PENDAHULUAN
Awal lahirnya transportasi kereta api dimulai di Inggris thn 1630 pada
pengangkutan batubara. Hasil tambang yang semula ditarik dengan
kereta kuda menemui kendala karena jalan yang dilalui cepat rusak
dan kapasitas angkut yang rendah.
Untuk memberi landasan yang kuat, kemudian jalan diberi balok2
kayu membujur, akibatnya kapasitas angkut kereta kuda meningkat.
Karena masih gampang rusak, kayu diganti dengan besi. Tapi karena
bentuk roda kereta masih biasa, kereta sering meleset. Oleh karena itu
pada tahun 1789 roda diberi flens ( flange ). Mulai saat itu kereta tidak
dapat digunakan di jalan raya.
Pada abad XIX kereta di atas rel mulai ditarik lokomotif (mesin uap)
dan jalan rel mulai dibangun dimana-mana. Teknologi yang
berkembang pesat memacu perkembangan kereta api, muncul kereta
super cepat, monorail, levitasi magnetik dll yang mampu bergerak
dengan kecepatan di atas 300 km/ jam, demikian juga persinyalan
berkembang. Tidak hanya sinyal mekanis tapi juga elektris mulai
digunakan.
1
Pada awal revolusi kemerdekaan kereta api direbut dari jepang oleh
angkatan muda kereta api (AMKA) tgl 28 Sept 1945.
2
1.2 KARAKTERISTIK TRANSPORTASI KERETA API
Sebagai salah satu moda transportasi untuk orang dan barang, kereta
api mempunyai karakteristik sendiri berkaitan dengan keunggulan dan
kelemahan.
Keunggulan :
a. Jangkauan pelayanan baik jarak pendek, sedang maupun jauh
dengan kapasitas angkut yang besar
b. Penggunaan energi relatif kecil
c. Keselamatan lebih handal, karena mempunyai jalan sendiri
sehingga kemungkinan terjadinya konflik dengan moda lain sangat
kecil
d. Lebih handal dalam ketepatan waktu
e. Ekonomis dalam penggunaan ruang
f. Polusi, getaran dan kebisingan relative kecil
g. Sangat baik dalam pelayanan khusus dalam aspek hankam, karena
mempunyai kapasitas angkut yang besar
h. Kecepatan bervariasi dari yang lambat sampai cepat
i. Mempunyai akses yang lebih baik dibanding transportasi air dan
udara.
Kelemahan :
a. Memerlukan fasilitas yang khusus yang tidak dapat digunakan oleh
moda transportasi yang lain
b. Membutuhkan investasi, biaya operasi, biaya perawatan dan tenaga
yang besar
c. Pelayanan penumpang dan barang hanya pada jalurnya.
Sejak digunakan flens pada roda kereta api, maka terjadilah perbedaan
jalan raya dan jalan rel . Setelah melalui perjalan yang panjang baik
teknologi maupun pengoperasiannya maka dapat dilihat perbedaan
3
karakteristiknya antara transportasi jalan raya dan transportasi jalan
rel. Perbedaan ini dapat dilihat pada table di bawah ini.
4
4 Akses Jelek Sangat baik Jelek
langsung pada
pengguna
5 Penggunaan Sempit Lebih lebar Sangat luas,
lahan tapi hanya di
bandara
6 Suara Keras tapi hanya Sedang Sangat keras
di dekatnya di dekat
bandara
7 Polusi udara Rendah Sedang/ tinggi Tinggi
8 Efisiensi energi Tinggi Tinggi untuk Rendah
bus, rendah
untuk mobil
Sumber : Carpenter, 1996
5
Bab. II
JALAN REL, PENGELOMPOKAN DAN DIMENSI RUANGNYA
2.1 PENGANTAR
Pada teknologi jalan rel konvensional (dua rel sejajar), jalan rel
terbentuk dari dua batang rel baja yang diletakkan di atas balok-balok
melintang yang disebut bantalan. Rel ditambatkan di bantalan dengan
penambat rel. Struktur rel-bantalan-penambat rel menjadi satu kesatuan yang
kokoh, bersambung memanjang membentuk jalur yang disebut sepur (track).
Sepur diletak di atas suatu alas yang disebut balas (ballast) dan di bawah
balas adalah tanah dasar (subgrade).
Komponen struktur jalan rel dikelompokkan menjadi dua :
a. Struktur bagian atas, yaitu rel, bantalan dan penambat rel
b. Struktur bagian bawah, yaitu bagian pondasi yang terdiri atas balas
dan tanah dasar
6
Gaya yang yang timbul karena kereta api antara lain :
a. gaya vertikal
b. gaya horizontal tegak lurus sumbu sepur
c. gaya horizontal membujur searah sumbu sepur
Gaya vertikal
Gaya vertical yang terjadi akibat dari gaya lokomotif, gaya kereta
(penumpang) dan gaya gerbong (barang) merupakan gaya yang diterima
struktur jalan rel. Lebih jauh gaya vertical yang terjadi seperti diuraikan di
bawah ini.
a. Gaya lokomotif
Lokomotif yang dipakai PT. KAI ditumpu oleh 2 bogie. Berdasar jumlah
gandar pada masing-masing bogie, lokomotif dikelompokkan menjadi 2
jenis yang dapat dilihat dari cara penomorannya, yaitu :
7
- lokomotif BB, 2 bogie dengan masing-masing bogie terdiri atas 2
gandar dan masing2 gandar terdiri atas 2 roda
- lokomotif CC, 2 bogie dengan masing-masing bogie terdiri atas 3
gandar dan masing2 gandar terdiri atas 2 roda.
Perhitungan beban gandar (axle load) dan beban roda pada masing-
masing jenis lokomotif seperti berikut .
1. Lokomotif BB
Jika beban lokomotif (Wlok)= 56 ton, maka
Gaya pada bogie (Pb) = Wlok/2 = 56/2 ton = 28 ton
Gaya pada gandar (Pg)= Pb/2 = 28/2 ton = 14 ton
Gaya roda statis (Ps) = Pg/2 = 14/2 ton = 7 ton
2. lokomotif CC
Jika beban lokomotif (Wlok)= 84 ton, maka
Gaya pada bogie (Pb) = Wlok/2 = 84/2 ton = 42 ton
Gaya pada gandar (Pg)= Pb/3 = 42/3 ton = 14 ton
Gaya roda statis (Ps) = Pg/2 = 14/2 ton = 7 ton
Faktor dinamis
8
Akibat dari beban dinamik kendaraan jalan rel, maka timbul faktor
dinamik yang dipakai untuk mentransfer gaya statis ke gaya dinamis.
dengan :
Ip : faktor dinamis
V : kecepatan kereta api (km/jam)
Pd = Ps x Ip ………………………………………( 2.2 )
dengan :
Pd = gaya dinamis (ton)
Ps = gaya statis (ton) dan
Ip = faktor dinamis
9
a. menurut lebar sepur
b. menurut kecepatan maksimum yang diijinkan
c. menurut kelandaiannya
d. menurut jumlah jalur, dan
e. menurut kelas jalan rel
Lebar sepur 1000 mm disebut juga dengan Metre Gauge sedangkan lebar
sepur 1067 disebut Cape Gauge.
Penggunaan sepur sempit dibanding sepur lebar antara lain :
a. Jari-jari tikungan lebih kecil
b. Penggunaan lahan dan pekerjaan tanah lebih sedikit
c. Bantalan yang digunakan lebih pendek
d. Lebih sensitive terhadap bahaya guling
e. Kecepatan maksimum lebih rendah
f. Kapasitas angkut lebih kecil (sepur standar 1,3 kali kapasitas sepur
sempit)
10
Pada transportasi kereta api dikenal 4 kecepatan, yaitu :
a. Kecepatan perancangan (design speed)
b. Kecepatan maksimum (maximum speed)
c. Kecepatan operasi (operational speed)
d. Kecepatan komersial (commercial speed)
11
Untuk kelandaian jalan rel di Emplasemen dibatasi 0 – 1,5‰, hal ini
dimaksudkan supaya :
a. kereta api yang berhenti ‘tidak berjalan sendiri’ baik karena berat
sendiri maupun tiupan angin atau lainnya.
b. Pada saat mulai berjalan, lokomotif tidak terbebani dengan tenaga
untuk melawan tanjakan.
a. Jalur tunggal (single track) .Jumlah jalur pada lintas bebas hanya satu
dan digunakan untuk melayani arus kereta api dari dua arah
b. Jalur ganda (double track). Jumlah jalur pada lintas bebas dua buah,
masing-masing hanya melayanai arus kereta api dari satu arah saja.
Klasifikasi jalan rel di Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini
12
Sedangkan untuk menghitung kapasitas angkut lintas, digunakan
persamaan berikut ini :
Jalan kereta api harus bebas dari rintangan sehingga setiap saat dapat
dilewati dengan aman, karena itu ruang di atas sepur harus bebas dari segala
benda yang dapat tersentuh oleh kereta api. Demikian juga sebaliknya, tidak
boleh ada barang dari kendaraan di atas rel yang keluar dari ruang dimaksud.
Ruang yang harus selalu bebas ini disebut Ruang Bebas dan Ruang Bangun.
13
2.5.1 Ruang Bebas
14
15
16
17
18
2.5.2Ruang Bangun
Ruang bangun adalah di sisi sepur yang harus bebas dari semua
rintangan. Diukur dari sumbu sepur pada tinggi 1 m sampai 3,55 m. Jarak
horizontal Ruang Bangun ditetapkan sbb :
a. pada lintas bebas ialah 2,35 m sampai 2,53 m di kiri-kanan sumbu
sepur
b. pada emplasemen ialah 1,95 m sampai 2,35 m di kiri-kanan sumbu
sepur
c. pada jembatan ialah 2,15 m di kiri-kanan sumbu sepur.
Kereta api urban ditandai dengan peron tinggi, jarak stasiun dekat,
waktu berhenti di stasiun untuk menaikkan/menurunkan penumpang singkat.
Contohnya, kereta api bawah tanah, kereta api jabotabek dll.
19
BAB III
REL DAN BANTALAN
3.1 REL
Pada sistim tumpuan rel yang ada, tekanan tegak lurus dari roda
menyebabkan momen lentur pada rel, selain itu gaya arah horizontal yang
disebabkan oleh angin, goyangan kereta api dan gaya sentrifugal
menyebabkan momen lentur arah horizontal. Lebih jelas lihat gambar 3.1
20
Bentuk rel yang umum digunakan adalah bentuk Vignola, termasuk di
Indonesia karena mempunyai keunggulan antara lain:
a. momen perlawanan cukup besar, tetapi relative mudah untuk dibentuk
lengkung horizontal
b. kaki lebar dengan sisi bawah datar, menjadi mudah diletakkan dan
lebih stabil kedudukannya
c. kepala rel sesuai dengan bentuk kasut roda.
Tipe rel yang dipakai disesuaikan dengan kelas jalan relnya, sebagai
berikut.
21
arak tepi bawah kaki rel Yb (mm) 68,50 71,60 76,20 80,95
ke garis netral
Penampang melintang
Rel standar
Rel standar yang lama panjangnya 17 m, tapi sekarang 25 m. Keuntungan
adalah sbb:
a. mengurangi jumlah sambungan rel sampai 32%, yaitu dari 59
sambungan menjadi 40 sambungan tiap km
b. meningkatkan kenyamanan perjalanan, karena mengurangi getaran
yang terjadi pada sambungan rel.
Rel pendek
Rel pendek dibuat dengan cara menyambung beberapa rel standar
dengan las (proses flash welding atau dikenal juga dengan welded rail).
Panjang maksimum rel pendek adalah 100 m.
Rel panjang
Rel panjang dibuat dari beberapa rel pendek yang disambung dengan
las di lapangan, dikenal dengan istilah Continuous Welded Rail. Panjangnya
tergantung jenis bantalan yang dipakai, seperti tabel 3.4
22
Panjang minimum rel tergantung dari pemuaian rel. Gaya normal pada
rel dan gaya lawan bantalan seperti uraian berikut ini.
Dengan :
F = gaya yang terjadi pada batang rel
E = modulus elstisitas rel
A = luas penampang
λ = koefisien muai panjang
ΔT= pertambahan temperature ( ˚C )
23
dengan : r = tg β = gaya lawan bantalan tiap satuan panjang
24
Gambar 3.5 kedudukan roda pada rel.
Gambar 3.6 Kedudukan roda pada saat salah satu flens merapat pada rel
25
Gambar 3.8 Rel dipasang miring ke arah dalam
3.1.4 Dasar perhitungan rel yang digunakan
26
Gambar 3.9 Defleksi dan momen yang terjadi pada rel akibat beban roda
M0 = Pd / 4ή …………………………………………………( 3.7 )
27
Untuk transformasi gaya statis roda menjadi gaya dinamis roda digunakan
persamaan Talbot :
dengan :
Pd = gaya dinamis roda (ton)
Ps = gaya statis roda (ton)
V = kecepatan kereta api dalam mil/jam
σ = Ml y / Ix .......................................................................( 3.9 )
dengan,
= tegangan yang terjadi pada rel
Ml = 0,85 Mo (akibat super posisi beberapa gandar)
y = jarak tepi bawah ke garis netral
Ix = momen inersia terhadap sumbu x – x
28
3.1.5 Sambungan rel
B.Macam sambungan
Lebih jelas dapat dilihat pada gambar 3.10 dan 3.11di bawah ini.
29
30
C.Penempatan sambungan
Lebih jelas dapat dilihat pada gambar 3.12 dan gambar 3.13 dan 3.14.
_____________________________ ____________________________
31
D.Sambungan di Jembatan
Lm Lm
E. Celah sambungan
Pada sambungan rel harus ada celah untuk memberi tempat bagi
timbulnya perubahan panjang akibat perubahan suhu. Besarnya celah
sambungan pada rel standar dan pendek menggunakan cara yang dipakai
oleh PT. KAI (persero) yaitu :
G = L x λ x ( 40 – t ) + 2
32
dengan :
G : besarnya celah sambungan rel ( mm ), maksimum 16 mm
L : panjang rel ( mm )
λ : koefisien muai panjang rel ( 1,2 x 10-5 )
t : suhu pemasangan rel ( ˚C )
Tabel 3.7 Besarnya celah sambungan rel untuk rel standar dan pendek pada
semua tipe
Suhu pemasangan (˚C ) Panjang rel
25 50 75 100
Celah ( mm )
20 8 14 16 16
22 7 13 16 16
24 7 12 16 16
26 6 10 15 16
28 6 9 13 16
30 5 8 11 14
32 4 7 9 12
34 4 6 7 9
36 3 4 6 7
38 3 3 4 4
40 2 2 2 2
42 2 1 0 0
44 1 0 0 0
46 0 0 0 0
G = E x A x λ x ( 50 – t )2 +2
2xr
33
dengan,
G : besar celah sambungan rel
E : modulus elastisitas rel
A : luas penampang rel ( mm2 )
: koefisien panjang rel
t : suhu pemasangan ( ˚C )
r : gaya lawan bantalan tiap satuan panjang
Tabel 3.8 Celah sambungan rel untuk rel panjang bantalan kayu
Suhu pemasangan (˚C) Tipe rel
25 50 75 100
Celah rel (mm)
28 16 16 16 16
30 14 16 16 16
32 12 14 15 16
34 10 11 12 13
36 8 9 10 10
38 6 6 8 8
40 5 4 6 6
42 4 3 5 5
44 3 3 3 4
46 2 3 3 3
48 2 2 2 2
F. Suhu pemasangan
Suhu pemasangan adalah suhu pada saat rel dipasang dan disetel di
lapangan pada kedudukan permanennya. Secara umum batas suhu
maksimum adalah suhu tinggi yang menghasilkan celah 2 mm, sedang batas
suhu minimum adalah suhu yang menghasilkan celah 16 mm. Batas suhu
maksimum dan minimum tertera pada tabel di bawah ini.
34
Tabel 3.11 Batas suhu pemasangan rel panjang pada bantalan kayu
Tipe rel Suhu (˚C )
Minimum Maksimum
R.42 28 46
R.50 30 48
R.54 30 48
R.60 32 48
Tabel 3.12 Batas suhu pemasangan rel panjang pada bantalan beton
Tipe rel Suhu (˚C )
Minimum Maksimum
R.42 22 46
R.50 24 46
R.54 24 46
R.60 26 46
G. Pelat penyambung
35
Tabel 3.13 Kemiringan permukaan bawah kepala rel dan permukaan atas
kaki rel
Tipe rel Kemiringan permukaan Kemiringan permukaan
bawah kepala rel atas kaki rel
R.42 1:4 1:4
R.50 1 : 2,75 1: 2,75
R.54 1 : 2,75 1 : 2,75
R.60 1 : 2,93 1: 2,75
7 13 16 13 7
Gambar 3.18
Untuk tipe rel R.60 tebal pelat penyambung 20 mm dan diameter
lubang baut 25 mm (Gambar 3.19).
7 13 13 16 13 13 7
82
36
3.3 BANTALAN
Oleh karena itu bantalan harus kuat menahan beban dan kuat dalam
mengikat penambat rel.
a. bantalan kayu
b. bantalan baja
c. bantalan beton
Pemilihan jenis bantalan berdasar kelas jalan rel, sesuai peraturan
konstruksi jalan rel yang berlaku.
A.Bantalan Kayu
37
c. tidak mengandung unsur kimia yang tidak baik bagi komponen jalan
rel yang terbuat dari logam
d. tidak ada lubang bekas ulat atau binatang lainnya
e. tidak ada tanda-tanda permulaan pelapukan
f. jika kayu diawetkan, pengawetan harus merata dan sempurna.
Bentuk dan dimensi bantalan kayu seperti pada gambar dan table di
bawah ini.
Tabel 3.14 Dimensi bantalan kayu dan toleransi yang diijinkan di Indonesia
No Letak bantalan Panjang (mm) Lebar (mm) Tinggi (mm)
1 Pada jalan lurus 2000 (+40, -20) 220 (+20,-10) 130 (+10, -0)
2 Pada jembatan 1800 (+40, -20) 220 (+20,-10) 200 (+10, -0)
Keunggulan dan kelemahan bantalan kayu
Kelemahan :
a. akibat dari pelapukan, umur penggunanaan menjadi berkurang
b. kayu mudah terbakar
38
c. nilai sisa rendah.
Perancangan dimensi
Momen pada bantalan kayu dihitung dengan teori balok berhingga (finite
element) di atas tumpuan elastis (elastic foundation). Momen maks yang
dapat dipikul oleh bantalan kayu dihitung berdasarkan tegangan ijin lentur
kayu (σu ) sesuai kelasnya.
39
B. Bantalan baja
Dimensi bantalan baja pada jalur lurus untuk sepur 1047 mm ialah,
panjang 2000 mm, lebar atas 144 mm, lebar bawah 232 mm, tebal baja
minimum 7 mm.
Bantalan baja ini harus mampu menahan momen minimal 650 kg-m,
baik pada tengah bantalan maupun pada bagian bawah rel.
Keunggulan :
a. ringan dan mudah diangkut
b. tidak mudah lapuk
c. elastisitas lebih besar
d. lebih tahan lama ( bisa 30 – 40 tahun)
40
e. mudah dan relative murah membuatnya
f. nilai sisa lebih tinggi dibanding bantalan kayu
Kelemahan
a. dapat terkorosi dan berkarat
b. konduktor listrik, sehingga tidak cocok untuk kereta listrik yang aliran
listriknya berada di bawah
C. Bantalan beton
41
2.Perkembangan
Gambar 3.23 Penulangan pada bantalan beton blok ganda tipe R.S
3.Bahan
4.Dimensi
42
1.Bentuk, lihat gambar 3.24
2.Perkembangan
a. Pretension
b. Posttension
43
Bantalan beton blok tunggal Pretension
1.Bahan
Mutu bahan campuran beton dan baja tulangan sbb:
a. beton harus mempunyai kuat tekan tidak kurang dari 500 kg/cm2
b. mutu baja tulangan geser tidak kurang dari U-24
c. mutu baja prategang mempunyai tegangan putus minimum 17.000
kg/cm2
2.Perancangan
Tabel 3.15 Bagian bantalan beton blok tunggal pretension dan momen
minimum yang ditahan
Bagian Momen (kg-m)
Bawah rel 1500
Tengah bantalan 765
1.Bahan
2.Perancangan
Tabel 3.16 Bagian bantalan beton blok tunggal posttension dan momen
minimum yang ditahan.
44
Bagian Momen (kg-m)
Bawah rel 1500
Tengah bantalan 765
Keunggulan :
a. stabilitasnya baik
b. umur konstruksi panjang
c. tidak dapat terbakar
d. pengendalian mutu mudah dilakukan, cocok untuk produksi masal
e. beton bukan konduktor listrik, jadi bisa dipakai sepur dengan
elektrifikasi
Kelemahan
a. kurang elastic disbanding bantalan kayu
b. pemasangan manual sulit karena berat (berat sendiri bantalan 160 –
200 kg)
c. kemungkinan rusak pada proses pengangkutan dan pengangkutan
d. tidak meredam getaran dan kebisingan
e. nilai sisa sangat kecil.
45
Gambar 3.25 Posisi bantalan pada balas
46
BAB IV
PENAMBAT REL DAN BALAS
4.1.1 Umum
Penambat kaku
Penambat kaku terdiri atas paku rel, tirpon (tirefond) atau mur dan
baut, dengan atau tanpa pelat landas. Komponennya dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
47
Gambar 4.2 Pelat landas
48
Gambar 4.4 Penambat kaku pada bantalan kayu
menggunakan pelat landas dan tarpon
49
Penambat elastis
Penambat elastis tunggal terdiri atas pelat landas, pelat atau batang jepit
elastis, tirpon, mur dan baut.
Penambat elastis ganda terdiri atas pelat landas, pelat atau batang jepit
elastis, (karet) alas rel, tarpon, mur dan baut. Pada bantalan beton tidak
diperlukan pelat landas, tetapi tebal karet alas (rubber pad) rel disesuaikan
dengan kecepatan maksimumnya.
50
Kuat jepit yang dihasilkan tipe Dorken adalah :
a. jenis tunggal : 475 kgf
b. jenis ganda : 850 kg
51
Gambar 4.7 Penambat rel D.E.
52
Lebih detail tentang penambat rel Pandrol ini dapat dilihat pada
Gambar 4.8 a, b, c berikut ini.
53
Penambat rel Nabla
54
Penambat rel tipe F
55
Penambat rel tipe KA – Clip
Dari uraian tentang penambat rel di atas terlihat bahwa penambat elastis
dapat dikelompokkian menjadi dua kelompok, yaitu :
56
Alas karet, selain memberikan elastisitas tambahan juga mampu
mencegah merangkaknya rel dan melindungi permukaan bantalan.
Alas karet yang digunakan terbuat dari karet alam, karet sintetis, Ethyl
Vinyl Acetat (EVA) Polyethelyne berkepadatan tinggi (High Density
Polyethylene) dan Polyurethane. Besar modulus elastisitas alas karet
disyaratkan antara 110 – 140 kg/cm2, dan supaya kedudukannya tidak
bergeser, maka alas karet dibuat beralur.
57
4.3 BALAS
Fungsi balas :
Distribusi beban yang terjadi pada balas dapat dilihat pada gambar di
bawah ini (gambar 4.14)
58
Gambar 4.14 Distribusi beban pada balas
59
h = ( 16,8 pa/pc )4/5 ………………………………………..( 4.1 )
dengan :
h : ketebalan balas (inches)
pa : tekanan rerata yang didistribusikan oleh bantalan kepada balas (psi),
pc : tekanan yang diberikan kepada tanah dasar, termasuk factor
keamanan (psi)
dengan :
Zmin : tebal minimum balas (m)
S : jarak bantalan (m)
B : lebar bantalan (m)
θ : sudut gesek internal bahan balas ( ˚ ).
Secara structur pada tanah dengan kuat dukung yang tinggi tidak
diperlukan balas yang tebal, tetapi lapisan balas tetap diperlukan untuk
memberikan kekenyalan jalan rel. Selain itu jika bantalan diletakkan
langsung di atas tanah dasar tanpa balas, bantalan dan tanah dasar cepat
rusak karena sentakan-sentakan beban dinamis dari kereta yang berjalan di
atasnya. Kalau rusak, maka kedudukan sepur tidak stabil, apalagi kalau
hujan akan memperparah kerusakan tanah dan memperlunak tanah dasar
badan jalan rel.
Pembuatan lapisan balas dapat dibagi dua, yaitu :
a. lapisan balas atas, dengan bahan pembentuk yang sangat baik
b. lapisan balas bawah, dengan bahan pembentuk yang tidak sebaik
bahan pembentuk lapisan balas atas.
60
c. bersudut (angular)
d. mempunyai gradasi tertentu, sehingga mempunyai sifat saling kunci,
saling gesek yang baik dan mempunyai permeabilitas yang tinggi,
e. substansi yang merugikan tidak boleh ada dalam bahan balas melebihi
prosentase tertentu, yaitu :
Catatan :
a. Untuk jalan rel kelas I dan II digunakan ukuran minimal 2,5”- 0,75”
b. Untuk jalan rel kelas III digunakan ukuran minimal 2”- 1”
61
4.3.4 Balas Bawah
Persyaratan bahan
62
Gambar 4.16 potongan melintang pada lengkung/ tikungan
Tebal lapisan balas atas notasi d1, sedang tebal lapisan balas bawah d2.
Tebal minimum lapisan balas atas 25 cm, dan tebal minimum lapisan balas
bawah 15 cm. Dimensi yang digunakan baik untuk jalan lurus maupun
lengkung seperti uraian berikut.
dengan,
B : Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan balas
63
L : panjang bantalan (cm)
X : lebar bahu, untuk Indonesia :
Jalan rel kelas I dan II sebesar 50 cm
Jalan rel kelas III dan IV sebesar 40 cm
Jalan rel kelas V sebesar 35 cm
Bahu pada balas atas berfungsi agar bantalan tidak mudah tergeser
dari tempatnya dan agar tahanan bahan balas kea rah melintang cukup kuat.
Ukuran lebar bahu dari beberapa referensi sebagai berikut :
a. menurut Hay (1982) : 20-30 cm untuk rel pendek, 45 cm utk rel
panjang
b. Rusia menggunakan 35-45 cm (tergantung rel yang digunakan)
c. Inggris : 1 feet
d. India menggunakan 30 cm.
Kemiringan lereng lapisan balas atas tidak boleh lebih curam dari 1:2
(vertical : horizontal) dengan bahan sesuai persyaratan.
dengan :
T : tebal bantalan
Pada tikungan/lengkung :
K1D = K1 …………………………………( 4.5 )
K1L = B + 2.d1 + 2.E + M …………………………………( 4.6 )
E = ( B + L/2 ) h/S + T …………………………………( 4.7 )
dengan :
S : jarak antara kedua sumbu vertical
h : peninggian rel ( cm )
64
4.3.5 Pemadatan
Pada saat kereta api melintas di atas rel, balas mendapat beban berupa
tumbukan bantalan yang menghentak disertai pembebanan yang silih
berganti yang menyebabkan hal-hal berikut :
65
a. bahan balas saling gesek, lambat laun akan aus/hancur, sehingga
volume balas akan berkurang dan mengakibatkan pengurangan tebal
balas, sehingga terjadi penurunan balas
b. rongga antar partikel akan berkurang karena terisi serpihan bahan
balas yang aus. Hal ini mengakibatkan permeabilitas berkurang dan
balas menjadi tidak kenyal.
