Anda di halaman 1dari 4

Skleroterapi Hemoroid Endoskopi Menggunakan Cairan Dekstrosa 50%: laporan

pendahuluan
Olusegun I. Alatise · Olu A. Arigbabu · Oladejo O. Lawal · Abdulrasheed K.
Adesunkanmi ·
Augustine E Agbakwuru · Denis A. Ndububa · David O. Akinola

Abstrak Skleroterapi injeksi memiliki peran penting dalam penanganan hemoroid yang
berdarah. Sclerosants yang umum digunakan tidak tersedia atau sangat mahal di Nigeria.
Kami secara prospektif mengevaluasi cairan dekstrosa 50%, yang digunakan sebagai
sclerosant non-alergenik, dalam penanganan perdarahan hemoroid interna. Empat puluh
pasien dewasa (usia median 50 tahun [kisaran 35-67]; 22 perempuan) dengan hemoroid yang
berdarah, terlihat dalam periode lebih dari 2 tahun, ditawarkan skleroterapi injeksi dengan
cairan dekstrosa 50%. Mereka dinilai untuk respon penanganan, toleransi dan komplikasi.
Durasi gejala sebelum presentasi adalah 3 bulan sampai 15 tahun. Pendarahan berhenti
setelah injeksi pada semua pasien. Tidak ada pasien yang membutuhkan pengulangan
prosedur. Tidak ada komplikasi yang tercatat selama masa tindak lanjut yang berkisar dari 2
bulan sampai 12 bulan. Kami menyimpulkan bahwa skleroterapi hemoroid endoskopi
menggunakan cairan dekstrosa 50% menawarkan suatu modalitas penanganan yang
sederhana, aman dan efektif, jika dimanfaatkan dengan tepat.

Pendahuluan

Pendarahan dari hemoroid merupakan penyakit anorektal yang paling umum.1 Secara historis,
skleroterapi injeksi telah memiliki peran penting dalam penanganan hemoroid yang berdarah.
Beberapa sclerosants yang telah digunakan termasuk Nbutil-sianoakrilat, etanolamin oleat,
fenol5% dalam minyak almond, natrium tetradesil fosfat, dan natrium morrhuate.2-4

Sclerosant yang diinjeksi melenyapkan vaskularisasi hemoroid, menginduksi


inflamasi dan fibrosis yang memperbaiki hemoroid ke jaringan sekitarnya dan mencegah
terjadinya prolaps.2,3 Namun, metode ini menjadi tidak populer karena morbiditas terkait
sclerosant yang meliputi abses anorektal, abses hepar, necrotizing fascitis, sepsis
retroperitoneal, oleogranuloma (dengan larutan yang mengandung minyak), dan reaksi alergi
pulmonal.2-5 Meskipun jarang, beberapa komplikasi ini dapat berakibat fatal.

Untuk mengurangi morbiditas yang berkaitan dengan obat non-fisiologis, Ponsky dkk.
Menggunakan larutan salin hipertonik, dan menemukan respon yang baik, dan tidak ada
komplikasi, pada 19 pasien dengan pendarahan hemoroid.6 Mereka menyimpulkan bahwa

1
obat sclerosing non-alergenik dapat memberikan hasil yang lebih baik dengan lebih sedikit
komplikasi. Larutan fisiologis lain yang telah digunakan sebagai sclerosant adalah cairan
dekstrosa 50%;7 larutan ini belum pernah digunakan sebagai sclerosant untuk hemoroid.

Ligasi pita karet saat ini merupakan penanganan pasien rawat jalan yang paling
disukai untuk hemoroid.2,3 Metode penanganan ini mungkin tidak terlalu berguna pada pasien
dengan perdarahan aktif.8 Beberapa obat sclerosant yang umum digunakan tidak mudah
disediakan di sebagian besar pusat kesehatan di Nigeria; maka kami melakukan penelitian ini
untuk menilai efikasi cairan dekstrosa 50% pada pasien dengan perdarahan hemoroid.

Metode

Penelitian dilakukan di Unit Endoskopi rumah sakit kami yang berfungsi sebagai rumah sakit
rujukan tersier untuk masyarakat pedesaan dan agraria semi-perkotaan di barat daya Nigeria,
yang memiliki populasi sekitar 7,7 juta orang.

Empat puluh pasien berturut-turut (22 wanita) dengan perdarahan hemoroid antara
Januari 2006 dan Mei 2008 diikutsertakan dalam penelitian. Lima pasien dengan perdarahan
hemoroid yang memilih penanganan konservatif dan satu pasien yang memilih untuk
penanganan bedah dikeluarkan dari penelitian. Pasien dengan kehilangan darah signifikan
sebelum datang ke rumah sakit, diresustasi. Diagnosis hemoroid ditegakkan dengan
protoskopi pada semua pasien. Hemoroid diklasifikasikan menjadi empat menggunakan
klasifikasi Amerika.8 Pasien berusia di atas 50 tahun menjalani kolonoskopi untuk
menyingkirkan sumber perdarahan rektum tambahan. Pasien dengan riwayat diabetes melitus
atau dengan penurunan substansi urin positif dikeluarkan dari penelitian.

Premedikasi terdiri dari pentazocine intramuskular (30 mg) dan antibiotik profilaksis
(kombinasi ampisilin dan kloksasilin 1 g intravena). Pasien ditempatkan pada posisi
dekubitus lateral kiri yang dimodifikasi (posisi Sims). Semua injeksi dilakukan oleh personel
yang berpengalaman. Sekitar 2-5 mL cairan dekstrosa 50% diinjeksi ke lapisan submukosa
dari setiap bundel hemoroid, minimal 1 cm proksimal ke linea dentata, menggunakan jarum
spinal 20-gauge. Injeksi tersebut cukup dalam sehingga tidak memucatkan mukosa, tetapi
tidak cukup dalam untuk melukai otot. Setiap pasien diobservasi selama 30 menit sebelum
diperbolehkan untuk pulang. Pasien diminta untuk datang setelah 1 minggu, 4 minggu, dan 3
bulan untuk menilai rekurensi atau komplikasi.

Secara intraoperatif, penilaian nyeri dilakukan menggunakan 4 poin skala analog


visual yang dimodifikasi dimana tingkat 1 menunjukkan nyeri berat yang memerlukan
2
konversi ke anestesi umum, dan tingkat 4 menunjukkan tidak ada nyeri. 9 Karena perdarahan
merupakan keluhan utama pasien, berhentinya perdarahan digunakan sebagai indikator
keberhasilan penanganan.

Tingkat hemoroid, durasi gejala, nilai skala analog visual yang dimodifikasi dan hasil
klinis dicatat. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 11.0 (Institusi
SPSS, Chicago, IL).

Hasil

Median usia pasien adalah 50 tahun (kisaran 35-67 tahun). Median durasi gejala sebelum
presentasi adalah 1 tahun (berkisar dari 3 bulan sampai 15 tahun). Sembilan (22,5%) pasien
memiliki penyakit tingkat 1, 15 (37,5%) tingkat 2, 11 (27,5%) tingkat 3, dan 5 (12,5%)
tingkat 4.

Prosedur berlangsung sekitar 3 sampai 5 menit. Semua pasien mentoleransi prosedur


dengan baik. Tiga puluh lima pasien merasakan ketidaknyamanan tingkat 3 (ringan) dan 5
pasien tidak merasakan ketidaknyamanan selama prosedur. Pendarahan berhenti setelah
injeksi pada semua pasien. Tidak ada pasien yang membutuhkan pengulangan prosedur.
Tidak ada komplikasi tercatat selama periode tindak lanjut yang bervariasi yang berkisar
antara 2 bulan sampai 1 tahun dan median periode tindak lanjut adalah 10 bulan. Delapan
belas dari 31 pasien dengan hemoroid tingkat 2 sampai 4 memiliki regresi dari protrusi anal.

Diskusi

Pendarahan adalah komplikasi hemoroid yang paling sering terjadi. 10 Kadang-kadang


perdarahan mungkin dalam jumlah yang banyak. Karena tidak adanya jaminan sosial dan
takut untuk operasi, kebanyakan pasien Nigeria lebih memilih prosedur yang efektif yang
tidak akan melibatkan penggunaan anestesi dan yang tidak mahal.

Skleroterapi injeksi adalah metode penanganan yang sederhana, aman dan efektif
untuk pengobatan perdarahan hemoroid.6 Tingkat keberhasilan prosedur ini mendekati 100%.
Masalah yang berhubungan dengan skleroterapi injeksi adalah karena obat scleroant yang
digunakan atau salah penempatan.5,8 Obat sclerosant yang paling umum digunakan meliputi
fenol 5% dalam minyak almond, etanolamin oleat dan natrium tetradesil fosfat. Obat-obat
tersebut mahal dan tidak tersedia di lingkungan kami. Mereka juga bersifat non-fisiologis,
toksik dan alergenik.2-5 Sepsis perianal telah dilaporkan terjadi setelah skleroterapi injeksi.5

3
Kami menemukan respon yang mengesankan pada pasien-pasien kami setelah injeksi tunggal
cairan dekstrosa 50%; pendarahan berhenti pada semua pasien dan tidak ada pasien yang
mengalami rekurensi selama masa tindak lanjut. Hasil yang diperoleh dalam penelitian
mungkin karena fakta bahwa cairan dekstrosa 50% adalah larutan fisiologis dengan efek
sclerosing ringan. Efek ini mungkin bersifat progresif dari waktu ke waktu yang mencegah
terjadinya rekurensi penyakit. Selain itu, benjolan anal yang terkait dengan penyakit
mengalami regresi setelah prosedur. Hal ini mungkin karena fakta bahwa tonus jaringan ikat
yang menahan bantalan anal mengalami perbaikan setelah injeksi. Penemuan-penemuan ini
akan membutuhkan evaluasi lebih lanjut pada populasi yang lebih besar dan periode tindak
lanjut jangka panjang.

Salah satu komplikasi utama berbagai modalitas penanganan hemoroid adalah nyeri. 2
Nyeri bisa menjadi sangat berat yang mengharuskan penggunaan analgesik opioid. Tidak ada
satu pun dari pasien kami yang memerlukan analgesik setelah prosedur. Tidak ada komplikasi
yang diamati selama prosedur.

Kami menyimpulkan bahwa skleroterapi hemoroid endoskopi menggunakan cairan


dekstrosa 50% menawarkan modalitas penanganan yang sederhana, aman, dan efektif jika
dimanfaatkan dengan tepat.

Anda mungkin juga menyukai