Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA Ny. “S” DENGAN


PARTUS LAMA DI RUANG VK IGD RSUD PROVINSI NTB

OLEH :

YUNIARTI SAFTIANINGRUM, S.Kep


NIM : 162 STYJ 18

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2019
1.1 Konsep Dasar Penyakit
1.1.1 Pengertian
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24
jam pada primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida
(Rustam, 1998). Persalinan (partus) lama ditandai dengan fase laten
lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih
tanpa kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis waspada
pada partograf (Winkjosastro, 2002). Persalinan lama disebut juga
“distosia”, didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal atau sulit.
Partus lama merupakan fase terakhir dari suatu partus yang
berlangsung terlalu lama sehingga timbul gjala-gejala seperti
dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu, serta asfiksia dan kematian janin
dalam kandungan (KJDK).

1.1.2 Penyebab
Power :
1) Kelainan kekuatan his dan mengejan
2) Pimpinan persalinan yang salah
Passage :
1) Kelainan jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina,
tumor)
2) Ketuban pecah dini
3) Wanita yang dependen, cemas dan ketakutan
Passanger :
1) Kelainan letak janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex
(presentasi bokong, dahi, wajah, atau letak lintang). Malposisi
adalah posisi kepala janin relatif terhadap pelvis dengan oksiput
sebagai titik referansi. Janin yang dalam keadaan malpresentasi
dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama.
2) Janin besar atau ada kelainan kongenital
3) Perut gantung, grandemulti
Faktor resiko persalinan lama :
1) Umur kurang dari 16 tahun akan terjadi persalinan lama karena jalan
lahir/tempat keluar janin belum berkembamg sempurna.
2) Tinggi badan kurang dari 140 cm dikhawatirkan akan terjadi persalinan
lama karena tulang panggul sempit.
3) Kehamilan pertama dikhawatirkan akan terjadi disproporsi janin dalam
panggul sehingga akan membahayakan keselamatan janin.
4) Adanya riwayat persalinan sulit ditakutkan akan terjadi lagi pada
kehamilan yang selanjutnya.

1.1.3 Patofisiologi
1) Faktor panggul
 Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila conjugata vera kurang
dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Pada panggul
sempit kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu
atas panggul, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami
tekanan kepala. Apabila pada panggul sempit pintu atas panggul
tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala janin, ketuban bisa
pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya terjadinya prolapsus
funikuli.
 Kesempitan pintu panggul tengah
Ukuran terpenting adalah distansia interspinarum kurang dari 9.5 cm
perlu diwaspadai terhadap kemungkinan kesukaran pada persalinan,
dan apabila diameter sagitalis posterior pendek.
 Kesempitan pintu bawah panggul
Bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari
15 cm, maka sudut arkus pubis mengecil (<80) sehingga timbul
kesulitan saat proses kelahiran.
2) Faktor Janin
Letak : Defleksi
 Presentasi Puncak Kepala
 Presentasi Muka
 Presentasi Dahi
Posisi Oksiput Posterior Persisten
Kadang – kadang ubun – ubun kecil tidak berputar ke depan, tetapi
tetap berada di belakang
 Letak belakang kepala ubun – ubun kecil melintang karena
kelemahan
his dan kepala janin bundar.
Letak tulang ubun – ubun
a) Positio occiput pubica (anterior)
Oksiput berada dekat simfisis
b) Positio occiput sacralis (posterior)
Oksiput berada dekat sakrum.
 Letak sungsang
 Letak Lintang
3) Kelainan tenaga
Inersia uteri adalah his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat dan
lebih jarang dibandingkan dengan his yang normal.
a) Inersia Uteri Primer
Kelemahan his timbul sejak dari permulaan persalinan.
b) Sinersia Uteri Sekunder
Kelemahan his yang timbul stelah adanya his yang kuat teratur dan
dalam waktu yang lama.

1.1.5 Tanda dan gejala


Menurut Rustam Mochtar (1998) gejala klinik partus lama terjadi pada ibu
dan juga pada janin.
Pada ibu :
1) Gelisah
2) Letih
3) Suhu badan meningkat
4) Berkeringat
5) Dehidrasi: nadi cepat dan lemah
6) Pernafasan cepat
7) His hilang atau melemah
8) Oedema vulva, oedema serviks, cairan ketuban berbau terdapat
mekonium
Pada Janin :
1) Denyut jantung janin cepat, tidak teratur bahkan negatif
2) Air ketuban terdapat mekonium berwarna kental kehijau-hijauan dan
cairan berbau
3) Caput succedenium yang besar
4) Moulage kepala janin
5) Kematian janin dalam kandungan
6) Kematian janin intraparental

