Anda di halaman 1dari 29

REFLEKS FISIOLOGIS

A. PENDAHULUAN
Refleks adalah suatu gerakan yang tidak sengaja dilakukan yang
merupakan respon dari sistem saraf terhadap stimulus. Gerak refleks terdiri dari 5
komponen yaitu: reseptor, saraf sensorik (saraf aferen), sinapsis pada medulla
spinalis, saraf motorik (saraf eferen), dan organ target (efektor). Komponen-
komponen ini bekerja sama untuk mengatur operasi dalam tubuh untuk
mempertahankan homeostasis. Tingkat regulasi yang paling sederhana adalah
refleks, yang merupakan respon involunter terhadap rangsangan. Refleks yang
menggunakan neuron somatik adalah berkedip ketika sesuatu bergerak dekat
dengan mata, batuk ketika suatu benda asing masuk di tenggorokan, dan menarik
diri dari sesuatu yang menyakitkan. Semua kegiatan dikendalikan oleh neuron
otonom yang merupakan respon refleks. Banyak refleks yang diciptakan dan
berkembang sebelum kelahiran. Refleks berkembang ketika seseorang
mengulangi respon yang sama setiap kali stimulus tertentu terjadi. Sebuah refleks
terjadi pada dasarnya dengan cara yang sama setiap kali stimulus tertentu terjadi
karena sistem jalur saraf yang menyebabkan itu tegas didirikan.(1)
Refleks merupakan penyesuaian untuk mencegah respon atau
membalikkan situasi yang diciptakan oleh stimulus. Misalnya, refleks batuk
menghapus benda asing yang masuk di saluran udara. Oleh karena itu refleks ini
adalah sistem umpan balik negatif yang membantu mempertahankan homeostasis.
Respon yang dihasilkan oleh refleks lainnya berkontribusi terhadap homeostasis
dengan meningkatkan kondisi bagi tubuh. Misalnya, bau makanan menyebabkan
refleks yang meningkatkan sekresi air liur, yang akan berguna ketika seseorang
mulai makan karena itu membuat menelan lebih mudah. Beberapa refleks secara
bersamaan menggunakan impuls sensorik dari beberapa jenis organ indra, seperti

1
mata, telinga, reseptor kulit, dan proprioseptor. Proprioseptor mendeteksi gerakan
dan ketegangan pada otot dan sendi.(1)
Beberapa refleks memerlukan sejumlah besar koordinasi oleh otak dan
sumsum tulang belakang dan interneuron sinapsis. Beberapa dipengaruhi oleh
impuls motorik sukarela atau dengan aktivitas otak yang lebih tinggi seperti
emosi dan pemikiran, yang mengirimkan impuls ke memodifikasi sinapsis
refleks.(1)
Refleks-refleks yang penting bagi neurologi klinis dapat di bagi menjadi 5
kelompok, yaitu: refleks tendon dalam, refleks superfisial, refleks batang otak,
refleks patologis, dan refleks primitif. Refleks tendon dalam seperti refleks trisep,
bisep, brakhioradialis, ulnaris, patella, achilless dan mandibula. Refleks
superfisial seperti refleks dinding perut, refleks kremaster, dan refleks plantar.
Dan refleks primitif meliputi refleks snouting, menetek, palomental, dan
glabella.(2)

B. DEFINISI
Refleks merupakan respon dari beberapa neuron yang diatur oleh tubuh
untuk bereaksi dengan cepat di saat bahaya, untuk menghindari ancaman. Refleks
merupakan respon cepat, secara tiba-tiba, tidak terpelajar, respon involunter
terhadap rangsangan tertentu disebut refleks. Dalam penyakit saraf, refleks
fisiologis normal dapat meningkat, menurun atau hilang, dan refleks
superfisial.(3,4)

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM REFLEKS


Sistem refleks adalah salah satu fungsi sistem nervous. Neuron diatur
untuk memungkinkan tubuh untuk bereaksi dengan cepat pada saat bahaya,
bahkan sebelum kita menyadari ancaman itu. Respon yang terjadi cepat,

2
involunter ini dikenali sebagai gerak refleks. Ada empat sifat penting dari
refleks(3,4):
1. Refleks stimulasi: refleks yang tidak bersifat spontan tapi berespon terhadap
masukan sensorik.
2. Refleks cepat: refleks yan g umumnya melibatkan hanya beberapa interneuron
dan penundaan synaptic yang minimum.
3. Refleks involunter: refleks yang terjadi tanpa disedari dan sulit untuk
dihambat.Apabila diberi stimulasi yang adekuat maka terjadi refleks secara
otomatis.
4. Refleks stereotip: refleks terjadi pada dasarnya dengan cara yang sama setiap
waktu, responnya bisa diprediksi
Gerak refleks adalah gerak yang dihasilkan oleh jalur saraf yang paling
sederhana yang dikenali sebagai lengkung refleks. Lengkung refleks ini
dibentuk oleh(3,4) :
1. Reseptor rangsangan sensorik yang peka terhadap suatu rangsangan misalnya di
kulit,otot dan tendon.
2. Neuron aferen (sensoris) yang dapat menghantarkan impuls menuju kesusunan
saraf pusat (medula spinalis-batang otak)
3. Interneuron(pusat sinaps) tempat integrasi masuknya sensorik dan dianalisis
kembali ke neuron eferen
4. Neuron eferen (motorik) menghantarkan impuls ke perifer
5. Alat efektor merupakan tempat terjadinya reaksi yang diwakili oleh suatu serat
otot atau kelenjar

Gambar 1 : Lengkung Refleks

3
Muscle spindel merupakan reseptor perengangan yang mengirim
informasi kepada spinal kord dan otak mengenai panjang otot and perubahan
panjang otot. Reseptor ini paling banyak ditemukan di otot-otot yang
memerlukan kontrol yang baik. Masing-masing muscle spindel terdiri kapsul
jaringan ikat yang terdiri daripada yang membentuk sekelompok serat saraf
kecil yang dikenal sebagai serat intrafusal. Seratnya dimodifikasi sehingga
ujang seratnya kontraktil tetapi bagian tengahnya kekurangan miofibril. Ujung
kontraktil ini mendapat persarafannya sendiri dari gamma motor neuron.
Bagian tengah yang non-kontraktil dibungkus oleh ujung saraf sensoris
langsung oleh alpha motor neuron yang mempersarafi otot dimana spindel
berada.(3,4)
Saat otot beristirahat,daerah sentral dari masing-masing muscle spindel
akan cukup tertarik untuk mengaktifkan serat sensorik. Hasilnya neuron dari
spindel aktif secara tonik mengirimkan arus stabil potensial aksi ke CNS.
Karena itu, meskipun dalam posisi istirahat otot tetap memiliki ketegangan
tertentu dikenali sebagai tonus otot.(3,4)
Muscle spindel dilabuhkan secara paralel ke serat otot extrafusal.
Pengerakan yang menyebabkan pemanjangan otot meregangkan muscle
spindel dan menyebabkan serat sensorisnya terstimulasi. Hal ini menyebabkan
refleks kontraksi otot yang mencegah otot melakukan over-stretching. Jaras
refleks yang mana regangan otot menyebabkan respon kontraksi disebut
sebagai stretch refleks.(3,4)
Golgi tendon berespon pada ketegangan otot. Reseptor ini ditemukan pada
persimpangan tenson dan serat otot. Organ golgi tendon berespon secara
primer ke tension otot yang berkembang selama kontraksi isometrik dan
menyebabkan refleks relaksasi. Respon ini berlawanan dengan refleks
kontraksi oleh muscle spindel.(3,4)

4
Organ golgi tendon disusun oleh tiga ujung saraf bebas yang membelit
serat kolagen dalam kapsul jaringan ikat. Saat ototnya berkontraksi, tendon
akan menjadi komponen elastis fase isometrik kontraksi. Kontraksi akan
menarik serat didalam tendon golgi dengan kuat menjepit ujung sensoris saraf
afferen dan menyebabkan sarafnya terstimulasi.(3,4)
Input afferen dari aktivitas orgon golgi mengeksitasi inhibitory
interneurons di spinal cord. Interneuron menghambat alpha motor neuron
yang mempersarafi otot dan kontraksi otot menurun. Dengan kata lain, organ
golgi mencegah kontraksi berlebihan yang mungkin melukai otot.(3,4)
Stretch refleks merupakan pergerakan disekeliling sendi paling flexibel
dikontrol sekelompok otot sinergis dan antagonis yang terkoordinasi.
Kumpulan pathway yang mengkontrol dikenal sebagai unit myotatic. Refleks
paling sederhana pada unit myotatic adalah monosynaptic stretch refleks yang
hanya melibatkan dua neuron, neuron sensorik dari muscle spindel dan
neuron somatik motor neuron ke otot. Reflex hentakan lutut adalah contoh
monosynaptic stretch refleks.(3) Saat tendon pattelar diketuk dengan palu
kecil. Ketukan akan meregangkan otot quadriceps. Ini akan mengaktifkan
muscle spindel dan mengaktifkan potensial aksi melalui serat sensoris ke
spinal kord. Neuron sinaps secara langsung ke motor neuron mengkontrol
kontraksi otot quadriceps. Eksitasi dari motor neuron menyebabkan unit
motorik dari quadriceps berkontaksi dan kaki bagian bawah maju ke
depan.(3,4)
Withdrawl refleks merupakan refleks fleksi merupakan polysinaptic reflex
pathway yang menyebabkan tangan atau kaki tertarik saat ada rangsang nyeri,
misalnya saat terkena peniti atau kompor panas. Saat kaki kontak dengan titik
paku, nocireseptor di kaki mengirim sensor informasi ke spinal kord. Disini
sinyal akan berdivergen mengaktifkan multipel eksitatori interneuron.
Beberapa neuron ini mengeksitasi alpha motor neuron meyebabkan kontraksi

5
otot fleksi tungkai terstimulus. Beberapa interneuron secara simultan
mengaktivasi inhibitory interneuron yang menyebabkan relaksasi sekelompok
otot antagonis. Karena inhibisi resiprok inilah tungkai akan fleksi menarik
dari stimulus nyeri. Tipe refleks ini membutuhkan waktu yang lama dari
stretch refleks kerena proses sinaptic yang lebih besar (sliverthorn).(3,4)

Gambar 2 : Withdrawl Refleks

6
D. JENIS REFLEKS DAN APLIKASI KLINISNYA
Refleks Tendon Dalam
1. Refleks Bisep
Refleks tendon bisep diperiksa dengan meminta pasien melemaskan
lengannya dan melakukan pronasi lengan bawah di pertengahan di antara
fleksi dan ekstensi. Pemeriksa harus meletakkan ibu jarinya dengan kuat pada
tendon biseps lalu kemudian palu reflex dipukulkan pada ibu jari pemeriksa.
Pemeriksa harus mengamati kontraksi biseps yang diikuti fleksi siku. Refleks
ini menguji saraf pada radiks C5 – C6. Aferen terletak pada N.
Musculocutaneus, eferen terletak pada N. Musculocutaneus. Jika terdapat lesi
pada traktus kortikospinalis, maka didapatkan refleks yang berlebihan. Jika
lesi pada arkus refleks perifer atau kerusakan pada segmen traksi C5 – C6 di
sisi yang diuji, maka didapatkan respon tertahan atau tidak ada.(2, 5,8,11)

Gambar 3 Refleks Biseps(2)

2. Refleks Trisep
Refleks tendon trisep diperiksa dengan memfleksikan lengan bawah
pasien pada siku dan menarik lengan itu ke arah dada. Ketuklah tendon triseps
di atas insersi prosesus olekranon ulna kirakira 1-2 inci di atas siku. Harus
terjadi kontraksi segera pada triseps dengan ekstensi siku. Lengkung refleks
melalui N. Radialis yang pusatnya terletak di C6 – C8 Aferen terletak pada N.
Radialis dan eferen terletak pada N. Radialis.(2, 5, 8,11)

7
Gambar 4. Refleks Triseps(2)

3. Refleks Brakhioradialis
Lengan bawah di fleksikan serta di pronasikan sedikit.kemudian di
ketok pada prosesus stiloideus radius. Sebagai jawaban lengan bawah
akan berfleksi dan bersupinasi. Lengkung refleks melalui nervus radialis,
yang pusatnya terletak di C5-C6. Aferen terletak pada N. Radialis, eferen
terletak pada N. Radialis.(2, 5,8,11)

Gambar 5. Refleks Brachioradialis(2)

4. Refleks Ulnaris
Lengan bawah disemifleksi dan semipronasi, kemudian di ketok
pada prosesus stiloideus dan ulna. Hal ini mengakibatkan gerakan pronasi
pada lengan bawah dan juga kadang-kadang adduksi pada pergelangan

8
tangan.lengkung refleks melalui nervus medianus yang pusatnya terletak
di C5-Th1. Aferen tyerletak pada N. Ulnaris, eferen terletak pada N.
Ulnaris.(2,5,8,11)

5. Refleks Patella
Untuk melakukan refleks patella, yang dikenal pula sebagai
sentakan lutut, mintalah pasien duduk dengan tungkai terjuntai di samping
tempat tidur. Letakkan tangan pemeriksa pada M. Kuadriseps pasien.
Ketuk tendon patella dengan kuat dengan dasar palu refleks. Refleks
patella mengakibatkan M. Kuadrisep femoris akan berkontraksi dan
mengakibatkan gerakan ekstensi tungkai bawah. Lengkung refleks ini
melalui L2, L3, L4. Aferen terletak pada N. Femoralis, eferen terletak
pada N. Femoralis.(2, 5,8,11)

Gambar 6. Refleks Patella(2)

9
Gambar 7. Refleks Achilles(4)

6. Refleks Achilles
Refleks Achilles, yang dikenal pula sebagai sentakan pergelangan
kaki dibangkitkan dengan posisi kaki pasien terjuntai di samping tempat
tidur. Tungkai harus difleksikan pada pinggul dan lutut. Pemeriksa harus
meletakkan tangannya di bawah kaki pasien untuk melakukan dorsofleksi
pada pergelangan kaki. Tendo Achilles diketuk tepat di atas insersinya
pada permukaan posterior kalkaneus dengan ujung lebar palu refleks.
Refleks Tendon Achilles mengakibatkan berkontraksinya M. Trisesps sure
dan memberikan gerak plantar fleksi pada kaki. Lengkung refleks ini
melalui S1 – S2. Aferen terletak pada N. Tibialis, eferen terletak pada N.
Tibialis.(2,5,8,11)

Gambar 8. Refleks Achilles(2)

10
7. Refleks Mandibula
Refleks mandibula atau biasa disebut Jaw-Jerk Refleks. Penderita
diminta membuka mulutnya sedikit dan telunjuk pemeriksa di tempatkan
melintang di dagu. Setelah itu, telunjuk diketuk-refleks (refleks hammer)
yang mengakibatkan berkontraksinya otot maseter sehingga mulut
merapat. Pusat refleks ini terletak di Pons. (2,5,8,11)

Gambar 9. Refleks Rahang Bawah(2)

I. Refleks Superfisial
1. Refleks Dinding Perut
Pada lengkung refleks ini, rangkaian neuron suprasegmental juga
dilibatkan, sehingga bila teradapat kerusakan suprasegmental refleks dinding
perut ini menjadi negatif. Refleks ini dibangkitkan dengan jalan menggores
dinding perut dengan benda yang agak runcing maka otot (m.rektus
abdominis) akan berkontraksi. Refleks ini dilakukan pada berbagi lapangan
dinding perut yaitu di epigastrium(otot yang berkontraksi diinervasi oleh
Th6,Th7), perut baguan atas (Th7,Th9), perut bagian tengah (Th9,Th11) perut
bagian bawah (Th11,Th12 dan lumbal atas). Pada kontraksi otot, terlihat pusar
bergerak kearah otot yang berkontraksi.(2,5,8,11)

11
Refleks superfisialis dinding perut sering negatif pada wanita
normal yang banyak anak (sering hamil), yang dinding perutnya lembek,
demikian juga pada orang gemuk dan orang lanjut usia, juga pada bayi
baru lahir sampai usia 1 tahun. Pada orang muda yang otot-otot dinding
pertunya berkembang baik, bila refleks ini negatif, hal ini mempunyai
nilai patologis. Bila refleks dinding perut superfisialis negatif disertai
refleks dinding dalam perut meninggi hal ini menunjukkan lesi traktus
piramidalis di tempat yang lebih diatas dari Th6. Refleks dinding perut
superfisialis biasanya cepat lelah dan akan menghilang setelah beberapa
kali dilakukan. (2,5,8,11)

Gambar 10. Refleks Dinding Perut(8)

2. Refleks Cremaster
Refleks ini dibangkitkan dengan jalan menggoreskan atau
menyentuh bagian pangkal paha. Terlihat scrotum berkontraksi. Pada lesi
traktus piramidalis, refleks ini negatif. Refleks ini dapat negatif pada
orang lanjut usia, penderita hidrokel, varikokel, orkhitis atau epididimitis.
Lengkung refleks melalui L1.L2. Aferen terletak pada N. Ilioinguinal,
eferen terletak pada N. Genitofemoralis.(2, 5,8,11)

12
Gambar 11. Refleks Kremaster(8)

3. Refleks Plantar
Refleks ini dibangkitkan dengan menggoreskan telapak kaki
bagian lateral. Dapat ditemukan refleks normal dan releks
patologis(Babinski). Refleks ini pada orang normal, ditemukan ada fleksi
plantar kaki dan jari kaki bersama dengan adduksi jari-jari kaki itu.
Gerakan utama adalah fleksi plantar pada ibu jari kaki yaitu pada sendi
metatarsophalangeal. Respon ini adalah cukup cepat dan bisa disertai
fleksi pinggul dan lutut pada sisi yang dirangsang.(2,6)

Gambar 12. Refleks Plantar(2)

13
II. Refleks Batang Otak
1. Refleks batuk (tracheobronchial suctioning)
Refleks trakea dan faring Tidak terdapat respon terhadap rangsangan di
faring bagian posterior. Tidak terdapat respon terhadap pengisapan
trakeobronkial (tracheobronchial suctioning).(10)
Secara umum, tes apnea dilakukan setelah pemeriksaan refleks batan
g otak yang kedua dilakukan. Tes apnea dapat dilakukan apabila kondisi
prasyarat terpenuhi, yaitu(11) :
 Suhu tubuh ≥ 36,5 °C atau 97,7 °F
 Euvolemia (balans cairan positif dalam 6 jam sebelumnya)
 PaCO2 normal (PaCO2 arterial ≥ 40 mmHg)
 PaO2 normal (pre-oksigenasi arterial PaO2 arterial ≥ 200 mmHg)

2. Refleks Kornea
Refleks Kornea adalah salah satu refleks penting batang
otak.Untuk menguji adanya refleks kornea adalah dengan menyentuh
ujung kornea dengan ujung kapas pembersih untuk menghasilkan stimulus
yang adekuat.Mati batang otak menghasilkan refleks cornae yang negatif.
Nervus cranialis dan bagian otak yang terlibat adalah nervus
oculomotor,nervus facialis, nervus trimingal dan batang otak tengah.(10)

3. Refleks pupil
Refleks pupil melibatkan nervus cranialis opticus,oculomotor dan
otak tengah.Pemeriksaan reflex pupil harus dilakukan dalam tempat yang
gelap dan cahaya diarah kedua mata satu persatu dan reaksinya
diperhatikan. Bila tidak ada refleks batang otak, pemeriksaa harus
menemukan adanya pupil yang oval atau bulat pada posisi tengah dengan
dilatasi (4 – 6 mm) tanpa adanya respon terhadap cahaya terang. Ukuran

14
pupil , refleks cahaya pupil dan reflex kornea penting dalam pemeriksaan
pasien tidak sadar. Serat simpatik (pupillodilator) berjalan ke seluruh
batang otak, sementara serat parasimpatis (pupilloconstrictor, saraf kranial
ketiga adalah "sirkuit" di tingkat otak tengah. Sebuah lesi tectal (dorsal)
otak tengah secara khusus melibatkan serabut parasimpatis, menyebabkan
pupil yang besar .Pupil yang besar,’blown’ yang tidak responsif terhadap
stimulus cahaya langsung sering adalah karena kompresi saraf oculomotor
ipsilateral (CN III) dari lobus temporal yang bengkak (herniasi uncal). Ini
adalah keadaan darurat karena edema bersifat progresif dan herniasi
batang otakmenyebabkan mati batang otak(kematian). (10)
4. Refleks okulosefalik
Refleks okulosefalik, atau doll’s eyes reflex merupakan gerakan
reflek yang diuji dengan menggerakkan kepala secara vertical atau dari
sisi yang satu ke sisi yang lainnya, yang mula-mula dilakukan perlahan-
lahan dan kemudian secara cepat; gerakan bola mata terjadi dengan arah
yang berlawanan terhadap gerakan kepala. Respon ini diperantarai oleh
mekanisme batang otak yang berasal dari dalam labirin dan propioseptor
servikal. Respons tersebut dalam keadaan normal akan disupresi oleh
fiksasi visual yang dimediasi hemisfer serebri pada pasien yang sadar;
namun respon ini akan muncul jika hemisfer serebri mengalami supresi
atau inaktif. Lintasan neuron untuk gerakan refleks bola mata yang
horizontal memerlukan keutuhan daerah disekitar nervus kranialis VI
(abducens) dan dihubungan dengan nervus kranialis III
(okulomotor).kontralateral lewat fasikulus longitudinalis medialis.(10)

5. Refleks oculovestibular
Untuk menguji refleks oculovestibular di periksa dengan rangsang
kalori, melalui telinga dengan air dingin, dokter menanamkan setidaknya

15
20 ml air es ke telinga pasien koma. Pada pasien dengan batang otak utuh ,
ata akan bergerak lateral ke arah telinga yang terkena . Pada pasien
dengan cedera otak parah, tatapan akan tetap di garis tengah.(10)

III. REFLEKS PRIMITIF

Refleks primitive akan muncul dan menghilang ketika bayi atau anak
sudah mencapai usia tertentu dalam pertumbuhan. Jika suatu reflex primitive
itu hilang atau berterusan melebihi umur yang sepatunya reflex itu
menghilang, hal ini dapat memberi gambaran sustu disfungsi pada sistim saraf
pusat (SSP). Walaupun telah banyak reflex primitive yang dideskripsikan,
namun refleks Moro, grasp, tonic neck dan parachute adalah paling releven
secara klinis. 13

1. Reflex Moro

Reflex ini muncul sejak lahir,mulai menghilang sekitar usia 2


bulam.refleks ini terjadi ketika bayi mendadak berubah posisi kepalanya
lebih rendanh.Dapat juga terjadi jika suara keras.Kaki dan kepala akan
ekstensi dan lengan akan tersentak ke atas ekstensi dan abduksi dengan
telapak tangan keatas dan ibu jari fleksi.Refleks ini akan menghilang saat
usia 3-5 bulan. Refleks Moro bisa dipicu dengan menopang bayi pada
posisi semierect dan melepaskan kepala bayi untuk jatuh ke belakang
keatas telapak tangan pemeriksa. Respon normal merupakan ekstensi dan
aduksi yang simetris kedua lengan dan jari-jari, diikuti oleh fleksi kedua
lengan disertai suara tangisan bayi. Respon yang asimetris bisa disebabkan
oleh fraktur klavikula, jejas pada plexus brachialis atau hemiparese.
Ketiadaan refleks moro pada bayi merupakan petanda jelas terdapat
disfungsi SSP pada bayi tersebut. (13)

16
Gambar 13. Refleks Moro(12)

2. Refleks Palmar

Refleks palmar (palmar grasp) bisa dipicu dengan meletakkan


jari pada tapak tangan bayi, ketika usia kehamilan sudah mencapai 37
minggu, refleks ini sudah cukup kuat, dimana pemeriksa bisa
mengangkat bayi dari tempat tidur dengan traksi yang sederhana.(13)

Gambar 14. Refleks palmar(12)

17
3. Reflex Plantar

Refleks plantar (plantar reflex) bisa terlihat dengan


meletakkan ibu jari pada telapak kaki bayi pada ruang di bawah ibu
jari.(13)

Gambar 14. Refleks plantar(12)

4. Refleks Tonic Neck

Refleks tonic neck dihasilkan dengan mealingkan kepala bayi


ke satu sisi secara manual dan bayi akan kelihatan posturnya seperti
bermain pedang (fencing postur) yaitu ekstensi lengan pada ke sisi
kepala yang dipalingkan dan fleksi pada lengan kontralateral. Respon
tonic neck dimana bayi kaku pada fencing postur memberikan
gambaran bahwa terdapat kelainan pada SSP.(13)

Gambar 16. Refleks Tonic neck.(12)

18
5. Refleks Parachute

Refleks ini muncul pada usia 4-9 bulan.Pemeriksaan


memengang anak pada dada dengan kedua tangannya,kemudian
posisiskan dengan cepat kepala ank ke bawah,maka lenganb anak akan
(14)
ekstensi seolah-olah menahan berat badannya. Refleks parachute
data diliat pada bayi yang lebih besar, bisa dipicu dengan memegang
tubuh bayi dan merendahkan tubuh bayi secara tiba-tiba seolah-oleh
bayi sedang jatuh. Kedua lengan bayi akan ekstensi. (14)

Gambar 17. Refleks parachute(12)

6. Refleks Rooting

Refleks ini ditunjukkan sejak lahir dan membantu proses


menyusui refleks ni akan menghilang saat usia 4 bulan.bayi akan
menggerakkan kepalanya menuju sesuatu yang menyentuh pipinya dan
mulutnya.(14)

7. Refleks Sucking

Refleks ini berhungan dengan reflex rooting yang menyebabkan


bayi akan langsung mengisap apapun yang disentuhkan di mulutnya. (14)

19
8. Refleks Walking

Saat tumit kaki disentuhkan pada suatu permukaan yang


rata,bayi akan terdorong untuk berjalan untuk menempatkan satu
kakinya didpan kaki yang lainnya. (14)

9. Refleks Landau

Anak disangga satu tangan pemeriksa di dadanya sehingga


posisis tengkurap,normal jika terdapat ekstensi pada tubuh,dan anak
akan mengangkat kepala sehingga kepala berada sedikit di bawah
bidang horizontal. (14)

Refleks Onset Perkembangan Durasi


sempurna

Menggenggam 28 minggu 32 minggu 2-3 bulan

Rooting 32 minggu 36 minggu Kurang prominen


setelah usia 1
bulan

Moro 28-32 minggu 37 minggu 5-6 bulan

Tonic nech 35 minggu 1 bulan 6-7 bulan

Parachute 7-8 bulan 10-11 bulan Seumur hidup

Tabel 1. Refleks primitif dan perkembangannya.(13)

20
E. DIAGNOSA
Pemeriksaan refleks perlu dilakukan dengan menggunakan peralatan;
peralatan yang biasa digunakan adalah reflex-hammer dan pen light; reflex-
hammer yang paling baik adalah yang terbuat dari karet karena bahan dari
karet ini tidak akan mengakibatkan nyeri. Nyeri harus dihindari pada
pemeriksaan refleks karena akan mengakibatkan bias interpretasi. Pasien
harus dalam keadaan rileks pada area yang akan diperiksa, dan area tersebut
harus bebas sehingga dapat memberikan reaksi refleks yang maksimal. Bagian
(anggota gerak) yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas)
tanpa ada usaha orang coba untuk mempertahankan posisinya. (2)
Stimulasi harus dilakukan dengan cepat dan secara langsung, ada
ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi
dan letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.Intensitas harus dalam
rentang normal, yaitu yang tidak mengakibatkan sakit atau nyeri. Reaksi yang
terbentuk akan bergantung pada tonus otot, sehingga akan memerlukan
'kontraksi minimal' yang biasanya diperiksa. Jika pemeriksa ingin
membandingkan sisi kanan dan kiri, posisi ekstremitas harus simetri kiri dan
kanan. Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi
tangan dengan kekuatan yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang
cukup.(1)
Sebuah refleks dapat diinterpretasikan sebagai refleks menurun,
normal, meningkat, atau hiperaktif. Berikut adalah kriteria secara kuantitatif:
0: Tidak berespon
+1: Agak menurunm di bawah normal
+2: Normal, rata-rata
+3: lebih cepat dibanding normal; masih fisiologis (tidak perlu dianalisis &
tindak lanjut)

21
+4: Hiperaktif sangat cepat, biasanya disertai klonus, dan sering
mengindikasikan adanya suatu penyakit(2,5)

CARA KERJA
Refleks superficial
Refleks Stimulus Respons Afferent Efferent
Refleks Goresan dinding kontraksi  n. intercostal T 5 – idem
dinding perut daerah, dinding perut 7 ( epigastrik )
perut epigastrik,  n. intercostal T 7 –
supraumbilical, 9 (supra umbilical)
infra Umbilical  n. intercostal T 9 –
dari lateral ke 11 ( umbilical )
medial.  n. intercostals T 11
– L 1 (infra
umbilical)
 n.iliohypogastricu
 n. ilioinguinalis
Refleks goresan pada elevasi testis  n. ilioinguinal ( L n.
cremaster kulit paha Ipsilateral 1-2 ) genitofemoral
sebelah medial is
dari atas
kebawah

Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )


Refleks ketokan pada jari fleksi lengan  n. idem
biseps pemeriksa yang pada sendi siku musculucutaneus
( B P R ) ditempatkan pada ( c 5-6 )
: tendon. biseps

22
brachii, posisi
lengan setengah
ditekuk pada
sendi siku.

Refleks ketukan pada extensi lengan  n. radialis ( C 6- idem


triceps ( tendon otot bawah disendi 7-8 )
TPR) triseps brachii, siku
posisi lengan
fleksi pada sendi
siku dan sedikit
pronasi

Refleks ketukan pada ekstensi  n. femoralis ( L Idem


patella ( tendon patella tungkai bawah 2-3-4 )
KPR) karena
kontraksi
m.quadriceps
Femoris
Refleks ketukan pada plantar fleksi  n. tibialis ( L. 5- Idem
achilles tendon Achilles kaki karena S, 1-2 )
(APR)) kontraksi m.
gastrocnemius

Tabel 2. Cara kerja refleks fisiologis.(5)

23
F. KELAINAN PADA REFLEKS FISIOLOGIS

1. Kelainan Upper Motor Neuron (UMN)


Semua neuron yang menyalirkan impuls motorik secara langsung ke LMN atau
melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok UMN. (9)
Lesi pada UMN adalah lesi pada persarafan di atas kornu anterior atau nukleus
motorik dari saraf kranial. Secara umum, gejala dari kelainan UMN dapat berupa (9):
 spastisitas, di mana terjadi peningkatan tonus otot ekstensor ekstremitas
bawah atau ekstensor ekstremitas atas.
 Kelemahan pada otot fleksor ekstremitas bawah atau ekstremitas atas, , namun
tidak didapatkan atrofi otot.
 Reflex Babinski positif. Reflex ini muncul ketika ibu jari kaki bergerak ke
atas dan 4 jari lainnya “mekar” (seperti kipas) setelah telapak kaki dirangsang.
 Peningkatan reflex tendon dalam (hiperrefleks).
Pada kerusakan di wilayah susunan UMN, reflex tendon lebih peka daripada
keadaaan biasa (=normal). Keadaan abnormal itu dinamakan hiperefleksia.
Dalam hal ini gerak otot bangkit secara berlebihan, kendatipun perangsangan
pada tendon sangat lemah. Hiperefleksia merupakan keadaan setelah impuls
inhibisi dari susunan pyramidal dan ekstrapiramidal tidak dapat disampaikan
kepada motoneuron.
 Klonus
Hiperefleksia sering diiringi oleh klonus. Tanda ini adalah gerak otot
reflektorik, yang bangkit secara berulnag-ulang selama perangsangan masih
berlangsung. Pada lesi UMN kelumpuhannya disertai oleh klonus kaki, yang
dapat dibangkitkan sebagai berikut. Tungkai diletakkan dalam posisi fleksi di
lutut dan di pergelangan kakai, kemudian kaki didorsofleksikan secara
maksimal dan tetap dipertahankan dalam posisi itu untuk sementara waktu,
akibat penarikan tendon Achilles yang berkepanjangan itu,kaki bergerak

24
berselingan dorsofleksi dan plantarfleksi secara reflektorik. Di samping tonus
kaki, di klinik juga dapat dijumpai klonus lutut. Cara pembangkitannya adalah
sebagai berikut. Penarikan pada tendon otot kuadriseps femoris melalui
pendorongan tulang patella kea rah distal akan menghasilkan kontraksi otot
kuadriseps femoris secara berulang-ulang selama masih dilakukannya
pendorongan patellar itu.

UMN terdiri dari traktus pyramidal dan traktus ekstrapiramidal.


Kelainan pada traktus pyramidal akan menghilangkan transmisi semua
gerakan volunteer dari korteks motoric ke sel korona anterior, sehingga
mengakibatkan paralisa otot-otot yang dipersarafi oleh sel-sel ini. Bila terjadi
secara mendadak, interupsi ini akan menyebabkan supresi reflex regang otot
sehingga paralisa yang terjadi pada mulanya adalah flasid. (sampai reflex
tersebut kembali pulih). Lesi kecil di kapsula interna dapat meyebabkan
interupsi serabut-serabut pyramidalyang padat dan menyebabkan kelumpuhan
spastik otot-otot tubuh kontralateral, sedangkan lesi di korona radiate dengan
ukuran yang relative sama biasanya hanya menyebabkan paralisa otot
sebagian (hanya pada lengan dan tungkai). Kerusakan traktus pyramidal di
bawah dekusasio akan menyebabkan hemiplegia yang ipsilateral.(9)
Manifestasi klinis dari lesi-lesi pada perjalanan traktus piramidalis (9):
 Lesi subkortikal (hematom, inferk, tumor, dan sebagainya). Paresis
kontralateral lengan atau tangan serta melibatkan gerakan-gerakan
keterampilan.lesi kecil di orteks area 4 akan menyebabkan paresis flasid dan
sering disertai terjadinya serangan epilepsy fokal (Jackson).
 Lesi kapsula interna. Hemiplegia spastik (sehubungan dengan serabut
pyramidal dan ekstrapiramidal yang tersusun padat). Keterlibatan traktus
kortikobulbar akan menyebabkan terjadinya paralisa fasial dan hipoglosus

25
kontralateral. Kebanyakan nucleus motoric saraf kranial mempunyai intervasi
bilateral.
 Lesi pedunkulus akan menyebabkan terjadinya hemiplegia spastik yang
kontralateral dan disertai dengan paralisa N. III ipsilateral.
 Lesi pons dapat menyebabkan hemiplegia kontralateral atau bilateral.
Seringkali tidak semua serabut pyramidal terlibat, dan mengingat serabut-
serabut yang ke nucleus N.VII dan N.XII terletak lebih dorsal, maka kedua
saraf ini biasanya tetap intak. Sebaliknya, lesi-lesi ini sering disertai oleh
kelumpuhan N.VI dan N. V ipsilateral.
 Lesi pyramid biasanya menyebabkan hemiparesis flasid kontralateral (bukan
hemiplegia karena traktus yang terlibat hanya traktus piramidalis)
 Lesi servikal. Keterlibatan traktus piramidalis lateralis (akibat Amyotrophic
Lateral Sclerosis/ ALS, atau multiple sclerosis) akan menyebabkn hemiplegia
spastik ipsilateral. Spastisitas ini dikaitkan dengan kerusakan traktus
pyramidal dan traktus ekstrapiramidal.
 Lesi torakal. Interupsi traktus pyramidalis lateralis akan menyebabkan
monoplegia ipsilateral tungkai, sedangakn kerusakan yang bilateral akan
menyebabkan paraplegia.
 Lesi kornu anterios. Kelumpuhan yang terjadi akibat lesi ini adalah ipsilateral
dan bersifat flasid akibat gangguan LMN.
 Lesi dekusasio traktus piramidalis akan menampilkan sindrom yang dikenal
sebagai hemiplegia alternans.

Gangguan pada traktus ekstrapiramidal dikategorikan menjadi dua kelompok :


 Kelompok hyperkinesia yang menampilkan gejala seperti khorea, atetse,
dystonia, hemibalismus
 Kelompok parkinsonisme yang mencakup trias : rigiditas, tremor, serta
hipokinesia.

26
2. Kelainan Lower Motor Neuron (LMN)
Neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik pada bagian perjalanan
terakhir ke sel otot skeletal dinamakan ‘lower motoneuron’ (LMN). (9)
Gangguan pada LMN memiliki gambaran klinis yang berbeda dengan
UMN. Gangguan LMN atau saraf perifer akan menyebabkan kelumpuhan otot
yang dipersarafinya dan bersifat flasid. Gejala-gejala gangguan LMN dapat
berupa (9):
 Parese atau paralisis otot. Kelainan ini tampak pada tahap awal gangguan
LMN.
 Hipotonia atau atonia. Kelainan di mana tonus otot berkurang atau tidak ada
sama sekali yang muncul pada tahap awal gangguan LMN.
 Hiporefleksia atau arefleksia. Kelainan ini biasanya muncul pada tahap awal
gangguan LMN.
 Fibrilasi otot. Hal ini terjadi ketika serabut otot kehilangan kontak dengan
axonnya yang mengakibatkan munculnya potensial aksi spontan berupa
kontraksi serabut otot. Kelainan ini tidak terlibat kasat mata, namun dapat
dideteksi dengan elektromiografi (EMG). Fibrilasi biasanya terlihat pada
tahap akhir denervasi otot.
 Fasikulasi. Kelainan ini merupakan kontraksi otot (Twitching) kecil, local, dan
bersifat involuntar. Berbeda dengan fibrilasi, kelainan fasikulasi terlihat di
bawah kulit. Fasikulasi biasanya terlihat pada tahap akhir denervasi otot.
 Atrofi otot yang muncul pada tahap akhir denervasi otot.\refleks babainski
umumnya negatif.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Biller, Jose, et al. De Myer’s The Neurologic Examination. 7th ed. United
States of America. McGraw Hill; 2011.
2. The Nervous System. In: Ryerson M-H, editor. Biology: McGraw Hill; 2010.
p. 364 - 403.
3. William W, Campbell. De Jong's The Neurologic Examination. 6th ed. United
States of America;2012
4. The Spinal Cord, Spinal Nerves and Somatic Reflexes. Anatomy and
Physiology. fifth ed: Saladin. p. 481 - 513.
5. John E. Hall, Arthur C. Guyton. Textbook of Medical Physiology.11th ed.
United States of America. Elsevier Saunders.

6. Merchut DMP. Neurological Examination of Sensation Reflexes and Motor


Function. 2011:1 -15.
7. Khwaja GA. Plantar Reflex. JIACM. 2005 July - September 2005;6(3):193 -7.
8. Schott JM, Rossor MN. The gasp and other primitive reflexes. jnnp.
2003;74:558 - 60.
9. Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:
FKUI; 1998.
10. Mardjono Mahar, Shidarta Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat; 1967.
11. Arbour Richard. Brain Death: Assessment, Controversy, and Confounding
Factors. American Association of Critical Care Nurse; 2013.
12. Alan Glass, Allyson R. Zazulia. Clinical Skills: Neurological Examination,
Lecture Notes, 2011
13. Howletta AA, Jangaard KA. Evaluating the Newborn: Diagnostic Approach.
In : Goldbloom RB editor. Pediatric Clinical Skills 4th ed. Canada : Saunders
Elsevier;2011.p 38-55.

28
14. Lehman RK , Schor NF. Neurologic Evaluation. In : Kliegman RM, Stanton
BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, editors. Nelson Textbook of
Pediatrics 19th ed. United States of America : Elsevier Saunders;2011.p
15. Sofiati Dian, Lisda Amalia, Aih Cahyani. Pemeriksaan Fisik Dasar Neurologi
Berbasis Ilustrasi Kasus.1st ed.Bandung;2013.

29

Anda mungkin juga menyukai