Anda di halaman 1dari 11

TEKSTUR KHUSUS PADA BATUAN BEKU DAN PETROGENESISNYA

Dalam pendeskripsian batuan beku, tekstur merupakan salah satu hal yang
penting dalam penentuan jenis batuan beku di samping komposisi batuan beku
itu sendiri. Tekstur pada batuan beku sendiri merupakan aspek yang dapat
merepresentasikan genesa dari suatu batuan beku. Oleh karena itu, berikut akan
dijelaskan tekstur khusus pada batuan beku beserta petrogenesa dari tekstur
khusus tersebut.
1. Porfiritik
Porfiritik merupakan tekstur khusus pada batuan beku yang
terbentuk akibat adanya perbedaan ukuran kristal mineral yang
menyusun suatu batuan beku. Dalam tekstur khusus ini dikenal 2
terminologi yaitu fenokris (mineral dengan ukuran lebih besar) dan
masa dasar (penyusun batuan dengan ukuran lebih kecil). Tekstur
ini terbentuk akibat adanya kristalisasi magma yang terjadi pada
dua kondisi berbeda. Fenokris akan cenderung terbentuk terlebih
dahulu ketika magma masih mengalami pendinginan relatif lambat,
lalu saat magma bergerak naik, suhu sekitar membuat magma
mendingin lebih cepat sehingga akan terbentuk kristal berukuran
relatif lebih kecil daripada kristal yang terbentuk terlebih dahulu.
Terdapat 2 jenis tekstur porfiritik, yaitu faneroporfiritik (masa dasar
dan fenokris berukuran sedang atau >0,05 mm) dan porfiroafanitik
(fenokris berukuran >0,05 mm sedangkan masa dasar berukuran
halus atau berukuran <0,05 mm).

Gambar 1. Tekstur faneroporfiritik


Sumber : http://www4.nau.edu/meteorite/Meteorite/Book-
Textures.html

Gambar 2. Tekstur porfiroafanitik


Sumber : http://www4.nau.edu/meteorite/Meteorite/Book-
Textures.html

2. Cummulate texture
Tekstur ini memiliki kenampakan yang dicirikan dengan adanya
agregat kristal mineral dengan densitas tinggi pada bagian dasar
tubuh intrusi batuan beku. Tekstur ini terbentuk akibat berat jenis
mineral yang terbentuk pada awal pendinginan magma yang
cenderung lebih berat daripada magma sehingga menyebabkan
terjadinya gravity settling yang menyebabkan mineral tersebut
terkumpul di bagian bawah tubuh batuan beku.

Gambar 3. Cummulate texture dari mineral olivine, piroksen,


plagioklas, dan magnetit
Sumber : http://www4.nau.edu/meteorite/Meteorite/Book-
Textures.html
3. Intersertal
Tekstur ini tercirikan dengan adanya kenampakan gelas vulkanik
yang mengisi ruang-ruang di antara tubuh kristal mineral plagioklas.
Tekstur ini sering ditemukan pada batuan beku vulkanik
intermediet atau basa seperti andesit hingga basalt. Tekstur ini
terbentuk melalui proses yang hampir mirip dengan tekstur
porfiritik, di mana mineral plagioklas terbentuk terlebih dahulu lalu
ketika magma muncul ke permukaan terjadi pendinginan yang
cepat yang menyebabkan lava cenderung membentuk gelas
vulkanik yang seolah-olah mengelilingi tubuh mineral plagioklas
yang terbentuk terlebih dahulu.

Gambar 4. Tekstur intersertal


Sumber : Slide presentasi asistensi batuan beku, praktikum petrografi
2012

4. Ofitik dan Subofitik


Tekstur ofitik dan subofitik memiliki kenampakan khas yang
menampakkan hubungan khusus antara mineral plagioklas dan
mineral piroksen. Pada tekstur ofitik, mineral plagioklas ditemukan
dikelilingi oleh mineral piroksen. Tekstur ini dapat dianalogikan
seperti plagioklas euhedral sebagai fenokris pada masa dasar
piroksen dengan ukuran yang relatif lebih besar namun bentuknya
subhedral. Sedangkan pada tekstur subofitik, kenampakan khas
yang ditunjukkan berupa mineral piroksen yang seolah-olah
dikelilingi oleh mineral plagioklas karena ukuran plagioklas yang
cenderung lebih besar atau merupakan kebalikan dari tekstur ofitik.
Tekstur ofitik sendiri terbentuk melalui pendinginan magma basaltik
yang berlangsung relatif lambat. Ketika pendinginan terjadi
intergrowth antara mineral plagioklas dan piroksen, namun
plagioklas telah terbentuk terlebih dahulu sehingga plagioklas
cenderung memiliki bentuk euhedral hingga subhedral. Selanjutnya
dilanjutkan kristalisasi mineral piroksen yang mengisi ruang antar
plagioklas.
Tekstur subofitik terbentuk oleh pendinginan magma basaltik
dengan pembentukan mineral piroksen terlebih dahulu selanjutnya
dilanjutkan intergrowth dengan mineral plagioklas.

Gambar 5. Tekstur ofitik


Sumber : http://www.huntsearch.gla.ac.uk/geoimages/ah/ah990b.jpg

Gambar 6. Tekstur subofitik


Sumber :
http://www4.nau.edu/meteorite/Meteorite/Images/Subophitic_Texture.j
pg
5. Mikroporfiritik
Tekstur ini memiliki kenampakan khas yang menyerupai tekstur
khusus porfiritik, namun yang membedakan adalah kenampakan
tekstur mikroporfiritik ini hanya dapat diamati melalui pengamatan
mikroskopis. Tekstur ini memiliki genesa yang relatif sama dengan
tekstur porfiritik, hanya saja batuan beku dengan tekstur ini
cenderung ditemukan pada batuan beku vulkanik ataupun hipabisal
yang dekat dengan permukaan. Tempat pendinginan yang
sedemikian rupa ini menyebabkan pendinginan berlangsung cepat
sehingga kristal-kristal mineral cenderung terbentuk dalam ukuran
kecil atau halus.

Gambar 7. Tekstur mikroporfiritik


Sumber : Slide presentasi asistensi batuan beku, praktikum petrografi
2012

6. Trakhitik
Tekstur ini memiliki kenampakan yang cukup menarik berupa
adanya mikrolit atau cryptocrystalline plagioklas yang menunjukkan
kesejajaran di antara mineral lain. Tekstur trakhitik sering
ditemukan pada batuan beku vulkanik. Tekstur ini terbentuk akibat
adanya aliran magma atau lava yang membuat orientasi
penyusunan mineral menjadi sejajar. Hal ini cenderung disebabkan
karena bentuk kristal plagioklas yang cenderung memanjang akan
lebih mudah mengikuti arah aliran lava atau magma sesuai dengan
arah memanjangnya kristal. Hal tersebut dapat dianalogikan
dengan aerodinamika.

Gambar 8. Tekstur Trakhitik


Sumber :
http://www.earthbyte.org/people/geoff/Hyperpetmag/Datafile/Stills/trac
hyx.GIF

7. Pilotasitik
Tekstur ini memiliki kemiripan dengan tekstur trakhitik dimana
terdapat penyejajaran mikroli-mikrolit plagioklas. Namun letak
perbedaannya adalah pada tekstur ini penyusunan mikrolit-mikrolit
plagioklasnya cenderung sub-paralel. Kehadiran mikrolit plagioklas
ini juga sering disertai mikrokristalin lain. Tekstur ini terbentuk juga
karena aliran magma atau lava yang memperngaruhi penyusunan
mikrolit-mikrolit plagioklas pada batuan beku, namun pengaruh
aliran tidak terlalu dominan sehingga penyusunannya cenderung
sub-paralel. Aliran seperti ini bisa terjadi karena aliran lambat atau
aliran lava kental.

Gambar 9. Tekstur Pilotasitik


Sumber : Slide presentasi asistensi batuan beku, praktikum petrografi
2012

8. Poikilitik
Tekstur ini menunjukkan kenampakan adanya inklusi mineral-
mineral secara acak dan tidak teratur pada suatu tubuh kristal
mineral yang besar. Tekstur ini terbentuk akibat mineral-mineral
yang menginklusi terbentuk terbentuk terlebih dahulu. Selanjutnya
terjadi pembentukan mineral yang diinklusi melalui pendinginan
magma secara lambat akibat perubahan kondisi sekitar sehingga
mineral yang terbentuk ini memiliki waktu lebih untuk tumbuh
dengan nukleasi yang lambat. Keadaan ini akan menyebabkan
mineral yang besar tampak diinklusi oleh mineral-mineral yang
lebih kecil.

Gambar 10. Tekstur poikilitic (inklusi mineral mafic pada plagioklas)


Sumber : http://www.meteorite-times.com/Back_Links/2011/may/6.jpg

9. Intergranular
Tekstur ini memiliki kenampakan berupa adanya kumpulan mineral
mafik (biasanya piroksen) dengan ukuran relatif lebih kecil di antara
mineral plagioklas yang tersusun secara acak dan tidak teratur.
Tekstur ini terbentuk akibat dari jenis magma sumber yang
menyebabkan dominasi mineral yang terbentuk berupa mineral
mafik dan mineral Ca plagioklas. Proses pendinginan berlangsung
secara bertahap dari mineral Ca plagioklas selanjutnya mineral
piroksen yang terbentuk pada proses pendinginan lebih cepat.
Karena mineral piroksen terbentuk setelah plagioklas, mineral ini
cenderung mengisi ruang-ruang antara plagioklas.

Gambar 11. Tekstur Intergranular


Sumber :
http://www.largeigneousprovinces.org/sites/default/files/2011Nov-fig-
8.png
10. Intergrowth
Tekstur ini secara umum menunjukkan kenampakan pertumbuhan
bersama antara 2 jenis mineral yang berbeda jenisnya. Secara
umum tekstur ini dapat dijelaskan menggunakan diagram fase
dengan melihat suhu kristalisasi suatu mineral hingga mencapai titik
euthetic. Tekstur ini terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Graphic
Pada tekstur ini tampak bahwa mineral kuarsa tertanam
secara acak dalam mineral K-feldspar. Kedua mineral ini
tumbuh secara bersama-sama dengan tingkat kristalisasi
yang berbeda. Hal ini terjadi karena adanya kehadiran fase
aqueous yang menyebabkan terjadinya intergrowth antara
mineral kuarsa dengan mineral ortoklas (K-feldspar).
Gambar 12. Intergrowth jenis graphic
Sumber : Slide presentasi asistensi batuan beku, praktikum petrografi
2012

b. Granophiric
Terdapat kuarsa berbentuk anhedral dengan letak tidak
teratur. Hal ini disebabkan mineral kuarsa yang mengkristal
bersama mineral feldspar terbentuk pada daerah batas
kristal lain.

Gambar 13. Intergrowth jenis granophiric


Sumber : Slide presentasi asistensi batuan beku, praktikum
petrografi 2012

c. Myrmekitic
Menunjukkan intergrowth antara kuarsa dan plagioklas
dengan ciri khas berupa bentuk kuarsa yang berbentuk
seperti cacing di antara plagioklas. Hal ini terbentuk ketika
kristalisasi plagioklas belum sempurna di saat itulah kuarsa
masuk mengisi rongga yang belum terkristalisasi sempurna.
Gambar 13. Intergrowth jenis myrmekitic
Sumber : Slide presentasi asistensi batuan beku, praktikum
petrografi 2012

11. Perthite dan Antiperthite


Tekstur ini secara umum menunjukkan kenampakan intergrowth
antara mineral ortoklas dan plagioklas. Perthite menampakkan
intergrowth ortoklas di dalam plagioklas dengan orientasi mineral
ortoklas cenderung sejajar bidang belahan mineral plagioklas.
Sedangkan antiperthite merupakan kebalikan dari perthite.
Pembentukan tekstur ini juga dapat dijelaskan melalui diagram fase
hingga menuju titik euthetic. Pada perthite mineral plagioklas
terbentuk terlebih dahulu dan saat belum sempurna mineral
ortoklas terkristalisasi pada bidang belahan yang belum sempurna
terbentuk.

Gambar 14. Tekstur perthite


Sumber :
http://lifeinplanelight.files.wordpress.com/2011/03/perthite2.jpg
DAFTAR PUSTAKA

Nockolds, S. R., Knox, and G. A. Chinner. 1976. Petrology for Students.


Cambridge University Press : London
Williams, Howel, Francis J. Turner, and Charles M. Gilbert. 1982. Petrography
“An Introduction to the Study of Rocks in Thin Section”. W. H. Freeman
and Company : New York
http://www4.nau.edu/meteorite/Meteorite/Book-Textures.html (diakses Rabu, 21
Maret 2012, pukul 19:20)
http://www.polarresearch.net/index.php/polar/article/view/7306/html_190 (diakses
Rabu, 21 Maret 2012, pukul 19:20)
http://www.tulane.edu/~sanelson/eens212/textures_igneous_rocks.htm (diakses Rabu,
21 Maret 2012, pukul 19:20)

Anda mungkin juga menyukai