Menurut Manuaba (1998), gejala utama yang perlu diperhatikan pada


partus lama antara lain :
1) Dehidrasi
2) Tanda infeksi : temperatur tinggi, nadi dan pernapasan, abdomen
meteorismus
3) Pemeriksaan abdomen : meteorismus, nyeri segmen bawah rahim
4) Pemeriksaan lokal vulva vagina : edema vulva, cairan ketuban berbau,
cairan ketuban bercampur mekonium
5) Pemeriksaan dalam : edema servikalis, bagian terendah sulit di dorong
ke atas, terdapat kaput pada bagian terendah
6) Keadaan janin dalam rahim : asfiksia sampai terjadi kematian
7) Akhir dari persalinan lama : ruptura uteri imminens sampai ruptura
uteri, kematian karena perdarahan atau infeksi.

1.1.6 Komplikasi
1) Infeksi intrapartum
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janin pada
partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Pneumonia pada
janin akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi adanya konsekuensi
serius lainnya.
2) Ruptura uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya yang
serius selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan
pada ibu dengan riwayat SC.
3) Cincin retraksi patologis
Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis bandle yaitu
pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering
timbul akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan
penipisan berlebihan segmen bawah uterus.
4) Pembentukan fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke PAP tetapi tidak maju
untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak
diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang
berlebihan. Karena gangguan sirkulasi dapat terjadi nekrosis yang jelas
dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula
vesikovaginal, vesiko servikal atau retrovaginal.
5) Cidera otot dasar panggul
Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari
kepala janin serta tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu yang
dapat meregangkan dan melebarkan dasar panggul sehingga terjadi
perubahan fungsional dan anatomik otot, saraf, dan jaringan ikat.
6) Caput succedenum
Akibat panggul sempit, saat persalinan sering terjadi caput succedenum
yang besar dibagian terbawah kepala janin.
7) Molase kepala janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak
saling tumpang tindih di sutura-sutura besar. Biasanya batas median
tulang parietal yang berkontak dengan promontorium tumpang tindih
dengan tulang di sebelahnya. Molase dapat menyebabkan robekan,
laserasi pembuluh darah janin, dan perdarahan intracranial pada janin.
1.1.7 Penanganan
Menurut Saifudin (2007), penatalaksanaan partus lama yaitu:
1) Fase labor (Persalinan Palsu/Belum inpartu)
Bila his belum teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh pulang.
Periksa adanya infeksi saluran kencing, KPD dan bila didapatkan
adanya infeksi obati secara adekuat. Bila tidak pasien boleh rawat jalan.
2) Prolonged laten phase (fase laten yang memanjang)
Bila his berhenti disebut persalinan palsu atau belum inpartu. Bila
kontraksi makin teratur dan pembukaan bertambah sampai 3 cm disebut
fase laten. Apabila ibu berada dalam fase laten lebih dari 8 jam dan tak
ada kemajuan, lakukan pemeriksaan dengan jalan melakukan
pemeriksaan serviks. :
a) Bila didapat perubahan dalam penipisan dan pembukaan serviks,
lakukan drip oksitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dekstrose (atau
NaCl) mulai dengan 8 tetes permenit, setiap 30 menit ditambah 4
tetes sampai his adekuat (maksimal 40 tetes/menit) atau berikan
prostaglandin, lakukan penilaian ulang setiap 4 jam. Bila ibu tidak
masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin, lakukan
sectio sesarea.
b) Bila tidak ada perubahan dalam penapisan dan pembukaan serviks
serta tak didapat tanda gawat janin, kaji ulang diagnosisnya
kemungkinan ibu belum dalam keadaan inpartu.
c) Bila didapatkan tanda adanya amnionitis, berikan induksi dengan
oksitosin 5U dan 500 cc dekstrose (atau NaCl) mulai dengan 8 tetes
permenit, setiap 15 menit ditambah 4 tetes sampai adekuat
(maksimal 40 tetes/menit) atau berikan prostaglandin, serta obati
infeksi dengan ampisilin 2 gr IV sebagai dosis awal dan 1 gr IV
setiap 6 jam dan gentamicin 2x80 mg.
3) Prolonged active phase (fase aktif memanjang)
Bila tidak didapatkan tanda adanya CPD (chepalo Pelvic
Disporportion) atau adanya obstruksi :
a) Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki
kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan
b) Bila ketuban intak, pecahkan ketuban. Bila kecepatan pembukaan
serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm/jam, lakukan
penilaian kontraksi uterusnya.
4) Kontraksi uterus adekuat
Bila kontraksi uterus adekuat (3 dalam 10 menit dan lamanya lebih dari
40 detik) pertimbangkan adanya kemungkinan CPD, obstruksi,
malposisi atau malpresentasi.
5) Chefalo Pelvic Disporpotion (CPD)
CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Bila dalam
persalinan terjadi CPD akan didapatkan persalinan yang lama.
a) Bila diagnosis CPD ditegakkan, lahirkan bayi dengan SC
b) Bila bayi mati lakukan kraniotomi atau embriotomi (bila tidak
