Suci Yulianti
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung Sumedang KM.21, Hegarmanah, Kec. Jatinangor, Kabupaten Sumedang,
Jawa Barat 45363
Email: suci21002@mail.unpad.ac.id
ABSTRAK
Industri kelapa sawit telah menjadi topik yang kontroversial dalam beberapa tahun
terakhir. Sementara kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian yang paling
banyak digunakan di dunia, produksinya seringkali terkait dengan pelanggaran hak asasi
manusia dan konflik lahan. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis dampak industri kelapa
sawit terhadap hak asasi manusia dan konflik lahan serta menyediakan saran-saran untuk
mengatasi masalah tersebut.
Kata Kunci: Kelapa Sawit, Hak Asasi Manusia, Konflik Lahan
PENDAHULUAN
Industri kelapa sawit telah lama menjadi topik yang kontroversial dan sering
diperdebatkan di berbagai forum global. Dalam beberapa dekade terakhir, industri ini telah
mengalami pertumbuhan yang pesat, menjadi salah satu komoditas pertanian terpenting di
dunia. Namun, kesuksesan ini juga diiringi dengan berbagai isu kompleks, termasuk
pelanggaran hak asasi manusia dan konflik lahan.
Kelapa sawit adalah tanaman produktif yang menghasilkan minyak kelapa sawit,
bahan baku yang digunakan dalam berbagai produk konsumen seperti makanan, kosmetik,
dan bahan bakar nabati. Permintaan yang tinggi terhadap minyak kelapa sawit telah
mendorong industri ini untuk mengembangkan perkebunan yang lebih besar, terutama di
wilayah Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia. Namun, ekspansi perkebunan kelapa
sawit sering kali bertentangan dengan hak-hak masyarakat adat, petani, dan penduduk lokal
yang telah tinggal dan mengandalkan lahan tersebut secara tradisional.
Indonesia, sebagai negara dengan produksi kelapa sawit terbesar di dunia dan
merupakan eksportir kedua terbesar setelah Malaysia, mengakui pentingnya peranan kelapa
sawit sebagai komoditas yang berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dalam menghadapi meningkatnya permintaan global terhadap kelapa sawit, pemerintah
Indonesia telah mendorong upaya peningkatan lahan perkebunan kelapa sawit untuk
memenuhi kebutuhan industri. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan jumlah pelaku usaha dan
investasi yang terlibat dalam bisnis perkebunan kelapa sawit.
Salah satu isu utama dalam kontroversi industri kelapa sawit adalah pelanggaran hak
asasi manusia. Banyak laporan yang menyoroti kondisi kerja yang buruk, eksploitasi buruh,
dan pemindahan paksa penduduk lokal dalam proses pengembangan perkebunan kelapa
sawit. Pekerja sering bekerja dalam kondisi yang tidak aman, dengan upah rendah dan tidak
adanya perlindungan sosial yang memadai. Selain itu, penanaman kelapa sawit yang tidak
berkelanjutan juga berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan, termasuk deforestasi,
kehilangan habitat, dan degradasi tanah.
Selain pelanggaran hak asasi manusia, konflik lahan juga menjadi perhatian utama
dalam industri kelapa sawit. Ekspansi perkebunan seringkali melibatkan pengambilan lahan
dari masyarakat adat dan petani yang telah menggunakannya secara turun temurun. Konflik
muncul ketika hak-hak mereka dilanggar, sumber penghidupan mereka terancam, dan mereka
kehilangan akses ke tanah yang merupakan bagian integral dari identitas dan budaya mereka.
Konflik semacam ini seringkali memunculkan ketegangan sosial yang signifikan dan bahkan
kekerasan.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami implikasi dari industri kelapa sawit
terhadap hak asasi manusia dan konflik lahan. Masalah ini melibatkan berbagai pemangku
kepentingan, termasuk pemerintah, perusahaan kelapa sawit, masyarakat lokal, LSM, dan
konsumen global. Upaya kritis untuk menangani masalah ini meliputi perlindungan hak-hak
masyarakat adat dan petani, mempromosikan praktik perkebunan yang berkelanjutan,
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas industri, serta mengedepankan solusi kolaboratif
yang melibatkan semua pihak terkait.
