Anda di halaman 1dari 31

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Menurut Smetlzer and Bare Luka gigitan atau vulnus biasanya ditimbulkan
akibat binatang seperti kucing, anjing, ular dan lain- lain.
Definisi lainnya luka gigitan adalah cedera yang disebabkan oleh mulut dan gigi
hewan. Hewan mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada
kesempatan khusus untuk mencari makanan
Gigitan dan sengatan serangga adalah gigitan yang diakibatkan karena
serangga atau binatang yang menyengat atau menggigit seseorang.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulakan gigitan dan sengatan serangga
adalah gigitan atau sengatan dari binatang atau serangga yang dapat menyebabkan
luka gigitan atau vulnus dimana binatang ataupun serangga yang menggigit tersebut
menggigit untuk mempertahankan dirinya.

B. Macam-macan gigitan dan pananganan


1. Gigitan binatang darat
a. Gigitan anjing, kucing, kera dan kelelawar.
Kasus Gigitan anjing merupakan kasus tertinggi yang paling sering terjadi.
Dimana anjing merupakan salah satu penyebab atau vektor dari penyakit rabies.
Rabies atau dikenal juga dengan istilah penyakit anjing gila adalah penyakit infeksi
yang bersifat akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies.

Penyebab Rabies:

Adapun vektor dalam penularan penyakit ini adalah anjing, kucing dan
binatang-binatang liar seperti kera, kelelawar, rakun, serta rubah.

Cara Penularan Rabies:

Virus rabies ditemukan dalam jumlah banyak pada air liur hewan yang
menderita rabies. Virus ini akan ditularkan ke hewan lain atau ke manusia terutama
melalui :

1
- Luka gigitan
- Jilatan pada luka / kulit yang tidak utuh
- Jilatan pada selaput mukosa yang utuh
- Menghirup udara yang tercemar virus rabies ( meskipun sangat jarang terjadi
namun telah dilaporkan 2 kasus yang menimpa penjelajah yang menghirup udara
di dalam goa yang terdapat banyak kelelawar )

Masa Inkubasi:

Inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit .


Masa inkubasi penyakit rabies pada anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10
hari – 14 hari). Pada manusia 2-3 minggu dan paling lama 1 tahun. Masa inkubasi
tergantung dari :

- Lokasi gigitan, biasanya paling pendek pada orang yang digigit di daerah
kepala, tempat yang tertutup celana pendek
- Bila gigitan terdapat di banyak tempat
- Virulensi (banyaknya virus yang masuk melalui gigitan / jilatan)

Gejala Rabies:

Penyakit rabies dibedakan dalam 2 bentuk , yaitu bentuk diam (Dumb


Rabies) dan bentuk ganas (Furious Rabies).

Tanda – tanda Rabies Bentuk Diam (Dumb Rabies) :

- Air liur menetes berlebihan, rahang bawah tidak dapat dikatupkan dan hewan
tidak dapat mengunyah dan menelan makanan.
- Tidak ada keinginan pada hewan untuk menyerang atau menggigit
- Seluruh bagian tubuh mengalami kelumpuhan
- Hewan akan mati dalam beberapa jam

Tanda – tanda Rabies Bentuk Ganas (Furious Rabies) :

- Hewan menjadi agresif dan tidak lagi mengenal pemiliknya


- Menyerang orang, hewan, dan benda-benda yang bergerak.

2
- Bila berdiri sikapnya kaku, ekor dilipat diantara kedua paha belakangnya.
- Pada anak anjing akan menjadi lebih lincah dan suka bermain , tetapi akan
menggigit bila dipegang dan akan menjadi ganas dalam beberapa jam

Gejala Rabies Pada Manusia :

- Diawali dengan demam ringan atau sedang, sakit kepala, nafsu makan menurun,
badan terasa lemah, mual, muntah dan perasaan yang abnormal pada daerah
sekitar gigitan (rasa panas, nyeri berdenyut)
- Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara, dan suara
- Air liur dan air mata keluar berlebihan
- Pupil mata membesar
- Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan
- Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya meninggal
dunia

Penatalaksaan :

 Amankan diri dari lingkungan sekitar


 Nilai keadaan dari status ABC pasien
 Cuci luka pada air mengalir dan sabun atau larutan deterjen selama 10 – 15
menit
 Imobilisasi bagian yang digigit
 Berikan serum anti rabies
 Bila dapat lakukan penangkapan binatang yang menggigit untuk identifikasi
 Segera rujuk penderita untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut.

b. Gigitan lintah
Ludah lintah mengandung zat anti pembekuan darah. Darah akan terus
mengalir ke luar dan masuk ke perut lintah. Pada orang yang peka terhadap zat
tersebut, gigitan lintah akan menyebabkan reaksi yang berupa pembengkakan,
gatal dan kemerahan.

3
Penatalaksaan :

Tindakan pertolongan yang dapat dilakukan adalah dengan hati – hati


lepaskanlah dari tempat ia menggigit. Menyiram minyak atau air tembakau ke
tubuh lintah akan membantu mempercepat usaha melepaskan gigitan liintah.
Apabila ada tanda – tanda reaksi seperti yang disebutkan di atas, cukup digosok
dengan obat atau salep antihistamin atau anti gatal.

c. Gigitan ular

Luka akibat gigitan ular dapat berasal dari gigitan ular yang berbisa
ataupun gigitan ular yang tida berbisa.Pada umumnya ular menggigit pada saat ia
sangat aktif, yaitu pada senja hari atau fajar.ebagai akibat dari 1 jenis toksin saja.
Bisa ular ( venom ) terduiri dari 20 atau lebih komponen sehingga pengaruhnya
tidak dapat diinterpretasikan. Untuk menduga jenis ular yang menggigit adalah
ular yang berbisa atau tidak dapat dipakai rambu – rambu bertolak dari bentuk
kepala dan luka bekas gigitan sebagai berikut :

- Ciri – ciri ular berbisa = bentuk kepala segi empat panjang, gigi taring kecil,
bekas gigitan ular halus berbentuk lengkungan
- Ciri – ciri ular tidak berbisa = kepala segitiga, terdapatt 2 gigi taring besar di
atas rahang, 2 luka gigitan utama akibat gigi taring

Tetapi untuk identifikasi yang lebih pasti, lebih baik apabila ularnya dapat
dibunuh. Identifikasi ini penting untuk mengenali jenis bisa yang telah
dimasukkannya bersama bisa. Bisa ular ada yang dapat merusak dinding
pembuluh darah, dan ada yang bersifat merusak jaringan saraf.

Gejala atau gambaran klinis yang dapat terjadi antara lain :

1. Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis ( dalam 30 menit
– 24 jam )
2. Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, menggigil, mual,
hipersalivasi, muntah, nyeri kepala dan pandangan kabur.
3. Gejala khusus gigitan ular berbisa antara lain :

4
 Hematotoksik : pendarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal,
peritonium, otak, gusi, hematemesis dan melena, pendarahan kulit ( petekie
dan ekimosis ), hematuria.
 Neurotoksik : hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernafasan,
oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abnormal, kejang dan koma (
akibatnya pada saraf tepi dan saraf pusat )
 Kardiotoksik : hipotensi, henti jantung, koma ( kerusakan otot jantung )
 Haematotoksin : akibatnya pada sistem peredaran darah
 Cytotoksin : gangguan pada jantung dan pembuluh darah
 Cytolytik : peradangan serta kematian jaringan
 Sindrom kompartment : edema tungkai dengan tanda – tanda 5 P ( Pain,
pallor, paresthesia, paralysis, pulselesness )

Menurut Schwartz ( Depkes, 2001 ), gigitan ular dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Derajat Vanerasi Luka Nyeri Edema /eritema Sistemik

0 0 + +/- <3 cm / 12 jam 0

3-12 cm / 12
I +/- + – 0
jam

+
>12-25cm/ 12
II + + +++
jam
Neurotoksik, mual, pusing, syok

++
III + + +++ >25 cm / 12 jam
Ptekhieae, syok, ekimosis

++

IV +++ + +++ >ekstremitas


Gagal ginjal akut, pendarahan,
koma

5
Kepada setiap kasus gigitan ular perlu dilakukan :

 Anamnase lengkap : identitas, waktu dan tempat kejadian, jenis dan ukuran ular,
 riwayat penyakit sebelumnya.
 Pemeriksaan fisik : status umum dan lokal serta perkembangannya setiap 12 jam.

Penatalaksaan :

Tujuan penatalaksaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah :

 Menghalangi atau memperlambat absorpsi bisa ular

 Menetralkan bisa ular yang sudah masuk ke dalam sirkulasi darah


 Mengatasi efek lokal dan sistemik

Tindakan penatalaksanaan :

1. Sebelum penderita di bawa ke pusat pengobatan beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain:

 Penderita diistirahatkan pada posisi hirizontal terhadap luka gigitan


 Jangan memanipulasi daerah gigitan
 Penderita dilarang berjalan atau minum minuman yang berakohol
 Apabila gejala timbul secara cepat sementara belum tersedia antibisa, ikat daerah
proksimal dan distal dari gigitan. Tidakan mengikat ini tidak akan efektif jika
dilakukan lebih dari 30 menit pasca gigitan. Tujuan ikatan adalah menahan aliran
limfe, bukan menahan aliran vena atau arteri.

2. Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi supportif seperti :

 Penatalaksaan jalan nafas


 Penatalaksaan fungsi pernafasan
 Penatalaksaan sirkulasi sperti beri cairan infus cairan kristaloid
 Beri pertolongan pertama pada luka gigitan seperti balut ketat pada dan luas di atas
luka, lakukan imobilisasi dengan bidai.
 Ambil 5 – 10 ml darah untuk pemeriksaan seperti protrombin, fibrinogen dan Hb,
leukosit dll.

6
 Apus tempat gigitan dengan venom detection
 Beri SABU ( serum anti bisa ular ) yaitu serum kuda yang dikebalkan.

Indikasi SABU adalah gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian luka.
Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way yaitu ;

Derajat 0 - tidak diperlukan SABU. Dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat meningkat
1 maka diberika SABU

Derajat II 3 – 4 vial SABU

Derajat III 5 – 15 vial SABU

Derajat IV berikan penambahan 6 – 8 vial SABU

Sedangkan menurut Luck pedoman terapi SABU yaitu :

Beratnya Taring atau Ukuran zona edema / Gejala Jumlah vial


Derajat
evenovasi gigi eriremato kulit ( cm ) sistemik venom

0 Tidak ada + <2 – 0

I Minimal + 2 – 15 – 5

II Sedang + 15 – 30 + 10

III Berat + >30 ++ 15

IV Berat + <2 +++ 15

Pedoman yang dilakukan menurut Luck yaitu :

 Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit


 Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberian antivenom yaitu:

1. Jika koagulasi tidak membaik ( fibrinogen tdk meningkat dan waktu pembekuan
darah memanjang ), ulangi pemberian SABU. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3
jam berikutnya.
2. Jika koagulasi membaikmaka monitoring ketat diteruskan dan ulangi pemeriksaan
darah untuk monitoring perbaikannya. Monitoring dilanjutkan sampai 2 x 24 jam
untuk mendeteksi kemungkinan joagulasi berulang.

7
Terapi supportif lainnya pada keadaan :

1. Pendarahan
2. Hipotensi
3. Gangguan neurotoksik

 Terapi prokfilaksis seperti pemberian antibiotik spektrum luas, berikan toksoid


tetanus.

2. Gigitan Binatang Air


1. Gigitan trigoid ( duri babi )

Trigoid atau bulu babi biasanya terdapat diperairan laut dangkal. Biasanya
penderita terkena sengatan trigoid disebabkan karena tidak sengaja menginjak
atau bersentuhan dengan bagian tubuh binatang tersebut.

Tanda dan gejala :

 Timbul rasa nyeri dalam waktu 90 menit


 Rasa panas didaerah gigitan
 Pusing bahkan terkadang sampai tidak sadar

Penatalaksaan :

 Amankan diri dan lingkungan


 Nilai status airway, breathing dan circulation pasien
 Tenangkan penderita
 Cabut duri babi yang menusuk
 Rendam bagian yang tergigit dengan air hangat
 Bersihkan luka dengan antiseptik dan imobilisasi daerah yang luka

2. Gigitan ikan pari


Kelompok hewan – hewan laut ini menyuntikkan racunnya dengan
menusukkan duri atau jarumnya

Tanda dan gejala :

8
 Pembengkakan
 Mual, muntah dan diare
 Kejang – kejang bahkan disertai kelumpuhan otot

Penatalaksaan :

 Amankan diri dan lingkungan sekitar


 Nilai keadaan ABC
 Bersihkan luka dengan sabun dalam air hangat selama 30 – 60 menit. Cara
ini efektif untuk me-non-aktifkan racun yang tidak tahan panas
 Bawa segera ke rumah sakit
3. Gigitan gurita

Gurita tidak akan menggigit kecuali terinjakatau diganggu. Gigitannya


sangat beracun dan sering kali menimbulkan kematian

Tanda dan gejala :

 Kegagalan nafas secara progresifterjadi dalam 10 -15 menit


 Luka bekas gigitan kecil, tidak terasa nyeri yang mungkin berwarna merah
dan benjolan ( tampak seperti melepuh berisi darah )
 Kehilangan rasa raba ( dimulai sekitar mulut dan leher )
 Mual, muntah
 Kesulitan menelan
 Kesulitan bernafas
 Gangguan penglihatan
 Inkoordinasi
 Kelumpuhan otot
 Pernafasan berhenti
 Denyut nadi terhenti
 Dapat diikuti kematian

Penatalaksaan :

 Amankan diri dan lingkungan

9
 Nilai status ABC klien
 Tenangkan penderita
 Bersihkan / cuci luka bekas gigitan dengan air hangat
 Lakukan pressure imobilisasi pada bagian yang cedera
 Monitot tanda – tanda vital
 Lakukan RJP jika diperlukan
 Segera bawa ke pelayanan kesehatan terdekat.

C. Macam – macam sengatan serangga dan penatalaksaannya


a. Sengatan serangga / hewan darat
 Sengatan laba – laba

Sengatan laba – laba dapat menimbulkan rasa sakit bahkan dapat meninbulkan
nekrosis kulit dan keracunan sistemik. Cairan jernih dari laba – laba berisi esterase,
fosfatase, alkalin protease dan enzim lain yang menyebabkan nekrosis jaringan dan
hemolisis. Mulanya gigitan laba – laba ini tidak nyeri atau terasa panas,. Setelah
beberapa jam terasa nyeri dan gatal dengan indurasi di sekitar gigitanserta daerah
pucat iskemik atau kemerahan pada bekas gigitan. Pada kasus tanpa terapi akan
sembuh dalam waktu 2- 3 hari. Pada kasus yang berat, kemerahan merata dan di
bagian tengah ada pendarahan atau nekrosisdisertai timbulnya bula. Timbul jaringan
kehitaman dan terkelupas yang beberapa minggu kemudian meinggalkan ulkus yang
diameternya bisa mencapai 25 cm dan kadang – kadang membuat jaringan cekung.
Proses penyembuhan bisa 3 – 6 bulan. Bila mengenai jaringan lemak, penyembuhan
dapat mencapai 3 tahun. Komplikasi lokal dapat berupa infeksi sekunder, melukai
jaringan saraf, demam, nyeri, lemah, mual, muntah.

Tanda dan gejala :

 Bengkak dan kemerahan di daerah gigitan


 Gatal – gatal
 Nyeri dan terasa panas
 Demam, menggigil kadang disertai sulit tidur
 Dapat terjadi syok

Penatalaksaan :

10
 Amankan lingkungan
 Nilai keadaan airway, breathing, circulation
 Tenangkan penderita
 Bersihkan gigitan dengan menggunakan menggunakan air sabun atau alkohol 70
% atau antiseptik lainnya , balut dengan balutan dan diusahakan balutan steril dan
beri kompres dingin, angkat dan lakukan imobilisasi bagian yang terkena gigitan.
 Bila ada indikasi, berikan analgesik, anthisitamin, antibiotik
 Rujuk segera ke rumah sakit
 Pasien dimonitor terhadap tanda – tanda hemolisis dan komplikasi sistemik
lainnya.

 Sengatan lipan / kelabang

Sengatan kelabang dapat meninggalkan bekas luka berupa sepang luka, dan
menyebabkan pembengkakan, rasa sakit dan kemerahandi sekitar tempat luka. Rasa
terbakar, pegal dan sakit biasanya akan hilang dengan sendirnya setelah 4-5 jam
kemudian. Gigitan kelabang walaupun tidak selalu membahayakan jiwa, dapat
menimbulkan reaksi alergi yang gawat dan kadang – kadang dapat berakibat fatal

Tanda dan gejala :

 Bengkak dan kemerahan di daerah gigitan


 Gatal – gatal
 Nyeri dan terasa panas
 Demam, menggigil kadang disertai sulit tidur
 Dapat terjadi syok

Penatalaksaan :

 Amankan diri dari lingkungan


 Nilai status airway, breathing dan circulation
 Tenangkan penderita
 Ambil sengatnya kalau nampak ( hati – hati saat mencabut. Jangan sampai
menekan kantng bisa atau kalenjar bisa )
 Cuci daerah gigitan dengan air sabun atau alkohol 70 % atau antiseptik lainnya.

11
 Kompres daerah sekitar luka dengan air dingin.
 Imobilisasikan daerah yang tergigit
 Bisa dikombinasikan dengan obat penghilang rasa nyeri dan anthistamin
 Jika gejala semakin parah segera ruuk ke pelayanan kesehatan terdekat.

 Sengatan tawon

Tanda dan gejala serta penatalaksaan pada kasus dengan gigitan tawon pada
umumnya hampir sama dengan tandan dan gejala serta penatalaksaan pada kasus
gigitan lipan / kelabang

Tanda dan gejala :

 Bengkak dan kemerahan di daerah gigitan


 Gatal – gatal
 Nyeri dan terasa panas
 Demam, menggigil kadang disertai sulit tidur
 Dapat terjadi syok

Penatalaksaan :

o Amankan diri dari lingkungan


o Nilai status airway, breathing dan circulation
o Tenangkan penderita
o Ambil sengatnya kalau nampak ( hati – hati saat mencabut. Jangan sampai
menekan kantng bisa atau kalenjar bisa )
o Cuci daerah gigitan dengan air sabun atau alkohol 70 % atau antiseptik lainnya.
o Kompres daerah sekitar luka dengan air dingin.
o Imobilisasikan daerah yang tergigit
o Bisa dikombinasikan dengan obat penghilang rasa nyeri dan anthistamin. rujuk
o Jika gejala semakin parah segera ruuk ke pelayanan kesehatan terdekat.

 Sengatan semut api dan semut lainnya

Semut merah coklat atau semut coklat hitam menyengat kulit manusia dengan
kekuatan rahang ketika menyemprotkan racun.

12
Penatalaksaan :

Pada kasus yang berat dapat terjadi penekanan saraf dan pembuluh darah. Jika
keadaan seperti di atas maka tempat sengatan diberi es batu, glukokortikoid topikal
dan antihistamin oral. Pustula ditutup dengan verban dan diberi antibiotik bila ada
indikasi. Efineprin diberikan jika ada reaksi anafilaktik.

