Konflik Sumber Daya Alam di Pegunungan Kendeng Utara
Rizky Adha Mahendra (165120107111030)
Ghozy Amar Amrullah Attamia Nisfu Lail (165120100111040) Reza Dzulfahmi Alhakam Rochmad Yusuf Latar Belakang Pegunungan kendeng utara merupakan salah satu Kawasana Karst yang ada di Indonesia tepatnya terletak di Kabupaten Pati, Jawa Tengah dan terbentang di lima kabupaten yaitu Kabupaten Kudus, Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Rembang, dan Kabupaten Pati. Pada kawasan ini juga memiliki keanekaragaman hayati. Tumbuhan yang ada disana juga sangat penting untuk mengikat air yang masuk dalam rekahan pegunungan agar tidak lolos begitu saja dan dapat digunakan oleh masyarakat. Begitu juga dengan fauna yang ada disana memiliki peranan penting guna mengongtol hama. Selain itu berdampak pada kegiatan spiritual situs-situs yang ada di kendeng. Masyarakat sekitar kendeng sangat bergantung pada alam salah satunya pemanfaatan air untuk kebutuhan sehari-hari baik seperti kebutuhan rumah tangga, ternak, dan pengairan sawah. Selain itu gua, air terjun, dan sungai bawah tanah juga dijadikan warga sebagai objek wisata. Potensi lain yang dimanfaatkan oleh masyakat sekitar adalah penmabngan batu gamping yang dilakukan dengan alat-alat tradisional dengan skala kecil dan terdapat masyarakat yang bekerja pada pemodal yang menggunakan alat berat. Meskipun tindakan tersebut merupakan kegiatan illegal tetapi telah menjadi pekerjaan utama. Potensi bebatuan di wilayah kendeng akhirnya menjadikan ketertarikan investor dari luar pati untuk membuka usahanya disana seperti pertambangan gamping untk bahan baku semen. Hal tersebut menjadi kekhawatiran warga karena akan mengancam kehidupan mereka sehingga menimbulkan konflik. Jika dilihat dari dimensi permasalahan yang terjadi pada kasus kendeng mencakup dimensi harian, episodik, dan sistemik (Bryant & Bailey, 1997: 29). Dimensi harian yang terjadi adalah hilangnya keanekaragaman flora dan fauna akibat perusakan wilayah pegunungan kendeng dengan melakukan illegal loging dan penambangan illegal. Kemudian diikuti dimensi permasalah episodik seperti kekeringan, banjir, dan longsor. Serta dimensi permasalahan sistemik seperti krisis karbon akibat pertambangan. Jika dilihat dari skala permasalahan dalam konflik di kendeng ini meliputi skala lokal dan regional. Skala lokal terjadi pada masyarakat kendeng yang merasa terancam akibat dilakukannya penambangan di wilayah sekitarnya oleh pemodal dari luar dan skala regional terjadi ketika pemerintah membuka peluang memberi izin tambang pada investor. Identifikasi Aktor Terdapat beberapa aktor yang terlibat dalam kasus konflik di Pegunungan Kendeng Utara. Yaitu masyarakat di sekitar rencana pembangunan pabrik semen, organisasi akar rumput, lembaga swadaya masyarakat (LSM), lembaga bantuan hukum (LBH), Pemerintah (daerah dan pusat), centeng (orang bayaran), swasta (private sector), dan aktor lainnya. Beberapa aktor tersebut memiliki peranan dalam kasus konflik sumber daya alam di Pegunungan Kendeng Utara. 1. Masyarakat Aktor dari elemen masyarakat ini pun terbagi atas warga yang pro terhadap pabrik semen, warga yang kontra terhadap pabrik semen, dan juga warga yang netral terhadap pabrik semen (Oktaviania, 2015: 39). Warga yang pro terhadap pembangunan pabrik semen memiliki alasan berupa ketika terdapat sebuah pabrik semen di kawasan Pegunungan Kendeng Utara, maka akan memperbaiki kondisi masyarakat di sekitar dengan membuka lapangan pekerjaan. Sedangkan warga yang menolak beranggapan bahwa akan terjadi pengrusakan lingkunan dan akan menimbulkan bencana bagi masyarakat apabila pembangunan pabrik semen dilakukan. Selain itu akan banyak sawah dan sumber penghasil pangan lain yang hancur. Sedangkan warga yang netral tidak mendukung maupun menolak pembangunan pabrik semen, mereka berpihak pada kebaikan bersama. Mereka beranggapan apapun kelak keputusannya, harapannya putusan tersebut lah yang berpihak pada kebaikan bersama. 