Oleh :
HASMA
(A062181031)
Proses Manajemen
Perencanaan
Pengendalian
Setelah suatu rencana dibuat, rencana tersebut harus diimplementasikan dan dimonitor
oleh para manajer dan pekerja untuk memastikan bahwa rencana tersebut berjalan bagaimana
seharusnya. Pengendalian adalah aktivitas manajerial untuk memonitor implementasi rencana
dan melakukan perbaikan sesuai sesuai kebutuhan. Pengendalian biasanya dicapai dengan
menggunakan umpan balik. Umpan balik (feedback) adalah informasi yang dapat digunakan
untuk mengevaluasi atau memperbiki langkah-langkah yang dilakukan dalam
mengimplementasikan suatu rencana.
Pengambilan Keputusan
Jenis Organisasi
Sistem informasi akuntansi pada suatu organisasi memiliki dua subsistem utama,
yaitu sistem akuntansi keuangan dan manajemen. Kedua subsistem akuntansi tersebut
berbeda tujuan, sifat masukan dan jenis proses yang digunakan untuk mengubah masukan
menjadi keluaran. Sistem informasi keuangan berhubungan dengan penyediaan keluaran bagi
pengguna eksternal dengan menggunakan kegiatan ekonomi sebagai masukan serta proses
yang memenuhi aturan dan konvensi tertentu.
Manajemen biaya strategis adalah penggunan data biaya untuk mengembangkan dan
mengidentifikasi strategi-strategi superior yang akan menghasilkan keunggulan bersaing yang
berkelanjutan. Perusahaan umumnya memilih suatu proses strategis yang sesuai dengan satu
dari dua strategi umum :
Efisiensi
Kualitas dan waktu merupakan hal yang penting, tetapi peningkatan dimensi tersebut
tanpa peningkatan laba akan membuat kinerja menjadi sia-sia atau bahkan fatal.
Meningkatkan efisiensi juga merupakan hal yang penting. Pengukuran efisiensi juga
merupakan hal yang penting. Pengukuran efisiensi financial dan non financial diperlukan.
Tren dalam biaya sepanjang waktu dan perubahan produktifitas dapat menjadi ukuran penting
atas keefektifivan keputusan perbaikan berkelanjutan.
Perilaku Etis
Perilaku etis melibatkan pemilihan tindakan-tindakan yang “benar”, “sesuai”. “adil;”.
Pemikiran mengenai pengorbanan kepentingan seseorang untuk kebaikan orang lain
menghasilkan beberapa nilai inti-nilai yang mendeskripsikan arti dari benar dan salah secara
lebih konkret. Sepuluh nilai inti menghasilkan prinsip-prinsip yang membedakan antara benar
dan salah dalam istilah umum. Dengan demikian, nilai tersebut menyediakan petunjuk
tingkah laku, yaitu :
1. Kejujuran
2. Integritas
3. Pemenuhan janji
4. Kesetiaan
5. Keadilan
6. Kepedulian terhadap sesame
7. Penghargaan terhadap orang lain
8. Kewarganegaraan yang bertanggung jawab
9. Usaha untuk mencapai kesempurnaan
10. Akuntabilitas
KONSEP-KONSEP DASAR AKUNTANSI MANAJEMEN
Pembebanan Biaya: Penelusuran Langsung (Direct Tracing), Penelusuran Penggerak
(Driver Tracing), dan Alokasi (Allocation)
Biaya
Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan
barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau dimasa datang bagi
organisasi. Biaya peluang adalah manfaat yang diserahkan atau dikorbankan ketika satu
alternatif dipilih dari beberapa alternatif lain. Biaya dikeluarkan untuk mendapatkan manfaat
dimasa depan, pada perusahaan yang berorientasi laba, manfaat masa depan biasanya berarti
pendapatan. Jika biaya telah dihabiskan dalam proses menghasilkan pendapatan, maka biaya
tersebut dinyatakan kadaluwarsa. Biaya yang kadaluwarsa disebut beban. Biaya dan harga
berkaitan erat, dalam pengertian bahwa harga harus melebihi biaya agar meghasilkan laba
yang cukup banyak.
Objek Biaya
System akuntansi manajemen dibuat untuk mengukur dan membebankan biaya
kepada entitas, yang disebut sebagai objek biaya objek biaya dapat berupa apapun, seperti
produk, pelanggan, departemen, proyek, aktivitas, dsb yang diukur biayanya dan dibebankan.
Dalam beberapa tahun terakhir, aktivitas muncul sebagai objek biaya yang penting. Aktivitas
adalah orang-orang dan atau peralatan yang melakukan kerja bagi orang lain. Oleh sebab itu,
aktivitas adalah unit dasar kerja yang dibutuhkan dalam sebuah organisasi, dan dapat juga
digambarkan sebagai suatu pengumpulan tindakan dalam suatu organisasi yang berguna bagi
para manajer untuk melakukan perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan.
Keakuratan Pembebanan
Keakuratan adalah suatu konsep yang relative, dan harus dilakukan dengan wajar
serta logis terhadap penggunaan metode pembebanaan biaya. Tujuannya adalah untuk
mengukur dan membebankan biaya terhadap sumber daya yang dikonsumsi oleh objek biaya.
1. Ketertelusuran
Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak dapat dengan mudah dan akurat dilacak
sebagai objek biaya. Biaya langsung adalah biaya yang dengan mudah dan akurat ditelusuri
sebagai objek biaya. Ketelusuran adalah kemampuan untuk membebankan biaya ke objek
biaya dengan cara yang layak secara ekonomi berdasarkan hubungan sebab akibat. Semakin
besar biaya yang dapat ditelusuri ke objeknya, semakin akurat pembebanan biayanya.
Ketelusuran adalah unsure utama dalam pengembangan pembebanan biaya yang akurat.
2. Metode Penelusuran
Penelusuran biaya ke objek biaya dapat terjadi melalui salah satu dari dua cara
berikut: (a) penelusuran langsung, yaitu suatu proses pengidentifikasian dan pembebanan
biaya yang berkaitan secara khusus dan fisik dengan suatu objek dan biasanya dikerjakan
dengan pengamatan secara fisik. (b) penelusuran penggerak, yaitu penggunaan penggerak
untuk membebani biaya ke objek biaya. Dalam konteks pembebanan biaya, penggerak adalah
faktor penyebab yang dapat diamati dan yang mengukur konsumsi sumber daya objek biaya.
Oleh karena itu penggerak adalah faktor yang menyebabkan perubahan dalam penggunaan
sumber daya, dan memiliki hubungan sebab akibat dengan biaya yang berhubungan dengan
objek biaya. Penelusuran penggerak biasanya kurang akurat dibandingkan penelusuran
langsung. Akan tetapi jika hubungan sebab akibatnya kuat, maka dapat diperkirakan adanya
tingkat keakuratan yang lebih tinggi.
3. Membebankan Biaya Tidak Langsung
Biaya tidak langsung adalah biaya-biaya yang tidak dapat dibebankan ke objek-objek
biaya, baik menggunakan penelusuran langsung maupun penggerak. Hal ini berarti bahwa
tidak ada hubungan sebab akibat antara biaya dengan objek biaya atau penelusuran tidak
layak dilakukan secara ekonomis. Pembebanan biaya tidak langsung ke objek biaya desebut
alokasi. Oleh karena itu tidak terdapat hubungan sebab akibat, pengalokasian biaya tidak
langsung didasarkan pada kemudahan atau beberapa asumsi yang berhubungan.
4. Ringkasan Pembebanan Biaya
Keakuratan penelusuran penggerak tergantung pada kualitas hubungan sebab akibat
yang digambarkan oleh penggerak. Pengidentifikasian penggerak dan penilaian kualitas dari
hubungan sebab akibat, jauh lebih besar biayanya dibandingkan dengan penelusuran
langsung atau alokasi. Salah satu keunggulan alokasi adalah kemudahan dan rendahnya biaya
implementasi. Akan tetapi, alokasi adalah metode yang tingkat keakuratan pembebanan
biayanya paling rendah, dan penggunaannya harus seminimal mungkin (sedapat mungkin
dihindari).
ABM). Jantung atau elemen pusat dari model FBM adalah fungsi, sementara elemen model
ABM adalah aktivitas.
1. Tinjauan biaya FBM, biaya-biaya sumber daya dibebankan ke unit-unit fungsioanal
dan kemudian ke produk.
2. Tinjauan biaya ABM, biaya dilacak untuk aktivitas dan kemudian ke produk.
3. Tinjauan efisiensi operasional FBM, penyediaan informasi untuk perencanaan dan
pengendalian adalah tujuan lainnya dari akuntansi manajemen. Untuk mengendalikan
pembembanan biaya untuk unit organisasional dan kemudian menuntut tanggung
jawab unit manajerorganisasional untuk pengendalian biaya yang dibebani.
4. Tinjauan efisiensi operasional ABM, manajemen berdasarkan aktivitas fokus pada
aktivitas manajemen dengan tujuan memperbaiki nilai yang diterima oleh pelanggan
dan profit yang diterima dengan menyediakan nilai ini.
PENGANTAR
Konsep yang mendasari filosofi Just-in-Time (JIT) adalah untuk memuluskan proses
manufaktur melalui penanganan bahan yang efisien, seperti menyediakan bahan yang tepat
dalam kuantitas dan kualitas yang tepat, tepat pada waktunya untuk produksi (Low dan Chan,
1997) untuk menghilangkan atau mengurangi limbah, sehingga menghasilkan nilai
maksimum bagi pelanggan. Konsep asli JIT dibuat olehTaiichi Ohno, pengembang utama
Toyota Production System (TPS). TPS memberikan dasar untuk apa yang menjadi populer
dikenal sebagai JIT (Liker, 2004). Awalnya, itu diterapkan pada industri manufaktur.
Keberhasilan ini membantu mencapai kualitas produk yang lebih baik, pemeliharaan
preventif, dan motivasi karyawan, dan juga meningkatkan keterlibatan dan komitmen pekerja
terhadap organisasi mereka.
Selain itu, JIT telah membantu mengurangi lead time, throughput atau waktu set-up,
cacat, biaya akhir, pengerjaan ulang, overhead pabrik, tingkat persediaan dan ruang
penyimpanan, dan juga telah meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan (Akintoye,
1995; Rendah dan Chan, 1997; Low dan Tan, 1998; Low dan Mok, 1999). Namun, ini tidak
berarti bahwa penerapan JIT harus dibatasi pada perusahaan manufaktur. Baru-baru ini,
praktek JIT telah diperluas untuk mencakup perusahaan konstruksi, di mana konsep JIT telah
terbukti memberikan banyak manfaat kepada organisasi konstruksi (Lim dan Low, 1992;
Akintoye, 1995). Filosofi JIT, oleh karena itu, memiliki potensi untuk membantu
memecahkan masalah yang telah melanda industri konstruksi Cina dan mungkin dapat
mengubah citra buruk industri konstruksi menjadi lebih baik. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menguji bagaimana JIT dapat diimplementasikan dalam industri konstruksi
Cina.
METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan deduktif diadopsi dalam penelitian ini. Penelitian ini dimulai dengan
tinjauan literatur JIT dan industri konstruksi Cina, dengan tujuan mengusulkan rekomendasi
yang tepat untuk implementasi potensi JIT oleh berbagai pemangku kepentingan dalam
industri konstruksi Cina. Struktur komponen penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.
Latar Belakang
JIT adalah seperangkat prinsip, alat dan teknik yang memungkinkan perusahaan untuk
memproduksi dan mengirimkan produk dalam jumlah kecil dengan lead time pendek untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan tertentu (untuk contoh lihat Voss, 1987; Liker, 2004; Harber
et al., 1990 ). JIT juga dapat disebut sebagai filosofi manajemen. JIT berkaitan dengan cara
perusahaan manufaktur mengatur dan mengoperasikan bisnisnya (Low dan Chan, 1997). JIT
dipandang oleh Gyampah dan Gargeya (2001) sebagai strategi jangka panjang yang dapat
mempromosikan keunggulan dan menghilangkan pemborosan di seluruh organisasi.
Beberapa organisasi gagal menerapkan konsep JIT dengan sukses karena berbagai
masalah. Ang (1999) secara luas mengklasifikasikan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh
para profesional dalam dua kategori: masalah yang terkait dengan industri (misalnya,
peraturan bangunan, kurangnya kepastian, tidak fleksibelnya jadwal JIT) dan masalah-
masalah yang berkaitan dengan manusia (biasanya melibatkan semua pemangku kepentingan
seperti kontraktor , subkontraktor, pemasok, dan klien). Low dan Tan (1998) menyoroti
bahwa dukungan terbatas dari pemerintah, konsultan, klien, dan dewan perundangan tidak
mempromosikan implementasi JIT dalam industri konstruksi. Oral et al. (2003)
mengidentifikasi enam karakteristik umum dari negara berkembang dan kemungkinan
mereka berdampak pada implementasi JIT: (1) biaya pelaksanaan, (2) biaya teknologi dan
pemeliharaan, (3) produktivitas tenaga kerja dan biaya tenaga kerja, (4) inflasi dan kondisi
pasokan, (5) kondisi permintaan dan (6) budaya.
Inisiatif dari pemerintah dan dukungan dari pemerintah pada filosofi manajemen baru
merupakan faktor penting dalam membantu transformasi industri konstruksi. Laporan Egan
(1998) mencatat bahwa kinerja konstruksi di Inggris dapat ditingkatkan melalui standarisasi
komponen yang lebih besar, lebih banyak pembuatan di luar lokasi dan penggunaan teknik
konstruksi “ramping”. Di Singapura, Dewan Pengembangan Industri Konstruksi (1992) juga
merekomendasikan teknik konstruksi ramping, termasuk penggunaannya dalam konstruksi
pendidikan tinggi (Low and Le, 2009). Commonwealth of Australia (1999) menyarankan
bahwa perusahaan konstruksi menggunakan teknologi terbaru dan proses manajemen,
termasuk teknik JIT, untuk memastikan bahwa industri konstruksi Australia tetap kompetitif.
Sementara peningkatan kinerja dalam industri konstruksi Cina patut dipuji, pasar
domestik masih menghadapi sektor konstruksi di Cina masih tertinggal dari negara-negara
maju di bidang kerangka hukum dan mekanisme kelembagaan, struktur industri, teknologi,
dan pasar internasional berbagi (lihat Xu et al., 2005). Dengan demikian, ada baiknya untuk
memeriksa industri konstruksi Cina secara keseluruhan sebelum membuat rekomendasi untuk
implementasi JIT di industri. Telah dilaporkan bahwa banyak perusahaan konstruksi Cina
menderita produktivitas rendah (Low dan Jiang, 2003; Xu et al., 2005), proyek berkualitas
rendah dalam portofolio mereka (Yao et al., 2001; Chen, 1998; Xu et al. ., 2005) dan
profitabilitas rendah (Chen, 1998; Cheah et al., 2007; Zeng et al., 2003). Masalah-masalah ini
dijelaskan di bawah ini.
Produktifitas
Kualitas
Meskipun manajemen mutu telah semakin berhasil di Cina, penerapannya tampaknya
tidak merata dalam hal kepemilikan (Li et al., 2003). Low (1999) menyoroti bahwa ISO 9000
dapat menawarkan pendekatan sistematis untuk manajemen kualitas, dengan klausul dan
pedoman standar yang dapat membantu implementasi JIT. ISO 9000 sertifikasi telah
diterapkan secara bertahap di China sejak 1992. Pada tahun 1992, berbagai upaya telah
dilakukan oleh pemerintah China untuk memperkenalkan ISO 9000 dengan harapan bahwa
pengaturan perilaku kualitas akan membangun dan menegakkan kesadaran berkualitas di
antara staf (Li et al., 2003). Pada Juni 1999, perusahaan konstruksi bersertifikasi ISO 9000
terdiri dari 13,3% dari total organisasi tersertifikasi di China (Zeng et al., 2003). Dengan
memanfaatkan data dari Biro Statistik China selama periode 1993 hingga 2001, Yung dan
Yip (2009) menemukan bahwa kualitas konstruksi di Cina telah meningkat dalam periode ini
dan telah sangat dipengaruhi oleh penerapan sistem pengawasan konstruksi wajib secara
bertahap, produktivitas kerja yang lebih tinggi , dan penggunaan lebih banyak tanaman dan
mesin per meter persegi luas lantai. Namun, kritik dan keluhan tentang kualitas konstruksi
yang buruk di China terus berlanjut (Chen, 1998; Lam dan Cheng, 2004), sebagaimana
dibuktikan oleh sejumlah besar bangunan yang runtuh selama gempa bumi Sichuan 2008,
terowongan Metro runtuh di Hangzhou pada tahun 2008. dan jatuhnya blok apartemen yang
telah selesai di Shanghai pada tahun 2009.
Profitabilitas
Penting untuk dicatat bahwa industri konstruksi Cina adalah sektor yang sangat padat
karya, dan sebagian besar tenaga kerja konstruksi terdiri dari petani dan pekerja menganggur,
yang dapat dengan mudah direkrut karena persyaratan yang relatif rendah untuk keterampilan
dalam konstruksi dan besar-besaran. kebutuhan pembangunan perkotaan di Cina. Statistik
resmi dari Kementerian Konstruksi mengungkapkan bahwa hanya 10% dari 32 juta petani
yang menjadi pekerja konstruksi memiliki pelatihan dasar dalam karir mereka, dibandingkan
dengan lebih dari 70% di negara maju (Xinhua, 2009). Xu et al. (2005) menemukan bahwa
97% dari karyawan konstruksi memiliki tingkat pendidikan di bawah ijazah universitas atau
perguruan tinggi. Ling et al. (2005) mencatat bahwa tingkat keterampilan profesional sangat
rendah sehingga pekerja memerlukan gambar yang sangat rinci untuk mengoperasikan mesin.
Cina adalah pengguna bahan mentah yang intensif. Peningkatan permintaan untuk
bahan baku adalah karena tingginya permintaan China untuk pembangunan infrastruktur
dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, naiknya harga minyak, harga bahan baku, harga
BBM dan biaya transportasi pasti dan terus-menerus memiliki dampak langsung pada industri
bahan bangunan. Untuk memanfaatkan diskon pada pesanan besar, kontraktor Cina biasanya
akan memesan sejumlah besar material danmembuat pesanan pembelian awal dari pemasok.
Ini telah diidentifikasi sebagai praktik normal di negara berkembang (Polat dan Arditi, 2005).
Hubungan Pemasok
Kekuatan tawar pemasok bahan bangunan lokal di Cina telah secara bertahap terkikis
selama dekade terakhir (Lan dan Jackson, 2002). Risiko bagi pemasok dengan daya tawar
rendah adalah mereka harus menanggung biaya tambahan untuk mengirimkan bahan dalam
jumlah kecil (Harber et al., 1990) jika JIT akan dilaksanakan. Lan dan Jackson (2002)
menemukan bahwa bahan bangunan konvensional berlebihanpasokan karena deregulasi dan
konsentrasi produksi rendah dalam pembuatan bahan bangunan. Ada lebih dari 200.000
pemasok bahan bangunan di seluruh China pada pertengahan 1990-an, tanpa monopoli oleh
satu perusahaan. Dalam banyak kasus, kemitraan jangka panjang antara pemasok sumber
tunggal dan kontraktor utama jarang didirikan. Hubungan pemasok ("guanxi") dengan
pemangku kepentingan yang relevan (misalnya klien atau kontraktor) berpotensi
memengaruhi hasil yang menguntungkan dalam proses seleksi. Selain itu, Lu dan Yan (2007)
menemukan bahwa sebagian besar perusahaan konstruksi Cina tidak memahami pendekatan
kemitraan formal dengan jelas, dan tidak dapat merasakan manfaat kemitraan berbasis
proyek.
Pembelian
Saat ini, sistem pengadaan yang paling banyak diadopsi di industri konstruksi Cina
adalah pendekatan desain-tawaran-membangun. Pendekatan ini dilaksanakan oleh
Kementerian Konstruksi (MoC). Namun, Kementerian Perhubungan membuat lembaga
desain dan kontraktor domestik bertanggung jawab hanya untuk pekerjaan mereka sendiri
dan dengan demikian gagal untuk sepenuhnya mendorong kerjasama sebelum penyelesaian
gambar (Liu dan Low, 2007). Sebuah survei oleh Kementerian Perumahan dan Pembangunan
Perkotaan-Pedesaan (MOHURD, 2008) untuk menyelidiki penggunaan pengadaan desain dan
membangun (D & B) di Cina menunjukkan bahwa hanya 18 dari 37 perusahaan konstruksi
besar yang berpengalaman dalam mode D & B. Terbatasnya penggunaan pengadaan D & B
di Cina telah secara langsung menghambat kemampuan konstruksinya dan secara tidak
langsung menghambat implementasi JIT dalam industri konstruksi Cina.
Kontrol Legislatif
Kendala lain yang potensial untuk keberhasilan implementasi JIT adalah kontrol
legislatif dalam industri konstruksi (Ang, 1999). Persyaratan ketat dari permintaan
permintaan industri dari banyak biro pemerintah (misalnya, Biro Konstruksi, Biro Kebakaran,
Biro Lingkungan) sebagai hasil dari struktur tata kelola multi-layered dan terfragmentasi
dalam industri konstruksi Cina (Chan et al., 1999; Cheah and Chew, 2005). Untuk sebagian
besar proyek konstruksi dan desain, ini berpotensi menunda dimulainya konstruksi.
Inefisiensi terkait dapat memiliki efek knock-on pada pengaturan perencanaan serta
pengadaan peralatan dan tenaga kerja. Yang juga terpengaruh adalah merencanakan
perjanjian yang dibuat antara perusahaan konstruksi dengan pemangku kepentingan lain
(misalnya, pemasok dan subkontraktor). Proses yang kompleks dan memakan waktu untuk
mendapatkan persetujuan membangun di China, oleh karena itu, memerlukan peningkatan
lebih lanjut.
DISKUSI
Organisasi yang lebih besar dengan sumber daya keuangan yang kuat tampaknya
lebih cenderung menerima manfaat dari implementasi JIT (Adrian, 1987; Waters, 2009).
Selain pertimbangan keuangan, Zhu et al. (1995) berpendapat bahwa implementasi JIT juga
akan membawa perubahan organisasi yang luar biasa. Jika perubahan ini akan meluas ke
seluruh industri, penerapan JIT dalam industri konstruksi Cina tidak dapat dilakukan oleh
semua perusahaan konstruksi pada saat yang bersamaan. Pendekatan yang masuk akal adalah
dengan menawarkan uji coba percobaan di antara perusahaan konstruksi milik negara yang
lebih besar, yang lebih baik diberkahi (BUMN) yang cenderung mengadopsi JIT sebagai
strategi jangka panjang (Liker, 2004).
Dalam hal keputusan dibuat untuk melanjutkan dengan filosofi JIT, pelaksanaannya
membutuhkan pertimbangan dan perencanaan yang cermat (Low, 1992). Gambar 5
menawarkan kerangka kerja untuk penerapan prinsip JIT di bidang desain, pengadaan,
konstruksi dan inspeksi di Cina.
Desain
Konsep JIT berasal dari industri manufaktur dengan mempromosikan standardisasi
(Akintoye, 1995). Namun, membangun klien mungkin lebih memilih proyek yang unik
daripada proyek desain standar. Strategi untuk mengatasi hambatan ini termasuk:
Pembelian
Pengadaan pemasok dan subkontraktor merupakan titik awal yang penting dalam
proses JIT. Setelah implementasi dimulai, masalah berikut sangat penting:
Hubungan pemasok jangka panjang: Kembangkan rantai pasokan lokal dengan
sumber pasokan yang lebih sedikit dan kemudian menjalin hubungan dan kemitraan
dengan pemasok terbaik dari antara mereka. Ini akan menciptakan kepercayaan dan
transparansi sehingga produk yang dibutuhkan dapat dikirimkan pada waktu yang
tepat dan dalam jumlah yang benar. Pengiriman lebih sering dengan jumlah bahan
bangunan yang lebih kecil dengan kualitas yang seragam harus dijamin (Harber et al.,
1990).
Hubungan subkontraktor jangka panjang: Tetapkan tingkat kualitas minimum yang
dapat diterima untuk semua subkontraktor. Tidak ada subkontraktor yang
dinominasikan melalui "guanxi" harus digunakan. Koordinasi dan komunikasi antar
subkontraktor seharusnya didorong oleh pembentukan tim multi-fungsi.