 Sengatan kalajengking

Kalajengking memliki sengatan penjepit yang digunakan untuk menggenggam


mangsanya. Kemudian melumpuhkan mangsanya dengan sengatan yang terdapat pada
ujung ekornya. Sengatan tersebut dapat menimbulkan rasa panas dan nyeri yang
potensial menimbulkan keracunan yang mematikan.

Gambaran klinis pada lokasi sengatan kadang – kadang terlihat minimal


dengan secara umum racun kalajengking menunjukan sifat hemolitik dan neurotoksik
yang dapat menghasilkan keracunan yang berat.

Gejala lokal yang dapat ditimbulkan antara lain :

 Nyeri seperti terbakar


 Gejala peradangan disertai parestesi loal

Gejala sistemik yang dapat ditimbulkan antara lain :

 Umunya ditemukan pada anak – anak yang berusia kurang dari 10 tahun. Gejala
yang timbul antara lain gelisah, keluar keringat berlebihan, diplopia, nistagmus,
fasikuli, opistotonus, salivasi, hipertensi, takikardi dan kadang – kadang kejang,
paralisis otot pernafasan
 Gejala – gejala tersebut dapat pula disertai dengan edema paru, syok,
koagulopati, pankreatitis, gangguan fungsi ginjal, ikterus, hipertermia.

Penatalaksaan :

 Bila sengatan berasal dari spesies yang tidak mematikan, Daerah sengatan
dikompres dengan menggunakan kompres dingin atau es batu, analgesik atau
antihistamin.

13
 Umumnya sengatan hanya menimbulkan nyeri lokal dapat ditangani di rumah
dengan instruksi kembali ke bagian gawat darurat bila terjadi perkembangan
penyakit menjadi gangguan saraf dan otot atau saraf kranial.
 Perlakukan pasien dengan tenang, berikan tekanan dengan kompres dingin pada
sengatan agar mengurangi absorpsi racun. Berikan infus intravena midazolam
untuk mengontrol agitasi, gerakan otot yang tidak beraturan akibat sengatan
tersebut.
 Pemantauan selama pengobatan dapat diberi dan sedatif atau narkotik jika perlu
terutama pasien yang mengalami gejala – gejala neuromuskular untuk mencegah
terjadinya henti nafas.

Secara umum penatalaksaan dapat dibagi menjadi 3 terapi yaitu :

1. Terapi supportif

a. Stabilisasi :
- Penatalaksaan jalan nafas
- Penatalaksaan fungsi nafas : ventilasi dan oksigenasi
- Penatalaksaan sirkulasi : pasang infus kristaloid
b. Dekontaminasi
- Cuci luka dan berikan tetanus profilaksis jika diperlukan
- Jangan melakukan pengisapan dan insisi lokal pada area sengatan
2. Terapi spesifik

Terapi antivenim dengan pemberian serum skorpion ( polivalen )

3. Terapi tingkat lanjut

Terapi ini dilakukan untuk mengatasi gejala sistemik akibat keracunan sengatan
kalajengking seperti hipertensi, edema paru, bradiritmia, gelisah dan syok

– Hipertensi dan edema paru dapat diatasi dengan pemberian nifedipin,


nitroprusside, atau prazosin
– Bradiaritmia dapat dikontrol dengan pemberian atropin
– Pada penderita yang gelisah dengan gerakan – gerakan yang tidak terkontrol
dapat diberikan infus intravena kontinudengan midazolam.

14
– Pemberian antivenim harus dilakukan hati – hati sebab dapat memberikan reaksi
analilaksis.
– Reaksi syok anafilaksis dapat dijumpai pada penderita yang sensitif terhadap
racun kalajengking.

b. Sengatan Serangga / Binatang Laut


 Sengatan ubur – ubur

Kelompok hewan laut ini menimbulkan cederabdengan sengatan dari sel – sel
penyengat dari alat – alat penangkap ( tentakel ) yang dapat menyebabkan rasa panas
terbakar dan sedkit pendarahan pada kulit.

Tanda dan gejala :

 Rasa panas dan terbakar serta sedikit pendarahan


 Urtikaria
 Mual, muntah
 Kejang otot
 Syok
 Kesulitan bernafas

Penatalaksaan :

o Amankan diri dari lingkungan


o Nilai status airway, breathing dan circulation
o Bebaskan anggota badan yang cedera dari tentakel – tentakel dengan handuk
basah
o Cuci luka dengan larutan alkohol 70 %
o Berikan 10 ml larutan Na Glukonat
o Pasang tourniket dan berikan antidot sea wasp antivenom ( SWA ) bila ada
o Rujuk ke pusat pelayanan kesehatan terdekat

15
A. Definisi

Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa. Bisa ular
adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas atau
bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik,
kardiovaskuler, dan sistem pernapasan. (Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001:
2490)

Ular berbisa dapat dibagi menurut reaksi bisanya yaitu:

1. Neurotoksik

2. Hemolitik

3. Neurotoksik dan hemolitik

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan
sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah
yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan
bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian
bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi
tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki
aktivitas enzimatik.

B. Macam-Macam Ular

1. Ular jenis Neurotoksik

Ular yang tergolong berbisa neurotoksik ialah keluarga Epiladae yaitu: ular kobra, ular
kraits, dan ular karang.

Gejala yang ditimbulkan :

1. Jantung berdenyut tak teratur, diikuti dengan kelemahan seluruh badan dan berakhir
dengan syok

2. Sakit kepala hebat, pusing, mengigau, pikiran terganggu sehingga tidak sadar

16
3. Otot tidak terkordinasi, sehingga tidak dapat mengambil atau memindahkan benda
kecil

4. Sesak nafas karena terjadi kelumpuhan pernapasan

5. Mual, muntah dan mencret

2. Ular jenis Hemolitik

Ular jenis hemolitik termasuk dalam keluarga Krotaluidae, sering disebut juga
keluarga pit viper yaitu Rattelesnaker (crotalus), ular Copperhead (Angkis-Trodon)

Gejala yang ditimbulkan

1. Daerah yang digigit dalam waktu 3-5 menit akan membengkak hebat dan terjadi
ganggren. Hal ini disebabkan ular itu selalu mengeluarkan racun dan enzim
proteolitik.

2. sakit yang hebat di daerah gigitan

3. daerah yang dihancurkan menembus dinding pembuluh lalu berkumpul di jaringan


sekitarnya

4. Sakit kepala hebat dan haus

5. Terjadinya perdarahan dalam usus dan ginjal sehingga terjadi melena dan hematuria.

3. Ular Jenis Neurotoksik dan Hemolitik

Ular laut tergolong pada jenis neurotoksik dan hemolitik.

Ø Tanda-tanda ular beracun:

1. diantara mata dan hidungnya terdapat cekungan.

2. Mempunyai 2 taring.

3. Pupil lonjong.

17
4. Dibawah ekornya terdapat sebaris lempengan.

Ø Tanda-tanda Ular tidak Beracun:

1. pupilnya bundar.

2. Tidak mempunyai taring atau cekungan antara mata dan hidung.

3. Dibawah ekornya terdapat 2 baris lempengan.

C. Etiologi

Secara garis besar ular berbisa dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok:

Ø Colubridae (Mangroce cat snake, Boiga dendrophilia, dan lain-lain)

Ø Elapidae (King cobra, Blue coral snake, Sumatran spitting cobra, dll)

Ø Viperidae (Borneo green pit viper, Sumatran pit viper , dan lain-lain).

Bisa ular dapat menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan.
Banyak bisa yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota
badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi
gigitan dalam waktu 8 jam . Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :

a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)

Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine ( dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut
(hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan
timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan
lain-lain.

b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)

Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan sel saraf sekitar
luka gigitan yang menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-
tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran

18
dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan
melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran
bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limphe.

D. Patofisiologi

Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat:

Ø Neurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena
paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler
yang terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan koma.

Ø Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya
atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri
sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka bekas
gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis,
hematemesis, gagal ginjal.

Ø Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan


mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia
akibat kerusakan sel-sel otot.

Ø Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot


jantung.

Ø Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat


terganggunya kardiovaskuler.

Ø Cytolitik: zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada
tempat patukan

Ø Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bias

19
E. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang umum ditemukan pada pasien bekas gigitan ular adalah :

ü Tanda-tanda bekas taring, laserasi

ü Bengkak dan kemerahan, kadang-kadang bulae atau vasikular

ü Sakit kepala, mual, muntah

ü Rasa sakit pada otot-otot, dinding perut

ü Demam

ü Keringat dingin

 Bisa Neuro Toksik :

¡ Kelumpuhan otot pernafasan

¡ Kardiovaskuler terganggu

¡ Kesadaran menurun sampai koma

 Bisa Haemolytik :

¡ Luka bekas patukan yang terus berdarah

¡ Haematoma pada tiap suntikan IM

¡ Haematuria

¡ Haemoptisis/haematemesis

¡ Kegagalan ginjal

F. Efek yang ditimbulkan

1. Efek lokal

Beberapa spesies seperti coral snakes, krait akan memberikan efek yang agak sulit di
deteksi dan hanya bersifat minor tetapi beberapa spesies, gigitannyadapat menghasilkan
efek yang cukup besar seperti: bengkak, melepuh, perdarahan, memar sampai dengan

20
nekrosis. Yang mesti diwaspadai adalahterjadinya syok hipovolemik sekunder yang
diakibatkan oleh berpindahnyacairan vaskuler ke jaringan akibat efek sistemik bisa ular
tersebut.

2. Efek sistemik

Gigitan ular ini akan menghasilkan efek yang non-spesifik seperti: nyeri kepala,mual
dan muntah, nyeri perut, diare sampai pasien menjadi kolaps. Gejalayang ditemukan
seperti ini sebagai tanda bahaya bagi petugas kesehatan untuk memberi petolongan
segera.

3. Efek sistemik spesifik

Efek sistemik spesifik dapat dibagi berdasarkan:

Ø Koagulopati

Beberapa spesies ular dapat menyebabkan terjadinya koagulopati. Tanda tanda klinis
yang dapat ditemukan adalah keluarnya darah terus menerusdari tempat gigitan,
venipuncture dari gusi dan bila berkembang akan menimbulkan hematuria,
haematomesis, melena dan batuk darah.

Ø Neurotoksik

Gigitan ular ini dapat menyebabkan terjadinya flaccid paralysis. Ini biasanya
berbahaya bila terjadi paralisis pada pernafasan. Biasanya tanda-tandayang pertama
kali dijumpai adalah pada saraf kranial seperti ptosis,oftalmoplegia progresif bila tidak
mendapat anti venom akan terjadikelemahan anggota tubuh dan paralisis pernafasan.
Biasanya full paralysis akan memakan waktu + 12 jam, pada beberapa kasus biasanya
menjadilebih cepat, 3 jam setelah gigitan.

Ø Miotoksisitas

Miotoksisitas hanya akan ditemukan bila seseorang diserang atau digigitoleh ular laut.
Ular yang berada didaratan biasanya tidak ada yang menyebabkan terjadinya
miotoksisitas berat. Gejala dan tanda adalah :nyeri otot, tenderness, mioglobinuria dan
berpotensi untuk terjadinya gagalginjal, hiperkalemia dan kardiotoksisitas

21
G. Derajat Gigitan Ular

Menurut Schwartz

DERAJAT LUKA NYERI EDEMA/ERETEMA SISTEMIK

0 + +/- < 3 cm/12 jam -

I ++ + 3 – 12 cm/12 jam -

II +++ ++ 12 – 25 cm/12 jam Neurotoksik,


pusing,
mual, syok

III +++ +++ >25 cm/ 12 jam Pendarahan


kulit, syok

IV +++ +++ ekstremitas GGA, koma,


pendarhan

H. Pengelolaan Dan Penanganan

Prinsip Pengelolaan :

1. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa

2. Membuang toksin

3. Menetralkan bisa

4. Mengobati komplikasi

 Penatalaksanaan:

1. Pertama kali yang ditangani adalah kondisi gawat yang mengancam nyawa ( prinsip
ABC) kesulitan bernafas memerlukan ETT (endo tracheal tube) dan ventilator.
Gangguan sirkulasi darah memerlukan cairan intra vena dan mungkin berbagai obat
untuk menanggulangi gejala yang timbul : nyeri, kesemutan, pembengkakan.

2. Monitor tanda – tanda kegawatan pernafasan dan kardiovaskuler.

22
3. Siapkan ICU /ventilator bila sewaktu – waktu terjadi gangguan pernafasan.

4. Pasang intra venous line dengan jarum besar, berikan SABU 2 ampul / dalam 500 cc
Dextrose 5% / NaCL fisiologis, minimal 2000 cc per 24 jam. Maksimum pemberian
SABU 20 ampul per 24 jam. Bila jenis ular yang mengigit diketahui dan ada SABU
yang sesuai berarti SABU monovalen diberikan, atau alternatif bila ular penggigit tidak
diketahui dapat diberikan bisa polivalen.

5. Rawat /tutup luka dengan balutan steril dan salep / kasa antibiotic /antiseptic.

6. Waspadai terjadi kompartemen sindrom : 5P (pain, pallor, pulselessness, paralysis,


pale)

7. Berikan terapi suportif : tetanus toxoid, antibiotik

 Pertolongan pertama

Pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari pertolongan medis
jangan tinggalkan korban. selanjutnya lakukan prinsip :

R = Reassure

Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban, kepanikan akan


menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke
tubuh. terkadang pasien pingsan / panik karena kaget.

I = Immobilisation

Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak berjalan atau lari. Jika
dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang: lakukan tehnik balut tekan (
pressure-immoblisation ) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur
pressure immobilization (balut tekan)

G = Get

Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.

T =Tell the Doctor

Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul pada korban.

23
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Primary survey

¡ Nilai tingkat kesadaran

¡ Lakukan penilaian ABC :

A (airway): kaji apakah ada muntah, perdarahan

B (breathing): kaji kemampuan bernafas akibat kelumpuhan otot-otot pernafasan

C (circulation): nilai denyut nadi dan perdarahan pada bekas patukan, Hematuria,
Hematemesis /hemoptisis

Intervensi primer

 Bebaskan jalan nafas bila ada sumbatan, suction kalau perlu

 Beri O2, bila perlu Intubasi

 Kontrol perdarahan, toniquet dengan pita lebar untuk mencegah aliran getah bening (Pita
dilepaskan bila anti bisa telah diberikan). Bila tidak ada anti bisa, transportasi secepatnya
ke tempat diberikannya anti bisa. Catatan : tidak dianjurkan memasang tourniquet untuk
arteriel dan insisi luka

 Pasang infus

2. Secondary survey dan Penanganan Lanjutan :

 Penting menentukan diagnosa patukan ular berbisa

24
 Bila ragu, observasi 24 jam. Kalau gejala keracunan bisa nyata, perlu pemberian anti
bisa

 Kolaborasi pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas
protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di
Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa
ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang
luas.

- Adrenalin 0,5 mg/SC

- ABU IV pelan-pelan

 Bila tanda-tanda laringospasme, bronchospasme, urtikaria hypotensi : adrenalin 0,5


mg/IM, hydrokortison 100 mg/IV

 Anti bisa diulang pemberiannya bila gejala-gejala tak menghilang atau berkurang.
Jangan terlambat dalam pemberian ABU, karena manfaat akan berkurang.

 Kaji Tingkat kesadaran

Nilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS)

 Ukur tanda-tanda vital

B. Diagnosa Keperawatan

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin

b. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada hipotalamus

c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak adekuat

d. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah


sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau
kecacatan.

C. Intervensi Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin

Intervensi :

25
Ø Auskultasi bunyi nafas

Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator


dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.

Ø Pantau frekuensi pernapasan

Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan sirkulasi


endotoksin.

Ø Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi

Ø Motivasi / Bantu klien latihan nafas dalam

Ø Observasi warna kulit dan adanya sianosis

Ø Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot

Ø Batasi pengunjung klien

Ø Pantau seri GDA

Ø Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)

Ø Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator) (Nanda, 2005: 4)

2. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada hipotalamus

Intervensi :

Ø Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis

Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.

Ø Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur

Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu


mendekati normal.

Ø Beri kompres mandi hangat

26
Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat membuat kulit
kering.

Ø Beri antipiretik

Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada


hipotalamus.

Ø Berikan selimut pendingin

Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak adekuat

Intervensi :

Ø Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi

Ø Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien

Ø Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali

Ø Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika memungkinkan

Ø Lakukan insfeksi terhadap luka alat infasif setiap hari

Ø Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan

Ø Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang terbuaka atau antisipasi
dari kontak langsung dengan ekskresi atau sekresi

Ø Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaforesis

Ø Inspeksi flak putih atau sariawan pada mulut

Ø Berikan obat antiinfeksi (antibiotic)

27
4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah
sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan.

Intervensi:

Ø Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan.

Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas,


memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja sama.

Ø Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila prosedur
bebas dari nyeri.

Rasional: Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa dukungan tersedia


dan bahwa pembrian asuhan tertarik pada orang tersebut tidak hanya merawat luka.

Ø Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek.

Rasional: Pada awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan represi untuk
menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan. Beberapa pasien menunjukkan
tenang dan status mental waspada, menunjukkan disosiasi kenyataan, yang juga
merupakan mekanisme perlindungan.

Ø Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari.

Rasional: Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk membuat
beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.

Ø Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan
berikan jawaban terbuka/jujur.

Rasional: Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu


pasien/orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang terjadi.

D. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Jika tujuan
tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan keluarnya,
kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan perubahan intervensi.

28
a. Menunjukan GDA dan frekuensi dalam batas normal dengan bunyi nafas vesikuler

b. Tidak mengalami dispnea atau sianosis

c. Mendemontrasikan suhu dalam batas normal

d. Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan

e. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

29
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Prinsip Pertolongan Pertama pada korban gigitan ular adalah, meringankan sakit,
menenangkan pasien dan berusaha agar bisa ular tidak terlalu cepat menyebar ke seluruh
tubuh sebelum dibawa ke rumah sakit. Pada beberapa tahun yang lalu penggunaan
torniket dianjurkan. Seiring berkembangannya ilmu pengetahuan kini dikembangkan
metode penanganan yang lebih baik yakni metode pembalut dengan penyangga. Idealnya
digunakan pembalut dari kain tebal, akan tetapi jika tidak ada dapat juga digunakan
sobekan pakaian atau baju yang disobek menyerupai pembalut. Metode ini dikembangkan
setelah dipahami bahwa bisa menyebar melalui pembuluh limfa dari korban. Diharapkan
dengan membalut bagian yang tergigit maka produksi getah bening dapat berkurang
sehingga menghambat penyebaran bisa sebelum korban mendapat ditangani secara lebih
baik di rumah sakit

30
DAFTAR PUSTAKA

Hugh A. F. Dudley (Ed), Hamilto Bailey, Ilmu Bedah, Edisi XI, Gajah Mada University
Press, 1992

Diane C. Baugman, Joann C. Hackley, Medical Surgical Nursing, Lippincott, 1996

Donna D. Ignatavicius, at al., Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach,


2nd Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1991.

Susan Martin Tucker, at al., Standar Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis
dan Evaluasi, Edisi V, Volume 2, EGC, Jakarta, 1998.

Joice M. Black, Esther Matassarin Jacobs, Medical Surgical Nursing : Clinical


Management for Contuinity of Care, 5th Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia,
1997.

Soeparman, Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 1990

31

Anda mungkin juga menyukai