Anda di halaman 1dari 15

1

ANALISIS VEGETASI STRATA HERBA


DI KAWASAN HUTAN BUKIT SULAP KOTA LUBUKLINGGAU
Iis Neti1, Merti Triyanti, M.Pd2, Harmoko, M.Pd3
e-mail: iisnetii@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Indeks Nilai Penting (INP), Indeks
Diversitas (Keanekaragaman), dan pengaruh faktor abiotik pada vegetasi strata
herba di Kawasan Hutan Bukit Sulap Kota Lubuklinggau. Penelitian ini
dilaksanakann pada bulan Juni-Juli 2017 di Kawasan Hutan Bukit Sulap Kota
lubuklinggau. Penelitian bersifat deskriptif: observasi langsung pada lokasi di
Kawasan Hutan Bukit Sulap Kota Lubuklinggau. Data dianalisis secara deskriptif
kuantitatif. Metode titik Sentuh digunakan dalam penelitian ini dimana area kajian
penelitian ini terbagi menjadi area kajian A (1-10 stand), area kajian B (1-10
stand), area kajian C (1-10 stand). Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan di Kawasan Hutan Bukit Sulap Kota Lubuklinggau rerata INP tertinggi
di area kajian A yaitu Ageratum conyzoides sebesar 39,5%, area kajian B
Caladium sp yaitu sebesar 57,9% dan area kajian C yaitu Caladium sp sebesar
54,7%. Jumlah rerata Indeks Diversitas (Keanekaragaman) area kajian A sebesar
6,8, area kajian B sebesar 5,3 dan area kajian C sebesar 7,1. Faktor abiotik yang
berada di Kawasan Hutan Bukit Sulap Kota Lubuklinggau sangat mempengaruhi
kehidupan vegetasi strata herba yang berada di Kawasan Hutan Bukit Sulap Kota
Lubuklinggau.
Kata Kunci: Analisis, Vegetasi, Strata Herba, Bukit Sulap.

I. PENDAHULUAN

Sumatera merupakan salah satu wilayah yang kaya akan sumber daya

alam khususnya hutan ialah salah satu sumber daya yang sangat penting bagi

kehidupan manusia sehingga eksistensinya harus tetap terjaga. Untuk

menjaga dan melestarikan sumberdaya alam tersebut dilakukan dengan

membuat taman nasional yang khususnya berada di Sumatera yaitu Taman

Nasional Kerinci Seblat (TNKS) (Kausar, 2010:133). Dalam hal ini Bukit

Sulap yang berada di Kota Lubuklinggau termasuk kawasan yang dijadikan

zona pemanfaatan dan pengembangan bagi ekosistem.

Bukit Sulap ini memiliki ketinggian ± 470 m dpl sehingga kawasan


2

hutan tropis memiliki kelembapan yang cukup tinggi. Berdasarkan letak

geografis dan kondisi yang tersebut di atas, diperkirakan kawasan wisata

hutan Bukit Sulap memiliki kekayaan tumbuhan herba yang cukup tinggi.

Pemanfaatan Bukit Sulap sebagai sebuah kawasan hutan masih sebatas

pemanfaatan kepariwisataan. Sehingga untuk inventarisasi data mengenai

strata tumbuhan sangat penting dilakukan untuk mengetahui bidang keilmuan

tersebut. Terbentuknya pola keanekaragaman dan struktur spesies vegetasi

hutan merupakan proses yang dinamis, erat hubungannya dengan kondisi

lingkungan, baik biotik maupun abiotik.

Herba adalah tumbuhan pendek (0,3-2 meter) tidak mempunyai kayu

dan berbatang basah karena banyak mengandung air, serta mempunyai

jaringan yang lebih lunak jika dibandingkan dengan tumbuhan berkambium.

Herba merupakan tumbuhan yang tersebar dalam bentuk individu atau soliter

pada berbagai kondisi habitat seperti tanah yang lembab atau berair, tanah

yang kering, batu-batuan dan habitat dengan naungan yang rapat (Anaputra,

2015:27).

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti akan melakukan penelitian dengan

judul “Analisis Vegetasi Strata Herba di Kawasan Hutan Bukit Sulap Kota

Lubuklinggau”.

II. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan yakni penelitian deskriptif kuantitatif.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menjelaskan situasi atau

peristiwa tertentu dengan mengamati secara cermat dan hati-hati agar lebih
3

akurat dan tepat (Morissan, 2012:37). Data yang terkumpul diklasifikasikan

menurut jenis, sifat, atau kondisinya (arikunto 2010:3). Penelitian ini bersifat

kuantitatif karena data yang telah terkumpul digambarkan dengan angka-

angka hasil perhitungan atau pengukuran. Sedangkan metode yang digunakan

dalam penelitian adalah metode Point Intercept Method atau Metode Titik

Sentuh.

Komunitas tumbuhan bawah seperti rumput, herba dan semak, metode

yang dapat dipakai adalah Metode Titik Sentuh (Point Intercept Method).

Dalam pelaksanaannya di lapangan dapat digunakan alat bantu yakni

menggunakan rangka besi. Menurut Kusmana (2008:19), tumbuhan yang

menyentuh rangka besi tersebut akan dicatat jenisnya sehingga dominasi dari

jenis tersebut dapat dihitung.

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Bukit Sulap, Kelurahan Ulak Surung

Kecamatan Lubuklinggau Utara II kota Lubuklinggau Provinsi Sumatera

Selatan. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Juli 2017.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, soil tester,

thermometer, tabel pengamatan, kamera. Adapun bahan dalam penelitian ini

adalah semua jenis vegetasi strata herba.

C. Prosedur Penelitian

Adapun langkah-langkah kerja yang akan dilakukan dalam penelitian

ini, yaitu:
4

1. Observasi pendahuluan untuk menentukan batas-batas area kajian yang

akan digunakan untuk penelitian di Bukit Sulap Kota Lubuklinggau.

2. Berdasarkan observasi yang telah dilaksanakan, selanjutnya menghitung

luas wilayah yang akan diteliti, yaitu luas keseluruhan bukit sulap 290 Ha

dikurang 42 Ha untuk pariwisata sehingga luas Bukit Sulap 248 Ha.

Jumlah dari 248 Ha diambil 20% sehingga luas area kajian adalah 49,6

Ha.

3. Menentukan luas 3 area kajian, Masing-masing luas dari 3 area kajian A,

B, dan C yang akan diamati seluas 16,5 Ha = 165.000 m2, penentuan luas

area kajian dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini:

Area Area Area


Kajian A Kajian B Kajian C
Area Objek Telkom
pintu masuk

Salter 1 salter 2

4. Gambar 3.1.setiap
Menentukan SkemaareaPenentuan
kajian dibuatArea Kajian
10 stand, yaituBukit SulapA Kota
area kajian stand
Lubuklinggau (Sumber: Desain Peneliti, 2017)
1-10, area kajian B 1-10, area kajian C 1-10 yang menjadi objek untuk

dianalisis masing-masing stand memiliki 16.500 m2. Skema disajikan

pada gambar 3.2 di bawah ini:

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
00

Gambar 3.2. Skema Stand Setiap Area Kajian (Sumber: Desain


Peneliti, 2017)
5

5. Dengan menggunakan metode Point Intercept Methode (PIM), setiap

stand dibuat garis transek utama sepanjang 165 m, Dalam

pelaksanaannya di lapangan dapat digunakan alat bantu yakni rangka

besi. Tumbuhan yang menyentuh rangka besi tersebut, akan dicatat

jenisnya sehingga dominansi dari jenis tersebut dapat dihitung dengan

rumus. Rangka besi dapat dilihat pada gambar 3.3 di bawah ini:

Gambar 3.3. Rangka Besi (Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2017)

6. Mencatat nama tumbuhan yang ditemukan. Menggunakan buku panduan

Flora (Stennis, 2013).

7. Mengisi tabel pengamatan yang telah dibuat

8. Mengukur faktor lingkungan pada masing-masing stand yang meliputi

suhu tanah, suhu udara, kelembaban tanah dan pH tanah. Untuk

mengetahui kandungan unsur tersebut, diambil sampel tanah pada

masing–masing area kajian penelitian. Berikut ini cara pengukuran faktor

abiotik (Irawati, 2014):


6

a. pH Tanah

untuk mengetahui pH tanah menggunakan alat Soil Tester dengan cara

ditancapkan ujung Soil Tester yang runcing kedalam tanah biarkan

beberapa saat, lihat skala besar/atas dan baca hasilnya.

b. Suhu Udara

Cara menggunakan alat Thermometer yaitu: dengan cara memegang

ujung alat pada ketinggian kurang lebih 1 meter diatas permukaan

tanah tunggu sampai 15 menit, Kemudian mencatat suhu maksimum.

c. Kelembaban Tanah

untuk mengetahui kelembaban tanah menggunakan alat Soil Tester

dengan cara menancapkan alat pengukur Soil Tester kedalam tanah

kemudian tekan tombol yang berada disamping alat untuk menentukan

kelembaban tanah, biarkan beberapa saat dan lihat skala kecil/bawah

dan baca hasilnya.