Dalam pembahasan ini, kami akan mengkaji kontroversi seputar industri kelapa sawit
dengan fokus pada dua bahasan terkait hak asasi manusia dan konflik lahan yang terjadi
dengan adanya industri kelapa sawit.
PEMBAHASAN
Isu Hak Asasi Manusia dalam Industri Kelapa Sawit
Kewajiban sebuah perusahaan telah diatur dalam Pasal 74 ayat (1) UUPT yang
disebutkan bahwa Perseroan Terbatas memiliki kewajiban untuk menjalankan tanggung
jawab sosial dan lingkungan yang kegiatan usahanya bergerak di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam (SDA).
Industri kelapa sawit telah dikaitkan dengan beberapa pelanggaran hak asasi manusia
yang telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Seperti halnya penggusuran paksa untuk
membuka lahan perkebunan kelapa sawit, seringkali terjadi penggusuran paksa terhadap
komunitas adat atau petani lokal. Mereka dipaksa meninggalkan tanah mereka tanpa
kompensasi yang memadai atau pemindahan yang layak. Akibatnya, mereka kehilangan
akses terhadap sumber mata pencaharian mereka dan mengalami kerugian ekonomi yang
serius. Dalam industri kelapa sawit di beberapa negara mengandalkan buruh migran yang
seringkali bekerja dalam kondisi eksploitasi. Mereka mungkin ditempatkan dalam perumahan
yang buruk, bekerja dalam jam kerja yang panjang tanpa upah yang memadai, dan tidak
memiliki hak-hak pekerja yang dijamin. Selain itu, perluasan perkebunan kelapa sawit sering
kali terjadi dengan mengabaikan hak-hak komunitas adat dan tanah yang telah ditempati oleh
mereka secara tradisional. Konflik lahan sering terjadi antara perusahaan kelapa sawit,
pemerintah, dan komunitas adat, yang dapat mengakibatkan kekerasan dan pelanggaran hak
asasi manusia lainnya. Industri kelapa sawit juga seringkali terlibat dalam deforestasi
besar-besaran dan pencemaran lingkungan. Penebangan hutan primer untuk membuka lahan
perkebunan kelapa sawit mengakibatkan kehilangan habitat bagi flora dan fauna, termasuk
spesies yang dilindungi. Selain itu, penggunaan pestisida dan pupuk kimia juga dapat
mencemari tanah dan sumber air.
Organisasi hak asasi manusia, LSM, dan komunitas lokal secara aktif mengadvokasi
untuk mengurangi dan mencegah pelanggaran hak asasi manusia dalam industri kelapa sawit.
Beberapa langkah yang telah diusulkan termasuk menghormati hak-hak komunitas adat,
mengadopsi praktik pertanian berkelanjutan, memastikan pemenuhan hak-hak pekerja, dan
menerapkan regulasi yang ketat untuk melindungi lingkungan dan hak asasi manusia.
Dari isu-isu yang terjadi terdapat beberapa laporan dan bukti terkait kondisi kerja
buruk, eksploitasi buruh, dan pemindahan paksa penduduk lokal dalam industri kelapa sawit,
antara lain:
1. Laporan Rainforest Action Network (RAN) tahun 2018. Laporan ini mengungkapkan
bahwa perusahaan-perusahaan kelapa sawit besar di Indonesia terlibat dalam
pemindahan paksa penduduk lokal. Mereka mencatat bahwa ribuan keluarga
mengalami penggusuran paksa tanpa kompensasi yang memadai atau pemindahan
yang layak.
2. Laporan Greenpeace pada tahun 2020, laporan ini menyoroti peran industri kelapa
sawit dalam deforestasi di Indonesia. Mereka menyajikan bukti tentang adanya
perusakan hutan, termasuk hutan primer dan habitat satwa yang dilindungi, untuk
membuka lahan perkebunan kelapa sawit. Pemindahan paksa penduduk lokal juga
disorot dalam laporan ini.
