• HENITA PUTRI PUJU PRATIWI • DESTYRA DETHA PRATIWI • DAVID CHANDRA EFFENDI Kabinet Sukiman berdiri setelah Kabinet Natsir dibubarkan dan menyerahkan mandatnya kembali ke presiden. Awalnya Presiden menunjuk Sartono (ketua PNI) menjadi formatur. Hampir satu bulan Sartono berusaha membentuk kabinet koalisi antara PNI dengan Masyumi. Namun terus saja usahanya tersebut mengalami kegagalan, mengingat Sartono merupakan bagian dari PNI saja dan tidak ada dari pihak Masyumi. Sehingga Sartono mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 28 hari (28 Maret – 18 April 1951). Presiden kemudian menunjuk Sukiman (Masyumi) dan Djojosukarto (PNI) sebagai formatur. Awalnya kabinet ini banyak mengalami kesulitan namun akhirnya mereka berhasil membentuk kabinet koalisi antar Masyumi dengan PNI dan sejumlah partai kecil. Kabinet koalisi ini dipimpin oleh Sukiman, sehingga dikenal dengan kabinet Sukiman. NO NAMA MENTERI JABATAN
1 Sukiman Wirjosandjojo Perdana Menteri
2 Suwirjo Wakil Perdana Menteri
3 Achmad Subardjo Menteri Luar Negeri
4 Iskak Tjokroadisurjo Menteri Dalam Negeri
5 Sewaka Menteri Pertahanan
6 Mohammad Yamin Menteri Kehakiman
7 Arnold Mononutu Menteri Penerangan
8 Jusuf Wibisono Menteri Keuangan
9 Suwarto Menteri Pertanian
NO JABATAN NAMA MENTERI Menteri Perindustrian dan 1 Sujono Hadinoto Perdagangan 2 Menteri Perhubungan Djuanda Kartawidjaja
3 Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Ukar Bratakusumah
4 Menteri Perburuhan Iskandar Tedjasukmana
Sjamsuddin 5 Menteri Sosial
Wongsonegoro 6 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Wahid Hasjim 7 Menteri Agama
8 Menteri Kesehatan J. Leimena
9 Menteri Negara A. Pellaupessy
1. Dalam Bidang Keamanan, menjalankan tindakan yang tegas sebagai
negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman negara.
2. Dalam Bidang ekonomi, mengusahakan kemakmuran rakyat
secepatnya dan memperbarui hukum agraria agar sesuai dengan
kepentingan petani.
3. Dalam bidang sosial, mempercepat usaha penempatan para bekas
pejuang dilapangan usaha.
4. Menerapkan politik luar negeri yang bebas dan aktif serta
memasukkan secepatnya irian barat ke republik Indonesia.
5. Menjalankan politik luar negeri yang bebas dan aktif dan yang
menuju perdamaian.
6. Menyiapkan undang-undang (UU) tentang pengakuan serikat buruh,
perjanjian kerja sama (collective arbeidsovereenkomst ), penetapan
upah minimum, dan penyelesaian pertikaian perburuhan.
7. Menyelesaikan persiapan Pemilu untuk membentuk Konstituante
dan menyelenggarakan Pemilu dalam waktu yang singkat serta
mempercepat terlaksananya otonomi daerah.
1. Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. 2. Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik, yang menyebabkan keamanan dan ketentraman semakin tidak stabil yang tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan. 3. Pelemparan granat oleh sekelompok orang yang bersenjata dan orang yang melempar dibajunya mengenakan sebuah lencana yang berlambang palu arit dan sasaran pelemparannya warga sipil Kegagalan kabinet Sukiman dianilai dalam penangganan masalah keamanan dalam negeri, memihaknya Indonesia kepada Blok Barat dengan menandatangani Mutual Security Act (MSA) dengan pemerintah Amerika Serikat. Hal ini memicu munculnya pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden. Kalau dibandingkan dengan Kabinet Natsir, dalam Kabinet Sukiman jelas menunjukkan bahwa partai-partailah yang memegang pemerintahan. Mulai dari menyusun program, portopolio, komposisi personalia, pelaksanaan dan tanggung jawab serta cara penyelesaian masalah sepenuhnya terletak ditangan partai. Partai-partai yang ada pada waktu itu belum nampak menonjolkan ideologi masing-masing, perhatiannya masih ditujukan pada pemecahan masalah-masalah praktis yang dihadapi dan lebih mementingkan kepentingan partai daripada kepentingan rakyat.