Akibat dari berkurangnya ketebalan lapisan balas, tanah dasar menerima
beban yang lebih besar dibanding keadaan semula. Akibat lebih lanjut
adalah turunnya tanah dasar dan bahan balas terdesak masuk ke tanah dasar
dan membuat cekungan (kantong balas). Selain karena berkurang tebal
lapisan balas, kantong balas dapat terjadi karena proses Mud pumping
(pemompaan Lumpur). Terbentuknya kantong balas akan dipercepat pada
musim hujan, karena keberadaan selain air akan mengurangi kuat dukung
tanah juga akan merupakan pembawa Lumpur pada proses pemompaan
Lumpur(gambar4.18)
66
Gambar 4.18 (1) menunjukkan kedudukan bantalan yang
mengambang sehingga terbentuk rongga yang pada saat dibebani tekanan
pori akan naik (2). Setelah beban hilang, partikel-partikel halus dari tanah
dasar tersedot masuk ke rongga (3). Pada saat terbebani kembali, partikel-
partikel halus akan terdesak masuk ke sela-sela bahan balas (4). Akibatnya
balas akan turun menerobos tanah dasar (5), yang kemudian dapat
mengakibatkan terbentuknya kantong balas seperti pada gambar 4.18 (6).
Apabila proses terbentuknya kantong balas berlanjut, kantong balas
akan semakin lebar dan dalam. Air di kantong balas akan menekan tanah
sekelilingnya. Demikian seterusnya dan jika tahanan geser tanah maksimum
sudah terlampaui akan terjadi keruntuhan badan jalan rel (gambar 4.19).
Masalah tersebut dapat ditangani dengan 2 cara :
a. penangan pada perancangan
b. penangan pada tahap pemeliharaan jalan rel
Pada perancangan balas jalan rel dapat dilakukan langkah sebagai
berikut:
a. tanah dasar harus benar-benar memenuhi persyaratan
b. pembuatan fasilitas drasinasi melintang pada tempat-tempat yang
diperlukan
c. penggunaan geosintetik
d. penggunaan cara Eastern Region
67
Penggunaan Geosintetik
68
padatanahdasar
69
Gambar 4.21 Cara Eastern Region (ER)
Seng/ plastik gelombang akan mendapat tekanan oleh berat balas dan
struktur jalan rel di atasnya, sehingga seolah-olah bahan pelapis ini melekat
pada pasir yang berada di bawahnya. Bentuk gelombang akan mencegah
gerak longitudinal seng/ plastic gelombang, sehingga akan tetap pada
kedudukannya (gambar 4.23). Kekuatan seng/plastic gelombang akan
memberikan fungsi perkuatan (reinforcement) pada balas/ tanah dasarnya.
70
Gambar 4.23 Pencegahan gerak longitudinal seng/plastik gelombang
71
Bab. V
TANAH DASAR DAN BADAN JALAN REL
72
Tekanan vertical pada permukaan atas tanah dasar dapat juga dihitung
dengan cara yang disampaikan Schram (1961).
dengan :
Menurut Schram (1961) sudut gesek internal pada bahan balas berbutir
kasar, berpermukaan kasar dan kering adalah sekitar 40˚, dan bahan balas
berbutir halus adalah sekitar 30˚.
Berdasar pendekatan oleh AREA (1997), tekanan yang terjadi pada
tanah dasar dapat dihitung dengan persamaan :
dengan :
pc : tekanan yang terjadi pada tanah dasar (psi)
pa : tekanan yang didistribusikan oleh bantalan kepada balas (psi)
h : tebal lapisan balas (inches)
73
Menurut ketentuan yang digunakan oleh PT.Kereta Api (persero),
kuat dukung tanah dasar (CBR) minimum ialah 8%, syarat tersebut hanya
dapat dipenuhi oleh tanah dasar setebal minimum 30 cm.
Letak tanah dasar dapat dilihat pada gambar 5.1 sampai 5.3. Tanah
dasar harus mempunyai kemiringan ke arah luar sebesar 5% dan harus
mencapai kepadatan 100% kepadatan kering maksimum.
74
Untuk menghindari pengotoran balas karena mud pumping seperti
yang sudah dijelaskan di muka, tanah dasar harus memenuhi persyaratan
tertentu. Japan Railway Technical Service memperlihatkan hubungan antara
75
mud pumping dengan beberapa sifat-sifat teknik tanah dasar seperi dalam
gambar 5.4 dan 5.5.
Gambar 5.4 Hubungan antara tekanan pada tanah dasar dengan batas
cair dan mud pumping.
5.3.1 Umum
76
Gambar 5.5 Hubungan antara tegangan pada tanah dasar dengan CBR
tanah dasar dan mud pumping
(sumber : Japan Railway Technical Service)
5.3.2 Timbunan
Persyaratan timbunan
a. mampu menopang beratnya sendiri dan beban di atasnya dengan aman
b. penurunan yang terjadi masih dalam batas yang dapat diterima
c. mampu mempertahankan bentuk timbunan
d. mampu mempertahankan sifat-sifat tekniknya.
77
b. lebar permukaan atas dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai
lebar berm minimum 1,50 m
c. jika penurunan lebih dari 50 cm, maka perlu dilakukan perbaikan
(improvement) pada bahan timbunannya
d. angka keamanan (factor of safety) lereng terhadap longsor minimum
1,50
e. kepadatan minimum timbunan adalah 95% kepadatan kering
maksimum
f. permukaan atas timbunan terletak minimum 75 cm di atas elevasi
muka air tanah tertinggi
g. jika timbunan lebih dari 6,00 m, maka setiap ketinggian 6,00 m dibuat
berm selebar minimum 1,50 m.
78
Menurut strandar perancangan yang digunakan PT. Kereta Api
(persero), tinggi timbunan harus memenuhi persyaratan :
dengan :
ht : tinggi timbunan
qu : kuat tekan bebas (unconfined)
γt : berat unit bahan timbunan
dengan :
γ : berat unit bahan timbunan
h : tinggi timbunan
c : kuat geser minimum fondasi timbunan.
a.Pra-perancangan
1.Tanah kohesif
Pada cara ini (untuk tanah kohesif) digunakan faktor kedalaman (nd)
yang diperoleh dari formula berikut :
nd = H + D ………………………………………………….(5.6)
H
79
dengan :
nd : factor kedalaman
H : ketinggian timbunan
D : kedalaman lapisan fondasi
Cd = γb + H
Ns
dengan :
Cd : kohesi yang diperlukan untuk stabilitas timbunan (t/m2)
γb : berat unit tanah (t/m3)
Ns : faktor stabilitas (stability factor)
dengan:
Fc : angka keamanan
C : kohesi tanah (t/m2)
Cd : kohesi yang diperlukan untuk stabilitas lereng (t/m2)
80
Gambar 5.7 Diagram stabilitas lereng tanah kohesif
2.Tanah Berpasir
Diagram pada Gambar 5.8 dapat digunakan untuk pra-perancangan
stabilitas timbunan yang terbuat dari tanah berpasir (sandy soil). Diagram
tersebut memberikan hubungan antara faktor stabilitas (Ns), kemiringan
lereng (β) pada sudut gesek internal (φ) yang ada. Identik untuk tanah
kohesif, dapat diperoleh faktor stabilitas (Ns) pada sudut gesek internal yang
ada. Dengan diketahuinya factor stabilitas (Ns) dan berat unit tanah (γb)
maka kohesi yang diperlukan untuk stabilitas lereng timbunan (Cd) dapat
dihitung. Angka keamanan timbunan dapat dihitung dengan formula seperti
yang dipakai untuk tanah kohesif :
81
Gambar 5.8 Diagram stabilitas lereng tanah berpasir
82
Formula yang digunakan untuk menghitung stabilitas lereng adalah :
dengan,
Fs : angka keamanan
W : berat irisan tanah tiap satuan lebar
l : panjang lengkung irisan longsoran
θ : sudut yang dibentuk oleh irisan dan permukaan longsoran (˚)
u : tekanan air pori tanah
S : tahanan geser tanah
Penurunan
Pada jalan rel berupa timbunan ada dua penurunan, yaitu penurunan
pada timbunan dan pada fondasi timbunan. Secara umum penurunan dapat
dihitung dengan formula :
S = Cc . H. log [ po + Δp ]
1 + eo po
dengan,
S : penurunan
Cc : indeks pemampatan
H : panjang pengaliran
H= D untuk pengaliran satu arah
H= ½ D untuk pengaliran 2 arah
D : tebal lapisan yang ditinjau
eo : angka pori mula-mula
po : tekanan mula-mula akibat beban timbunan di atasnya (overburden)
Δp : pertambahan tekanan vertical
83
5.3.3 Galian dan Kondisi asli
Pada badan jalan rel yang berupa galian atau tanah asli badan jalan
relnya adalah fondasi yang mendukung tanah dasar. Fondasi pendukung
tanah dasar ini syaratnya :
a. mampu mendukung beban di atasnya
b. penurunan yang terjadi masih dapat diterima
c. mampu mempertahankan sifat-sifat tekniknya.