3. Laporan International Labor Rights Forum tahun 2021. Laporan ini menyoroti
eksploitasi buruh dalam industri kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia. Mereka
mengungkapkan adanya upah yang rendah, jam kerja yang panjang, kondisi kerja
yang berbahaya, serta keterbatasan hak-hak pekerja bagi buruh migran.
Industri kelapa sawit dapat memiliki konsekuensi sosial dan ekonomi yang signifikan
bagi pekerja dan masyarakat terdampak. Konsekuensi sosial terjadinya eksploitasi buruh,
pekerja dalam industri kelapa sawit seringkali menghadapi kondisi kerja yang tidak
manusiawi, seperti upah rendah, jam kerja yang panjang, dan kurangnya perlindungan hak
pekerja. Hal ini dapat menyebabkan eksploitasi buruh dan penindasan, termasuk kelelahan
fisik dan mental, penyalahgunaan hak asasi manusia, dan ketidakadilan sosial. Pemindahan
paksa, Perluasan perkebunan kelapa sawit seringkali mengakibatkan pemindahan paksa
penduduk lokal, termasuk komunitas adat dan petani. Pemindahan ini dapat menyebabkan
hilangnya akses terhadap tanah, sumber mata pencaharian, dan infrastruktur sosial seperti
sekolah dan fasilitas kesehatan. Masyarakat yang terpaksa pindah sering mengalami
ketidakstabilan sosial dan ekonomi yang serius.
Selain itu terdapat konsekuensi ekonomi seperti ketergantungan ekonomi yang tinggi,
di daerah-daerah di mana industri kelapa sawit merupakan industri utama, masyarakat
seringkali menjadi sangat bergantung pada pendapatan dari sektor tersebut. Ketergantungan
yang tinggi pada satu sektor dapat membuat mereka rentan terhadap fluktuasi harga dan
permintaan, serta risiko kerugian jika terjadi kegagalan dalam produksi atau ekspor kelapa
sawit. Kerugian mata pencaharian alternatif menjadi konsekuensi ekonomi juga dilihat dari
banyaknya penebangan hutan dan perkebunan kelapa sawit yang luas dapat menyebabkan
hilangnya mata pencaharian alternatif bagi masyarakat lokal. Petani tradisional dan
komunitas adat yang bergantung pada hutan dan sumber daya alam dapat kehilangan akses
mereka dan mengalami penurunan pendapatan. Selain itu, kesenjangan ekonomi pun terjadi,
meskipun industri kelapa sawit dapat memberikan kesempatan kerja, kesenjangan ekonomi
sering terjadi antara pekerja dan pemilik perkebunan yang lebih besar. Pekerja seringkali
mendapatkan upah rendah dan kondisi kerja yang buruk, sedangkan pemilik perkebunan
dapat mengakumulasi kekayaan yang besar. Hal ini dapat memperburuk kesenjangan sosial
dan ekonomi dalam masyarakat.
Solusi dan Upaya untuk Penyelesaian dari kontroversi industri kelapa sawit terhadap
hak asasi manusia dan konflik lahan
Perlindungan hak asasi manusia dan masyarakat lokal dalam industri kelapa sawit
menjadi isu penting karena seringkali kegiatan industri ini terkait dengan dampak negatif
terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Beberapa masalah yang sering timbul
dalam industri kelapa sawit meliputi deforestasi, konflik lahan, kerusakan lingkungan, dan
eksploitasi buruh. Untuk melindungi hak asasi manusia dan masyarakat lokal dalam industri
kelapa sawit, langkah-langkah berikut dapat diambil:
a. Penerapan standar kerja dan hak asasi manusia
Perusahaan kelapa sawit harus menerapkan standar kerja yang adil dan menghormati
hak asasi manusia. Ini termasuk memastikan upah yang layak, jam kerja yang wajar,
kondisi kerja yang aman, dan melarang penggunaan kerja paksa atau anak-anak.
b. Konsultasi dan partisipasi masyarakat
Perusahaan harus melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan yang
berdampak pada mereka, termasuk dalam proses perencanaan dan penggunaan lahan.