2. Organisasi Akar Rumput Organisasi akar rumput masyarakat merupakan kelompok-kelompok bentukan masyarakat (grassroot) yang sifatnya suka rela dan dibentuk berdasarkan kesadaran dan kebutuhan anggotanya (Oktaviania, 2015: 42). Beberapa organisasi yang terbentuk antara lain ada JMPKX, LKR, FRD, SDS, GMR, JMS, LKD, dan Paguyuban SNM. Kelompok-kelompok tersebut hampir semua memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menolak pembangunan pabrik semen. Karena mereka bergerak di bidang lingkungan, kelompok tani, masyarakat adat, dan beragam lapisan elemen masyarakat lainnya. 3. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) LSM adalah lembaga formal bentukan masyarakat (grassroot) dan sudah seyogyanya mereka berpihak kepada kepentingan dan kesejahteraan masyarakat kebanyakan (Oktaviania, 2015: 47). Berbeda dengan organisasi akar rumput, dalam kasus konflik ini terdapat beberapa LSM yang pro terhadap pembangunan pabrik semen. Beberapa LSM yang terlibat dalam kasus konflik ini ada sekitar lebih dari 40 LSM. 4. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) adalah aktor-aktor yang terlibat dalam konflik yang bekerja pada tataran hukum, mengkaji dan membantu pihak yang membutuhkan perihal hukum- hukum yang berlaku dan relevan (Oktaviania, 2015: 48). Dalam kasus konflik ini LBH berada di pihak masyarakat yang kontra terhadap pembangunan pabrik semen dengan membantu dalam hal pencarian dokumen-dokumen perizinan PT. SMS. 5. Pemerintah (daerah dan pusat) Pemerintah merupakan aktor pemegang kekuasaan dan kewenangan terhadap warga yang dikelolanya. Pemerintah disini adalah institusi yang membuat kebijakan bagi kemajuan daerahnya melalui berbagai macam program yang telah dirancang (Oktaviania, 2015: 48). Berikut adalah instansi pemerintahan yang terlibat dalam kasus konflik ini adalah pemerintah Dusun, Desa, Kecamatan Tambakromo dan Kayen, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah, Badan Lingkungan Hidup Pati, BAPPEDA Pati, Perhitani Pati, Kementrian kehutanan, dan Potres Krayen dan Tambakromo. 6. Centeng (orang bayaran) Centeng atau orang bayaran dalam konflik ini adalah oknum-oknum yang sengaja membayar orang suruhan untuk menjalankan perintah dari yang membayar. Kerap kali Centeng melakukan tindakan pengrusakan fasilitas dan lingkungan milik warga di sekitar tapak pembangunan pabrik semen. 7. Swasta (private sector) Sektor swasta merupakan aktor raksasa yang memiliki modal besar untuk berinvestasi terhadap sumber daya alam. Korporasi yang terlibat adalah PT. SMS sebagai pemrakarsa pendirian pabrik semen IDC. PT. SMS sendiri adalah anak perusahaan dari PT. IDC. Korporasi itu mengincar sumber daya alam karst yang ada di pegunungan Kendeng Utara. 8. Aktor Lainnya Aktor lainnya yang terlibat adalah ASC Yogyakarta dan PACA Tambakromo. ASC Yogyakarta merupakan organisasi pecinta gua yang berada pada pihak masyarakat dengan memberikan edukasi dan hasil penelitian yang pernah dilakukan ASC Yogyakarta. Sedangkan PACA Tambakromo adalah organisasi cabang dari GP Anshor di Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati. Organisasi tersebut berafiliasi dengan organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU).