Anda di halaman 1dari 41

TUGAS UJIAN ANESTESI

Dosen Penguji :

dr. Sulistyowati Sp.An

oleh :

Rahmawati Risna

NIM : G1A214057

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

SMF/BAGIAN ANASTESI RSUD RADEN MATTAHER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2017
1. Indikasi dan contoh aplikasi klinis dari koloid dan kristaloid?
Jawab :
a. Kristaloid
Cairan kristaloid merupakan cairan untuk resusitasi awal pada pasien
dengan syok hemoragik dan syok septic, pasien luka bakar, pasien
dengan trauma kepala untuk menjaga tekanan dan perfusi otak, dan
pasien dengan plasmaphersis dan reseksi hepar. Jika 3-4 L cairan
kristaloid telah diberikan, dan respon hemodinamik tidak adekuat, cairan
koloid dapat diberikan.

Kristaloid bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah


volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam
waktu yang singkat (relatif sebentar di intravaskuler), dan berguna pada
pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan
NaCl 0,9%.

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES =


CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia
dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross
match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan
sederhana dan dapat disimpan lama.

Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan
koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk
mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di
ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
` Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam
jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga
timbul edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi
jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1
liter NaCl 0,9%. Penelitian Mills dkk (1967) di medan perang Vietnam
turut memperkuat penelitan yang dilakukan oleh Heugman, yaitu
pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya
edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga
dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid


akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan
koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di
ruang interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling
banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan
susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang
terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati
menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan
adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan
asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan
menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

b. Koloid

Koloid ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga


tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada lama dalam
pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari
luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma
substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat
zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas
osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama
(waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid
sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia
berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar). Biasanya
indikasi pemakaian cairan koloid adalah :

1. Resusitasi cairan pada pasien dengan deficit cairan


intravascular yang berat ( misal : syok hemoragik ) sampai ada
transfusi darah.
2. Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat atau keadaan
dimana,Kehilangan protein dalam jumlah besar seperti luka
bakar. Pada pasien luka bakar, koloid diberikan jika luka bakar
>30% dari luas permukaan tubuh atau jika > 3-4 L larutan
kristaloid telah diberikan lebih dari 18-24 jam setelah trauma.
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat
menyebabkan gangguan pada “cross match”. Berdasarkan
pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:

1. Koloid alami
Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5
dan 2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C
selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi
protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa
globulin dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hageman’s factor
fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan
dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein
plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.

2. Koloid sintesis
 Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan
Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi
oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media
sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih
baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu
memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat
menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran
mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet
adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis
dan melancarkan aliran darah.

 Hydroxylethyl Starch (Heta starch)


Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 – 1.000.000,
rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30
mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan
dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam
waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase (walau jarang).
Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta
starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume
yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya
sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang
rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih
sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.

 Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3
macam gelatin, yaitu: modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell),
urea linked gelatin, oxypoly gelatin.Merupakan plasma expanders dan
banyak digunakan pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan urea linked gelatin.

2. Pengertian Amnesia retrograde dan amnesia anterograde?

Jawab :
Amnesia ( neurologis dan amnesia fungsional) didefinisikan sebagai
kesulitan dalam mempelajari informasi baru dan mengingat kejadian di
masa lampau.
Secara umum, amnesia terbagi menjadi :
 Amnesia Retrograde adalah hilangnya ingatan mengenai kejadian
dan segenap hal yang mendahului suatu kecelakaan. Semua kesan
masa lalu sebelum terjadinya kecelakaan, jadi hilang. Hal ini
biasanya berlangsung pendek.
 Amnesia anterograde adalah hilangnya ingatan mengenai
pristiwa-peristiwa segera sesudah kecelakaan atau kejadian
terjadi.

3. Farmakologi dan dosis dari obat-obat resusitasi (dopamine,


dobutamine, noreprinephrine, dan nitroglycerin)

Jawab :

 Epinefrin

Epinefrin merupakan prototipe obat kelompok adrenergik. Dengan


mengerti efek epinefrin, maka mudah bagi kita untuk mengerti efek obat
adrenergik yang bekerja di reseptor lainnya. Epinefrin bekerja pada semua
reseptor adrenergik: α1, α2, β1 dan β2 sedangkan norepinefrin bekerja pada
reseptor α1, α2, β1 sehingga efeknya sama dengan epinefrin dikurangi efek
terhadap β2. Selektivitas obat tidak mutlak, dalam dosis besar selektivitas
hilang. Jadi dalam dosis besar agonis β2 tetap dapat menyebabkan
perangsangan reseptor β1 di jantung.
A. Farmakodinamik

a. Kardiovaskular

- Efek vaskular epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter


prekapiler, tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh
darah kulit, mukosa dan ginjal mengalami konstriksi karena dalam
organ-organ tersebut reseptor α dominan.

- Pembuluh darah otot rangka mengalami dilatasi oleh epinefrin dosis


rendah, akibat aktivasi reseptor β2 yang mempunyai afinitas yang

lebih besar pada epinefrin dibandingkan dengan reseptor .

- Dominasi reseptor α di pembuluh darah menyebabkan peningkatan


resistensi perifer yang berakibat peningkatan tekanan darah. Pada
waktu kadar epinefrin menurun, efek terhadap reseptor α yang
kurang sensitif lebih dahulu menghilang sementara efek epinefrin
terhadap reseptor β2 masih ada pada kadar yang rendah ini sehingga
menyebabkan hipotensi sekunder.

- Jika sebelum epinefrin telah diberikan suatu penghambat reseptor α,


maka pemberian epinefrin hanya akan menimbulkan vasodilatasi dan
penurunan tekanan darah. Gejala ini disebut epinefrin reversal.

- Pada manusia, pemberian epinefrin dalam dosis terapi yang


menimbulkan kenaikan tekanan darah tidak menyebabkan konstriksi
arteriol otak, tetapi menimbulkan peningkatan aliran darah otak.
Dosis epinefrin yang berlebih dapat menimbulkan kematian karena
edema paru.

- Jantung : Epinefrin mengaktivasi reseptor β1 di otot jantung, sel pacu


jantung dan jaringan konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik
dan kronotropik positif epinefrin pada jantung. Epinefrin
memperkuat kontraksi dan mempercepat relaksasi. Dalam
mempercepat denyut jantung dalam kisaran fisiologis, epinefrin
memperpendek waktu sistolik tanpa mengurangi waktu diastolik.
Dosis epinefrin yang berlebih, di samping menyebabkan tekanan
darah naik sangat tinggi, juga menimbulkan kontraksi ventrikel
prematur, diikuti takikardi ventrikel dan akhirnya fibrilasi ventrikel.

- Tekanan darah : Pemberian epinefrin pada manusia secara SK atau


secara IV lambat menyebabkan kenaikan tekanan sistolik yang
sedang dan penurunan tekanan diastolik. Dengan demikian, denyut
jantung, curah jantung, curah sekuncup dan kerja ventrikel
meningkat akibat stimulasi langsung epinefrin pada jantung dan
peningkatan aliran balik vena.

b. Saluran Cerna

- Melalui reseptor α dan β, epinefrin menimbulkan relaksasi otot polos


saluran cerna pada umumnya : tonus dan motilitas usus dan lambung
berkurang.

- Reseptor α1, α2, β1 dan β2 terdapat pada membran sel otot polos. Pada
sfingter pylorus dan ileosekal, epinefrin menimbulkan kontraksi
melalui aktivasi reseptor α1.

c. Uterus

- Otot polos uterus manusia mempunyai reseptor α1 dan β2. Responnya


terhadap epinefrin berbeda-beda, tergantung pada fase kehamilan dan
dosis yang diberikan. Selama kehamilan bulan terakhir dan diwaktu
partus, epinefrin menghambat tonus dan kontraksi uterus melalui
reseptor β2.

d. Kandung Kemih

- Epinefrin menyebabkan relaksasi otot detrusor melalui reseptor β2,


dan kontraksi otot trigon, sfingter dan otot polos prostat melalui
reseptor α1, yang dapat menimbulkan kesulitan berkemih dan retensi
urin.
e. Pernapasan

- Epinefrin mempengaruhi pernapasan terutama dengan cara


merelaksasi otot bronkus melalui reseptor β2. Efek bronkodilatasi ini
jelas sekali bila sudah ada kontraksi otot polos bronkus karena asma
bronchial, histamine, esterkolin, pilokarpin, bradikinin, zat
anafilaksis dan lain-lain.

- Pada asma, epinefrin juga menghambat pelepasan mediator inflamasi


dari sel-sel mast melalui reseptor β2, serta mengurangi sekresi
bronkus dan kongesti mukosa melalui reseptor α1.

f. Susunan Saraf Pusat

Epinefrin pada dosis terapi tidak mempunyai efek stimulasi SSP yang kuat
karena obat ini relatif polar sehingga sukar masuk ke dalam SSP. Tetapi
pada banyak orang, epinefrin dapat menimbulkan kegelisahan, rasa kuatir,
nyeri kepala dan tremor.

g. Mata

- Midriasis mudah terjadi pada perangsangan simpatis tetapi tidak bila


epinefrin diteteskan pada konjungtiva mata normal.

- Epinefrin biasanya menurunkan tekana intraokuler yang normal


maupun pada pasien glaukoma sudut lebar. Efek ini mungkin
disebabkan karena berkurangnya pembentukan cairan bola mata
akibat vasokonstriksi dan karena bertambahnya aliran keluar.

h. Proses Metabolik

- Epinefrin menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka


melalui reseptor β2, glikogen diubah menjadi glukosa-1-fosfat dan
kemudian glukosa-6-fosfat. Hati mempunyai enzim glukosa-6-
fosfatase tetapi otot rangka tidak, sehingga hati melepas glukosa
sedangkan otot rangka melepas asam laktat.
- Epinefrin juga menghambat sekresi insulin akibat dominasi aktivasi
reseptor α2 yang menghambat, terhadap aktivasi reseptor β2 yang
menstimulasi sekresi insulin. Sekresi glukagon ditingkatkan melalui
reseptor β pada sel α pankreas. Ambilan (uptake) glukosa oleh
jaringan perifer dikurangi.

- Epinefrin melalui aktivasi reseptor β meningkatkan aktivitas lipase


trigliserida dalam jaringan lemak, sehingga mempercepat pemecahan
trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Akibatnya kadar
asam lemak bebas dalam darah meningkat.

B. Farmakokinetik

a. Absorpsi

Pada pemberian oral, epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena


sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat
pada dinding usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absorpsi lambat karena
vasokonstriksi lokal, dapat dipercepat dengan memijat tempat suntikan.
Absorpsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada pemberian
lokal secara inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi
efek sistemik dapat terjadi, terutama bila digunakan dosis besar.

b. Biotransformasi dan Ekskresi

Epinefrin stabil dalam darah. Degradasi Epinefrin terutama terjadi dalam


hati yang banyak mengandung enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan
lain juga dapat merusak zat ini. Pada orang normal, jumlah Epinefrin yang
utuh dalam urin hanya sedikit. Pada pasien feokromositoma, urin
mengandung epinefrin dan NE utuh dalam jumlah besar bersama
metabolitnya.

C. Indikasi

Manfaat epinefrin dalam klinik berdasarkan efeknya terhadap pembuluh


darah, jantung dan otot polos bronkus. Penggunaan utama epinefrin adalah
sebagai berikut :
1. Epinefrin merupakan obat terpilih untuk syok anafilaksis, untuk
indikasi ini epinefrin tidak tergantikan oleh obat adrenergik lain.
Alasannya ialah epinefrin berkerja dengan sangat cepat (segera)
sebagai vasokonstriktor dan bronkodilator, sehingga dapat
menyelamatkan nyawa yang terancam pada kondisi ini.

2. Epinefrin juga dapat digunakan untuk merangsang jantung pada


pasien dengan henti jantung oleh berbagai sebab.

3. Epinefrin juga digunakan untuk memperpanjang masa kerja


anestetik lokal (dengan mengurangi aliran darah lokal).

4. Secara lokal epinefrin digunakan untuk menghentikan perdarahan


kapiler, misalnya perdarahan dalam mulut maupun ulkus peptik.

D. Dosis dan Sediaan

Gambar . Sediaan Epinefrin

Komposisi : Epinefrin

Sediaan : 1 mg / ml, 1 ampul (1 ml)

1 : 1000 (1 ml larutan ini mengandung 1 mg epinefrin).

1 : 10.000 (10 ml larutan ini mengandung 1 mg epinefrin).

Dosis :

Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan yang disebut efedra
atau ma-huang. Ma-huang mengandung banyak alkaloid mirip efedrin
yang kemudian dapat diolah menjadi efedrin. Bahan herbal yang
mengandung efedrin telah digunakan di Cina selama 2000 tahun, dan sejak
puluhan tahun merupakan komponen obat herbal Cina untuk berbagai
klaim misalnya obat pelangsing, obat penyegar atau pelega napas.

Efedrin mulai diperkenalkan di dunia kedokteran modern pada tahun 1924


sebagai obat simpatomimetik pertama yang dapat dikonsumsi secara oral.
Karena efedrin adalah suatu non-katekolamin maka efedrin memiliki
bioavailabilitas yang tinggi dan secara relative memiliki durasi kerja yang
lama selama berjam-jam.

Efedrin belum secara luas diteliti pada manusia, meskipun sejarah


penggunaanya telah lama. Kemampuannya untuk mengaktivasi reseptor β
mungkin bermanfaat pada pengobatan awal asma. Karena efeknya yang
mencapai susunan saraf pusat maka efedrin termasuk suatu perangsang
SSP ringan. Pseudoefedrin yang merupakan satu dari empat turunan
efedrin, telah tersedia secara luas sebagai campuran dalam obat-obat
dekongestan. Meskipun demikian penggunaan efedrin sebagai bahan baku
methamfetamin meyebabkan penjualannya telah dibatasi.