Konsultasi yang baik dan partisipasi masyarakat akan membantu menghindari konflik
dan memastikan kepentingan masyarakat terpenuhi.
c. Pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan
Perusahaan kelapa sawit harus mengelola kegiatan mereka dengan memperhatikan
dampak lingkungan. Ini termasuk melindungi hutan yang berharga, mengurangi
deforestasi, menjaga keanekaragaman hayati, dan meminimalkan pencemaran air dan
udara.
d. Pengawasan dan pemantauan independen
Diperlukan pengawasan yang ketat dari pemerintah dan lembaga independen untuk
memastikan bahwa perusahaan mematuhi standar kerja, hak asasi manusia, dan
praktik lingkungan yang baik. Audit independen dan pemantauan rutin harus
dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengatasi pelanggaran yang terjadi.
e. Pembangunan ekonomi lokal
Industri kelapa sawit harus memberikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan bagi
masyarakat lokal. Ini bisa dilakukan melalui program pelatihan kerja, pengembangan
usaha mikro dan kecil, dan keterlibatan aktif dalam pengembangan komunitas lokal.
f. Transparansi dan pelaporan
Perusahaan kelapa sawit harus melakukan pelaporan yang transparan mengenai
kegiatan mereka, termasuk dampak sosial dan lingkungan. Ini akan memungkinkan
pemantauan eksternal dan akuntabilitas.
Dalam perlindungan hak asasi manusia dan masyarakat lokal dalam industri kelapa
sawit tidak hanya tanggung jawab perusahaan, tetapi juga pemerintah, organisasi
non-pemerintah, dan konsumen. Kolaborasi antara semua pihak terlibat diperlukan untuk
memastikan bahwa industri kelapa sawit beroperasi dengan menghormati hak asasi manusia
dan keberlanjutan sosial-lingkungan.
Adapun Peran pemerintah, perusahaan, LSM, dan konsumen dalam mengatasi
kontroversi dan konflik terkait industri kelapa sawit sangat penting untuk mencapai
keberlanjutan dan perlindungan hak asasi manusia. Pemerintah memiliki peran untuk
membuat dan mengimplementasikan regulasi yang ketat untuk mengatur industri kelapa
sawit, termasuk perlindungan lingkungan, hak asasi manusia, dan hak masyarakat lokal,
memastikan penegakan hukum yang efektif terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh
perusahaan kelapa sawit, melakukan pemantauan dan pengawasan aktif terhadap kegiatan
industri kelapa sawit untuk memastikan kepatuhan terhadap standar dan peraturan yang
ditetapkan, mendorong transparansi dan pelaporan dari perusahaan kelapa sawit untuk
memberikan informasi yang akurat kepada publik.
Begitu pula dengan perusahaan memiliki peran untuk mengadopsi prinsip-prinsip
keberlanjutan dalam operasi mereka, termasuk melindungi lingkungan, menghormati hak
asasi manusia, dan memperhatikan kepentingan masyarakat lokal, Melakukan analisis
dampak sosial dan lingkungan secara menyeluruh sebelum memulai kegiatan operasional,
Melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi mereka dan
memastikan mereka mendapatkan manfaat ekonomi yang adil, Melakukan pelaporan
transparan mengenai praktik dan kinerja berkelanjutan mereka serta bersedia untuk diaudit
oleh pihak independen.
Dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) memiliki peranan dalam mengatasi
kontroversi dan konflik terkait industri kelapa sawit, yaitu: Memantau dan memeriksa
aktivitas industri kelapa sawit untuk mengidentifikasi pelanggaran hak asasi manusia, konflik
lahan, dan kerusakan lingkungan; Mengadvokasi kepentingan masyarakat lokal dan
lingkungan yang terdampak oleh industri kelapa sawit; Memberikan pelatihan dan bantuan
teknis kepada masyarakat lokal untuk memperkuat partisipasi mereka dalam proses
pengambilan keputusan yang terkait dengan industri kelapa sawit; dan Mengkampanyekan
transparansi, akuntabilitas, dan standar kerja yang adil dalam industri kelapa sawit.