Penjadwalan situs, perencanaan, dan konstruksi
Dalam hal penjadwalan situs, perencanaan dan konstruksi, faktor-faktor berikut ini
harus dipertimbangkan untuk implementasi JIT:
Upaya bersama dalam penjadwalan situs: Melibatkan semua subkontraktor /
pemasok selama proses perencanaan dan penjadwalan untuk mengoptimalkan
pekerjaan rendah. Sistem "Kanban" (tarikan) dapat diperkenalkan untuk memesan
bahan. Di lokasi konstruksi, akses waktu perlu dipantau dan dipastikan agar sumber
daya dapat dimanfaatkan pada waktu yang tepat, di kanan tempat dan dengan jumlah
yang benar.
Kontrol kualitas: Pemerintah Cina membutuhkan klien konstruksi untuk
meningkatkan pengawasan di tempat. Proses pengawasan proyek di tempat untuk
memastikan bahwa pengendalian kualitas total tercapai adalah tanggung jawab
perusahaan pengawas. Perusahaan-perusahaan yang belum memperoleh sertifikasi
sistem manajemen mutu ISO 9001 harus disarankan untuk melakukannya.
Pelatihan: Pelatihan keterampilan untuk menghilangkan pemborosan, standarisasi
operasi dan prinsip teknis lainnya, serta menumbuhkan sikap yang tepat di antara
karyawan, sangat penting. Seiring waktu, karyawan yang menjanjikan harus
menerima pendidikan profesi formal dan mendapatkan kualifikasi untuk bekerja di
proyek konstruksi sebagai pekerja multi-terampil sebagaimana yang dianjurkan oleh
Toyota Production System.
Keterlibatan karyawan: Buat model datar, hapus hierarki dan berikan lebih banyak
tanggung jawab kepada masing-masing tim proyek. Sebagai Akintoye (1995) disorot,
JIT membutuhkan fleksibilitas dan partisipasi pekerja dalam proses pengambilan
keputusan. Selain itu, mendorong tenaga kerja untuk berhenti bekerja setelah masalah
diidentifikasi telah bekerja di lantai toko Toyota (Liker, 2004). Di Cina, sebagian
besar pekerja konstruksi tidak memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Namun
demikian, kebutuhan untuk bertanggung jawab dan untuk membangun keterampilan
kerja tim yang efektif perlu ditekankan di antara para pekerja Cina.
Inspeksi
Tiga studi JIT sebelumnya disajikan di bagian ini untuk menyoroti manfaat yang
dapat diturunkan dari implementasi JIT.
Low dan Wu (2005) menyelidiki status implementasi manajemen JIT di industri beton
jadi (RMC) di Chongqing, Cina dan mengamati bahwa semua pemasok RMC di Chongqing
sedang melakukan pengadaan JIT untuk semen, hubungan jangka panjang dengan para
kontraktor, teknologi grup dan prinsip-prinsip JIT lainnya. Melalui studi banding di industri
yang sama dari batching plant di Singapura, Low dan Wu (2005) menyarankan bahwa adalah
mungkin untuk menerapkan sistem pembelian JIT untuk mendapatkan bahan baku, yang
dapat secara signifikan mengurangi jumlah stok buffer di situs. Singkatnya, penelitian yang
dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa penting untuk mentransfer prinsip JIT ke Cina.
Dalam konteks ini, rekomendasi dibuat di bawah ini untuk peran yang dapat diambil oleh
pemerintah China dalam implementasi JIT.
KESIMPULAN
Berdasarkan tinjauan literatur yang berkaitan dengan JIT dan pemeriksaan sektor
konstruksi Tiongkok, dapat disimpulkan bahwa ada potensi aplikasi JIT untuk mengatasi
produktivitas rendah, profitabilitas rendah, dan masalah kualitas rendah di industri konstruksi
China. Pemerintah Cina dan lembaga pendidikan harus mengakui pentingnya JIT dan
memberikan pelatihan yang tepat dan bantuan lainnya untuk memfasilitasi adopsi JIT secara
luas di industri konstruksi Cina.