Anda di halaman 1dari 7

READING ASSIGMENT

TASAWUF MODERN
Karya Prof. Dr Hamka
MaterI Kuliah:
SOSIOLOGI AGAMA
PENGAMPU:
Al Ustadzah Rizky Maulida M. Ag

Oleh:
Nandang Abdul Fatah Alimudin
(362015210314)

Prodi Studi Agama-agama


Fakultas Ushuluddin
Universitas Darussalam Gontor Kampus IV
Kediri – Indonesia
1439/2018
A. IDENTITAS MAHASISWA

Nama : Nandang Abdul Fatah Alimudin

NIM : 36.2015.2.1.0314

Semester : 6/VI

Prodi : Studi Agama-agama

Fakultas : Ushuluddin

Materi Kuliah : Sosiologi Agama

Pengampu : Rizky Maulida, M.Ag

Hal : Reading Assigment

Judul Buku : Tasawuf Modern Hamka

B. IDENTITAS BUKU
Nama Buku : Tasawuf Modern
Penulis : Buya Hamka atau Prof. Dr. Hamka
Tahun Rilis : 2015 (bentuk buku), 1959 (rubrik di Koran Republika)
Cetakan :3
Penerbit : Republika
Isi : 377 Halaman

C. TENTANG PENULIS

Haji Abdul Malik Karim Amrullah adalah nama lengkap dari Buya Hamka
(panggilan masyhur dikalangan masyarakat Indonesia), dillahirkan pada tanggal
17 februari 1908 (14 Muharram 1326 H) di daerah Maninjau, Sumatera Barat, dari
pasangan suami istri Dr. Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul dan Ibunda
Shaffiah.

Dari segi pendidikan, beliau tak pernah sekalipun lulus dalam pendidikan
formal, namun beliau berhasil mendapatkan gelar (diberi gelar) Doktor Honoris

1
Causa Ustaziyah Fakhriyah dari dua universitas besar yakni Universitas Al-Azhar
pada tahun 1959 dan Universitas Prof. Moestopo Beragama pada tahun 1974, maka
sejak saat itulah beliau berhak memakai “Dr” di pangkal namanya.

Walaupun sang Buya tak pernah mendapatkan ajaran pendidikan formal


sampai lulus, tetapi kecerdasan beliau dalam beragama dan bersosial tak kalah
dengan para sarjana waktu itu. Sepertinya intelektual beliau muncul sejak kecil
karena sudah terbiasa membaca beragam buku, layaknya “pecandu” beliau
mencari ilmu dan berguru langsung kepada para tokoh intelektual dan ulama di
berbagai daerah seperti Sumatra, Jawa bahkan sampai ke kota Haram Makkah. Dan
walaupun ia pernah masuk bui namun tetap disegani kawan dan lawan. Bahkan
dari builah karya Tafsir dirampungkan.

Jadi jika ditanya siapakah Hamka? Ialah seorang Ulama, pengarang,


pujangga, dan filosof Islam. Mungkin penulis tidak berlebihan bahwa beliau adalah
sosok “Ulama yang intelek, bukan Intelek yang tahu Agama” pada masa lalu, yang
kemudian jadi PR bagi para pemuda masa sekarang adakah yang bisa melampaui
beliau, setidkanya menyamainya.

D. LAPORAN BAGIAN BUKU

BAB. 1.

Bab pertama dalam buku ini menjelaskan tentang pandangan-pandangan


definisi bahagia dari berbagai kalangan, seperti para filosof ( Aristoteles , Betrand
Russel), para sufi salah satunya Al Ghazali dan tidak ketinggalan dari pandangan
bahagia dari Baginda Nabi Muhammad SAW.

BAB. 2

Pembahasan pada bab kedua melanjutkan dari bab pertama namun


dihubungkan dengan agama yaitu “bagaimana caranya manusia (seorang hamba
tuhan) mendapatkan bahagia dalam kondisi beragama?”, adapun rumusan bahagia
akan tercapai menurut agama ketika seorang hamba memiliki 4 hal antara lain:
bersih, yakin, iman dan dengan agama itu sendiri (penghayatan).

2
BAB. 3

Dalam bab ketiga masih mengenai tema kebahagiaan dan dua tema penting
lainnya yakni tentang dua keutamaan dalam tiap diri seorang manusia : keutamaan
pikiran yang ada dalam otak, dan keutamaan budi (akhlak). Jadi manusia akan
bahagia jika kedua fitrah yang telah diberikan oleh Allah ini digunakan secara
maksimal.

BAB. 4

Selanjutnya dalam bab ke empat ini penulis melihat bahwa Hamka


mengajak agar menjaga kesehatan jasmani dan rohani. Hamka setidaknya
memaparkan syarat-syarat seorang manusia (Muslim) dapat memperoleh
kebahagiaan dari dua aspek kehidupan tersebut yakni dengan cara masuk dalam
pergaulan orang-orang yang mempunyai budi pekerti luhur, membiasakan diri tuk
berpikir (menggunakan otak secara maksimal), menahan hawa nafsu-syahwat dan
amarah, mengatur waktu dalam bekerja dan selalu merefresh cita-cita ataupun
motivasi tiap individu tersebut.

BAB. 5

Pada bab kelima ini menjelaskan gubungan antara bahagia dengan harta
benda (mungkin: kekayaan dunia) tetapi bukan artian Hamka menyuruh atau
menyarankan agar manusia mencari harta terus menerus sampai gila harta, tetapi
justru dalam tulisan Hamka cukup menjelaskan (walau penulis/pe-review butuh
beberapa kali memnbaca buku ini) bahwa bahagia itu datang ketika merasa cukup
dengan apa yang ia punya dan ikhlas jika harta kekayaan itu hilang (diambil Allah).

BAB. 6

Bab enam tentu menjadi lanjutan dari bab kelima yakni perasaan menerima
dan cukup atas segala sesuatu (terlebih rizki harta) atau qana’ah . setidaknya
Hamka memaparkan dasar-dasar membangun sifat Qana’ah antara lain:

1) Menerima secara patuh dan rela dengan segala sesuatu yang sudah
dipunyai.

3
2) Meminta dan memohon kepada Allah untuk menambah dengan rizki
yang pantas (sesuai keperluan)
3) Berusaha bersabar dengan taqdir dan ketentuan Allah SWT.
4) Tawakkal (berserah diri)
5) Tidak terlalu tertarik atas keduniawian.

Sepertinya lima dasar dari qana’ah ini memang bisa menjadi rujukan
bagaimana menjadi seorang yang bahagia.

BAB. 7

Kita melihat bahwa keterikatan antara bab satu dengan yang lainnya
sungguh kuat, daripada itu bab ketujuh ini menerangkan secara gamblang tentang
tawakal kepada Allah, yang bisa kita lihat sifat ini termasuk dasar Qona’ah nomor
4 di bab sebelumnya. Adapun pemaknaan Tawakal yakni berserah diri terhadap
kepuusan-keputusan dan segala perkara kepada Allah tetapi diharapkan hamba itu
tetap berusaha. *(ada beberapa konteks yang kami belum paham)

BAB. 8

Menurut penulis bab kedelapan bisa dikatakan sebagai sajian khusus,


makanan utama dari sebuah penjamuan ilmu yakni perasaan bahagia yang dirasa
oleh Rasulullah dan pandangan beliau tentang bahagia dengan pemaparan yang
lebih jelas.

BAB. 9

Jika bab sebelumnya merupakan makanan utama bagi seorang muslim


untuk bertasawuf secara moderat dengan teladan Rasulullah, maka pada bab ini
Hamka menganjurkan setiap muslim mencintai, menyenangi, mengagumi segala
bentuk keindahan alam ciptaan Allah. Karena bukankah Allah juga mencintai
(suka/senang) terhadap berbagai keindahan. Bisa jadi inipun cara bagaimana
mencapai ma’rifat, jika manusia mampu menyenangi apa yang Tuhan senangi.

