Anda di halaman 1dari 143

JALAN REL

PENDAHULUAN

1.1 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KERETA API

1.1.1 Kelahiran Transportasi Kereta Api

Awal lahirnya transportasi kereta api dimulai di Inggris thn 1630 pada
pengangkutan batubara. Hasil tambang yang semula ditarik dengan
kereta kuda menemui kendala karena jalan yang dilalui cepat rusak
dan kapasitas angkut yang rendah.
Untuk memberi landasan yang kuat, kemudian jalan diberi balok2
kayu membujur, akibatnya kapasitas angkut kereta kuda meningkat.

Karena masih gampang rusak, kayu diganti dengan besi. Tapi karena
bentuk roda kereta masih biasa, kereta sering meleset. Oleh karena itu
pada tahun 1789 roda diberi flens ( flange ). Mulai saat itu kereta tidak
dapat digunakan di jalan raya.

Pada abad XIX kereta di atas rel mulai ditarik lokomotif (mesin uap)
dan jalan rel mulai dibangun dimana-mana. Teknologi yang
berkembang pesat memacu perkembangan kereta api, muncul kereta
super cepat, monorail, levitasi magnetik dll yang mampu bergerak
dengan kecepatan di atas 300 km/ jam, demikian juga persinyalan
berkembang. Tidak hanya sinyal mekanis tapi juga elektris mulai
digunakan.

1.1.2. Sejarah Kereta Api di Indonesia

Secara de facto Kereta api di Indonesia hadir dengan dibangunnya


jalan rel sepanjang 26 km (Kemijen – Tanggung) oleh NV.
Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Sedangkan
secara de jure adalah dengan disetujuinya undang-undang
pembangunan jalan rel oleh pemerintah Hindia Belanda tanggal 6
April 1875.

Dari data th 1999, panjang jalan rel di Indonesia 4.615,918 km terdiri


atas Lintas raya 4.292,322 km dan lintas cabang 323,596 km.

1
Pada awal revolusi kemerdekaan kereta api direbut dari jepang oleh
angkatan muda kereta api (AMKA) tgl 28 Sept 1945.

Selanjutnya pengelolaan kereta api di Indonesia mengalami beberapa


kali perubahan a.l, oleh Djawatan Kereta Api Republik Indonesia
(DKARI) yang berubah menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) sampai
thn 1950. Kemudian thn 1963 berubah menjadi Perusahaan Negara
Kereta Api (PNKA), berubah lagi jadi Perusahaan Jawatan Kereta Api
(PJKA), berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka)
dan terakhir menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero) berdasar PP.
No. 19 tahun 1998.

Dunia kereta api di Indonesia terus berkembang, termasuk


teknologinya, contohnya adalah diluncurkannya KA Argo Bromo,
Argo Gede dst. Perkembangan ini dapat dilihat di PT. Inka di Madiun
dan di Balai Yasa yang terdapat di beberapa daerah.

Selanjutnya perkembangan Kereta Api di Indonesia dapat dilihat pada


Lampiran di belakang.

2
1.2 KARAKTERISTIK TRANSPORTASI KERETA API

1.2.1 Keunggulan dan kelemahan Transportasi Kereta Api

Sebagai salah satu moda transportasi untuk orang dan barang, kereta
api mempunyai karakteristik sendiri berkaitan dengan keunggulan dan
kelemahan.

Keunggulan :
a. Jangkauan pelayanan baik jarak pendek, sedang maupun jauh
dengan kapasitas angkut yang besar
b. Penggunaan energi relatif kecil
c. Keselamatan lebih handal, karena mempunyai jalan sendiri
sehingga kemungkinan terjadinya konflik dengan moda lain sangat
kecil
d. Lebih handal dalam ketepatan waktu
e. Ekonomis dalam penggunaan ruang
f. Polusi, getaran dan kebisingan relative kecil
g. Sangat baik dalam pelayanan khusus dalam aspek hankam, karena
mempunyai kapasitas angkut yang besar
h. Kecepatan bervariasi dari yang lambat sampai cepat
i. Mempunyai akses yang lebih baik dibanding transportasi air dan
udara.

Kelemahan :
a. Memerlukan fasilitas yang khusus yang tidak dapat digunakan oleh
moda transportasi yang lain
b. Membutuhkan investasi, biaya operasi, biaya perawatan dan tenaga
yang besar
c. Pelayanan penumpang dan barang hanya pada jalurnya.

1.2.2 Perbandingan antara jalan raya dan jalan rel

Sejak digunakan flens pada roda kereta api, maka terjadilah perbedaan
jalan raya dan jalan rel . Setelah melalui perjalan yang panjang baik
teknologi maupun pengoperasiannya maka dapat dilihat perbedaan

3
karakteristiknya antara transportasi jalan raya dan transportasi jalan
rel. Perbedaan ini dapat dilihat pada table di bawah ini.

Tabel 1.1 Perbandingan antara Jalan Raya dan Jalan Rel

Item Jalan raya Jalan Rel


Bahan jalur Perkerasan fleksibel, perkerasan Berupa batang di atas
kaku, atau composit fondasi elastis
Lalulintas Penggunanya berbagai jenis lalu Jalur jalan rel disediakan
Lintas, dari pejalan kaki sampai untuk pergerakan kereta
Kendaraan berat api yang terjadwal
Tegangan Tegangan diteruskan ke tanah Beban lokomotif dan
dasar melalui formasi lapis gerbong diterima oleh
perkerasan sepur, sehingga struktur
sepur harus kuat
Kecepatan Karena digunakan oleh berbagai Kecepatan yang relative
jenis kendaraan, maka kecepatan lebih tinggi lebih dapat
harus dibatasi dicapai
Gesekan Kendaraan berjalan karena Gesekan relatif rendah,
adanya gesekan antara roda kira-kira 20% dari gesekan
(karet) dengan permukaan jalan. antara roda (karet) dengan
Gesakan tinggi permukaan jalan
Perpindahan Perpindahan jalur jalan raya Perpindahan jalur melalui
jalur melalui pertemuan jalan peralatan khusus, dikenal
sebagai wesel

Tabel 1.2 Perbandingan karakteristik antara transportasi jalan rel,


transportasi jalan raya dan transportasi udara.

No Karakteristik Trans.Jalan Rel Trans.Jalan Raya Trans. Udara


1 Dimensi Satu (diarahkan Dua Tiga
pergerakan oleh rel)
2 Sinyal Penuh Sebagian (pada Internal
lalulintas pertemuan jalan) (radio)
3 Kecepatan Tinggi antara Sedang Sangat tinggi
stasiun antara Bandar
udara

4
4 Akses Jelek Sangat baik Jelek
langsung pada
pengguna
5 Penggunaan Sempit Lebih lebar Sangat luas,
lahan tapi hanya di
bandara
6 Suara Keras tapi hanya Sedang Sangat keras
di dekatnya di dekat
bandara
7 Polusi udara Rendah Sedang/ tinggi Tinggi
8 Efisiensi energi Tinggi Tinggi untuk Rendah
bus, rendah
untuk mobil
Sumber : Carpenter, 1996

5
Bab. II
JALAN REL, PENGELOMPOKAN DAN DIMENSI RUANGNYA

2.1 PENGANTAR

Seperti yang telah disebutkan di depan, teknologi jalan rel telah


berkembang pesat, sehingga tidak hanya jalan rel dengan dua rel sejajar,
tetapi terdapat juga monorail (rel tunggal). Bahkan juga jalan rel dengan
teknologi levitasi magnetik. Selanjutnya akan dibahas tentang jalan rel
konvensional yaitu dengan Teknologi Dua Rel Sejajar, yang saat ini dipakai
di Indonesia.

2.2 STRUKTUR JALAN REL

Pada teknologi jalan rel konvensional (dua rel sejajar), jalan rel
terbentuk dari dua batang rel baja yang diletakkan di atas balok-balok
melintang yang disebut bantalan. Rel ditambatkan di bantalan dengan
penambat rel. Struktur rel-bantalan-penambat rel menjadi satu kesatuan yang
kokoh, bersambung memanjang membentuk jalur yang disebut sepur (track).
Sepur diletak di atas suatu alas yang disebut balas (ballast) dan di bawah
balas adalah tanah dasar (subgrade).
Komponen struktur jalan rel dikelompokkan menjadi dua :
a. Struktur bagian atas, yaitu rel, bantalan dan penambat rel
b. Struktur bagian bawah, yaitu bagian pondasi yang terdiri atas balas
dan tanah dasar

6
Gaya yang yang timbul karena kereta api antara lain :
a. gaya vertikal
b. gaya horizontal tegak lurus sumbu sepur
c. gaya horizontal membujur searah sumbu sepur

Gaya vertikal diterima oleh kedua rel, kemudian diteruskan ke balas


dan diteruskan ke tanah dasar dengan prinsip penyebaran beban. Untuk
ketebalan balas secara teknis harus mencukupi. Sedangkan gaya horizontal
ditahan oleh balas, sehingga perletakan bantalan pada balas harus
sedemikian supaya balas dapat menahan gaya horizontal.

Gaya vertikal

Gaya vertical yang terjadi akibat dari gaya lokomotif, gaya kereta
(penumpang) dan gaya gerbong (barang) merupakan gaya yang diterima
struktur jalan rel. Lebih jauh gaya vertical yang terjadi seperti diuraikan di
bawah ini.

a. Gaya lokomotif

Lokomotif yang dipakai PT. KAI ditumpu oleh 2 bogie. Berdasar jumlah
gandar pada masing-masing bogie, lokomotif dikelompokkan menjadi 2
jenis yang dapat dilihat dari cara penomorannya, yaitu :

7
- lokomotif BB, 2 bogie dengan masing-masing bogie terdiri atas 2
gandar dan masing2 gandar terdiri atas 2 roda
- lokomotif CC, 2 bogie dengan masing-masing bogie terdiri atas 3
gandar dan masing2 gandar terdiri atas 2 roda.
Perhitungan beban gandar (axle load) dan beban roda pada masing-
masing jenis lokomotif seperti berikut .

1. Lokomotif BB
Jika beban lokomotif (Wlok)= 56 ton, maka
Gaya pada bogie (Pb) = Wlok/2 = 56/2 ton = 28 ton
Gaya pada gandar (Pg)= Pb/2 = 28/2 ton = 14 ton
Gaya roda statis (Ps) = Pg/2 = 14/2 ton = 7 ton

2. lokomotif CC
Jika beban lokomotif (Wlok)= 84 ton, maka
Gaya pada bogie (Pb) = Wlok/2 = 84/2 ton = 42 ton
Gaya pada gandar (Pg)= Pb/3 = 42/3 ton = 14 ton
Gaya roda statis (Ps) = Pg/2 = 14/2 ton = 7 ton

Pada lokomotif CC dikelompokkan menjadi 2 yaitu


- CC-201 dan CC-203 dengan berat 84 ton (beban gandar 14 ton)
- CC-202 dengan berat 108 ton atau beban gandar 18 ton

b. Gaya kereta (Car, Coach)

Kereta dipakai untuk angkutan penumpang, berat kereta (termasuk


penumpang) sekitar 40 ton. Kereta ditumpang 2 bogie (Pb=20 ton),
karena masing-masing bogie terdiri atas 2 gandar, maka Pg = 10 ton dan
Ps = 5 ton.

c. Gaya gerbong (Wagon)

Gerbong digunakan untuk angkutan barang. Prinsip beban sama


dengan lokomotif dan kereta. Satu gerbong dapat terdiri atas 2 gandar
(tanpa bogie) atau 4 gandar (dengan bogie)

Faktor dinamis

8
Akibat dari beban dinamik kendaraan jalan rel, maka timbul faktor
dinamik yang dipakai untuk mentransfer gaya statis ke gaya dinamis.

Ip = 1 + 0,01 (V/1,609 – 5) ………………………….( 2.1 )

dengan :
Ip : faktor dinamis
V : kecepatan kereta api (km/jam)

Selanjutnya gaya dinamis dihitung sbb :

Pd = Ps x Ip ………………………………………( 2.2 )

dengan :
Pd = gaya dinamis (ton)
Ps = gaya statis (ton) dan
Ip = faktor dinamis

Gaya Horisontal tegak lurus sumbu sepur

Gaya ini disebabkan oleh :


-‘snake motion’ kereta api,
- gaya angin yang bekerja di sisi kanan kiri kereta api dan
- gaya sentrifugal saat melewati tikungan.

Gaya Horisontal membujur searah sumbu sepur

Gaya ini disebabkan oleh :


-gaya akibat pengereman,
-gesekan antara roda kereta api,
-gaya akibat kembang susut rel dan
-gaya berat jika jalan rel menanjak/menurun

2.3 PENGELOMPOKAN JALAN REL

Pengelompokan jalan rel adalah sebagai berikut :

9
a. menurut lebar sepur
b. menurut kecepatan maksimum yang diijinkan
c. menurut kelandaiannya
d. menurut jumlah jalur, dan
e. menurut kelas jalan rel

2.3.1 Pengelompokan menurut lebar sepur


Yang dimaksud dengan lebar sepur adalah jarak terpendek antara
kedua kepala rel, diukur dari sisi dalam. Beberapa Negara memakai lebar
sepur yang berbeda.
a. Sepur standar (standard gauge), lebar1435 mm atau 4 feet 8,5 inch
b. Sepur lebar (broad gauge), lebar sepurnya lebih dari 1435 mm
c. Sepur sempit (narrow gauge), lebar sepurnya kurang dari 1435 mm

Tabel 2.1 Ukuran lebar sepur yang digunakan di beberapa Negara


Lebar sepur Digunakan di negara Kelompok
(mm)
1067 Indonesia, Jepang, Australia, Afrika-Sel Sepur sempit
1435 Amerika, Jepang, Iran, Turki, sebag. Eropa Sepur standar
1672 Spanyol, Portugal, Argentina Sepur lebar
1676 India Sepur lebar
1524 Rusia, Finlandia Sepur lebar
762 India Sepur sempit
1000 Myanmar, Thailand, Malaysia, India Sepur sempit

Lebar sepur 1000 mm disebut juga dengan Metre Gauge sedangkan lebar
sepur 1067 disebut Cape Gauge.
Penggunaan sepur sempit dibanding sepur lebar antara lain :
a. Jari-jari tikungan lebih kecil
b. Penggunaan lahan dan pekerjaan tanah lebih sedikit
c. Bantalan yang digunakan lebih pendek
d. Lebih sensitive terhadap bahaya guling
e. Kecepatan maksimum lebih rendah
f. Kapasitas angkut lebih kecil (sepur standar 1,3 kali kapasitas sepur
sempit)

2.3.2 Pengelompokan menurut Kecepatan maksimum

10
Pada transportasi kereta api dikenal 4 kecepatan, yaitu :
a. Kecepatan perancangan (design speed)
b. Kecepatan maksimum (maximum speed)
c. Kecepatan operasi (operational speed)
d. Kecepatan komersial (commercial speed)

Sedangkan kecepatan maksimum kereta api yang diijinkan terkait


dengan kelas jalan rel, seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel.2.2 Kecepatan maks. yang diijinkan
sesuai kelas jalan rel

Kelas jalan rel Kecepatan maks (km/jam)


I 120
II 110
III 100
IV 90
V 80

Untuk menentukan besarnya kecepatan perancangan (design speed)


yang digunakan adalah sbb :

a. Untuk perancangan struktur jalan rel


V perancangan = 1,25 x V maks

b. Untuk perencanaan jari-jari tikungan dan lengkung peralihan


V perancangan = V maks

2.3.3 Pengelompokan menurut kelandaian

Pengelompokan menurut kelandaian ditunjukkan tabel di bawah ini .

Tabel 2.3 Lintas jalan rel menurut kelandaian


Kelompok lintas jalan rel Kelandaian ( ‰ )
Lintas datar 0 – 10
Lintas pegunungan 10 – 40
Lintas dengan rel gigi 40 - 80

11
Untuk kelandaian jalan rel di Emplasemen dibatasi 0 – 1,5‰, hal ini
dimaksudkan supaya :

a. kereta api yang berhenti ‘tidak berjalan sendiri’ baik karena berat
sendiri maupun tiupan angin atau lainnya.
b. Pada saat mulai berjalan, lokomotif tidak terbebani dengan tenaga
untuk melawan tanjakan.

2.3.4 Pengelompokan menurut jumlah jalur

a. Jalur tunggal (single track) .Jumlah jalur pada lintas bebas hanya satu
dan digunakan untuk melayani arus kereta api dari dua arah
b. Jalur ganda (double track). Jumlah jalur pada lintas bebas dua buah,
masing-masing hanya melayanai arus kereta api dari satu arah saja.

2.3.5 Pengelompokan menurut kelas jalan rel

Perencanaan dan perancangan jalan rel di Indonesia sejak 1986


menggunakan satu macam beban gandar saja yaitu 18 t0n, dengan maksud :
a. perpindahan kereta penumpang/ barang dari sepur satu ke sepur
lainnya yang kelasnya lebih rendah dapat dilakukan tanpa harus
mengurangi muatan.
b. Setiap lokomotif dapat digunakan di semua sepur meskipun kelasnya
berbeda.

Klasifikasi jalan rel di Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 2.4 Klasifikasi jalan rel di Indonesia


Kelas jalan Kapasitas angkut lintas Kecepatan maks Beban gandar
rel ( x 10 ton/tahun) (km/jam) maks (ton)
I › 20 120 18
II 10 – 20 110 18
III 5 – 10 100 18
IV 2,5 – 5 90 18
V ‹5 80 18

12
Sedangkan untuk menghitung kapasitas angkut lintas, digunakan
persamaan berikut ini :

T = 360 x S x TE ……………………………………… (2.3)


TE = Tp + (Kb x Tb) + (K1 x T1) …………………………. (2.4)
Dengan :
T = kapasitas angkut lintas (ton/tahun)
TE= tonase ekivalen (ton/hari)
Tp= tonase penumpang dan kereta harian
Tb= tonase barang dan gerbong harian
Tj= tonase lokomotif harian
S = koefisien, yang besarnya tergantung kualitas lintas, besarnya 1,1
untuk kereta penumpang dengan kecepatan maks 120 km/jam dan 1,0
untuk lintas tanpa kereta penumpang.
Kb= koefisien yang besarnya tergantung pada beban gandar, besarnya
1,5 untuk beban gandar ‹ 18 ton dan 1,3 untuk beban gandar › 18 ton
K1= koefisien yang besarnya ditentukan sebesar 1,4

2.4 STANDAR JALAN REL DI INDONESIA

Tabel 2.5 Standar jalan rel di Indonesia


Kelas Kapasitas Kecepatan Tipe rel Jenis bantalan/jarak Jenis
jalan rel angkut lintas maksimum (mm) penambat
( x 10 ton/thn) (km/jam) rel
I › 20 120 R.60/R.54 Beton/600 EG
II 10 – 20 110 R.54/R.50 Beton/kayu/600 EG
III 5 – 10 100 R54/R50/R42 Beton/kayu/baja/600 EG
IV 2,5 – 5 90 R54/R50/R42 Beton/kayu/baja/600 EG/ET
V ‹ 2,5 80 R.42 Kayu/baja/600 EG

2.5 RUANG BEBAS DAN RUANG BANGUN

Jalan kereta api harus bebas dari rintangan sehingga setiap saat dapat
dilewati dengan aman, karena itu ruang di atas sepur harus bebas dari segala
benda yang dapat tersentuh oleh kereta api. Demikian juga sebaliknya, tidak
boleh ada barang dari kendaraan di atas rel yang keluar dari ruang dimaksud.
Ruang yang harus selalu bebas ini disebut Ruang Bebas dan Ruang Bangun.

13
2.5.1 Ruang Bebas

Ruang bebas adalah ruang di atas sepur yang senantiasa harus


bebas dari rintangan. Ukuran ruang bebas untuk jalur tunggal, ganda dan
lintasan lurus maupun tikungan, lintas dengan maupun tanpa elektrifikasi
ada pada gambar 2,4., gb 2.5, gb 2.6 dan gb 2.7. Ruang bebas tersebut sudah
memperhitungkan hal-hal sbb :
a. bergeraknya kendaraan jalan rel
b. pelebaran ruang pada tikungan
c. ukuran gerbong peti kemas standar ISO
d. penyediaan ruang bebas untuk memasang saluran-saluran kawat listrik
dan tiang-tiangnya.
e. Tinggi peron, baik peron barang maupun penumpang

Detail gambar ruang bebas tampak pada halaman berikut ini.(hal 13 a,


13b, 13c, 13d)

14
15
16
17
18
2.5.2Ruang Bangun

Ruang bangun adalah di sisi sepur yang harus bebas dari semua
rintangan. Diukur dari sumbu sepur pada tinggi 1 m sampai 3,55 m. Jarak
horizontal Ruang Bangun ditetapkan sbb :
a. pada lintas bebas ialah 2,35 m sampai 2,53 m di kiri-kanan sumbu
sepur
b. pada emplasemen ialah 1,95 m sampai 2,35 m di kiri-kanan sumbu
sepur
c. pada jembatan ialah 2,15 m di kiri-kanan sumbu sepur.

2.6 RUMPUN KERETA API

Transportasi kereta api dapat dikelompokkan atas empat rumpun, yaitu :


a. kereta api konvensional
b. kereta api urban (urban railway)
c. kereta api kecepatan tinggi (high-speed train)
d. kereta api rangkaian panjang angkutan berat (heavy haul long train)

Kereta api konvensional biasanya menggunakan sepur sempit, peron


rendah dan kecepatan tidak tinggi. Indonesia untuk antar kota masih
menggunakan kereta api rumpun ini.

Kereta api urban ditandai dengan peron tinggi, jarak stasiun dekat,
waktu berhenti di stasiun untuk menaikkan/menurunkan penumpang singkat.
Contohnya, kereta api bawah tanah, kereta api jabotabek dll.

Kereta api kecepatan tinggi mempunyai kecepatan sangat tinggi


melebihi 120 km/jam, contoh Shinkansen di Jepang (210 km/jam), TGV di
Perancis (270 -300 km/jam), ETR450 (250 km/jam) di Itali.

Kereta api panjang angkutan berat ini biasanya digunakan untuk


mengangkut barang (hasil tambang). Satu rangkaian kereta api ini terdiri dari
puluhan gerbong, bahkan lebih dari seratus gerbong.

19
BAB III
REL DAN BANTALAN

3.1 REL

Pada sistim tumpuan rel yang ada, tekanan tegak lurus dari roda
menyebabkan momen lentur pada rel, selain itu gaya arah horizontal yang
disebabkan oleh angin, goyangan kereta api dan gaya sentrifugal
menyebabkan momen lentur arah horizontal. Lebih jelas lihat gambar 3.1

20
Bentuk rel yang umum digunakan adalah bentuk Vignola, termasuk di
Indonesia karena mempunyai keunggulan antara lain:
a. momen perlawanan cukup besar, tetapi relative mudah untuk dibentuk
lengkung horizontal
b. kaki lebar dengan sisi bawah datar, menjadi mudah diletakkan dan
lebih stabil kedudukannya
c. kepala rel sesuai dengan bentuk kasut roda.

3.1.1 Tipe dan Karakteristik Rel

Tipe rel yang dipakai disesuaikan dengan kelas jalan relnya, sebagai
berikut.

Tabel 3.1 Tipe rel yang digunakan pada jalan rel


Kelas jalan rel Tipe rel
I R.60 / R.54
II R.54 / R.50
III R.54 / R.50 / R.42
IV R.54 / R.50 / R.42
V R.42

Karakteristik rel sesuai dengan tipenya pada tabel 3.2


Karakteristik Tipe Rel
Karakteristik Notasi & satuan R.42 R.50 R.54 R.60
Tinggi rel H (mm) 138,00 153,00 159,00 172,00
Lebar kaki B (mm) 110,00 127,00 140,00 150,00
Lebar kepala C (mm) 68,50 65,00 70,00 74,30
Tebal badan D (mm) 13,50 15,00 16,00 16,50
Tinggi kepala E (mm) 40,50 49,00 49,40 51,00
Tinggi kaki F (mm) 23,50 30,00 30,20 31,50
Jarak tepi bawah kaki rel G (mm) 72,00 76,00 74,97 80,95
ke garis horizontal dari
pusat kelengkungan
badan rel
Jari-jari kelengkungan R (mm) 320,00 500,00 508,00 120,00
badan rel
Luas penampang A (cm2) 54,26 64,20 69,34 76,86
Berat rel W (kg/m’) 42,59 50,40 54,43 60,34
Momen inersia terhadap Ix (cm4) 1.369 1.960 2.346 3.055
sumbu X

21
arak tepi bawah kaki rel Yb (mm) 68,50 71,60 76,20 80,95
ke garis netral
Penampang melintang

3.1.2 Jenis Rel

Jenis rel yang dimaksud adalah menurut panjangnya. Terdapat 3 jenis,


a. rel standar
b. rel pendek, dan
c. rel panjang.

Rel standar
Rel standar yang lama panjangnya 17 m, tapi sekarang 25 m. Keuntungan
adalah sbb:
a. mengurangi jumlah sambungan rel sampai 32%, yaitu dari 59
sambungan menjadi 40 sambungan tiap km
b. meningkatkan kenyamanan perjalanan, karena mengurangi getaran
yang terjadi pada sambungan rel.

Rel pendek
Rel pendek dibuat dengan cara menyambung beberapa rel standar
dengan las (proses flash welding atau dikenal juga dengan welded rail).
Panjang maksimum rel pendek adalah 100 m.

Rel panjang
Rel panjang dibuat dari beberapa rel pendek yang disambung dengan
las di lapangan, dikenal dengan istilah Continuous Welded Rail. Panjangnya
tergantung jenis bantalan yang dipakai, seperti tabel 3.4

Tabel 3.4. Panjang minimum rel panjang


Jenis bantalan Tipe Rel
R.42 R.50 R.54 R.60
Bantalan kayu 325 m 375 m 400 m 450 m
Bantalan beton 200 m 225 m 250 m 275 m

22
Panjang minimum rel tergantung dari pemuaian rel. Gaya normal pada
rel dan gaya lawan bantalan seperti uraian berikut ini.

Rumus : F = E x A x λ x ΔT ……………………………………. (3.1)

Dengan :
F = gaya yang terjadi pada batang rel
E = modulus elstisitas rel
A = luas penampang
λ = koefisien muai panjang
ΔT= pertambahan temperature ( ˚C )

Dengan diagram gaya normal pada rel seperti di bawah ini :

Gambar 3.3 Diagram gaya normal pada rel.

Sedangkan gaya perlawanan bantalan terhadap rel dapat digambarkan secara


sederhana seperti pada gambar 3.4

Gambar 3.4 penyederhanaan gaya lawan bantalan pada rel

Panjang l dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut


l = OM = E x A x λ x ΔT …………………………………………. (3.2)
r

23
dengan : r = tg β = gaya lawan bantalan tiap satuan panjang

nilai r tergantung pada jenis bantalannya,


untuk bantalan kayu nilai r = 270 kg/m,
untuk bantalan beton nilai r = 450 kg/m

Sedang panjang minimum rel panjang menggunakan batasan L › 2 l.


Beberapa keuntungan yang diperoleh pada penggunaan rel panjang
dibanding pemakaian rel yang lain adalah :
a. kerusakan track lebih lama (lebih awet)
b. keausan dan kerusakan rel dan komponen lain berkurang
c. kereta api berjalan lebih tenang
d. kebisingan dan getaran berkurang
e. pemeliharaan dengan peralatan tidak mengalami hambatan

Selain keuntungan di atas, ada beberapa hal yang harus mendapatkan


perhatian pada penggunaan rel panjang a.l :
a. kemungkinan terjadinya tekuk (buckling) pada rel panjang
b. kemungkinan terjadinya rel patah
c. pemuaian dan penyusutan pada ujung-ujung rel perlu mendapat
perhatian.

3.1.3 Kedudukan roda pada rel

Kedudukan roda pada rel ditunjukkan gambar 3.5 , untuk menghindari


gesekan antara flens dengan tepi kepala rel maka jarak tepi dalam flens
kedua roda dibuat lebih kecil dibanding lebar sepurnya. Bagian kasut roda
dibuat konus dengan kemiringan tertentu (coning of wheel), selain itu kedua
roda dihubungkan dengan poros sehingga kalau satu flens roda merapat ke
rel, yang satunya menjauh. Juga kecepatan berputar kedua roda akan sama.
Dengan bentuk konus ini pula akan mengurangi bergesernya salah satu roda
pada saat kereta menjalani lintasan melengkung.

24
Gambar 3.5 kedudukan roda pada rel.

Gambar 3.6 Kedudukan roda pada saat salah satu flens merapat pada rel

Gambar 3.7 Kedudukan roda pada saat melewati lengkung/ tikungan

Dari beberapa percobaan diperoleh kemiringan konus optimal yang


menghasilkan perjalanan yang tenang ialah 1:40. oleh karena itu untuk
mencapai bidang kontak yang baik antara kepala rel dan kasut roda,
kedudukan rel disesuaikan yaitu miring ke dalam 1:40 seperti gambar 3.8.

25
Gambar 3.8 Rel dipasang miring ke arah dalam
3.1.4 Dasar perhitungan rel yang digunakan

Untuk menentukan tipe rel yang digunakan, rel diasumsikan sebagai


balok yang panjangnya tidak berhingga. Dengan pembebanan terpusat dan
ditumpu oleh struktur yang mempunya modulus elastisitas, dalam hal ini
adalah modulus elastisitas rel.

26
Gambar 3.9 Defleksi dan momen yang terjadi pada rel akibat beban roda

k = modulus elastisitas jalan rel = 180 kg/cm2

ή = dumping factor = k ………………………………….( 3.5 )


4EI

Ix = momen inersia rel pada sumbu x – x


E = modulus elastisitas rel =2,1 x 10 kg/cm2
Pd = gaya dinamis roda

M = 0 jika, cos ήx – sin ήx = 0 atau cos ήx = sin ήx dan x = π/4 ,


karena itu maka :

X1 = π = π 4EI …………………………………………….( 3.6 )


4ή 4 k

M = maksimum jika ( cos ήx1 – sin ήx1 ) = 1, maka :

M0 = Pd / 4ή …………………………………………………( 3.7 )

27
Untuk transformasi gaya statis roda menjadi gaya dinamis roda digunakan
persamaan Talbot :

Pd = Ps + 0,01 Ps (V-5) ………………………………….( 3.8 )

dengan :
Pd = gaya dinamis roda (ton)
Ps = gaya statis roda (ton)
V = kecepatan kereta api dalam mil/jam

Tegangan yang terjadi pada rel :

σ = Ml y / Ix .......................................................................( 3.9 )

dengan,
= tegangan yang terjadi pada rel
Ml = 0,85 Mo (akibat super posisi beberapa gandar)
y = jarak tepi bawah ke garis netral
Ix = momen inersia terhadap sumbu x – x

Lebih jauh dapat dilihat pada tabel 3.5 di bawah ini.


Tabel 3.5 Tegangan yang terjadi pada rel berdasarkan atas standar jalan rel
Indonesia
Kelas jalan rel Tipe rel Tegangan (kg/cm2)
I R.60 1042
R.54 1195
II R.54 1146
R.50 1236
III R.54 1097
R.50 1183
R.42 1474
IV R.54 1048
R.50 1130
R.42 1409
V R.42 1343

28
3.1.5 Sambungan rel

Sambungan rel adalah suatu konstruksi yang mengikat kedua ujung


rel, sedemikian sehingga kereta api dapat berjalan di atasnya dengan aman
dan nyaman. Karena pentingnya sambungan rel ini, maka harus memenuhi
beberapa persyaratan.

A.Persyaratan sambungan rel

a. harus mempunyai kuat tarik yang mencukupi


b. harus mampu mempertahankan dua ujung rel yang disambung pada
level/ bidang yang sama, baik horizontal maupun vertikal
c. mampu menahan gaya lateral yang terjadi sehingga lebar sepur
dapat dipertahankan
d. punya elastisitas yang cukup, sehingga dapat menyerap getaran dan
goncangan akibat beban yang bergerak pada rel
e. harus tahan terhadap gaya longitudinal yang timbul akibat
percepatan/ perlambatan gaya yang bergerak di atas rel
f. terdiri atas komponen-komponen yang tidak banyak jumlahnya,
mudah dipasang, mudah dirawat, tapi tidak mudah dilepas oleh
sembarang orang
g. ekonomis dan tahan lama

B.Macam sambungan

a. Sambungan menumpu (supported joint)


b. Sambungan menggantung (suspended joint)

Lebih jelas dapat dilihat pada gambar 3.10 dan 3.11di bawah ini.

29
30
C.Penempatan sambungan

Penempatan sambungan rel pada sepur dapat dilakukan dengan dua


macam penempatan, yaitu :
a. penempatan secara siku (square joint)
b. penempatan secara berselang seling (staggered joint)

Lebih jelas dapat dilihat pada gambar 3.12 dan gambar 3.13 dan 3.14.

_______________ __________________________ ___________

________________ __________________________ ___________

Gambar 3.12 Penempatan rel secara siku

_________________ ___________________________ ____________

_____________________________ ____________________________

Gambar 3.13 Penempatan sambungan rel secara berselang-seling

Gambar 3.15 Penempatan sambungan rel secara berselang seling di


lengkung/ tikungan

31
D.Sambungan di Jembatan

Beberapa ketentuan berkaitan dengan struktur jembatan a.l :


a. tidak ada sambungan rel di dalam bentang jembatan
b. rel dengan bantalannya yang sudah menyatu, harus dapat bergeser
terhadap gelagar penumpunya (struktur jembatan)
c. jika menggunakan rel standar/ pendek, sambungan harus berada di
luar pangkal jembatan
d. jika menggunakan rel panjang, jarak antara sambungan dan ujung
jembatan, harus sama atau lebih besar dengan panjang muai rel.

