Anda di halaman 1dari 10

RUMAH LAMIN KALIMANTAN TIMUR

OBJEK ARSITEKTUR TROPIS YANG MENGGUNAKAN


MATERIAL LOKAL

ARSITEKTUR TROPIS

DOSEN PEMBIMBING: GAGUK SUKOWIYONO

KELOMPOK: ANDHIKA CHOLIL GIBRAN (1422066)

ASHAR (1422096)
PENDAHULUAN

Kekayaan arsitektur lokal Indonesia sungguh beragam dan sangat


bernilai. Warisan nenek moyang kita yang terbentang di sepanjang nusantara,
sarat dengan nilai-nilai tradisi dan budaya. Pun demikian pada arsitektur
vernakular. Arsitektur vernakular lahir dari perkembangan arsitektur tradisional
yang kemudian beradaptasi dengan kondisi fisik, sosial dan budaya setempat.
Dibangun untuk mewadahi kebutuhan khusus, mengakomodasi nilai-nilai
masyarakat budaya, ekonomi dan cara hidup masyarakat. Arsitektur vernakular
di setiap daerah memiliki kekhasan dalam konstruksi bangunannya. Amos
Rapoport dalam buku House, Form, and Culture (1969) menyatakan bahwa salah
satu faktor yang membentuk suatu arsitektur vernakular adalah konstruksi
bangunan.

Hal ini dikemukakan pula oleh Paul Oliver dalam Dwellings The House
across The World, bahwa salah satu ciri dari arsitektur vernakular adalah
resources that grow yang meliputi struktur, teknologi dan bahan bangunan.
Kita dapat melihat kekhasan material arsitektur vernakular di negara Malaysia
dan Indonesia yang menggunakan sistem struktur dan konstruksi dari kayu
hutan tropis. Penggunaan lumpur padat di Mesir. Struktur rumah dari bambu di
Pakistan dan India dan struktur batu banyak ditemui di Italia. Victor Papanek
(199) dalam Wiranto (1999), arsitektur vernakular merupakan pengembangan
dari arsitektur rakyat memiliki nilai ekologis,arsitektonis dan alami karena
mengacu pada kondisi, potensi, iklim - budaya dan masyarakat lingkungannya.
Arsitektur rakyat yang dimaksud adalah arsitektur alam yang dikembangkan oleh
norma, budaya, adat, iklim, dan potensi bahan. Wiranto (1999) menjelaskan
bahwa arsitektur vernakular yang tumbuh dari arsitektur rakyat dan berkembang
melewati tahap tahap konfigurasi lapis lapis kebudayaan dalam pejalanan
sejarahnya mengalami banyak tekanan tekanan, baik pada kondisi internal
maupun external. Kekuatan external antara lain dari masyarakat industri Barat
yang menebarkan potensi teknologi modern, bahan bangunan modern. Dilain
pihak masyarakat telah memiliki tradisi budaya regional yang kuat yang telah
diakui masyarakatnya selama puluhan tahun. Arsitektur vernakular mengandung
kesepakatan yang menanggapi secara positip terhadap iklim disamping terhadap
ruang, waktu dan budaya. Arsitektur ini juga memberikan prinsip dan simbol
masa lalu untuk dapat ditransformasikan kedalam bentuk bentuk yang akan
bermanfaat bagi perubahan perubahan tatanan sosial masa kini .

Begitu pula pada arsitektur Kutai di Tenggarong, Kutai Kertanegara,


Kalimantan Timur yang kaya akan nilai vernakularisme. Memang kita tidak
menemukan nilai vernakular pada kampungkampung atau level kota (kabupaten)
Kutai yang eksistensinya telah hilang tanpa terdokumentasi dengan baik. Tetapi
vernakularisme arsitektur Kutai dapat tercermin dalam rumah Kutai yang
keberadaannya kini hampir langka di Kutai Kertanegara. Nilai vernakular rumah
Kutai dapat kita lihat dari adaptasinya terhadap iklim tropika humida di
Kalimantan Timur dengan curah hujan cukup tinggi dan perbedaan temperatur
siang dan malam sekitar 5-7. Kondisi kelembapan udara cukup tinggi sekitar
86% dengan kecepatan angin sekitar 5 knot per jam.

