1. Kabinet Natsir
a. Tahun dibentuk :
- 6 September 1950
b. Tahun berakhir :
- 21 Maret 1951
c. Partai Dominasi :
- Partai Masyumi dan Partai Nasional Indonesia (PNI)
d. Tokoh :
- Moh. Natsir, Hamengku Buwono IX, Assaat, Moh. Roem, Abdul Halim,
Wongsonegoro, M. A. Pellaupessy, S. Prawiranegara, F. S. Haryadi, Djuanda
Kartawidjaja, Wahid Hasyim, Panji Suroso, Bahder Djohan, Harsono
Tjokroaminoto.
e. Program Kerja :
- Mempersiapkan dan menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk Dewan
Konstituante dalam waktu yang singkat.
- Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan Pemerintahan serta
membentuk peralatan Negara yang bulat berdasarkan Pasal 146 di dalam
Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
- Menggiatkan berbagai usaha untuk mencapai keamanan dan ketenteraman.
- Mengembangkan dan memperkokoh kekuatan perekonomian rakyat sebagai
dasar bagi pelaksanaan kegiatan perekonomian nasional yang sehat serta
melaksanakan keragaman dan kesamarataan hak antara buruh dan majikan.
- Membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas berbagai
usaha untuk meningkatkan kualitas manusia dalam hal kesehatan dan
kecerdasan.
- Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang dan pemulihan mantan
anggota-anggota tentara dan gerilya ke dalam masyarakat.
- Memperjuangkan dan mengusahakan penyelesaian masalah perebutan
wilayah Irian Barat dalam waktu yang singkat.
f. Penyebab Kabinet Berakhir :
- Penyebab utama dari keruntuhan kabinet Natsir ini adalah kegagalan dalam
kabinet tersebut dalam menyelesaikan masalah Irian Barat. Kemudian
ditambah lagi adanya mosi tidak percaya dari PNI terkait dengan pencabutan
Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. Peraturan pemerintah
tersebut dianggap PNI terlalu menguntungkan Masyumi, dan mosi dari PNI ini
pun diterima oleh parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya
kepada Presiden.
2. Kabinet Sukiman
a. Tahun dibentuk
- 27 April 1951
b. Tahun berakhir
- 3 April 1952
c. Partai Dominasi
- Partai Masyumi dan Partai Nasional Indonesia (PNI)
d. Tokoh
- Sukiman Wirjosandjojo, Suwiryo, Achmad Subardjo, Sewaka, Moh. Nasrun, A.
Pellaupessy, Wongsonegoro, Arnold Mononutu, Jusuf Wibisono, Suwarto, S.
Hadinoto, Wilopo, Djuanda Kartawidjaja, Sjamsuddin, Wahid Hasyim, J.
Leimena, Pandji Suroso, Gondokusumo.
e. Program Kerja
- Menjalankan tindakan-tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin
keamanan dan ketentraman, serta menyempurnakan organisasi alat-alat
kekuasaan negara.
- Membuat dan melaksanakan rencana kemakmuran nasional dalam jangka
pendek untuk mempertinggi sosial ekonomi rakyat, membaharui hukum agraria
sesuai kepentingan petani, dan mempercepat usaha penempatan bekas
pejuang dalam lapangan pembangunan.
- Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk konstituante dan
menyelenggarakan pemilu dalam waktu singkat.
- Mempercepat otonomi daerah.
- Menyiapkan undang-undang tentang Pengakuan Serikat Buruh dan Perjanjian
Kerja Sama (collectieve arbeidsovereenkomst).
- Menjalankan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk perdamaian,
menyelenggarakan hubungan Indonesia-Belanda atas dasar Unite Statuut
menjadi hubungan berdasarkan perjanjian internasional, mempercepat
peninjauan kembali persetujuan KMB dan meniadakan perjanjian yang
merugikan negara dan rakyat, serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah
Republik Indonesia secepatnya.
- Meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan rakyat.
f. Penyebab Kabinet Berakhir
- Adanya perbedaan pandangan antara Masyumi dan PNI tentang hubungan
dengan Belanda, terutama terkait dengan status Irian Barat. Masyumi
menginginkan agar Irian Barat segera dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia,
sedangkan PNI bersikap lebih lunak dan bersedia melakukan perundingan
dengan Belanda.
- Adanya penolakan dari sebagian besar partai politik terhadap bantuan asing
yang diterima oleh kabinet Sukiman dari Amerika Serikat, terutama yang
berkaitan dengan Mutual Security Act (MSA). Bantuan ini dianggap sebagai
bentuk campur tangan asing dalam urusan dalam negeri Indonesia, serta
mengancam kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia.
- Adanya ketidakpuasan dari kalangan buruh, petani, dan mahasiswa terhadap
kebijakan ekonomi dan sosial yang dianggap tidak memihak kepada rakyat.
Beberapa aksi unjuk rasa dan demonstrasi terjadi di berbagai daerah sebagai
bentuk protes terhadap kabinet Sukiman.
- Adanya perselisihan internal antara anggota kabinet yang berasal dari partai
yang berbeda, serta adanya intervensi dari presiden Soekarno dalam urusan
kabinet.
3. Kabinet Wilopo
a. Tahun dibentuk
- 1 April 1952
b. Tahun berakhir
- 3 Juni 1953
c. Partai Dominasi
- Partai Masyumi dan Partai Nasional Indonesia (PNI)
d. Tokoh
- Wilopo, Prawoto M., Moh. Roem, Hamengku Buwono IX, Lukman WIriadinata,
Arnold Mononutu, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Moh. Sardjan, Mr. Sumanang,
Ir. Djuanda, Ir. Suwarta, Ir. Iskandar Tedjasukmana, Anwar Tjokroaminoto, Prof.
Bader Djohan, K.H. Faqih Usman, Dr. Johanes Leimena, R.P. Suroso, M.A.
Pallaupessy.
e. Program Kerja
1. Organisasi Negara
- Melaksanakan pemilihan umum untuk dewan konstituante dan dewan-dewan
daerah
- Menyelesaikan penyelenggaraan dan mengisi otonomi daerah
- Menyederhanakan organisasi pemerintah pusat
2. Kemakmuran
- Memajukan tingkat penghidupan rakyat dengan meningkatkan produksi
nasional, termasuk bahan makanan rakyat
- Melanjutkan usaha perubahan agrarian
3. Keamanan
- Menjalankan berbagai kebijakan untuk mengatasi masalah keamanan dengan
kebijaksanaan sebagai negara hukum dan menyempurnakan organisasi alat-
alat kekuasaan negara serta mengembangkan tenaga masyarakat untuk
menjamin keamanan dan ketenteraman
4. Perburuhan
- Memperlengkapkan perundang-undangan perburuhan untuk meninggikan
derajat kaum buruh guna menjamin proses perekonomian nasional
5. Pendidikan
- Mempercepat usaha-usaha perbaikan untuk pembaharuan pendidikan dan
pengajaran
6. Luar Negeri
- Mengisi politik luar negeri yang bebas dan aktif dengan aktifitas yang sesuai
dengan kewajiban bangsa Indonesia dalam kekeluargaan bangsa-bangsa dan
sesuai dengan kepentingan nasional menuju perdamaian dunia
- Menyelenggarakan hubungan antara Indonesia dengan Belanda yang
sebelumnya berdasarkan asas unie-statuut menjadi hubungan berdasarkan
perjanjian internasional biasa, mempercepat peninjauan kembali persetujuan
hasil Konferensi Meja Bundar, serta meniadakan perjanjian-perjanjian yang
pada kenyataannya merugikan rakyat dan negara
- Memasukkan wilayah Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia dalam
waktu sesingkat-singkatnya.
f. Penyebab Kabinet Berakhir
- Kabinet Wilopo mengalami beberapa kesulitan seperti mengatasi gerakan
separatisme yang terjadi di berbagai daerah, penekanan Presiden Soekarno
yang dilakukan oleh sejumlah perwira Angkatan Darat pada tanggal 17 Oktober
1952 agar perlemen dibubarkan, serta kejadian Tangjung Morawa yang terjadi
di Sumatera Utara. Peristiwa Tanjung Morawa terjadi akibat persetujuan
pemerintah sesuai dengan KMB agar memberikan izin kepada pengusaha
asing agar dapat mengusahakan tanah perkebunan di Indonesia lagi. Tanah ini
sebelumnya digarap oleh para pertani karena bertahun tahun telah ditinggalkan
oleh pemiliknya pada saat Kabinet Sukiman. Saat itu juga Mr. Iskaq
Cokroadisuryo selaku menteri dalam negeri memberikan persetujuan agar
tanah Deli dikembalikan. Tanah tersebut berhasil dikembalikan saat masa
Kebinet Wilopo. Kemudian pada tanggal 16 Maret 1953, pihak polisi mengusir
penggarap sawah yang tidak mempunyai izin. Akibat pengusiran tersebut,
banyak terjadi bentrokan bersenjata yang menewaskan 5 orang petani.
Peristiwa bentrokan itu mendapatkan sorotan yang tajam dari pihak parlemen
maupun pers. Hal inilah yang tentunya menjadi penyebab jatuhnya kabinet
wilopo. Akibatnya Kabinet Wilopo memperoleh mosi tidak percaya dari Sidik
Kertapati dari Serikat Tani Indonesia atau Sakti. Lalu Wilopo mengembalikan
mandatnya kepada Presiden pada tanggal 2 Juni 1953.
7. Kabinet Djuanda
a. Tahun dibentuk
- 8 April 1957
b. Tahun berakhir
- 6 Juli 1959
c. Partai Dominasi
- Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU), Partai Masyumi
d. Tokoh
- Ir. H. Djuanda Kartawidjaja, Hardi, Idham Chalid, J. Leimena, Subandrio,
Sanusi, Hardjadinata, G.A. Maengkom, Soedibjo, Sutikno Slamet, Sumitro
Djojohadikusumo, Sumarno, Sutami, Oetojo Oesman, Priyono, Wahib Wahab,
Satrio, Supeno, Frans Seda, R.M. Notohamiprodjo, R.P. Suroso, Suprapto,
Zairin Zain, Roeslan Abdulgani, Soenario, Moh. Roem, Sartono, Chaerul
Saleh, Soetardjo Kartohadikusumo.
e. Program Kerja
- Membentuk Dewan Nasional sebagai lembaga perwakilan rakyat sementara
yang bertugas untuk menyusun konstitusi baru.
- Melaksanakan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menetapkan kembali UUD
1945 sebagai dasar negara dan mengakhiri demokrasi liberal.
- Penyelenggarakan pemilihan umum sesuai dengan UUD 1945 setelah
konstitusi baru disahkan oleh Dewan Nasional.
- Menumpas pemberontakan regional di Sumatera dan Sulawesi dengan cara
politik dan militer.
- Melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan asing, terutama
Belanda, yang menguasai sektor ekonomi strategis, seperti minyak,
perkebunan, perbankan, dan perdagangan.
- Meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan mengembangkan sektor
pertanian, industri, koperasi, dan transmigrasi.
- Mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia dengan
menyelesaikan masalah Irian Barat, yang masih dikuasai oleh Belanda, melalui
jalur diplomasi atau konfrontasi.
- Meningkatkan hubungan luar negeri dengan negara-negara sahabat, terutama
negara-negara Asia-Afrika yang baru merdeka, serta menjaga sikap nonblok
dalam Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
f. Penyebab Kabinet Berakhir
- Kabinet Djuanda berakhir pada 6 Juli 1959, ketika Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit ini menetapkan kembali UUD
1945 sebagai dasar negara dan mengakhiri demokrasi liberal. Dekrit ini juga
membubarkan Konstituante, lembaga yang bertugas untuk menyusun
konstitusi baru, karena dianggap gagal mencapai kesepakatan. Selain itu,
dekrit ini juga membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Daerah, serta menggantinya dengan Dewan Nasional yang baru. Dengan
dekrit ini, Presiden Soekarno memperkuat kekuasaannya sebagai pemimpin
tunggal Indonesia. Ia juga memulai era baru dalam sejarah Indonesia, yaitu era
demokrasi terpimpin. Dalam era ini, Presiden Soekarno menjadi penentu
segala kebijakan negara, tanpa ada kontrol dari lembaga legislatif atau
yudikatif. Kabinet Djuanda tidak melanjutkan tugasnya setelah dekrit ini
dikeluarkan. Sebagai gantinya, Presiden Soekarno membentuk Kabinet Kerja
I pada 10 Juli 1959. Kabinet ini masih dipimpin oleh Djuanda Kartawidjaja
sebagai Perdana Menteri, tetapi anggotanya berubah. Beberapa menteri dari
Kabinet Djuanda tetap dipertahankan, tetapi ada juga yang diganti atau
ditambahkan. Kabinet Kerja I bertugas hingga 18 November 1959, ketika
Djuanda Kartawidjaja meninggal dunia karena sakit.