Beberapa ketentuan pada perancangan badan jalan rel berupa galian atau
kondisi asli adalah sebagai berikut:
a. permukaan atas tanah dasar miring ke arah luar dengan kemiringan
sebesar 5 %
b. permukaan atas tanah dasar terletak minimum 75 cm di atas elevasi
muka air tanah tertinggi
c. apabila kedalaman galian lebih besar dari 10 m, maka pada setiap
kedalaman 7 m, dibuat berm selebar 1,5 m
d. geometri potongan melintang ialah seperti gambar 5.1 dan 5.3
Perbaikan bahan geoteknik yang ada pada tanah dasar atau badan
jalan rel sering digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat fisik dan
geotekniknya dengan cara menambahkan bahan tambah (additive).
Perbaikan ini dapat dilakukan seperti dalam table 5.1.di bawah ini.
84
85
BAB VI
DRAINASI JALAN REL
6.1 PENGANTAR
a. curah hujan
b. topografi
c. tata guna lahan
d. karakteristik tanah setempat
86
6.3.4 Bentuk
6.3.5 Bahan
87
Pasangan batu/bata 0,6 – 1,8
Kerikil, atau lempung yang sangat kompak 0,6 – 1,0
Pasir kasar, tanah berkerikil atau berpasir 0,3 – 0,6
Lempung dengan sedikit pasir 0,2 – 0,3
Tanah berpasir halus atau lanau 0,1 – 0,2
(sumber : Peraturan Dinas no.10, PJKA)
88
Besar air yang harus dibuang pada system terbuka ini harus memperhatikan :
a. luas daerah yg aliran airnya akan menuju jalan rel
b. intensitas hujan setempat
c. koefisien pengaliran air
89
Gambar 6.2 Drainasi bawah permukaan untuk menurunkan
permukaan air tanah
90
6.5 DRAINASI LERENG
91
Gambar 6.5 Contoh tampak atas drainasi lereng
92
Gambar 6.6 Contoh drainasi di emplasemen
93
BAB.VII
GEOMETRI JALAN REL
Seperti halnya pada geometri jalan raya, pada jalan rel ini selain pada
lintasan lurus maka lintasan yang perlu diperhatikan adalah pada tikungan.
Pada geometri jalan rel ada 2 lengkung yang perlu diperhatikan :
1. Lengkung horizontal
2. Lengkung vertical
Untuk menghindari hal tersebut, perlu ada peninggian pada rel luar. Oleh
karena itu perancangan lengkung horizontal berkaitan dengan peninggian
rel. Ada 3 jenis lengkung horizontal :
- Lengkung lingkaran
- Lengkung peralihan
- Lengkung S
94
7.1.1 Lengkung lingkaran
C= m.V2 /R ( 7.1 )
Dengan :
C : gaya sentrifugal
V : kecepatan kereta api
R : jari-jari lengkung lingkaran
m : massa, G/g
Secara praktis untuk gaya sentrifugal yang diimbangi dengan gaya berat
saja, dengan peninggian rel maksimum, hmaks=110 mm, jari-jari minimum
lengkung lingkaran ;
95
Rmin = 0,08 V2 ( 7.2 )
Dengan :
R = jari-jari lengkung
V = kecepatan perancangan (km/jam)
Sedangkan jika gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat dan
kemampuan dukung komponen struktur ( yaitu rel, sambungan rel, penambat
rel, bantalan dan balas), jari-jari minimum lengkung lingkaran :
Dengan :
R = jari-jari lengkung
V = kecepatan perancangan (km/jam)
R = 0,164 V2 ( 7.4 )
Tabel 7.1 di bawah ini memuat daftar jari-jari minimum lengkung horizontal
tanpa lengkung transisi untuk berbagai kecepatan yang diijinkan dan
digunakan oleh PT. Kereta Api (persero)
96
7.1.3 Lengkung transisi
Lh = 0,01.h.V ( 7.5 )
Dengan :
Lh = panjang minimum lengkung transisi (m)
h = peninggian rel pd lengkung lingkaran (mm)
V = kecepatan rancangan ( km/jam )
R = jari-jari lengkung lingkaran (m)
97
7.1.4 Lengkung S
Pada dua lengkung dari suatu lintas yang berbeda arah lengkungnya
terletak bersambungan, akan membentuk lengkung membalik dengan bentuk
huruf ‘S’ yang dikenal dengan “lengkung S”. antara kedua lengkung ini
harus diberi bagian lurus minimum 20 meter di luar lengkung transisi,
seperti pada gambar di bawah ini.
a = V2 / R
Dengan melihat rumus di atas, jika ingin mengurangi dampak yang timbul
akibat percepatan sentrifugal antara lain ;
a. Memperbesar jari-jari lengkung
b. Mengurangi/ membatasi kecepatan kereta api
c. Peninggian rel sebelah luar
98
7.2 PENINGGIAN REL
hnormal = 5,95 V2 / R
dengan :
V : kecepatan rencana (km/jam)
R : jari-jari lengkung horizontal (m)
hnormal : peninggian normal (mm)
dengan :
V : kecepatan rencana (km/jam)
R : jari-jari lengkung horizontal
hmin : peninggian minimum (mm)
Ph = 0,01. h . V
Dengan :
99
Ph = panjang minimum “panjang transisi” (m)
h = peninggian rel (mm)
V = kecepatan (km/jam)
100
101
PELEBARAN SEPUR
Gaya tekan yang timbul mengakibatkan keausan rel dan roda kereta
menjadi lebih cepat. Untuk mengurangi keausan itu dibuat pelebaran sepur.