D. Teknik Analisis Data

Menurut Fachrul (2012:50), data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis

untuk mendapatkan nilai Frekuensi Relatif (FR), Dominasi Relatif (DR),

Indeks Nilai Penting (INP), dan Indeks Keanekaragaman (H’)

1. Frekuensi i = jumlah titik terpegat x 10


Frekuensi i
2. Frekuensi Relatif = Jumlah Frekuensi x 100%

Jumlah titik terpegat


3. Dominasi = 100
x 100%

Jumlah pemunculan
4. Dominasi Relatif = jumlah pemunculan total x 100%
7

5. INP = FR + DR

6. Indeks Keanekaragaman (H’)

H’ = - ∑ ni
N
ni
ln N
N i = jumlah individu dari suatu jenis
N = jumlah total individu seluruh jenis

III. Pembahasan

Herba adalah tumbuhan pendek (0,3-2 meter) tidak mempunyai kayu dan

berbatang basah karena banyak mengandung air, serta mempunyai jaringan

lunak jika dibandingkan tumbuhan berkambium. Herba merupakan tumbuhan

yang tersebar dalam bentuk kelompok individu atau soliter pada berbagai

kondisi habitat seperti tanah yang lembab atau berair, tanah yang kering,

batu-batuan dan habitat dengan naungan yang rapat (Nadziroh, 2014:1).

Tumbuhan ini memiliki organ tubuh yang tidak tetap di atas permukaan

tanah, siklus hidup yang pendek dengan jaringan yang cukup lunak. Sejumlah

herba menunjukkan bentuk-bentuk yang menarik, warna serta struktur

permukaan daun yang sebagian besar darinya telah menjadi tanaman rumah

yang popular seperti jenis dari suku Araceae, Gesneriaceae, Urticaceae dan

lain-lain (Syahbuddin, 2012:12).

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode Point Intercept

Method atau Metode Titik Sentuh. Dalam pelaksanaannya di lapangan

digunakan alat bantu yakni menggunakan rangka besi. Menurut Kusmana

(2008:19), tumbuhan yang menyentuh rangka besi tersebut akan dicatat

jenisnya sehingga dominasi dari jenis tersebut dapat dihitung.


8

Pada area kajian A strata herba yang mempunyai rerata Indeks Nilai

Penting (INP) yang paling tinggi yaitu tumbuhan bandotan (Ageratum

conyzoides) sebesar 39,5%, sedangkan herba yang mempunyai rerata Indeks

Nilai Penting (INP) terendah adalah tumbuhan miana (Coleus benth) yaitu

18,3%. Tumbuhan bandotan (Ageratum conyzoides) ditemukan pada stand 2,

3, 6 dan 7 dengan tersebar dalam bentuk soliter atau kelompok oleh karena itu

tumbuhan rerumputan menduduki peringkat pertama sebagai vegetasi herba

yang memiliki INP tertinggi. Tumbuhan bandotan (Ageratum conyzoides)

memiliki ciri-ciri: daun tunggal bulat telur, tangkai berambut, kelopak

berbulu hijau, mahkota berbentuk lonceng, akar tunggang.

Strata herba yang mempunyai Indeks Nilai Penting (INP) terendah pada

area kajian A adalah tumbuhan miana (Coleus benth) tumbuhan ini dtemukan

pada stand 5 dan 10 dengan rerata INP sebesar 18,3%. Tumbuhan ini

memiliki ciri-ciri: daunnya berbentuk segitiga atau bentuk bulat telur dengan

warna yang bervariasi dan mempunyai tepi yang beringgit (Lisdawati,

2008:213).

Jumlah Indeks Diversitas (Keanekaragaman) yang dimiliki area kajian A

yaitu 6,8. H’ tertinggi pada area kajian ini yaitu tumbuhan patikan kebo

(Euphorbia hirta), tumbuhan kenop (Gomphrena globosa), tumbuhan

bandotan (Ageratum conyzoides), tumbuhan prasman (Euptorium triplinerve),

tumbuhan bayam berduri (Amaranthus spinosus), tumbuhan ciplukan

(Physalis peruviana), dan tumbuhan bengle (Zingiber purpureum) yaitu

sebesar 0,4, sedangkan tumbuhan getang (Acmella paniculata), tumbuhan


9

pacar air (Impatiens balsamina), tumbuhan kunyit (Curcuma longa) dan

tumbuhan miana (Coleus benth) memiliki H' terendah di area kajian A yaitu

sebesar 0,2.

Faktor abiotik pada area kajian A mempengaruhi keberadaan jenis

vegetasi yang terdapat pada area kajian A karena faktor abiotik yang terdapat

pada area kajian A dipengaruhi wilayah yang berdampingan dengan zona

pariwisata Bukit Sulap Kota Lubuklinggau. Jika faktor abiotik menentukan

kebedradaan atau ketiadaan suatu organisme di suatu habitat maka faktor

tersebut dikenal sebagai faktor pembatas yang menentukan distribusi dan

sebaran suatu organisme (Leksono, 2010:95).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa keberadaan

tumbuhan herba dikatakan tinggi karena memiliki H’ diatas 3 serta

keberadaan vegetasi yang ada pada area kajian A dipengaruhi oleh faktor

abiotik didalamnya. Menurut Cahyanto dkk., (2014:154) jika kriteria nilai

indeks keanekaragaman ShannonWeiner adalah H' < 1 = keanekaragaman

rendah, H' 1─3 = keanekaragaman sedang, dan H' > 3 = keanekaragaman

tinggi.

Area kajian B merupakan wilayah kedua dalam penelitian strata herba.

Area kajian B memiliki perbedaan dengan area kajian A, pada area kajian B

terdapat banyak bebatuan serta kondisi pada area ini cukup curam sehingga

peneliti harus berhati-hati pada area ini. Pada lokasi penelitian B ditemukan

dua kuburan lama yang berada pada stand 7, kuburan ini merupakan kuburan

orang lama yang di makam kan di Bukit Sulap Kota Lubuklinggau.


10

Pada area kajian B tumbuhan keladi (Caladium sp) merupakan tumbuhan

yang memiliki rerata Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi yaitu sebesar

57,9%. Tumbuhan keladi memiliki ciri-ciri: daun berbentuk hati, bulat

panjang seperti daun bambu dan daunnya biasanya licin (Stennis, 2013:136).

Sedangkan tumbuhan yang memilki rerata Indeks Nilai Penting (INP)

terendah pada area kajian B adalah tumbuhan tempuyung (Sonchus arvensis)

yaitu sebesar 23,4%. Tumbuhan tempuyung memiliki ciri-ciri: batang bulat,

berongga, gandul, daun gundul, bergigi tidak teratur, sedikit banyak berlekuk

menyirip dalam (Stennis, 2013:398)

Jumlah Indeks Diversitas (Keanekaragaman) pada area kajian B sebesar

5,3. Pada area kajian B vegetasi herba yang memiliki nilai H’ tertinggi yaitu

tumbuhan keladi (Caladium sp) sebesar 0,4. Sedangkan vegetasi herba yang

memiliki nilai H’ terendah yaitu tumbuhan tempuyung (Sonchus arvensis)

sebesar 0,2. Keanekaragaman pada area kajian B paling sedikit jika

dibandingkan dengan area kajian A dan C. Faktor abiotik yang ada pada area

kajian B mendukung kehidupan pohon yang tumbuh pada area kajian ini.

Salah satu faktor abiotik yang mendukung kehidupan vegetasi di area kajian

B ini adalah tanah, tekstur tanah yang berada pada area kajian ini lembut dan

warna dari tanahnya coklat kehitaman.

Hambatan yang ditemukan pada area kajian B yaitu lokasi penelitian

yang cukup berbahaya dan terdapat banyak bebatuan di lokasi ini, sehingga

ketika melakukan penelitian peneliti harus berhati-hati agar tidak terjadi

kecelakaan.
11

Area kajian C merupakan wilayah penelitian yang sangat sulit diteliti

karena pada area ini terdapat banyak tumbuhan berduri dan binatang monyet.

Lokasi penelitian ini didominasi oleh rotan (Calamus rotang L.) dan

Brotowali (Tinospora crispa L.). Brotowali merupakan tumbuhan menjalar

batang sebesar jari kelingking dengan binti-bintil rapat terdapat dibatangnya,

batangnya berwarna hijau dan akar, daun, batang, serta getah rasanya pahit.

Brotowali memiliki beberapa manfaat diantaranya: dapat mengobati penyakit

kulit seperti luka, kudis, koreng, demam, demam kuning, rematik serta dapat

merangsang nafsu makan (Safii, lalu 2007:26).