mungkin lakukan SC)
6) Obstruksi
Bila ditemukan tanda-tanda obstruksi :
a) Bayi hidup lahirkan dengan SC
b) Bayi mati lahirkan dengan kraniotomi/embriotomi.
7) Malposisi/Malpresentasi
Bila tejadi malposisi atau malpresentasi pada janin secara umum :
a) Lakukan evaluasi cepat kondisi ibu (TTV)
b) Lakukan evaluasi kondisi janin DJJ, bila air ketuban pecah lihat
warna air ketuban :
 Bila didapatkan mekonium awasi yang ketat atau intervensi
 Tidak ada cairan ketuban pada saat ketuban pecah menandakan
adanya pengurangan jumlah air ketuban yang ada hubungannya
dengan gawat janin.
 Pemberian bantuan secara umum pada ibu inpartu akan
memperbaiki kontraksi atau kemajuan persalinan
 Lakukan penilaian kemajuan persalinan memakai partograf
 Bila terjadi partus lama lakukan penatalaksanaan secar spesifik
sesuai dengan keadaan malposisi atau malpresentasi yang
didapatkan (Saifudin, 2007).
8) Kala II memanjang (prolonged explosive phase)
Upaya mengejan ibu menambah resiko pada bayi karena
mengurangi jumlah oksigen ke plasenta, maka dari itu sebaiknya
dianjurkan mengedan secara spontan, mengedan dan menahan nafas
yang terlalu lama tidak dianjurkan. Perhatikan DJJ, bradikardi yang
lama mungkin terjadi akibat lilitan tali pusat. Dalam hal ini dilakukan
ekstraksi vakum/forcep bila syarat memenuhi.
Bila malpresentasi dan tanda obstruksi bisa diatasi, berikan
oksitosin drip. Bila pemberian oksitosin drip tidak ada kemajuan dalam
1 jam, lahirkan dengan bantuan ekstraksi vacuum/forcep bila
persyaratan terpenuhi.
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan
1) Anamnesa
a) Biodata meliputi:
Nama, umur untuk mengetahui usia ibu apakah termasuk resiko tinggi /
tidak (terlalu muda apabila < 20 tahun atau terlalu tua > 35 tahun),
pendidikan, pekerjaan.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya klien mengeluh nyeri pada daerah pinggang menjalar ke
perut, adanya his yang makin sering, teratur, keluarnya lendir dan
darah, perasaan selalu ingin buang air kemih, bila buang air kemih
hanya sedikit-sedikit.
c) Riwayat penyakit sekarang
Hal yang dikaji meliputi riwayat kehamilan dan tanda-tanda menjelang
persalinan yaitu nyeri pada daerah pinggang menjalar ke perut, his
makin sering, teratur, kuat, adanya pengeluaran darah bercampur lendir,
kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus, TBC, Hepatitis,
penyakit kelamin, pembedahan yang pernah dialami dapat memperberat
persalinan.
e) Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus, keturunan hamil
kembar pada klien, TBC, hepatitis, penyakit kelamin, memungkinkan
penyakit tersebut ditularkan pada klien, sehingga memperberat
persalinannya.
f) Riwayat Obstetri
 Riwayat haid
Meliputi menarche, lama haid, dismenorrhe, siklus, dan fluor albus
 Riwayat kebidanan.
Persalinan yang lalu dan kehamilan sekarang yang meliputi HPHT,
HPL, ANC, keluhan saat hamil, imunisasi dan konsumsi jamu atau
vitamin selama hamil.
g)Pola Kebutuhan sehari-hari.
 Nutrisi
Adanya his berpengaruh terhadap keinginan atau selera makan yang
menurun.
 Istirahat tidur.
Klien dapat tidur terlentang, miring ke kanan / kiri tergantung pada
letak punggung janin, klien sulit tidur terutama kala I – IV.
 Aktivitas.
Klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada
aktivitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, tidak membuat
klien cepat lelah, capek, lesu.
 Eliminasi.
Adanya perasaan sering / susah kencing selama kehamilan dan
proses persalinan. Pada akhir trimester III dapat terjadi konstipasi.
 Personal Hygiene
Menjaga kebersihan tubuh. Baju hendaknya yang longgar dan mudah
dipakai, sepatu / alas kaki tidak menggunakan yang tinggi.
 Seksual
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual /
fungsi dari sex yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan
dan nifas.
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan fisik umum : head to toe
 Keadaan umum
 Apakah tampak sakit
 Bagaimana kesadarannya
 Apakah tampak pucat ( anemis )
 Pemeriksaan tanda-tanda vital
b) Pemeriksaan khusus abdomen
 Inspeksi
Bentuk abdomen, adanya garis striae dan linea, keadaan umbilicus,
ada tidaknya luka bekas operasi
 Palpasi
Pemeriksaan Leopold I : Tinggi Fundus Uteri
Leopold II : Letak punggung janin
Leopold III: Bagian terendah janin
Leopold IV: Penurunan bagian terendah janin
 Auskultasi
Pemeriksaan DJJ
 DJJ normal antara 120-160x/menit
 Keteraturan
c) Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam sebaiknya dilakukan setiap 4 jam selama kala I pada
persalinan, dan setelah selaput ketuban pecah. Pada setiap pemeriksaan
dalam yang perlu dikaji yaitu:
 Pembukaan, efficement, keadaan ketuban, bagian terendah janin,
penurunan bagian terendah janin, molase, hodge.
 Jika serviks belum membuka pada pemeriksaan dalam pertama,
diagnosis inpartum belum dapat ditegakkan.
 Jika terdapat kontraksi yanag menetap, periksa ulang setelah 4 jam
untuk melihat perubahan pada serviks. Pada tahap ini, jika serviks
terasa tipis dan terbuka, maka berada dalam keadaan inpartu, jika
tidak terdapat perubahan, maka diagnosisnya adalah persalinan palsu.

2.1.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus
2. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang persalinan
3. Resiko tinggi cidera maternal berhubungan dengan kerusakan jaringan
lunak karena partus lama
4. Resiko tinggi cidera janin berhubungan dengan penekanan kepala pada
panggul, partus lama

2.1.3 Rencana Keperawatan


1) Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, rasa nyeri
berkurang
Kriteria hasil:
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
TD :120/80 mm Hg
N : 60-120 X/menit
 Nyeri berkurang
 Pasien tampak rileks
Intervensi :
 Observasi tanda-tanda vital
 Kaji sifat, lokasi, dan durasi nyeri
 Kaji tingkat nyeri klien
 Kaji kontraksi uterus, haemoragic, dan nyeri tekan abdomen
 Ajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam
 Berikan posisi yang nyaman
2) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
persalinan
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×2 jam di harapkan
ansietas pasien teratasi.
Kriteria hasil:
 Pasien tidak cemas
 Pasien sudah mengetahui tentang kondisinya saat ini
Intervensi:
 Kaji tingkat kecemasan pasien
 Anjurkan pasien untuk istirahat
 Jelaskan kondisi pasien saat ini
 Ajarkan keluarga untuk memberikan dukungan emosional pasien
 Berikan pasien lingkungan yang nyaman
3) Resiko tinggi cidera janin berhubungan dengan penekanan kepala
pada panggul, partus lama
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, cidera pada
janin dapat dihindari.
Kriteria hasil:
 DJJ janin dalam batas normal: 120-160x/menit
 Janin tidak menunjukkan hipoksia
Intervensi :
 Lakukan maneuver leopold untuk menentukan posisi janin dan
presentasi
 Kaji DJJ secara manual dan atau elektronik
 Kaji adanya infeksi perineum pada ibu
 Catat kemajuan persalinan
 Catat DJJ bila ketuban pecah setelah 15 menit
 Posisikan klien pada posisi punggung janin
4) Resiko tinggi cidera maternal berhubungan dengan kerusakan
jaringan lunak karena partus lama
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, cidera
maternal dapat dihindari.
Kriteria hasil:
 DJJ janin dalam batas normal: 120-160x/menit
 Kemajuan persalinan baik
Intervensi :
 Kaji DJJ secara manual dan atau elektronik
 Periksa leopold
 Kaji adanya infeksi perineum pada ibu
 Catat kemajuan persalinan
 Posisikan klien pada posisi punggung janin

DAFTAR PUSTAKA
Hanifa,winkjosastro.2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Rustam, mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai