Abstrak
Rumoh Aceh merupakan salah satu artefak kebudayaan masyarakat Aceh yang mengandung
berbagai pesan salah satunya yaitu pada ragam hias bangunan atau ornamen. Ornamen yang
mencirikan simbol identitas suatu budaya mampu merepresentasikan lokalitas arsitekturnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, melakukan eksplorasi terhadap keragaman ragam
hias dan pemaknaannya yang digunakan pada rumah tradisional Aceh di Desa Lambunot, Aceh
Besar. Kajian ini mencoba mengidentifikasi keanekaragaman pada karakter ornamen yang
berfokus pada letak ornamen pada rumah tradisional Aceh, jenis dan bentuk dasar geometris
ragam hiasnya, dan makna dari setiap ragam hias yang digunakan. Letak elemen ragam hias yang
akan ditinjau yaitu pada setiap bagian fasad rumah yang menggunakan pola motif tertentu seperti
pada tulak angen (tolak angin), bara (papan baura), theuep gaseue (lisplang), pinto (pintu),
rinyeun (tangga), binteih (dinding), dan peulangan kindang. Tulisan ini dimaksudkan untuk
melanggengkan eksistensi ragam hias salah satunya pada rumah tradisional Aceh di Desa
Lambunot, Aceh Besar dimana keberadaan Rumoh Aceh saat ini semakin menghilang dan langka
ditemukan di wilayah Aceh.
Kata Kunci: Ragam hias, ornamen Aceh, makna, arsitektur tradisional Aceh
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya. Salah satu budaya yang kerap
bersama masyarakat saat ini adalah bangunan dimana merupakan tempat hunian yang berupa rumah
tradisional. Arsitektur tradisional merupakan salah satu bentuk artefak suatu daerah terhadap unsur
kebudayaan masyarakatnya yang berkembang sejalan dengan perkembangan suatu suku ataupun
bangsa (Putra & Ekomadyo, 2015). Terdapat nilai-nilai sosial, religi, dan budaya di dalam arsitektur
tradisional sehingga menyebabkan arsitektur tradisional dapat dianggap sebagai indentitas sebuah
daerah (Maulin et al., 2019). Salah satu wujud kebudayaan tradisional Indonesia, dapat dilihat pada
Arsitektur Tradisional Aceh.
Aceh sebagai sebuah suku bangsa di Indonesia memiliki artefak kebudayaannya sendiri. Arsitektur
tradisionalnya merupakan cerminan dari budaya, pola hidup, dan nilai-nilai yang diyakini oleh
masyarakat Aceh, salah satunya yaitu rumoh Aceh (Izziah et al., 2020). Rumoh tradisional Aceh
merupakan artefak kebudayaan yang berfungsi sebagai tempat berhuni bagi masyarakat Aceh yang
merupakan wujud ekspresi keyakinan terhadap Tuhan dan adaptasi terhadap lingkungan (Herman,
2019). Unsur-unsur pada Rumah Tradisional Aceh terlihat pada bentuk rumah berkonsep panggung
yang ditopang oleh tiang-tiang yang diatur sejajar, orientasi bangunan yang menghadap Utara dan
Selatan sehingga rumah membujur dari Timur ke Barat. Hunian ini dihiasi oleh ornamen atau motif
ukiran pada fasad bangunan, dominan menggunakan material kayu yang dipahat atau diukir
membentuk motif tertentu (Mirsa, 2015).
Bentuk pola ragam hias rumah tradisional Aceh merupakan suatu simbol yang bermaksud
mengekspresikan tujuan atau makna yang ingin disampaikan orang Aceh untuk kepentingan sejarah
1
kehidupan kebudayaan masyarakat Aceh sendiri (Maulin et al., 2019). Melalui ornamen, nilai atau dasar
AR5231 Vernacular Architecture of Indonesia
sebuah kultur dapat direpresentasikan. Rumoh Aceh secara umum memang dicirikan dengan berbagai
motif ornamen dalam bentuk teknik ukir atau pahatan pada kayu (Natasya, 2019). Keberadaan motif
ornamen pun memiliki pola dan bentuk yang berbeda pada setiap daerah di Aceh dengan tetap
mencirikan nilai budaya di daerah tersebut. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa
ragam hias ornamen merupakan suatu unsur penentu dari keutuhan bentuk dan fungsi arsitektur
tradisional Aceh.
Seiring dengan perkembangan teknologi, rumah tradisional Aceh juga mengalami perubahan secara
bertahap pada bentuk dan konstruksinya sehingga visualisasi rumoh Aceh tampak berbeda dari
orisinalitasnya. Saat ini, bentuk rumah tradisional Aceh mulai kurang diminati sehingga keberadaannya
mulai mengalami kepunahan dan langka ditemukan di wilayah Aceh (Sahputra & Arie Edytia, 2021).
Keberadaan utoeh (ahli pembangun Rumoh Aceh) juga semakin berkurang karena lazimnya
keterampilan yang diajarkan secara turun temurun kepada keluarga maupun kerabat tidak didukung
oleh dokumentasi yang baik. Sehingga, informasi dan pengetahuan terkait rumah tradisional Aceh
sangatlah membutuhkan penjabaran yang kompleks untuk kajian generasi mendatang. Salah satunya
yaitu aspek ragam hias yang merepresentasikan makna dan keutuhan kebudayaan lokal Aceh. Oleh
karena itu, penelitian ini berfokus pada analisis ragam hias atau ornamen yang digunakan pada Rumah
tradisional di Desa Lambunot, Aceh Besar sebagai studi kasus.
Pada gambar 2 ditunjukkan bahwa keberadaan ruang di bawah rumah (yup moh) dimaksudkan agar
tetap dapat melakukan aktivitas berdiri, berjalan, dan bersosialisasi antar warga. Selain itu Bagian
kolong rumah ini terkadang juga digunakan sebagai tempat penyimpanan padi atau lumbung padi
(krong pade) serta pencegahan akan keberadaan binatang buas. Hal ini seutuhnya mencerminkan
bagaimana nilai-nilai lokalitas dari aktivitas kehidupan masyarakat Aceh.
2
AR5231 Vernacular Architecture of Indonesia
Rumoh Aceh letaknya harus membujur dari Timur ke Barat dengan pengarah ke kiblat. Posisi ini
dimaksudkan untuk memudahkan para tamu yang datang ke daerah tersebut, tanpa harus bertanya,
sudah dapat meyakini arah kiblat (Mirsa, 2015). Rumah tradisional Aceh terdiri dari beberapa tipe yang
dibedakan berdasarkan banyaknya tiang tiang yang membentuk ruang. Kondisi ini dikarenakan tipe
jumlah tiang rumah antara satu rumah dengan yang lainnya tidak selalu sama, tergantung besar
kecilnya rumah yang dibangun (Iqbal et al., 2019). Tipe rumah yang umumnya dijumpai di
perkampungan wilayah Aceh yaitu tipe Rumoh limong ruweueng (Rumah lima ruang) yang mempunyai
24 tiang, rumoh peut ruweueng yang mempunyai 20 tiang, dan rumoh lhee ruweueng mempunyai 16
tiang.
Pada gambar 3 ditunjukkan bahwa rumah tradisional Aceh terbagi pada tiga aspek yaitu bagian bawah
(yup moh), alas (ruang tempat aktivitas), dan atap.
Bagian bawah merupakan kolong seperti pada gambar 2 sedangkan bagian alas yaitu bagian ruang
yang terdiri dari tiga ruangan yaitu: serambi depan (seuramo keue) sebagai ruang publik, serambi
tengah (rumoh inong) sebagai tempat yang didominasi oleh wanita sebagai usaha untuk menanamkan
dan menjaga nilai kesopanan dan etika bermasyarakat, dan serambi belakang (seuramo likoet) sebagai
area dapur sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 4. Bagian atap rumah yaitu atap berabung
(tampoeng) satu yang letaknya memanjang dari samping kiri ke samping kanan. Pada hunian ini,
keberadaan tangga bukan hanya berfungsi sebagai alat untuk naik ke bangunan rumah, tetapi juga
berfungsi sebagai titik batas yang hanya boleh didatangi oleh tamu yang bukan anggota keluarga atau
kerabat (Mirsa, 2015). Oleh karena itu, tangga (reunyeun) memiliki fungsi sebagai alat kontrol sosial
3
Struktur rumah ini ditopang oleh tiang-tiang kayu (tameh). Pada setiap elemen pembentuk
konstruksinya disatukan dengan menggunakan sambungan menerus yang diperkuat oleh pasak, dan
menggunakan tali ijuk sebagai ikatan penguat konstruksi seperti pada gambar 5. Sistem sambungan
ini merupakan sistem struktur sederhana yang terdapat pada konstruksi rumah tradisional. Pada setiap
batang kayu dan papan kayu selalu diberikan penomoran atau kode tertentu untuk memudahkan
apabila suatu saat rumahnya akan dibongkar, sehingga memudahkan utoeh (arsitek rumoh Aceh)
dalam merangkai konstruksi setiap elemen kayu.
Gambar 5. Tampak sambungan tiang kayu (tameh) dan pengkodean pada Rumah tradisional Aceh
Sumber : (Dokumentasi Rahmi, 2022)
Jenis-jenis pohon kayu yang sering digunakan dalam pembangunan rumah tradisional Aceh adalah
tanaman atau tumbuhan yang berada di sekitar desa yang bagus dan tahan lama. Adapun beberapa
jenis pohon kayu yang sering digunakan yaitu pohon sentang (bak seuntang), pohon durian (bak drien),
pohon mancang (bak amncang), pohon bayur (bak bayu), pohon laban (bak mane), pohon kelapa (bak
ue), pohon merbau (bak meureuboe), pohon damar (bak sumantok), pohon rumbia (mak meuria), dan
pohon meranti (bak meurante).
Arsitektur merupakan suatu objek bangunan yang tidak hanya menampilkan fungsi tapi juga
visualisasi seni yang tercermin dari berbagai elemen yang melekat padanya. Marcus Vitruvius
4
dalam (Natasya, 2015) menjelaskan bahwa arsitektur terdiri dari tiga unsur yaitu kenyamanan
AR5231 Vernacular Architecture of Indonesia
(convenience), kekokohan (strength), dan keindahan (beauty). Factor- faktor inilah yang
menjadikan arsitektur sebagai suatu keutuhan yang kompleks baik dari segi sebuah karya seni
maupun sebagai tempat untuk berteduh. Mengacu pada keindahan yang dimaksudkan itu,
arsitektur memiliki sisi seni ragam hias yang dibuat sedemikian rupa dengan bentuk dan pola
tertentu, khususnya pada arsitektur tradisional. Sejatinya, keberadaan ragam hias atau
ornamen pada arsitektur itu merepresentasikan nilai dan makna dari wilayah atau daerah
tertentu.
Menurut Gustami (2008) dalam (Kusuma, Budiarti, 2017) ornamen merupakan komponen
produk seni yang dibuat dengan tujuan sebagai hiasan. Selain itu, ornamen juga terdiri dari 3
fungsi lainnya antara lain: 1) Fungsi murni estetis yaitu dimana ornamen berfungsi untuk
memperindah visualisasi atau penampilan suatu objek yang dihiasi sehingga menjadi sebuah
karya seni. 2) Fungsi simbolis yaitu yang bersifat keagagamaan atau mengandung nilai
kepercayaan, menyertai nilai estetisnya. 3) Fungsi konstruktif dimana ornamen itu sebagai
penyangga, penopang, penghubung atau untuk memperkokoh konstruksi. Seni hias atau
ornamen itu sendiri terdiri dari berbagai jenis motif dan motif-motif itulah yang digunakan
sebagai penghias. Oleh karena itu motif adalah suatu dasar untuk menghias suatu ornamen
sebagaimana yang tampak pada gambar 6. Motif ornamen tidak dapat dipisahkan dari latar
belakang sosial budaya masyarakat bersangkutan.
Keberadaan motif sebagai elemen pokok dari ornamen menjadi poin utama dalam terbentuknya
ragam hias. Oleh karena itu, jenis-jenis motif dalam ornament antara lain:
Motif Geometris, yaitu motif yang banyak memanfaatkan unsur seperti garis lengkung,
lurus, lingkaran, segitiga, dan lainnya.
Motif Tumbuh-tumbuhan, yaitu motif yang mentransformasikan bentuk tumbuhan
tertentu sebagai inspirasi dari senimannya.
Motif Binatang, yaitu penggabaran binatang dalam ornament sebagian besar
merupakan hasil gubahan dan menghindari hasil yang tampak natural. Biasanya hanya
mengandalkan bagian tertentu dari binatang yang akan dikombinasikan dengan motif
lainnya.
Motif manusia, yaitu pemilihan manusia sebagai salah satu objek dalam penciptaan
motif baik secara terpisah seperti topeng maupun utuh seperti wayang.
Motif benda alami, yaitu inspirasi yang berasal dari objek alami seperti batu, air, awan
yang digubah sedemikian rupa.
Motif kreasi, motif ini terbentuk dari hasil inspirasi yang tidak terdapat dari alam nyata
melainkan berasal dari imajinasi manusia atas persepsinya.
5
AR5231 Vernacular Architecture of Indonesia
Arsitektur hadir dari penjabaran aktivitas terhadap kebutuhan manusia, dimana pemahaman
terkait kehidupan diperoleh karena manusia memaknai ruang dan waktu. Ketersediaan ruang
dalam kehidupan manusia mencakup bagaimana manusia itu mampu memaknai dirinya dan
melebur dengan lokalitas yang terbentuk di sekitarnya. Sehingga, ekspresi-ekspresi yang
tercipta dalam keseharian baik fisik arsitektur sebagai hunian, ruang terbuka, dan lainnya
bersumber dari nilai-nilai hasil representasi dari pemaknaan kulturalnya. Arsitektur sebagai
artefak merupakan fenomena sensoris yang mengandung makna implisit yakni berupa makna
konseptual, makna fisik yang terkait dengan fungsi sosial, dan makna artefak. Hal ini justru
tampak pada berbagai bangunan tradisional di daerah-daerah di Indonesia (Wardani, 2010).