BAB. 10

4
Dalam bab ini setidaknya penulis mengambil beberapa poin tentang jalan dan
tangga menuju kebahagian atau tangga kebahagian itu sendiri. Adapun tangga-
tangga tersebut sebagai berikut:

1) Merasakan kelezatan
2) Merasakan perasaan bahagia dan perasaan-perasaan lain dalam diri
sendiri
3) Menjadikan rumah tangga sebagai pusat kebahagiaan
4) Merasa bahagia dalam setiap pekerjaan terlebih itu sebuah mata
pencaharian seorang hamba.
5) Berusaha dan terus berjuang mencapai arti dan hakikat kebahagiaan
itu sendiri.. *(ada beberapa poin yg belum tertangkap)

BAB. 11

Mungkin bab ini merupakan anjuran bagi setiap manusia Islam maupun non
muslim, jadi benarlah kebahagiaan itu dari diri sendiri seperti disebutkan di bab
sebelumnya, lalu dalam bab ini kita dianjurkan untuk selalu menyenangkan
(keadaan) hati dalam berbagai kondisi (taqdir) apapun, ketika miskin telebih ketika
kaya, ketika muda ataupun ketika tua nanti. Jadi memang benar bukan bahagia itu
diri sendiri yang menciptakaan?

BAB. 12

Jika bab-bab sebelumnya lebih menjelaskan tentang tema bahagia dan


menjadi seorang sufi secara sederhana namun moderat, maka dalam bab ini
layaknya wajah gelap dari kehidupan dan taqdir manusia, adanya kebahagiaan tentu
ada ketidakbahagiaan, lebih ekxplisit Hamka menyebutkan keadaan celaka umat
manusia. Ada beberapa hal yang menyebabkan kondisi kecelakaan seorang
individu:

1) Mengikuti pandangan-pemikiran-pendapat akal yang salah


2) Perasaan benci (mungkin: yang terlalu besar)
3) Pesimis dan merasa tak bisa.

BAB. 13

5
Bab terakhir ini berfokus pada Munajat yaitu mendekatkan diri kepada
Allah atas dorongan hati yang bahagia , menghisab dan mengingat segala dosa serta
memohon ampunan atas segala perbuatan tersebut. Menurut penulis di bab akhir ini
sebenarnya ada dua poin penting agar seorang hamba itu mencapai kebahagiaan
yakni; pertama Munajat, dan kedua bertaubat atas segala keburukan.

E. ANALISIS

Walaupun ada beberapa konteks dalam buku ini yang penulis belum memahami
esensinya setidaknya poin-pin diatas menjadi gambaran umum dari buku Tasawuf Modern
yang dirasa menjadi primadona buku rujukan para sufi era ini. adapun beberapa analisis
lanjutan kami paparkan sebagai berikut:

 Hamka mempersembahkan karya monumental tentang deskripsi sufi secara


sederhana tetapi mengikuti zaman.
 Hamka mejelaskan konteks yang rumit menjadi lebih sederhana dan mudah
difahami berbagai kalangan.
 Jalan sufi pandangan Hamka bisa menjadi metode paling mudah, anjuran demi
anjuran dalam buku ini berfokus pada “cara menjadi seorang bahagia” tentu
jikapun dibaca oleh seornag yang bermental terbelakang atau stress buku ini bisa
menjadi rujukan psikoterapi.
 Dari semua konsep dalam Tasawuf Modern sebenarnya sudah ada dan dijelaskan
oleh para ulama Sufi sebelumnya, jadi sebenarnya Hamka menyelaraskan,
mengekplor konsep yang telah ada.
 Anjuran-anjuran Tasawuf versi Hamka penulis rasa tidak akan basi atau
tertinggal zaman, konsep ini akan diterima oleh setiap golongan dan setiap
zaman. Bukan artian ini mengalahkan Al-quran tetapi karena konsep Sufi
sederhana ini di Ambil dari Al-Qur’an itu sendiri dengan racikan Kisah Nabi
Muhammad, pribadi Hamka, Filosof dan para pemikir didalamnya.
Behagiakanlah dirimu!
Bahagia itu sederhana, jalan sufisme itu pun ada dalam tiap dirimu yang berbahagia!“Berbahagialah
yang timbul ketika memberi keputusan. Ada yang mengatakan baik, sebab sayang, ada yang mengatakan
buruk, sebab benci,. Berbagai ragam keputusan menurut pengalaman, ilmu, dan penyelidikanm bahagia
dan celaka itu hanya berpusat pada sanubari orang, bukan pada zat yang dilihat. Bagi kebanyakan orang,
masuk bui menjadi kecelakaan dan kehinaan, bagi setengahnya pula, menjadi kemuliaan dan
kebahagiaan”

Anda mungkin juga menyukai