Pelebaran ini dipengaruhi beberapa hal :
a. Jari-jari lengkung horizontal
b. Jarak gandar depan belakang
c. Kondisi keausan roda kereta dan rel
102
PT. KAI membatasi pelebaran sepur maksimum 20 mm, hal ini
dimaksudkan agar tapak roda cukup lebar menapak di atas kepala rel saat
melewati lengkung horizontal. Pelebaran sepur sesuai dengan jari-jari
lengkung adalah seperti dalam table di bawah ini.
a. Lengkung cembung
b. Lengkung cekung
Lengkung cembung
Lengkung cembung juga dikenal dengan istilah summit curve atau spur
curve.
103
104
Besarnya jari-jari minimum lengkung vertical yang berupa lingkaran
sesuai dengan kecepatan perancangannya pada table di bawah ini.
Lengkung cekung
L = (G1 – G2) / r
Dengan :
G1 dan G2 : dua kemiringan yang bertemu, positip (+) bila naik dan
negatip (-) bila turun
L = panjang lengkung (dalam kelipatan 100 ft)
r = tingkat perubahan kemiringan (%) tiap 100 ft
105
Nilai r yang direkomendasikan untuk jalur utama sbb :
a. Untuk lengkung vertical cembung, nilai r : 0,10
b. Untuk lengkung vertical cekung, nilai r : 0,15
106
107
Contoh, pada lintasan utama kemiringan tanjakan (1:120) dan
kemiringan turunan (1:150) dihubungkan dengan lengkung vertical
cembung, maka panjang lengkung vertical :
L=(0,83-(-0,67)) / 0,1
L=1,5/0,1
L=15 ------→dipakai L=16
108
BAB VIII
WESEL DAN PERSILANGAN
8.1 WESEL
Wesel dalam lengkung, pada dasarnya sama dengan wesel biasa tapi bagian
lurusnya berbentuk lengkung. Ada 3 jenis wesel dalam lengkung :
a. wesel searah lengkung
b. wesel berlawanan arah lengkung
c. wesel simetris
109
Wesel tiga jalan terdiri atas 3 sepur. Berdasar arah dan letak sepurnya,
dibedakan menjadi 4:
a. wesel tiga jalan searah
b. wesel tiga jalan berlawanan arah
c. wesel tiga jalan searah tergeser
d. wesel tiga jalan berlawanan arah tergeser
110
Dalam penggunaannya sering ditemui bentuk wesel yang merupakan
kombinasi dari bentuk dasar wesel yang ada seperti terlihat pada gambar di
bawah ini .
111
Komponen Wesel
Agar wesel dapat berfungsi seperti yang seharusnya, wesel terdiri atas
komponen-komponen sebagai berikut :
a. lidah
b. jarum beserta sayap
c. rel lantak
d. rel paksa
e. penggerak wesel
Pada sepur lurus hingga jarum, bantalan dipasang tegak lurus sepur,
sesudah jarum, bantalan dipasang tegak lurus garis bagi sudut simpang arah.
Jarak bantalan tidak boleh melebihi jarak bantalan biasa, sedang panjangnya
paling sedikit hingga 50 cm di luar rel. Jika bantalan dari baja, lubang
penambat rel dibuat di pabrik dan wesel sdh dirakit di pabrik, sehingga di
112
langan menjadi lebih cepat. Sedang bantalan kayu, perakitan wesel di
lakukan di lapangan, sehingga lebih lama.
113
PERSILANGAN
Jika dua jalan rel dari 2 arah yang sebidang saling berpotongan,
ditempat tersebut harus dibuat suatu konstruksi yang memungkinkan roda
dapat lewat ke kedua arah tersebut. Konstruksi tersebut disebut persilangan.
a. Persilangan siku-siku (sudut 900)
b. Persilangan miring (sudut potong kurang dari 90o)
114
WESEL INGGRIS
Dinamakan wesel inggris setengah karena sepur belok hanya terdapat pada
satu sisi.
Persilangan antara jalan rel dengan jalan raya dikenal dengan istilah
perlintasan. Perlintasan yang dibahas adalah perlintasan sebidang.Terdapat 2
jenis :
a. Perlintasan dengan penutup/ palang
b. Perlintasan tanpa penutup/ palang
Penutup/ palang dapat berupa penutup sorong yang menggunakan roda atau
penutup jungkit, seperti yang tampak pada gambar di bawah ini.
115
Pada persilangan tanpa penutup, harus tersedia daerah pandangan
bebas yang memadai bagi pengemudi kendaraan di jalan raya maupun
masinis kereta api. Persyaratan ini menyebabkan daerah pandangan bebas
dimaksud berbentuk segitiga.
116
Perancangan struktur Persilangan jalan rel dengan jalan raya
Agar roda kereta dapat melewati persilangan ini, perlu disediakan alur
untuk flens roda selebar 40 mm, yang harus selalu bersih dari benda-benda
yang dapat mengganggu. Hal ini dilakukan dengan memasang rel lawan
yang panjangnya 80 cm di luar lebar persilangan.
a. Perkerasan beraspal
b. Pelat beton
c. Balok kayu
d. Pelat baja khusus
117
118
119
BAB IX
STASIUN DAN EMPLASEMEN
a. Stasiun penumpang
b. Stasiun barang
c. Stasiun langsiran
120
c. Stasiun besar, melayani banyak sekali kereta yang datang dan
berangkat.
Gbr.Stasiun antara
121
Gbr.Stasiun pertemuan
122
Gbr.Stasiun kepala / siku-siku
123
Gbr. Stasiun semenanjung
9.2. EMPLASEMEN
Pada emplasemen stasiun kecil terdapat 2 atau 3 jalan rel, terdiri atas
satu jalan rel terusan dan satu atau dua jalan rel silangan, dengan demikian
kereta pai dapat bersilangan. Contoh seperti gambar di bawah ini.
124
Emplasemen stasiun besar
125
Emplasemen Barang
Emplasemen Langsir
126
Pada emplasemen langsir besar, tempat langsiran dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu :
a. Langsiran kedatangan
b. Langsiran pemisahan
c. Langsiran pemilahan dan keberangkatan.
127
BAB X
PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
10.1 UMUM
Dalam hal ini yang dimaksud perencanaan dan perancangan jalan rel
disini hanyalah terbatas pada lingkup prasarana jalan rel (alinemen, survai
jalur, lokasi dll), tidak termasuk biaya dan faktor ekonomi lainnya.
10.2 ALINEMEN
Alinemen jalan rel adalah letak sumbu jalan rel pada permukaan
tanah. Seperti halnya pada perencanaan jalan raya, pada perencanaan dan
perancangan jalan rel dikenal pula alinemen horizontal (garis lurus dan
lengkung horizontal) dan alinemen vertical (kelandaian dan lengkung
vertical). Alinemen jalan rel ditentukan berdasar data lapangan sebaliknya
survai jalur dan lokasi berdasarkan perencanaan awal alinemen yang masih
bersifat kasar/ alternative.
Secara ideal, jalan rel harus memenuhi kriteria :
1. Pendek
2. Mudah
3. Aman
4. Nyaman dan
5. Ekonomis.
Selain itu diusahakan agar pekerjaan tanah sesedikit mungkin dan
galian seimbang dengan timbunan.