Makna bersifat intersubyektif karena dilahirkan secara individual, namun dapat dihayati,
disetujui, dan diterima secara bersama oleh masyarakat (Wardani, 2010). Pada dasarnya,
kehidupan manusia dalam lingkungan budayanya turut berlandasakan empat lingkup keyakinan
yaitu kepercayaan, ikatan sosial, kepribadian, dan makna. Sehingga, Keempat lingkup itu akan
mempengaruhi pola pemikiran, perbuatan, kehidupan dan karya salah satunya berkaitan
dengan ekspresi dalam karya arsitektur.
Seni bangunan atau karya arsitektur akan terus berkembang karena salah satunya berfungsi
untuk mengkomunikasikan perasaan dan ide-ide personal serta kebutuhan sosial untuk
berkomunikasi dan menjelaskan aspek-aspek tentang eksistensi sosial mengenai
kehidupannya. Penciptaan suatu karya biasanya terkait dengan suatu fungsi dan makna
tertentu , demikian pula pada karya ornamen yang terdapat pada arsitektur tradisional.
Beberapa fungsi dari ornamen antara lain:
Ragam hias murni, karya yang di desain hanya untuk menghias atau mendukung
estetika suatu objek, seperti arsitektur, pakaian, dan lainnya.
Ragam hias simbolis, dibalik fungsinya sebagai keindahan juga mengandung nilai
simbolis yang mencakup norma tertentu, agama, dan sistem sosial seperti motif
kaligrafi, motif burung phoenix dan motif-motif lainnya yang melambangkan suatu
makna.
Oleh karena itu, keberadaan makna dan fungsi ornamen pada arsitektur sangat sakral karena
mengandung nilai-nilai dan norma dalam kehidupan masyarakat. Hal ini sudah berlaku sejak
zaman dahulu bahwa penciptaan suatu karya pasti berlandaskan pemaknaan sehingga karya
yang dihasilkan nantinya tidak hanya terlihat indah secara kasatmata, namun sejatinya juga
mampu menghadirkan emosi dan ekspresi mulia sehingga karyanya bernilai lebih berharga.
Ornamen merupakan elemen penting pada berbagai rumah tradisional di Nusantara, terkhusus
Aceh yang melalui ornamennya berkmaksud untuk mencurahkan nilai dan makna dari kelokalan
budaya. Ornamen merupakan jiwa dari suatu raga masyarakat Aceh dimana biasanya identik
dengan berjiwa islami, mengandung pesan pesan bijak sesuai dengan budaya islam (Dhuhri,
2018). Budaya Aceh sangat dipengaruhi oleh budaya islam, sehingga sebahagian besar motif,
pola, dan desainnya bersumber dari nilai-nilai islami.
Dalam (Sahputra et al., 2018) dikatakan bahwa Barbara Leigh membedakan motif yang
digunakan di Aceh yaitu dibagi dalam 5 kategori, antara lain: (1) motif geometris. (2) motif
kehidupan nabati. (3) motif kehidupan burung. (4) motif kehidupan satwa, dan (5) Motif islam.
6
Kecenderungan penggunaan motif dan pola ragam hias pada rumah tradisional Aceh adalah
AR5231 Vernacular Architecture of Indonesia
motif tumbuh-tumbuhan atau flora (Fadhillah, 2017). Sebaliknya untuk motif dengan
berpolakan bentuk manusia dan hewan dilarang diaplikasikan sebagai desain ornamen dalam
nilai- nilai islam kecuali bentuk yang telah ditransformasikan dan diabstraksi dalam berbagai
bentuk geometris.
Pada dasarnya motif ornamen di berbagai daerah di Aceh, selain memiliki perbedaan juga
memiliki beberapa bagian motif dengan kesamaan tertentu. Perbedaannya terkadang hanya
terletak pada kreativitas pola dan teknik desain motif ornamen oleh pemahatnya.
Persamaannya justru berasal dari landasan oleh falsafah luhur masyarakat karena kreativitas
dalam mendesain motif ragam hias tidak terlepas dari pola perilaku masyarakat Aceh yang
membentuk identitas kearifan lokalnya. Selain itu, ragam hiasAceh juga memiliki nilai fungsi,
pendidikan, moral, dan spiritual.