______ ______________________________________ _________

Lm Lm

Gambar 3.16 Penempatan sambungan rel panjang pada jembatan

Tabel 3.6 Panjang daerah muai rel ( Lm )


Jenis bantalan Tipe rel
R.42 R.50 R.54 R.60
Bantalan kayu 165 m 190 m 200 m 225 m
Bantalan beton 100 m 115 m 125 m 140 m

E. Celah sambungan

Pada sambungan rel harus ada celah untuk memberi tempat bagi
timbulnya perubahan panjang akibat perubahan suhu. Besarnya celah
sambungan pada rel standar dan pendek menggunakan cara yang dipakai
oleh PT. KAI (persero) yaitu :

G = L x λ x ( 40 – t ) + 2

32
dengan :
G : besarnya celah sambungan rel ( mm ), maksimum 16 mm
L : panjang rel ( mm )
λ : koefisien muai panjang rel ( 1,2 x 10-5 )
t : suhu pemasangan rel ( ˚C )

Dengan rumus tersebut di atas, maka celah sambungan rel standard an


pendek untuk semua tipe rel seperti table 3.7 di bawah ini.

Tabel 3.7 Besarnya celah sambungan rel untuk rel standar dan pendek pada
semua tipe
Suhu pemasangan (˚C ) Panjang rel
25 50 75 100
Celah ( mm )
20 8 14 16 16
22 7 13 16 16
24 7 12 16 16
26 6 10 15 16
28 6 9 13 16
30 5 8 11 14
32 4 7 9 12
34 4 6 7 9
36 3 4 6 7
38 3 3 4 4
40 2 2 2 2
42 2 1 0 0
44 1 0 0 0
46 0 0 0 0

Celah sambungan rel pada rel panjang


Besarnya celah sambungan rel panjang selain dipengaruhi suhu, juga
dipengaruhi tipe rel dan jenis bantalan. Rumus yang dgunakan untuk
menghitung adalah formula dari PT. KAI.

G = E x A x λ x ( 50 – t )2 +2
2xr

33
dengan,
G : besar celah sambungan rel
E : modulus elastisitas rel
A : luas penampang rel ( mm2 )
: koefisien panjang rel
t : suhu pemasangan ( ˚C )
r : gaya lawan bantalan tiap satuan panjang

Tabel 3.8 Celah sambungan rel untuk rel panjang bantalan kayu
Suhu pemasangan (˚C) Tipe rel
25 50 75 100
Celah rel (mm)
28 16 16 16 16
30 14 16 16 16
32 12 14 15 16
34 10 11 12 13
36 8 9 10 10
38 6 6 8 8
40 5 4 6 6
42 4 3 5 5
44 3 3 3 4
46 2 3 3 3
48 2 2 2 2

F. Suhu pemasangan

Suhu pemasangan adalah suhu pada saat rel dipasang dan disetel di
lapangan pada kedudukan permanennya. Secara umum batas suhu
maksimum adalah suhu tinggi yang menghasilkan celah 2 mm, sedang batas
suhu minimum adalah suhu yang menghasilkan celah 16 mm. Batas suhu
maksimum dan minimum tertera pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.10 Batas suhu pemasangan rel standar dan pendek


Panjang rel ( m ) Suhu (˚C )
Minimum Maksimum
25 20 42
50 20 44
75 26 40
100 30 40

34
Tabel 3.11 Batas suhu pemasangan rel panjang pada bantalan kayu
Tipe rel Suhu (˚C )
Minimum Maksimum
R.42 28 46
R.50 30 48
R.54 30 48
R.60 32 48

Tabel 3.12 Batas suhu pemasangan rel panjang pada bantalan beton
Tipe rel Suhu (˚C )
Minimum Maksimum
R.42 22 46
R.50 24 46
R.54 24 46
R.60 26 46

G. Pelat penyambung

Pada sambungan rel digunakan pelat penyambung yang mempunyai


panjang dan ukuran yang sama. Sambungan seperi pada gambar 3.17.

Gambar 3.17 Pemasangan pelat penyambung

Untuk memperoleh luas bidang singgung yang maksimum antara pelat


penyambung dan permukaan bawah kepala rel dan permukaan atas kaki rel
maka harus dibuat miring sama dengan pelat penyambung.

35
Tabel 3.13 Kemiringan permukaan bawah kepala rel dan permukaan atas
kaki rel
Tipe rel Kemiringan permukaan Kemiringan permukaan
bawah kepala rel atas kaki rel
R.42 1:4 1:4
R.50 1 : 2,75 1: 2,75
R.54 1 : 2,75 1 : 2,75
R.60 1 : 2,93 1: 2,75

Pelat penyambung harus mempunyai kuat tarik bahan pelat


penyambung minimal 58 kg/mm2 . Ada dua ukuran standar pelat
penyambung yaitu :
a. ukuran standar untuk tipe rel R.42, R.50 dan R.54
b. ukuran standar untuk tipe rel R.60
Pada pelat penyambung untuk tipe R.42, R.50 dan R.54 mempunyai
ketebalan 20 mm, diameter lubang baut 24 mm dan tinggi disesuaikan
dengan dimensi masing-masing tipe rel (Gambar 3.18).

7 13 16 13 7

Gambar 3.18
Untuk tipe rel R.60 tebal pelat penyambung 20 mm dan diameter
lubang baut 25 mm (Gambar 3.19).

7 13 13 16 13 13 7

82

Gambar 3.19 Pelat penyambung untuk R.60

36
3.3 BANTALAN

3.3.1 Fungsi bantalan

Bantalan jalan rel mempunyai fungsi,


a. mendukung rel dan meneruskan beban dari rel ke balas
b. mengikat/memegang rel (dengan penambat rel)
c. memberikan stabilitas kedudukan sepur di dalam balas
d. menghindarkan kontak langsung antara rel dengan air tanah

Oleh karena itu bantalan harus kuat menahan beban dan kuat dalam
mengikat penambat rel.

3.3.2 Bentuk bantalan

Terdapat dua bentuk bantalan yaitu:


a. bantalan arah membujur
b. bantalan arah melintang
Selanjutnya yang akan dibahas adalah bantalan arah melintang.

3.3.3 Jenis bantalan

a. bantalan kayu
b. bantalan baja
c. bantalan beton
Pemilihan jenis bantalan berdasar kelas jalan rel, sesuai peraturan
konstruksi jalan rel yang berlaku.

A.Bantalan Kayu

Bantalan kayu digunakan pada jalan rel di Indonesia karena selain


mudah dibentuk dan mudah didapat. Selain itu harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. utuh dan padat
b. tidak terdapat mata kayu

37
c. tidak mengandung unsur kimia yang tidak baik bagi komponen jalan
rel yang terbuat dari logam
d. tidak ada lubang bekas ulat atau binatang lainnya
e. tidak ada tanda-tanda permulaan pelapukan
f. jika kayu diawetkan, pengawetan harus merata dan sempurna.

Sesuai dengan persyaratan di atas, maka kayu yang digunakan adalah


kayu mutu A dengan kelas kuat I dan II dan kelas awet I atau II. Jenis kayu
yang sering dipakai adalah kayu jati dan kayu besi (tahan 16 – 20 tahun).

Bentuk dan dimensi Bantalan Kayu

Bentuk dan dimensi bantalan kayu seperti pada gambar dan table di
bawah ini.

Gambar 3.20 Bentuk bantalan kayu

Tabel 3.14 Dimensi bantalan kayu dan toleransi yang diijinkan di Indonesia
No Letak bantalan Panjang (mm) Lebar (mm) Tinggi (mm)
1 Pada jalan lurus 2000 (+40, -20) 220 (+20,-10) 130 (+10, -0)
2 Pada jembatan 1800 (+40, -20) 220 (+20,-10) 200 (+10, -0)
Keunggulan dan kelemahan bantalan kayu

Keunggulan bantalan kayu :


a. elastisitas baik, mampu meredam getaran, sentakan dan kebisingan
b. ringan, mudah dibentuk sesuai ukuran yang dikehendaki
c. penggantian mudah dilakukan

Kelemahan :
a. akibat dari pelapukan, umur penggunanaan menjadi berkurang
b. kayu mudah terbakar

38
c. nilai sisa rendah.

Kerusakan bantalan kayu

Kerusakan pada bantalan kayu terutama disebabkan oleh hal-hal


sebagai berikut :
a. tekanan rel
b. penambat rel
c. pelapukan kayu
Untuk mengurangi kerusakan akibat beban dinamis, antara rel dan
bantalan diberi ‘pelat landas’.

Perancangan dimensi

Perancangan dimensi bantalan kayu berdasarkan teori tegangan lentur,


yaitu :

σ=Mxy ……………………………………………..( 3.14 )


Ix

Karena penampangnya persegi panjang, maka :

σ=6xM ……………………………………………..( 3.15 )


bh2

Momen pada bantalan kayu dihitung dengan teori balok berhingga (finite
element) di atas tumpuan elastis (elastic foundation). Momen maks yang
dapat dipikul oleh bantalan kayu dihitung berdasarkan tegangan ijin lentur
kayu (σu ) sesuai kelasnya.

a. kayu kelas I : σu = 125 kg/cm2


b. kayu kelas II : σu = 83 kg/cm2

39
B. Bantalan baja

Bentuk dan dimensi Bantalan Baja

Bentuk tampang melintang bantalan baja harus mempunyai bentuk


kait ke luar pada ujung bawahnya. Bentuk penampang memanjang bantalan
baja harus mempunyai bentuk kait ke dalam pada ujung di bawahnya. Hal
ini akan memberikan cengkeraman yang kuat pada balas sehingga stabil
terhadap geseran, ini penting karena bantalan baja ini ringan sekitar 47,1 kg.

Gambar 3.21 Penampang bantalan baja

Dimensi bantalan baja pada jalur lurus untuk sepur 1047 mm ialah,
panjang 2000 mm, lebar atas 144 mm, lebar bawah 232 mm, tebal baja
minimum 7 mm.
Bantalan baja ini harus mampu menahan momen minimal 650 kg-m,
baik pada tengah bantalan maupun pada bagian bawah rel.

Keunggulan dan kelemahan bantalan baja

Keunggulan :
a. ringan dan mudah diangkut
b. tidak mudah lapuk
c. elastisitas lebih besar
d. lebih tahan lama ( bisa 30 – 40 tahun)

40
e. mudah dan relative murah membuatnya
f. nilai sisa lebih tinggi dibanding bantalan kayu

Kelemahan
a. dapat terkorosi dan berkarat
b. konduktor listrik, sehingga tidak cocok untuk kereta listrik yang aliran
listriknya berada di bawah

C. Bantalan beton

Terdapat dua macam bantalan beton


a. bantalan beton blok ganda (bi-block)
b. bantalan beton blok tunggal (monolithic)

Bantalan beton blok ganda


Terdiri atas dua blok beton bertulang yang dihubungkan oleh batang
baja, batang penghubung dapat berupa rel bekas.

1. Bentuk , lihat gambar 3.22

Gambar 3.22 Bantalan beton blok ganda

41
2.Perkembangan

Perancis menggunakan setelah PD II yang disebut tipe Magneaux.


Selanjutnya dari penelitian dihasilkan tipe R.S. (karena dibuat oleh R.
Someville) yang lebih stabil karena lebih berat dan tulangannya bentuk
spiral untuk meredaman.

Gambar 3.23 Penulangan pada bantalan beton blok ganda tipe R.S

3.Bahan

Mutu bahan bantalan beton seperti di bawah ini


a. mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan minimal 385
kg/cm2
b. mutu baja untuk tulangan lentur tidak kurang dari U-32
c. mutu baja untuk batang penghubung tidak kurang dari U-32

4.Dimensi

Dimensi bantalan beton ini sebagai berikut :


a. pada jalur lurus, satu buah bantalan beton blok ganda mempunyai
ukuran, panjang 700 mm, lebar 300 mm, tinggi rerata 200 mm,
b. pada tikungan/lengkung, hanya batang penghubung yang disesuaikan
c. panjang batang penghubung harus dibuat sedemikian sehingga cukup
untuk meletakkan penambat rel.

Bantalan beton blok tunggal

42
1.Bentuk, lihat gambar 3.24

2.Perkembangan

Untuk mengurangi retak-retak yang timbul pada bagian yang


mengalami tegangan tarik, digunakan beton Pra-tegang (Prestress). Dari
system penegangan yang digunakan, terdapat dua macam bantalan blok
beton tunggal yaitu:

a. Pretension
b. Posttension

Gambar 3.24 Bantalan beton blok tunggal

43
Bantalan beton blok tunggal Pretension

1.Bahan
Mutu bahan campuran beton dan baja tulangan sbb:
a. beton harus mempunyai kuat tekan tidak kurang dari 500 kg/cm2
b. mutu baja tulangan geser tidak kurang dari U-24
c. mutu baja prategang mempunyai tegangan putus minimum 17.000
kg/cm2

2.Perancangan

Untuk beban gandar 18 ton, momen yang mampu didukung seperti


pada tabel 3.15

Tabel 3.15 Bagian bantalan beton blok tunggal pretension dan momen
minimum yang ditahan
Bagian Momen (kg-m)
Bawah rel 1500
Tengah bantalan 765

Bentuk penampang bantalan beton blok tunggal pretension harus


menyerupai trapesium, dengan luas penampang bagian tengan bantalan tidak
kurang dari 85% luas penampang bagian bawah rel.

Bantalan beton blok tunggal Posttension

1.Bahan

Persyaratan bahan sama dengan pada bantalan beton blok tunggal


Pretension

2.Perancangan

Untuk beban 18 ton, bantalan beton blok tunggal posttension harus


dapat mendukung momen dalam table di bawah ini.

Tabel 3.16 Bagian bantalan beton blok tunggal posttension dan momen
minimum yang ditahan.

44
Bagian Momen (kg-m)
Bawah rel 1500
Tengah bantalan 765

Persyaratn penampangnya sama dengan bantalan beton pretension

Keunggulan dan kelemahan Bantalan Beton

Keunggulan :
a. stabilitasnya baik
b. umur konstruksi panjang
c. tidak dapat terbakar
d. pengendalian mutu mudah dilakukan, cocok untuk produksi masal
e. beton bukan konduktor listrik, jadi bisa dipakai sepur dengan
elektrifikasi

Kelemahan
a. kurang elastic disbanding bantalan kayu
b. pemasangan manual sulit karena berat (berat sendiri bantalan 160 –
200 kg)
c. kemungkinan rusak pada proses pengangkutan dan pengangkutan
d. tidak meredam getaran dan kebisingan
e. nilai sisa sangat kecil.

3.3.4 Posisi bantalan terhadap balas

Letak bantalan pada balas harus sedemikian sehingga kedudukan


bantalan akan stabil. Posisi bantalan yang ‘tertanam’ pada balas seperti
dalam gambar 3.25 akan stabil terhadap kemungkinan bergeser .

45
Gambar 3.25 Posisi bantalan pada balas

3.3.5 Jarak bantalan

Jumlah bantalan dalam satu satuan panjang tergantung pada hal-hal


berikut :
a. tipe, potongan melintang dan kekuatan rel
b. jenis dan kekuatan bantalan
c. balas
d. beban gandar, volume dan kecepatan kereta api

Secara praktis, jarak bantalan sebagai berikut :

a. jarak bantalan pada lintas lurus adalah 60 cm atau 1667 buah / km


panjang
b. pada lengkung/tikungan, jarak bantalan 60 cm (diukur pada rel luar).

Jarak ini seragam sepanjang jalur, kecuali pada sambungan rel.

46
BAB IV
PENAMBAT REL DAN BALAS

4.1 PENAMBAT REL

4.1.1 Umum

Penambat rel adalah komponen yang menambatkan rel pada bantalan


sedemikian sehingga kedudukan rel menjadi tetap, kokoh dan tidak bergeser
terhadap bantalannya.

4.1.2 Jenis penambat rel

Ada dua jenis penambat rel


a. penambat kaku
b. penambat elastis

Penambat kaku

Penambat kaku terdiri atas paku rel, tirpon (tirefond) atau mur dan
baut, dengan atau tanpa pelat landas. Komponennya dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :

Gambar 4.1 Mur dan baut, tirpon dan paku rel

47
Gambar 4.2 Pelat landas

Gambar 4.3 Penambat kaku pada bantalan kayu menggunakan pelat


landas, paku dan tarpon

48
Gambar 4.4 Penambat kaku pada bantalan kayu
menggunakan pelat landas dan tarpon

Gambar 4.5 Penambat kaku pada bantalan baja


menggunakan pelat landas dan mur baut

49
Penambat elastis

Penambat elastis selain dapat meredam getaran, juga mampu


memberikan kuat jepit (clamping force) yang tinggi dan mampu
memberikan perlawanan rangkak (creep resistance). Pada sepur yang dilalui
satu arah saja (double track) dan menanjak, kalau penambat relnya tidak
baik dapat terjadi gerakan rangkak (creeping). American Railway
Engineering Association (AREA) mensyaratkan setiap penambat harus
mampu memberikan perlawanan rangkak statis minimum 10,7 kN. Macam
penambat elastis :
a. penambat elastis tunggal (single elastic fastening)
b. penambat elastis ganda (double elastic fastening)

Penambat elastis tunggal terdiri atas pelat landas, pelat atau batang jepit
elastis, tirpon, mur dan baut.
Penambat elastis ganda terdiri atas pelat landas, pelat atau batang jepit
elastis, (karet) alas rel, tarpon, mur dan baut. Pada bantalan beton tidak
diperlukan pelat landas, tetapi tebal karet alas (rubber pad) rel disesuaikan
dengan kecepatan maksimumnya.

