Masa bakti : 3 April 1952-30 Juli 1953 (didemisionerkan pada tanggal 3 Juni 1953)
Wilopo
(sampai dengan 29 April 1952)[3]
Hamengkubuwono IX Independen
(sampai dengan 2 Juni 1953)[4]
4 Menteri Pertahanan
Wilopo PNI
(sejak 2 Juni 1953)
13 Menteri Sosial
Pandji Suroso Parindra
(sejak 19 Mei 1953)[6]
Peristiwa Tanjung Morawa terjadi karena pemerintah sesuai dengan persetujuan KMB mengizinkan
pengusaha asing untuk kembali mengusahakan tanah-tanah perkebunan. Pada masa Kabinet Sukiman, Mr.
Iskaq Cokroadisuryo (menteri dalam negeri) menyetujui dikembalikan tanah Deli Planters Vereenging
(DPV) yang sudah bertahun-tahun ditinggalkan pemiliknya. Namun, selama ditinggalkan oleh pemiliknya,
tanah tersebut digarap oleh para petani.
Penyerahan kembali tanah tersebut dilaksanakan pada masa Kabinet Wilopo. Polisi pada tanggal 16 Maret
1953 mengusir para penggarap tanah yang tidak memiliki izin. Akibatnya terjadilah bentrokan senjata dan
lima orang petani terbunuh. Peristiwa-peristiwa tersebut mendapatkan sorotan yang tajam dari pers
maupun dari parlemen. Sidik Kertapati dari Serikat Tani Indonesia (Sakti) mengajukan mosi tidak percaya
terhadap Kabinet Wilopo. Akhirnya pada tanggal 2 Juni 1953 Wilopo mengembalikan mandat kepada
presiden.
Latar Belakang Terbentuknya Kabinet Wilopo
Pada tanggal 1 Maret 1952 Presiden Soekarno menunjuk Sidik Djojosukarto (PNI) dan
Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur untuk membentuk. sebuah kabinet
yang kuat dan mendapat dukungan cukup dari parlemen. Usaha kedua formatur tersebut
untuk membentuk kabinet yang kuat menemui kagagalan, sebab tidak memperoleh
persesuaian pendapat. Menurut Sidik, usaha-usaha membentuk kabinet terhalang oleh usul
Prawoto yang menunjuk calon menteri dari Masjumi hanya dari kelompok Natsir. Sidik lebih
suka bila semua kelompok dalam Masjumi diwakili. Tetapi Prawoto berpendapat bahwa
kegagalan itu disebabkan oleh perbedaan pendapat antara ia dan Sidik mengenai
interpretasi apa yang dimaksud dengan “kabinet yang kuat”. Pada tanggal 18 November
kedua formatur itu mengembalikan mandatnya dan Presiden Soekarno tanggal 19
November menunjuk Mr. Wilopo (PNI) sebagai formatur baru. Akhirnya setelah berusaha
selama 2 minggu, pada tanggal 30 Maret Mr. Wilopo mengajukan susunan kabinetnya yang
terdiri atas : PNI, dan Masyumi masing-masing jatah 4 orang, PSI 2 orang, PKRI (Partai
Katholik Republik Indonesia), Parkindo (Partai Kristen Indonesia), Parindra (Partai Indonesia
Raya), Partai Buruh, dan PSII masing–masing 1 orang dan golongan tak berpartai 3 orang.
Kabinet ini resmi dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 1952 tanggal
1 April 1952.
1. Mengisi politik luar negeri yang bebas dan aktif dengan aktifitas yang sesuai dengan
kewajiban bangsa Indonesia dalam kekeluargaan bangsa-bangsa dan sesuai dengan
kepentingan nasional menuju perdamaian dunia
2. Menyelenggarakan hubungan antara Indonesia dengan Belanda yang sebelumnya
berdasarkan asas unie-statuut menjadi hubungan berdasarkan perjanjian internasional
biasa, mempercepat peninjauan kembali persetujuan hasil Konferensi Meja Bundar,
serta meniadakan perjanjian-perjanjian yang pada kenyataannya merugikan rakyat dan
negara
3. Memasukkan wilayah Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia dalam waktu
sesingkat-singkatnya