Dalam konteks arsitektur dan seni dekoratif, ornamen adalah dekorasi yang digunakan untuk
memperindah elemen bangunan atau objek. Pada pola-pola geometri ornamen Aceh yang
terbentuk terdapat logika-logika matematis. Pada dasarnya geometri ornamen Aceh
merupakan geometri sederhana yang dilakukan pengulangan (repetisi), pergerakan, rotasi,
skala, dan pencerminan serta gabungan antara satu sama lainnya. Ornamen rumoh Aceh
dilengkapi oleh berbagai ukiran. Ukiran-ukiran atau motif tersebut ada yang dipahat langsung
pada papan dan kayu dinding rumah atau berupa ornamen dari kayu lainnya yang disematkan
pada dinding secara bervariasi dan khas.
Menurut Aryo Sunaryo dalam (Sahputra & Arie Edytia, 2021), keberadaan sebuah ornamen
yaitu mengandung tiga fungsi, yaitu fungsi estetis, fungsi simbolik, dan fungsi konstruktif.
Berdasarkan motif hias atau pola bentuk, Aryo Sunaryo secara sederhana mengelompokkannya
menjadi 2 jenis ornamen, yaitu ornamen motif geometris dan ornamen motif organik. Motif
geometris biasanya menggunakan unsur-unsur seperti garis dan bidang yang berkembang dari
pengulangan titik, garis, atau bidang dari pola tertentu. Sedangkan ornamen motif organik
yang sering dibuat pada rumah tradisional aceh yaitu terdiri dari:
Ornamen motif hewan (fauna), Motif ini bercorak hewan unggas yang disukai oleh
masyarakat Aceh secara umum, seperti merpati dan balam atau perkutut.
Ornamen motif tumbuhan (flora), Motif ini mengikuti bentuk tumbuh-tumbuhan. Saat
ini ornamen tumbuhan menjadi bagian utama dari penciptaan pola ornamen yang lebih
menekankan pada aspek keindahan. Motif ini memnafaatkan semua elemen dari
tumbuhan baik akar, pucuk, biji dan buah, bunga, batang, maupun daun. Motif ini
biasa terdapat pada tangga, dinding tulak angen (rongga angin), balok pada bagian
atap, dan jendela.
Ornamen motif alam dan lanskap, motif ini mengmabil inspirasi dari alam seperti bulan,
bintang dan lain sebagainya.
Ornamen motif islami, motif ini menggambarkan bentuk-bentuk yang menekankan
aspek islami seperti motif kaligrafi, dan lainnya sebagainya.
Desa Lambeunot berada pada Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Jarak
desa Lambeunot dari pusat Kota Banda Aceh adalah 21,6 km yang berada pada jalur lintasan jalan
antar Provinsi. Desa ini merupakan salah satu desa di Aceh besar yang masih memiliki beberapa
7
rumah tradisional Aceh. Keberadaan rumah ini difungsikan sebagai tempat tinggal masyarakat
AR5231 Vernacular Architecture of Indonesia
desa yang telah dihuni secara turun temurun. Diantara hunian yang dipilih menjadi studi kasus
seperti pada gambar 7, merupakan rumah yang telah berumur ratusan tahun lamanya. Hak tinggal
diberikan oleh orang tua kepada anak perempuan dan begitu seterusnya, hingga saat ini tiga
rumah sebagai studi kasus sudah dihuni hampir 3 generasi.
Rumah
Ibu Nurasiah
Rumah
Ibu Fitri
Rumah
Ibu Mahyuni
Rumah tradisional Aceh sebagian besarnya masih menjadi hunian masyarakat di desa Lambunot
karena beberapa masyarakatnya masih mempertahankan keberadaan rumah tradisional Aceh yang
masih difungsikan sebagai hunian ataupun dialihfungsikan sebagai tempat lainyya seperti tempat
pengajian (bale beut) dan sebagainya. Beberapa bangunan terlihat masih terpelihara dengan baik,
namun ada beberapa elemen bangunan atau material yang sudah digantikan dan tidak tampak
lagi sebagaimana orisinalitasnya. Kesulitan untuk mendapatkan material kayu dengan mutu yang
baik juga berdampak pada perubahan penggunaan material rumah. Bahkan ada rumah yang sudah
seutuhnya digantikan dengan bangunan lainnya dikarenakan material yang sudah lapuk dan
hancur. Pergeseran terhadap nilai-nilai tradisional yang berdampak pada perubahan rumah
tradisional Aceh ini disebabkan oleh faktor perekonomian masyarakat dan perubahan budaya di
Aceh seiring berkembangnya zaman.
Rumah ini merupakan rumah warisan dari para indatu (nenek buyut) yang dipindahkan dari desa
Lampupok ke desa Lambeunot. Kedua desa ini terletak bersebelahan dalam satu kecamatan
Indrapuri. Ibu Mahyuni adalah keturunan keempat dari kepemilikan rumah ini, dan umur rumah
Aceh ini berkisar 150 tahun sebagaimana tampak pada gambar 8. Pada dasarnya, rumah ini telah
mengalami beberapa kali pemindahan. Pemindahan pertama dilakukan karena lokasi bangunan
berada di pinggir Sungai di desa Lampupok, merupakan lokasi yang rawan bencana banjir.
Perpindahan yang kedua dilakukan pada tahun 2014 yang dipindahkan dari desa Lampupok ke
desa Lambunot.
8
AR5231 Vernacular Architecture of Indonesia
Rumah Ibu Mahyuni mengaplikasikan beberapa motif ornamen pada elemen fasad bangunanya
seperti pada table 1. Terlihat pada gambar 9 bahwa ornamen hanya terdapat pada dinding (binteh)
yang terletak di bagian badan bangunan. Sedangkan pada bagian pintu (pintoe), jendela (tingkap)
dan tangga (rinyeun) tidak dihiasi dengan desain ukiran. Pada setiap sisi dinding bangunan
memiliki beberapa motif dan pola yang digabung menjadi satu kesatuan ornamen untuk estetika
fasad bangunan. Jumlah dan bentuk ornamen juga menjelaskan tahta pemilik rumah. Semakin
banyak dan rumit sebuah ornamen, makan semakin jaya pula status pemilik rumah. Sebaliknya
semakin sedikit dan sederhana motif ornament, maka status pemilik rumah tergolong cukup atau
kurang mampu.
kepala
Badan
Kaki
Kolong
Tabel 1. Identifikasi jenis-jenis motif dan pemaknaan ornamen pada fasad bangunan rumah tradisional Aceh
(studi kasus rumah Ibu Mahyuni)
Motif on cirih
bermakna :
- kerendahan hati
Motif pucok rebong Pada bagian atas dinding
- memuliakan tamu
9
(binteh)
AR5231 Vernacular Architecture of Indonesia
- perdamaian dan
kehangatan sosial
3. Motif bungong
Motif on cirih (daun sirih) seulanga bermakna :
- kesejahteraan
- kemakmuran
- keharmonisan
- lemah lembut
Pada bagian atas dinding
Motif bungong seulanga
(binteh -
Rumah ini merupakan rumah yang berumur lebih dari 200 tahun dan saat ini tapak rumah
dipindahkan ke lahan disamping tapak yang lama. Seperti yang tampak pada gambar 10, rumah
ini masih terlihat sangat baik dan saat ini telah dialihfungsikan menjadi tempat pengajian (bale
beut) bagi anak-anak di desa Lambunot. Walaupun tidak dihuni sebagai tempat tinggal, namun
keberadaan rumah ini masih tetap dipertahankan oleh pemilik yang sekarang untuk menjaga
warisan yang diturunkan secara turun temurun. Beberapa bagian dari elemen pembentuk
rumoh Aceh telah diganti dengan material yang baru. Tiang (tameh) rumah ini merupakan kayu
bulat dari pohon yang utuh, namun kondisi tameh saat ini sebagiannya telah dimakan rayap,
sehingga tameh dilakukan penyambungan kembali dengan tameh lainnya.
Seperti pada gambar 10 terlihat bahwa letak ornament pada Rumah Ibu Putri yaitu pada area
fasad bangunanya di dinding (binteh) luar. sama seperti rumah Ibu Mahyuni sebelumnya,
ornamen hanya terletak di bagian badan sebagaimana yang ditunjukkan oleh gambar 9.
Sedangkan pada bagian lainnya juga tidak dihiasi oleh ornamen tambahan sebagaimana
dijelaskan pada table 2.
12
AR5231 Vernacular Architecture of Indonesia
Tabel 2. Identifikasi jenis-jenis motif dan pemaknaan ornamen pada fasad bangunan rumah tradisional Aceh
(studi kasus rumah Ibu Putri)
Rumah Ibu Nurasiah masih tergolong baru dibandingkan dengan dua bangunan sebelumnya.
Rumah ini merupakan rumah yang dihadiahkan kepada beliau setelah membina rumah tangga.
Sebagaimana adat dalam kehidupan masyarakat Aceh yaitu rumoh Aceh biasanya akan menjadi
milik anak perempuan pada saat dia menikah, atau orang tua akan memberikan rumah sebagai
hadiahpada saat putrinya telah berumah tangga. Jadi rumah ini dibangun di tapak lahan dan
merupakan rumah dari generasi pertama.
