Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP IMT (INDEKS MASSA TUBUH)

2.2.1 Pengertian

Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari

perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB)

seseorang. Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat atau cara

yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa,

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat

badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap

penyakit infeksi, sedangkan berat badan berlebih akan

meningkatkan resiko terhadap penyakit degenerative (Depkes RI,

2010).

Sedangkan Menurut (Rippe, 2010) Indeks Massa Tubuh

(IMT) adalah cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta

berkolerasi tinggi dengan massa lemak tubuh, selain itu juga

penting untuk mengidentifikasi pasien obesitas yang mempunyai

risiko mendapat komplikasi medis. IMT mempunyai keunggulan

utama yakni menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan,

sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian berskala besar.

8
9

2.2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT

diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standard

yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-

anak dan remaja, intrepretasi IMT adalah spesifik mengikut usia

dan jenis kelamin. Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang

dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di

beberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan,

batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 : Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)


IMT KATEGORI
< 18,5 Berat badan kurang
18,5 – 22,9 Berat badan normal
23,0 – 24,9 Berat badan lebih (overweight)
25,0 – 29.9 Obes I
30,0 – 40.0 Obes II
>40.0 Obes III
Sumber: Centre for Obesity Research and Education 2007

Tabel 2.2 Klasifikasi IMT untuk anak usia 5-19 tahun


Nilai Z-Score Klasifikasi
Z-score > +2 Obesitas
+1< Z-score ≤ +2 Gemuk
-2 ≤ Z-score ≤ +1 Normal
-3 ≤ Z-score < -2 Kurus
Z-score < -3 Sangat Kurus
Sumber : Kementrian Kesehatan Republic Indonesia 2010

2.2.3 Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh

Sebagai salah satu indeks antropometri yang telah

mendapat rekomendasi WHO dalam penentuan status gizi orang

dewasa, IMT sangat sensitif untuk menentukan berat badan kurang,

normal dan lebih pada laki-laki maupun pada wanita dewasa.


10

Untuk memantau IMT orang dewasa digunakan timbangan berat

badan dan pengukuran tinggi badan.

Cara menghitung IMT menggunakan rumus berikut ini :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)


𝐼𝑀𝑇 =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚2 )

Sedangkan untuk anak-anak dan remaja, intrepretasi IMT

adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin dengan

menggunakan IMT/U atau BMI/Age (Z-score). Berikut merupakan

perhitungan manual IMT/U (Z-Score) pada remaja (WHO, 2007):

𝐿(𝑡)
[𝐼𝑀𝑇⁄𝑀(𝑡)] −1
𝑍𝑖𝑛𝑑 =
𝑆𝑡𝐷𝑒𝑣(𝑡)
𝐿(𝑡)
[𝐼𝑀𝑇⁄𝑀(𝑡)] −1
𝑍𝑖𝑛𝑑 =
𝑆(𝑡)𝐿(𝑡)

𝑍𝑖𝑛𝑑 𝑖𝑓 |𝑍𝑖𝑛𝑑| ≤ 3

𝑍 ∗ 𝑖𝑛𝑑 𝐼𝑀𝑇 − 𝑆𝐷3 𝑝𝑜𝑠


3+( ) 𝑖𝑓 𝑍𝑖𝑛𝑑 > 3
𝑆𝐷23𝑝𝑜𝑠

𝐼𝑀𝑇 − 𝑆𝐷3 𝑛𝑒𝑔


−3 + ( ) 𝑖𝑓 𝑍𝑖𝑛𝑑 < −3
𝑆𝐷23 𝑛𝑒𝑔

Memotong 3 SD
1⁄
𝑆𝐷3 𝑝𝑜𝑠 = 𝑀(𝑡)(1 + 𝐿(𝑡)𝑥 𝑆(𝑡)𝑥 (3)) 𝐿(𝑡)

Memotong -3 SD
1⁄
𝑆𝐷3 𝑛𝑒𝑔 = 𝑀(𝑡)(1 + 𝐿(𝑡)𝑥 𝑆(𝑡)𝑥 (−3)) 𝐿(𝑡)

Memotong diantara 3 dan 2


1⁄ 1⁄
𝑆𝐷23 𝑝𝑜𝑠 = 𝑀(𝑡)(1 + 𝐿(𝑡)𝑥 𝑆(𝑡)𝑥 (3)) 𝐿(𝑡) − 𝑀(𝑡)(1 + 𝐿(𝑡)𝑥 𝑆(𝑡)𝑥 (2)) 𝐿(𝑡)
11