4.1.3 Penggunaan penambat rel

Penambat kaku sudah tidak boleh digunakan lagi di Indonesia, sedang


penambat elastis tunggal hanya boleh digunakan pada jalan rel kelas IV dan
V. Penambat elastis ganda dapat digunakan untuk semua kelas jalan rel
kecuali jalan rel kelas V.

4.1.4 Tipe penambat rel

Terdapat beberapa tipe, tapi yang diuraikan berikut hanya beberapa


dan sudah mempunyai paten.

Penambat Rel Dorken

Penambat ini dibedakan menjadi 2 jenis


a. jenis tunggal (single shank)
b. jenis ganda (double shank)

50
Kuat jepit yang dihasilkan tipe Dorken adalah :
a. jenis tunggal : 475 kgf
b. jenis ganda : 850 kg

Gambar 4.6 Penambat rel tipe Dorken

Penambat Rel D.E. ( D.E.Spring Clip)

Bentuk penambat ini dapat dilihat pada Gambar 47 a, b, c di bawah


ini.

51
Gambar 4.7 Penambat rel D.E.

Penambat rel D.E. mempunyai karakteristik sebagai berikut :


a. kuat jepit dapat mencapai 1000 kg/f
b. dapat melawan gaya puntir
c. komponen penambat rel tidak banyak dan sederhana
d. jika memakai alas karet dibawah kaki rel, menjadi penambat elastis
ganda.

Penambat rel Pandrol

Merupakan suatu batang baja diameter 19 mm yang dibentuk spiral,


satu sisinya menekan kaki rel dan sisi lainnya berlindung pada suatu
penahan (lihat gambar).

Karakteristik penambat rel Pandrol :


a. kuat jepit cukup tinggi
b. waktu dilewati kereta api tidak berisik
c. mudah dikerjakan
d. penambatan kuat, tidak mudah lepas
e. jumlah komponen sedikit dan sederhana
f. jika memakai alas karet di bawah kaki rel, menjadi penambat elastis
ganda.

52
Lebih detail tentang penambat rel Pandrol ini dapat dilihat pada
Gambar 4.8 a, b, c berikut ini.

Gambar 4.8 Penambat rel Pandrol

53
Penambat rel Nabla

Karakteristik yang menonjol pada penambat rel Nabia ialah :


a. kuat jepit mencapai 1400 kgf
b. dengan dipasangnya rubber pad di bawah kaki rel menjadi penambat
elastis ganda
c. komponen cukup banyak (terutama untuk bantalan baja dan bantalan
beton), sehingga diperlukan ketelitian dalam pemasangan dan
pemeliharaan.
Gambar penambat rel Nabla dapat dilihat pada gambar 4.9

Gambar 4.9 Penambat rel Nabla

54
Penambat rel tipe F

Penambat rel tipe F mempunyai karakteristik sebagai berikut :


a. kuat jepit terhadap rel mencapai 500 kgf
b. bila menggunakan alas karet di bawah kaki rel, menjadi penambat
elastis ganda
c. tidak cepat longgar karena komponennya mempunyai kemampuan
meredam getaran
d. komponen penambat rel relatif banyak, sehingga memerlukan
ketelitian dalam pemasangan dan pemeliharaan.

Gambar 4.10 Gambar penambat rel tipe F

55
Penambat rel tipe KA – Clip

Merupakan penambat rel elastis hasil penelitian dan pengembangan


bersama antara PT. PINDAD (persero) dengan PT. Kereta Api (persero).

Gambar 4.11 Gambar KA – Clip

Karakteristiknya sebagai berikut :


a. sederhana
b. mudah dalam pemasangan
c. jika track mengalami pergantian rel, masih dapat digunakan kembali
dengan efektif
d. kuat jepit terhadap rel 800 – 1200 kgf
e. sulit dibongkar (karena memasang dan membongkarnya perlu alat
khusus)
f. bila digunakan alas karet di bawah kaki rel, menjadi penambat elastis
ganda.

Dari uraian tentang penambat rel di atas terlihat bahwa penambat elastis
dapat dikelompokkian menjadi dua kelompok, yaitu :

a. penambat rel yang kekuatan jepitnya dihasilkan sendiri, misal tipe


Doorken, D.E. Spring Clip dan Pandrol
b. penambat rel yang kekuatan jepitnya dihasilkan oleh hubungan antara
bantalan dengan mur baut atau bantalan dengan tirpon, misal tipe
Nabla, tipe F dan KA-Clip.

56
Alas karet, selain memberikan elastisitas tambahan juga mampu
mencegah merangkaknya rel dan melindungi permukaan bantalan.

4.2.5 Persyaratan bahan

Persyaratan bahan penambat rel


a. kuat jepit penambat rel akan tetap mencukupi untuk jangka panjang
b. dapat mempertahankan elastisitasnya dalam jangka panjang
c. harus mampu mempertahankan lebar sepur
d. alas karet harus mampu mencegah merangkaknya rel, meredam
getaran, melindungi bantalan rel dan mampu menahan beban yang
bekerja padanya.

Alas karet yang digunakan terbuat dari karet alam, karet sintetis, Ethyl
Vinyl Acetat (EVA) Polyethelyne berkepadatan tinggi (High Density
Polyethylene) dan Polyurethane. Besar modulus elastisitas alas karet
disyaratkan antara 110 – 140 kg/cm2, dan supaya kedudukannya tidak
bergeser, maka alas karet dibuat beralur.

Gambar 4.12 Alas karet (rubber pad)

57
4.3 BALAS

4.3.1 Letak dan Fungsi Balas

Lapisan balas terletak di atas tanah dasar. Lapisan ini mengalami


tegangan yang besar akibat lalulintas kereta api, sehingga bahan
pembentuknya harus baik dan pilihan.

Gambar 4.13 Letak balas

Fungsi balas :

a. meneruskan dan menyebarkan beban yang diterima bantalan ke tanah


dasar
b. mencegah bergesernya bantalan dan rel baik arah membujur (akibat
gaya rem, jejakan roda pada rel, kembang susut rel), maupun arah
melintang akibat gaya-gaya lateral,
c. meluluskan air, sehingga tidak terjadi genangan air di sekitar bantalan
dan rel
d. mendukung bantalan dengan dukungan yang kenyal.

Distribusi beban yang terjadi pada balas dapat dilihat pada gambar di
bawah ini (gambar 4.14)

58
Gambar 4.14 Distribusi beban pada balas

Dari gambar 4.14 terlihat bahwa kedalaman/ ketebalan balas berbeda-


beda ( d1, d2 dan d3 ) yang menghasilkan tegangan yang berbeda pula. Pada
prinsipnya semakin dalam balas, semakin kecil tegangan yang didukung
tanah dasar. Jadi pada tanah dasar yang punya kuat dukung yang tinggi,
tidak perlu balas setebal pada tanah lunak.
Dapat disimpulkan bahwa ketebalan balas dipengaruhi beberapa hal :
a. kuat dukung tanah dasar badan jalan rel,
b. beban roda kereta api,
c. kecepatan kereta api,
d. bahan balas.

4.3.2 Ketebalan Lapisan Balas

Ketebalan balas dari bahan granuler dapat dihitung dengan persamaan


sebagai berikut :

59
h = ( 16,8 pa/pc )4/5 ………………………………………..( 4.1 )

dengan :
h : ketebalan balas (inches)
pa : tekanan rerata yang didistribusikan oleh bantalan kepada balas (psi),
pc : tekanan yang diberikan kepada tanah dasar, termasuk factor
keamanan (psi)

Tebal minimum balas yang diperlukan menurut Schramm (1961) :

Zmin = (S – B) / 2 tgθ ………………………………………( 4.2 )

dengan :
Zmin : tebal minimum balas (m)
S : jarak bantalan (m)
B : lebar bantalan (m)
θ : sudut gesek internal bahan balas ( ˚ ).

Secara structur pada tanah dengan kuat dukung yang tinggi tidak
diperlukan balas yang tebal, tetapi lapisan balas tetap diperlukan untuk
memberikan kekenyalan jalan rel. Selain itu jika bantalan diletakkan
langsung di atas tanah dasar tanpa balas, bantalan dan tanah dasar cepat
rusak karena sentakan-sentakan beban dinamis dari kereta yang berjalan di
atasnya. Kalau rusak, maka kedudukan sepur tidak stabil, apalagi kalau
hujan akan memperparah kerusakan tanah dan memperlunak tanah dasar
badan jalan rel.
Pembuatan lapisan balas dapat dibagi dua, yaitu :
a. lapisan balas atas, dengan bahan pembentuk yang sangat baik
b. lapisan balas bawah, dengan bahan pembentuk yang tidak sebaik
bahan pembentuk lapisan balas atas.

4.3.3 Balas Atas

Persyaratan bahan lapisan balas atas


a. batu pecah yang keras, tidak mudah pecah oleh pembebanan
b. tahan lama, tidak cepat aus oleh beban dan tahan terhadap cuaca

60
c. bersudut (angular)
d. mempunyai gradasi tertentu, sehingga mempunyai sifat saling kunci,
saling gesek yang baik dan mempunyai permeabilitas yang tinggi,
e. substansi yang merugikan tidak boleh ada dalam bahan balas melebihi
prosentase tertentu, yaitu :

bahan yang lunak dan mudah patah <3%


bahan yang lolos saringan no.200 <1%
gumpalan lempung < 0,5 %
keausan pada uji Los Angeles < 40 %
partikel tipis panjang <5%

Gradasi bahan yang diijinkan untuk digunakan sebagai lapis balas


seperti pada table 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Gradasi Lapisan Balas Atas


Ukuran Persen lolos saringan
Nominal ukuran saringan
(inch) 3 2,5 2 1,5 1 0,75 0,5 3/8
2,5–0,75 100 90- 25-60 25-60 0-10 0-5
100
2–1 100 95- 35-70 0-15 0-5
100
1,5-0,75 100 90- 20-15 0-15 0-5
100

Catatan :
a. Untuk jalan rel kelas I dan II digunakan ukuran minimal 2,5”- 0,75”
b. Untuk jalan rel kelas III digunakan ukuran minimal 2”- 1”

Dengan persyaratan bahan balas seperti di atas diharapkan kinerja balas


sesuai dengan fungsinya termasuk memberikan kekenyalan. Penggunaan
batu pecah seperti yang disyaratkan akan memberikan kekenyalan yang
lebih alami, sehingga akan didapat kenyamanan perjalanan yang lebih
baik.

61
4.3.4 Balas Bawah
Persyaratan bahan

Bahan balas bawah tidak memerlukan kualitas sebaik balas atas.


Lapisan balas bawah ini terdiri atas kerikil halus, kerikil sedang atau pasir
kasar. Fungsi lapisan ini sebagai filter antara lapis balas atas dan tanah dasar
dan harus dapat mengalirkan air dengan baik. Persyaratan gradasi seperti
dalam table 4.2.

Tabel 4.2 Gradasi lapisan Balas Bawah


Ukuran 2” 1” 3/8” No.10 No.40 No.200
saringan
% lolos 100 95 67 38 21 7
(optimum)
Daerah yang 100 90-100 50-84 26-50 12-30 0-10
diperbolehkan
( % lolos )

Bentuk dan Dimensi Lapisan Balas

Terdapat dua bentuk dan dimensi potongan melintang lapisan balas


(balas atas dan bawah), yaitu :
a. potongan melintang pada jalan lurus
b. potongan melintang pada lengkung/ tikungan.
Kedua bentu tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.15 potongan melintang pada jalan lurus

62
Gambar 4.16 potongan melintang pada lengkung/ tikungan

Sesuai persyaratan bahan balas seperti tersebut di atas, maka tebal


lapisan balas yang diperlukan sesuai dengan kelas jalan relnya.

Tabel 4.3 Ukuran-ukuran pada lapisan balas


Kelas jalan Rel
I II III IV V
d1 (cm) 30 30 30 25 25
B (cm) 150 150 140 140 135
C (cm) 235 235 225 215 210
K1 (cm) 265-315 265-315 240-270 240-250 240-250
d2 (cm) 15-50 15-50 15-50 15-35 15-35
E (cm) 25 25 22 20 20
K2 (cm) 375 375 325 300 300

Tebal lapisan balas atas notasi d1, sedang tebal lapisan balas bawah d2.
Tebal minimum lapisan balas atas 25 cm, dan tebal minimum lapisan balas
bawah 15 cm. Dimensi yang digunakan baik untuk jalan lurus maupun
lengkung seperti uraian berikut.

B > 0,5 L + X …………………………………………….. ( 4.3 )

dengan,
B : Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan balas

63
L : panjang bantalan (cm)
X : lebar bahu, untuk Indonesia :
Jalan rel kelas I dan II sebesar 50 cm
Jalan rel kelas III dan IV sebesar 40 cm
Jalan rel kelas V sebesar 35 cm

Bahu pada balas atas berfungsi agar bantalan tidak mudah tergeser
dari tempatnya dan agar tahanan bahan balas kea rah melintang cukup kuat.
Ukuran lebar bahu dari beberapa referensi sebagai berikut :
a. menurut Hay (1982) : 20-30 cm untuk rel pendek, 45 cm utk rel
panjang
b. Rusia menggunakan 35-45 cm (tergantung rel yang digunakan)
c. Inggris : 1 feet
d. India menggunakan 30 cm.

Kemiringan lereng lapisan balas atas tidak boleh lebih curam dari 1:2
(vertical : horizontal) dengan bahan sesuai persyaratan.

Pada jalan lurus :


K1 > B + 2.d1 + M + T ………………………………… ( 4.4 )

dengan :
T : tebal bantalan

Pada tikungan/lengkung :
K1D = K1 …………………………………( 4.5 )
K1L = B + 2.d1 + 2.E + M …………………………………( 4.6 )
E = ( B + L/2 ) h/S + T …………………………………( 4.7 )
dengan :
S : jarak antara kedua sumbu vertical
h : peninggian rel ( cm )

Lebar M yang digunakan ialah antara 40 cm sampai dengan 90 cm.


Ukuran minimum 40 cm dimaksudkan supaya balas atas terjamin
kestabilannya, sedangkan jika disediakan juga untuk pejalan kaki maka lebar
M diambil sebesar 90 cm.
Pada tebing lapisan balas bawah perlu dipasang konstruksi penahan
yang dapat menjamin kemantapan lapisan tersebut.

64
4.3.5 Pemadatan

Pemadatan harus dilakukan dengan baik sesuai dengan yang


disyaratkan yaitu 100% kepadatan kering maksimum menurut standar
ASTM D368. Untuk mencapai kepadatan yang homogen, pemadatan balas
dilakukan lapis demi lapis dan ketebalan tiap lapis setelah dipadatkan tidak
boleh lebih dari 15 cm.
Jika kepadatan tidak merata maka penyebaran beban dan reaksi
dukungan balas terhadap bantalan tidak merata. Hal ini dapat menimbulkan
momen pada bantalan, jika momen yang terjadi melebihi kemampuan
bantalan dalam menahan momen, maka dapat menimbulkan kerusakan
bantalan (lihat gamabar 4.17).

