Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

Membandingkan Tektonika dari Dua


Bangunan yang Berbeda
(Rumah Tradisional Bali Aga & Rumah
Tongkonan Toraja)

Disusun Oleh:
 Zubair Al-Haitsami (08111640000043)

Mata Kuliah Tektonika


Departemen Arsitektur
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Apa itu Tektonika dalam Arsitektur?

Secara etimologi tektonika berasal dari Bahasa Yunani: tekton, yang memiliki arti
tukang kayu atau tukang bangunan. Tektonika adalah pengetahuan tentang estetika sistem
konstruksi bangunan (Porter, 2004). Tektonika berkaitan dengan pengetahuan tentang
bagaimana manusia melakukan manipulasi pada sumber daya alam yang ada di sekitar mereka
sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tektonika adalah “art of
joining material”, oleh karena itu karakteristik tektonika sangat dipengaruhi oleh material yang
digunakan (Siwalatri, 2016).

Pada tugas ini saya akan membandingkan tektonika dari dua bangunan nusantara, yaitu
antara Rumah Tradisional Bali Aga dan Rumah Tongkonan Toraja. Saya akan membandingkan
keduanya dari dua unsur utama tektonika; yaitu material, serta metode konstruksi dan teknik
penggabungan bahan.

Rumah Tradisional Bali Aga

Arsitektur Bali Aga adalah salah satu arsitektur vernakular Indonesia yang berkembang
pada masa kebudayaan Bali kuno sekitar abad 10-12 Masehi (Siwalatri, 2015).

1. Material

Arsitektur Bali Aga banyak menggunakan material kayu, hal ini disebabkan karena
mudah ditemukan di lingkungan tropis lembab seperti Indonesia. Jenis kayu yang digunakan
seperti kayu teep, juwet, kelapa, nangka, kutat, dan sebagainya. Pada bangunan khusus yang
memiliki fungsi sakral sering digunakan kayu nangka dan cempaka.

Kayu yang akan digunakan untuk membangun biasanya sudah dibentuk sesuai
kebutuhan, sangat jarang menemukan kayu yang masih utuh (gelondongan) untuk dijadikan
rumah.
2. Metode Konstruksi dan Teknik Penggabungan Bahan

Metode penggabungan kolom dan balok pada arsitektur Bali Aga menggunakan purus
dan lubang. System sambungan ini salah satu system konstruksi untuk menyatukan kolom dan
balok.

(Siwalatri, 2016)

Pada sistem konstruksi purus dan lubang selain diterapkan pada sambungan balok dan
kolom di bagian bawah, juga digunakan pada sambungan papan pengikat kolom yang
menghubungkan balok pinggir balai/slimar. Papan balok ini berfungsi untuk mengikat papan
slimar dan menjepit kolom kayu/saka. Papan balok ini diletakkan di samping kolom dan
memiliki purus yang mengikat papan slimar (Siwalatri, 2016).

(Siwalatri, 2016)

Perpanjangan pada batang balok jika dibutuhkan menggunakan system overlapping.


Balok sunduk lantang dan sunduk bawak saling menumpu dan bertemu di satu titik pertemuan.

(Siwalatri, 2016)
Posisi balok sunduk lantang dan sunduk bawak membentuk bidang persegi empat yang
kaku. Pada balai pertemuan di Desa Tenganan untuk memperkuat bidang yang disangga di
tengah bidang ditambahkan balok untuk memperkecil bidang yang disangga. Logika
memperkecil bidang yang disangga sudah sesuai dengan logika pembebanan.

Sistem Konstruksi Perpanjangan di Bale Petemon Desa Tenganan (Siwalatri, 2016)

Struktur atap bangunan pada arsitektur Bali Aga pada umumnya menggunakan struktur
atap pelana. Struktur atap ini terdiri dari balok bubungan atau dedeleg, usuk/iga-iga dan
penyangga balok bubungan/tugeh. Ketiga elemen ini disatukan hanya dengan menumpukan
satu elemen dengan lainnya. Ketiga elemen ini menjadi kaku karena beban atap itu sendiri.
Untuk memperkuat sambungan kadang ditambahkan dengan ikat atau paju.

Untuk memperkuat tumpuan pada bagian atas balok bubungan ditambahkan dengan
balok diatasnya sehingga seperti terjepit, dan untuk menghias balok bubungan sering juga
ditambahkan dengan papan yang diberi hiasan ukiran atau lukisan. Untuk menyangga balok
bubungan/dedeleg digunakan tugeh/kolom pendek yang menyangga balok bubungan. Tugeh ini
diletakkan diatas balok lambang/tadah paksi dengan membuat klos/sepatu sehingga tidak
melubangi balok. Tugeh ini hanya diletak di atas balok dan menjadi kaku karena beban atap itu
sendiri (Siwalatri, 2016).

Sistem Konstruksi yang hanya Menumpu di atas Balok (Siwalatri, 2016)


Rumah Tongkonan Toraja

Rumah Tongkonan merupakan rumah tradisional suku Toraja yang berada di Provinsi
Sulawesi Selatan.

1. Material

Material yang digunakan dalam konstruksi bagian kaki Tongkonan (sulluk banua)
adalah kayu uru atau kayu cempaka, sedangkan khusus untuk tiang pusat (a’riri posi)
menggunakan jenis kayu nangka. Bagian atap Tongkonan (ratiang banua) menggunakan
material bambu.

2. Metode Konstruksi dan Teknik Penggabungan Bahan

Metode penggabungan kolom dan balok dilakukan dengan cara sambungan pen dan
lobang. System penyambungan pen dan lobang memberikan sebuah karakter sambungan yang
saling menyatu antar elemen konstruksi.

(Oktawati & Sahabuddin, 2017)

Teknik Penyambungan (Oktawati & Sahabuddin, 2017)

Penutup atap Rumah Tongkonan menggunakan bambu yang disusun berlapis-lapis


sehingga terlihat sangat tebal. Teknik penyambungannya menggunakan gabungan metode pen
dan ikat. Sedangkan sambungan untuk kuda-kuda dan rangka atap menggunakan system ikat
dengan rotan dan system jepit.

Teknik Sambungan Penutup Atap (Oktawati & Sahabuddin, 2017)

Teknik Sambungan Jepit dan Ikat pada Atap (Oktawati & Sahabuddin, 2017)
Daftar Pustaka

Porter, Tom (2004), Archispeak, an Illustrated Guide to Architectural Terms, Spon Press,
Taylor and Francis Group, London and New York.

Siwalatri, Ni Ketut Ayu (2015), Makna Arsitektur Bali Aga di Kabupaten Buleleng Bali,
Disertasi Doktor, ITS Surabaya.

Siwalatri, Ni Ketut Ayu (2016), Tektonika Arsitektur Bali, Jurusan Arsitektur, Universitas
Udayana.

Oktawati, Andi Eka and Sahabuddin, Wasilah (2017) Karakter Tektonika Rumah Tongkonan
Toraja. In: Kebanggan Arsitektur Nusantara, Januari.

Anda mungkin juga menyukai