2.2 KONSEP DISMENORE

2.2.1 Pengertian

Menurut Manuaba (2009) Dismenore adalah sakit saat

menstruasi sampai dapat menggangu aktivitas sehari-hari,

sedangkan menurut Wiknjosastro (2011) dismenore adalah nyeri

haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genetalia yang

nyata. Nyeri haid ini terasa di perut bagian bawah dan atas di

daerah bujur sangkar Michaelis. Nyeri dapat terasa sebelum,

selama dan sesudah haid. Dapat bersifat kolik atau terus menerus.

nyeri diduga karena kontraksi, sampai membuat wanita tersebut

tidak dapat bekerja dan harus tidur. Nyeri sering bersamaan dengan

rasa mual, sakit kepala, perasaan mau pingsan, lekas marah

(Mansoer Arif, 2007)

2.2.2 Jenis Dismenore

Menurut Bare & Smeltzer (2013) dismenore dibagi menjadi

dua yaitu :

1. Dismenore primer

Dismenore primer adalah mensturasi yang sangat nyeri, tanpa

patologi pelvis yang dapat diidentifikasi, dapat terjadi pada

waktu menarche atau segera setelahnya. Dismenore ditandai

oleh nyeri kram yang dimulai sebelum atau segera setelah

lewat aliran menstruasi dan berlanjut selama 48 jam hingga

72 jam. Pemerikasaan pelvis menunjukan temuan yang

normal. Dismenore diduga sebagai akibat dari pembentukan


12

prostaglandin yang berlebihan, yang menyebabkan uterus

untuk berkontraksi secara berlebihan dan juga mengakibatkan

vasospasme arteriolar. Dengan bertambahnya usia wanita,

nyeri cendrung untuk menurun dan akhirnya hilang sama

sekali setelah melahirkan anak (Bare & Smeltzer, 2013).

Bisa juga nyeri pada pantat, arasa nyeri pada paha bagian

dalam, mual, muntah, diare, pusing, atau bahkan pingsan.

Biasanya keluhan-keluhan yang paling hebat muncul pada

hari pertama haid. Keluhan akan mulai berkurang pada hari-

hari berikutnya. Umumnya berlangsung tidak lebih dari 12-

16 jam. Namun, ada juga wanita yang mengalami mulai dari

awal hingga hari terakhir haid, yaitu sekitar 5-6 hari

(Ramainah, 2006).

2. Dismenore sekunder

Dismenore sekunder berhubungan dengan kelainan yang

jelas, kelainan anatomis ini kemungkinan adalah haid disertai

infeksi, endametriosis, mioma uteri, polip endometrial,

stenosis serviks, IUD juga dapat merupakan penyebab

dismenore (Bobak, 2010).

Dismenore sekunder biasa terjadi beberapa saat setelah

menarche. Dapat juga dimulai setelah usia 25 tahun. Rasa

nyeri dimulai sejak 1-2 minggu sebelum mensturasi dan terus

berlangsung hingga beberapa hari setelah mensturasi pasien

dismenore sekunder sering mengalami nyeri yang terjadi


13

beberapa hari sebelum haid disertai ovulasi dan kadang kala

pada saat melakukan hubungan seksual (Bare & Smeltzer,

2013).

2.2.3 Karakteristik atau tanda gejala dismenore

Menurut Wiknjosastro (2007) karakteristik dismenore yaitu :

1. Terjadinya beberapa waktu atau 6-12 bulan sejak haid pertama

(menarche).

2. Rasa nyeri timbul sebelum haid, atau diawal haid. Berlangsung

beberapa jam, namun ada kalanya beberapa hari.

3. Datangnya nyeri : hilang-timbul, menusuk-nusuk. Pada

umumnya di perut bagian bawah, kadang menyebar ke

sekitarnya (pinggang, paha depan).

4. Ada kalanya disertai mual, muntah, sakit kepala, diare.

Menurut Maulana (2008) mengatakan gejala dan tanda dari

dismenore adalah nyeri pada bagian bawah yang bisa menjalar ke

punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagian

kram yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus

menurus ada. Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau

selama mensturasi, serta mencapai puncaknya dalam 24 jam dan

setelah 2 hari akan menghilang. Dismenore juga sering disertai

oleh sakit kepala, mual, sembelit, diare, dan sering berkemih,

kadang terjadi sampai muntah.