Gambar 4.17 Dukungan balas terhadap bantalan

4.3.6 Beberapa Masalah Pada Balas dan Penanganannya

Masalah yang sering timbul pada lapisan balas ialah :


a. penurunan balas
b. berkurangnya kekenyalan dan permeabilitas
c. terjadinya kantong balas

Pada saat kereta api melintas di atas rel, balas mendapat beban berupa
tumbukan bantalan yang menghentak disertai pembebanan yang silih
berganti yang menyebabkan hal-hal berikut :

65
a. bahan balas saling gesek, lambat laun akan aus/hancur, sehingga
volume balas akan berkurang dan mengakibatkan pengurangan tebal
balas, sehingga terjadi penurunan balas
b. rongga antar partikel akan berkurang karena terisi serpihan bahan
balas yang aus. Hal ini mengakibatkan permeabilitas berkurang dan
balas menjadi tidak kenyal.
Akibat dari berkurangnya ketebalan lapisan balas, tanah dasar menerima
beban yang lebih besar dibanding keadaan semula. Akibat lebih lanjut
adalah turunnya tanah dasar dan bahan balas terdesak masuk ke tanah dasar
dan membuat cekungan (kantong balas). Selain karena berkurang tebal
lapisan balas, kantong balas dapat terjadi karena proses Mud pumping
(pemompaan Lumpur). Terbentuknya kantong balas akan dipercepat pada
musim hujan, karena keberadaan selain air akan mengurangi kuat dukung
tanah juga akan merupakan pembawa Lumpur pada proses pemompaan
Lumpur(gambar4.18)

Gambar 4.18 Proses pemompaan Lumpur dan terjadinya kantong balas

66
Gambar 4.18 (1) menunjukkan kedudukan bantalan yang
mengambang sehingga terbentuk rongga yang pada saat dibebani tekanan
pori akan naik (2). Setelah beban hilang, partikel-partikel halus dari tanah
dasar tersedot masuk ke rongga (3). Pada saat terbebani kembali, partikel-
partikel halus akan terdesak masuk ke sela-sela bahan balas (4). Akibatnya
balas akan turun menerobos tanah dasar (5), yang kemudian dapat
mengakibatkan terbentuknya kantong balas seperti pada gambar 4.18 (6).
Apabila proses terbentuknya kantong balas berlanjut, kantong balas
akan semakin lebar dan dalam. Air di kantong balas akan menekan tanah
sekelilingnya. Demikian seterusnya dan jika tahanan geser tanah maksimum
sudah terlampaui akan terjadi keruntuhan badan jalan rel (gambar 4.19).
Masalah tersebut dapat ditangani dengan 2 cara :
a. penangan pada perancangan
b. penangan pada tahap pemeliharaan jalan rel
Pada perancangan balas jalan rel dapat dilakukan langkah sebagai
berikut:
a. tanah dasar harus benar-benar memenuhi persyaratan
b. pembuatan fasilitas drasinasi melintang pada tempat-tempat yang
diperlukan
c. penggunaan geosintetik
d. penggunaan cara Eastern Region

Gambar 4.19 Proses keruntuhan jalan rel akibat kantong balas

67
Penggunaan Geosintetik

Secara umum terdapat empat fungsi utama geosintetik, yaitu :


a. sebagai fasilitas drainasi (drainage)
b. sebagai pemisah (separator)
c. sebagai perkuatan (reinforcement)
Geosintetik yang dipasang di antara lapisan balas dan permukaan tanah
dasar akan mengalirkan air dari atas / balas maupun yang berasal dari tanah
dasar yang naik ke atas. Karena permukaan tanah dasar miring ke luar, maka
air akan dialirkan ke luar dari lapisan balas.
Apabila air dari bawah membawa partikel-partikel halus, lapisan
geosintetik yang dipasang menjadi filter akan menyaring partikel-partikel
halus yang terbawa oleh air sehingga tidak masuk ke lapisan balas.
Geosintetik yang dipasang di antara lapisan balas dan tanah dasar akan
menjadi pemisah keduanya sehingga tidak tercampur. Dengan demikian sifat
dan karakteristik teknis dari masing-masing akan dapat dipertahankan.
Geosintetik ini juga menjadi komponen perkuatan baik pada balas maupun

68
padatanahdasar

Gambar 4.20- penggunaan geosintetik pada jalan rel

Penggunaan cara Eastern Region

Cara ini dikembangkan th 1980 oleh PJKA Eksploitasi Timur dan


dikenal juga dengan cara ER. Pada cara ER ini diantara lapisan balas dan
tanah dasar dipasang seng gelombang atau plastic gelombang yang di atas
dan di bawahnya dilindungi oleh pasir (lihat Gambar 4.21).

69
Gambar 4.21 Cara Eastern Region (ER)

Seng/ plastik gelombang yang digunakan merupakan pelindung


sesuatu yang berada di bawahnya. Sambungan antara dua buah seng
gelombang berupa suatu overlap yang lepas (ditumpangkan saja), sehingga
air yang dating dari bawah dapat mengalir melalui sambungan tersebut.
Karena ada pasir yang melindunginya (sebagai filter), maka air yang masuk
bebas dari partikel-partikel halus. Tekanan air dari bawah hanya mampu
membesarkan celah sambungan, tetapi tidak mengangkatnya.

Gambar 4.22 Pemasangan seng/plastic gelombang cara pada ER

Seng/ plastik gelombang akan mendapat tekanan oleh berat balas dan
struktur jalan rel di atasnya, sehingga seolah-olah bahan pelapis ini melekat
pada pasir yang berada di bawahnya. Bentuk gelombang akan mencegah
gerak longitudinal seng/ plastic gelombang, sehingga akan tetap pada
kedudukannya (gambar 4.23). Kekuatan seng/plastic gelombang akan
memberikan fungsi perkuatan (reinforcement) pada balas/ tanah dasarnya.

70
Gambar 4.23 Pencegahan gerak longitudinal seng/plastik gelombang

71
Bab. V
TANAH DASAR DAN BADAN JALAN REL

5.1 TANAH DASAR

5.1.1 Fungsi Tanah dasar

Tanah dasar (sub grade) jalan rel mempunyai fungsi :


a. mendukung beban yang diteruskan oleh balas kepada tanah dasar
b. meneruskan beban ke lapisan di bawahnya, yaitu badan jalan rel
c. memberikan landasan yang rata pada kedudukan/ketinggian/elevasi di
tempat balas akan diletakkan.

Tanah dasar ini dapat berupa :


a. tanah asli
b. bahan yang diperbaiki
c. bahan buatan

5.1.2 Persyaratan bahan tanah dasar

Sesuai fungsinya, tanah dasar harus mampu menopang beban di


atasnya dan kuat menahan tegangan yang terjadi padanya. Beban yang harus
ditahan adalah berat lapisan balas, sedang tegangan yang terjadi adalah
akibat dari gaya yang diteruskan oleh bantalan kepada balas yang kemudian
diteruskan dan didistribusikan oleh balas kepada tanah dasar. Menurut
Clarke (1957) dengan asumsi beban didistribusikan dengan kemiringan 1:1,
tekanan vertical pada tanah dasar dapat ditentukan dengan pendekatan :

σz = 2 x Pa . BxL . …………………………………. (5.1)


(B+2.z) (L+2.z)
dengan :
σz : tekanan vertical pada kedalaman z (k Pa)
Pa : tekanan kontak rerata antara bantalan dengan balas (kPa)
Z : kedalaman tanah dasar ,dalam hal ini sama dengan tebal lapisan balas,
diukur dari bidang kontak antara bantalan dan balas (m)
B : lebar bantalan (m)
L : panjang bantalan di bawah rel (m)

72
Tekanan vertical pada permukaan atas tanah dasar dapat juga dihitung
dengan cara yang disampaikan Schram (1961).

σz = Pr . 1,5 (l – g)B . ………………………………………(5.2)


{3(l – g)+B} z tg θ

dengan :

σz : tekanan vertikal pada kedalaman z (kPa)


Pr : tekanan rerata di bawah dudukan rel (rail seat) (kPa)
l : panjang bantalan (m)
g : jarak bantalan (m)
B : lebar bantalan (m)
z : tebal lapisan balas (m)
θ : sudut gesek internal bahan balas (˚ )

Menurut Schram (1961) sudut gesek internal pada bahan balas berbutir
kasar, berpermukaan kasar dan kering adalah sekitar 40˚, dan bahan balas
berbutir halus adalah sekitar 30˚.
Berdasar pendekatan oleh AREA (1997), tekanan yang terjadi pada
tanah dasar dapat dihitung dengan persamaan :

pc = 16,8 pa/h 1,25 ………………………………………….. (5.3)

dengan :
pc : tekanan yang terjadi pada tanah dasar (psi)
pa : tekanan yang didistribusikan oleh bantalan kepada balas (psi)
h : tebal lapisan balas (inches)

Dari 3 persamaan di atas terlihat bahwa perancangan tanah dasar


selalu dikaitkan dengan perancangan balas. Bahkan Salem dan Hay, 1966
menyatakan bahwa untuk mendapatkan tekanan yang lebih seragam pada
tanah dasar sepanjang bantalan, dibutuhkan lapisan balas yang lebih tebal,
sehingga mampu mencegah terjadinya penurunan diferensial (differential
settlement) yang berlebih pada tanah dasarnya dan mencegah terjadinya
cekungan pada tanah dasar di bawah bantalan.

73
Menurut ketentuan yang digunakan oleh PT.Kereta Api (persero),
kuat dukung tanah dasar (CBR) minimum ialah 8%, syarat tersebut hanya
dapat dipenuhi oleh tanah dasar setebal minimum 30 cm.
Letak tanah dasar dapat dilihat pada gambar 5.1 sampai 5.3. Tanah
dasar harus mempunyai kemiringan ke arah luar sebesar 5% dan harus
mencapai kepadatan 100% kepadatan kering maksimum.

74
Untuk menghindari pengotoran balas karena mud pumping seperti
yang sudah dijelaskan di muka, tanah dasar harus memenuhi persyaratan
tertentu. Japan Railway Technical Service memperlihatkan hubungan antara

75
mud pumping dengan beberapa sifat-sifat teknik tanah dasar seperi dalam
gambar 5.4 dan 5.5.

Gambar 5.4 Hubungan antara tekanan pada tanah dasar dengan batas
cair dan mud pumping.

5.2 BADAN JALAN

5.3.1 Umum

Badan jalan memikul beban yang diberikan oleh tanah dasar


kepadanya. Badan jalan dapat terbuat dari :

a. bahan dalam keadaan asli


b. bahan yang diperbaiki
c. bahan buatan

Berdasar letaknya, badan jalan rel dapat berada di dataran, perbukitan


atau pegunungan. Untuk mendapatkan elevasi yang diperlukan, badan jalan
dapat berupa timbunan, galian dan kondisi asli.

76
Gambar 5.5 Hubungan antara tegangan pada tanah dasar dengan CBR
tanah dasar dan mud pumping
(sumber : Japan Railway Technical Service)

5.3.2 Timbunan

Dengan dibuatnya timbunan maka permukanaan tanah dapat lebih


tinggi dari tanah asli atau dari permukaan air yang diperkirakan. Timbunan
badan jalan rel terdiri dari dua bagian :
a. timbunan
b. fondasi timbunan
(lihat lagi gambar 5.2)

Persyaratan timbunan
a. mampu menopang beratnya sendiri dan beban di atasnya dengan aman
b. penurunan yang terjadi masih dalam batas yang dapat diterima
c. mampu mempertahankan bentuk timbunan
d. mampu mempertahankan sifat-sifat tekniknya.

Supaya syarat timbunan dapat dipenuhi, perlu batasan sebagai berikut :


a. bagian atas timbunan setebal 1,00 m harus terbuat dari bahan
timbunan yang lebih baik dari bawahnya

77
b. lebar permukaan atas dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai
lebar berm minimum 1,50 m
c. jika penurunan lebih dari 50 cm, maka perlu dilakukan perbaikan
(improvement) pada bahan timbunannya
d. angka keamanan (factor of safety) lereng terhadap longsor minimum
1,50
e. kepadatan minimum timbunan adalah 95% kepadatan kering
maksimum
f. permukaan atas timbunan terletak minimum 75 cm di atas elevasi
muka air tanah tertinggi
g. jika timbunan lebih dari 6,00 m, maka setiap ketinggian 6,00 m dibuat
berm selebar minimum 1,50 m.

Menurut Subarkah (1981) apabila tinggi timbunan lebih dari 5,00 m,


lerengnya perlu dibuat terpatah, semakin ke bawah semakin landai. Besarnya
kemiringan lereng tergantung jenis bahan yang digunakan.

Gambar 5.6 Timbunan lebih dari 5,00 m

Dalam perancangan badan jalan rel berupa timbunan, harus


menyertakan analisis pada tiga hal, yaitu:

a. kuat dukung fondasi timbunan


b. stabilitas terhadap longsor
c. penurunan

Kuat Dukung Fondasi Timbunan

78
Menurut strandar perancangan yang digunakan PT. Kereta Api
(persero), tinggi timbunan harus memenuhi persyaratan :

ht ≤ 1,67 qu/γt …………………………………………. (5.4)

dengan :
ht : tinggi timbunan
qu : kuat tekan bebas (unconfined)
γt : berat unit bahan timbunan

Kuat dukung ultimate fondasi timbunan yang berupa tanah kohesif,


menurut AREA (1997) dapat dihitung sebagai berikut :

γ.h = 5.c ……………………………………………...(5.5)

dengan :
γ : berat unit bahan timbunan
h : tinggi timbunan
c : kuat geser minimum fondasi timbunan.

Stabilitas Terhadap Longsor

Analisis stabilitas lereng terhadap longsor dapat dilakukan melalui 2


tahap, yaitu tahap pra-perancangan dan tahap analisis stabilitas.

a.Pra-perancangan

Stabilitas terhadap longsor dapat dihitung menggunakan metode


Taylor. Untuk timbunan dari bahan yang homogen dan bentuknya
sederhana/tanah kohesif (cohesive soil) dihitung menggunakan diagram pada
gambar 5.7, sedang untuk tanah berpasir (sandy soil) menggunakan diagram
pada gambar 5.8.

1.Tanah kohesif
Pada cara ini (untuk tanah kohesif) digunakan faktor kedalaman (nd)
yang diperoleh dari formula berikut :

nd = H + D ………………………………………………….(5.6)
H

79
dengan :
nd : factor kedalaman
H : ketinggian timbunan
D : kedalaman lapisan fondasi

Kohesi yang diperlukan untuk stabilitas lereng (Cd) diperoleh dari :

Cd = γb + H
Ns

dengan :
Cd : kohesi yang diperlukan untuk stabilitas timbunan (t/m2)
γb : berat unit tanah (t/m3)
Ns : faktor stabilitas (stability factor)

Diagram pada gambar 5.7, memberikan hubungan antara ketinggian


timbunan, kemiringan lereng (β) dan kohesi yang diperlukan untuk stabilitas
lereng (Cd) pada factor kedalaman (nd) yang ada.
Dengan demikian , pada pra perancangan timbunan, apabila tinggi
timbunan (H), kedalaman fondasi (D), kemiringan lereng (β) baik dalam
derajat (˚) atau ٪ , dapat diperoleh factor stabilitasnya (Ns) pada factor
kedalaman yang relevan.
Dengan diperolehnya faktor stabilitas (Ns), apabila berat unit tanah
(γb) diketahui, maka kohesi yang diperlukan untuk stabilitas lereng timbunan
(Cd) dapat dihitung. Selanjutnya, angka keamanan (factor of safety)
timbunan dihitung menggunakan formula dan ketentuan sebagai berikut :

Fc = C/Cd ≥ 1,3 …………………………………………………. (5.8)

dengan:

Fc : angka keamanan
C : kohesi tanah (t/m2)
Cd : kohesi yang diperlukan untuk stabilitas lereng (t/m2)

80
Gambar 5.7 Diagram stabilitas lereng tanah kohesif

2.Tanah Berpasir
Diagram pada Gambar 5.8 dapat digunakan untuk pra-perancangan
stabilitas timbunan yang terbuat dari tanah berpasir (sandy soil). Diagram
tersebut memberikan hubungan antara faktor stabilitas (Ns), kemiringan
lereng (β) pada sudut gesek internal (φ) yang ada. Identik untuk tanah
kohesif, dapat diperoleh faktor stabilitas (Ns) pada sudut gesek internal yang
ada. Dengan diketahuinya factor stabilitas (Ns) dan berat unit tanah (γb)
maka kohesi yang diperlukan untuk stabilitas lereng timbunan (Cd) dapat
dihitung. Angka keamanan timbunan dapat dihitung dengan formula seperti
yang dipakai untuk tanah kohesif :

Fc = C/Cd ≥ 1,3 ……………………………………………………(5.9)

81
Gambar 5.8 Diagram stabilitas lereng tanah berpasir

b.Analisis stabilitas lereng


Pada analisis stabilitas lereng menggunakan metode irisan (Methode
of Slice) digunakan asumsi bahwa permukaan longsoran berbentuk bagian
dari lingkaran. Pada bagian yang longsor dibagi menjadi beberapa segmen
yang mempunyai berat sendiri-sendiri.

Gambar 5.9 Ilustrasi metode irisan

82
Formula yang digunakan untuk menghitung stabilitas lereng adalah :

Fs = . ∑ S. l . = ∑{C’l + (W cos θ – u.l) tgθ’} …………………. (5.10)


∑ W sinθ W sinθ

dengan,
Fs : angka keamanan
W : berat irisan tanah tiap satuan lebar
l : panjang lengkung irisan longsoran
θ : sudut yang dibentuk oleh irisan dan permukaan longsoran (˚)
u : tekanan air pori tanah
S : tahanan geser tanah

Penurunan
Pada jalan rel berupa timbunan ada dua penurunan, yaitu penurunan
pada timbunan dan pada fondasi timbunan. Secara umum penurunan dapat
dihitung dengan formula :

S = Cc . H. log [ po + Δp ]
1 + eo po

dengan,
S : penurunan
Cc : indeks pemampatan
H : panjang pengaliran
H= D untuk pengaliran satu arah
H= ½ D untuk pengaliran 2 arah
D : tebal lapisan yang ditinjau
eo : angka pori mula-mula
po : tekanan mula-mula akibat beban timbunan di atasnya (overburden)
Δp : pertambahan tekanan vertical

Apabila bahan timbunan atau fondasi timbunannya merupakan bahan


geoteknik yang berlapis maka penurunannya dihitung lapis demi lapis
demudian dijumlahkan.