A. Farmakodinamik

Efek farmakodinamik efedrin menyerupai efek epinefrin, perbedaannya


ialah bahwa efedrin bukan katekolamin, maka efektif pada pemberian oral,
masa kerjanya jauh lebih panjang, efek sentralnya lebih kuat, tetapi
diperlukan dosis yang jauh lebih besar daripada dosis epinefrin. Seperti
halnya dengan epinefrin, efedrin bekerja pada reseptor α, β1 dan β2. Efek
perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui penglepasan NE
endogen. Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya takifilaksis
terhadap efek perifernya. Hanya l-efedrin dan efedrin rasemik yang
digunakan dalam klinik.

a. Efek kardiovaskular efedrin menyerupai efek epinefrin tetapi


berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik
meningkat, dan biasanya juga tekanan diastolik, serta tekanan
nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian
disebabkan oleh vasokontriksi, tetapi terutama oleh stimulasi
jantung yang meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan
curah jantung.

b. Denyut jantung mungkin tidak berubah karena refleks


kompensasi vagal. Berbeda dengan epinefrin, penurunan
tekanan darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin.

c. Bronkorelaksasi oleh efedrin lebih lemah tetapi berlangsung


lebih lama daripada oleh epinefrin. Efek sentral efedrin
menyerupai efek amfetamin tetapi lebih lemah.

B. Farmakokinetik

Awitan aksi : IV hampir langsung, IM beberapa menit.

Efek puncak : IV 2-5 menit, IM kurang 10 menit

Lama aksi : IV/ IM 10-60 menit

Interaksi / toksisitas : Peningkatan risiko aritmia dengan obat anestetik


volatil, depotensiasi, oleh anti depresi disiklik meningkatkan efek anestesi
volatil.

C. Indikasi

- Hipotensi yang diinduksi oleh regional anestesi (Spinal dan Epidural


anestesi).

- Pengobatan pilihan utama anafilaktik shok pada wanita hamil.

D. Dosis dan Sediaan

Sediaan 30 mg dalam ampul 1 mL (30 mg/mL) untuk injeksi IV, juga


tersedia dalam ampul 1 mL berisi 50 mg (50 mg/mL).

Dosis:

- Encerkan 1 ampul 30 mg dalam 9 mL aqua bidest untuk


mendapatkan larutan berisi 3 mg efedrin per mL.
- Dewasa 3-6 mg secara injeksi IV pelan (1-2 ml larutan yang
diencerkan), diulangi tiap menit hingga tekanan darah stabil.

E. Kontraindikasi, efek samping, dan perhatian

- Berikan secara hati-hati pada pasien-pasien dengan insufisiensi


coroner, hipertiroidisme dan glaukoma sudut tertutup.

- Dapat menyebabkan aritmia, hipertensi.

- Ibu hamil : Tidak ada kontraindikasi.

- Ibu menyusui : Cegah pemberian (diekskresikan pada ASI).

- Pada dosis biasa sudah bisa terjadi efek sentral seperti gelisah, nyeri
kepala, cemas, dan sukar tidur.

- Pada dosis tinggi menimbulkan tremor, takikardi dan aritmia.

Norepinefrin

Gambar. Sediaan Norepinefrin

A. Farmakodinamik

Obat ini juga dikenal sebagai levarterenol, I-arterenol atau I-noradrenalin,


dan merupakan neurotransmitter yang dilepas oleh serat pascaganglion
adrenergik, NE merupakan 10-12% dari kandungan katekolamin dalam
medula adrenal. NE bekerja terutama pada reseptor α, tetapi efeknya masih
sedikit lebih lemah bila dibandingkan dengan epinefrin. NE mempunyai
efek β1 pada jantung yang sebanding dengan epi, tetapi hampir tidak
memperlihatkan efek β2.
Infus NE pada manusia menimbulkan peningkatan tekanan diastolik,
tekanan sistolik, dan biasanya juga tekanan nadi. Resistensi perifer
meningkat sehingga aliran darah melalui ginjal, hati, dan juga otot rangka
berkurang. Filtrasi glomerulus menurun hanya bila aliran darah ginjal
sangat berkurang. Refleks vagal memperlambat denyut jantung, mengatasi
efek langsung NE yang mempercepatnya.

Perpanjangan waktu pengisian jantung akibat perlambatan denyut jantung


ini, disertai venokonstriksi dan peningkatan kerja jantung akibat efek
langsung NE pada pembuluh darah dan jantung, mengakibatkan
peningkatan curah sekuncup, tetapi curah jantung tidak berubah atau
bahkan berkurang. Aliran darah koroner meningkat, mungkin karena
dilatasi pembuluh darah koroner tidak lewat persarafan otonom tetapi
dilepasnya mediator lain, antara lain adenosin, akibat peningkatan kerja
jantung, dan karena peningkatan tekanan darah. Pasien angina
prinzamental mungkin supersensitif terhadap efek vasokonstriksi α-
adrenergik dari NE, Epinefrin dan perangsangan simpatis. Pada pasien ini,
NE dapat mengurangi aliran darah koroner, sehingga terjadi serangan
angina saat istirahat dan bila berat sampai terjadi infark miokard.
Berlainan dengan epinefrin, NE dalam dosis kecil tidak menimbulkan
vasodilatasi maupun penurunan tekanan darah, karena NE boleh dikatakan
tidak mempunyai efek terhadap reseptor β2 pada pembuluh darah otot
rangka. Efek metabolik NE mirip Epineprin, tapi hanya timbul pada dosis
yang lebih besar.

B. Farmakokinetik

Norepinefrin tidak efektif pada pemberian oral, NE tidak diabsorbsi


dengan baik pada pemberian subkutan.

C. Indikasi

Dipakai pada hipotensi berat (TD sistolik < 70 mmHg, tanpa hipovolemia)
dan keadaan resistensi perifer total yang rendah. Norefineprin
meningkatkan konsumsi oksigen, sehingga harus berhati-hati
penggunaannya pada pasien penyakit jantung iskemik.

D. Dosis

Pemberian awal 0,5 – 10 µg/menit IV dititrasi sampai menimbulkan


respon yang diinginkan. Pada syok berulang diberikan 8 – 30 µ/menit IV.
Bila terjadi ekstravasasi, segera berikan 5 – 10 mg IV phentotamine yang
dilarutkan dalam 10 – 15 ml NaCl, untuk mencegah nekrosis jaringan.

E. Efek samping dan Kontraindikasi

Efek samping serupa dengan epinefrin, tapi NE menimbulkan peningkatan


tekanan darah yang lebih tinggi. Efek samping yang paling umum berupa
rasa kuatir, sulit bernapas, denyut jantung yang lambat tetapi kuat, dan
nyeri kepala selintas. Dosis berlebih atau dosis biasa pada pasien yang
hiperreaktif (misalnya pasien hipertiroid) menyebabkan hipertensi berat
dengan nyeri kepala yang hebat, fotofobia, nyeri dada, pucat, berkeringat
banyak, dan muntah. Obat ini dikontraindikasikan pada anestesia dengan
obat-obat yang menyebabkan sensitisasi jantung karena dapat timbul
aritmia. Ektravasasi obat sewaktu penyuntikan IV atau infus dengan NE
dapat menimbulkan nekrosis jaringan. Gangguan sirkulasi pada tempat
suntikan, dengan maupun tanpa ekstravasasi NE, dapat diobati dengan
fentolamin. Berkurangnya aliran darah ke organ-organ merupakan bahaya
yang selalu ada pada penggunaan NE. Obat ini dikontraindikasikan pada
wanita hamil karena menimbulkan kontraksi uterus.

- Dopamin

Gambar . Sediaan Dopamin


A. Mekanisme Kerja

Mirip katekolamin dan prekursor kimia norepinefrin, bekerja merangsang


reseptor α dan β adrenergik, juga reseptor spesifik dopaminergik DA1 dan
DA2. Secara fisiologis pada jantung, dopamin merangsang reseptor α dan
β, sedangkan di pembuluh darah perifer melepas reseptor norepinefrin dari
simpul saraf, tetapi efek vasokonstriksi norepinefrin dilawan oleh reseptor
dopamin DA2, sehingga menghasilkan vasodilatasi. Kekuatan efek
dopamin terhadap reseptor adrenergik dan reseptor dopamin perifer
tergantung besar dosis pemberiannya. Dopamin tidak dapat disatukan
dengan bikarbonat natrium dan larutan alkalin, karena membuatnya tidak
aktif.

B. Dosis

Dopamin 2 – 4 µ/kgBB/menit IV, memberikan efek dopaminergik pada


renosplanik, diberikan jika mengharapkan efek vasodilatasi pada oliguria
akibat gagal ginjal akut. Dopamin 5 – 10 µ/ kgBB/menit IV, mempunyai
efek β1 dan β2 ; meningkatkan resistensi vaskular sistemik. Dopamin 10 –
20 µ/ kgBB/menit IV, mempunyai efek α ; mengakibatkan vasokonstriksi
arteriol dan splanikus.

C. Efek Samping dan Kontraindikasi

Sebelum dopamin diberikan pada pasien syok, hipovolemia harus


dikoreksi terlebih dulu. Dosis berlebih menimbulkan efek adrenergik yang
berlebihan. Selama infus dopamin dapat terjadi mual, muntah, takikardi,
aritmia, nyeri dada, nyeri kepala, hipertensi, dan peningkatan tekanan
diastolik. Ekstravasasi dopamin dalam jumlah besar selama infus dapat
menyebabkan nekrosis iskemik dan kulit terkelupas. Dopamin harus
dihindarkan atau dosisnya sangat dikurangi (menjadi 1/10 atau kurang)
pada pasien yang sedang diobati dengan penghambat MAO. Dosis
dopamin juga harus disesuaikan pada pasien yang mendapat antidepresi
trisiklik.

- Dobutamin
Gambar . Sediaan Dobutamin

A. Mekanisme Kerja

Sebagai katekolamin sintesis dan inotropik kuat, sering digunakan pada


gagal jantung sistolik berat. Efeknya reseptor akan meningkat
kontraktilitas miokardium, bersamaan dengan penurunan tekanan
pengisisan ventrikel kiri. Kenaikan isi sekuncup mengakibatkan reflex
vasodilatasi perifer (lewat baroreseptor), tetapi tekanan darah tetap.

B. Dosis

Dobutamin 2-20 µg/kgBB/menit, pada orang tua dapat dinaikkan hingga


>20 µg/kgBB/menit tetapi <40 µg/kgBB/menit (>40 µg/kgBB/menit akan
toksik). 6,12

C. Efek Samping Obat

Obat ini mempercepat konduksi AV, maka sebaiknya dihindarkan pada


fibrilasi atrium. Tekanan darah dan denyut jantung dapat sangat meningkat
selama pemberian dobutamin. Bila ini terjadi, kurangi kecepatan infus
obat. Seperti obat inotropik lainnya, dobutamin dapat memperluas ukuran
infark miokard dengan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.
Pemberian lebih dari beberapa hari dapat menimbulkan toleransi.

Tekanan Darah
TD < 70 mmHg TD 70 – 100 mmHg TD 70 – 100 mmHg
Tanda / gejala syok Tanda/ gejala syok (+) tanda / gejala syok (-)

(+)

Norepinefrin Dopamin Dobutamin


0,5 – 30 mcg/menit/IV 2 – 20 mcg/menit/IV 2 - 20 mcg/menit/IV
Gambar . Indikasi Pemberian Dobutamin, Dopamin, Norepinefrin

Rumus Pemberian Dosis Dobutamin, Dopamin, Norepinefrin

Contoh :

1) *di ubah dari miligram (mg) menjai mikrogram (mcg), dalam sediaan:

Dopamine : 200 mg => 200 000 mcg

Dobutamin : 250 mg => 250 000 mcg

Norepinefrin : 4 mg => 4000 mcg

2) *rumus pengencer

Biasanya pengencer yang dipakai water injection 50 cc

“banyaknya pengencer : sediaan dalam micro gram”

Dopamine 200 000 : 50 =4000

Dobutamine 250 000 :50 = 5000

Vascon 4000 : 50 = 80

3) *rumus penghitungan dosis yang masuk ke dalam tubuh perjam =


dosis yang diminta oleh dokter X BB pasien X 60 mnt

pengencer

contoh : Diminta Dopamine 6 mcg dengan pengencer 50 cc, BB klien


50kg, sehingga dosisnya pemberiannya :

= 6 mcg X 50 X 60

4000

= 4,5 ml/jam

2. 2 Antikolinergik

- Sulfas Atropin

Gambar. Sediaan Sulfas Atropin

Penghambat reseptor muskarinik atau anti-muskarinik dikelompokkan


dalam 3 kelompok yaitu:

1. Alkaloid antimuskarinik : Atropin dan Skopolamin

2. Derivat semisintetisnya, dan

3. Derivat sintetis

Sintesis dilakukan dengan maksud mendapatkan obat dengan efek khusus


terhadap gangguan tertentu dan efek samping yang lebih ringan.
Kelompok obat ini bekerja pada reseptor muskarinik dengan afinitas
berbeda untuk berbagai subtipe reseptor muskarinik. Oleh karena itu, saat
ini terdapat antimuskarinik yang digunakan untuk:

1. Mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya, antispasmodik.


2. Pengunaan lokal pada mata sebagai midriatikum.

3. Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit


Parkinson.

4. Bronkodilatasi.

5. Memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung dan gerakan saluran


cerna.

Strukur Kimia

Atropin (campuran α dan l-hiosiamin) terutama ditemukan pada


Atropa belladonna dan Datura stramonium, merupakan ester organik dari
asam tropat dengan tropanol atau skopin (basa organik). Walaupun selektif
menghambat reseptor muskarinik, pada dosis sangat besar atropin
memperlihatkan efek penghambatan juga di ganglion otonom dan otot
rangka yang reseptornya nikotinik.

A. Farmakodinamik

Atropin bekerja melalui reseptor kolinergik, yakni reseptor nikotinik dan


reseptor muskarinik dan berbagai subtipenya.14 Reseptor nikotinik dibagi 2
yaitu:

a. Reseptor nikotinik neuronal (NN) yaitu reseptor nikotinik yang terdapat


di ganglia otonom, adrenal medulla dan SSP.

b. Reseptor nikotinik otot (NM) yaitu reseptor nikotinik yang terdapat di


sambungan saraf-otot.

Reseptor muskarinik ada 5 subtipe yakni:

1. Reseptor M1 di ganglia dan berbagai kelenjar.

2. Reseptor M2 di jantung.

3. Reseptor M3 di otot polos dan kelenjar.

4. Reseptor M4 mirip M2.


5. Reseptor M5 mirip M1

Hambatan oleh atropin bersifat reversibel dan dapat diatasi dengan


pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian
antikolinesterase. Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen,
tetapi hambatannya jauh lebih kuat terhadap yang eksogen.

Kepekaan reseptor muskarinik terhadap antimuskarinik berbeda antar


organ. Pada dosis kecil (sekitar 0,25 mg) misalnya, atropin hanya menekan
sekresi air liur, mucus bronkus dan keringat dan belum jelas
mempengaruhi jantung. Pada dosis yang lebih besar (0,5 - 1,0 mg) baru
terlihat dilatasi pupil, gangguan akomodasi dan penghambatan nervus
vagus sehingga terlihat takikardia. Diperlukan dosis yang lebih besar lagi
untuk menghambat peristaltik usus dan sekresi kelenjar di lambung.
Penghambatan pada reseptor muskarinik ini mirip denervasi serabut
pascaganglion kolinergik dan pada keadaan ini biasanya efek adrenergik
menjadi lebih nyata.

Berikut ini adalah dampak pemberian atropin pada berbagai organ tubuh :

a. Susunan saraf pusat

- Atropin pada dosis kecil memperlihatkan efek merangsang di susunan


saraf pusat dan pada dosis toksik memperlihatkan efek depresi setelah
melampaui fase eksitasi yang berlebihan.

- Dalam dosis 0,5 mg (untuk orang Indonesia mungkin ± 0,3 mg)


atropin merangsang N.vagus sehingga frekuensi denyut jantung
berkurang. Perangsangan respirasi terjadi karena dilatasi bronkus,
tetapi dalam hal depresi respirasi oleh sebab tertentu, atropin tidak
berguna merangsang respirasi.

- Pada dosis yang besar sekali, atropin menyebabkan depresi napas,


eksitasi, disorientasi, delirium, halusinasi dan depresi serta paralisis
medulla oblongata.

b. Sistem kardiovaskular
-
Pengaruh atropin terhadap jantung bersifat bifasik. Dengan dosis 0,25-
0,5 mg yang biasa digunakan, frekuensi jantung berkurang, mungkin
disebabkan oleh perangsangan pusat vagus. Bradikardi biasanya tidak
nyata dan tidak disertai perubahan tekanan darah atau curah jantung.

-
Pada dosis lebih dari 2 mg yang biasanya hanya digunakan pada
keracunan insektisida organofosfat, terjadi hambatan N. vagus
sehingga terjadi takikardia. Atropin tidak mempengaruhi pembuluh
darah maupun tekanan darah secara langsung. Dilatasi kapiler pada
bagian muka dan leher terjadi pada dosis toksik (atropine flush).
Vasodilatasi ini merupakan kompensasi kulit untuk melepaskan panas
dari naiknya suhu kulit akibat penghentian evaporasi.

b. Mata

- Atropin menghambat M.constrictor papillae dan M.ciliaris lensa


mata, sehingga menyebabkan midriasis dan siklopegia (paralisis
mekanisme akomodasi). Midriasis mengakibatkan fotofobia,
sedangkan siklopegia menyebabkan hilangnya kemampuan melihat
jarak dekat. Midriasis baru terlihat dengan dosis yang lebih tinggi (>1
mg). Pemberian lokal pada mata menyebabkan perubahan yang lebih
cepat dan berlangsung lama (7-12 hari), karena atropin sukar
dieliminasi dari cairan bola mata. Midriasis oleh atropin dapat diatasi
dengan pilokarpin, eserin atau DFP.

- Tekanan intraokular pada mata yang normal tidak banyak mengalami


perubahan, tetapi pada pasien glaucoma, terutama pada glaucoma
sudut sempit, penyaliran cairan intraocular melalui saluran Schlemm
akan terhambat karana muaranya terjepit dalam keadaan midriasis.

c. Saluran napas

- Tonus bronkus sangat dipengaruhi oleh sistem parasimpatis melalui


reseptor M3 demikian juga sekresi kelenjar submukosanya. Atropin
mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus.
- Penggunaannya pada premedikasi anesthesia dimaksudkan untuk
mengurangi sekresi lendir jalan napas sehingga mengurangi risiko
aspirasi pada saat pemulihan. Sementara itu, sebagai bronkodilator,
atropin tidak berguna dan jauh lebih lemah daripada epinefrin atau
aminofilin. Walaupun demikian, ipratropium bromide merupakan anti
muskarinik yang memperlihatkan efek bronkodilatasi berarti pada
pemberian setempat dengan dampak yang minimal pada mekanisme
pembersihan mukosilier.

d. Saluran cerna

- Karena bersifat menghambat peristaltik lambung dan usus, atropin


juga disebut sebagai antispasmodik.

- Atropin menyebabkan berkurangnya sekresi liur dan sebagian juga


sekresi lambung.

e. Otot polos lain

- Saluran kemih dipengaruhi oleh atropin dalam dosis agak besar (kira-
kira 5 mg). Pada pielogram akan terlihat dilatasi kaliks, pelvis, ureter,
dan kandung kemih. Hal ini dapat mengakibatkan retensi urin. Retensi
urin disebabkan oleh relaksasi otot detrusor dan konstriksi sfingter
uretra.

- Efek antispasmodik pada saluran empedu, tidak cukup kuat untuk


menghilangkan kolik yang disebabkan oleh batu saluran empedu.

- Pada uterus, yang inervasi otonomnya berbeda dengan otot polos


lainnya, tidak terlihat efek relaksasi, sehingga atropin hampir tidak
bermanfaat untuk pengobatan nyeri haid

f. Kelenjar eksokrin

- Kelenjar eksokrin yang paling jelas dipengaruhi oleh atropin ialah


kelenjar liur dalam mulut serta bronkus. Untuk menghambat aktivitas
kelenjar keringat diperlukan dosis yang lebih besar. Efek terhadap
kelenjar air mata dan air susu tidak jelas.

Tabel 1. Karakteristik Obat Antikolinergik

B. Farmakokinetik

Atropin mudah diserap di semua tempat, kecuali di kulit. Pemberian


atropin sebagai obat tetes mata, terutama pada anak-anak dapat
menyebabkan absorpsi dalam jumlah yang cukup besar lewat mukosa
nasal, sehingga menimbulkan efek sistemik dan bahkan keracunan. Dari
sirkulasi darah atropin cepat memasuki jaringan dan separuhnya
mengalami hidrolisis enzimatik di hepar. Sebagian di ekskresi melalui
ginjal dalam bentuk asal. Waktu paruh atropin sekitar 4 jam.

C. Indikasi

a. Emergensi

Pengobatan dari bradikardi sinus/ CPR, premedikasi (vagolisis), reverse


dari blockade neuromuscular (blockade efek muskarinik
antikholenesterase), bronkospasme.

b. Saluran napas

Atropin berguna untuk mengurangi sekresi lendir hidung dan saluran


napas, misalnya pada rhinitis akut, koriza, dan hay fever.

c. Oftalmologi
Atropin biasanya dipakai dengan kekuatan larutan 0,5-1%, dua atau tiga
tetes larutan ini cukup untuk menyebabkan midriasis selama beberapa hari
sampai seminggu.

d. Susunan saraf pusat

Atropin merupakan obat tambahan di samping levodopa sebagai terapi


parkinsonisme.

e. Indikasi lain

Atropin berguna untuk mengurangi sekresi lendir jalan napas pada


anesthesia, terutama anesthesia inhalasi dengan gas yang merangsang.
Kelenjar yang sekresinya dihambat secara baik oleh antikolenergik ialah
kelenjar keringat dan kelenjar ludah.

D. Dosis dan sediaan

1 mg atropin sulfat dalam 1 mL ampul (1 mg/mL) diberikan secara SC,


IM, IV. Juga tersedia dalam ampul 0,25 mg/mL dan 0,5 mg/mL.

1. Bradikardia sinus / CPR :

Anak-anak : IV/IM/SK 10-20µg/kgBB dosis minimum 0,1 mg.

Dewasa : IV/IM/SK 0,5-1,0 mg ulangi tiap 3-5 menit sesuai indikasi,


dosis maksimal 40 µg/KgBB.

2. Premedikasi Anestesi:

Anak-anak : 0,01-0,02 mg/kgBB SC/IV

Dewasa : 0,4-1 mg SC/IV

3. Reversi blockade neuromuskuler IV 0,015 mg dengan


antikolinesterase neostigmin, IV 0,05 mg/KgBB dengan
antikolinesterasi neostigmin.

4. Bronkodilatasi dengan inhalasi


Anak > 6 thn : 0,5 mg SC tiap 4-6 jam

Dewasa : 0,25mg/KgBB dalam 4-6 jam

2.3 Antiaritmia

- Amiodaron

Gambar . Sediaan Amiodaron

Indikasi

Digunakan secara luas untuk fibrilasi atrial dan takiaritmia ventricular.


Selain itu untuk mengontrol kecepatan nadi pada aritmia atrial dan pada
pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun jika pemberian digoksin
sudah tidak efektik.

Pemberian direkomendasikan pada keadaan-keadaan berikut ini :

- Pengobatan VF yang refrakter atau VT tanpa nadi.

- Pengobatan VT yang polimorfik dan takikardi dengan QRS lebar yang


tidak jelas sumbernya (unknown origin).

- Sebagai obat pendukung pada kardioversi elektrik kasus-kasus SVT


dan PSVT.

- Takikardi atrial multifocal dengan fungsi ventrikel kiri yang baik.

- Mengontrol kecepatan nadi pada fibrilasi atrial.

A. Dosis

Pada henti jantung 300 mg IV cepat (dalam panduan AHA tahun 2000,
dianjurkan untuk diencerkan dengan 20-30 ml dekstrose 5 % ).
Pertimbangkan pemberian berikutnya sebanyak 150 mg IV dalam 3-5
menit. Dosis kumulatif maksimum 2.2 gram IV/24 jam.

Pada kompleks QRS lebar yang stabil, maksimum pemberian 2.2 gram IV
/24 jam. Cara pemberian dengan bolus 150 mcg IV dalam 5-10 menit
dapat diulang 150 mg IV setiap 10 menit jika diperlukan. Dilanjutkan
dosis 360 mg IV selama 6 jam (1 mg/menit). Dosis pemeliharaan 540 mg
IV dalam 18 jam (0,5 mg/menit). Jangan diberikan secara bersamaan
dengan procainamide.

B. Efek Samping dan Perhatian Khusus

- Vasodilatasi dan hipotensi

- Memiliki efek inotropik negative

- Memiliki efek memperpanjang interval QT

Adenosin

Gambar . Sediaan Adenosin

A. Indikasi

Obat utama pada takikardi dengan QRS sempit, PSVT (Paroxysmal


Supraventricular Tachycardia). Efektif untuk menghentikan proses masuk
kembali (reentry) yang terjadi pada nodus AV dan nodus SA. Obat ini
tidak mempunyai efek untuk menghentikan fibrilasi atrial, flutter atrial,
atau takikardi ventrikel.

B. Dosis
- Letakkan pasien pada posisi tredelenburg sebelum pemberian obat.

- Bolus 6 mg IV cepat dalam waktu 1 – 3 detik diikuti bolus saline


normal 20 ml, kemudian tangan diangkat.

- Ulangi pemberian 12 mg IV dalam 1 – 2 menit jika diperlukan, dapat


diulang lagi.

- Adenosin 12 mg IV dapat diberikan dengan jarak 1 – 2 menit setelah


pemberian dosis kedua.

C. Efek samping dan Perhatian Khusus

- Flushing, periode asistol atau bradikardi, ventrikel ektopi.

- Kurang efektif pada pasien yang mengkonsumsi teofilin, jangan


diberikan pada pasine yang mendapat dipiridamole.

- Jika diberikan pada takikardia dengan QRS lebar (VT) karena dapat
menyebabkan perburukan termasuk hipotensi

- Periode transien sinus bradikardi dan ventrikel ektopik bisa terjadi


setelah terminasi SVT.

D. Kontraindikasi

- Blok AV derajat 2 atau 3.

- Takikardi yang disebabkan karena obat.

4. Indikasi pemberian dan dosis obat-obat induksi

Jawab :

1. Ketamin/ketalar

- efek analgesia kuat sekali. Terutama untuk nyeri somatik, tapi tidak
utk nyeri visceral
- Efek hipnotik kurang
- Efek relaksasi tidak ada
- Refleks pharynx & larynx masih ckp baik  batuk saat anestesi 
refleks vagal
- disosiasi  mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu,
halusinasi, gaduh gelisah, tidak terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt
timbul eksitasi
- Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek
ini dapat diperkecil dengan pemberian thiopental sebelumnya)
- TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat.
(akibat peningkatan aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor).
Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.
- dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamine.
Baik untuk penderita-penderita asma dan untuk mengurangi spasme
bronkus pada anesthesia umum yang masih ringan.
- Dosis berlebihan scr iv  depresi napas
- Pd anak dpt timbulkan kejang, nistagmus
- Meningkatkan kdr glukosa darah + 15%
- Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit
- Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya
utuh melalui urin
- Ketamin bekerja pd daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain
bekerja pd pusat retikular otak
Indikasi:

 Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada


koreksi jaringan sikatrik pada daerah leher, disini untuk melakukan
intubasi kadang sukar.
 Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).
 Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)
 Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi
vital. Dapat dipakai untuk induksi pada pasien syok.
 Untuk tindakan operasi kecil.
 Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada.
 Pasien asma
Kontra Indikasi

 hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg


 riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)
 Dekompensasi kordis

Harus hati-hati pada :

 Riwayat kelainan jiwa


 Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik

2. Propofol ( Diprifan, Rekofol )

 Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih spt susu dgn bhn pelarut
tdd minyak kedelai & postasida telur yg dimurnikan.
 Kadang terasa nyeri pada penyuntikan  dicampur lidokain 2%
+0,5cc dlm 10cc propolol  jarang pada anak karena sakit & iritasi
pad saat pemberian
 Analgetik tidak kuat
 Dapat dipakai sebagai obat induksi & obat maintenance
 Obat setelah diberikan  didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh.
 Metabolisme di liver & metabolit tidak aktif dikeluarkan lewat ginjal.
 Saat dipakai untuk induksi juga dapat terjadi hipotensi karena
vasodilatasi & apnea sejenak
Efek Samping

 bradikardi.
 nausea, sakit kepala pada penderita yang mulai sadar.
 Ekstasi, nyeri lokal pada daerah suntikan
 Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung & pernapasan
 Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada penderita dengan gangguan
jalan napas, ginjal, liver, syok hipovolemik.

3. Thiopental
 Ultra short acting barbiturat
 Dipakai sejak lama (1934)
 Tidak larut dlm air, tapi dalam bentuk natrium (sodium thiopental)
mudah larut dalam air
 Indikasi : induksi pada anestesi umum
 Kontraindikasi : hipotensi, gagal jantung, gagal ginjal dan stroke
iskemik
 Dosis : 3-6 mg/kgBB
 Efek samping : hipotensi, takikardi, cardiac ouput menurun, hipoksia,
penurunan peredaran darah serebral dan penurunan tekanan intra
cranial.

4. Pentotal

 Zat dr sodium thiopental. Bentuk bubuk kuning dlm amp 0,5 gr(biru),
1 gr(merah) & 5 gr. Dipakai dilarutkan dengan aquades
 Larutan pentotal bersifat alkalis, ph 10,8
 Larutan tidak begitu stabil, hanya bisa dismp 1-2 hr (dalam kulkas
lebih lama, efek menurun)
 Pemakaian dibuat larut 2,5%-5%, tapi dipakai 2,5% untuk
menghindari overdosis, komplikasi > kecil, hitungan pemberian lebih
mudah
 Obat mengalir dalam aliran darah (aliran ke otak ↑)  efek
sedasi&hipnosis cepat terjadi, tapi sifat analgesik sangat kurang
 TIK ↓
 Mendepresi pusat pernapasan
 Membuat saluran napas lebih sensitif terahadap rangsangan
 depresi kontraksi denyut jantung, vasodilatasi pembuluh darah 
hipotensi. Dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal
 tak berefek pd kontraksi uterus, dpt melewati barier plasenta
 Dapat melewati ASI
 menyebabkan relaksasi otot ringan
 reaksi. anafilaktik syok
 gula darah sedikit meningkat.
 Metabolisme di hepar
 cepat tidur, waktu tidur relatif pendek
 Dosis iv: 3-5 mg/kgBB

Kontraindikasi

 syok berat
 Anemia berat
 Asma bronkiale  menyebabkan konstriksi bronkus
 Obstruksi sal napas atas
 Penyakit jantung & liver
 kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal)

A. Obat Anestetik inhalasi

1. Halothan/fluothan

 Tidak berwarna, mudah menguap


 Tidak mudah terbakar/meledak
 Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya
Efek:

 Tidak merangsang traktus respiratorius


 Depresi nafas  stadium analgetik
 Menghambat salivasi
 Nadi cepat, ekskresi airmata
 Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup
 Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus
 Depresi otot jantung  aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)
 Depresi otot polos pembuluh darah  vasodilatasi  hipotensi
 Vasodilatasi pembuluh darah otak
 Sensitisasi jantung terhadap katekolamin
 Meningkatkan aktivitas vagal  vagal refleks
 Pemberian berulang (1-3 bulan)  kerusakan hepar (immune-
mediated hepatitis)
 Menghambat kontraksi otot rahim
 Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme
tubuh
 Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance
Keuntungan

 cepat tidur
 Tidak merangsang saluran napas
 Salivasi tidak banyak
 Bronkhodilator  obat pilihan untuk asma bronkhiale
 Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)
 Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi
yang enak
Kerugian

 overdosis
 Perlu obat tambahan selama anestesi
 Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi
 aritmia jantung
 Sifat analgetik ringan
 Cukup mahal
 Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan

2. Nitrogen Oksida (N2O)

 gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah


terbakar dan relatif tidak larut dalam darah.
Efek:

 Analgesik sangat kuat setara morfin


 Hipnotik sangat lemah
 Tidak ada sifa relaksasi sama sekali
 Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. 
Bila murni N2O = depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP
 jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu
cairan anestetik lain seperti halotan dan sebagainya.
3. Eter

- tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat


merangsang
- iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus
- margin safety sangat luas
- murah
- analgesi sangat kuat
- sedatif dan relaksasi baik
- memenuhi trias anestesi
- teknik sederhana

4. Enfluran

 Isomer isofluran
 Tidak mudah terbakar, namun berbau.
 Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak
seperti kejang (pada EEG).
 Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan
dan enfluran lebih iritatif dibanding halotan.

5. Isofluran

 cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu
kamar
 menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan
terhadap penyimpanan sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar
matahari.
 Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai
isofluran
6. Sevofluran

 Tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga


banyak dipilih untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan
orang dewasa.
 Tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis

5. Indikasi dan dosis pemberian propofol, ketamin dan tiopental

Jawab :

 Thiopental

Sifat Anestesi

1. Merupakan hipnotik yang kuat


2. Onsetnya cepat, lancar dan tidak diikuti oleh eksitasi
3. Pola respirasi tenang, namun bisa hipoventilas
4. Tidak ada efek analgetik
5. Tidak menimbulkan efek relaksasi otot
6. pemulihan cepat namun biasanya masih ada efek mengantuk
7. Efek samping mual dan muntah biasanya jarang dijumpai

Indikasi Pemakaian

1. Induksi Anestesi
2. Anestesia tungga misalnya operasi reposisi
3. anti kejang
4. Hipnotik pada ICU
Dosis Dan Cara Pemakaian
Buat larutan dengan menggunakan air atau NaCl 0,9% dengan konsentrasi
2,5% atau 5%. Dosis untuk induksi 4 - 5 ml / KgBB, diberikan IV pelan -
pelan. Perlu modifikasi dosis pada anak - anak, orang tua, ataupun pada
pasien yang mengalami malnutrisi.
Pada saat pemberian obat harus dipastikan obat tersebut masuk kedalam
pembuluh darah karena apabila terjadi ekstravasasi kedalam jaringan sekitar
akan menyebabkan iritasi bahkan nekrosis jaringan yang mengakibatkan
nyeri. Penanggulangan jika terjadi keadaan tersebut adalah diberi anestesi
lokal isobarik atau hipobarik.

Efek Samping

1. Hipventilasi sampai henti nafas


2. resiko spasme laring
3. Depresi kardiovaskuler
4. Nekrosis sentral hati

Kontraindikasi

1. PPOK
2. Dekom kordis
3. Syok berat
4. Insufisiensi adrenokortika
5. Status asmatikus
6. Porfiria

 Ketamin
Ketamin hidroklorida merupakan obat anestesi yang merupakan
golongan fenil sikloheksilamin. Obat ini dikenal sebagai 'Rapid Acting Non
Barbiturate General Anesthetic Drug'

Indikasi
Pada penggunaannya ketamin sering digunaan dengan kombinasi Diazepam
yang berhasiat menekan efek buruk ketamin. Indikasi penggunaan ketamin,
diantaranya :
1.Induksi anestesi
- Bedah sesar karena efek depresi nya minimal, sebagai analgesik, dan
tidak mendepresi tonus otot uterus
- Anak - anak balita yang tidak kooperatif diberikan secara intramuskular
- Pasien yang menderita asma, hipotensi dan syok
2. Obat Anestesi Pokok
- Pada operasi yang letak operasinya superficial, berlangsung singkat , dan
tidak memerlukan relaksasi otot maksimal, misalnya pada bidang bedah
mulut
3. Analgetik pasca trauma atau pasca bedah
Biasanya digunakan dengan kombinasi obat sedatif (Diazepam)

Dosis dan Cara Pemberian

1. Untuk Induksi -> diberikan intravena dalam bentuk larutan 1%,


dengan dosis lazim 1-2 mg / Kg BB. Pada operasi sesar dosis dikurang
yaitu sekitar 0,5 - 1 mg/KgBB. Pada pasien anak - anak dosis diberikan
secara intramuskular dengan dosis 5-10 mg/KgBB
2. Untuk Pemeliharaan -> diberikan intravena intermitent atau tetes
kontinyu. Pada pemberian intravena intermiten diberikan tiap 10 - 15
menit dengan dosis 1/2 dari dosis awal sampai operasi selesai.
Sedangkan pemberian secara infus tetes kontinyu hanya dilakukan
pada pembedahan tertentu saja.

Efek Samping
1. Efek disosiasi, meliputi halusinasi, mimpi buruk, gelisah, dan banjir
kata-kata
2. Pada respirasi, sering terjadi spasme laring
3. Pada kardiovaskulat, terjadi hipetensi dan takikardi
4. Pada endokrin, terjadi peningkatan kadar gula darah
5. Pada otot rangka terjadi rigiditas
6. Meningkatkan konsumsi oksigen jaringan
7. Meningkatkan jumlah perdarahn pada luka operasi

Kontraindikasi

1. Pada pasien dengan tekanan intrakranal yang meningkat, seperti pada


psien pasca trauma kepala, tumor otak, dan opeerasi intrakranial lain
2. Pada pasien denga tekanan intraokuler yang meningkat, pada pasien
glaukoma, atau tekanan intraokuler yang meningkat
3. Pasien yang menderita penyakit sistemik yangsensitif terhadap obat
simpatomimetik, seperti pasien hipertensi, diabetes melitus,
tirotoksikosis penyakit jantung koroner,dll

 Propofol

Propofol merupakan derivat fenol dengan nama kimia di-iso propil


fenol . Propofol dikenal dengan nama dagang diprivan.

Dosis obat
Dosis yang digunakan untuk menginduksi anestesi pada orang sehat adalah
1,5 - 2,5 mg/Kg BB. Dosis inisial masih dapat digunakan adalah 1,25
mg/KgBB. Dosis dapat ditingkatkan sebanyak 10mg. Pada anak - anak dosis
nya adalah 3-3,5 mg/Kg BB. Namun obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan
pad anak berusia < 1 tahun. efek kardiovaskular dapat berkurang dengan
administrasi propofol secara perlahan-lahan. Sedasi yang diberikan selama
anestesi regional ataupun endoskopi dapat terjadi dengan tingkat infus 1,5 -
4,5 mg/KgBB/jam

Efek Samping

1. Depresi kardiovaskuler -> jika obat ini tidak diberikan secara perlahan
– lahan makan akan menyebabkan kondisi ini, bahkan efek depresinya
lebih berat dibanding obat golongan barbiturate
2. Depresi respirasi -> obat ini memiliki efek depresi pernafasan lebih
lazim dan lebih laa dibanding barbiturate
3. Fenomena eksitatori -> Fenomena ini lebih lazim dibanding thiopental.
Fenomana seperti myoclonus atau kejang terjadi pada fase recoveri
4. Reaksi alergi -> ruam pada kulit dan reaksi anafilaktik
5. Nyeri saat injeksi -> nyeri saat injeksi mencangkup 40% pada pasien
yang diberikan propofol. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian
lidocaine 10 ml sesaat sebelum administrasi propofol. Dapat juga
dilakukan denga mencampurkan 1% lidocaine per 20ml propofol.

Kontraindikasi

1. Obstruksi jalan nafas


2. reaksi hipersensitivitas terhadap obat ini

6. Klasifikasi ASA beserta contoh kasus


Jawab : ASA (American Society of anesthesiology) merupakan Skor
yang digunakan untuk menilai kebugaran seseorang

Kelas Status fisik Contoh kasus


I Pasien normal yang Sehat Sehat Pasien bugar dengan
fisik,mekanik,biokimia,dan psikiatrti hernia inguinal
II Pasien dengan penyakit sistemik Hipertensi essensial,
ringan diabetes yang
terkontrol
III Pasien dengan penyakit sistemik berat Angina, insufisiensi
yang tidak melemahkan pulmoner Sedang-
berat
IV Pasien dengan penyakit sistemik yang Penyakit paru
melemahkan dan merupakan ancaman Stadium lanjut,
konstan terhadap kehidupannya. gagal jantung
V Pasien Sekarat yang diperkirakan tidak Ruptur aneurisma
bertahan Selama 24 jam dengan atau aorta, emboli paru
tanpa operasi
E Kasus-kasus emergensi Apendisitis perforasi

Anda mungkin juga menyukai