Sedangkan menurut Mansjoer (2007) mengatakan bahwa

gejala dismenore antara lain :


14

1. Rasa sakit datang secara tidak teratur, tajam dan kram di

bagian bawah perut yang biasanya menyebar ke bagian

belakang, terus ke kaki, pangkal paha dan vulva (bagian luar

alat kelamin wanita). Biasanya nyeri mulai timbul sesaat

sebelum atau selama mensturasi, mencapai puncaknya dalam

waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang. Gejala-

gejala tersebut meliputi tingkah laku seperti kegelisahan,

depresi, iritabilitas/sensitif, lekas marah, ganguan tidur,

kelelahan, lemah, mengidam makanan dan kadang-kadang

perubahan suasana hati yang sangat cepat. Selain itu juga

keluhan fisik seperti payudara terasa sakit atau membengkak,

perut kembang atau sakit, sakit kepala, sakit sendi, sakit

punggung, mual, muntah, diare, atau sembelit, dan masalah

kulit seperti jerawat.

2. Nyeri haid primer, timbul sejak haid pertama dan akan pilih

sendiri dengan berjalanya waktu, dengan lebih stabilnya

hormon tubuh atau perubahan posisi rahim setelah menikah

atau melahirkan. Nyeri haid ini adalah normal, namun dapat

berlebihan apabila dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis

seperti stress, shock, penyempitan pembuluh darah, penyakit

yang menahun, kurang darah, kondisi tubuh yang menurun

atau pengaruh hormon postaglandin. Gejala ini tidak

membahayakan kesehatan. Penyebabnya adalah kelainan atau

penyakit seperti infeksi rahim kista atau polip, tumor sekitar


15

kandungan, atau bisa karena kelainan kedudukan rahim yang

menetap. Ada juga yang disebut dengan endometriosis, yaitu

kelainan letak lapisan dinding rahim yang menyebar keluar

rahim, sehingga apabila menjelang mensturasi, pada saat

lapisan dinding rahim menebal, akan dirasakan sakit yang

luar biasa. Selain itu, endometriosis ini juga bisa menggangu

kesuburan.

2.2.4 Faktor Penyebab dan Faktor Resiko Dismenore

Menurut Wiknjosastro (2007) terdapat beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi dismenore antara lain :

1. Faktor kejiwaan

Dismenore primer banyak dialamai oleh remaja yang sedang

mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik

maupun psikis. Ketidaksiapan remaja putri dalam

mengahadapi perkembangan dan pertumbuhan pada dirinya

tersebut, mengakibatkan gangguan psikis yang akhirnya

menyebabkan ganguan fiskisnya, misalnya ganguan haid

seperti dismenore (Hurlock, 2007). Wanita mempunyai

emosional yang tidak stabil, sehingga mudah mengalami

dismenore primer. Faktor kejiwaan, bersamaan dengan

dismenore akan menimbulkan ganguan tidur (insomnia).

2. Faktor konstitusi

Faktor konstitusi berhubungan dengan faktor kejiwaan

sebagai penyebab timbulnya dismenore primer yang dapat


16

menurunkan ketahanan seseorang terhadap nyeri. Faktor ini

antara lain :

a. Anemia

Anemia adalah defisiensi erotis atau hemoglobin atau

keduanya hingga menyebabkan kemampuan mengangkut

oksigen berkurang. Sebagian besar penyebab anemia

adalah kekurangan zat besi yang diperlukan untuk

pembentukan hemoglobin, sehingga disebut anemia

kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi ini dapat

menimbulkan ganguan atau hambatan pada pertumbuhan

baik sel tubuh maupun sel otak dan dapat menurunkan

daya tahan tubuh seseorang, termasuk data tahan tubuh

terhadap rasa nyeri.

b. Penyakit menahun

Penyakit menahun yang diderita seorang perempuan akan

menyebabkan tubuh kehilangan terhadap suatu penyakit

atau terhadap rasa nyeri. Penyakit yang termasuk penyait

menahun dalam hal ini adalah asma dan migrene.

3. Faktor obstruksi kanalis servikalis

Teori tertua menyatakan bahwa dismenenore primer

disebabkan oleh stenosis kanalis servikalis. Pada perempuan

dengan uterus dalam hiperantifleksi mungkin dapat terjadi

stenosis kanalis serviklis dan tanpa uterus dalam

hiperantifleksi. Sebaliknya terdapat perempuan tanpa keluhan


17

dismenore, walaupun ada stenosis servikalis uterus terletak

dalam hiperantifleksi atau hiper retofleksi. Mioma

submukosum bertangkai atau polip endomeytrium dpat

menyebabkan dismenore karena otot-otot uterus berontraksi

keras dalam usaha untuk melainkan kelainan tersebut.

4. Faktor endokrin

Kejang pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi yng

berebihan. Hal ini di sebabkan karena endometrium dalam

fase sekresi memproduksi prostaglandin F2 a yang

menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika jumlah

prostaglandin F2 a berlebihan akan dilepaskan dalam

peredaran darah, nmaka selain dismenore, dijumpai pula efek

umum seperti diare, nausea dan muntah.

5. Faktor alergi

Teori ini dikemukakan setelah adanya asosial antara

dismenore primer dengan urtikaria, migren atau asma

bronkial.

Menurut Bare & Smeltzer (2013), faktor resiko terjadinya

dismenore primer adalah :

1. Menarche pada usia lebih awal

Menarche pada usia lebih awal menyebabkan alat-alat

reproduksi belum berfungsi secara optimal dan belum siap

mengalami perubahan-perubahan sehingga timbul nyeri ketika

menstruasi.
18

2. Belum pernah hamil dan melahirkan

Perempuan yang hamil biasanya terjadi alergi yang

berhubungan dengan saraf yang menyebabkan adrenalin

mengalami penurunan, serta menyebabkan leher rahim

melebar sehingga sensasi nyeri haid berkurang bahkan hilang.

3. Lama menstruasi lebih dari normal (7 hari)

Lama mensturasi labih dari normal (7 hari), menstirasi

menimbulkan adanya kontraksi uterus, terjadi lebih lama

mengakibatkan uterus lebih sering berkontraksi, dan semakin

banyak prostaglandin yang dikeluarkan. Produksi

prostaglandin yang berlebihan menimbulkan rasa nyeri,

sedangkan kontrasksi uterus yang terus menerus menyebabkan

suplai darah ke uterus terhenti dan terjadi dismenore.

4. Umur

Perumpuan semakin tua, lebih sering mengalami mentruasi

maka leher rahim bertambah lebar, sehingga pada usia tua

kejadian dismenore jarang ditemukan.

Sedangkan menurut Medicastroe (2004) dalam Romy

Wahyuni (2014), wanita yang mempunyai resiko menderita

dismenore primer adalah :

1. Mengkonsumsi alkohol

Alkohol merupakan racun bagi tubuh kita, dan hati

bertanggungjawab terhadap penghancur estrogen untuk

disekresi oleh tubuh. Fungsi hati terganggu karena adanya


19

konsumsi alkohol yang terus menerus, maka estrogen tidak

bisa disekresi dari tubuh, akibatnya estrogen dalam tubuh

meningkat dan dapat menimbulkan gangguan pada pelvis.

2. Perokok

Merokok dapat meningkatkan lamanya mensturasi dan

meningkatkan lamanya dismenore.

3. Tidak pernah berolahraga

Kejadian dismenore akan meningkat dengan kurangnya

aktifitas selama mensturasi dan kurangnya olahraga, hal ini

dapat menyebabkan sirkulasi darah dan oksigen menurun.

Dampak pada uterus adalah aliran darah dan sirkulasi oksigen

pun berkurang.

4. Stres

Stres menimbulkan penekanan sensasi saraf-saraf pingul dan

otot-otot punggung bawah sehingga menyebabkan dismenore.

5. IMT (Indeks Massa Tubuh )

IMT dihitung sebagai perbandingan berat badan dalam

kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter di kuadratkan

(m2). Penggunaan IMT hanya berlaku untuk remaja diatas 18

tahun. IMT tidak ditetapkan pada bayi, anak-anak, remaja

muda, ibu hamil, dan olahragawan.

Kekurangan berat badan dapat diakibatkan oleh kurangnya

asupan makanan pada remaja ataupun wanita usia subur. Hal

ini akan mempengaruhi pertumbuhan, fungsi organ tubuh, juga


20

akan menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini

akan berdampak pada gangguan haid tetapi akan membaik bila

asupan nutrisinya baik. Pada saat haid fase luteal akan terjadi

peningkatan kebutuhan nutrisi. Dan bila hal ini diabaikan maka

dampaknya akan terjadi keluhan-keluhan yang menimbulkan

rasa ketidaknyamanan selama siklus haid.

Faktor risiko nyeri menstruasi menurut Proverawati dan

Misaroh (2009) adalah :

1. Menstruasi pertama pada usia kurang dari 12 tahun

2. Remaja 1-2 tahun setelah menstruasi pertama

3. Wanita yang belum pernah melahirkan anak hidup

4. Darah menstruasi banyak

5. Merokok

6. Adanyat riwayat nyeri menstruasi pada keluarga

7. Kegemukan (IMT)

2.2.5 Derajat Dismenore

Setiap mensturasi menyebabkan rasa nyeri, terutama pada

awal mensturasi namun dengan kadar nyeri yang berbeda-beda.

Dismenore secara siklus dibagi menjadi tiga tingkatan keparahan.

Menurut Manuba (2009), dismenore dapat diklasifikasikan menjadi

tiga yaitu:

1. Dismenore ringan

dismenore yang berlangsung beberapa saat dan dapat

melanjutkan kerja sehari-hari.


21

2. Dismenore sedang

Pada dismenore sedang ini penderita memerlukan obat

penghilang rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan kerjanya.

3. Dismenore berat

Dismenoe berat membutuhkan penderita untuk istirahat

beberapa hari dan dapat disertai sakit kepala, kram pinggang,

diare dan rasa tertekan.

Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan

berdasarkan pada sifat, tempat, berat ringannya dan waktu lamanya

serangan. Menurut klasifikasi ini, nyeri dismenore termasuk ke

dalam jenis deep pain (nyeri dalam) karena terjadi pada organ

tubuh viseral yaitu pada saluran reproduksi.

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar

sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri

bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri

dapar berupa stimulus yang bersifat fisik dan mental. Nyeri dapat

diukur dengan beberapa metode sebagai berikut (Perry & Potter,

2010)

1. Visual Analog Scale (VAS)

VAS merupakan merupakan suatu garis lurus, yang mewakili

intensitas nyeri yang terus-menerus dan mewakili alat

pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi

klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri


22

yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap

titik dari pada memilih satu kata atau angka.

Tidak nyeri nyeri yang


Tidak tertahankan

Gambar 2.1 skala penilaian nyeri VAS

2. Verbal Descriptive Scale (VDS)

VDS adalah alat pengukuran nyeri yang lebih objektif. Skala

berupa garis lurus yang terdiri dari tiga sampai lima kata

pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama

disepanjang garis. Penggolongan nyeri dimulai dari tidak nyeri

sampai nyeri tak tertahankan.

Tidak nyeri nyeri nyeri nyeri yang


Nyeri ringan sedang berat tidak tertahankan

Gambar 2.2 skala penilaian VDS

3. Numeric Rating Scale (NRS)

Skala penilaian ini digunakan untuk menggantikan penilaian

dengan deksripsi kata. Klien menilai nyeri dengan mengunakan

skala 0-10. Skala yang paling efektif digunakan saat mengkaji

intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.

NRS merupakan skala nyeri yang paling sering dan lebih

banyak digunakan untuk menukur intensitas nyeri sebelum dan


23

sesudah intervensi terapeutik. NRS mudah digunakan dan

didokumentasikan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri sangat nyeri

Gambar 2.3 skala penilaian nyeri NRS

Keterangan :
0 tidak nyeri
1-3 (nyeri ringan) hilang tanpa pengobatan, tidak menggangu
aktivitas sehari-hari
4-6 (nyeri berat) nyeri disertai pusing, sakit kepala berat, muntah,
diare, sangat menggangu aktifitas sehari-hari.
7-10 ( nyeri tidak tertahankan) menangis, meringis, gelisah, menghindari
percakapan dan kontak sosial, sesak nafas,
immobilisasi, mengigit bibir, penurunan atau
peningkatan.

2.2.6 Etiologi Dismenore

Dismenore terjadi akibat endometrium mengalami

peningkatan prostaglandin dalam jumlah tinggi. Di bawah

pengaruh progesteron selama fase lutesi haid, endoometrium yang

mengandung prostaglandin meningkat mencapai tingkat

maksimum pada wanita haid. Prostaglandin menyebabkan

kontraksi myometrium yang kuat dan mampu menyempitkan

pembuluh darah mengakibatkan iskemia, disintegrasi endometrium

dan nyeri.