83
5.3.3 Galian dan Kondisi asli

Pada badan jalan rel yang berupa galian atau tanah asli badan jalan
relnya adalah fondasi yang mendukung tanah dasar. Fondasi pendukung
tanah dasar ini syaratnya :
a. mampu mendukung beban di atasnya
b. penurunan yang terjadi masih dapat diterima
c. mampu mempertahankan sifat-sifat tekniknya.
Beberapa ketentuan pada perancangan badan jalan rel berupa galian atau
kondisi asli adalah sebagai berikut:
a. permukaan atas tanah dasar miring ke arah luar dengan kemiringan
sebesar 5 %
b. permukaan atas tanah dasar terletak minimum 75 cm di atas elevasi
muka air tanah tertinggi
c. apabila kedalaman galian lebih besar dari 10 m, maka pada setiap
kedalaman 7 m, dibuat berm selebar 1,5 m
d. geometri potongan melintang ialah seperti gambar 5.1 dan 5.3

5.4 PERBAIKAN TANAH

Perbaikan bahan geoteknik yang ada pada tanah dasar atau badan
jalan rel sering digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat fisik dan
geotekniknya dengan cara menambahkan bahan tambah (additive).
Perbaikan ini dapat dilakukan seperti dalam table 5.1.di bawah ini.

84
85
BAB VI
DRAINASI JALAN REL

6.1 PENGANTAR

Drainasi jalan rel secara umum didefinisikan sebagai system


pengaliran/pembuangan air di suatu daerah jalan rel, baik secara gravitasi
maupun dengan pompa, agar tidak terjadi genangan air.

6.2 KEGUNAAN DAN JENIS DRAINASI

Tujuan pembuatan drainasi :


a. tidak terjadi genangan air yang dapat mengakibatkan pumping effect
b. mencegah atau mengurangi pengaruh air terhadap konsistensi tanah
c. lalulintas tidak terganggu

Secara umum ada 3 jenis drainasi

a. darinasi permukaan (surface drainage)


b. drainasi bawah permukaan (sub-surface drainage)
c. drainasi lereng (slope drainage)

6.3 DRAINASI PERMUKAAN

6.3.2 Jenis drainasi permukaan

Berdasar letak terhadap jalan rel, terdapat 2 jenis drainasi permukaan


a. drainasi memanjang (side-ditch), letaknya di samping jalan rel
b. drainasi melintang (cross-ditch), letaknya melintang jalan rel

6.3.3 Data untuk perencanaan dan perancangan

a. curah hujan
b. topografi
c. tata guna lahan
d. karakteristik tanah setempat

86
6.3.4 Bentuk

Drainasi memanjang dapat terbuka atau tertutup, sedang potongan


melintangnya dapat berbentuk :
a. trapezium
b. kotak atau persegi
c. segitiga
d. busur lingkaran

Sedang drainasi melintang dapat berupa :


a. gorong-gorong
b. jembatan pelat

Sedang bentuknya dapat berupa :


a. bulat, secara konstruksi baik untuk pembebanan besar
b. busur lingkaran
c. kotak atau persegi, untuk menyalurkan air volume besar

6.3.5 Bahan

Pada saluran memanjang, bahan yang digunakan harus


memperhatikan topografi setempat dan karakteristik tanah setempat.
Sedang untuk saluran melintang, harus dibuat dari bahan yang kuat
dan menggunakan tutup yang kuat, diantaranya :
a. beton bertulang
b. baja gelombang.

6.3.6 Kemiringan dan kecepatan aliran air

Kemiringan saluran drainasi dan kecepatan aliran pembuangan air


yang terjadi harus sedemikian, sehingga tidak menimbulkan kerusakan
saluran tetapi tidak terjadi pengendapan. Bahan yang digunakan disesuaikan
dengan kecepatan perancangan, seperti table 6.1.

Tabel 6.1 Bahan saluran dan kecepatan perancangan


Bahan Saluran Kecepatan perancangan
( m/dt)
Beton 0,6 – 3,0
Aspal 0,6 – 1,5

87
Pasangan batu/bata 0,6 – 1,8
Kerikil, atau lempung yang sangat kompak 0,6 – 1,0
Pasir kasar, tanah berkerikil atau berpasir 0,3 – 0,6
Lempung dengan sedikit pasir 0,2 – 0,3
Tanah berpasir halus atau lanau 0,1 – 0,2
(sumber : Peraturan Dinas no.10, PJKA)

6.3.7 Perancangan saluran terbuka

Persyaratan saluran terbuka :


a. dimensi penampang harus cukup besar
b. hasil hitungan tinggi yang air yang didapat harus ditambah ambang
bebas minimal 15 cm
c. koefisien kekasaran saluran sesuai table 6.2

Gambar 6.1 Tinggi air dan ambang bebas

Tabel 6.2 Koefisien kekasaran saluran


Bahan saluran Permukaan saluran Koef. kekasaran
Tidak diperkuat Tanah 0,02 – 0,025
Pasir dan kerikil 0,025 – 0,04
Cadas 0,025 – 0,035
Cor di tempat Plesteran semen 0,01 – 0,013
Beton 0,013 – 0,018
Pra-cetak Pipa beton bertulang 0.01 – 0,014
Pipa gelombang 0,016 – 0,025
(sumber : Peraturan Dinas no.10, PJKA)

88
Besar air yang harus dibuang pada system terbuka ini harus memperhatikan :
a. luas daerah yg aliran airnya akan menuju jalan rel
b. intensitas hujan setempat
c. koefisien pengaliran air

6.3.8 Perancangan saluran Melintang dan Gorong-gorong

Hal-hal yang perlu diperhatikan secara umum:


a. tinggi timbunan
b. bentuk timbunan
c. bentuk saluran
d. ketinggian air
e. debit aliran
f. pemeliharaan

Secara khusus perancangan saluran melintang dan gorong-gorong pada


jalan rel harus memperhatikan persyaratan :
a. pada pertemuan saluran melintang dan memanjang harus diberi bak
penampung tanah (sand trap)
b. tanah sekeliling saluran harus dipadatkan
c. diameter saluran atau alas saluran minimal 60 cm
d. tidak boleh terjadi rembesan atau kebocoran air.

6.4 DRAINASI BAWAH PERMUKAAN

konstruksi drainasi bawah permukaan biasanya berupa pipa berlubang


yang dipasang di bawah permukaan di pinggir kanan atau kiri badan jalan
rel. Pipa berlubang ini diletakkan di atas pasir setebal ≥ 10 cm, kemudian di
atasnya dihamparkan dan dipadatkan kerikil dengan ketebalan lebih dari 15
cm, baru kemudian di atasnya dihamparkan bahan kedap air.
Selain itu saluran pipa berlubang harus dilindungi oleh bahan filter.
Ukuran dari partikel dapat dilihat pada gambar 6.3.

Data yang diperlukan untuk perencanaan dan perancangan :


a. elevasi muka air tanah saat musim hujan
b. koefisien permeabilitas tanah setempat
c. elevasi dan kemiringan lapisan kedap air yang ada.

89
Gambar 6.2 Drainasi bawah permukaan untuk menurunkan
permukaan air tanah

Gambar 6.3 Diagram penentuan partikel bahan filter

90
6.5 DRAINASI LERENG

Tujuan drainasi lereng


a. sebagai upaya untuk mencegah agar air permukaan yang berasal dari
punggung lereng tidak mengalir deras yang dapat menyebabkan
gerusan
b. mencegah rembesan air dari permukaan lereng ke badan jalan rel

6.5.2 Jenis drainasi lereng


Terdapat empat jenis drainasi lereng yaitu :
a. selokan punggung, sal terbuka memanjang di punggung lereng
b. selokan tengah, sal terbuka memanjang di tengah lereng
c. selokan penangkap, sal terbuka yang memanjang di kaki lereng
d. drainasi kombinasi, yaitu kombinasi antar drainasi tegak lurus dan
drainasi miring.

Gambar 6.4 Contoh potongan melintang drainasi lereng

91
Gambar 6.5 Contoh tampak atas drainasi lereng

6.6 DRAINASI DI EMPLASEMEN

Kondisi spesifiki terjadi di emplasemen, yaitu terdapat banyak jalur


(track) yang berdampingan. Untuk mendapatkan pembuangan air yang baik
dapat dibuat saluran terbuat dari pipa dengan dinding yang berlubang-lubang
atau saluran dengan batu kosong seperti pada gambar 6.6.

92
Gambar 6.6 Contoh drainasi di emplasemen

93
BAB.VII
GEOMETRI JALAN REL

Seperti halnya pada geometri jalan raya, pada jalan rel ini selain pada
lintasan lurus maka lintasan yang perlu diperhatikan adalah pada tikungan.
Pada geometri jalan rel ada 2 lengkung yang perlu diperhatikan :
1. Lengkung horizontal
2. Lengkung vertical

7.1 LENGKUNG HORISONTAL

Jika dua lintasan lurus perpanjangannya bertemu membentuk sudut,


maka dua bagian itu harus dihubungkan oleh suatu lengkung horizontal. Hal
ini supaya perubahan alinemen horizontal terjadi secara bertahap.

Saat kereta api melalui tikungan / lengkung horizontal, timbul gaya


sentrifugal yang berakibat :
a. Rel sebelah luar mendapat tekanan yang lebih besar
b. Keausan rel luar lebih banyak
c. Bahaya tergulingnya kereta api

Untuk menghindari hal tersebut, perlu ada peninggian pada rel luar. Oleh
karena itu perancangan lengkung horizontal berkaitan dengan peninggian
rel. Ada 3 jenis lengkung horizontal :
- Lengkung lingkaran
- Lengkung peralihan
- Lengkung S

94
7.1.1 Lengkung lingkaran

Pada kedudukan kereta melewati lengkung horizontal ( gb.7.2), untuk


berbagai kecepatan, jari-jari minimumnya yang digunakan perlu ditinjau dari
dua kondisi :
a. Gaya sentrifugal yang terjadi diimbangi gaya berat saja
b. Gaya sentrifugal diimbangi oleh berat dan kemampuan dukung
komponen struktur jalan rel

Gambar.7.2. kedudukan kereta saat melalui lengkung horizontal

Dari keterangan di atas, besar gaya sentrifugal timbul :

C= m.V2 /R ( 7.1 )

Dengan :
C : gaya sentrifugal
V : kecepatan kereta api
R : jari-jari lengkung lingkaran
m : massa, G/g

Secara praktis untuk gaya sentrifugal yang diimbangi dengan gaya berat
saja, dengan peninggian rel maksimum, hmaks=110 mm, jari-jari minimum
lengkung lingkaran ;

95
Rmin = 0,08 V2 ( 7.2 )

Dengan :
R = jari-jari lengkung
V = kecepatan perancangan (km/jam)

Sedangkan jika gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat dan
kemampuan dukung komponen struktur ( yaitu rel, sambungan rel, penambat
rel, bantalan dan balas), jari-jari minimum lengkung lingkaran :

Rmin= 0,054 V2 ( 7.3 )

Dengan :
R = jari-jari lengkung
V = kecepatan perancangan (km/jam)

7.1.2 Lengkung lingkaran tanpa lengkung transisi

Pada lengkung horizontal tanpa adanya lengkung transisi dan tidak


ada peninggian rel yang harus dicapai ( h=0 ), maka besarnya jari-jari
minimum lengkung horisontal

R = 0,164 V2 ( 7.4 )

Tabel 7.1 di bawah ini memuat daftar jari-jari minimum lengkung horizontal
tanpa lengkung transisi untuk berbagai kecepatan yang diijinkan dan
digunakan oleh PT. Kereta Api (persero)

Tabel 7.1 Persyaratan jari-jari minimum lengkung horizontal

96
7.1.3 Lengkung transisi

Lengkung transisi berfungsi untuk mengurangi pengaruh perubahan


gaya sentrifugal sehingga penumpang kereta api tidak terganggu
kenyamanannya. Panjang lengkung transisi tergantung dari :
- Perubahan gaya sentrifugal tiap satuan waktu
- Kecepatan
- Jari-jari lengkung lingkaran

Secara praktis, panjang minimum lengkung transisi adalah :

Lh = 0,01.h.V ( 7.5 )

Dengan :
Lh = panjang minimum lengkung transisi (m)
h = peninggian rel pd lengkung lingkaran (mm)
V = kecepatan rancangan ( km/jam )
R = jari-jari lengkung lingkaran (m)

97
7.1.4 Lengkung S

Pada dua lengkung dari suatu lintas yang berbeda arah lengkungnya
terletak bersambungan, akan membentuk lengkung membalik dengan bentuk
huruf ‘S’ yang dikenal dengan “lengkung S”. antara kedua lengkung ini
harus diberi bagian lurus minimum 20 meter di luar lengkung transisi,
seperti pada gambar di bawah ini.

7.1.5 Percepatan centrifugal

Dari uraian di dapan, diketahui bahwa gaya sentrifugal adalah fungsi


dari massa benda dan percepatan sentrifugal (= m. a ). Sedangkan percepatan
centrifugal adalah fungsi dari kecepatan dan jari-jari lengkung,

a = V2 / R

dengan nilai a maks = 0,0478. G


g = percepatan grafitasi (m/detik2)

Dengan melihat rumus di atas, jika ingin mengurangi dampak yang timbul
akibat percepatan sentrifugal antara lain ;
a. Memperbesar jari-jari lengkung
b. Mengurangi/ membatasi kecepatan kereta api
c. Peninggian rel sebelah luar

98
7.2 PENINGGIAN REL

Peninggian rel ada tiga;


a. Peninggian normal
b. Peninggian minimum
c. Peninggian maksimum

Peninggian normal berdasarkan kondisi komponen jalan tidak ikut menahan


gaya sentrifugal. Jadi hanya gaya berat saja yang mengimbangi gaya
sentrifugal.

hnormal = 5,95 V2 / R

dengan :
V : kecepatan rencana (km/jam)
R : jari-jari lengkung horizontal (m)
hnormal : peninggian normal (mm)

Peninggian minimum berdasar pada kondisi gaya maksimum yang dapat


ditahan oleh komponen jalan rel dan kenyamanan penumpang kereta api.

hmin = 8,8 V2 / R – 53,54

dengan :
V : kecepatan rencana (km/jam)
R : jari-jari lengkung horizontal
hmin : peninggian minimum (mm)

Peninggian maksimum, berdasarkan pada stabilitas kereta api saat berhenti


di bagian lengkung, dengan pembatasan kemiringan sebesar 10%. Jika lebih
dari itu, maka benda-benda akan bergeser ke arah sisi dalam. Jadi
peninggian maksimum 110 mm

Peninggian rel dicapai dan dihilangkan tidak secara mendadak, tetapi


berangsur-angsur spanjang lengkung transisi seperti yang terlihat pada
diagram superelevasi di bawah ini. Panjang transisi dihitung dengn rumus :

Ph = 0,01. h . V

Dengan :

99
Ph = panjang minimum “panjang transisi” (m)
h = peninggian rel (mm)
V = kecepatan (km/jam)

Diagram peninggian rel / diagram superelevasi seperti gambar di bawah ini:

Selanjutnya peninggian rel di lengkung horizontal berdasar peninggian


normal untuk berbagai jari-jari dan kecepatan ada pada table di bawah ini.

100
101
PELEBARAN SEPUR

Analisis pelebaran sepur berdasar kereta yang menggunakan dua


gandar, yaitu gandar belakang dan depan yang merupakan kesatuan yang
utuh (rigid wheel base) atau gandar teguh. Karena merupakan satu kesatuan
maka gandar depan dan belakang tetap sejajar pada saat melewati
lengkung.Ada 4 kemungkinan posisi :
a. Posisi 1: gandar depan mencapai rel luar, gandar belakang bebas,
posisi ini disebut Jalan Bebas
b. Posisi 2 : gandar depan mencapai rel luar, gandar belakang menempel
rel dalam tapi tidak menekan
c. Posisi 3 : gandar depan menempel rel luar, gandar belakang
menempel dan menekan rel dalam
d. Posisi 4 : gandar depan dan belakang menempel pada rel luar.

Gaya tekan yang timbul mengakibatkan keausan rel dan roda kereta
menjadi lebih cepat. Untuk mengurangi keausan itu dibuat pelebaran sepur.
Pelebaran ini dipengaruhi beberapa hal :
a. Jari-jari lengkung horizontal
b. Jarak gandar depan belakang
c. Kondisi keausan roda kereta dan rel

Gambar posisi gandar pada saat melewati lengkung horizontal :

102
PT. KAI membatasi pelebaran sepur maksimum 20 mm, hal ini
dimaksudkan agar tapak roda cukup lebar menapak di atas kepala rel saat
melewati lengkung horizontal. Pelebaran sepur sesuai dengan jari-jari
lengkung adalah seperti dalam table di bawah ini.

7.4 LENGKUNG VERTIKAL

Lengkung vertical dimaksudkan sebagai lengkung transisi dari satu


kelandaian ke kelandaian berikutnya, sehingga kelandaiannya berangsur-
angsur dan beraturan, selain itu juga untuk keselamatan.
Lengkung vertical ada dua :

a. Lengkung cembung
b. Lengkung cekung

Lengkung cembung

Lengkung cembung ialah lengkung yang kecembungannya ke atas.