Bentuk rumah Kutai memiliki lantai panggung yang akomodatif terhadap


iklim tropis di mana ruang panggung dapat memberikan jalan berhembusnya
angin sehingga udara dalam rumah dapat lebih sejuk dan kelembaban yang
tinggi juga dapat terkurangi dengan adanya panggung. Rumah panggung juga
menjaga keamanan penghuni dari hewan-hewan berbahaya yang banyak
terdapat di hutan-hutan di Kaltim. Kondisi tanah di Kutai Kertanegara yang
cenderung berawa diatasi dengan penggunaan material konstruksi bangunan
yang didominasi oleh kayu ulin yang memiliki kekuatan dan ketahanan terhadap
air/kelembaban. Jika dipelihara dengan baik, konstruksi kayu ulin dapat bertahan
hingga ratusan tahun. Aspek struktur dan konstruksi inilah yang akan ditekankan
pada tulisan ini karena perlakuan masyarakat Kutai terhadap kayu seperti
memotong, menghias, menghaluskan, dan menyambung kayu tentu berbeda
dengan daerah/wilayah lain yang memiliki kondisi iklim dan geografis yang
berbeda.

Sayang sekali rumah Kutai sudah sangat jarang ditemui di Kutai dan
Kertanegara. Banyak yang sudah ambruk karena termakan usia dan adapula
yang direnovasi pemiliknya menjadi arsitektur modern. Mencari jejak rumah
Kutai cukup sulit dilakukan karena belum ada dokumentasi yang baik dan
terpublikasi. Untuk itu penulis ingin menggali nilai vernakular rumah Kutai
terutama aspek struktur dan konstruksi yang cukup menonjol dalam adaptasinya
menghadapi iklim Kaltim. Penelitian ini bertujuan untuk Menjelaskan tentang
material yang digunakan pada rumah Kutai yang berasal dari resources that
grow yang tumbuh di wilayah Kutai Kertanegara (Kalimantan Timur), dan
menjelaskan sistem struktur dan konstruksi rumah suku Kutai yang adaptif
dengan iklim di wilayah Kutai Kertanegara (Kalimantan Timur).
A. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan paradigma


rasionalistik. Data-data diperoleh dengan observasi pustaka berkaitan dengan
rumah tropis dengan material lokal. Pembahasan dilakukan dengan riset
kepustakaan, yaitu melalui literatur-literatur dan media informatif lain yang
berhubungan dengan pembahasan dan bersifat deskriptif.

B. PEMBAHASAN

Rumah Kutai ini berada di Jalan Awang Long Senopati, Kampung


Sukarame, Teluk Bentangis. Terletak di pinggir sungai Mahakam. Dahulu dimiliki
oleh almarhum dr. Aji Radi, seorang kerabat keraton Kutai Kertanegara. Rumah
ini adalah tipe rumah Pelimasan. Secara horisontal rumah terbagi menjadi 3
bagian yaitu bagian pertama yaitu teras depan, bagian kedua adalah ruang
keluarga yang berfungsi sebagai tempat tidur, dan bagian ketiga adalah ruang
dapur. Di serambi depan dihiasi oleh ukiran dan ornamen gaya Melayu. Di bagian
depan rumah, terdapat tangga untuk naik ke dalam bangunan. Dilihat secara
vertikal struktur rumah terbagi atas struktur panggung, tengah (badan), atas
(atap). Dikatakan bahwa struktur rumah yang teratur dan simetris memiliki
ketahanan yang baik terhadap kemungkinan bencana alam seperti angin
kencang atau gempa. Dari gambar berikut, kita bisa mengetahui bahwa struktur
rumah Kutai ini berbentuk teratur dan simetris dan hal ini berarti rumah Kutai
beradaptasi dengan faktor angin yang cukup kencang di wilayah Kaltim. Tetapi
tentu saja tak sekedar berbentuk teratur dan simetris, tetapi juga struktur harus
kuat dalam hubungan antara elemen konstruksinya.

Fasad rumah berbentuk simetris dengan 3 buah tangga, di tengah dan di


samping kanan dan kiri. Tangga tengah adalah tangga utama, disediakan untuk
tamu, sedang tangga di sebelah kanan dan kiri digunakan untuk keluarga.
Kolong rumah sisi depan ditutup dengan panel kayu. Atap berbentuk limasan
bertumpuk dengan tritisan di sekeliling bangunan yang menggambarkan sifat
adaptif terhadap iklim tropis dengan kelembaban tinggi di Indonesia. Struktur
rumah Kutai merupakan struktur rangka kayu. Secara umum struktur bangunan
dapat dibagi menjadi 2 bagian yakni struktur bawah dan struktur atas.

1. Pondasi

Pondasi menggunakan kayu ulin yang memang tahan terhadap tanah


lembab dan awet hingga puluhan tahun. Dimensi kayu ulin untuk pondasi cukup
besar sekitar 20/30 (biasanya hanya

10/10). Ulin dipancangkan hingga ke tanah keras hingga ke lantai rumah yang
tingginya panggungnya sekitar 150 cm. Ruang panggung ini digunakan untuk
penyimpanan barang-barang. Pondasi digunakan sebagai alas perletakan balok
kerangka rumah yang merupakan balok kayu dengan dimensi besar ( 15/20
yang diletakkan horisontal). Balok induk dipasang ke dalam celah pada kolom
pondasi.
Seperti halnya rumah Melayu pada umumnya, kerangka bangunan
umumnya menggunakan sistem pasak yang tidak memerlukan paku dan mudah
dibongkar pasang. Tetapi berangsurnya waktu, ada hal-hal modern yang harus
diterapkan pada arsitektur vernakular demi mempertahankan eksistensinya.
Perlakuan tambahan seperti penguatan dengan paku atau plat.

2. Kolom

untuk teras juga menggunakan ulin. Ring balk menyangga kuda-kuda


atap, dari kayu ulin., Sedang balok lantai terdiri balok induk dan balok anak.

3. Lantai

Dengan didukung oleh balok induk yang disangga oleh kolom ulin. Rumah Lamin
menggunakan papan ulin sebagai lantai. Tinggi panggung sekitar tinggi orang
dewasa sehingga dapat beraktifitas di bawah panggung. Papan ulin disusun
rapat. Balok anak diletakkan pada celah yang telah disediakan, di sepanjang
balok induk. Lantai memiliki tinggi sekitar 140 cm di atas tanah. Penghawaan
menjadi lebih sejuk karena di bagian kolong dapat dilalui oleh angin yang
berembus hingga ke dalam rumah.

4. Dinding

Dinding

terdiri
dari panel-
panel yang dipasang dengan
posisi horisontal yang melekat pada kolom ulin. Bahannya dari papan ulin dan
tersusun rapat. Sementara kerangka pintu dan jendela, semua terbuat dari kayu
ulin yang hingga sekarang kondisinya masih baik dan kuat. Daun pintu dan
jendela umumnya terbuat dari papan kayu bengkirai. Di kusen pintu terdapat
ukiran-ukiran Kutai berbentuk flora.
Atap

Kontruksi atap rumah Kutai berbahan ulin yang awet hingga puluhan
tahun. Sedang penutup atapnya menggunakan atap sirap yang mampu bertahan
antara 30 hingga 60 tahun. Pemilihan atap ulin merupakan bentuk kearifan lokal
masyarakat Kutai yang mampu menciptakan kesejukan di dalam ruangan. Tetapi
kini pohon ulin

sangat sulit ditemukan di Kalimantan, termasuk di Kalimantan Timur. Atap sirap


setelah bertahun-tahun tertimpa matahari, biasanya warnanya menjadi
cenderung abu-abu. Sirap berasal dari kayu ulin yang dipotong tipis dan disusun
sirih hingga memiliki kerapatan yang baik terhadap cuaca panas dan hujan. Usuk
dan reng biasanya menggunakan kayu sungkai yang kekuatan dan keawetannya
di bawah kayu ulin.

5. Konstruksi tangga

menggunakan pasak dan papan ulin. Setiap anak tangga, pada kedua ujungnya
dibentuk tonjolan yang dimasukkan ke dalam lubang pada 2 papan yang
mengapit anak tangga. Selanjutnya dikunci dengan pasak di lubang pada
tonjolan anak tangga. Perlakuan berulang pada setiap anak tangga.
C. KESIMPULAN

Kekayaan lokal arsitektur rumah Lamin dapat dilihat dari aplikasi material
dan konstruksinya yang didominasi oleh kayu ulin/kayu besi yang kini terancam
langka. Struktur rumah Lamin didominasi oleh kayu ulin yang dahulu melimpah
ruah di bumi Kalimantan Timur. Struktur bawah, tengah dan atas didominasi oleh
kayu ulin. Rumah Kutai yang termasuk dalam kebudayaan Melayu tidak
mengenal paku pada rumahnya, hampir semua menggunakan pasak atau
kuncian dengan membuat profil kayu tertentu. Tetapi kini banyak dilakukan
perkuatan bangunan rumah Kutai dengan paku atau pelat, untuk
memperpanjang usia rumah Kutai Saran Warisan arsitektur suku Kutai terutama
rumah-rumah penduduknya sangat sedikit yang masih berdiri. Sebagian besar
telah dalam kondiri rusak. Dan sebagiannya kemudian diganti menjadi bangunan
berarsitektur modern. Untuk itu perlu perhatian dari pemerintah dan masyarakat
untuk melestarikan rumah Kutai yang masih tersisa di kota Tenggarong. Dengan
melestarikan rumah Kutai berarti memelihara warisan budaya nenek moyang.

Anda mungkin juga menyukai