baca juga: Sejarah Masjid Kubah Emas &
Wafatnya Sang Pendiri, Dian Al Mahri Kiprah Emil Merancang Masjid Ridwan Kamil sendiri
merupakan ahli di bidang arsitektur sebelum menjadi pejabat publik. Robert Powell dalam buku
New Indonesian House (2012) menuliskan, Emil adalah lulusan University of California,
Berkeley. Ia mengambil program Magister of Urban Design di salah satu perguruan tinggi
ternama di Amerika Serikat itu. Setelah lulus S2 dari University of California pada 2001, Emil
sempat melakoni profesi sebagai arsitek profesional di berbagai firma di negeri Paman Sam.
Bahkan, saat masih kuliah, ia pernah bekerja paruh waktu di Departemen Perencanaan Kota
Berkeley. Urusan rancang bangun memang menjadi minat Emil sejak lama. Sebelum
melanjutkan studi ke Amerika Serikat pun, ia telah mengantongi ijazah S1 Teknik Arsitektur dari
Institut Teknologi Bandung (ITB). Tahun 2002, Emil pulang ke tanah air. Dua tahun kemudian,
ia mendirikan perusahaan jasa konsultan perencanaan, arsitektur, dan desain bernama Urbane.
Tim Urbane inilah yang merancang desain Masjid Al Safar dan masjid-masjid lainnya, serta
banyak bangunan lain di Bandung dan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Museum
Tsunami di Aceh. Emil juga tercatat sebagai dosen Jurusan Teknik Arsitektur di ITB, serta
Senior Urban Design Consultant di perusahaan yang berbasis di Hong Kong, Amerika Serikat,
dan Singapura. Tampilnya Emil di kancah politik setelah terpilih sebagai Wali Kota Bandung
pada 2013 dan kemudian menjadi Gubernur Jawa Barat sejak 2018 tidak membuat gairah
merancangnya berhenti. Desain masjid memang menjadi salah satu favorit Emil. Ada kisah di
balik alasan ini, yakni hubungannya dengan sang ayah yang kerap mengurusi pembangunan
masjid saat Emil masih kecil dulu. “Basic saya seorang arsitek. Baik saya kebetulan jadi
gubernur, wali kota, atau apapun, saya akan terus mendesain masjid,” kata Emil di Bandung
pada 27 Januari 2019 lalu, dikutip dari Kompas. Baca juga: Sejarah Masjid Camii Jepang &
Akad Nikah Reino Barack-Syahrini “Itu karena personal story antara saya dan ayah saya. Dari
kecil sudah digigiwing [dibawa-bawa] ayah buat ngurusin pembangunan masjid, seperti beli
pasir, semen, apa saja,” tambahnya. Hingga saat ini, sudah lebih dari 30 masjid yang
menggunakan karya desain Emil dan timnya. Tidak hanya di Indonesia, namun juga masjid di
luar negeri, termasuk di Amerika Serikat dan Palestina. Maka, Emil tentunya paham dengan
pilihan desainnya saat merancang arsitektur masjid agar tidak bertentangan dengan ajaran atau
aturan dalam Islam, termasuk dalam pembangunan Masjid Al Safar. "Seni dalam Islam tidak
memperlihatkan makhluk hidup, tapi bereksperimentasi dengan rumus geometri. Teori lipat
Folding Architecture adalah metode mencari kekayaan geometri baru yang digunakan di Masjid
Al Safar," tandas Emil.

Baca selengkapnya di artikel "Sejarah Masjid Al Safar Karya Ridwan Kamil & Tudingan
Illuminati", https://tirto.id/d9ps

Anda mungkin juga menyukai