Anda di halaman 1dari 25

Rif’at Azma F

XII MIPA 5
KABINET DJUANDA / KABINET KARYA
Gambar Kabinet Djuanda atau Kabinet Karya
Latar Belakang

Kabinet Djuanda adalah salah satu Kabinet yang ada


pada masa Pemerintahan Parlementer.
Kabinet ini merupakan kabinet yang dipilih juga
oleh Ir. Soekarno.
Terbentuknya kabinet ini dalam keadaan yanag tidak
menggembirakan karena pada saat itu Presiden
menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Bahaya
karena partai politik melakukan “dagang sapi” untuk
merebut kekuasaan.
Sejak terjadinya perebutan kekuasan itu maka
Soekarno membentuk kabinet ini dengan
menggunakan “Zaken Kabinet”. Zaken kabinet yaitu
kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam
bidangnya masing-masing. Zaken kabinet juga
dibentuk dengan alasan lain yaitu karena Kegagalan
konstituante dalam menyusun Undang-undang
Dasar pengganti UUDS 1950.
Keanggotaan Kabinet Djuanda
Pada 9 April 1957, Soekarno mengumumkan pembentukan
Kabinet Karya Djuanda di bawah komando seorang non-partai,
Djuanda Kartawidjaja sebagai Perdana Menteri. Susunannya
adalah sebagai berikut:
1. Perdana Menteri : Djuanda Kartawidjaja
Wakil Perdana Menteri : Hardi Idham Chalid J. Leimena
2. Menteri Luar Negeri : Subandrio
3. Menteri Dalam Negeri : Sanusi Hardjadinata
4. Menteri Pertahanan : Djuanda
5. Menteri Kehakiman : GA Maengkom
6. Menteri Penerangan : Soedibjo
7. Menteri Keuangan : Sutikno Slamet
8. Menteri Pertanian : Sadjarwo
9. Menteri Perdagangan : Prof. Drs. Soenardjo
10. Menteri Perindustrian : FJ Inkiriwang
11. Menteri Perhubungan : Sukardan
12. Menteri Pelayaran : Mohammad Nazir
13.Menteri PU dan Tenaga : Pangeran Mohammad Nur
14.Menteri Perburuhan : Samjono
15.Menteri Sosial : J. Leimena
16.Menteri Pendidikan dan Kebudayaan : Prijono
17.Menteri Agama : Mohammad Iljas
18.Menteri Kesehatan : Aziz Saleh
19.Menteri Agraria : R. Sunarjo
20.Menteri Pengerahan Tenaga Rakyat : A.M. Hanafi
21.Menteri Negara : FL Tobing , Chaerul Saleh
Suprajogi Wahid Wahab, Mohammad Yamin
Proses Terbentuknya Kabinet
Djuanda

• Kabinet Djuanda disebut juga Kabinet Karya


karna dibentuk bukan berdasarkan pertimbangan
politis kepartaian. Kabinet ini juga disebut
Kabinet Kerja Darurat Ekstra Parlementer. Istilah
“darurat” dilekatkan mengingat kabinet ini
dibentuk oleh presiden Soekarno berlandaskan
pemberlakuan “keadaan perang dan darurat
perang” (SOB) pada waktu itu.
Program-program Kabinet Juanda

1. Membentuk Dewan Nasional (sesuai dengan konsepsi


Presiden) dan sejak Juni 1957 membentuk Depernas
(Departemen Penerangan Nasional);
2. Normalisasi keadaan RI;
3. Melanjutkan pelaksanaan pembatalan KMB;
4. Perjuangan Irian Barat;
5. Mempercepat pembangunan. (Moedjanto, 1992:104).
Perkembangan

Dalam situasi politik di tanah air sampai


dengan menjelang tahun 1960. sesudah
1959 sampai dengan 1965, keputusan –
keputusan politik tetap mendominasi warna
kebijakan – kebijakan ekonomi.
Dalam usahanya untuk menormalisasi keadaan sosial
politik Indonesia, Kabinet karya menyelenggarakan
Musyawarah Nasional di Jakarta pada bulan September
1957. Munas ini dihadiri oleh wakil-wakil pusat dan
daerah-darah, serta Presiden Soekarno dan mantan
Wakil Presiden Hatta. Dalam Munas tersebut dibahas
mengenai hubungan antara pusat dan daerah yang
berangsur-angsur dapat dipulihkan dan menuju satu
titik keserasian. (Moedjanto, 1992:105).
Beberapa peristiwa penting pada masa kerja
Kabinet Karya antara lain :

1. Perjuangan Irian Barat yang dipimpin oleh pemerinth dan digiatkan dalam
aksi pembebasan Irian Barat.
2. Pendirian “Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik
Indonesia” pada tanggal 10 Februari 1958 dengan Husein sebagai
ketuanya.
3. Pendirian “Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia” (PRRI) tepat
setelah berakhirnya masa berlaku ultimatum “Gerakan Perjuangan
Menyelamatkan Negara Republik Indonesia”. PRRI dipimpin oleh Syafrudin
Prawiranegara -mantan Presiden PDRI- dan berkedudukan di Bukittinggi.
4. Perjuangan pembebasan Irian Jaya dan penyatuannya ke dalam wilayah NKRI
sebenarnya telah memberi kesadaran akan perjuangan pembentukan
keutuhan wilayah negara.
Beberapa Faktor Kesulitan pada
Kabinet Juanda
1. Biaya menumpas pemberontakan PRRI-PERMESTA begitu besar
(sampai pertengahan 1958 mencapai lebih dari Rp
5.000.000,00);
2. Kekurangan penerimaan karena sistem ekonomi barter dan
merebaknya penyelundupan;
3. Defisit penerimaan yang begitu besar. Pada tahun 1958 kurang
lebih Rp 9.500.000,00 ; tahun 1958 Rp 7.911.000,00 ; sehingga
berakibat inflasi karena pemerintah hanya mampu menutupinya
dengan uang muka (pinjaman) dari Bank Indonesia.
4. Disiplin ekonomi masyarakat memang masih kurang.
Deklarasi Djuanda
• Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13
Desember 1957 oleh Perdana Menteri
• Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja,
adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia
bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar,
di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi
satu kesatuan wilayah NKRI.
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik
Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda
1939, yaituTeritoriale Zeeën en Maritieme Kringen
Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman
Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara
dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau
hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari
garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas
melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Pada tahun 1999, Presiden Abdurrahman Wahid mencanangkan
tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara.[2] Penetapan hari ini
dipertegas oleh Presiden Megawati dengan menerbitkan Keputusan
Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001 tentang Hari Nusantara,
sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional
tidak libur.
Isi dari Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957, menyatakan:

1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang


mempunyai
corak tersendiri
2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah
merupakan satu kesatuan
3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah
keutuhan wilayah
•Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu
tujuan :
a. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan
Republik Indonesia yang utuh dan bulat
b. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI,
sesuai dengan azas negara Kepulauan
c. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran
yang lebih menjamin keamanan
dan keselamatan NKRI
Partai politik pada masa kabinet
djuanda
Lanjutan . . .
Berakhirnya Kabinet Djuanda (Versi 1)
Berakhirnya masa kerja Kabinet Karya berawal dari
diterimanya gagasan “kembali ke UUD 1945” pada
tanggal 19 Februari 1959 yang digelontorkan Nasution
dalam konferensi Komando Daerah Militer pada bulan
yang sama.
Menurut putusan sidang Kabinet Karya pada tanggal
19 Februari 1959, Presiden akan menyampaikan
amanat kepada Konstituante berisi permintaan agar
UUD 1945 diundangkan kembali.
Pihak yang pro bersama pihak militer kemudian mendesak
Presiden Soekarno untuk mengundangkan kembali UUD 1945
dengan dekrit. Dekrit Presiden yang disampaikan tanggal 5 Juli
1959 berisi :
1. Pembubaran Konstituante.
2. Berlakunya kembali UUD 1945.
3. Pemakluman bahwa pembentukan MPRS dan DPAS
akan dilakukan dalam waktu sesingkat- singkatnya.
(Moedjanto, 1992:114).

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka sistem


demokrasi liberal Indonesia berganti dengan demokrasi terpimpin.
Kabinet Karya pun dibubarkan dan digantikan oleh Kabinet Kerja.
Berakhirnya Kabinet Djuanda (Versi 2)
• Sesudah pemimpin pusat terlepas dari krisis
perpecahan negara dan bangsa, rakyat Indonesia
mengalami lagi masa-masa yang menentukan mati
hidupnya negara kesatuan Republik Indonesia.
• Sekali lagi PM Juanda dan Kabinetnya menghadapi
pertentangan politik dan ideologi. Kali ini dalam
konstituante. Pertentangan ini merambat masuk
kedalam masyarakat dan menambah ketegangan-
ketegangan.
• Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden. Dengan
diumumkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka
bangsa Indonsia kembali ke UUD 1945, sedangkan
UUDS tidak berlaku lagi. Perubahan dalam hal UUD
dan adanya penerapan sistem Demokrasi Terpimpin
dalam rangka kembali ke UUD 1945 memberikan
pengaruh dan perubahan yang besar terhadap sistem
ketatanegaraan Indonesia.
Sistem parlementer yang selama ini dipakai oleh
bangsa Indonesia diganti dengan sistem presidensil.
Secara otomatis dengan adanya perubahan sistem
ini maka presiden akan berperan sebagai kepala
Pemerintahan disamping sebagai kepala negara,
sehingga Perdana Menteri tidak perlu ada lagi.
Maka, Senin tanggal 6 Juli 1959 sehari setelah
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Juanda
dan Kabinet Karya mengembalikan mandat kepada
Presiden. Dengan begitu maka berakhirlah masa
Kabinet Djuanda (Rauf 2001:124-126).
TERIMA KASIH
Wassalamualaikum WR.WB

Anda mungkin juga menyukai