Kemudian peranan yang terakhir dari konsumen untuk mengatasi kontroversi dan
konflik terkait industri kelapa sawit, yaitu: Memilih produk yang berasal dari perusahaan
kelapa sawit yang berkomitmen pada praktik berkelanjutan dan penghormatan terhadap hak
asasi manusia; Mendorong permintaan akan produk kelapa sawit yang bersertifikasi
berkelanjutan, seperti RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil); Menyebarkan kesadaran
kepada orang lain tentang masalah terkait industri kelapa sawit dan mendorong perubahan
perilaku konsumen; Mendukung dan memperkuat LSM dan inisiatif yang bekerja untuk
perlindungan hak asasi manusia dan keberlanjutan dalam industri kelapa sawit; dan
Kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, LSM, dan konsumen sangat penting untuk
mengatasi kontroversi dan konflik terkait industri kelapa sawit.
KESIMPULAN
Industri kelapa sawit memiliki kewajiban untuk menjalankan tanggung jawab sosial
dan lingkungan sesuai dengan peraturan yang mengatur perusahaan. Namun, industri ini telah
dikaitkan dengan pelanggaran hak asasi manusia dan konflik lahan yang kompleks. Konflik
lahan dalam ekspansi perkebunan kelapa sawit, yang melibatkan pengambilan lahan dari
masyarakat adat dan petani, menjadi isu kontroversial dengan dampak negatif terhadap
lingkungan dan masyarakat.
Kontroversi seputar industri kelapa sawit memiliki dampak yang signifikan dalam
berbagai aspek ekonomi, sosial, dan politik. Untuk menyelesaikan masalah ini, perlu
dilakukan upaya kolaboratif dari pemerintah, perusahaan, LSM, dan konsumen. Pemerintah
harus mengawasi dan menerapkan regulasi yang ketat terkait tanggung jawab sosial dan
lingkungan perusahaan kelapa sawit. Perusahaan perkebunan kelapa sawit perlu
meningkatkan praktik berkelanjutan dan bertanggung jawab secara sosial. LSM dan
komunitas lokal harus terus melakukan advokasi untuk hak asasi manusia dan lingkungan
yang berkelanjutan. Konsumen juga dapat berperan dengan memilih produk kelapa sawit
yang berasal dari perusahaan yang mematuhi standar berkelanjutan.
Dengan kerjasama semua pihak terkait, diharapkan solusi dapat ditemukan untuk
mengatasi kontroversi industri kelapa sawit terkait hak asasi manusia dan konflik lahan,
sehingga industri ini dapat beroperasi secara lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.
SARAN
Dalam menciptakan praktik perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dan ramah
lingkungan dapat meminimalkan deforestasi dengan cara menghindari penebangan hutan
primer dan hutan gambut yang berfungsi sebagai habitat penting bagi flora dan fauna asli.
Dapat dilakukan pengelolaan lahan yang berkelanjutan, restorasi lahan atau memulihkan
lahan yang telah rusak dengan melakukan rehabilitasi dan pengembalian ke fungsi
ekologisnya, melakukan praktik pertanian yang berkelanjutan, mengoptimalkan penggunaan
lahan, menggunakan pupuk dan pestisida berkelanjutan, pengelolaan limbah yang
bertanggung jawab dan mengadopsi sertifikasi berkelanjutan. Selain itu, inovasi teknologi
dan riset terus-menerus juga dapat membantu mengembangkan praktik perkebunan kelapa
sawit yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Gultom, Pardomuan. (2022). ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEWAJIBAN
PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA DALAM PRAKTIK BISNIS
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT. Jurnal HAM Vol. 13 (2): 305-306.
Palupi, Sri. (2015). INDUSTRI PERKEBUNAN SAWIT DAN HAK ASASI MANUSIA:
Potret Pelaksanaan Tanggung Jawab Pemerintah dan Korporasi terhadap Hak Asasi
Manusia di Kalimantan Tengah. Jakarta: The Institute for Ecosoc Rights.
Primantoro, Agustinus Yoga. (2021). Konflik Lahan Sawit di Sulawesi Belum Temui Titik
Terang. Konflik Agraria. Tersedia di:
https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/03/17/konflik-lahan-sawit-di-sulawesi-b
elum-temui-titik-terang