Area kajian C merupakan area yang memiliki vegetasi strata herba

terbanyak yaitu 21 jenis tumbuhan herba. Tumbuhan keladi memiliki Indeks

Nilai Penting (INP) tertinggi yaitu sebesar 54,7%. Tumbuhan keladi memiliki

ciri-ciri: daun berbentuk hati, bulat panjang seperti daun bambu dan daunnya

basanya licin (Stennis, 2013:136).

Sedangkan yang memilki rerata Indeks Nilai Penting (INP) terendah pada

area kajian C adalah tumbuhan ajeran (Bidens pilosa) yaitu sebesar 12,2%.

Tumbuhan ajeran memiliki ciri-ciri: batangnya berbentuk 4 sudut, berbentuk

bulat telur, memiliki rambut, daun bergigi dan tangkai daun terlihat agar

bersayap (Astuti, 2013:3)

Area kajian C memiliki jumlah Indeks Diversitas (Keanekaragaman)

lebih tinggi yaitu sebesar 7,1. Jenis herba yang memiliki nilai H’ tertinggi

yaitu keladi (Caladium sp) sebesar 0,4. Sedangkan jenis herba yang memiliki

nilai H’ terendah yaitu tumbuhan Getang (Acmella paniculata) sebesar 0,2.


12

Dapat dilihat dari penjelasan tersebut H' pada area kajian C

keanekaragamannya tergolong tinggi karena memiliki H' sebesar 7,1.

Menurut Cahyanto dkk., (2014:154) jika kriteria nilai indeks

keanekaragaman ShannonWeiner adalah H' < 1 = keanekaragaman rendah, H'

1─3 = keanekaragaman sedang, dan H' > 3 = keanekaragaman tinggi.

Area kajian C merupakan area penelitian yang terletak di wilayah tengah

Bukit Sulap Kota Lubuklinggau, pada area kajian C faktor abiotik

mempengaruhi kehidupan vegetasi yang ada, terdapat 21 jenis herba yang

berada pada ini. pH pada area kajian C yaitu 6.7-7.0 dengan suhu udara 30˚C

dan suhu tanah yang dimiliki area kajian C yaitu 29˚C- 30˚C.

IV. KESIMPULAN

1. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada area kajian A yaitu Tumbuhan

bandotan (Ageratum conyzoides) sebesar 39.5% dan diposisi kedua yaitu

tumbuhan patikan kebo (Euphorbia hirta) sebesar 38.9%. Pada area kajian

B tumbuhan keladi (Caladium sp) memiliki Indeks Nilai Penting (INP)

tertinggi yaitu sebesar 57,9% dan diposisi kedua yaitu bandotan (Ageratum

conyzoides) sebesar 56,5%. Sedangkan pada area kajian C tumbuhan herba

yang mempunyai Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi yaitu keladi

(Caladium sp) sebesar 54,7% dan kenop (Gomphrena globosa) 39,0%

2. Rerata Indeks Diversitas (Keanekaragaman) jenis vegetasi strata herba

pada ketiga area kajian yaitu pada area kajian A mempunyai rerata H'

sebesar 6,8 dan pada area kajian B memiliki rerata H' sebesar 5,3

sedangkan pada area kajian C memiliki rerata H' sebesar 7,1.


13

Keanekaragaman pada area kajian A, B dan C tergolong tinggi karena

memiliki H' > 3 yaitu sebesar 5,3-7,1.

3. Faktor lingkungan abiotik seperti pH tanah, suhu udara, kelembaban tanah

dan suhu tanah sangat mempengaruhi jenis vegetasi yang hidup di area

kawasan Bukit Sulap Kota Lubuklinggau. pH tanah pada setiap area kajian

6,5-7, suhu udara 27-33oC, suhu tanah 27-30oC sedangkan kelembabannya

1-2,1%.

DAFTAR PUSTAKA

Anaputra, D., dkk. 2015. Komposisi Jenis Tumbuhan Herba di Areal Kampus
Universitas Tadolako Palu. Jurnal Biocelebes. Vol.9 No.2. Hal. 26-34.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Asrianny, M. & Oka, N.P. 2008. Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Liana
(Tumbuhan Memanjat) pada Hutan Alam di Hutan Pendidikan
Universitas Hasanuddin. Jurnal Perennial. Vol.5 No.1. 23-30.

Arrijani., dkk. 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur Taman Nasional
Gunung Gede-Pangrango. Jurnal Biodiversitas. Vol.7 No.2. hal. 147.

Cahyanto, T., dkk. 2014. Analisis Vegetasi Pohon Hutan Alam Gunung
Manglayang Kabupaten Bandung. Jurnal Edisi Agustus 2014 Vol.VIII
No.1. hal. 146.

Dahir. 2012. Struktur dan Komposisi Vegetasi Tumbuhan Bawah (Semak, Herba
dan Rumput) dengan Variasi Ketinggian, pada Naungan Tectona Grandis
di Desa Selopamioro, Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Skripsi FST.
Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Undang-undang Nomor 41 Tahun


1999 tentang Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan dan Perkebunan
Republik Indonesia.

Fachrul, M. 2012. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: PT Bumi Aksara.


14

Fernita. 2010. Asosiasi Tumbuhan. Jakarta: Rineka Cipta.

Handayani, T. 2007. Petunjuk Praktikum Ekologi I. Yogyakarta: Universitas


Andalas.

Heddy, S. 2007. Ekofisologi Pertanaman. Bandung: Sinar Baru Bandung.

Hilwan, I., dkk. 2013. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Pada Tegakkan
Sengon Buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb) dan Trembesi (Samanea
saman Merr.) di Lahan Pasca Tambang Batubara PT Kitadin, Embalut,
Kutai Kartanagara Kalimantan Timur. Jurnal Silvikultur Tropika. Vol.4
No.1. Hal. 6-10.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.

Irawan, A. 2011. Keterkaitan Struktur Dan Komposisi Vegetasi Terhadap


Keberadaan Anoa Di Kompleks Gunung Poniki Taman Nasional Bogani
Nani Wartbone Sulawesi Utara. Info BPK Manado. Vol.1 No.1.

Irwanto. 2010. Keanekaragaman Hayati. Jakarta: Gramedia.

Kausar. 2010. Konflik Kepentingan Dibalik Konservasi Studi di Taman Nasional


Kerinci Sebelat (TNKS) Provinsi Jambi. Indonesia Journal of Agricultural
Economics (IJAE). Vol.2 No.1

Khoir, M. 2012. Inventarisasi Tumbuhan Pada Ketinggian Yang Berbeda Pasca


Letusan Gunung Merapi Jalur Pendakian Balerante Kecamatan
Kenlangan Kabupaten Klaten. Skripsi FKIP Biologi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Kusmana, C. 2009. Metode Survey Vegetasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Lalu, S, 2007. Tumbuhan Menjalar Di Sekitar Kita. Bandung: CV. Geger Sunten.
.
Leksono, S. A. 2010. Ekologi. Bandung: Bayu Media.

Lisdawati, V. 2008. Karakteristik Daun Miana dan Buah Sirih Secara Fisiko
Kimia dari Ramuan Lokal Antimalaria Daerah Sulawesi Utara. Media
Litbang Kesehatan. Vol. XVIII No.4. Hal. 213-217.

Nadziroh, I. 2014. Analisis Vegetasi Herba di Hutan Seputih Bagian Kesatuan


Pemangkuan Hutan Mayang Kesatuan Pemangkuan Hutan Jember.
Skripsi FMIPA Biologi. Universitas Jember.
15

Onrizal., dkk. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Hujan Tropika Dataran Rendah
Sekunder di Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat. Jurnal
Biologi. Vol.4 No.6. hal359-371

Palar, H. & Rialdi, A. 2009. Kamus Biologi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Royani, I. 2016. Inventarisasi dan Keanekaragaman Tumbuhan Herba pada


Ketinggian yang Berbeda di Kawasan Hutan Alam Girimanik Desa Setren
Wonogiri. Skripsi FKIP Biologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Safitri, E. 2009. Identifikasi dan Inventarisasi Pengelolaan Hutan Rakyat di


Kecamatan Biru-Biru. Skripsi tidak diterbitkan. Medan: Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Steenis, V., dkk. 2013. Flora. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Soemarwoto. 2009. Ekologi dan Lingkungan Hidup. Jakarta: Djambatan.


Sukandarrumidi. 2006. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: UGM Press.

Sunarya, A. 2016. Bukit Sulap. Bahan Publikasi Balai Besar TNKS.

Syahbudin. 2010. Tumbuhan Bawah dan Peran. Bandung: Matapena.

TNKS, 2013. Desain Tapak Pengelolaan pariwisata Alam Zona Pemanfaatan


Bukit Sulap Taman Nasional Kerinci Seblat: Sungai Penuh Balai TNKS.

Wardono, S. 2001. Lingkungan Hidup. Penerbit Pilar Bambu Kuning.

Anda mungkin juga menyukai