Lengkung cembung dibuat karena 3 hal:
a. Tanjakan bertemu dengan turunan
b. Tanjakan bertemu tanjakan lain yang kelandaiannya lebih kecil
c. Tanjakan bertemu jalan datar

Lengkung cembung juga dikenal dengan istilah summit curve atau spur
curve.

103
104
Besarnya jari-jari minimum lengkung vertical yang berupa lingkaran
sesuai dengan kecepatan perancangannya pada table di bawah ini.

Kecepatan perancangan (km/jam) Jari-jari min.lengkung vertical (m)


➢ 100 8000
≤ 100 6000

Jika tidak pakai lengkung (lengkung transisi) ada kemungkinan kereta


terlepas dari rel karena pada jalan lurus yang bertemu turunan, roda kereta
akan melayang melalui suatu bentuk lengkung. Jika melayangnya lebih
tinggi dari flens roda KA maka hal ini dapat mengakibatkan roda keluar dari
rel. Contohnya (Subarkah) pada jalan rel dengan perubahan kelandaian 1:40,
dengan kecepatan 100 km/jam, maka roda KA akan melayang setinggi 3,125
cm di atas rel, padahal tinggi flens roda kereta api hanya 2,7 cm, jadi ada
kemungkinan kereta akan keluar dari rel.

Lengkung cekung

Lengkung cekung ialah lengkung yang kecekungannya ke bawah. Lengkung


ini dikenal juga dengan istilah valley curve atau sag curve. Lengkung
cengkung terjadi jika :
a. Turunan bertemu dengan tanjakan
b. Turunan bertemu dengan turunan yang kelandaiannya yang lebih
kecil
c. Turunan bertemu dengan jalan datar

Selain berbentuk lingkaran, lengkung vertical dapat juga berbentuk


parabola. Jika berbentuk parabola, maka panjang lengkung parabola dihitung
dengan rumus :

L = (G1 – G2) / r

Dengan :
G1 dan G2 : dua kemiringan yang bertemu, positip (+) bila naik dan
negatip (-) bila turun
L = panjang lengkung (dalam kelipatan 100 ft)
r = tingkat perubahan kemiringan (%) tiap 100 ft

105
Nilai r yang direkomendasikan untuk jalur utama sbb :
a. Untuk lengkung vertical cembung, nilai r : 0,10
b. Untuk lengkung vertical cekung, nilai r : 0,15

Selain kelipatan 100 ft pd panjang lengkung, pendapat lain (Vazirani dan


Chandola) memakai nilai kelipatan 30 m. Jika nilai L yang diperoleh dari
hitungan angkanya ganjil, digunakan angka genap di atasnya.

106
107
Contoh, pada lintasan utama kemiringan tanjakan (1:120) dan
kemiringan turunan (1:150) dihubungkan dengan lengkung vertical
cembung, maka panjang lengkung vertical :

- Kemiringan tanjakan (G1) 1:120 = 0,83% (positip)


- Kemiringan turunan (G2) 1:150 = - 0,67% (negatip)
- r digunakan 0,1%

L=(0,83-(-0,67)) / 0,1
L=1,5/0,1
L=15 ------→dipakai L=16

Panjang lengkung vertical : 16 x 100 ft = 1600 ft atau 16 x 30 = 480 m

Jika suatu tanjakan diikuti turunan atau sebaliknya, harus dibuat


bagian datar yang panjangnya tidak boleh kurang dari kereta terpanjang
yang melalui jalan rel tersebut. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah
letak lengkung vertical tidak berimpit dengan lengkung horizontal.

108
BAB VIII
WESEL DAN PERSILANGAN

8.1 WESEL

Wesel merupakan penghubung antara 2 jalan rel dan berfungsi untuk


mengalihkan/ mengantarkan kereta api dari suatu sepur ke sepur lainnya.
Ada 4 jenis wesel :
a. wesel biasa
b. wesel dalam lengkung
c. wesel tiga jalan
d. wesel inggris

Wesel biasa ada 2;


a. wesel biasa kiri (arah beloknya sepur ke kiri)
b. wesel biasa kanan (arah beloknya sepur ke kanan)

Wesel dalam lengkung, pada dasarnya sama dengan wesel biasa tapi bagian
lurusnya berbentuk lengkung. Ada 3 jenis wesel dalam lengkung :
a. wesel searah lengkung
b. wesel berlawanan arah lengkung
c. wesel simetris

109
Wesel tiga jalan terdiri atas 3 sepur. Berdasar arah dan letak sepurnya,
dibedakan menjadi 4:
a. wesel tiga jalan searah
b. wesel tiga jalan berlawanan arah
c. wesel tiga jalan searah tergeser
d. wesel tiga jalan berlawanan arah tergeser

110
Dalam penggunaannya sering ditemui bentuk wesel yang merupakan
kombinasi dari bentuk dasar wesel yang ada seperti terlihat pada gambar di
bawah ini .

111
Komponen Wesel

Agar wesel dapat berfungsi seperti yang seharusnya, wesel terdiri atas
komponen-komponen sebagai berikut :
a. lidah
b. jarum beserta sayap
c. rel lantak
d. rel paksa
e. penggerak wesel

Bantalan pada Wesel

Pada sepur lurus hingga jarum, bantalan dipasang tegak lurus sepur,
sesudah jarum, bantalan dipasang tegak lurus garis bagi sudut simpang arah.
Jarak bantalan tidak boleh melebihi jarak bantalan biasa, sedang panjangnya
paling sedikit hingga 50 cm di luar rel. Jika bantalan dari baja, lubang
penambat rel dibuat di pabrik dan wesel sdh dirakit di pabrik, sehingga di

112
langan menjadi lebih cepat. Sedang bantalan kayu, perakitan wesel di
lakukan di lapangan, sehingga lebih lama.

Kecepatan ijin dan sudut simpang arah

Kecepatan yang diijinkan pada saat kereta api melewati wesel


tergantung pada sudut simpang arah weselnya. Tangen sudut simpang (α),
nomor wesel dan kecepatan ijin seperti table di bawah ini.

113
PERSILANGAN

Jika dua jalan rel dari 2 arah yang sebidang saling berpotongan,
ditempat tersebut harus dibuat suatu konstruksi yang memungkinkan roda
dapat lewat ke kedua arah tersebut. Konstruksi tersebut disebut persilangan.
a. Persilangan siku-siku (sudut 900)
b. Persilangan miring (sudut potong kurang dari 90o)

Persilangan miring dibagi menjadi dua :


a. Persilangan tajam, jika sudut potongnya kurang dari 40o
b. Persilangan tumpul, jika sudutnya lebih dari 40o

Gambar. Persilangan tumpul

114
WESEL INGGRIS

Pada persilangan, kereta api hanya dapat berjalan dari A ke B atau


sebaliknya, atau dari C ke D atau sebaliknya. Dengan konstruksi khusus
maka kereta dapat berjalan dari A ke D atau sebaliknya dan dari B ke C atau
sebaliknya. Konstruksi ini dikenal dengan istilah Wesel Inggris.

Terdapat 2 jenis wesel inggris :


a.Wesel inggris penuh
b.Wesel inggris setengah

Dinamakan wesel inggris setengah karena sepur belok hanya terdapat pada
satu sisi.

PERSILANGAN JALAN REL DENGAN JALAN RAYA

Persilangan antara jalan rel dengan jalan raya dikenal dengan istilah
perlintasan. Perlintasan yang dibahas adalah perlintasan sebidang.Terdapat 2
jenis :
a. Perlintasan dengan penutup/ palang
b. Perlintasan tanpa penutup/ palang

Penutup/ palang dapat berupa penutup sorong yang menggunakan roda atau
penutup jungkit, seperti yang tampak pada gambar di bawah ini.

115
Pada persilangan tanpa penutup, harus tersedia daerah pandangan
bebas yang memadai bagi pengemudi kendaraan di jalan raya maupun
masinis kereta api. Persyaratan ini menyebabkan daerah pandangan bebas
dimaksud berbentuk segitiga.

116
Perancangan struktur Persilangan jalan rel dengan jalan raya

Agar roda kereta dapat melewati persilangan ini, perlu disediakan alur
untuk flens roda selebar 40 mm, yang harus selalu bersih dari benda-benda
yang dapat mengganggu. Hal ini dilakukan dengan memasang rel lawan
yang panjangnya 80 cm di luar lebar persilangan.

Pada persilangan sebidang ini dapat digunakan perkerasan :

a. Perkerasan beraspal
b. Pelat beton
c. Balok kayu
d. Pelat baja khusus

Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

117
118
119
BAB IX
STASIUN DAN EMPLASEMEN

Seperti moda angkutan lain, kereta api juga memerlukan beberapa


fasilitas, antara lain untuk :
a. Menaikkan dan menurunkan penumpang
b. Bongkar muat angkutan
c. Menyusun rangkaian kereta api dan menyimpan kereta
d. Kereta menyalip atau berpapasan
e. Pemeliharaan dan perbaikan jalan rel

Fasilitas tersebut tidak harus selalu ada di tiap-tiap tempat, tergantung


kebutuhan. Kumpulan jalan rel,peralatan, perlengkapan, bangunan dan
emplasemen yang merupakan satu kesatuan dan merupakan fasilitas moda
kereta api disebut stasiun.
Emplasemen stasiun terdiri atas jalan jalan rel yang tersusun
sedemikian rupa sesuai dengan fungsinya.

9.1 KATEGORI STASIUN

Stasiun dapat dibedakan menurut fungsi, ukuran, letak dan bentuknya

Berdasar fungsinya stasiun dibedakan :

a. Stasiun penumpang
b. Stasiun barang
c. Stasiun langsiran

Pada kota-kota besar biasanya stasiun tersebut terpisah, sedang di tempat


lain biasanya merupakan gabungan dari stasiun-stasiun tersebut.

Berdasar ukurannya, dibedakan :

a. Stasiun kecil, melayani penumpang lokal


b. Stasiun sedang, melayani juga penumpang jarak jauh

120
c. Stasiun besar, melayani banyak sekali kereta yang datang dan
berangkat.

Berdasar letaknya, dibedakan :

a. Stasiun akhir, tempat mulai atau berakhirnya jalan rel


b. Stasiun antara, terletak pada jalan rel menerus
c. Stasiun pertemuan (kombinasi dari 1 dan 2)
d. Stasiun persilangan , terletak di persilangan jalan rel.

Gbr. Stasiun akhir

Gbr.Stasiun antara

121
Gbr.Stasiun pertemuan

Gbr. Stasiun persilangan

Berdasar bentuk, ada 4 stasiun

1. Stasiun kepala / siku-siku, dengan letak gedung utama tegak lurus


terhadap jalan rel. Contoh stasiun Jakarta kota dan Kertapati (sumsel)
2. Stasiun sejajar, dengan letak gedung utama sejajar dengan jalan rel
3. Stasiun pulau. Gedung utama sejajar dengan jalan rel dan terletak
diantara jalan relnya, contoh stasiun Cikampek.
4. Stasiun semenanjung. Jika gedung utama terletak diantara dua jalan
rel yang bertemu

122
Gbr.Stasiun kepala / siku-siku

Gbr. Stasiun sejajar

Gbr. Stasiun pulau

123
Gbr. Stasiun semenanjung

9.2. EMPLASEMEN

Emplasemen Stasiun kecil

Pada emplasemen stasiun kecil terdapat 2 atau 3 jalan rel, terdiri atas
satu jalan rel terusan dan satu atau dua jalan rel silangan, dengan demikian
kereta pai dapat bersilangan. Contoh seperti gambar di bawah ini.

Gambar Emplasemen stasiun kecil

Emplasemen stasiun sedang

Emplasemen stasiun sedang mempunyai jumlah jalan rel yang lebih


banyak daripada stasiun kecil ( lihat gambar di bawah ini ):

124
Emplasemen stasiun besar

Pada stasiun yang sangat besar, pelayanan penumpang, barang dan


langsiran dipisahkan. Hal ini tidak berarti sepur /jalan rel untuk langsiran
harus jau dari rel utama, tapi diupayakan dengan memasang jaln rel isolasi.

Gbr. Emplasemen stasiun besar

125
Emplasemen Barang

Emplasemen barang dibuat untuk melayani pengiriman dan


penerimaan barang lewat kereta api, biasanya terletak di dekat daerah
industry, perdagangan (CBD) atau pergudangan.

Emplasemen Langsir

Emplasemen langsir (Marshaling yard) merupakan fasilitas untuk


menyusun kereta/gerbong dan lokomotifnya. Kadang untuk kebutuhan
tertentu gerbong perlu ditata sesuai urutan stasiunnya. Supaya dalam
menyusun gerbong ini tidak mengganggu operasi kereta lainnya, diperlukan
emplasemen langsir.

Beberapa kegiatan di emplasemen langsir antara lain :


a. Pemisahan gerbong-gerbong yang datang
b. Menyusun gerbong-gerbong sesuai sesuai dengan jurusan yang
dituju
c. Kemudian dikelompokkan sesuai urutan stasiun yang dituju
d. Selanjutnya dirangkai menjadi suatu rangkaian kereta api yang siap
berangkat

Secara umum susunan emplasemen langsir terdiri atas :


a. Susunan sepur kedatangan
b. Susunan sepur untuk pemilahan jurusan
c. Susunan sepur untuk pemilahan menurut setasiun
d. Susunan sepur keberangkatan

126
Pada emplasemen langsir besar, tempat langsiran dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu :
a. Langsiran kedatangan
b. Langsiran pemisahan
c. Langsiran pemilahan dan keberangkatan.

127
BAB X
PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

10.1 UMUM

Dalam hal ini yang dimaksud perencanaan dan perancangan jalan rel
disini hanyalah terbatas pada lingkup prasarana jalan rel (alinemen, survai
jalur, lokasi dll), tidak termasuk biaya dan faktor ekonomi lainnya.

10.2 ALINEMEN

Alinemen jalan rel adalah letak sumbu jalan rel pada permukaan
tanah. Seperti halnya pada perencanaan jalan raya, pada perencanaan dan
perancangan jalan rel dikenal pula alinemen horizontal (garis lurus dan
lengkung horizontal) dan alinemen vertical (kelandaian dan lengkung
vertical). Alinemen jalan rel ditentukan berdasar data lapangan sebaliknya
survai jalur dan lokasi berdasarkan perencanaan awal alinemen yang masih
bersifat kasar/ alternative.
Secara ideal, jalan rel harus memenuhi kriteria :

1. Pendek
2. Mudah
3. Aman
4. Nyaman dan
5. Ekonomis.
Selain itu diusahakan agar pekerjaan tanah sesedikit mungkin dan
galian seimbang dengan timbunan.

Penentuan alinemen tersebut secara umum mempertimbangkan factor-faktor


sebagai berikut :

1. Tempat-tempat yang dihubungkan oleh jalan rel


2. Jenis dan jumlah lalulintas kereta api yang akan melewati
3. Topografi dan kondisi geoteknik
4. Perancangan geometri
5. Ketersediaan bahan
6. Estetika
7. Ekonomi

128
Oleh karena itu untuk menentukan alinemen jalan rel perlu diadakan
beberapa survey antara lain :
a. Survey jalur dan lokasi
b. Penyelidikan geoteknik
c. Studi dranasi

10.2.1 SURVEI JALUR DAN LOKASI

Survei jalur dan lokasi harus dilakukan terhadap rencana alinemen


yang dipilih. Survei dilakukan secara bertahap, dalam hal ini 3 tahap.

1. Reconnaissance survey
2. Survey pendahuluan
3. Survey lokasi final

Reconnaissance survey

Survei ini meliputi : studi terhadap peta, peta kontur, peta geologi,
peta geologi teknik, tataguna lahan, data iklim dan cuaca, sejarah lokasi,
sungai, aliran drainasi, sumber bahan baku material dsb.
Survei ini bertujuan untuk mengetahui secara umum karakteristik
lokasi yang dipilih pada rencana alinemen. Hal-hal yang perlu diperhatikan
antara lain :
1. Survei harus mencakup seluruh lokasi, tidak hanya pada jalurnya
saja
2. Asumsi yang dibuat harus ada alasan yang kuat

Survei Pendahuluan

Tujuan survey ini agar dalam persiapan perencanaan sumbu alinemen


dapat berada pada garis yang benar dan tepat. Oleh karena itu perlu :
1. Pengukuran yang teliti pada garis sumbu rencana (pakai pita baja),
pengukuran sudut pakai teodolit
2. Titik-titik pengukuran diberi nomer atau kode dan diberi patok

Survei Lokasi final

129
Pada tahapan survey ini ditentukan sumbu rencana jalan rel dengan
mempertimbangkan arah vertical dan horizontal. Dikelompokkan :
1. Pematokan garis sumbu final di lapangan (horizontal)
2. Penentuan ketinggian secara rinci (vertical)

10.2.2 PENYELIDIKAN GEOTEKNIK

Penyelidikan geoteknik sangat diperlukan mengingat jalan rel ini akan


melintasi daerah2 yang tentunya punya sifat geoteknik yang berbeda-beda.
Data geologi teknik dan data tanah sangat diperlukan dalam perencanaan
dan perancangan jalan rel termasuk badan jalan rel, tanah dasar, balas.

1.Data geologi teknik yang dibutuhkan untuk mengetahui kondisi umum


lokasi terpilih antara lain :
a. bentukan dan sejarah geologi
b. diskripsi batuan dan tanah
c. diskripsi masa tanah, menyangkut sesar, lipatan
d. bentuk lereng dan proses yang masih berjalan
e. kemiringan, tempat-tempat yang labil dan yang sudah stabil
f. keadaan alam lainnya, seperti lembah, jurang, sungai danau dan hal-
hal spesifik lainnya.

2.Data tanah, diperlukan untuk perancangan detail jalan rel. Penyelidikan


dapat dilakukan secara in-situ (di lapangan) atau di Laboratorium.

In-situ

Penyelidikan di lapangan meliputi :


a. Pemboran untuk mengambil undisturbed sample
b. Uji California Bearing Ratio (CBR) atau Plate Bearing Test
c. Pengujian dengan Portable Cone Penetrometer

Pengujian di Laboratorium

Hal-hal yang perlu diperiksa di laboratorium


a. Sifat-sifat indeks, a.l : kadar air, berat unit tanah, berat jenis, angka
pori, derajat kejenuhan
b. Gradasi, batas-batas atternberg, sensivitas

130
c. Parameter kuat geser
d. Kuat dukung
e. Modulus elastisitas
f. Parameter konsolidasi
g. Koefisien permeabilitas

Khusus untuk bahan timbunan, perlu pengujian terhadap disturbed bahan


timbunan, a.l:
a. Berat jenis, batas-batas atternberg, gradasi
b. Karakteristik pemadatan
c. CBR dan kuat dukung.

10.2.3 STUDI DRAINASI

Seperti yang sudah dilelaskan di depan, drainasi jalan rel adalah


membuang kelebihan air pada jalan rel dengan cara yang benar. Ketinggian
jalan rel harus direncanakan dengan mengacu pada ketinggian banjir
tertinggi (High Flood Level).
Data yang diperlukan antara lain :
a. Curah hujan
b. Keadaan lingkungan, vegetasi
c. Parit-parit, sungai dan drainasi alami.

10.3 GAMBAR TEKNIK PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Dari data yang diperoleh pada survey, dibuatlah gambar teknik


perencanaan dan perancangan secara rinci, meliputi, jalur, track dan struktur
jalan rel. Secara umum gambar teknik ini meliputi :
a. Site Plan, yang menggambarkan alinemen rencana dan prasarana
lain terkait (jalan raya dsb).
b. Index Map, gambar alinemen secara rinci
c. Gambar potongan jalan rel (galian-timbunan)
d. Gambar rinci perpotongan dengan sungai
e. Gambar rinci rencana jembatan
f. Gambar rinci struktur jalan rel, persilangan dan wesel
g. Gambar rencana stasiun dan emplasemen

131
BAB XI
PEMBANGUNAN DAN PERAWATAN

11.1 UMUM

Pembangunan jalan rel dilaksanakan berdasar hasil perencanaan dan


perancangan yang sudah disetujui, sesuai dengan gambar teknik dan
spesifikasinya. Setelah jalan rel jadi, perlu perawatan agar jalan rel dapat
berfungsi dengan aman dan nyaman.

11.2 PEMBANGUNAN

Dalam membangun jalan rel baru, balas tidak dibangun lebih dulu
karena ada kemungkinan terjadinya penurunan. Pekerjaan yang dikerjakan
lebih dulu adalah badan jalan dan tanah dasar, baru kemudian struktur
bagian atas (bantalan, rel, penambat rel) dipasang lebih dulu. Setelah
beberapa waktu (proses konsolidasi), struktur bagian atas diangkat,
kemudian bahan balas disebarkan di bawah struktur bagian atas dan
dipadatkan.
Pembangunan jalan rel dilakukan dalam 3 tahap sebagai berikut:
a. Pembangunan badan jalan dan tanah dasar
b. Pembangunan struktur bagian atas
c. Pembangunan balas

Pembangunan Badan Jalan Rel dan Tanah Dasar

Pekerjaan yang dilakukan pada tahap ini adalah :


a. Site Clearing (pembersihan medan)
b. Earthwork (pekerjaan tanah)
c. Pemeriksaan tanah dasar
Seperti yang sudah dijelaskan di muka, tanah dasar dapat berada pada
timbunan, galian atau tanah asli, tergantung ketinggian rencana.

Pembersihan medan adalah pembersihan /pembuangan semua


tanaman yang ada di lokasi pekerjaan. Biasa dilakukan sampai kedalaman 50
cm di bawah permukaan tanah dasar final

Pekerjaan selanjutnya adalah pekerjaan tanah, karena pertimbangan


teknis maka sebagian besar jalur dibangun di atas timbunan dengan

132
ketinggian timbunan (embankment) minimal 60 cm di atas ketinggian muka
air banjir. Selain itu pada daerah pegunungan sering dlakukan pekerjaan
galian dan timbunan (cut and fill). Sebagai pedoman dan untuk memudahkan
pekerjaan, biasanya di lapangan di pasang patok dengan jarak antar patok
sekitar 30 m (lihat gambar).

Selanjutnya pemadatan dilakukan untuk menambah kepadatan,


kestabilan badan jalan rel dan tanah dasar serta untuk mengurangi
kecenderungan terjadinya penurunan.

Pemeriksaan tanah dasar perlu dilakukan untuk memastikan


kebenaran dan ketepatannya. Ketinggian diukur dengan alat ukur ketinggian,
dan tidak boleh menyimpang lebih dari 25 mm terhadap ketinggian rencana
(Arora 1980).

Pemasangan struktur atas.

Ada beberapa cara yang dilakukan untuk pemasangan struktur bagian


atas yaitu :

133
a. Side method
b. Telescopic method
c. American method

Side Method

Cara ini digunakan jika sudah ada sepur, misalnya pembangunan jalur
ganda (double track) yang merupakan pengembangan dari jalur tunggal
(single track). Cara ini disebut juga sebagai Tram-line method karena bahan
yang dibutuhkan diangkut dengan kereta pengangkut bahan kemudian
dipasang pada jalur rencana. Apabila belum tersedia sepur, dapat dipasang
sepur sementara (temporary track).

Telescopic method

Bahan yang akan dipasang diangkut dengan menggunakan rel/ jalur


yang baru selesai dibangun. Struktur bagian atas dipasang pada arah depan
track yang baru dibangun menuju titik tujuan. Gerakan maju membangun
inilah yang disebut cara telescopic method.

American method

Pada cara ini, struktur bagian atas dirakit di bengkel perakitan,


kemudian diangkut ke lokasi pekerjaan dan diletakkan/ dipasang
menggunakan alat berat yang disebut track laying machine. Cara ini banyak
digunakan di Amerika, Inggris dan Negara-negara maju lainnya.

Pembangunan balas

Pembangunan balas dilakukan setelah badan jalan dan tanah dasar


stabil. Ada dua cara yang dilakukan :

Cara pertama, bahan dituangkan/ditumpuk di lokasi pekerjaan dalam


jarak tertentu, kemudian secara manual disebarkan dengan sekop dan
dipadatkan.

Cara kedua, bahan balas disebar dengan menggunakan kereta balas


(ballast train) yang bergerak sambil menebarkan bahan balas secara merata
pada sepur yang dibangun.

134
Sebelum struktur bagian atas diletakkan dan diberi beban, untuk
menghindari terjadinya kantong balas, maka disarankan agar bahan balas
diletakkan di atas tanah dasar dengan ketebalan 6 – 8 inch.

11.3 PERAWATAN

Perawatan jalan rel diperlukan antara lain supaya :


1. Menjaga agar komponen dan fasilitas jalan rel tetap baik
2. Umur fasilitas dan komponen jalan rel lebih panjang
3. Perjalanan kereta api menjadi lancar, aman dan nyaman.
4. Biaya operasi lebih rendah (bahan bakar irit)

Perawatan dilakukan secara manual dengan menggunakan alat sederhana


ataupun dengan alat berat. Perawatan jalan rel dikelompokkan menjadi dua :

a. Perawatan rutin (routine maintenance)


b. Perawatan khusus (special maintenance)

Perawatan Rutin

Perawatan rutin meliputi perawatan harian dan berkala. Perawatan


dilakukan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada :
a. Alinemen jalan
b. Lebar sepur
c. Komponen struktur jalan
d. Permukaan kepala rel
e. Wesel dan persilangan
f. Persilangan dengan jalan raya
g. Jembatan, gorong-gorong
h. Drainasi
i. Terowongan

Perawatan harian

Perawatan harian dilakukan sepanjang tahun, dilakukan secara beregu


yang dikepalai oleh seorang kepala regu. Tiap regu bertanggung jawab untuk
perawatan 1 petak (sekitar 6 km). Perawatan yang dilakukan al:

135
a. Pemeriksaan harian oleh regu
b. Pengetatan baut yang kendor
c. Pengecekan komponen penambat
d. Pembersihan celah jalur flens pada wesel dan persilangan
e. Pemberian pelumas dll

Perawatan berkala

Perawatan jalan rel yang dilakukan secara berkala dalam interval


waktu tertentu missal tiap 6 bulan atau setahun sekali. Untuk itu dilakukan
pengontrolan dan evaluasi secara menyeluruh terhadap :

a. Lebar sepur dan alinemen


b. Kedudukan dan dimensi rel
c. Wesel dan persilangan

Dari hasil pengontrolan tersebut, jika ada kerusakan segera diadakan


perbaikan supaya jalan rel tetap dalam kondisi baik. Jenis dan interval
perawatan tiap Negara berbeda –beda. Sebagai contoh di Jepang perawatan
dibagi tiga kelompok A, B dan C.
Kelompok A dilakukan tiap tahun yaitu penggantian komponen yang
rusak dan pemadatan bagian-bagian yang mulai gembur.
Kelompok B melakukan pekerjaan leveling, penyelarasan tinggi rel
dan penyetelan sambungan rel yang dilakukan tiap 6 bulan.
Sedang kelompok C melakukan pekerjaan perbaikan ringan/kecil
tanpa jadwal. Di Jepang perbaikan menggunakan alat berat karena frekuensi
perjalan kereta api sangat tinggi. Beberapa jenis alat yang digunakan dalam
perawatan jalan rel ada pada table di bawah ini.

Perawatan khusus

Perawatan khusus diadakan jika diperlukan. Perawatan ini biasanya


dilakukan karena keadaan mendesak akibat dari :

a. Kereta api anjlok (derailment)


b. Kecelakaan kereta api
c. Kerusakan pada rel dan bantalan akibat aus, sehingga perlu
penggantian segera.

136
TABEL ALAT BERAT UNTUK PERAWATAN JALAN REL

LAIN-LAIN/ LAMPIRAN :

Beberapa data kondisi jalan rel di Indonesia saat ini

137
Jalan Kereta api di Sumatera seperti terlihat pada gambar di bawah ini

138
Jaringan jalan kereta api di Jawa dan tahun pembuatannya, seperti terlihat
pada gambar di bawah ini

Dari gambar di atas terlihat bahwa jalan rel menghubungkan kota2


besar di Jawa dan sumatera sehingga disimpulkan bahwa dahulu pemerintah
Hindia Belanda akan menjadikan Kereta Api sebagai tulang punggung
transportasi di Sumatera dan Jawa.
Setelah era kemerdekaan rupanya ada orientasi yang berbeda,
sehingga angkutan kereta api terabaikan, bahkan kondisinya menyusut
seperti pada table di bawah ini.
Tabel .Perkembangan Aset Perkeretaapian Indonesia
Tahun
Uraian Keterangan
1939 1955/1956 2000
Panjang Jalan KA 6.811 km 6.096 km 4.030 km turun 41% dalam 61 tahun
Jumlah Stasiun dan
na 1.516 bh 571 bh turun 62% dalam 45 tahun
Perhentian
Jumlah Lokomotif 1.314 bh na 530 bh turun 60% dalam 61 tahun
Jumlah Penumpang na 146,9 jt 191,9 jt naik 30% dalam 45 tahun)
Jumlah Penduduk Tahun 1955 KA mengangkut
na 54,5 jt 114,9 jt
(Jawa+Madura) 248%, sementara tahun 2000
Jumlah Penumpang KA na 137,5 jt 69,2 jt hanya mengangkut 60%
Sumber: Ditjen Perkeretaapian, 2006

139
Sebagian besar dari 4000 km jalan rel yang beroperasi sudah berumur
lebih dari 75 tahun, jadi wajar kalau sering terjadi kecelekaan. Tiap tahun
butuh 53 km rel yang harus diganti. Pada 20 th terakhir ada 1016 km rel
yang harus diganti, tapi hanya terealisir 400 km. Jaringan jalan rel Jawa,
Sumatera dan Madura seperti pada table di bawah ini.

Tabel .Jaringan Jalan Rel di Pulau Jawa, Madura dan Sumatera Tahun 2006
LINTAS UTAMA
1.329 KM SUMUT = 516 KM
SUMATERA
SUMBAR = 169 KM
1.348 KM LINTAS CABANG
BEROPERASI SUMSEL = 663 KM
JARINGAN 19 KM
JALAN REL 4.675 KM LINTAS UTAMA
EKSISTING DI 2.966 KM JABAR = 1.125 KM
JAWA
JAWA, MADURA JATENG = 1.130 KM
3.327 KM LINTAS CABANG
DAN SUMATERA JATIM = 1.072 KM
361 KM
6.797 KM SUMATERA SUMUT = 428 KM JABAR = 410 KM
TIDAK 512 KM
SUMBAR = 80 KM JATENG = 585 KM
BEROPERASI
JAWA DAN
JATIM &
2.122 KM MADURA SUMSEL = 4 KM = 615 KM
MADURA
1.610 KM
Sumber: Ditjen Perkeretaapian, 2006

Jembatan KA di Indonesia seperti pada table berikut

Tabel . Penyediaan Jembatan KA di Indonesia


Bagian Atas Axle Load
Bagian Bawah
No. Wilayah Beton 20 Ton 15 Ton 13 Ton
Baja (ton) Pangkal/Pilar (Unit)
(m3) (Unit) (Unit) (Unit)
1. Jawa 65.746 12.286 630.658 2.307 1.136 248
Sumatera
2. Divre I SU 4.984 920 46.146 185 51 118
3. Divre II SB 4.404 212 62.038 14 12 223
4. Divre III SS 7.005 2.626 36.317 91 75 75
Total 82.139 16.044 775.159 2.597 1.274 664
Sumber : Ditjen Perkeretaapian, 2006

Adapun data stasiun seperti di bawah ini


Tabel . Data Stasiun KA di Indonesia

Daerah Stasiun Besar Sta. Kelas I Sta. Kelas II Sta. Kelas III
Jawa 26 37 76 395
Sumatera 5 9 22 98
Jumlah 31 46 98 493
Sumber: Ditjen Perkeretaapian, 2006

140
Gambar jaringan pelayanan kereta api penumpang di Jawa sbb:

Kepadatan penumpang pada tiap jalur terlihat pada gambar di bawah


ini, tampak jalur utara paling besar loadnya (baik ekonomi, bisnis maupun
eksekutif,; sumber: ditjen Perkeretapian,2004))

Khusus Jabodetabek, perkembangan dari th 2002-2006 angkutan


kereta api penumpang seperti terlihat pada grafik ini (sumber ditjen
Perkeretaapian, dishub).

141
120,000

100,000

80,000

ORANG (RIBU) 60,000

40,000

20,000

0,000
Thn 2002 Thn 2003 Thn 2004 Thn 2005 Thn 2006
Komersial 16,807 14,204 14,072 13,419 12,237
Ekonomi 41,672 37,089 35,344 37,100 44,630
Jabotabek Komersial 5,935 6,654 9,018 8,602 9,644
Jabotabek Ekonomi 111,482 95,386 91,565 92,368 94,780

Saat ini kereta api masih kecil perannya dalam mengangkut


penumpang dibanding angkutan darat lainnya, di bawah ini adalah rencana
pengembanganya.

Tabel . Proyeksi Modal share Kereta Api penumpang dan Barang deng Moda Lainnya
sampai dengan Tahun 2025
Prakiraan Modal Share
2010 2015 2020 2025
Kereta Penumpang
Jawa-Bali 8.49% 9.66% 10.83% 12.00%
Sumatera 5.24% 7.16% 9.08% 11.00%
Kalimantan - 5.00% 7.50% 10.00%
Sulawesi - 50.0% 7.50% 10.00%
Nasional 11%-13%

Kereta Barang
Jawa-Bali 4,22% 7,82% 11,41% 15,00%
Sumatera 6,50% 11,00% 15,50% 20,00%
Kalimantan - 12,50% 25,00% 50,00%
Sulawesi - 3,75% 7,50% 15,00%
Nasional 15%-17%

142
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2007, Rencana Induk Perkeretaapian di Indonesia, Ditjen


perkeretaapian, Dishub.
2. Hapsoro S,Jalan Rel, Beta offset, Yogyakarta.

143

Anda mungkin juga menyukai