128
Oleh karena itu untuk menentukan alinemen jalan rel perlu diadakan
beberapa survey antara lain :
a. Survey jalur dan lokasi
b. Penyelidikan geoteknik
c. Studi dranasi
1. Reconnaissance survey
2. Survey pendahuluan
3. Survey lokasi final
Reconnaissance survey
Survei ini meliputi : studi terhadap peta, peta kontur, peta geologi,
peta geologi teknik, tataguna lahan, data iklim dan cuaca, sejarah lokasi,
sungai, aliran drainasi, sumber bahan baku material dsb.
Survei ini bertujuan untuk mengetahui secara umum karakteristik
lokasi yang dipilih pada rencana alinemen. Hal-hal yang perlu diperhatikan
antara lain :
1. Survei harus mencakup seluruh lokasi, tidak hanya pada jalurnya
saja
2. Asumsi yang dibuat harus ada alasan yang kuat
Survei Pendahuluan
129
Pada tahapan survey ini ditentukan sumbu rencana jalan rel dengan
mempertimbangkan arah vertical dan horizontal. Dikelompokkan :
1. Pematokan garis sumbu final di lapangan (horizontal)
2. Penentuan ketinggian secara rinci (vertical)
In-situ
Pengujian di Laboratorium
130
c. Parameter kuat geser
d. Kuat dukung
e. Modulus elastisitas
f. Parameter konsolidasi
g. Koefisien permeabilitas
131
BAB XI
PEMBANGUNAN DAN PERAWATAN
11.1 UMUM
11.2 PEMBANGUNAN
Dalam membangun jalan rel baru, balas tidak dibangun lebih dulu
karena ada kemungkinan terjadinya penurunan. Pekerjaan yang dikerjakan
lebih dulu adalah badan jalan dan tanah dasar, baru kemudian struktur
bagian atas (bantalan, rel, penambat rel) dipasang lebih dulu. Setelah
beberapa waktu (proses konsolidasi), struktur bagian atas diangkat,
kemudian bahan balas disebarkan di bawah struktur bagian atas dan
dipadatkan.
Pembangunan jalan rel dilakukan dalam 3 tahap sebagai berikut:
a. Pembangunan badan jalan dan tanah dasar
b. Pembangunan struktur bagian atas
c. Pembangunan balas
132
ketinggian timbunan (embankment) minimal 60 cm di atas ketinggian muka
air banjir. Selain itu pada daerah pegunungan sering dlakukan pekerjaan
galian dan timbunan (cut and fill). Sebagai pedoman dan untuk memudahkan
pekerjaan, biasanya di lapangan di pasang patok dengan jarak antar patok
sekitar 30 m (lihat gambar).
133
a. Side method
b. Telescopic method
c. American method
Side Method
Cara ini digunakan jika sudah ada sepur, misalnya pembangunan jalur
ganda (double track) yang merupakan pengembangan dari jalur tunggal
(single track). Cara ini disebut juga sebagai Tram-line method karena bahan
yang dibutuhkan diangkut dengan kereta pengangkut bahan kemudian
dipasang pada jalur rencana. Apabila belum tersedia sepur, dapat dipasang
sepur sementara (temporary track).
Telescopic method
American method
Pembangunan balas
134
Sebelum struktur bagian atas diletakkan dan diberi beban, untuk
menghindari terjadinya kantong balas, maka disarankan agar bahan balas
diletakkan di atas tanah dasar dengan ketebalan 6 – 8 inch.
11.3 PERAWATAN
Perawatan Rutin
Perawatan harian
135
a. Pemeriksaan harian oleh regu
b. Pengetatan baut yang kendor
c. Pengecekan komponen penambat
d. Pembersihan celah jalur flens pada wesel dan persilangan
e. Pemberian pelumas dll
Perawatan berkala
Perawatan khusus
136
TABEL ALAT BERAT UNTUK PERAWATAN JALAN REL
LAIN-LAIN/ LAMPIRAN :
137
Jalan Kereta api di Sumatera seperti terlihat pada gambar di bawah ini
138
Jaringan jalan kereta api di Jawa dan tahun pembuatannya, seperti terlihat
pada gambar di bawah ini
139
Sebagian besar dari 4000 km jalan rel yang beroperasi sudah berumur
lebih dari 75 tahun, jadi wajar kalau sering terjadi kecelekaan. Tiap tahun
butuh 53 km rel yang harus diganti. Pada 20 th terakhir ada 1016 km rel
yang harus diganti, tapi hanya terealisir 400 km. Jaringan jalan rel Jawa,
Sumatera dan Madura seperti pada table di bawah ini.
Tabel .Jaringan Jalan Rel di Pulau Jawa, Madura dan Sumatera Tahun 2006
LINTAS UTAMA
1.329 KM SUMUT = 516 KM
SUMATERA
SUMBAR = 169 KM
1.348 KM LINTAS CABANG
BEROPERASI SUMSEL = 663 KM
JARINGAN 19 KM
JALAN REL 4.675 KM LINTAS UTAMA
EKSISTING DI 2.966 KM JABAR = 1.125 KM
JAWA
JAWA, MADURA JATENG = 1.130 KM
3.327 KM LINTAS CABANG
DAN SUMATERA JATIM = 1.072 KM
361 KM
6.797 KM SUMATERA SUMUT = 428 KM JABAR = 410 KM
TIDAK 512 KM
SUMBAR = 80 KM JATENG = 585 KM
BEROPERASI
JAWA DAN
JATIM &
2.122 KM MADURA SUMSEL = 4 KM = 615 KM
MADURA
1.610 KM
Sumber: Ditjen Perkeretaapian, 2006
Daerah Stasiun Besar Sta. Kelas I Sta. Kelas II Sta. Kelas III
Jawa 26 37 76 395
Sumatera 5 9 22 98
Jumlah 31 46 98 493
Sumber: Ditjen Perkeretaapian, 2006
140
Gambar jaringan pelayanan kereta api penumpang di Jawa sbb:
141
120,000
100,000
80,000
40,000
20,000
0,000
Thn 2002 Thn 2003 Thn 2004 Thn 2005 Thn 2006
Komersial 16,807 14,204 14,072 13,419 12,237
Ekonomi 41,672 37,089 35,344 37,100 44,630
Jabotabek Komersial 5,935 6,654 9,018 8,602 9,644
Jabotabek Ekonomi 111,482 95,386 91,565 92,368 94,780
Tabel . Proyeksi Modal share Kereta Api penumpang dan Barang deng Moda Lainnya
sampai dengan Tahun 2025
Prakiraan Modal Share
2010 2015 2020 2025
Kereta Penumpang
Jawa-Bali 8.49% 9.66% 10.83% 12.00%
Sumatera 5.24% 7.16% 9.08% 11.00%
Kalimantan - 5.00% 7.50% 10.00%
Sulawesi - 50.0% 7.50% 10.00%
Nasional 11%-13%
Kereta Barang
Jawa-Bali 4,22% 7,82% 11,41% 15,00%
Sumatera 6,50% 11,00% 15,50% 20,00%
Kalimantan - 12,50% 25,00% 50,00%
Sulawesi - 3,75% 7,50% 15,00%
Nasional 15%-17%
142
DAFTAR PUSTAKA
143