Kondisi rumah ini sudah sangat tidak layak untuk dihuni dikarenakan kayu-kayu dinding
(binteh) dan lantai (aleu) sudah lapuk dan rusak. Berbeda dengan rumah sebelumnya yang
menggunakan atap seng, penggunaan atap rumbia masih dipertahankan walaupun keadaanya
sudah sangat memprihatinkan sepeti yang tampak pada gambar 11. Pada rumah ini, ornamen
yang diaplikasikan pada bangunan juga terletak pada bagian badan bangunan seperti pada
gambar 9. Arsitektur ini juga tidak menghiasi bagian pintu dan jendela dengan motif ornamen
sehingga tampak rumah hanya dilengkapi dengan hiasan sederhana. Selanjutnya, identifikasi
terkait ragam hias yang ada pada rumah Ibu Nursiah dapat dilihat pada tael 3 sebagai berikut.
Tabel 3. Identifikasi jenis-jenis motif dan pemaknaan ornamen pada fasad bangunan rumah tradisional Aceh
(studi kasus rumah Ibu Nurasiah)
kemajuan suatu
masyarakat
- persatuan
Motif bungong
geulima bermakna:
Campuran motif on bungong - Kesuburan
geulima (delima) dan pucok - Keindahan
rebong
Motif bungong
geulima bermakna:
- Kesuburan
- Keindahan
Motif tumbuhan (flora)
yang telah ditransformasikan Motif bungong awan-
bentuknya awan bermakna :
3. - Kekuasaan dan
kebesaran Allah
SWT.
- Sebagai hamba
patut mengingat
dan bersyukur
Campuran motif bungong kepada-Nya
Pada bagian atas dinding
geulima dana wan-awan
(binteh
15
AR5231 Vernacular Architecture of Indonesia
Berdasarkan identifikasi mengenai berbagai macam motif ornamen yang terdapat di rumah tradisional
Aceh pada Rumah Ibu Mahyuni, Ibu Putri, dan Ibu Nurasiah, didapatkan bahwa penggunaan motif
ragam hias pada bangunan tidak banyak dan rumit melainkan pola motif yang digunakan tergolong
sederhana. Terdapat beberapa jenis motif yang menghiasi fasad bangunan rumah tinggal tersebut,
antara lain yaitu motif tumbuhan (flora), motif alam (lanskap), dan motif geometris. Sebagaimana pada
tabel 4 menjelaskan analisis pengelompokan berbagai motif yang ditemukan pada rumah tradisional di
Desa Lambunot. Kecenderungan yang terlihat yaitu penggunaan motif flora sebagai motif yang
mendominasi ragam hias pada rumah tradisional di Desal Lambunot.
Tabel 4. Analisis pengelompokkan motif pada fasad bangunan rumah tradisional Aceh di Desa Lambunot
Rumah Ibu
Motif Rumah Ibu Mahyuni Rumah Ibu Putri
Nurasiah
Motif tumbuhan (floral)
Bungong seulanga Dinding atas (binteh)
Bungong Geulima Dinding atas (binteh)
On cirih Dinding atas (binteh)
Pucok rebong Dinding atas (binteh) Dinding atas (binteh)
Struktur kindang
Bungong seuleupok Dinding atas (binteh)
Bungong tabue Dinding atas (binteh)
Motif alam (lanskap)
Bungong Awan-Awan Dinding atas (binteh) Dinding atas (binteh) Dinding atas (binteh)
Bulan dan bintang Struktur kindang
Bungong Kipah Struktur kindang Struktur kindang
Motif geometris
Tapak catoe Tanggga (rinyeun)
16
AR5231 Vernacular Architecture of Indonesia
Berikut merupakan analisis Makna yang terdapat pada Motif Ragam Hias Rumah Tradisional Aceh di
desa Lambunot sebagaimana yang dijelaskan pada tabel 5.
Tabel 4. Analisis pengelompokkan motif pada fasad bangunan rumah tradisional Aceh di Desa Lambunot
langkah yang tepat, juga dilarang menyerah dalam kondisi apapun selama
masih mengandalkan keyakinan, usaha dan doa.
AR5231 Vernacular Architecture of Indonesia
Kesimpulan
Rumah tradisional Aceh merupakan khasanah budaya Aceh yang melambangkan identitas rakyat Aceh
dan mewakili kearifan lokalnya. Sehingga, eksistensinya harus tetap dijaga baik wujudnya maupun
pemahaman terhadap ilmu rumoh Aceh itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar kelangkaan rumah
tradisional aceh yang semakin hilang seiring berkembangnya zaman akan tetap diketahui dan diminati
oleh generasi mendatang sehingga nilai-nilai kearifan lokalnya tidak sirna. Salah satunya pemahaman
terkait ragam hias atau ornamen yang terdapat pada arsitektur tradisional Aceh. Ornamen merupakan
pelengkap keindahan dan nilai-nilai dari keutuhan rumoh Aceh. Oleh karena itu, berdasarkan analisis
di atas, ornamen pada rumah tradisional di Desa Lambunot terbentuk dari berbagai motif yaitu motif
tumbuhan (flora), motif alam (lanskap), dan motif geometris. Namun, ragam hias pada fasad
bangunannya didominasi oleh motif flora yang merupakan salah satu motif aksen utama pada rumah
Aceh. Disamping tu, setiap motif yang diaplikasikan tentunya mengandung makna dan filosifi yang
merepresentasikan norma dan nilai kehidupan masyarakat Aceh. Dibandingkan dengan rumoh Aceh
yang asli, rumah tradisional di Desa Lambunot memiliki pola ornamen yang cukup sederhana dan ragam
hiasnya hanya terletak hanya pada elemen tertentu di area fasad bangunan. Sehingga keberadaan
ornamen ini menandakan bahwa kepemilikan rumah tradisional ini memang benar adanya terletak di
desa dengan masyarakat desa yang umumnya mempunyai status kehidupan yang sederhana.
18
AR5231 Vernacular Architecture of Indonesia
Daftar Pustaka
Dhuhri, S. (2018). Islamic arts and the expression of theology: Acehnese traditional house, its
ornamentation and figurative motifs. Wacana Seni, 17, 1–39.
https://doi.org/10.21315/ws2018.17.1
Hamzah, M. (2018). TRANSFORMASI ORNAMEN RUMOH ACEH TEUNGKU CHIK AWEE GEUTAH PADA
RAPA ’ I ACEH. Melayu Arts and Performance Journal, 1(2), 246–261.
Herman, R. (2019). Arsitektur Rumah Tradisional Aceh. In KOMANG PUTRA: Blog Sastra & Budaya Bali.
https://www.komangputra.com/arsitektur-rumah-tradisional-bali.html
Iqbal, M., Fahrizal, E., & Selmi, H. (2019). Dokumentasi Rumah Aceh sebagai Upaya Pelestarian
Arsitektur Tradisional Aceh (Studi Kasus : Rumah T. Tjhik Muhammad Said). Jurnal Lingkungan
Binaan Indonesia, 8(2), 116–123. https://doi.org/10.32315/jlbi.8.2.116
Izziah, Sari, Hilma, L., Meutia, E., & Irwansyah, M. (2020). Traditional Acehnese House: Constructing
Architecture by Responding to the Power of Nature in Relation to the Local Wisdom Values. Aceh
International Journal of Science and Technology, 9(3), 132–139. https://doi.org/10.13170/17323
Kusuma, Budiarti, K. (2017). ORNAMEN ISLAM PADA ARSITEKTUR MASJID KAMPUS UGM.
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA.
Maulin, S., Zuriana, C., & Lindawati. (2019). Makna Motif Ragam Hias Pada Rumah Tradisional Aceh Di
Museum Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari Dan Musik
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala , 4(1), 78–96.
Mirsa, R. (2015). Rumoh Aceh. In Graha Ilmu: Vol. www.grahailmu.co.id
Natasya. (2015). TIPOLOGI MOTIF ORNAMEN PADA ARSITEKTUR RUMAH VERNAKULAR DESA LUBUK
SUKON DAN LUBUK GAPUY ACEH BESAR. Institut Teknologi bandung.
Natasya. (2019). Tipologi Motif Ornamen Pada Arsitektur Rumah Vernakular Desa Lubuk Sukon Dan
Lubuk Gapuy Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Desain & Konstruksi, 18(2), 170–183.
https://doi.org/10.35760/dk.2019.v18i2.2648
Putra, R. A., & Ekomadyo, A. S. (2015). Elaboration of Sign (Decoding) of Rumoh Aceh Using Semiotics
Approach. Tesa Arsitektur, Journal of Architectural Discourses , 13(1), 1–14.
http://journal.unika.ac.id/index.php/tesa/article/view/354
Sahputra, Z., & Arie Edytia, M. H. (2021). a Comparison Study on Ornament of Rumoh Aceh in Aceh
Besar and Umah Pitu Ruang in Aceh Tengah. Malaysian Journal of Sustainable Environment, 8(1),
1. https://doi.org/10.24191/myse.v8i1.12655
Sahputra, Z., Rauzi, E. N., & Mirza. (2018). TRANSFORMASI ORNAMEN ACEH UNTUK IDE
PERANCANGAN ARSITEKTUR KONTEMPORER DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE J-BATIK. 1,
1–9. https://docplayer.info/225188611-Transformasi-ornamen-aceh-untuk-ide-perancangan-
arsitektur-kontemporer-dengan-menggunakan-software-j-batik.html
Wardani, L. K. (2010). Fungsi , Makna dan Simbol ( Sebuah Kajian Teoritik ) Ruang Dalam Arsitektur-
Interior. Seminar Jelajah Arsitektur Nusantara 101010, 1–10.
19