Prosteglandin F2 alfa adalah suatu perangsangan kuat

kontraksi otot polos myometrium dam konstriksi pembuluh darah

uterus. Hal ini memperparah hipoksia uterus yang secara normal

terjadi pada haid sehingga timbul nyeri berat (Corwin,2008). Selain


24

itu, kejadian dismenore primer juga dapat dipicu oleh faktor

psikogenetik yaitu sressemosional dan ketegangan, kurang vitamin,

atau rendahnya kadar gula (Dianawati, 2003).

2.2.7 Dampak Dismenore

Dampak yang terjadi jika dismenore tidak ditangani adalah

gangguan aktivitas hidup sehari-hari, infertilitas (kemandulan),

kehamilan atau kehamilan tidak terdeteksi ektopic pecah, kista

pecah, perforasi rahim dari IUD dan infeksi. Selain dari dampak

diatas, konflik emosional, ketegangan dan kegelisahan semua itu

dapat menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan asing.

Ketegangan biasanya menambah parahnya keadaan yang buruk

setiap saat. Tidak merasa nyaman dapat dengan cepat berkembang

menjadi suatu masalah besar dengan segala kekesalan yang

menyertainya. Dengan demikian kegelisahan, perasaan tidak

gembira atau juga perasaan tertekan semua itu bukanlah hal yang

tidak biasa. Oleh karena itu pada usia remaja dismenore harus

ditangani agar tidak terjadi dampak seperti hal- hal yang diatas

(Arifin,2008)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil

pemeriksaan fisik. Diagnosa dismenore didasariatas

ketidaknyamanan saat mensturasi. Perubahan apapun pada

kesehatan reproduksi, termasuk hubungan badan yang sakit dan

perubahan pada jumlah dan lama menstruasi, membutuhkan


25

pemeriksaan ginekologis, perubahan-perubahan seperti itu dapat

menandakan sebab dari dismenore sekunder.

2.2.8 Upaya Mengatasi Dismenore

1. Secara Farmakologis

a. Pemberian obat analgesic

Dewasa ini banyak beredar obat-obatan analgesik yang

dapat diberikan sebagai terapi simtomatik, jika rasa nyeri

hebat diperlukan istirahat di tempat tidur dan kompres

panas pada perut bawah untuk mengurangi penderita. Obat

analgesik yang sering diberikan adalah preprat kombinasi

aspirin, fansetin, dan kefein (Winkjosastro,2011).

b. Terapi hormonal

Tujuan terapi hormonal ialah menekan ovulasi, bersifat

sementara untuk membuktikan bahwa ganguan benar-benar

dismenore primer atauuntuk memungkinkan penderita

melakukan pekerjaan penting waktu haid tanpa ganguan.

Tujuan ini dapat dicapai dengan memberikan salah satu

jenis pil kombinasi kontarepsi (Winkjosastro,2011).

c. Terapi dengan obat non steroid anti prostaglandin

Endometasin, ibuprofen, dan naproksen, dalam kurang

lebih 70% penderita dapat disembuhkan atau mengalami

banyak perbaikan. Pengobatan dapat diberikan sebelum

haid mulai satu sampai tiga hari sebelum haid dan dapat

hari pertama haid (Winkjosastro,2011).


26

2. Secara Non Farmakologis

a. Penanganan dan nasehat

Penderita perlu dijelaskan bahwa dismenore adalah

ganguan yang tidak berbahaya untuk kesehatan, hendaknya

diadakan penjelasan dan diskusi mengenai cara hidup,

pekerjaan, kegiatan, dan lingkungan penderita. Salah satu

informasi yang perlu dibicarakan yaitu mengenai makanan

sehat, istirahat yang cukup, olahraga mungkin berguna,

serta psikoterapi (Winkjosastro,2011).

b. Stimulasi dan masase kutaneus

Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum,

sering dipusatkan pada punggungan bahu. Masase dapat

membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat

relaksasi otot (Bare & Smeletzer,2013).

c. Terapi es dan panas

Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang

memperkuat senisitifitas reseptor nyeri dan subkutan lain

pada tempat cedera dengan menghemat proses inflamasi.

Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran

darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut

menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan

(Bare & Smeletzer,2013).

d. Transecutaneus Elektrikal Nerve Stimulaton (TENS)


27

TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi

reseptor tidak nyeri (non-nesiseptor)dalam area yang sama

seeperti pada serabut yang menstramisikan nyeri. TENS

menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan

elektroda yang dipasangkan pada kulit untuk menghasilkan

sensasi kesemutan, getaran atau mendengung pada area

nyari (Bare & Smeletzer,2013).

e. Distraksi

Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang

menyebabkan nyeri, contoh : menyanyi, berdoa,

menceritakan gambar atau foto dengan kertas,

mendengarkan musik dan bermain satu permainan (Bare &

Smeletzer,2013).

f. Relaksasi

Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan

ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas

nafas abdomen dengan frekunsi lambat, berirama (teknik

relaksasi nafas dalam). Contoh : bernafas dalam-dalam dan

pelan (Bare & Smeletzer,2013).

g. Imajinasi

Imajinasi merupakan hayalan atau membayangkan hal yang

lebih baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.

3. Secara Operatif

Dilaktasi kanalis servikalis


28

Dilaktasi kanalis servikalis dapat memberikan keringanan

karena dapat memudahkan pengeluaran darah dengan haid dan

prostaglandin didalamnya. Neurektomi prasakral (pemotongan

urat saraf sensorik antara uterus dan susunan saraf pusat)

ditambah dengan neurektomi ovarial (pemotongan urat saraf

sensorik pada diligamentum infundibulum) merupakan

tindakan terakhir, apabila usaha-usaha lainya gagal

(Winkjosastro,2011).

2.3 Hubungan IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan Derajat Dismenore

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat atau cara yang

sederhanan untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang

berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan

kurang dapat menimbulkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan

berat badan berlebih dapat menimbulkan resiko terhadap rangsangan

nyeri. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal seseorang

dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Soetjiningsih, 2010).

Beberapa studi menemukan hubungan IMT dengan dismenore. Mc

Clain (2011), Yu dan Yueh (2009) serta firts dan speroff (2011)

menyebutkan bahwa nilai IMT yang rendah merupakan faktor resiko

dismenore, studi yang dilakukan oleh Tangchai et al (2004) menemukan

nilai IMT yang rendah juga berhubungan dengan dismenore. Sedangkan

nilai IMT yang tinggi tidak dapat dianalisis karena hanya sedikit

responden yang termasuk kedalam kategori tersebut.


29

Nilai IMT yang rendah juga ditemukan berhubungan dengan

dismenore (Loto et al, 2008), dalam studi di Jepang, underweight

memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami dismenore dari pada

overweight. Sebuah studi amerika terdahulu melaporkan bahwa

sebaliknya, wanita yang overweight mempunyai resiko 2 kali lebih besar

dari pada yang berat badannya normal. Kelebihan berat badan dapat

mengakibatkan dismenore karena didalam tubuhnya terdapat jaringan

lemak yang berlebihan yang dapat mengakibatkan hiperplasi pembuluh

darah (tersedaknya pembuluh darah oleh jaringan lemak) pada organ

reproduksi wanita sehingga darah yang seharusnya mengalir pada proses

mentruasi terganggu (Widjanarko, 2006).

Dapat disimpulkan terdapat korelasi yang kuat antara dismenore

dan IMT. IMT rendah berarti berat badannya kurang dapat diakibatkan

oleh kurangnya asupan makanan pada remaja ataupun wanita usia subur.

Hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan, fungsi organ tubuh, juga akan

menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini akan berdampak

pada gangguan haid tetapi akan membaik bila asupan nutrisinya baik. Pada

saat haid fase luteal akan terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi. Dan bila

hal ini diabaikan maka dampaknya akan terjadi keluhan-keluhan yang

menimbulkan rasa ketidaknyamanan selama siklus haid. Sedangkan

remaja putri yang mempunyai nilai rata-rata IMT tinggi akan mengalami

maturitas lebih awal (Soetjiningsih, 2010).

Dan terdapat beberapa faktor lain yang berhubungan dengan

derajat dismenore diantaranya adalah usia yang lebih muda saat terjadinya
30

menarche, periode menstruasi yang lebih lama, banyaknya darah yang

keluar selama menstruasi perokok, riwayat keluarga (Proverawati, 2009).

Anda mungkin juga menyukai