Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KABINET DJUANDA

OLEH:

Agnes Teresia Simanjuntak

Chintya Hutabarat

Suci Indriani Siregar

Tresia Vani Tambunan

Mikhael Sihombing
DAFTAR ISI

A.KATAPENGANTAR………..
…………………………………………………………………………ii

B.DAFTAR ISI…………………………...
…………………………………………………………………iii

BAB I

C. PENDAHULUAN..
……………………………………………………………………………….
……..3

1. Latar belakang.......................……….…………….……………………..
……………..3

2. Rumusan Masalah ………………………….…….......................….


…………….…3

3. Tujuan............................................................................................3

BAB II

D. PEMBAHASAN

A. Pembentukan Kabinet
Djuanda.......................................................4
B. Susunan Kabinet Djuanda..............................................................6
C. Program Kabinet Djuanda.............................................................6

D.
PENUTUP………………………………………………………………………
………………..………... -Rangkuman
Materi…………………………………………………………………..
………………5

-Daftar Pustaka......................................................................................11

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kabinet Djuanda adalah salah satu kabinet yang ada pada masa pemerintah parlementer.
Kabinet ini merupakan kabinet yang dipilih oleh Ir. Soekarno. Terbentuknya kabinet ini dalam
keadaan yang tidak menggembirakan karena pada saat itu Presiden menyatakan negara dalam keadaan
bahaya. Bahaya karena partai politik melakukan “Dagang Sapi” untuk merebut kekuasaan.
Sejak terjadinya perebutan kekuasaan itu maka Soekarno membentuk kabinet ini dengan
menggunakan “Zaken Kabinet atau Kabinet Karya”. Zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para
pakar ahli dalam bidangnya masing-masing. Zaken kabinet juga dibentuk dengan alasan lain yaitu
karena kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-Undang Dasar pengganti UUDS 1950.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembentukan Kabinet Djuanda?
2. Seperti apa susunan Kabinet Djuanda?
3. Apa saja program Kabinet Djuanda?
4. Sebutkan apa saja peristiwa penting yang terjadi pada masa Kabinet Djuanda?
5. Bagaimana akhir dari kekuasaan Kabinet Djuanda?
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pembentukan Kabinet Djuanda


2. Untuk mengetahui seperti apa susunan Kabinet Djuanda
3. Untuk mengetahui apa saja program Kabinet Djuanda
4. Untuk mengetahui berbagai peristiwa penting yang Terjadi pada masa Kabinet Djuanda
5. Untuk mengetahui bagaimana akhir kekuasaan Kabinet Djuanda

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembentukan Kabinet Djuanda


Terbentuknya kabinet Djuanda diawali dengan pengunduran beberapa menteri kabinet Ali
yang menyebabkan puncak ketegangan politik pada bulan Januari 1957. Peristiwa ini kian memuncak
sejak tanggal 9 - 15 Januari 1957. Untuk mengatasi masalah tersebut muncul ide untuk melakukann
reshuffle (perombakan kabinet). Namun hal ini tidak diaktualisasi oleh Presiden karena tidak dapat
dijadikan sebagai jaminan keselamatan negara dan stabilitas pemerintahan. Krisis politik didalam
negeri semakin bertambah pada saat itu, karena penyusunan UUD baru pengganti UUDS 1950 belum
juga terselesaikan. Meskipun pihak Konstituante sendiri telah melakukan persidangan selama satu
tahun lebih. Situasi pada masa tersebut semakin gawat dengan terbentuknya dewan militer disetiap
daerah guna untuk melawan pemerintahan pusat.
Peristiwa peritiwa tersebut membuat Presiden memberikan pernyataan bahwa negara dalam
keadaan bahaya, sehari sebelum penyerahan mandat dari Kabinet Ali. Runtuhnya Kabinet Ali
membuat para partai politik melaksanakan politik "Dagang Sapi" yaitu proses tawar menawar
beberapa partai dalam penyusunan kabinet koalisi seperti lembaga dan sebagainya. Kemudian
terjadilah proses terbentuknya Kabinet Djuanda yang didirikan oleh Ir. Djuanda (non partai) sesuai
dengan mandat Presiden Soekarno. Kabinet baru ini resmi didirikan pada tanggal 9 April 1957 meski
dalam keadaan yang kurang menyenangkan. Hal ini dikarenakan Kabinet Djuanda termasuk ke dalam
zaken kabinet yang artinya kabinet yang disusun oleh beberapa pakar ahli yang sesuai dengan
bidangnya.
Ir. Djuanda
Kabinet Djuanda terdiri dari Perdana Menteri Ir. Djuanda beserta 3 wakilnya yaitu Dr.
Leimena, Mr. Hardi dan Idham Chalid. Terbentuknya kabinet Djuanda telah mengemban tugas yang
cukup berat seperti memperjuangkan kembalinya Irian Barat, menghadapi keuangan serta
perekonomian yang memburuk dan menghadapi kekacauan yang terjadi disetiap daerah. Pembentukan
kabinet Djuanda atas saran Presiden ini dianggap inkonstutisional atau tidak sesuai dengan Undang
Undang Dasar. Bahkan pihak Masyumi menentang keputusan tersebut dan melakukan pemecatan
terhadap angotanya yang akan dijadikan sebagai menteri Kabinet Karya. Kemudian pihak NU dan
para tokoh PNI memberikan pernyataan bahwa negara sedang dalam keadaan darurat. Tindakan
Presiden tersebut juga dianggap Bung Hatta sebagai tindakan inkonstutisional.
Sebenarnya Presiden diberikan wewenang dalam menunjuk formatur. Namun formatur
tersebut tidak diperbolehkan memiliki jabatan yang sama dengan seorang Presiden. Pada masa
tersebut terbentuknya Kabinet Djuanda memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan
negara meskipun hanya berdiri selama 2 tahun saja. Kabinet tersebut juga ikut berperan dalam
penentuan kedudukan negara, perlawanan terhadap Belanda hingga berhubungan dengan sistem
pemerintahan demokrasi. Kemudian pada bulan Mei 1957, Presiden dijadikan sebagai Ketua Dewan
Nasional yang diberikan wewenang resmi dalam memaksa kabinet agar setuju dengan perintahnya.
Dewan Nasional merupakan organisasi baru yang berguna sebagai tempat penyaluran dan
penampungan kekuatan dalam masyarakat.
Presiden Soekarno sebelumnya telah mengusulkan pembentukan Dewan tersebut sebagai
awal pembentukan demokrasi terpimpin. Maka dari itu ketika terbentuknya kabinet Djuanda, kabinet
ini tidak dapat melakukan pekerjaannya secara independen. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa
kebijakan strategis (kekuasaan pemerintahan dualisme) yang harus sesuai dengan keputusan Presiden.
Presiden Soekarno menunjuk anggota-anggota kabinet Djoeanda yang terutama berasal dari
partai-partai PNI, NU, Parkindo, Partindo dan lain-lain tanpa melobby pimpinan partai-partai terkait.
Selain itu banyak sekali orang-orang non-partai, seperti Djoeanda Kartawidajaja, Soebandrio, Prijono,
Muhammad Yamin dll. yang ditunjuk duduk dalam kabinet. Karena pembentuk kabinet adalah
Soekarno sendiri, jadi secara langsung Soekarno-lah Perdana Menterinya dan sebenarnya dalam
kesehariannya Perdana Menteri adalah Djoeanda maka Presiden menamakan jabatan tsb. "Menteri
Utama".

B. Susunan Kabinet Djuanda

No Jabatan Nama Menteri

Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja

Hardi
1 Idham Chalid
Wakil Perdana Menteri
J. Leimena
(sejak 29 April 1957)

2 Menteri Luar Negeri Subandrio

3 Menteri Dalam Negeri Sanusi Hardjadinata

4 Menteri Pertahanan Djuanda

5 Menteri Kehakiman GA Maengkom

6 Menteri Penerangan Soedibjo

7 Menteri Keuangan Sutikno Slamet

8 Menteri Pertanian Sadjarwo

Prof. Drs. Soenardjo


(sampai dengan 25 Juni1958)[4]
9 Menteri Perdagangan
Rachmat Muljomiseno
(sejak 25 Juni 1958)

10 Menteri Perindustrian F.J. Inkiriwang

11 Menteri Perhubungan Sukardan

12 Menteri Pelayaran Mohammad Nazir

13 Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Pangeran Mohammad Nur


14 Menteri Perburuhan Samjono

J. Leimena
(sampai dengan 24 Mei 1957)[5]
15 Menteri Sosial
Muljadi Djojomartono
(sejak 25 Mei 1957)

16 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prijono

17 Menteri Agama Muhammad Ilyas

18 Menteri Kesehatan Azis Saleh

19 Menteri Agraria R. Sunarjo

Menteri Urusan Pengerahan Tenaga Rakyat A.M. Hanafi


20
untuk Pembangunan (sampai dengan 25 Juni1958)

21 Menteri Negara Urusan Veteran Chaerul Saleh

F.L. Tobing
22 Menteri Negara Urusan Hubungan Antar Daerah
(sampai dengan 25 Juni1958)

Suprajogi
(Urusan Stabilitasi Ekonomi)
(sejak 25 Juni 1958)

Muhammad Wahib Wahab


(Urusan Kerjasama Sipil-Militer)
(sejak 25 Juni 1958)

23 Menteri Negara Dr. F.L. Tobing


(Urusan Transmigrasi)
(sejak 25 Juni 1958)

A.M. Hanafi
(sejak 25 Juni 1958)

Prof. Mr. H. Moh. Yamin


(sejak 25 Juni 1958)

C. Program Kabinet Djuanda


1. Membentuk Dewan Nasional.
2. Normalisasi keadaan Republik Indonesia.
3. Melanjutkan pembatalan Konferensi Meja Bundar.
4. Memperjuangkan Irian Barat.
5. Mempercepat pembangunan.

D. Peristiwa Penting yang Terjadi pada masa Kabinet Djuanda


1. Memperjuangkan Irian Barat
Peristiwa penting dalam proses pelaksanaan program kerja Kabinet Djuanda yang pertama
terjadi pada saat memperjuangkan Irian Barat. Perjuangan Irian Barat dipimpin oleh Pemerintah dan
didukung oleh pihak militer negara disertai alat alat negara. Selain itu adapula organisasi pemuda,
massa, ulama, wanita, buruh, veteran, petani dan lain sebagainya yang ikut mendukung perjuangan
Irian Barat tersebut. Pada saat itu terdapat pembentukan Panitia Aksi Pembebasan Irian Barat pada
pertengahan Oktober 1957 dan telah memiliki beberapa cabang disetiap daerah. Panitia tersebut
diketuai oleh Soedibjo (Menteri Penerangan) yang menjabat sejak tanggal 1 Desember 1957 sesuai
dengan pengesahan Kabinet Djuanda. Pada tanggal 2 Desember 1957, Kabinet Karya
menginstruksikan para buruh yang tergabung dalam organisasi buruh Belanda untuk melakukan
pemogokan kerja selama 1 hari penuh. Aksi mogok kerja ini dilakukan untuk mendukung adanya
pengambilalihan perusahaan milik Belanda yang terjadi pada tanggal 3 - 13 Desember 1957.
Berikut kutipan Pengumuman Pemerintah Mengenai Wilayah Perairan Negara
Republik Indonesia yang ditandatangani pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana
Menteri Djuanda,
Dengan menteri, dalam sidangnya pada hari Jum’at tanggal 13 Desember 1957
membicarakan soal wilayah perairan Negara Republik Indonesia.
Bentuk geografi Indonesia sebagai suatu Negara kepulauan yang terdiri dari (berribu-ribu)
pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri.
Bagi keutuhan teritorial dan untuk melindungi kekayaan Negara Republik Indonesia semua
kepulauan serta laut terletak di antaranya harus dianggap sebagai kesatuan yang bulat.
Penentuan batas lautan teritorial seperti termaktub dalam “Territoriale Zee en Maritieme
Kringen Ordonnantie 1939” Staatblaad 1939 No. 442) artikel 1 ayat (1) tidak lagi sesuai
dngan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, karena membagi wilayah daratan
Indonesia dalam bagian-bagian terpisah dengan teritorialnya sendiri-sendiri.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu maka pemerintah menyatakan bahwa segala
perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk Negara
Indonesia dengan tidak memandang daratan Negara Indonesia dan dengan demikian bagian
daripada wilayah pedalaman atau Nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak
Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalam ini bagi kapal-kapal asing dijamin
selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan
negara Indonesia.
Penentuan batas lautan territorial (yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang
menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau-pulau Negara Indonesia.
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas akan selekas-lekasnya dengan undang-undang.
Pendirian pemerintah tersebut akan diperhatikan dalam konferensi internasional mengenai
hak-hak atas lauan yang akan diadakan dalam bulan Februari 1958 di Jenewa.
Jakarta, 13 Desember 1957.
Perdana Menteri
ttd.

H. Djuanda.

(dikutip dari Hamzah, 1988:129)

2. Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara RI


Peristiwa penting dalam proses pelaksanaan program kerja Kabinet Djuanda selanjutnya terjadi
pada saat mendirikan Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia. Gerakan ini
didirikan oleh Husein selaku Ketuanya pada tanggal 10 Februari 1958. Gerakan Perjuangan
Menyelamatknn Negara Republik Indonesia memiliki tujuan yaitu menuju Indonesia yang makmur
dan adil. Dalam menyukseskan tujuan tersebut gerakan ini memberikan ultimatum ke Kabinet
Djuanda yaitu:

 Kedudukan Presiden harus kembali ke konstitusional lagi.


 Membentuk Kabinet Kerja Nasional yang diketuai oleh Hatta dan Hamengku Buwana serta
membubarkan Kabinet Djuanda.

Ultimatum ini harus dilaksanakan selama 5 x 24 jam. Apabila tidak dipenuhi maka Gerakan
Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia akan mengambil tindakan sendiri. Namun
secara tegas Kabinet Djuanda menolak ultimatum tersebut. Bahkan Kabinet tersebut memecat para
perwira AD yang terlibat dengan gerakan itu seperti Lubis, Husein, Jambek dan Simbolon.

3. Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI


Peristiwa penting dalam proses pelaksanaan program kerja Kabinet Djuanda selanjutnya
terjadi pada saat Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). PRRI dibentuk setelah
berakhirnya ultimatum gerakan perjuangan menyelamatkan negara RI. Ketua PRRI ialah mantan
Presiden PDRI, Syarifudin Prawiranegara yang kedudukannya di Bukittinggi. Organisasi PRRI
semakin luas ketika bergabungnya Permesta sebagai anggota pendukung. Organisasi ini kemudian
mengubah namanya menjadi PRRI Permesta. Permesta didirikn oleh Mayor Somba pada tanggal 17
Februari 1958 yang bermarkas di Dewan Manguni, Manado.

4. Deklarasi Djuanda
Peristiwa penting dalam proses pelaksanaan program kerja Kabinet Djuanda selanjutnya
terjadi pada saat Deklarasi Djuanda. Deklasari ini dilakukan untuk menentukan batas laut teritorial
atau wilayah perairan Indonesia dari 3 mil menjadi 12 mil. Penghitungan batas wilayah ini berawal
dari garis pantai ketika air laut surut sampai zona ekslusif sejauh 200 mil.

Selain keempat peristiwa besar dan penting pada masa kerja Kabinet Karya tersebut,
dalam melaksanakan program pembangunan Indonesia, Kabinet Karya memang mengalami
banyak kesukaran terutama dalam hal pembiayaan. Kesulitan ini disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain:
1. Biaya menumpas pemberontakan PRRI-PERMESTA begitu besar (sampai
pertengahan 1958 mencapai lebih dari Rp 5.000.000,00);
2. Kekurangan penerimaan karena sistem ekonomi barter dan merebaknya
penyelundupan;
3. Defisit penerimaan yang begitu besar. Pada tahun 1958 kurang lebih Rp
9.500.000,00 ; tahun 1958 Rp 7.911.000,00 ; sehingga berakibat inflasi karena
pemerintah hanya mampu menutupinya dengan uang muka (pinjaman) dari Bank
Indonesia.
4. Disiplin ekonomi masyarakat memang masih kurang.

E. Akhir Kekuasaan Kabinet Djuanda


Meski sudah mampu mencapai beberapa keberhasilan, namun pada perjalanannya Kabinet
Djuanda pada akhirnya berakhir juga. Sebenarnya pada saat itu konflik di tingkat pimpinan pusat
sudah bisa lepas dan terhindar dari krisis yang mengarah kepada perpecahan bangsa. Namun ternyata
selepas dari konflik kepentingan di tingkat pusat, masalah yang tak kalah berat harus dihadapi oleh
Kabinet Djuanda, yaitu terjadinya pertentangan ideologi dan politik yang terjadi di dalam
konstituante. Dan tidak main-main, pertentangan dan konflik ini semakin berbahay karena menjalar
ke tingkat tataran masyarakat yang kemudian menambah terjadinya ketegangan-ketegangan.
Kala itu wakil-wakil rakyat yang bersidang pada 10 November 1956 sampai Januari 1959,
mengalami masalah yang sangat besar terkait dengan hal yang sangat prinsip yaitu ideologi negara.
Konflik ini cukup menyita energi seluruh elemen yang ada di Indonesia, mulai dari konstituante, pers
dan juga masyarakat secara luas. Bahkan pertentangan ini terjadi selama dua setengah tahun.
Kemudian Bung Karno muncul dengan membawa konsepnya yang kemudian disusul dengan gagasan
Demokrasi terpimpin. Namun kemudian masalah belum bisa diselesaikan karena ada kebingungan
dengan cara apa yang akan digunakan untuk melaksanakan Demokrasi Terpimpin.
Singkat cerita, setelah mempelajari secara sungguh-sungguh dan mendalam, PM Djuanda
kemudian sampai pada kesimpulan bahwa Demokrasi Terpimpin harus dilaksanakan dalam rangka
untuk kembali pada UUD 1945. Ide ini kemudian disetujui oleh Presiden dan kemudian diajukan
kepada Dewan Menteri pada tanggal 19 Februari 1959. Untuk merealisasikan gagasan yang telah
disampaikan tersebut, maka Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli
1959. Dengan diumumkannya Dekrit Presiden, maka Indonesia kembali kepada UUD 1945
sedangkan UUDS sudah tidak berlaku lagi.
Perubahan ini jelas sangat memberikan pengaruh yang signifikan dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Sistem yang selama ini menggunakan Parlementer, diganti dengan sistem presidensil.
Sehingga dengan otomatis ketika menggunakan sistem presidensil, maka Presiden memiliki peran
sebagai kepala Pemerintahan dan sekaligus juga sebagai kepala negara. Dan tentunya keberadaan
Perdana Menteri sudah tidak diperlukan lagi. Maka selanjutnya Djuanda dan Kebinetnya
mengembalikan mandat kepada Presiden sehingga Kabinet Djuanda pun berakhir.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kabinet Djuanda, disebut juga Kabinet Karya, memerintah pada periode 9 April
1957 – 10 Juli 1959.

Setelah kemerdekaan yang didapatkan pada 1945, keadaan Indonesia belum serta
merta menjadi baik dan stabil. Masih banyak kekurangan di sana-sini yang perlu diperbaiki
dan sangat mendesak untuk segera dicarikan solusi. Kondisi politik tanah air masih sangat
goyah dan belum menunjukkan tanda-tanda ke arah yang stabil. Sebelum dilakukan Pemilu
1955 yang notabene merupakan Pemilihan Umum pertama Indonesia, terjadi beberapa kali
pergantian Kabinet. Ada beberapa kabinet dan tentu saja masing-masing kabinet tersebut
memiliki beberapa program yang menjadi prioritas utama.

B. Saran
Dalam Kabinet Djuanda banyak keberhasilan yang dicapai karena Ir. Djuanda bisa
mengatur posisi dalam mengambil keputusan. Kabinet Djuanda dalam menganbil keputusan
melalui musyawarah yang pada saat itu dinamakan MuNas (Musyawarah Nasional) dan telah
berganti nama menjadi MuNaP (Musyawarah Nasional Pembangunan).
Jadi sebaiknya dalam mengambil keputusan apapun yang melibatkan masyarakat luas
harus melewati musyawarah agar tidak ada kesalahpahaman antar masyarakat dengan
pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai