Anda di halaman 1dari 165

TUGAS PERILAKU KEORGANISASIAN

BAB 1-18

Nama Anggota Kelompok:

Ronald Efendi (115150047)


BAB I

APA ITU PERILAKU ORGANISASI?


Perilaku organisasi adalah suatu studi yang mempelajari tingkah laku manusia dimulai dari
tingkah laku secara individu, kelompok dan tingkah laku ketika berorganisasi, serta pengaruh
perilaku individu terhadap kegiatan organisasi dimana mereka melakukan atau bergabung
dalam organisasi tersebut.

Perilaku organisasi merupakan suatu bidang studi yang mengamati tentang pengaruh perilaku
individu, kelompok dan perilaku dalam struktur organisasi dengan maksud untuk
mendapatkan pengetahuan guna memperbaiki keefektifan organisasi.

Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana seharusnya
perilaku tingkat individu, tingkat kelompok, serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja
individual, kelompok, maupun organisasi).

Pengertian prilaku organisasi menurut beberapa ahli,sebagai berikut :

 Toha (2001) bahwa yang dimaksud perilaku organisasi adalah suatu studi yang
menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu
kelompok tertentu.
 John (1983) yang menyebutkan bahwa perilaku organisasi merupakan suatu istilah
yang agak umum yang menunjukkan kepada sikap dan perilaku individu dan
kelompok dalam organisasi, yang berkenaan dengan studi sistematis tentang sikap dan
perilaku, baik yang menyangkut pribadi maupun antar pribadi di dalam konteks
organisasi.
 James L. Gibson, John. M. Ivancevich, James. H. Donelly Jr. (1986) menyebutkan
bahwa yang dimaksud perilaku organisasi adalah studi tentang perilaku manusia,
sikapnya dan hasil karyanya dalam lingkungan keorganisasian.
 Robbin (2001) bahwa perilaku organisasi adalah suatu bidang studi yang menyelidiki
dampak perorangan, kelompok dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan
maksud menerapkan pengetahuan semacam itu untuk memperbaiki keefektifan
organisasi.

RUANG LINGKUP PRILAKU ORGANISASI

Perilaku Organisasi, sesungguhnya terbentuk dari perilaku-perilaku individu atau


kelompok yang terdapat dalam organisasi tersebut. Oleh karena itu – sebagaimana telah
disinggung diatas – pengkajian masalah perilaku organisasi jelas akan meliputi atau
menyangkut pembahasan mengenai perilaku individu atau kelompok. Dengan demikian
dapat dilihat bahwa ruang lingkup kajian ilmu perilaku organisasi hanya terbatas pada
dimensi internal dari suatu organisasi.
Dalam kaitan ini, aspek-aspek yang menjadi unsur-unsur, komponen atau sub sistem dari
ilmu perilaku organisasi antara lain adalah : motivasi, kepemimpinan, stres dan atau
konflik, pembinaan karir, masalah sistem imbalan, hubungan komunikasi, pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan, produktivitas dan atau kinerja (performance),
kepuasan, pembinaan dan pengembangan organisasi (organizational development), dan
sebagainya.Sementara itu aspek-aspek yang merupakan dimensi eksternal organisasi
seperti faktor ekonomi, politik, sosial, perkembangan teknologi, kependudukan dan
sebagainya, menjadi kajian dari ilmu manajemen strategik (strategic management).

Jadi, meskipun faktor eksternal ini juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
keberhasilan organisasi dalam mewujudkan visi dan misinya, namun tidak akan dibahas
dalam konteks ilmu perilaku organisasi.

KERANGKA DASAR KONSEP PERILAKU ORGANISASI

Kerangka dasar pada perilaku organisasi adalah terletak pada dua komponen yaitu
individu-individu yang berperilaku, baik itu perilaku secara individu, perilaku kelompok,
dan perilaku organisasi.

Komponen yang kedua adalah organisasi formal sebagai wadah dari perilaku itu. Yaitu
sebagai sarana bagi ndividu dalam bermasyarakat ditandai dengan keterlibatannya pada
suatu organisasi. Dan, menjalankan perannya dalam organisasi tersebut.

Pertanyaan

1. Apa pentingnya keterampilan interpersonal?

keterampilan interpersonal itu adalah kemampuan memahami, mengenali, merespon,


mendengarkan, dan mengerti perasaan orang lain atau audiens. Untuk menjadi
seorang trainer, dosen, dan guru keterampilan ini sangat diperlukan.

Kemampuan Berkomunikasi

Mulai dari mengatur suara, volume suara, mengendalikan suasana, dan berbicara
dengan teratur.

Kemampuan Memotivasi Secara Positif

Mempengaruhi audiens untuk semangat dalam belajar topik yang dibahas. Contoh :
seorang Public Speaker sedang mengadakan seminar Public Speaking Jakarta,
dipertengahan materi ia bisa menceritakan secara singkat kisah hidupnya atau
pengalaman pribadi yang positif selama menjadi Public Speaker. Dengan begitu
audiens bisa belajar Public Speaking dengan semangat

Kemampuan Memberi Saran


Lebih dapat memahami perasaan, pikiran, dan daya tangkap audiens

Kemampuan Bahasa Tubuh Yang Elegant

Bahasa tubuh secara verbal maupun non-verbal mendukung dalam kegiatan mengajar
karena untuk mempertahankan ketelibatan audiens.

Kemampuan Reflektif

Buat audiens untuk biasa membahasakan pikirannya maka dengan begitu materi atau
topik yang disampaikan dapat dipahami

Memiliki Rasa Humor

Humor sangat penting karena agar audiens tidak bosan mendengarkan apa yang kita
sampaikan. Humor mendukung jalannya kegiatan Public Speaking

2. Apa yang dilakukan manajer dari sisi fungsi, peran dan keterampilan?
Tugas Manajer umum maupun tugas manajer perusahaan/tugas manajer kantor pada
intinya memiliki persamaan. Hal ini dikarenakan pada prinsipnya perusahaan juga
merupakan suatu organisasi namun memiliki tujuan pada laba. Secara singkat tugas
pokok manajer adalah sebagai berikut :

1. Manajer memimpin organisasi/perusahaan


Tugas manajer dalam memimpin perusahaan sudah menjadi tugas utama manajer.
Khususnya di perusahaan, seorang manajer memiliki tugas yang berbeda-beda
tergantung dimana posisi manajer tersebut bekerja. Tugas seorang manajer dalam
perusahaan dibagi menjadi tiga lini yaitu lini pertama, menengah dan manajer puncak.
Masing-masing memiliki tupoksi yang berbeda. Sebagai contoh manajer pemasaran
memiliki tugas mengatur strategi pemasaran dan melalui pencapaiannya akan semakin
dekat dengan tujuan perusahaan. Selain iu, manajer produksi yang memiliki
kewajiban mengatur departemen produksi agar selaras dengan tujuan perusahaan.
Begitu pula dengan tugas manajer pada umumnya yang memimpin jalannya proses
manajemen organisasi/perusahaan sesuai dengan posisi dimana mereka berada. Oleh
karenanya memimpin proses manajemen dalam organisasi maupun perusahaan
merupakan tugas pokok manajer.

2. Manajer mengendalikan dan mengatur organisasi/perusahaan


Tugas manajer selain memimpin organisasi/perusahaan juga memiliki kewajiban
untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang dilaksanakan oleh
organisasi/perusahaan sudah berjalan sesuai dengan rencana atau tujuan awal
organisasi. Oleh karenanya tugas seorang manajer dalam hal ini adalah mengatur dan
mengendalikan sumberdaya dan proses manajemen di dalam organisasi ataupun
perusahaan agar efektif dan efisien.
3. Manajer membangun kepercayaan antar karyawan
Manajer adalah seseorang yang memimpin sekelompok orang dibawah komandonya.
Sebagai pemimpin dan pelaksana manajemen tertinggi, manajer harus memahami
bahwa keberjalanan manajemen harus dilaksanakan dengan seni salah satunya adalah
seni berkomunikasi dan membangun kepercayaan antar karyawan khususnya dalam
satu tim. Tugas manajer perusahaan pada khususnya perlu membangun komunikasi
yang baik dengan bawahannya tidak hanya untuk membangun kepercayaan antara
manajer dan karyawan namun dapat menciptakan sikap saling percaya antar karyawan
satu dengan lainnya. Hal ini merupakan tugas manajer yang sangat penting karena
tanpa adanya soliditas dalam tim pada suatu organisasi maupun perusahaan maka
ketercapaian tujuan adalah hal yang mustahil.

4. Manajer mengembangkan kualitas organisasi/perusahaan


Tugas manajer lainnya adalah memikirkan bagaimana suatu organisasi atau
perusahaan dapat berkembang. Apabila memimpin organisasi laba, manajer harus
berpikir bagaimana profit dan aset perusahaan dapat meningkat. Pada organisasi
pemerintahan, manajer atau pemimpin perlu memikirkan peningkatan kesejahteraan
rakyat dan berbagai contoh lainnya. Tugas manajer kali ini juga merupakan tanggung
jawab yang besar terhadap apa yang dipimpinnya. Tugas dan tanggung jawab manajer
untuk mengembangkan kualitas organisasi/perusahaan tidak hanya dilaksanakan
dalam pandangan makro/luas namun juga harus dilaksanakan dengan
mengembangkan per individu atau kelompok. Sebagai contoh tugas seorang manajer
perusahaan pada departemen pemasaran maka salah satu cara untuk meningkatkan
kinerja timnya adalah dengan melatih tim dalam strategi pemasaran sehingga dengan
tim yang memiliki kemampuan khusus maka pencapaian tujuan perusahaan akan lebh
mudah tercapai.

5. Manajer mengevaluasi Aktivitas organisasi/perusahaan


Melakukan evaluasi terhadap sumber daya organisasi/perusahaan merupakan tugas
pokok seorang manajer. Dalam hal ini manajer harus memahami perencanaan
organisasi sehingga dapat melihat penyipangan yang terjadi. Berdasarkan hal tersbut
maka manajer dapat mengevaluasi aktivitas organisai yang dianggap tidak sesuai
dengan perencanaan dan tujuan organisasi serta mengarahkan kembali ke langkah
yang tepat.

6. Manajer menjadi Problem Solver bagi permasalahan organisasi/perusahaan


Diantara tugas tugas manajer yang ada, tugas pokok manajer yang tidak kalah penting
adalah mampu menjadi problem solver dari setiap permasalahan yang dialami
organsiasi. Tidak hanya bertugas dan berkewjiban untuk mengarahkan dan
mengevaluasi namun mampu memberikan ide, gagasan dan solusi terkait isu-isu yang
terjadi di dalam proses organisasi.

Tanggung Jawab Manajer


Selain memiliki tugas tugas utama, manjer juga memiliki tanggung jawab secara
khusus dalam menjalankan manajemen pada organisasi maupun perusahaan.
Tanggung jawab manajer secara khusus adalah sebagai berikut :

1. Mencapai tujuan organisasi dan perusahaan bersama dengan karyawan yang


dipimpin
Tugas dan tanggung jawab manajer secara khusus ialah berusaha bekerja sama
dengan karyawan/staff yang dipimpinnya untuk bersama-sama mencapai tujuan
perusahaan. Tercapainya tujuan perusahaan maupun departemen merupakan tanggung
jawab besar seorang manajer karena melalui manajerlah perencanaan dan langkah-
langkah dalam pencapaian tujuan diambil.

2. Bertanggung jawab terhadap proses manajemen secara keseluruhan


Manajer memiliki tugas dan fungsi dalam manajemen. Tugas dan fungsi manajer kali
ini lebih pada pelaksanaan fungsi manajemen mulai dari perencanaan hingga evaluasi.
Manajer harus memastikan fungsi manajemen berjalan dengan baik.

Fungsi Manajer
Fungsi manajer dalam organisasi maupun perusahaan lebih menitikberatkan pada
tugas pokok manajer dalam menjalankan fungsi manajemen dalam organisasi.
Penjelasan fungsi manajer dalam organisasi adalah sebagai berikut :

1. Fungsi Perencanaan
Manajer bersama jajarannya memiliki tugas merencanakan langkah dalam pencapaian
tujuan organisasi sesuai dengan kebijakan/aturan organisasi. Manajer perlu
mempertimbangkan sumberdaya yang diperlukan, langkah yang diambil dan
memprediksi hasil dari langkah tersebut.

2. Fungsi Pengaturan
Tugas manajer dalam fungsi ini adalah mengatur karyawan atau tim melalui
wewenang dan kekuasaan yang dimiliki dan mengkoordinir dalam pencapaian tujuan
organisasi.

3. Fungsi Pengawasan
Manajer bertugas untuk menyediakan standard kualitas kerja baik kinerja karyawan
maupun barang dan jasa yang diproduksi sehingga dapat menjadi acuan dalam
aktivitas manajemen. Standard tersebut juga dapat digunakan untuk proses
pengawasan yang ditentukan waktunya oleh pihak manajemen.

4. Fungsi Kepemimpinan
Manajer juga harus mampu membuat orang lain khususnya yang berada di dalam tim
untuk bekerja sesuai dengan arahan. Oleh karena itu kemampuan akan kepemimpinan
merupakan skill yang harus dimiliki oleh manajer atau lebih tepatnya adalah
kepemimpinan merupakan tugas pokok manajer yang harus dikuasai.

5. Fungsi Evaluasi
Tugas manajer pada fungsi manajemen yang terakhir adalah evaluasi berdasrkan
perencanaan dan standar kualitas yang telah dibuat. Manajer bertugas untuk
melakukan evaluasi dengan berbagai cara seperti SWOT, Balanced Scorcard dll.
Melalui langkah ini diharapkan organisasi akan lebih berkembang.

3. Apa perilaku Organisasi (OB) itu?


Perilaku organisasi (OB) adalah sebuah bidang studi yang menginvestasi pengaruh
individu,kelompok dan struktur terhadap perilaku didalam organisasi untuk tujuan
penerapan pengetahuan demi peningkatan efektivitas organisasi. Perilaku organisasi
mencakup topik-topik inti :
a. Motivasi
b. Perilaku dan kekuasaan pemimpin
c. Komunikasi interpersonal
d. Struktur dan proses kelompok
e. Pengembangan dan persepsi sikap
f. Proses perubahan
g. Konflik dan negosiasi
h. Rancangan kerja

4. Mengapa penting untuk melengkapi intuisi dengan kajian sistematis?


Kajian sistematis adalah satu alat yang akurat untuk memprediksi perilaku yang wajar
sedangkan intuisi adalah firasat yang tidak selalu didukung riset. Maka dari itu
diperlukan kajian sistematis untuk melengkapi intuisi Karena tidak selamanya firasat
yang kita miliki benar maka dari itu diperlukan riset atau kajian sistematis untuk
perilaku orang lain (dan diri kita sendiri)

5. Apakah disiplin ilmu perilaku utama yang berkontribusi pada perilaku


organisasi?
Perilaku organisasi merupakan sebuah ilmu perilaku terapan yang dibangun atas
kontribusi disiplin perilaku,terutama psikologi,psikologi social,sosiologi dan
antropologi.
Psikologi adalah ilmu yang mencoba untuk mengukur,menjelaskan,serta kadang-
kadang mengubah perilaku manusia dan hewan-hewan lainnya. Psikologi social
adalah gabungan dari konsep psikologi dan sosiologi untuk focus pada pengaruh
manusia terhadap sesamanya,kajian utamanya adalah perubahan- bagaiman
mengimplementasikannya dan bagaimana mengurangi rintangan untuk menerimanya.
Sosiologi adalah studi tentang manusia dalam kaitannya dengan lingkungan social
atau budayanya. Antropologi adalah studi tentang masyarakat untuk mempelajari
keberadaan manusia dan aktivitasnya.
6. Mengapa hanya sedikit hal-hal mutlak dalam perilaku organisasi?
Karena seseorang sering bertindak sangat berbeda dalam situasi yang sama. Maka dari
itu konsep perilaku organisasi harus merefleksikan kondisi yang situasional atau
kebetulan untuk membuat prediksi yang valid mengenai perilaku manusia.

7. Apa tantangan dan peluang untuk manajer dalam menggunakan konsep-konsep


perilaku organisasi?
Tantanganya yaitu ;
a. Merespons tekanan ekonomi
b. Merespons globalisasi
c. Mengelola keragaman tenaga kerja
d. Meningkatkan layanan pelanggan
e. Meningkatkan keterampilan bermasyarakat
f. Bekerja dalam organisasi jaringan
g. Meningkatkan kesejahteraan pekerja saat bekerja
h. Menciptakan lingkungan yang positif
i. Meningkatkan perilaku etis
Peluangnya yang diambil dari setiap tantangan adalah akan menambah keterampilan
interpersonal pada manajer dan jika manajer mampu menjawab atau menyelesaikan
tantangan maka manajer akan unggul dan bersaing dan meningkatkan profit
perusahaan serta menambah pangsa pasar.

8. Apa saja tiga level analisis dalam model perilaku organisasi buku ini?
Tiga jenis model perilaku organisasi adalah Masukan (input),proses (proceses) dan
keluaran (outcome)

BAB II
KERAGAMAN DALAM ORGANISASI

Tingkat-Tingkat Keragaman

Meskipun banyak yang menyebutkan bahwa keragaman adalah hal umur, ras dan etis, jenis
kelamin, agama dan status disabilitas, para ahli sekarang mengakui bahwa karateristik
demografis tersebut hanyalah permukaan dari gunung es. Demografis umumnya
merefleksikan keragaman level permukaan, bukan pemikiran atau perasaan, serta dapat
mengarahkan stereotip dan asumsi pekerja dalam menilai orang lain. Meskipun demikian,
bukti telah menunjukan bahwa seiring orang mengenal satu sama lain, mereka kurang peduli
dengan perbedaan demografis jika mereka semakin menyadari karakteristik-karateristik yang
lebih penting seperti kepribadian dan nilai-nilai yang mewakili keragaman level dalam.
Untuk memahami perbedaan antara keragaman level dalam dan permukaan, pertimbangkan
beberapa contoh berikut. Luis dan Carol adalah rekan kerja yang sekilas tampak memiliki
kesamaan. Luis adalah pria lulusan sarjana bisnis yang masih muda dan baru dipekerjakan,
dia dibesarkan dalam sebuah lingkungan yang berbicara bahasa Spanyol di Miami.

Carol adalah wanita yang lebih tua dan masa kerja yang lebih lama, dia dibesarkan
dipinggiran Kansas, serta menduduki level di perusahaan saat ini karna usahanya menapaki
karir dengan memulainya sebagai lulusan SMA. Pertama, kedua rekan ini mugkin mengalami
beberapa perbedaan dalam latar belakang pendidikan, etnis, regional dan jenis kelamin.
Meskipun demikian seiring mereka mengenal satu sama lain,

mereka mungkin menemukan bahwa mereka berdua sama-sama berkomitmen pada


keluarganya,berbagi satu pola pikir yang sama mengenai masalah-masalah pekerjaan yang
penting, suka bekerja secara kalaboratif, dan berminat pada penugasan internasional dimasa
yang akan datang. Kesamaan level dalam ini akan menutupi perbedaan yang lebih superficial
diantara mereka, dan riset menyatakan bahwa mereka akan bekerja sama dengan baik.

Disisi lain, Steve dan Dave adalah dua pria yang belum menikah, kulit putih, lulusan
universitas Oregon yang baru-baru ini mulai bekerja sama. Secara superficial mereka
kelihataan cocok. Tetapi Steve sangat introvert, memilih untuk menghindari risiko, meminta
pendapat orang lain sebelum mengambil keputusan, dan menyukai kantor yang tenang.
Sebaliknya, Dave ekstrovert, menyukai resiko dan asertif, menyukai lingkungan kerja yang
sibuk, aktif, serta energik. Kesamaan level permukaan mereka belum tentu berujung pada
interaksi positif karna mereka memiliki cukup banyak perbedaan level dalam.akan menjadi
tantangan bagi mereka untuk tetap berkalaborasi dalam bekerja, dan mereka harus membuat
beberapa kesepakatan untuk mengerjakan tugas bersama-sama.

Perbedaan individu dalam kepribadiaan dan budaya membentuk preferensi atas imbalan, gaya
komunikasi, reaksi kepada pemimpin, gaya negosiasi, dan banyak aspek lainnya dari perilaku
dalam organisasi.

Diskriminasi

Meskipun keragaman memberikan banyak peluang bagi organisasi, maanajemen keragaman


yang efektif juga berarti berupaya mengeliminasi diskriminasi yang tidak adil.
Mendiskriminasi berarti memperhatikan perbedaan antara hal satu dengan hal lainnya, yang
sebenarnya tidak selalu buruk. Memperhatikan apakah seseorang lebih memenuhi syarat
merupakan hal penting dalam pengambilan keputusan untuk menerimanya sebagai pegawai,
dalam memutuskan promosi kita perlu memperhatikan apakah pekerja itu mampu mengambil
tanggung jawab kepemimpinan dengan luar biasa. Saat bicara mengenai diskriminasi,
biasanya kita mengizinkan perilaku kita dipengaharui oleh stereotip mengenai kelompok
masyarakat. Disbanding melihat karakteristik individu, diskriminasi yang tidak adil
mengasumsikan bahwa semua orang dalam sebuah kelompok adalah sama. Diskriminasi ini
sering kali berbahaya bagi organisasi dan para pekerja.
Mekipun banyak tindakan diskriminasi dilarang oleh hokum serta bukan merupakan bagian
kebijakan resmi dihampir semua organisasi, namun ribuan kasus diskriminasi pekerja tercatat
setiap tahun tapi masih banyak yang tidak dilaporkan. Seiring dilarangnya dismkriminasi,
baik oleh norma hukum maupun social, kebanyakan bentuk-bentuk nyata sudah menghilang,
namun bisa saja berdampak pada meningkatnya bentuk-bentuk yang lebih tertutup seperti
tindakan kurang sopan atau pengucilan.

Seperti yang dapat anda lihat, diskriminasi dapat terjadi dalam banyak cara, dan efeknya pun
bervariasi bergantung pada konteks organisasi dan pemehaman pribadi anggota-anggotanya.
Beberapa bentuk, seperti pengucilan atau ketidaksopanan, sulit untuk dihilangkan
sepenuhnya sebab sukar untuk diamati dan dapat dengan mudah terjadi sebab pelakunya tidak
menyadari efek dari tindakannya. Baik disengaja maupun tidak, diskriminasi dapat berujung
pada konsekuensi negative serius bagi pemberi kerja, termaksud menurunnya produktifitas
dan perilaku kewargaan, konflik-konflik negative, dan meningkatkan perputaran pekerja.
Diskriminasi tidak adil juga membuat calon pekerja yang memenuhu syarat mengundurkan
diri perekrutan awal dan promosi. Bahkan sekalipun tuntutan diskriminasi pekerjaan tidak
pernah dilayangkan, suatu dampak kasus bisnis yang kuat dapat terjadi sebagai upaya agresif
untuk mengeliminasi ketidakadilan diskriminasi.

Karakteristik Biografis

Ø Umur

Hubungan antara umur dan kinerja mungkin menjadi suatu isu yang semakin penting selama
dekade mendatang karna banyak alasan. Salah satunya, tingkat usia angkatan kerja diseluruh
dunia bertambah. Sebagai contoh, tingkat partisipasi sipil dari pekerjaan Amerika Serikat di
atas umur 59 telah meningkat, dari sekitar 22% tahun 2002 ke 29% di tahun 2012, dan 93%
pertumbuhan angkatan kerja dari 2006 ke 2016 akan berasal dari pekerja diatas umur 54.
Alasan lainnya, di Amerika Serikat secara disengaja, telah menghilangkan keharusan
pension. Kebanyakan pekerja saat ini tidak perlu lagi pension pada usia 70, dan 62% dari
mereka yang berusia 45-60 berencana untuk menunda pension. Mereka melihat sejumlah
kualitas positif yang dimiliki pekerja yang lebih tua terhadap pekerjaanya, seperti
pengalaman, penilaian, etika kerja yang baik dan komitmen terhadap kualitas. Tetapi pekerja
yang lebih tua juga dinilai kurang fleksibel dan sulit menerima teknologi baru. Ketika
organisasi secara aktif mencari individu yang adaptif dan terbuka atas perubahan, hal-hal
negative yang diasosiasikan dengan umur secara jelas menghalangi perekrutan awal pekerja
yang lebih tua dan meningkatkan kemungkinan memberhentikan mereka saat perusahaan
membutuhkan penghematan.

Riset terkini menunjukan bahwa diseluruh dunia, pekerja yang lebih tua memiliki masalah
psikologis atau masalah kesehatan harian tidak lebih banyak dibandingkan pekerja yang lebih
muda. Banyak yang percaya bahwa prosuktifitas menurun sejalan dengan umur. Seiring
diasumsikan bahwa keahlian seperti kecepatan, ketangkasan, kekuatan dan koordinasi
melemah sepanjang waktu dan kebosanan atas pekerjaan serta kekurangnya stimulasi
intelektual berkontribusi terhadap penurunan produktifitas. Meskipun demikian, bukti
melawan asumsi itu. Tinjauan atau riset menemukan bahwa umur dan kinerja tidak
berhubungan dan bahwa pekerja yang lebih tua lebih mungkin terlibat dalam perilaku
kewargaan. Pekerja yang lebih tua cendrung lebih puas dengan pekerjaannya, melaporkan
hubungan yang laebih baik dengan rekan kerja, dan lebih berkomitmen dengan organisasi
yang memperkerjakannya.

Ø Jenis Kelamin

Sedikit isu mengawali lebih banyak debat, kesalahpahaman, dan opini yang tidak didukung
dibandingkan apakah wanita mempunyai kinerja sebaik pria. Tempat terbaik untuk mulai
mempertimbangkan ini adalah dengan mengakui bahwa sedikit, jika ada, perbedaan-
perbedaan penting antara pria dan wanita yang mempengaharui kinerja. Nyatanya, sebuah
studi meanalisis terbaru atas kinerja menemukan bahwa wanita meraih skor yang sedikit lebih
tinggi dibandingkan pria dalam ukuran-ukuran kinerja (meskipun, ,menurut diskusi kita
mengenai diskriminasi, pria dinilai memiliki potensi promosi yang tinggi.) tidak ada peredaan
pria-wanita yang konsisten dalam kemampuan memecahkan masalah, keahlian analitis,
dorongan dompetitif, motivasi, kemampuan bersosialisasi, atau kemampuan belajar. Dalam
dunia perekrutan, riset modern mengindikasikan bahwa manajer masih dipengaharui oleh
bias gender saat memilih kandidat untuk posisi tertentu. Wanita yang sukses dalam domain
pria dinilai kurang disukai, kasar, dan kuranf diinginkan sebagai atasan tetapi seiring
berjalannya waktu wanita dalam posisi puncak telah melaporkan bahwa presepsi ini semakin
berubah dan dapat dilawan dengan keahlian interpersonal yang efektif.

Karekteristik biorgafis lainnya : Masa kerja, Agama, Orientasi Seksual dan Identitas
kelamin, serta Identitas Budaya

Ø Masa Kerja

Selain perbedaan jenis kelamin dan ras, beberapa isu lebih disebabkan oleh miskonsepsi dan
spekulasi dibandingkan dampak dari senioritas pada kinerja.

Tinjauan ekstensif telah dilakukan terhadap hubungan senioritas-produktivitas. Jika


kita mengartikan senioritas sebagai waktu dalam pekerjaan tertentu, bukti terkini
menunjukkan sebuah hubungan yang yang positif antara senioritas dan produktivitas kerja.
Jadi, masa kerja dinyatakan sebagai pengalaman kerja, dilihat sebagai sebuah prediktor yang
baik pada produktivitas pekerja.

Ø Agama

Tidak hanya orang-orang yang religius dan nonreligius yang mempertanyakan sistem
kepercayaan satu sama lain; seringkali orang-orang dengan kepercayaan yang berbeda
berkonflik. Hukum federal Amerika Serikat melarang pemberi kerja mendiskriminasikan
pekerja berdasarkan agamanya, dengan sangat sedikit pengecualian. Meskipun demikian, itu
tidak berarti bahwa agama bukanlah isu dalam perilaku organisasi.
Ø Orientasi Seksual dan Identitas Gender

Untuk identitas jenis kelamin, perusahaan semakin menempatkan kebijakan-kebijakan


untuk mengelola bagaimana organisasi mereka memerlukan pekerja-pekerja mereka yang
disebut transgender.

Oleh karena itu, ketika waktu telah berubah dengan pasti, orientasi seksual dan identitas jenis
kelamin tetap menjadi perbedaan individu yang menerima perlakuan sangat berbeda menurut
hukum kita dan diterima cukup berbeda dalam organisasi berbeda.

Ø Identitas Budaya

Kita telah melihat orang-orang mendefinisikan dirinya dari sesi ras dan etnis. Banyak
membawa sebuah identitas budaya yang kuat juga, sebuah hubungan dengan budaya atau
nenek moyang keluarga atau masa muda yang bertahan sepanjang waktu, tidak peduli
individu itu berada dalam dunia. Orang-orang memilih identitas budayanya, dan mereka juga
memilih seberapa dekat mereka mengobservasi norma-norma budaya tersebut.

Kemampuan

Ø Kemampuan Intelektual

Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan


aktivitas mental-berpikir, penalaran, dan memecahkan masalah. Kebanyakan masyarakat
menempatkan nilai yang tinggi pada intelektualitas, dan untuk alasan yang baik. Orang-orang
cerdas umumnya memperoleh lebih banyak uang dan memperoleh tingkat pendidikan yang
lebih tinggi. Mereka juga semakin mungkin muncul sebagai pemimpin kelompok.

Ø Kemampuan Fisik

Meskipun perubahan alami pekerjaan menyebabkan kemampuan intelektual semakin


meningkat untuk banyak pekerjaan, kemampuan fisik akan tetap bernilai.

Ø Peran Disabilitas

Pentingnya kemampuan dalam bekerja tampak menciptakan masalah saat kita


mencoba untuk memformulasikan kebijakan tempat kerja yang mengakui keragaman dari sisi
status disabilitas.

Mengimplementasikan Strategi Manajemen Keragaman

Ø Menarik, Memilih, Mengembangkan, dan Mempertahankan Pekerja yang Beragam.


Satu metode peningkatan keragaman tenaga kerja adalah menargetkan pesan
rekrutmen yang spesifik pada kelompok demografis yang kurang diwakili dalam tenaga kerja.
Ini berarti menempatkan iklan dalam publikasi lebih kepada kelompok demografis spesifik
dikampus, universitas, dan institusi lainnya.

Proses seleksi adalah salah satu tempat terpenting untuk menerapkan usaha
keragaman. Manajer yang merekrut perlu menghargai keadilan dan objektifitas dalam
memilih pekerja dan fokus pada potensi produktivitas pekerja yang baru dipekerjakan.

Kesamaan dalam kepribadian tampaknya memengaruhi perkembangan karir. Mereka


yang sifat-sifat kepribadiannya sama dengan rekan kerjanya lebih mungkin untuk
dipromosikan dibandingkan yang kepribadiannya berbeda.

Ø Keragaman Dalam Kelompok

Kebanyakan tempat kerja kontemporer membutuhkan kerja keras dalam tatanan


kelompok. Saat orang-orang bekerja dalam kelompok, mereka perlu menyusun sebuah cara
yang sama untuk melihat dan menyelesaikan tugas-tugas utama, dan mereka perlu
berkomunikasi satu sama lain dengan sering.

Keragaman dalam sifat-sifat dapat melukai kinerja tim, sedangkan dalam hal yang
lainnya justru dapat memfasilitasi kinerja. Tim yang beragam atau yang homogen yang
paling efektif bergantung pada karekteristik kepentingan. Keragaman geografis (jenis
kelamin, ras, dan etnis) tidak kelihatan baik membantu maupun melukai kinerja tim secara
umum. Disisi lain, tim dari individu-individu yang sangat inteligen, hati-hati, dan tertarik
bekerja dalam tim lebih efektif. Oleh karena itu, keragaman dalam variabel-variabel ini
mungkin menjadi sebuah hal buruk-masuk akal untuk mencoba membentuk tim yng
menggabungkan anggota-anggota dengan kecerdasan, ketelitian, dan minat bekerja dalam tim
yang lebih rendah. Dalam kasus-kasus lainnya, perbedaan dapat menjadi sebuah kekuatan.
Kelompok individu-individu dengan jenis keahlian dan pendidikan yang berbeda lebih efektif
daripada kelompok homogen.

Ø Program Keragamn Efektif

Organisasi menggunakan beragam usaha untuk memanfaatkan keragaman, termasuk


merekrut dan memilih kebijakan yang telah didiskusikan, juga pelatihan dan praktik
pengembangan. Program tenaga kerja yang efektif dalam komprehensif mendorong agar
keragaman memiliki tiga komponen yang nyata, Pertama, mereka mengajarkan manajer
mengenai kerangka kerja legal bagi peluang pekerjaan yang sama dan mendorong perlakuan
yang adil atas semua orang tanpa memandang karakteristik demografisnya.

Kedua, mereka mengajarkan manajer bagaimana sebuah tenaga kerja yang beragam akan
lebih baik dalam melayani pasar yang beragam dari klien dan pelanggan. Ketiga, mereka
mempercepat praktek perkembangan pribadi yang mengeluarkan keahlian dan kemampuan
semua pekerja.
Banyak memperhatikan mengenai keragamn harus terkait dengan perlakuan yang adil.
Reaksi yang paling negatif atas diskriminasi pekerja adalah didasarkan pada ide bahwa
perlakuan diskriminatif tidak adil.

Pemimpin organisasi harus memeriksa tenaga kerjanya untuk menentukan apakah


kelompok target kurang dibekali. Jika kelompok kurang diwakili secara proporsional dalam
manajemen puncak, manajer harus mencari tantangan tersembunyi terhadap kemajuan.
Mereka sering dapat meningkatkan praktik rekrutmen, membuat sistem seleksi lebih
transparan, dan memberikan pelatihan untuk pekerja yang belum mendapat paparan materi
yang cukup di masa lalu.

Kesimpulan

Keragaman dalam organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting saat ini. Dengan
keragaman, organisasi dapat memperoleh berbagai pandangan, kemampuan, dan berbagai hal
untuk mengatasi permasalahan organisasi atau perusahaan, dan dapat juga meningkatkan
efektivitas perusahaan.

Pada umumnya ada dua tingkat keragaman yaitu, keragaman level permukaan, bukan
pemikiran atau perasaan, serta dapat mengarahkan stereotip dan asumsi pekerja dalam
menilai orang lain. Meskipun demikian, bukti telah menunjukan bahwa seiring orang
mengenal satu sama lain, mereka kurang peduli dengan perbedaan demografis jika mereka
semakin menyadari karakteristik-karateristik yang lebih penting seperti kepribadian dan nilai-
nilai yang mewakili keragaman level dalam.

Mengingat bahwa keragaman dalam organisasi akan sangat berpengaruh pada


pengelolaan bisnis perusahaan, maka seharusnya hal tersebut ditempatkan sebagai salah satu
isu yang menjadi prioritas utama untuk diperhatikan oleh pihak menajemen perusahaan.

PERTANYAAN:

1. Apakah dua bentuk utama keragaman tenaga kerja ?

Jawab :

Dua bentuk utama keragaman tenaga kerja yaitu :

1. Keragaman level permukaan adalah perbedaan-perbedaan dalam karekteristik yang


mudah dinilai seperti jenis kelamin,ras,etnis,umur atau kecatatan,yang tidak mereflesikan
cara orang berpikir atau merasa tetapi dapat memunculkan stereotip
2. Keragaman level dalam adalah perbedaan dalam nilai-nilai,kepribadian,dan preferensi
kerja yang menjadi lebih penting secara progesif dalam menentukan kesamaan,seiring
semakin mengenal orang lain dengan lebih baik.

2. Apakah stereotip dan bagaimana mereka berfungsi dalam latar organisasi ?

jawab ;

Stereotip (stereotype) adalah menilai seseorang berdasarkan persepsi mengenai kelompoknya


atau asalnya. Fungsi stereotip sendiri dalam latar organisasi adalah untuk membantu manajer
dalam pengambilan keputusan agar tidak terjadi diskriminasi di organisasi. Diskriminasi
adalah memperhatikan perbedaan antara satu hal dengan hal lain, diskiriminasi sering
mengacu pada ketidakadilan dalam menilai kelompok.

3. Apa saja karateristik biografis utama dan bagaimana mereka relevan terhadap perilaku
organisasi ?

Jawab :

Karateristik biografis utama adalah karateristik pribadi seperti umur,jenis kelamin,rasa dan
etnis & lama bekerja yang bersifat objektif dan mudah diperoleh dari catatan personel.
Hubungan karateristik biografis dalam perilaku organisasi adlah mendukung manajer dalam
pengambilan keputusan seperti merekrut karyawan baru dan memilih siapa yang terbaik
untuk sebuah pekerja dan berfungsi untuk mencegah terjadinya diskriminasi dalam organisasi
agar selalu terciptannya efisien dan efektif sebuah tindakan perilaku organisasi.

4. Apakah yang dimaksud kemampuan intelektual dan bagaiman hubungannya dengan


perilaku organisasi ?

Jawab :

Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan berbagai macam tugas
dalam sebuah pekerjaan. Kemampuan intelektual adalah kapasitas untuk melakukan aktivitas
mental-berpikir,penalaran,dan memecahkan masalah. Dan hubungan kemampuan intelektual
dalam perilaku organisasi adalah meningkatkan keuntungan perusahaan dan pangsa pasar
karna organisasi yang memiliki pekerja yang cerdas dan baik maka dari itu manajer dalam
merekrut melakukan tes untuk menilai kecerdasan seseorang.

5. Bagaimana anda dapat membedakan kemampuan intelektual dan fisik ?

Jawab ;

Perbedaan kemampuan intelektual dan fisik salah satunya adalah kemampuan intelektual
adalah kemampuan untuk melakukan aritmatika yang cepat dan akurat sedangan kemampuan
fisik adalah kemampuan untuk menggunakan dorongan otot-otot berulang-ulang atau terus-
menerus sepanjang waktu.

6. Bagaimana organisasi mengelola keragaman secara efektif ?

Jawab ;

Cara organisasi dalam mengelola keragaman secara efektif adalah manajer harus mengetahui
kerangka kerja legal bagi peluang pekerjaan tanpa memandang karaterisitik demografisnya,
manajer mengetahui bahwa sebuah tenaga kerja yang Beragam akan lebih baik dalam
melayani pasar yang beragam klien dan pelanggannya dan manajer melakukan pelatihan
terhadap pekerja agar mengeluarkan keahlian mereka untuk meningkatkan kinerja setiap
orang.

BAB III

SIKAP DAN KEPUASAN KERJA

NILAI, SIKAP dan KEPUASAN KERJA

NILAI (VALUE)

Nilai adalah keyakinan dasar dalam bentuk keadaan atau tindakan yang diyakini benar secara
personal ataupun dalam lingkup sosial.

Atribut nilai dibagi menjadi dua:

1. Konten

suatu tindakan atau keadaan tertentu yang dianggap penting

Contoh : Saya percaya keuletan membawa kesuksesan dalam berbisnis

2. Intensitas

Menjelaskan seberapa penting kegiatan atau keadaan tersebut


Contoh : seberapa besar saya pegang keyakinan itu. Semakin saya kendur maka saya akan
cederung malas, dan berbuah ketidaksuksesan dan sebaliknya

Sistem nilai adalah urutan tingkat nilai yang dimiliki seseorang dilihat dari intensitasnya. Jika
konten dan intensitas berbeda, maka sistem nilai hancur. Nilai bersifat tetap dan bertahan
lama. Nilai menjadi dasar persepsi dalam memahami sikap dan motivasi seseorang serta
mempengaruhi perilaku kita

SIKAP

Sikap adalah pernyataan/penilaian evaluatif menyangkut benda, orang atau kejadian.

Sikap bisa bertolakbelakang dengan nilai, karena lebih tidak stabil dan mudah dipengaruhi
dibandingkan dengan nilai.

Beberapa komponen sikap:

a. Kognitif (bagian dari sikap yang berupa pendapat atau kepercayaan)

b. Afektif (bagian dari sikap yang berupa perasaan atau emosional)

c. Perilaku (kemauan untuk berperilaku tertentu terhadap seseorang atau sesuatu)

Jenis-jenis sikap:

a) Job Satisfaction (sikap yang menentukan kepuasan seseorang terhadap pekerjaannya)

b) Job Involvement (sikap yang menggambarkan sampai sejauh mana partisipasi aktif
karyawan terhadap pekerjaannya)

c) Organization Commitment (sikap yang menunjukkan sampai mana seseorang melibatkan


diri dalam organisasi beserta dengan tujuan-tujuannya dan ingin menjaga keanggotaannya
dalam organisasi)

Cognitive Dissonance Theory

Teori yang menjelaskan ketidakcocokkan antara 2 sikap atau lebih, maupun ketidakcocokkan
antara sikap dan perilaku.

contoh:

Saya hanya mau kuliah di kampus yang menyenangkan (Kognisi 1)

Tempat kuliah saya sekarang tidak menyenangkan (Kognisi 2)


Adanya kedua pernyataan diatas menunjukan terjadinya kognitif disonansi, dimana seseorang
memiliki pemikiran ganda terhadap suatu masalah. Kognisi yang saling bertentangan itu akan
menimbulkan disonansi. Untuk meminimalisir tekanan yang dialami seseorang saat
mengalami disonasi yaitu sebagai berikut:

1. Changing Cognition yaitu merubah salah satu kognisi sehingga menjadi konsonan dengan
kognisi yang lain, cth: "Mungkin kuliah di kampus memang seperti, tidak menyenangkan. Ya
sudahlah"

2. Adding Cognition yaitu menambahkan satu konsonan atau lebih yang memiliki kesamaan
dengan kognisi yang ada, cth: "Dengan kuliah, ilmu saya menjadi luas, kenalan saya menjadi
banyak dan lagi kuliah disini lebih murah dibandingkan dengan tempat lain.

3. Altering Important yaitu mengurangi disonansi antara kognisi yang ada dengan cara
mengganti kepentingan kita, cth: "Saya lebih baik berhenti berkuliah saja dan pindah ke
kampus lain, daripada tidak senang seperti ini."

Mengukur Hubungan A-B (Attitude and Behavior) – Sikap Vs Perilaku

Sikap mempengaruhi perilaku. Tetapi kajian lain menunjukkkan bahwa tidak seperti itu
halnya. Hubungan A-B dapat diperbaiki dengan memperhatikan variable atau faktor-faktor
pelunak.

Variabel-variabel pelunak (Moderating Variables)

Sikap-sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan :

Nilai dasar, kepentingan diri atau identifikasi dengan kelompok.

Semakin spesifik sifat dan semakin spesifik perilaku maka hubungan keduanya semakin kuat.

Misalnya:

Bertanya tentang 6 bulan berikutnya lebih penting daripada bertanya apa puas.

Atau apa yang akan dilakukan bila ada suatu kejadian khusus.

Sikap yang mudah diingat lebih mungkin untuk meramalkan perilaku.

Kesenjangan A dan B mungkin karena tekanan sosial yang besar

Hubungan A – B jadi lebih kuat jika merupakan pengalaman pribadi.

Teori Persepsi-diri
Hubungan A-B biasanya jelas ada (positif) dan ini lebih dikuatkan lagi bahwa sikap
digunakan setelah fakta, untuk mencari makna dari tindakan mereka. (mereka mencari-cari
kesimpulan atas pekerjaan / kejadian yang telah terjadi/mereka lakukan)

Mereka mencari alasan yang masuk akal (PERASAAN KUAT) atau sikap hanyalah
pernyataan verbal saja (disonansi kognitif).

Sikap Kerja Utama

Hubungan sikap kerja pada :

1. Kepuasan Kerja :

Perasaan Positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil evaluasi karakteristik-
karakteristiknya.

2. Keterlibatan pekerjaan :

Sejauh mana karyawan memiliki sikap memihak terhadap pekerjaannya dan bertindak aktif.

Pemberian wewenang Psikologis : yang akan meningkatkan keterlibatan karyawan dalam


pekerjaannya.

3. Komitmen organisasional :

Sejauh mana karyawan terlibat dalam pekerjaan serta tujuan perusahaan untuk
mempertahankan keanggotaannya disitu.

1). Komitmen afektif : karena jenis pekerjaan itu disukainya.

2). Komitmen berkelanjutan : karena nilai ekonomisnya.

3). Komitmen Normatif : karena moral dan etis.Sikap kerja lain :

Perceived Organisational Support (POS) : Sejauh mana karyawan yakin Perusahaan


memperhatikan mereka.

Keterlibatan Karyawan : Keterlibatan karyawan ,kepuasan & antusiame individu pada


Pekerjaan mereka.

Bagaimana Sikap Karyawan dapat diukur ?

1. Suatu Penerapan: Survei Sikap

Mencari respons dari karyawan dengan kuesioner.


Perilaku Karyawan sangat dipengaruhi oleh persepsi dan bukan realitas jadi suatu survey
yang teratur sangat penting bagi manajer.

2. Sikap dan Keanekaan Angkatan Kerja

Angkatan kerja yang berbeda menimbulkan penafsiran yang berbeda pula tentang suatu hal.
Karena itu perh perlu mengadakan pelatihan untuk membentuk ulang sikap karyawan.
Contoh adalah perbedaan Ras, kelamin dan lainnya yang tidak seharusnya seseorang dinilai
atas sesuatu yang tidak dalam kendalinya, yaitu Ras dan kelamin misalnya

KEPUASAN KERJA

Bagaimana hubungan kepuasan kerja dengan produktivitas, kemangkiran dan keluar


masuknya karyawan dalam perusahaan.

Mengukur Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut
interaksi dengan orang lain, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi, standar kerja,
kondisi kerja yang kurang ideal dan lainnya. Jadi Assesment (penilaian) merupakan hal yang
rumit.

Ada 2 metode pendekatan untuk mengukur kepuasan kerja, yaitu :

1. Angka – nilai global tunggal (single global rating)

Dalam metode angka – nilai global tunggal tidak lebih dari meminta individu –individu untuk
menjawab satu pertanyaan.

Contoh: Bila kita memberikan sebuah pertanyaan “seberapakah puaskah anda dengan
pekerjaan anda?” kemudian responden menjawabnya dengan melingkari suatu bilangan
antara 1 sampai 5 yang berapa dan dengan jawaban dari “Sangat Dipuaskan” sampai “Sampai
tidak puas.”

2. Skor penjumlahan (summation score)

Dalam metode penjumlahan ini tersusun atas sejumlah fase pekerjaan yang digunakan untuk
mengenali unsur – unsur utama dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan
mengenal tiap unsur.
Contoh : faktor yang biasa digunakannya itu upah sekarang, kesempatan promosi, hubungan
dengan rekan kerja, penyeliaan dan sifat dasar pekerjaan.

Faktor – faktor yang berfungsi mendorong kepuasaan kerja adalah :

1. Kerja yang secara mental menantang

Faktor ini memberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka
dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka
bekerja

2. Ganjaran yang pantas

Faktor ini selalu diinginkan oleh karyawan dalam sistem upah dan kebijakan promosi yang
dinilai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka

3. Kondisi kerja yang mendukung :

Fakor ini sangat mengdukung bagi karyawan dalam melakukan pekerjaannya karena dengan
lingkungan yang nyaman dapat menciptakan hasil kerja yang memuaskan

4. Rekan sekerja yang mendukung

Faktor ini sangat mendukung dalam menghasilkan kerja yang memuaskan karena dengan
adanya interaksi sosial didalam suatu pekerjaan maka dapat mendukung kepuasan kerja dari
karyawan

5. Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian – pekerjaan

Karyawan yang memiliki kepribadian yang sama dengan pekerjaan yang dipilih seharusnya
mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi
tuntutan dari pekerjaan mereka, jadi kemungkinan berhasilnya pekerjaan tersebut sangat
besar

6. Ada dalam Gen

Faktor ini penting karena Gen dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja dari seoang
karyawan. Disposisi seorang terhadap hidup baik positif maupun negatif ditentukan oleh
bentukan genetikya

Ada 3 Efek kepuasan kerja pada kinerja karyawan :

1. Kepuasan dan Produktivitas


Dengan tingkat kepuasan kerja yang terjamin maka tingkat produktivitas dari seorang
karyawan semakin bagus.

2. Kepuasan dan Kemangkiran

Kepuasan kerja dari suatu karyawan ditentukan oleh tingkat kemangkiran.

Contoh : suatu perusahaan harus memberikan tunjangan cuti sakit kepada karyawan yang
sakit supaya karyawan tersebut seperti diperhatikan oleh perusahaan tersebut

3. Kepuasan dan Tingkat keluar – masuknya karyawan

Kepuasan juga dihubungkan negatif dengan keluarnya karyawan. Jadi kepuasan kerja sangat
penting dalam mempengaruhi karyawan yang buruk untuk tinggal daripada yang kinerjanya
bagus.

Ada 4 respon karyawan dalam mengungkapkan ketidakpuasan :

1. Exit :

ketidakpuasan yang diungkapkan lewat perilaku yang diarahkan untuk meninggalkan


organisasi

2. Suara (voice) :

Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki
kondisi

3. Kesetiaan (loyalty) :

ketidakpuasan yang diungkapkan secara pasif menunggu membaiknya kondisi

4. Pengabaian (neglect) :

Ketidakpuasan yang dinyatakan dengan membiarkan kondisi memburuk

PERTANYAAN:

1. Apa saja komponen-komponen utama sikap? Apakah komponen – komponen itu


berhubungan atau tidak berhubungan ?

Jawab ;

Komponen – komponen utama sikap,yaitu:

1. Komponen kognitif (opini atau segmen kepercayaan dari suatu sikap)


2. Komponen afektif ( segmen perasaan atau emosional dari suatu sikap )

3. Komponen perilaku (sebuah maksud untuk berperilaku tertentu seseorang atau sesuatu).
Komponen-komponen ini berkaitan erat contohnya seorang pekerja mendapatkan perlakuan
tidak adil karena atasannya memberikan promosi pada rekan kerjanya yang kurang pantas
sehingga ia tidak menyukai atasannya dan ia akan mencari pekerjaan lain dan mengeluh
mengenai atasannya pada orang yang mau mendengarkan : pekerja itu berpikir ia layak
mendapatkan promosi (kognitif), dia sangat tidak menyukai atasannya (afek) dan dia telah
mengeluh dan mengambil tindakan (perilaku)

2. Apakah perilaku selalu mengikuti sikap? Mengapa atau mengapa tidak ? diskusikanlah
faktor-faktor yang mempengaruhi apakah perilaku mengikuti sikap.

Jawab :’

Ya, karena sikap yang dimiliki seseorang akan menentukan apa yang akan mereka lakukan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku mengikuti sikap adalah pentingnya elemen –
elemen yang meciptakan tingkat pengaruh kepercayaan yang kita miliki. Individu akan lebih
memotivasi untuk mengurangi ketidakcocokan akan sikap atau perilaku dengan imbalan.

3. Apakah sikap-sikap kerja yang utama? Dalam hal apa sikap-sikap ini serupa? Apa yang
unik pada masing-masing sikap itu?

Jawab :

Sikap-sikap kerja yang utama adalah kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang
pekerjaan yang dihasilkan dari suatu evaluasi dari karateristiknya,keterlibatan kerja adalah
tingkat dimana seseorang mengidentifikasi dengan sebuah pekerjaan secara aktif
berpartisipasi didalamnya dan mempertimbangkan kinerja penting bagi nilai
diri,pemberdayaan psikologis adalah kepercayaan pekerja dalam tingkat dimana mereka
mempengaruhi lingkungan kerjanya,dukungan organisasi adalah tingkat dimana seorang
mengidentifikasi sebuah organisasi,tujuan dan harapannya untuk tetap menjadi anggota dan
dukungan organisasi yang dirasakan adalah tingkat dimana para pekerja mempercayai
organisasi menilai kontribusinya dan peduli mengenai kesejahteraan mereka. Sikap – sikap
ini serupa dalam hal tanggung jawab dan kepedulian pekerja atau keterlibatan kerja untuk
memwujudkan tujuan organisasi.

4. Bagaiman kita mengukur kepuasaan kerja ?

Jawab;

Kita dapat mengukur kepuasan kerja dengan menggunkana riset atau angket akan laporan
personel agar terjalin keharmonisan antara pekerja dengan manajer.
5. Apa yang menyebabkan kepuasaan kerja ? bagaimana kebanyakan orang,apakah gaji atau
pekerjaan itu sendiri yang lebih penting ?

Jawab:

Yang menyebabkan kepuasaan kerja adalah karena adanya pekerjaan menarik yang
memberikan pelatihan,keragaman,kemandirian,kendali dan interaksi yang baik dengan rekan
kerja dalam tempat kerja. Yang lebih penting adalah orang yang memiliki evaluasi inti diri
positif yang percaya pada nilai dan kompetensi dasar dan kemampuan mereka sehingga lebih
puas dengan pekerjaannya.

6. Hasil apa yang dipengaruhi kepuasaan kerja ? apa implikasinya bagi manajemen?

Jawab:

Hal yang akan dipengaruhi ketidakpuasan kerja ,yaitu ;

a. Keluar, ketidakpuasaan yang diungkapkan melalui perilaku yang mengarahkan pada


meninggalkan organisasi

b. Suara, ketidkapuasan yang diungkapkan melalui percobaan untuk memeprbaiki kondisi


secara aktif dan konstruktif

c. Loyalitas, ketidakpuasaan yang diungkapkan melaui secara pasif menunggu kondisi –


kondis itu memmbaik

d. Pengabaian, ketidakpuasaan yang diungkapkan dengan membiarkan kondisi memburuk

Sedangkan hal yang mempengaruhi dari kepuasaan kerja adalah organisasi akan berjalan
dengan efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan organisasi.

Implikasi bagi manajemen,yaitu

- Perhatikanlah tingkat kepuasaan kerja para pekerja anda sebagai penentu kinerja,perputaran
kerja,absensi,dan perilaku penarikan mereka

- Ukurlah sikap kerja pekerja secara objektif dan pada interval yang teratur untuk
menentukan bagaimana pekerja beraksi pada pekerjaannya.

- Untuk meningkatkan kepuasaan pekerja, evaluasi kecocokan antara minat kerja pekerja dan
bagian intrinsic pekerjaannya untuk menciptakan pekerjaan yang menantang dan menarik
bagi individu

- Pertimbangkanlah fakta bahwa gaji yang tinggi saja tidka mungkin menciptakan sebuah
lingkungan kerja yang memuaskan.
BAB IV

EMOSI DAN SUASANA HATI

1. Pengertian Emosi dan Suasana Hati

Menurut Stephen Robbins:

· Afek (affect) adalah sebuah istilah umum yang mencakup beragam perasaan yang
dialami orang. Afek adalah sebuah konsep yang meliputi baik emosi maupun suasana hati.

· Emosi (emotion) adalah perasaan-perasaan intens yang ditujukan kepada seorang atau
sesuatu.

· Suasana hati (mood) adalah perasaan-perasaan yang cenderung kurang intens


dibandingkan emosi dan seringkali tanpa rangsangan konstektual.

2. Ciri-ciri Suasana Hati

a. Penyebabnya seringkali umum dan tidak jelas

b. Berakhir lebih lama dari emosi (jam atau hari)

c. Lebih umum ( dua dimensi utama afek positif dan afek negative yang terdiri dari
berbagai emosi spesifik)

d. biasanya tidak diindikasikan oleh ekspresi yang jelas.

e. Bersifat kognitif.

3. Ciri-ciri emosi

a. Disebabkan oleh kejadian spesifik.

b. Sangat cepat dalam durasi (detik atau menit)

c. Bersifat spesifik dan banyak (banyak emosi-emosi spesifik seperti kemarahan, rasa
takut,kesedihan, kebahagiaan dan rasa terkejut)

d. Biasanya disertai oleh ekspresi wajah yang jelas.


e. bersifat berorientasi tindakan

Sebelum menganalisis, ada tiga istilah yang berkaitan yaitu afek, emosi dan suasana hati.
Afek (Affect) adalah sebuah istilah umum yang mencakup beragam perasaan yang dialami
orang yang meliputi baik emosi maupun suasana hati. Emosi (emotion) dalah perasaan-
perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu. Dan suasana hati (mood)
aadalah perasaan-perassan yang cenderung kurang intens dibandingkan dengan emosi dan
sering kali rangsangan kontekstual.

Kita menunjukkan emosi ketika senang mengenai sesuatu, marah terhadap seseorang, atau
takut terhadap sesuatu. Sebaliknya suasana hati biasanya tidak ditunjukan pada seseorang
atau kejadian. Sebagai contoh jika kita dikritik rekan kerja mengenai cara bicara dan kita
menjadi marah dengan rekan kerja tersebut, hal ini menunjukkan emosi. Kita dalam keadaan
tidak normal, kemudian mungkin bereaksi berlebihan terhadap kejadian lain. Keadaan afek
ini mendeskripsikan sebuah suasana hati. Berikut tampilan yang menunjukkan hubungan
antara afek, emosi, dan suasana hati.

4. Kumpulan Dasar Emosi

Beberapa para peneliti atau para filsif beragumen bahwa terdapat emosi-emosi universal yang
biasa dialami oleh manusia. Mereka menyetujui enam emosi dasar universal dalam sebuah
rangkaian kesatuan: bahagia-terkejut-takut-sedih-marah-benci.

5. Apakah emosi membuat kita irasional?

Emosi adalah penting terhadap pemikiran rasional. Kita harus memiliki kemampuan untuk
mengalami emosi agar menjadi rasional. Karena emosi memberikan informasi penting
mengenai bagaimana kita memahami dunia di sekitar kita.

6. Apakah fungsi emosi itu?

Emosi sangatlah penting karena memotivasi orang untuk terlibat dalam tindakan-tindakan
penting agar dapat bertahan hidup, seperti kegembiraan yang memotivasi kita untuk
menghadapi situasi yang membutuhkan energy dan inisiatif.

7. Beberapa Aspek Emosi

a. Biologi Emosi

Semua emosi berasal dari dalam sistem limbuk otak dan terletak dekat batang otak kita.
Secara keseluruhan sistem limbik memberikan sebuah lensa di mana anda dapat
menginterprestasikan kejadian-kejadian. Ketika sistem tersebut aktif, anda melihat hal-hal
dalam cahaya negatif. Ketika tidak aktif, anda menginterprestasikan informasi secara lebih
positif.
b. Intensitas

Setiap orang memberikan respon yang berbeda-beda terhadap rangsangan pemicu esmosi
yang sama. Perbedaan tersebut timbul sebagai hasil dari persyaratan- persyaratan pekerjaan.
Setiap orang mempunyai kemampuan bawaan yang bervariasi untuk mengekspresikan
intensitas emosional.

c. Frekuensi dan Durasi

Suksesnya pemenuhan tuntutan emosional seseorang karyawan dari suatu pekerjaan tidak
hanya bergantung pada emosi-emosi yang harus ditampilkan dan intensitasnya tetapi juga
pada beberapa sering dan lamanya mereka berusaha enampilkannya.

Beberapa pengamat menyatakan bahwa rasionalitas dan emosi saling bertentangan, dan jika
menampilkan emosi, kemungkinana anda akan beertindak irasional. Emosi adalah penting
terhadap pemikiran rasional. Kita haris memiliki kemampuan untuk mengalami esmosi agar
dapat menjadi rasional. Karena esmosi memberikaan informasi penting mengenai bagaimana
kita memahami dunia di sekitar kita.

Emosi berkembang seiring waktu untuk membantu manusia memecahkan masalah. Emosi
sangatlah berguna karena memotifasi orang untuk terlibat dalam tindakan-tindakan penting
agar dapat bertahan hidup.

8. Suasana Hati Sebagai Afeksi Positif Dan Negatif

Salah satu cara untuk mengklasifikasikan emosi adalah tergantung positif atau negatifnya
mereka. Emosi positif seperti kegembiraan dan rasa syukur mengekspresikan evaluasi yang
menguntungkan atau perasaan. Emosi-emosi negatif seperti kemarahan atau rasa bersalah.
Ingat bahwa emosi tidak bisa netral. Menjadi netral berarti nonemotional. Ketika kita
mengelompokkan emosi ke dalam kategori positif dan negatif, mereka menjadi negara-negara
mood karena kita sekarang melihat mereka lebih umum bukannya mengisolasi satu emosi
tertentu. Lihat dalam structure of moods. Dalam tersebut, bersemangat adalah emosi tertentu
yang merupakan penanda murni positif yang tinggi mempengaruhi, sementara kebosanan
adalah penanda murni positif yang rendah mempengaruhi.

Demikian pula, gugup adalah murni penanda negatif yang tinggi mempengaruhi, sementara
santai adalah penanda murni negatif rendah mempengaruhi. Akhirnya, beberapa kepuasan
emosi seperti (campuran positif tinggimempengaruhi dan negatif rendah mempengaruhi) atau
kesedihan (campuran positif rendah mempengaruhi dan negatif yang tinggi mempengaruhi) -
berada di antara keduanya. Anda akan melihat bahwa model ini tidak mencakup semua
emosi. Ada dua alasan mengapa. Pertama , kita bisa muat emosi lainnya seperti antusiasme
atau depresi ke dalam model , tapi kami pendek pada ruang .Kedua , beberapa emosi , seperti
kejutan , tidak cocok dengan baik karena mereka tidak jelas positif atau negatif .

Poin dari “do emotions make us irrasional?”


1. mengekspresikan emosi ke publik dapat merusak status sosial

2. emosi sangat penting untuk pengambilan keputusan rasional

3. emosi membantu kita memahami dunia di sekitar kita

Positive Affect

Berdampak positif sebagai suasana hati yang terdiri dari positif emosi seperti kegembiraan,
keyakinan diri, dan keceriaan pada tinggi end, dan kebosanan, kelesuan, dan kelelahan pada
akhir rendah.

Negative Affect

Pengaruh negatif adalah suasana hati yang terdiri dari kegelisahan, stres, dan kecemasan
pada tinggi , dan relaksasi, ketenangan, dan ketenangan pada akhir rendah. Perhatikan bahwa
positif dan negatif mempengaruhi adalah suasana hati.

9. Sumber-Sumber Emosi dan Suasana Hati

a. Kepribadian

Kepribadian memberi kecenderungan kepada seseorang untuk mengalami emosi dan suasana
hati tertentu. Sebagian besar orang mempunyai kecenderungan tetap untuk mengalami
suasana hati dan emosi tertentu lebih sering dibandingkan orang lain.

b. Hari dalam seminggu dan waktu dalam sehari

Orang-orang cenderung berada dalam suasana hati terburuk (afek tertinggi dan afek positif
rendah) diawal minggu dan berada dalam suasana hati terbaik (afek positif tertinggi dan afek
negatif terendah) diakhir minggu. Orang-orang biasanya berada dalam semangat lebih rendah
pada awal pagi. Suasana hati cenderung meningkat dan kemudian menurun pada malam hari.

c. Cuaca

Cuaca memberikan sedikit pengaruh terhadap suasana hati. Korelasi ilusif menjelaskan
mengapa orang cenderung berfikir bahwa cuaca yang menyenangkan meningkatkan suasana
hati mereka. Korelasi ilusif terjadi ketika orang mengasosiasikan dua kejadian yang pada
kenyataannya tidak memiliki sebuah korelasi.

d. Stres

Tingkat stres dan ketegangan yang menumpuk di tempat kerja dapat memperburuk suasana
hati karyawan, sehingga menyebabkan mereka mengalami lebih banyak emosi negatif.

e. Aktivitas sosial

Aktivitas sosial bersifat fisik, informal, atau Epicurean (makan bersama orang lain) lebih
diasosiasikan kuat dengan peningkatan suasana hati yang positif dibandingka kejadian-
kejadian formal atau yang bersifat duduk terus-menerus.

f. Tidur

Kurang tidur pada malam sebelumnya memperburuk kepuasan kerja seseorang pada hari
berikutnya, karena sebagian besar orang merasa lelah, cepat marah, dan kurang waspada.

g. Olahraga

Terapi olahraga berpengaruh paling kuat terhadap mereka yang mengalami depresi.
Walaupun olahraga berpengaruh secara konsisten terhadap suasana hati, tetapi tidak terlalu
kuat. Jadi, olahraga dapat membanu anda berada dalam suasana hati yang lebih baik, tetapi
jangan mengharapkan mukjizat.

h. Usia

Emosi negatif tampaknya semakin sering terjadi seiring bertambahnya usia seseorang. Bagi
seseorang yang lebih tua, suasana hati positif yang tinggi bertahan lebih lama dan suasana
hati yang buruk menghilang dengan lebih cepat.

i. Gender

Dalam perbandingan antargender, wanita menunjukkan ekspresi emosional yang lebih besar
dibandingkan pria, mereka mengalami emosi lebih intens dan mereaka menunjukkan ekspresi
emosi positif maupun negatif yang lebih sering, kecuali kemarahan.

10. Batasan-batasan Eksternal pada Emosi

Setiap organisasi mendefinisikan batasan-batasan yang mengidentifikasi emosi-emosi yang


dapat diterima dan sampai tingkat mana karyawan dapat mengekspresikannya.
a. Pengaruh-Pengaruh Organisasional

Bukti yang ada mengindikasikan adanya bias terhadap emosi yang intens dan negatif.
Ekspresi dari emosi-emosi negatif seperti rasa takut, gelisah dan marah cenderung tidak dapat
diterima kecvuali dalam kondisi yang benar-benar spesifik. Misalnya dalam kondisi anggota
kelompok berstatus tinggi menunjukkan rasa tidak sabar kepada anggota yang berstatus
rendah. Lagipula ekspresi-ekspresi dari emosi yang intens, apakah negatif atau positif
cenderung tidak dapat diterima karena manajemen menganggapnya dapat merusak kinerja
tugas rutin.

b. Pengaruh-Pengaruh Kultural

Tingkat seberapa besar orang mengalami emosi bervariasi dalam setiap kultur. Secara umum,
orang-orang dalam sebagian besar kultur tampaknya mengalami emosi-emosi positif dan
negatif tertentu, tetapi sampai derajat tertentu, frekuensi pengalaman dan intensitas mereka
memang bervariasi. Secara umum pula orang-orang di seluruj dunia menginterpretasikan
emosi negatif dan positif dengan cara yang sama. Kita semua memandang emosi negatif
seperti kebencian, ketakutan, dan kemarahan sebagai hal yang berbahaya dan destruktif.
Kebanggaan diri dipandang sebagai emosi positif di kultur-kultur barat yang individualis
seperti As, tetapi kultur-kultur Timur seperti Cina dan Jepang cenderung memandang
kebanggan diri sebagai emosi yang tidak disukai.

Norma untuk ekspresi emosi berbeda-beda pula di setiap kultur. Penelitian telah
menunjukkan bahwa pada negara-negara kolektivis, kemungkinan orang lebih percaya bahwa
emosi yang ditunjukkan menimbulkan kaitan antara mereka dengan orang yang
mengekspresikan emosi tersebut. Sedangkan orang dalam kultur individualis tidak
menganggap bahwa ekspresi emosional orang lain diarahkan kepada mereka. Secara umum,
lebih mudah bagi mereka untuk mengenali emosi secara lebih akurat dalam kultur mereka
sendiri daripada kultur lain. Menariknya beberapa kultur kekurangan kata-kata untuk istilah-
istilah emosional standar Amerika seperti kegelisahan, depresi, dan rasa bersalah.

Apa yang dapat diterima dalam sebuah kultur mungkin terlihat sangat tidak biasa atau bahkan
disfungsional dalam kultur yang lain. Para manajer perlu mengetahui norma-norma dalam
setiap kultur di mana mereka melakukan bisnis sehingga mereka tidak mengirimkan sinyal-
sinyal yang tidak dikehendaki atau salah membaca reaksi dari penduduk lokal.Sebagai
contoh, seorang manajer Amerika di Jepang harus mengetahui bahwa jika orang-orang
Amerika cenderung menganggap tersenyum secara positif, orang Jepang mengatributkan
banyyak tersenyum pada kurangnya kecerdasan.

11. Kerja Emosional

Setiap karyawan mengeluarkan usajha fisik dan mental ketika mereka menempatkan
kapabilitas tubuh dan kognitif mereka, berturut-turut ke dalam pekerjaan mereka. Tetapi
pekerjaan juga membutuhkan kerja emosional. Kerja Emosional adalah ekspresi seorang
karyawan dari emosi-emosi yang diinginkan secara organisasional selama transaksi
antarpersonal di tempat kerja. Kerja emosional adalah relevan untuk hampir semua jenis
pekerjaan. Tantangan sebenarnya adalah ketika para karyawan harus menunjukkan satu
emosi sementara pada saat yang bersamaan mengalami emosi yang lain. Disparitas atau
perbedaan ini disebut disonansi emosional, dan hal ini dapat berakibat sangat buruk pada
karyawan. Jika dibiarkan perasaan yang terkungkung, frustasi, kemarahan, dan kebencian
akhirnya dapat menyebabkan kelelahan emosional dan kejatuhan mental. Semakin
pentingnya kerja emosional sebagai sebuah komponen dari kinerja pekerjaan yang efektif
menyebabkan pemahaman akan emosi memperoleh relevansi yang semakin besar dalam
bidang PO.

12. Emosi yang Dirasakan versus Emosi yang Ditampilakan

Kerja emosional menimbulkan dilema bagi karyawan. Terdapat orang-orang dengan siapa
anda harus bekerja yang anda benar-benar tidak suka. Mungkin menurut anda kepribadian
mereka kasar. Mungkin anda tahu mereka mengatakan hal-hal negatif tentang anda di
belakang anda. Tetapi, pekerjaan anda mengharuskan anda untuk berinteraksi dengan orang-
orang ini secara rutin, dan andapun terpaksa berpura-pura ramah. Akan dapat membantu
anda, khususnya dalam pekerjaan, jika anda dapat memisahkan emosi menjadi yang
dirasakan atau ditampilakan. Emosi yang dirasakan adalah emosi sebenarnya dari seorang
individu, sebaliknya emosi yang ditampilkan adalah emosi yang diharuskan organisasi untuk
ditampilkan oleh pekerja dan dipandang sesuai dalam pekerjaan tertentu. Emosi ini bukan
pembawaan namun dipelajari.

Manajer yang efektif belajar untuk bersikap seriuys ketika memberikan evaluasi kinerja
negatif seorang karyawan dan berusaha menyembunyikan kemarahan ketika mereka dilewati
untuk promosi. Dan mengenai perbedaan gender, terdapat sejumlah bukti bahwa manajemen
atas memang menghendaki pria dan wanita untuk menampilkan emosi yang berbeda, bahkan
dalam pekerjaan yang sama. Sebagai contoh dalam pekerjaan profesional dan manajerial,
para wanita melaporkan bahwa mereka harus menyembunyikan perasaan-perasaan negatif
mereka untuk menampilkan perasaan yang lebih positif dibandingkan para pria untuk
menyesuaikan diri dengan apa yang menurut mereka diharapkan atasan dan rekan kerja
mereka.

13. Apakah Pekerjaan-Pekerjaan Yang Menuntut Secara Emosional Dibayar Lebih Tinggi.

Baru-baru ini sebuah penelitian menguji isu ini terhadap beragam pekerjaan. Pengarang
penelitian tersebut menemukan bahwa hubungan antara tuntutan kognitif dan bayaran cukup
kuat, sementara hubungan antara tuntutan emosional dan bayaran tidak. Mereka menemukan
bahwa tuntutan- tutntutan emosional memiliki pengaruh tetapi hanya pada pekerjaan-
pekerjaan yang juga telah menuntut secara kognitif, pekerjaan-pekerjaan seperti pengacara
dan perawat. Tetapi misalnya, pekerja-pekerja pengasuh anak dan pelayan (pekerjaan-
pekerjaan dengan tuntutan emosional tinggi tetapi memiliki tuntutan kognitif yang rendah)
menerima kompensasi yang kecil untuk tuntutan emosional.
14. Teori Peristiwa Afektif

Respon emosional seseorang terhadap suatu peristiwa dapat berubah bergantung pada
suasanan hati. Akhirnya, emosi mempengaruhi sejumlah variabel kinerja dan kepuasan.

Beragam tes terhadap teori peristiwa afektif (AET) menyatakan bahwa:

a. Suatu episode emosional sebenarnya adalah serangkaian pengalaman emosional yang


ditimbulkan oleh satu peristiwa tunggal serta mengandung elemen-elemen emosi dan siklus
suasana hati.

b. Emosi yang ada pada satu waktu memengaruhi kepusan kerja, bersama dengan latar
belakang emosi yang melingkupi peristiwa tersebut.

c. Suasanan hati dan emosi berfluktuasi dari waktu ke waktu, sehingga kinerja juga
berfluktuasi.

d. Perilaku-perilaku yang didorong oleh emosi biasanya berdurasi pendek dan sangat
bervariasi.

e. Karena cenderung tidak sesuai dengan perilaku yang dibutuhkan untuk melakukan
sebuah pekerjaan, emosi biasanya berpengaruh negatif terhadap kinerja pekerjaan.

Terdapat dua pesan penting dalam AET, yaitu:

a. Emosi-emosi menyediakan wawasan yang berharga untuk memahami perilaku


karyawan.

b. Karyawan dan manajer seharusnya tidak mengabaikan emosi dan peristiwa yang
menyebabkannya.

15. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional (emotional interlligence-EI) adalah kemampuan seseorang untuk


mendeteksi serta mengolah petunjuk-petunjuk dan informasi emosional. EI terdiri atas lima
dimensi, yaitu:

a. Kesadaran diri => sadar atas apa yang Anda rasakan

b. Manajemen diri => kemampuan mengelola emosi dan dorongan-dorongan Anda sendiri

c. Motivasi diri=> kemampuan bertahan dalam menghadapi kemunduran dan kegagalan

d. Empati => kemampuan merasakan apa yang dirasakan orang lain

e. Keterampilan sosial => kemampuan menangani emosi-emosi orang lain


16. Kasus Mendukung EI

a. Daya Tarik Intuitif

Orang-orang yang dapat mendeteksi emosi orang lain, mengendalikan emosi mereka sendiri,
dan menangani interaksi sosial dengan baik akan mempunyai kaki yang kuat untuk berdiri
dalam dunia bisnis.

b. EI Meramalkan Kriteria yang Penting

Bukti melalui penelitian: EI dapat meramalkan kinerja karyawan dalam sebuah pabrik rokok
di Cina. Kemampuan untuk mengenali emosi pada ekspresi wajah orang lain dan untuk
“mencuri dengar” secara emosional (mengambil sinyal-sinyal halus mengenai emosi orang
lain) dapat meramalkan peringkat rekan kerja terhadap seberapa berharga orang-orang
tersebut untuk organisasi mereka.

c. EI Berbasis Biologis

EI berbasis secara neurologi dalam sedemikian rupa yang tidak berhubungan dengan ukuran-
ukuran kecerdasan standar, dan orang-orang yang menderita kerusakan neurologi memiliki
nilai rendah pada EI dan membuat keputusan lebih buruk dibandingkan orang-orang yang
lebih sehat dalam hal ini.

17. Kasus Menentang EI

a. EI adalah Sebuah Konsep yang Samar

Bagi banyak peneliti, adalah tidak jelas mengenai apa yang dimaksud dengan EI. Konsep EI
telah menjadi sangat luas dan komponen-komponennya sangat beragam, sehingga hal
tersebut bukan lagi sebuah konsep kecerdasan.

b. EI Tidak Dapat Diukur

· Validitas pertanyaan pada ukuran EI masih dipertanyakan.

· Ukuran yang digunakan ada yang bersifat laporan diri yang berarti tidak ada jawaban
benar dan salah.

c. Validitas EI Masih Dipertanyakan

EI tidak memiliki suatu yang unik untuk ditawarkan. Belum ada cukup riset mengenai apakah
EI menambah wawasan melampaui ukuran-ukuran kepribadian dan kecerdasan umum dalam
meramalkan kinerja pada pekerjaan.

18. Aplikasi-Aplikasi Perilaku Organisasi Terhadap Emosi Dan Suasana Hati


a. Seleksi

Sampai pada hari ini, para pemberi kerja harus mempertimbangkan EI sebagai sebuah faktor
dalam merekrut karyawan, sehingga semakin banyak pemberi kerja mulai menggunakan
ukuran-ukuran EI untuk mempekerjakan seseorang.

b. Pengambilan Keputusan

Perasaan dapat mempengaruhi keputusan yang diambil. Orang dapat membuat pilihan yang
berbeda ketika mereka marah dan tertekan dibandingkan ketika mereka sedang tenang.
Orang-orang yang tertekan membuat keputusan lebih buruk dibandingkan dengan orang-
orang yang bahagia. Hal tersebut disebabkan karena orang-orang yang tertekan lebih lambat
dalam memproses informasi dan cenderung menimbang semua kemungkinan dari pada hanya
pilihan yang lebih mungkin diambil. Sebaliknya, emosi positif dapat meningkatkan
keterampilan pemecahan masalah serta memahami dan menganalisis informasi baru.

c. Kreatifitas

Orang-orang yang berada dalam suasana hati yang baik lebih kreatif dibandingkan orang-
orang yang berada dalam suasana hati yang buruk. Mereka menghasilkan lebih banyak ide,
orang lain berfikir bahwa ide mereka adalah orisinil, dan mereka cenderung dapat
mengidentifikasi lebih banyak pilihan kreatif terhadap masalah.

d. Motivasi

Dua penelitian telah menegaskan pentingnya suasana hati dan emosi pada motivasi.
Penelitian yang pertama meminta dua kelompok orang untuk memecahkan sejumlah teka teki
kata-kata. Dan hasilnya kelompok dengan suasana hati positif melaporkan ekspektasi yang
lebih tinggi untuk dapat memecahkan teka-teki tersebut, berusaha lebih keras, dan sebagai
hasilnya dapat memecahkan lebih banyak teka-teki. Penelitian yang kedua menemukan
bahwa dengan memberi umpan balik kepada orang baik nyatanya maupun palsu mengenai
kinerja mereka dapat memepengaruhi suasana hati mereka, yang kemudian mempengaruhi
motivasi mereka. Jadi sebuah siklus dapat eksis di mana suasana hati positif menyebabakan
oranga menjadi kreatif, yang menimbulkan umpan balik positif dari mereka yang mengamati
pekerjaan mereka. Umpan balik positif ini kemudian lebih jauh menguatkan suasana hati
positif mereka yang kemudian dapat membuat mereka berkinerja bahkan lebih baik lagi, dan
seterusnya.

Kedua penelitian ini menegaskan pengaruh suasana hati dan emosi pada motivasi dan
menyatakan bahwa organisasi-organisasi yang mempromosikan suasana hati positif di tempat
kerja lebih berkemungkinan mempunyai angkatan kerja yang lebih termotivasi.

e. Kepemimpinan
Kemampuan untuk memimpin orang lain adalah sebuah kualitas fundamental yang dicari
organisasi-organisasidalam karyawan mereka. Para pemimpin yang efektif mengandalkan
daya tarik emosional untuk membantu menyampaikan pesan-pesan mereka. Bahkan ekspresi,
emosi dalam pidato seringkali merupakan elemen penting yang membuat kita menerima atau
menolak pesan seorang pemimpin. Ketika para pemimpin bersemangat, antusias dan aktif
mereka lebih mungkin untuk memberi energi pada bawahan-bawahan mereka dan
menyampaikan rasa efektifitas, kompetensi, optimisme dan kegembiraan.

f. Konflik Antar Personal

Manakala konflik timbul diantara rekan kerja, dapat dipastikan bahwa emosi dapat terlihat.
Sebenarnya, keberhasilan seorang manager saat mencoba menyelesaikan konflik terutama
ditentukan oleh kemampuan untuk mengenali elemen emosional dalam konflik dan meminta
pihak-pihak yang terlibat untuk mengendalikan emosi mereka.

g. Negosiasi

Negosiasi adalah sebuah proses emosional, namun beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa negosiator yang berpura-pura marah memiliki keuntungan atas lawan mereka. Ketika
seorang negosiator menunjukkan kemarahan, lawan menyimpulkan bahwa negosiator
tersebut telah menyerahkan semua yang ia dapat dan dengan demikian lawan menyerah.
Menunjukkan sebuah emosi negatif dapat saja efektif, tetapi berperasaan buruk terhadap
penampilan anda tampaknya merugikan negosiasi-negosiasi di masa depan. Negosiator yang
buruk mengalami emosi-emosi negatif mengembangkan persepsi-persepsi negatif lawan
mereka, dan kurang bersedia berbagi informasi atau bersikap kooperatif dalam negosiasi
mendatang. Menariknya, walaupun suasana hati dan emosi bermanfaat di tempat kerja, dalam
proses negosiasi , emosi dapat merugikan kinerja seorang negosiator , kecuali jika ia
mengerkspresikan wajah palsu (berpura-pura marah).

h. Pelayanan Pelanggan

Keadaan emosional seorang pekerja mempengaruhi pelayanan pelanggan, yang berpengaruh


terhadap tingkat pengulangan bisnis dan tingkat kepuasan pelanggan. Pemberian pelayanan
yang berkualitas kepada pelanggan membuat karyawan menuntut banyak hal karena mereka
sering berada dalam situasi disonansi emosional. Seiring waktu, keadaan ini dapat
menyebabkan kepatuhan mental atau fisik dalam pekerjaan, penurunan kinerja, dan
rendahnya kepuasan kerja.

Selain itu, emosi karyawan dapat berpindah kepada pelanggan. Penelitian mengindikasikan
adanya efek kesesuaian antara emosi karyawan dan pelanggan, sebuah efek yang oleh praktisi
PO disebut sebagai penularan emosional, “penangkapan “ emosi dari orang lain. Cara
penularan emosi terjadi ketika seseorang mengalami emosi-emosi positif lalu tertawa dan
tersenyum kepada anda, anda mulai meniru perilaku orang tersebut.

i. Sikap Kerja
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang mempunyai hari baik di tempat
kerja, cenderung berada dalam suasana hati yang lebih baik di rumah pada malamnya.
Sebaliknya orang-orang yang mengalami hari buruk di tempat kerja, maka cenderung berada
di suasana hati yang buruk pula saat di rumah. Meskipun orang-orang orang-orang secara
emosional membawa pulang pekerjaan mereka ke rumah pada hari berikutnya, pengaruh
tersebut biasanya telah hilang.

j. Perilaku Menyimpang di Tempat Kerja

Emosi-emosi negatif juga dapat membawa perilaku menyimpang di tempat kerja.


Siapapun yang pernah menghabiskan banyak waktu dalam sebuah organisasi menyadari
bahwa orang-orang seringkali berperilaku dalam cara-cara yang melanggar norma-norma
yang ada dan mengancam organisasi, anggotanya atau keduanya. Sebagai contoh, seorang
karyawan yang iri hati dapat bersikap bermusuhan dan berbuat licik kepada karyawan lain,
menyimpangkan keberhasilan orang lain secara negatif, dan menyimpangkan secara positif
pencapaian-pencapaiannya sendiri. Bukti yang ada menyatakan bahwa orang-orang yang
menyatakan emosi negatif khususnya mereka merasa marah atau mempunyai sikap
bermusuhan lebih berkemungkinan untuk terlibat dalam berperilaku menyimpang di tempat
kerja daripada orang-orang yang tidak merasakan emosi-emosi negatif.

19. Bagaimana Para Manager Memenuhi Suasana Hati

Secara Umum, anda dapat meningkatkan suasana hati orang-orang dengan memutarkan
sebuah klip video yang lucu untuk mereka, memberi mereka sekantung kecil permen, atau
bahkan menyuruh mereka mencicipi minuman yang enak. Untuk memperbaiki suasana hati
karyawan, para manajer dapat menggunakan humor dan memberi karyawan mereka
penghargaan kecil sebagai apresiasi terhadap pekerjaan yang dilaksanakan dengan baik.
Selain itu riset mengindikasikan bahwa ketika para pemimpin berada dalam suasana hati yang
baik, anggota kelompok menjadi lebih positif dan sebagai hasilnya para anggota akan lebih
bekerja sama.

20. Ringkasan dan Implikasi untuk Manajer

Emosi dan suasana hati adalah mirip karena keduanya bersifat afektif. Tetapi kedua hal ini
juga berbeda, suasana hati lebih umum dan kurang kontekstual dibandingakn emosi. Selain
itu berbagai peristiwa juga membawa perbedaan. Waktu dalam sehari dan hari dalam
seminggu, peristiwa-peristiwa yang penuh tekanan, aktivitas-aktivitas sosial, pola tidur,
seluruhnya adalah faktor-faktor yang mempengaruhi emosi dan suasana hati. Emosi dan
suasana hati merupakan suatu bagian alami dari diri seorang individu. Para manajer
melakukan kesalahan jika mereka mengabaikan emosi rekan kerja mereka dan menganggap
perilaku orang lain sebagai hal rasional. Para manajer yang memahami peran emosi dan
suasana hati akan secara signifikan meningkatkan kemampuan mereka untuk menjelaskan
dan meramalkan perilaku rekan kerja mereka.
Emosi dan suasana hati dapat mempengaruhi kinerja karyawan, terutama emosi negatif,
namun emosi positif ternyata juga dapat meningkatkan kinerja. Emosi dan suasana hati dapat
meningkatkan rangsangan kerja dan memotifasi karyawan untuk dapat bekerja lebih baik.
Perasaan-perasaan tertentu juga dapat menjadi persuaratan sebuah pekerjaan.

BAB V

KEPRIBADIAN DAN NILAI

Para psikolog cenderung mengartikan kepribadian sebagai suatu konsep dinamis yang
mendeskripsikan pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem psikologis seseorang.
Gordon Allport (70 tahun yang lalu) mengartikan kepribadian “Organisasi dinamis dalam
sistem psikofiologis individu yang menentukan caranya untuk menyesuaikan diri secara unik
terhadap lingkungannya”.

Faktor yang memperngaruhi Kepribadian

1. Faktor keturunan

Ada tiga dasar yang menjelaskan bahwa faktor keturunan menentukan kepribadian seseorang

a. Berfokus pada penyokong genetis dari perilaku dan temperamen anak-anak.

Bukti menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaan malu, rasa takut, dan agresif dapat
dikaitkan dengan karakteristik genetis bawaan.

b. Berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir.

Kepribadian anak kembar yang dibesarkan dikeluarga yang berbeda ternyata lebih mirip
dengan saudara kembarnya dibandingkan kepribadian seorang kembar identik dengan
saudara-saudara kandungnya yang dibesarkan bersama-sama.

c. Meneliti konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai situasi

2. Faktor lingkungan

Lingkungan adalah dimana tempat kita tumbuh dan dibesarkan; norma dalam keluarga,
teman-teman, dan kelompok social; dan pengaruh-pengaruh lain yang kita alami. Budaya
membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari 1 generasi ke generasi berikutnya
serta menghasilkan kosistensi berjalannya waktu. Ideology yang secara instens berakar
disuatu kultur mungkin hanya akan berpengaruh sedikit pada kultur yang lain akan tetapi
pada umummnya stabil dan kosisten, dapat berubah tergantung pada situasi dan kondisi yang
dihadapinya.

Akan tetapi faktor keturunan membekali kita dengan sifat dan kemampuan bawaan, tetapi
potensi penuh kita ditentukan oleh seberapa baik kita menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Sifat – sifat Kepribadian

Mengapa sifat-sifat kepribadian menjadi suatu hal yang mendapatkan perhatian yang cukup
besar? Hal ini dikarenakan para peneliti telah lama meyakini bahwa sifat-sifat kepribadian
dapat membantu proses seleksi karyawan, menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu,
dan memandu keputusan pengembangan karier.

Myers Briggs type indicator(MBTI) adalah instrument penilaian kepribadian yang paling
sering digunakan, instrument yang berisi 100 pertanyaan mengenai bagaimana individu akan
merasa atau bertindak dalam situasi tertentu serta dijabarkan sebagai berikut.

• Ekstraver vs Introver – individu dengan karakteristik ekstraver digambarkan sebagai


individu yang ramah, suka bergaul, dan tegas; sedangkan introvert digambarkan sebagai
individu yang pendiam dan pemalu

• Sensitive vs Intuitif – individu dengan karakteristik sensitive digambarkan yang praktis dan
lebih rutinitas dan urutan serta berfokus pada detail; sedangkan Intuitif mengandalkan proses-
proses tidak sadar dan melihat “gambaran umum”

• Pemikir vs Perasa – individu dengan karakter pemikir menggunakan alas an dan logika
untuk menangani berbagai masalah; sedangkan perasa mengandalkan nilai-nilai dan emosi
pribadi mereka.

• Memahami vs Menilai – individu yang cenderung memiliki karakteristik memahami


menginginkan kendali dan lebih suka dunia mereka teratur dan terstruktur; sedangkan menilai
cenderung lebih fleksibel dan spontan.

Indicator ini banyak digunakan dalam dunia bisnis maupun angkatan bersenjata akan tetapi
sebagai bukti menunjukkan bahwa ukuran ini kurang valid yaitu memaksakan seseorang
intuk diketegorikan sebagai satu jenis atau jenis yang lainnya dengan kata lain tidak ada yang
berada pada posisi tengah-tengah, meskipun kadang-kadang individu bisa jadi ekstrober dan
introver pada tingkatan tertentu. Hal ini bisa menjadikan sebuah alat ukur untuk
meningkatkan kesadaran diri dan memandu karier, akan tetapi tidak berhubungan dengan
prestasi kerja serta tidak bisa digunakan sebagai tes seleksi karyawan.

Model lima besar, John Bearden telah membuktikan bagaimana cara membuat dan
memikirkan kembali cara mengatur individu. Selama beberapa tahun terakhir penelitian
mendukung bahwa 5 dimensi dasar saling mendasari dan mencakup sebagian besar variasi
yang signifikan dalam kepribadian manusia. Faktor 5 besar mencakup :
Ekstraversi (exstraversion). Dimensi ini mengatakan tingkat kenyamanan seseorang dalam
berhubungan dengan individu lain. Individu yang Ekstraversi cenderung suka berkelompok,
tegas, dan mudah bersosialisasi; sebaliknya introversi cenderung suka menyendiri dan
pendiam.

Mudah akur dan bersepakat (Agreeblesness). Dimensi ini mengatakan kepatuhan individu
terhadap individu yang lainnya. Individu yang suka besepakat adalah individu yang senang
bekerjasama, hangat dan penuh kepercayaan. Sebaliknya individu yang tidak suka bersepakat
cenderung dingin, tidak ramah dan suka menantang.

Sifat berhati-hati (Conscientiousness). Dimensi ini merupakan ukuran kepercayaan artinya


individu yang sangat berhati-hati adalah yang bertanggung jawab, teratur, dapat diandalkan
serta gigih; sebaliknya individu yang berhati-hati rendah cenderung mudah bingung, tidak
teratur serta tidak dapat diandalkan.

Stabilitas emosi (Emotional Stability). Dimensi ini menilai kemampuan seseorang untuk
menahan stress. Individu yang tingkat emosi yang positif cenderung tenan, percaya diri dan
memiliki pendirian yang teguh. Sebaliknya Individu yang tingkat emosi yang negative
cenderung mudah gugup, khawatir, depresi dan tidak memiliki penndian yang teguh.

Terbuka terhadap hal-hal baru (Openess to Experience). Dimensis ini mengelompokan


individu berdasarkan lingkup minat dan ketertarikannya terhadaphal-hal baru. Individu yang
sangat terbuka cenderung kreatif, ingin tau, dan sensitive terhadap hal-hal yang bersifat seni.
Sebaliknya mereka yang tidak terbuka cenderung konvensional dan merasa nyaman dengan
hal-hal yang sudah ada.

Selain menyediakan kerangka kerja kepribadian yang menyatu, penelitian mengenai Model 5
besar juga menemukan keterkaitan antara dimensi-dimensi kepribadian ini dengan prestasi
kerja individu. Fakta yang lebih besar menunjukkan bahwa individu yang dapat dipercaya,
dapat diandalkan, bertanggungjawab, mampu membuat rencana, terorganisasi, pekerja keras,
gigih dan berorentasi pada prestasi cenderung mempunyai prestasi kerja yang lebih tinggi
dalam sebagian kerja jika bukan semua pekerjaan.

MENILAI KEPRIBADIAN

Alasan kenapa seorang menejerial perlu mengetahui bagaimana cara menilai pekerjaan
adalah karena penelitian menunjukkan bahwa tes-tes kepribadian sangat berguna salam
membuat keputusan perekrutan. Nilai kepribadian juga dapat digunakan untuk meramalkan
calon terbaik untuk suatu pekerjaan disamping agar lebih memahami dan lebih baik dalam
mengatur individu yang bekerja pada mereka.

Ada 3 cara utama untuk menilai kepribadian:


1. Survei Mandiri

Survey mandiri adalah survey yang umum digunakan yaitu dengan mengisi sendiri form
pengisian. Survey mandiri banyak kekurangan misalnya berbohong untuk mendapatkan nilai
terbaik, juga akurasi yang tidak tepat karena kondisi emotional sangat mempengaruhi waktu
pengisian.

2. Survey peringkat oleh pengamat

Survey peringkat bisa dilakukan dengan melakukan penilaian yang dilakukan teman sejawat,
survey ini bisa dijadikan pertimbangan yang lebih baik atas keberhasilan suatu pekerjaan.

3. Ukuran proyeksi (Rorschach Inkbolt test dan Thematic Apperception test-TAT)

Rorschach Inkbolt test adalah individu diminta unutk menyatakan menyerupai apakah inkblot
dan Thematic Apperception test-TAT adalah individu dimintai menuliskan kisah dari
serangkaian gambar pada kartu. Akan tetapi cara ini jarang digunakan dikarenakan adanya
ketidak seragaman mengartikan.

Sifat kepribadian yang mempengaruhi perikalu organisasi

Evaluasi inti diri (Core self evaluation), konsep ini mengatakan bahwa individu memiliki
pandangan akan dirinya sendiri, ada 2 hal dalam evaluasi inti diri yaitu positif dan negative.
Artinya positif adalah individu menyukai diri sendiri, menganggap diri mereka efektif, cakap
dan mengendalikan lingkungan mereka, sedangkan negative menganggap diri mereka tidak
berdaya atas lingkungan mereka.

Evaluasi inti diri ditentukan 2 elemen yaitu

1. Harga diri (seft esteem) adalah tingkat menyukai atau tidak menyukai diri sendiri dan
tingkat sampai mana individu menganggap diri mereka berharga dan tidak berharga sebagai
seorang manusia.

2. Lokus kendali (locus of control) adalah tingkat dimana individu yakin akan mereka adalah
penentu nasib mereka sendiri. Internal (ilternals) adalah individu yakan bahwa mereka
pemegang kendali atas apa pun yang terjadi pada mereka sedangkan eksternal (externals)
adalah individu yakin bahwa apa pun dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan
dan kesempatan.

Machiavellianisme (Machiavellianisme-mach) berasal dari nama niccolo Machiavelli


berpendapat tentang bagaimana cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan. Individu
dengan Machiavellianisme cenderung pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan
yakin bahwa hasil lebih penting dari pada proses. Namun sifat Machiavellianisme dapat
diredam oleh faktor-faktor situasional yaitu :

1) Ketika mereka berinterasi secara langsung dengan individu lain, bukan secara tidak
langsung

2) Ketika situasi mempunyai sedikit peraturan, yang memungkinkan kebebedan improvisasi

3) Bila keterlibatan emosional dengan detail-detail yang tidak relevan dengan keberhasilan
menggangu individu mach yang rendah

Narsisme (nascissism) adalah individu yang mendeskripsikan yang menpunyai rasa


kepentingan diri yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, mengutamakan diri
sendiri dan arogan. Menurut penelitian individu tipe ini mempunyai pandangan mereka
adalah peminpin yang labih baik bila dibandingkan rekan-rekan mereka sedangkan atasan
mereka menilai mereka pemimpin yang buruk.

Pemantau diri (self monitoring) merujuk pada kemampuan seorang individu untuk
menyesuaikan perilakunya dengan faktor-faktor situasional eksternal. Mereka sangat peka
terhadap isyarat-isyarat eksternal dan mampu menyesuaikan perilaku dengan situasi yang
berbeda-beda.

Pengambil Resiko, kecenderungan untuk mengambil atau menghindari resiko telah terbukti
berpengaruh terhadap berapa lama waktu yang dibutuhkan manajer untuk membuat
keputusan dan berapa banyak informasi yang mereka butuhkan untuk membuat pilihan.

Kepribadian tipe A adalah individu yang luar biasa kompetitif dan selalu terlihat mengalami
keterdesakan waktu. Karakteristik kepribadian tipa A yaitu :

1) Selalu bergerak, berjalan, dan makan dengan cepat

2) Merasa tidak sabaran

3) Berusaha keras untuk memikirkan atau melakukan dua hal atau lebih pada saat yang
bersamaan

4) Tidak dapat menikmati waktu luang

5) Terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah hal yang bisa
mereka peroleh.
Berbeda dengan kepribadian tibe B, jarang tergoda oleh keinginan untuk mendapatkan
sejumlah hal yang terus meningkatkan atau berpartisipasi dalam serangkaian peristiwa yang
terus berkembang dengan jumlah yang selalu berkurang. Karakteristik tipe B adalah :

1) Tidak pernah pengalami keterdesakan waktu atau ketidaksabaran

2) Merasa tidak perlu memperlihatkan atau mendiskusikan pencapaian maupun prestasi


mereka kecuali atas tuntusan situasi

3) Bersenang-senang dan bersantai daripada berusaha menunjukkan kenggulan mereka

4) Bisa santai tanpa merasa bersalah.

Kepribadian proaktif (Proactive personality) cenderung oportunis, berinisiatif, berani


bertindak, dan tekun sehingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Mereka
menciptakan perubahan positif dalam lingkungan tanpa memperdulikan batasan dan halangan
sehingga individu yang proaktif sangan dibutuhkan dalam perusahaan. Individu proaktif juga
cenderung mencari informasi pekerjaan mengenai organisasi, mengembangkan kontak posisi
yang tinggi, terlihat dalam perencanaan karier, dan tekun ketika menghadapi rintangan-
rintangan karier.

Kepribadian Dan Kultur Nasional

Tidak ada tipe kepribadian umum untuk suatu Negara tertentu, Menemukan pengambil resiko
yang tinggi dan rendah hampir setiap kultur. Namun, kultur suatu Negara mempengaruhi
karakteristik kepribadian yang dominan dari populasinya. Terbukti bahwa kultur-kultur
berbeda berdasarkan hubungan individu dengan lingkungan mereka. Dalam beberapa kultur
orang-orang yakin bahwa mereka bisa mendominasi lingkungan mereka sedangkan dinegara
lain yakin bahwa kehidupan pada dasarnya telah ditentukan sebelumnya oleh kekuatan yang
lain.

NILAI

Nilai (Value) menunjukkan alas an dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan akhir
tertentu lebih disukai secara pribadi atau social dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan
akhir yang berlawanan”. Nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang
individu mengenai hal-hal yang bener, baik atau diinginkan. Nilai mempunyai sifat isi dan
intensitas. Sifat isi menyampaikan bahwa cara pelaksanaan atau keadaan akhir dari kehidupan
adalah penting. Sifat intensitas menjelaskan betapa pentingnya hal tersebut. Jadi ketika
menggolongkan nilai seorang individu menurut intensitasnya kita kenal dengan sistem nilai
(value sistem) orang tersebut.

Nilai mempuyai kecenderungan yang relative stabil dan berlangsung lama. Sejak kecil kita
diberi tahu bahwa perilaku-perilaku tertentu pantas atau tidak. Pembelajaran nilai secara
absolute atau secara “Hitam atau Putih” inilah yang setidaknya menjamin kestabilan dan daya
tahan nilai tersebut.

Pentingnya Nilai

Nilai sangat penting terhadap penelitian perilaku organisasional karena menjadi dasar
pemahaman dan motivasi individu, dan dikarenakan berpengaruh juga pada persepsi kita.
Secara umum nilai mempengaruhi sikap dan perilaku, misal sebuah perusahaan dan memiliki
pendangan bahwa pengalokasian imbalan berdasarkan pretasi kerja adalah benar, sementara
pengalokasian imbalan berdasarkan senioritas adalah salah. Sehingga hal tersebut memicu
untuk tidak berupaya semaksimal mungkin karena “bagaimana pun juga, hal tersebut tidak
akan menghasilkan lebih banyak imbalan”.

Jenis Nilai

Rokeach value survey (Milton Rokeach), terdiri dari 18 pokok nilai individu, satu kumpulan
disebut nilai terminal (terminal value) merujuk pada keadaan – keadaan akhir yang
diinginkan yang merupakan tujuan yang dicapai seseorang selama hidupnya. Kumpulan
lainnya yaitu nilai instrumental (Instrumental value), merujuk pada perilaku atau cara-cara
yang lebih disukai untuk mencapai suatu terminal. Penelitian RVS berubah-ubah diantara
setiap kelompok dalam individu dalam pekerjaan atau kategori yang sama. Perbedaan ini
menjadi sulit ketika kelompok-kelompok tersebut harus bernegosiasi satu sama lainnya serta
dapat menimbulkan konflik ketika harus berhadapan mengenai kebijaksanaan ekonomi dan
social organisasi.

Kelompok kerja kontemporer, merupakan penggabungan beberapa analisis terbaru mengenai


nilai kerja ke dalam empat kelompok yang berusaha mendapatkan nilai unik dari kelompok
atau generasi yang berbeda – beda dalam angkatan kerja. Kelompok kerja kontemporer ini
mempunyai beberapa kekurangan antara lain:

1) Tidak bisa membuat asumsi bahwa kerangka ini bisa diterapkan secara universal diseluruh
kultur

2) Terdapat sangat sedikit penelitian yang tepat mengenai nilai generasional, sehingga
memerlukan kerangkan intuitif

3) Hal ini merupakan kategori-kategori yang tidak tepat.

Pemahaman bahwa nilai individual berbeda tetapi cenderung mencerminkan nilai social pada
periode dimana individu tumbuh dapat menjadi sebuah masukan yang berharga dalam
menjelaskan dan memprediksi perilaku. Karyawan pada usia 60-an akhir, misalnya
cenderung lebih bisa menerima otoritas bila dibandingkan rekan-rekan kerja mereka yang
usianya 10 – 15 tahun lebih muda. Bila dibandingkan pada orang tua mereka, pekerja yang
usia 30-an kemungkinan besar menolak keras jika harus bekerja pada akhir pekan dan lebih
mudah meninggalkan pekerjaan pada karier menengah untuk mengejar karier lain yang
memberikan lebih banyak waktu luang.

Nilai, Kesetiaan dan Perilaku Etis

Skandal-skandal terbaru perusahaan seperti manipulasi laporan keuangan, penyembunyian


fakta, dan konflik-konflik kepentingan memang menunjukkan suatu penurunan, apakah hal
ini dapat menurunkan etika bisnis?

Penurunan dalam standard - standard etika, mungkin kita mendapatkan sebuah penjelasan
yang masuk akal. Bagaimanapun, manajer terus melaporkan bahwa tindakan atasan mereka
merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi perilaku etis dan tidak etis dalam organisasi
mereka. Dengan fakta ini, nilai yang dimiliki oleh individu yang berada pada posisi
manajemen menengah dan atas harus memiliki kaitan dengan seluruh iklim etis dalam sebuah
organisasi.

Generasi Boomer naik ketingkat menajemen yang lebih tinggi, pada posisi manajer
menengah dan puncak. Kesetiaan Generasi boomer adalah pada karier mereka serta focus
perhatian mereka pada menjadi “nomor satu”. Potensial sekarang adalah pada generasi X
yang sedang bergerak menuju celah-celah manajemen menengah dan dengan segera akan
naik ke manajemen puncak. Karena dangat menghargai hubungan, mereka cenderung
mempertimbangakan implikasi etis dari tindakan-tindakan mereka terhadap individu lain
disekitar mereka. Sehingga dapat dilihat peningkatan standatd etika dalam bisnis selama satu
atau dua decade berikutnya semata-mata sebagai hasil dari nilai yang berubah dalam posisi
manajemen.

Nilai Lintas Kultur

Kerangka hofstede untuk menilai kultur sekitar tahun 1970-an oleh Geert Hofstede, ia
menemukan bahwa manajer dan karyawan memiliki lima dimensi nilai kultur nasional yang
berbeda – beda, dimensi tersebut adalah :

1. Jarak kekuasaan (power distance). Tingkatkan dimana individu dalam suatu Negara setuju
bahwa kekuatan dalam institusi dan organisasi didistribusikan secara tidak sama. Kultur-
kultur seperti ini cenderung mengikuti sistem kelas atau kasta yang tidak mendukung
mobilitas warga negaranya ke atas. Peringkat jarak kekuasaan yang rendah menunjukkan
bahwa kultur tersebut tidak mendukung perbedaan antara kekuatan dan kekayaan karena
menekankan pada persamaan dan peluang.

2. Individualisme (individualism) versus kolektivisme (collectivism). Individualisme adalah


tingkatan dimana individu lebih suka bertindak sebagai individu daripada sebagai anggota
suatu kelompok dan menjunjung tinggi hak-hak individual. Kolektivisme menekankan
kerangka social yang kuat dimana individu mengharap individu lain dalam kelompok mereka
untuk menjaga dan melindungi mereka.
3. Maskulinitas (masculinity) versus feminitas (feminity). Tingkatan dimana kultur lebih
menyukai peran-peran maskulin tradisioanal seperti pencapaian, kekuatan, dan pengendalian
versus kultur yang memandang pria dan wanita memiliki kedudukan yang sejajar. Penilaian
maskulinitas yang tinggi menunjukkan bahwa terdapat peran yang terpisah untuk pria dan
wanita, dengan pria yang mendominasi. Penilaian feminitas yang tinggi berarti bahwa
terdapat sedikit perbedaan antara pria dan wanita, ini juga tidak berarti menekankan
persamaan antara pria dan wanita.

4. Penghindaran ketidakpastian (uncertainity avoidance). Tingkatan ini dimana individu


dalam suatu Negara lebih memilih situasi terstruktur dibandingkan tidak terstruktur.Individu
memiliki tingkat kekhawatiran yang juga tinggi mengenai ketidakpastian dan ambiguitas.
Kultur ini cenderung menekankan hukum,peraturan,dan kendali yang didesain untuk
mengurangi ketidakpastian. Kultur ketidakpastian rendah individu tidak begitu cemas akan
ambiguitas dan ketidakpastian serta memiliki toleransi akan keragaman opini.

5. Orientasi jangka panjang (long term orientation) versus orientasi jangka pendek (short term
orientation). Individu dalam kultur orientasi jangka panjang melihat kemasa depan dan
menghargai penghematan,ketekunan, dan tradisi. Sedangkan individu kultur jangka pendek
menghargai masa kini;perubahan diterima dengan lebih siap,dan komitmen tidak mewakili
halangan-halangan menuju perubahan.

Kerangka globe untuk menilai kultur (Global leadership and Organizatioanal Behavior
Effectiveness) adalah sebuah penyelidikan lintas cultural mengenai kepemimpinan dan kultur
nasional yang terus menerus dilakukan dan tim globe mengidentifikasi 9 dimensi dalam
kultur nasional yang saling berbeda antara lain:

1. Ketegasan. Tingakatan sampai mana suatu masyarakat mendorong individu untuk bersikap
tegar, konfrontatif, tegas,dan kompetitif dibandingkan rendah hati dan lembut

2. Orientasi masa depan.Tingkatan sampai mana suatu masyarkat mendorong dan menghargai
perilaku yang berorientasi pada masa depan, seperti perencanaan, investasi masa depan,
danpenundaan kepuasan. Hal ini sama dengan orientasi jangka panjang atau jangka pendek
milik Hofstede.

3. Perbedaan gender. Tingkatan sampai mana suatu masyarakat memperbesar perbedaan


peran gender (dimensi maskulinitas-femininitas)

4. Penghindaran ketidakpastian. Tim globe mendifinisikan istilah ini sebagai kepercayaan


masyarakat terhadap norma dan prosedur social untuk mengurangi ketidak mampuan dalam
memprediksi kejadian masa depan.

5. Jarak kekuasaan. Tim globe mendefinisikan sebagai tingkatan sampai mana anggota suatu
masyarakat dapat menerima kekuasaan dibagi secara tidak adil.
6. Individualisme/kolektivisme. Didefinisikan sebagai tingkatan sampai mana individu
didorong untuk situasi-situasi sosialnuntuk bergabung dalam kelompok-kelompok suatu
organisasi dalam masyarakat.

7. Kolektivisme dalam kelompok. Dimensi ini mencakup hal luas dari bagaimana anggota
suatu institusi social merasa bangga atas keanggotaannya dalam kelompok kecil seperti
keluarga, dan perusahaan tempatnya bekerja

8. Orientasi kinerja. Tingkatan sampai mana suatu masyarakat mendorong dan


menghargaianggotanya atas peningkatan prestasi dan keunggulan.

9. Orientasi kemanusiaan. Tingkatan sampai mana suatu masyarakat mendorong dan


menghargai individu untuk bersikap adil,altruistis (mendahulukan kepentingan individu lain),
murah hati, perhatian,dan baik terhadap individu lain.

Implikasi terhadap PO.

Po telah menjadi sebuah disiplin ilmu global dan konsep-konsepnya harus mencerminkan
nilai-nilai cultural yang berbeda dari individu di negara-negara yang berbeda. Untungnya
terdapat banyak penelitian yang telah diterbitkan selama beberapa tahun terakhir, yang
memungkinkan kita untuk menentukan dimana konsep-konsep PO dapat diterapkan secara
universal pada seluruh kultur dan di mana konsep-konsep tidak bisa diterapkan. Dalam bab-
bab selanjutnyakita akan berhenti secara berkala untuk dapat menilai apakah temuan-temuan
PO dapat diterapkan secara umum dan bagaimana temuan-temuan tersebut perlu dimodifikasi
di Negara yang berbeda.

Menghubungkan kepribadian dan nilai seorang individu dengan tempat kerja

1. Kesesuaian individu-pekerjaan

Teori kesesuaian kepribadian-pekerjaan (personality-job fit theory) teori ini didasarkan pada
pendapat tentang kesesuaian antara karakteristik kepribadian seseorang individu dengan
pekerjaan. Holland menghadirkan 6 type kepribadian yaitu

Jenis Karakteristik-karakteristik kepribadian Pekerjaan-pekerjaan yang kongkruen

Realistis: lebih menyukai aktivitas fisik yang membutuhkan ketrampilan, kekuatan, dan
koordinasi Pemalu,sungguh-sungguh, gigih, stabil, mudah menyesuaikan diri, praktis
Mekanik,operator alat bor, pekerjaan lini perakitan, petani
Investigatif: Lebih menyukai aktivitas yang melibatkan proses berfikir, berorganisasi dan
memahami Analisis, tidak dibuat-buat, ingin tahu, bebas Ahli biologi, ahli ekonomi, ahli
matematika, dan pembawa berita

Sosial : Lebih menyukai aktivitas social seperti membantu dan mengarahkan orang lain Suka
bergaul, ramah, kooperatif, pengertian Pekerja social, guru, konselor, psikologi klinis

Konvensional : lebih menyukai aktivitas yang diatur oleh peraturan yang rapid an tidak
ambigu Patuh, efisien, praktis, tidak imajinatif, tidak fleksibel Akuntan, manajer perusahaan,
kasir bank, juru tulis

Giat : Lebih menyukai aktivitas verbal dimana terdapat banyak peluang untuk mempengeruhi
oranglain dan memperoleh kekuasaan Percaya diri, ambisius, energik, mendominasi
Pengacara, agen real estate, humas, manajer bisnis

Artistic : lebih menyukai aktivitas ambigu dan tidak sistematis memungkinkan ekspresi yang
kreatif Imajinatif, tidak suka bekerja dibawah aturan, idealisistis, emosional, tidak praktis
Pelukis, musisi, penulis, desainer interior

Holland telah mengembangkan sebuah kuesioner vocational preference inventory yang


memuat 160 jenis pekerjaan. Responden memberitahu pekerjaan yang mereka sukai atau
tidak, dan jawaban-jawaban tersebut digunakan untuk membentuk profil kepribadian. Teori
tersebut menunjukkan bahwa ketika kepribadian dan pekerjaan sangat cocok, kepuasan
menempati peringkat tertinggi, sementara perputaran karyawan terendah. Individu dengan
karakteristik social harus melakukan pekerjaan social, invidu konvensional melakukan
pekerjaan konvensional dan selanjutnya. Ada 3 point utama model ini,yaitu :

a. Terdapat perbedaan intrinsic dalam kepribadian diantara para individu

b. Terdapat jenis pekerjaan yang berbeda-beda

c. Individu yang melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian mereka harus merasa
lebih nyaman dan memungkinkan lebih sedikit untuk mengundurkan diri bila dibandingkan
individu yang melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kepribadian mereka.

Kesesuaian Individu – Organisasi

Selama bertahun-tahun pembahasan telah diperluas hingga mencakup penyepadanan individu


dengan organisasi serta dengan pekerjaan. Berkaitan dengan organisasi menghadapi
lingkungan yang dinamis dan berubah-ubah serta membutuhkan karyawan yang siap
mengubah tugas dan bergerak secara mudah dalam tim. Adalah penting bahwa kepribadian
para karyawan sesuai dengan keseluruhan kultur organisasi dari pada hanya dengan
karakteristik—karakteristik dari pekerjaan tertentu.

Penelitian terhadap kesesuaian individu –organisasi juga menelaah nilai individu dan apakah
hal tersebut sesuai dengan kultur organisasi. Kesesuaian antara nilai karyawan dengan kultur
organisasi mereka menjadi dasar kepuasan kerja, komitmen terhadap organisasi, dan tingkat
perputaran karyawan yang lenih rendah. Mengikuti pedoman ini pada saat perekrutan
seharusnya dapat membantu kita memilih karyawan yang sesuai dengan kultur organisasi,
yang pada akhirnya menghasilkan tingkat kepuasan karyawan yang lebih tinggi dan
perputaran karyawan lebih rendah.

OCP (organizational Culture Profile) bisa membantu menilai apakah nilai individu sesuai
dengan nilai suatu pekerjaan, memilah karakteristik-karakteristik mereka berdasarkan
pentingnya, yang menunjukkan apa yang dihargai oleh seseorang. Alasannnya nilai-nilai
yang dinilai dalam OCP menghasilkan nilai-nilai yang menempati nilai tertinggi dalam
piramida OCP.

Ringkasan Dan Implikasi Untuk Menajer

Kepribadian. Pada peneliti pada pertengahan tahun 1980-an berusaha mencari keterkaitan
antara kepribadian dan prektasi kerja. “Hasil penelitian selama lebih dari 80 tahun tersebut
adalah kepribadian dan pretasi kerja tidak terkait secata berarti dalam semua sifat atau
situasi”. Tetapi terkait dengan upaya di tempat kerja terdapat bukti yang impresif bahwa
individu yang mendapat nilai tinggi dalam sikap berhati-hati, ekstraversi, dan stabilitas emosi
cenderung merupakan karyawan yang bermotivasi tinggi. Tentu saja, faktor – faktor seperti
situasional perlu dipertimbangkan.

Nilai. Menilai individu sangat penting walaupun tidak memiliki pengaruh langsung terhadap
perilaku, tapi nilai sangat memengaruhi sekap, perilaku, presepsi seseorang. Dengan
beranggapan bahwa nilai-nilai setiap individu berbeda, manajer dapat menggunakan RVS
untuk menilai apakah nilai-nilai mereka sejalan dengan nilai-nilai dominan organisasi.
Prestasi kerja dan kepuasan kerja para karyawan cenderung lebih tinggi bila nilai-nilai
mereka sangat sesuai dengan organisasi. Hal ini member alasan bagi para manajer untuk
berusaha keras selama penyeleksian karyawan guna mencari kandidat yang tidak hanya
memiliki kemampuan, pengalaman, dan motiivasi untuk bekerja tetapi juga sistem nilai yang
sesuai dengan sistem nilai organisasi.
BAB VI

PERSEPSI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIVIDU

Apa itu Persepsi?

suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar
memberikan makna bagi lingkungan di sekitar mereka. Namun, apa yang kita rasakan dapat
secara substansial berbeda dari realitas objektif.contohnya, semua karyawan dalam sebuah
perusahaan mengaggap sebagai tempat yang kondisinya bagus untuk bekerja, tugas pekerjaan
yang menarik, upah yang baik, manajemen pengertian dan bertanggung jawab. Tetapi
seperti yang kita tahu bahwa sangat sulit untuk menemukan hal-hal itu.

Persepsi itu tidak datang secara tiba-tiba, tetapi melalui sebuah proses dan proses untuk
menimbulkan persepsi itu berbeda-beda untuk setiap orang.Karakteristik pribadi yang
mempengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, minat, pengalaman masa lalu dan
harapan-harapan seseorang. Target dilihat secara khusus, hubungan sebuah target dengan
latar belakang juga mempengaruhi persepsi seperti hanya kecenderunagn kita untuk
mengelompokkan hal-hal yang dekat dan hal-hal yang mirip.

Konteks dimana kita melihat berbagai obyektif atau perostiwa juga penting. Waktu
sebuah obyek atau peristiwa dibuat dapat mempengaruhi perhatian, seperti hal nya lokasi,
cahaya, panas, atau sejumlah factor situasional lainnya.

Persepsi Seseorang : Membuat Penilaian Mengenai Orang Lain

Teori Atribusi

Sebuah usaha untuk menjelaskan apakah perilaku individu disebabkan oleh penyebab internal
atau eksternal.Hal ini menunjukkan bahwa saat kita mengamati perilaku individu, kita
mencoba untuk menentukan apakah hal tersebut disebabkan oleh faktor internal atau
eksternal.Yang dimaksud dengan faktor internal adalah apabila kita meyakini bahwa tingkah
laku seseorang muncul dari dirinya sendiri bukan didorong lingkungannya.Sedangkan faktor
eksternal diyakini sebagai kegiatan yang dilakukan seseorang karena adanya tekanan
situasi.Contoh, apabila seorang karyawan datang terlambat kemudian Anda menilai hal ini
disebabkan oleh si karyawan tersebut terlambat bangun, maka hal ini adalah faktor
internal,sebaliknya apabila menilai karyawan telambat akibat lalu lintas yang macet maka ini
merupakan faktor eksternal.

Penentuan terhadap penyebab eksternal atau internal dipengaruhi 3 faktor yaitu :


1. Kekhususan (Distinctiveness)

Merujuk pada apakah seseorang individu memperlihatkan perilaku-perilaku berbeda dalam


situasi-situasi yang berbeda.Apabila tingkah laku nya jarang terjadi maka akan dinilai
perilaku tersebut disebabkan oleh faktor eksternal.

2. Konsensus

Apabila individu-individu lain yang menghadapi situasi yang serupa, merespon dalam cara
yang sama. Bila konsensus tinggi maka akan dinilai perilaku seorang individu dikarenakan
faktor eksternal.

3. Konsistensi

Apakah orang tersebut merespon dengan cara yang sama dari waktu ke waktu. Semakin
konsisten perilaku seseorang, maka kita akan cenderung menghubungkannya dengan
penyebab internal. Contoh, seorang karyawan yang sering terlambat akan dinilai malas yang
dimana atribut ini merupakan faktor internal.

Fundamental attribution error

Kecenderungan untuk meremehkan pengaruh faktor eksternal dan melebih-lebihkan pengaruh


internal atau pribadi. Contoh: Seorang sales manager yang menilai kinerja salesmannya buruk
disebabkan oleh kemalasan bukannya produk competitor yang lebih inovatif.

Self serving bias

Kecenderungan bagi para individu dan organisasi untuk menghubungkan keberhasilan


mereka sendiri dengan factor-faktor internal, seperti kemampuan atau usaha sementara
menyalahkan factor-faktor external, seperti kesialan atau rekan-rekan kerja yang tidak
produktif sehingga mengakibatkan kegagalan.

Cara cepat yang umumnya digunakan dalam menilai seseorang

Persepsi Selektif

Sebuah proses penyaringan persepsi berdasarkann kepentingan, latar belakang dan sikap.
Memungkinkan pengamat untuk menarik kesimpulan yang tidak beralasan dari situasi yang
ambigu.
Halo effect

adalah penilaian seseorang berdasarkan pendapat pribadi yang dilakukan secara


sepintas/singkat dipengaruhi oleh penampilan pertama atau kesan pertama yang melekat pada
orang yang dinilai. Halo effect ini dapat mempengaruhi evaluasi dan estimasi penilaian
seseorang kepada orang yang dinilai.

Contrast effect

adalah evaluasi karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh perbandingan dengan orang
lain yang baru-baru ini ditemui yang peringkatnya lebih tinggi atau lebih rendah pada
karakteristik yang sama.

Stereotyping

adalah cara pandangan dan penilaian kepada seseorang didasarkan pada sifat atau penilaian
terhadap kelompok yang dianut oleh orang tersebut. Atau penilaian terhadap orang dari
penampilan atau latar belakangnya.Jalan pikiran stereotype diambil untuk menyederhanakan
dugaan-dugaan yang rumit dalam pengamatan secara cepat. Stereotype dapat mendarah
daging dan cukup kuat untuk mempengaruhi keputusan hidup dan mati.Masalah dari
stereotype ini seringkali terlalu generalisasi sehingga tidak dapat melihat kebenarannya.Jadi
kita harus konstan mengecek ketidakadilan dalam menilai.

Specific Applications of shortcut in Organization

1. Employment interview

Hanya beberapa orang yang langsung diberi pekerjaan tanpa melalui interview. Tetapi
seringkali proses interview membuat persepsi terhadap penilaian menjadi tidak akurat karena
yang dilihat hanyalah kesan awal.

2. Performance expectations

Orang-orang berusaha untuk mensahkan persepsi mereka tentang kenyataan bahkan ketika
persepsi tersebut salah. Self fullfilling prophecy atau pygmalion effect, telah berkembang
untuk mendeskripsikan kenyataan bahwa perilaku seorang individu ditentukan oleh harapan
individu lain.

3. Ethnic profiling / pembentukan profil etnis

Pembentukan stereotype dimana satu kelompok individu dipilih, biasanya berdasarkan ras
atau etnis untuk penyelidikan intensif, inspeksi ketat atau investigasi.
4. Performance evaluations

Sebuah penilaian dari kinerja seorang karyawan bisa penilaian obyektif.Misalnya, sebuah
restoran dalam sehari laku berapa banyak, banyak pekerjaan-pekerjaan evaluasi dalam bentuk
obyektif karena ukuran obyektif lebih rendah untuk di implementasikan serta memberi
manajer keleluasaan yang lebih besar, dan banyak pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan
dengan ukuran-ukuran obyektif.

Hubungan Antara Keputusan Individu dan Persepsi

Bagaimana individu di organisasi membuat berbagai keputusan dan kualitas dari


pilihan-pilihan akhir mereka sangat dipengaruhi oleh persepsi-persepsi mereka.Pembuatan
keputusan muncul sebagai reaksi atas sebuah masalah.Artinya, ada ketidaksesuaian antara
perkara saat ini dengan keadaan yang diinginkan yang membutuhkan pertimbangan untuk
membuat beberapa tindakan alternative.

Decision Making in Organization

The Rational Model, Bounded Rationality, and Intuition :

1. Rational decision making

Mendeskripsikan bagaimana individu harus berperilaku untuk memaksimalkan hasil.

Rational model bergantung pada sejumlah asumsi, termasuk bahwa pembuat keputusan
memiliki informasi yang lengkap, mampu mengidentifikasi semua pilihan yang relevan
dalam cara yang tidak bias, dan memilih opsi dengan utilitas tertinggi. Tetapi dalam dunia
nyata kebanyakan keputusan tidak menggunakan rational model.

Langkah-langkah dalam rational decision making model

1. Mendefinisikan masalah

2. Mengidentifikasi kriteria keputusan

3. Mengalokasikan kriteria-kriteria yang berbobot

4. Membuat berbagai alternative

5. Mengevaluasi alternative

6. Memilih alternative terbaik


2. Rasionalitas yang dibatasi

Karena otak manusia tidak bisa mengolah dan menyelesaikan masalah yang complex dengan
rasionalitas penuh, maka kita menggunakan bounded rationality, yaitu suatu proses dalam
pembuatan keputusan dengan menggunakan model yang sederhana lalu kemudian disaring
sehingga nantinya menjadi mudah untuk dipahami.

3. Intuition

Sebuah proses bawah sadar yang berasal dari pengalaman yang disaring. Dan proses ini tidak
selalu terlepas dari analisis rasional. Keduanya saling melengkapi dan yang terpenting intuisi
bisa menjadi suatu kekuatan yang sangat kuat dalam pembuatan keputusan.

Common Biases and Errors in Decision Making

1. Overconfidence Bias

Individu yang kemampuan intelektual dan interpersonalnya lemah adalah orang yang sering
melebih-lebihkan kinerja serta kemampuannya.Ada juga dampaknegative yang timbul
terhadap kinerja usaha apabila seorang pengusaha terlalu optimis.Kepercayaan diri yang
berlebih kemungkinan besar muncul ketika anggota-anggota organizational
mempertimbangkan isu-isu atau masalah-masalah yang berada diluar bidang keahlain
mereka.

2. Anchoring bias

Kecenderungan untuk terpaku pada informasi awal,kemudian kita gagal untuk menyesuaikan
diri dengan informasi berikutnya. Anchoring bias biasanya digunakan oleh individu yang
berkecimpung dalam pekerjaan seperti periklanan, manajemen, politik, realsted dan hukum
dimana ketrampilan persuasi sangat penting.

3. Confirmation bias

Kecenderungan untuk mencari informasi yang menguatkan kembali pilihan masa lalu dan
mengurangi informasi yang bertentangan dengan penilaian-penilaian masa lalu. Proses
rational decision making menganggap kita mengumpulkan informasi secara objektif, tetapi
kita sebetulnya mengumpulkannya secara selektif.

4. Availability bias

Kecenderungan seseorang untuk mendasarkan penilaian mereka pada informasi yang tersedia
bagi mereka.
Contoh, orang lebih takut naik pesawat daripada menyetir mobil, karena media lebih
memberikan sorotan pada kecelakaan pesawat udara dibandingkan kecelakaan darat, jadi kita
cenderung melebih-lebihkan risiko naik pesawat terbang.

5. Escalation of commitment

Sikap yang mempertahankan sebuah keputusan meskipun terdapat bukti nyata bahwa
keputusan tersebut salah.

6. Randomness Error,

Yaitu kecenderungan seseorang untuk mempercayai bahwa dia dapat memprediksikan apa
yang kemungkinan terjadi di masa yang akan datang. Pembuatan keputusan dengan ini sering
kali menjadikan suatu hal yang mustahil menjadi suatu kepercayaan mereka. Perilaku seperti
ini akan menyebabkan terjadinya bias dan mempengaruhi pada cara seseorang menilai
sesuatu.

7. Risk Aversion (Menghindari resiko),

Yaitu kecenderungan seseorang untuk lebih memilih hal yang pasti dibandingkan hal yang
beresiko tinggi, walaupun ada kalanya hal yang lebih beresiko ini menghasilkan keuntungan
yang lebih banyak.

Kebanyakan pegawai memilih untuk bekerja sesuai dengan keseharian yang mereka lakukan,
dibandingkan dengan melakukan inovasi dan berkreativitas.

Seorang manajer yang ambisius akan cenderung menghindari resiko.

Seorang CEO juga sangat berusaha untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi pada
strategi dan investasi yang ada dalam perusahaannya.

Disamping itu ada juga individu yang berani untuk mengambil kesempatan saat
mereka berusaha untuk mencegah hasil negatif, yaitu Risk Preference (Mengambil resiko).
Keadaan yang membuat stress akan menjadikan orang-orang yang berani mengambil resiko
ini menjadi lebih kuat. Kebanyakan orang cenderung berani mengambil resiko saat
menghadapi hal yang negatif dan menghindari resiko untuk hal yang positif

8. Hindsight Bias (Memandang ke masa lampau),

yaitu kecenderungan seseorang untuk melihat suatu hasil sebagai sesuatu yang tidak
terhindarkan, serta melebih-lebihkan kemampuan mereka dalam memprediksikan hal tersebut
sebelumnya. Terus memandang ke masa lampau ini menyebabkan seseorang justru
kehilangan kemampuannya untuk belajar dari masa lampau. Contohnya adalah saat kira
mendengar sesuatu dan tau hasilnya, seseorang akan cenderung mengatakan “Kok bisa
begitu, padahal kan harusnya seperti ini?”
Pengaruh dalam Pengambilan Keputusan : Individual Differences dan Organizational
constraints

Individual Differences

1. Personality

Penelitian tentang kepribadian dan pengambilan keputusan menunjukkan bahwa kepribadian


seseorang mempengaruhi keputusan seseorang.

2. Gender

Study selama dua puluh tahun menemukan perempuan menghabiskan lebih banyak waktu
daripada laki-laki dalam menganalisis masa lalu, sekarang, dan masa depan. Mereka lebih
cenderung menganalisis masalah secara berlebihan sebelum membuat sebuah keputusan dan
mengolah keputusan yang telah dibuat.Hal ini dapat menyebabkan menghasilkan
pertimbangan masalah dan alternative penyelesaian yang lebih seksama.Namun, hal ini dapat
membuat masalah lebih sulit untuk diselesaikan, meningkatkan penyesalan atas keputusan-
keputusan masa lalu, dan meningkatkan depresi.

3. Mental Ability

Orang-orang dengan tingkat yang lebih tinggi dari kemampuan mental yang dapat
memproses informasi lebih cepat, memecahkan masalah lebih akurat, dan belajar lebih cepat.

4. Cultural Differences

Latar belakang budaya dalam pengambilan keputusan secara signifikan dapat mempengaruhi
pemilihan masalah, kedalaman analisis, pentingnya logika dan rasionalitas, dan apakah
keputusan organisasi harus dibuat otokratis oleh manager atau kolektif dalam group.

Organizational Constraints

1. Performance Evaluation

Contohnya jika manajer divisi mempercayai bahwa kegiatan produksi yang dibawah
tanggung jawabnya beroperasi dengan baik ketika dia tidak mendengar hal negative, maka
manajer yang menangani produksi tersebut akan berusaha hal negative tersebut tidak sampai
ke atasannya yaitu manajer divisi.

2. Reward Systems
Reward system organisasi mempengaruhi pengambilan keputusan dengan menyarankan
pilihan mana yang mempunyai payoff yang lebih baik. Jika organisasi menghindari
pemberian reward maka manajer itu kemungkinan besar menggunakan keputusan
konservatif.

3. Formal Regulations

Semua organisasi kecuali organisasi yang kecil membuat aturan untuk ditaati dan membuat
karyawannya untuk bertingkah sesuai dengan aturan itu.Dan tentu saja, dengan demikian,
mereka membatasi pilihan keputusan.

4. System-Imposed Time constraints

Hampir semua keputusan penting ada deadline nya.Kondisi ini sering membuat sulit, jika
mungkin, bagi para manajer untuk mengumpulkan semua informasi yang mereka mungkin
ingin sebelum membuat pilihan akhir.

5. Historical Precedents

Pilihan yang dibuat hari ini sebagian besar merupakan hasil dari pilihan yang dibuat selama
bertahun-tahun.

Etika dalam Pembuatan Keputusan

Etika juga termasuk hal yang perlu diperhatikan dalam segala bentuk pembuatan keputusan.
Ada tiga kriteria yang digunakan untuk melakukan framing keputusan :

1. Pembuatan keputusannya semata mata berdasarkan outcomes, untuk menghasilkan sesuatu


yang baik dalam jumlah yang besar yang dikenal dengan Utilitarianism. Umumnya dapat
ditemukan dalam pembuatan keputusan berbisnis.

2. Pembuatan keputusan yang didasarkan pada hak-hak yang dimiliki, seperti saling
menghargai dan melindungi hak-hak dasar tiap individu. Hal ini diterapkan untuk
memberikan kepada whistle-blowers, yaitu individu yang membuka masalah organisasi
secara tidak pantas pada media atau pemerintah menggunakan hak untuk berbicaranya.

3. Pembuatan keputusannya berdasarkan melaksanakan tiap peraturan yang dibuat secara


adil dan fair, atau adanya keseimbangan dalam distribusi keuntungan dan biaya. Umumnya
digunakan oleh Serikat pekerja, agar mereka mendapatkan upah yang sama dengan job desk
yang dilaksanakan.

Kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh tiap tiap kriteria :


· Utilitarianism :

o (-) mengesampingkan hak-hak yang dimiliki oleh individu.

o (+) pencapaian efisiensi dan produktivitas

· Fokus pada hak :

o (-) mencegah tercapainya efisiensi dan produktivitas

o (+) perlindungan pada individu dari kecelakaan dan mengutamakan kebebasan dan privasi

· Fokus pada hukum :

o (-) mengurangi inovasi, produktivitas dan pengambilan resiko.

o (+) perlindungan pada individu yang lebih lemah

Meningkatkan kreativitas dalam Pembuatan Keputusan

Pembuatan keputusan yang rasional juga membutuhkan kreativitas, yaitu kemampuan untuk
membuat gagasan ataupun ide yang berguna. Kreativtias ini membuat seorang pembuat
keputusan menjadi lebih mengenal dan mengerti permasalahan, yang bahkan tidak dimengerti
oleh orang lain.

Kreativitas dimiliki oleh hampir semua orang. Dalam hal ini seseorang perlu untuk keluar
dari jalan pikiran banyak orang, dan mulai belajar untuk memikirkan masalah dengan
berbagai macam cara lain. Yang menjadi kelebihan dari seorang yang kreatif adalah
mempunyai self-confidence, berani mengambil resiko, internal locus of control yang baik,
toleransi pada ambiguitas yang baik.

Tiga komponen utama dalam kreativitas adalah :

1. Expertise (Keahlian), menjadi dasar dari segala jenis pekerjaan kreatif. Potensi untuk
menjadikan sesuatu yang kreatif bisa terjadi apabila seseorang mempunyai kemampuan,
pengetahuan, keahlian di bidang yang ditekuninya.

2. Creative thinking skills (Kemampuan berpikir kreatif), karakteristik yang dimiliki


seseorang terkait dengan kreatifitas, penggunaan analogi, dan kemampuan untuk melihat
sesuatu yang sama dalam hal yang berbeda. Analogi mengijinkan para pembuat keputusan
untuk mengaplikasikan gagasannya dalam suatu konteks ke konteks lainnya.

3. Intrinsic task motivation (Motivasi mendasar), yaitu kemauan untuk mengerjakan sesuatu
karena menarik, memuaskan, menyenangkan, dan menantang. Hal inilah yang umumnya
terkait pada seseorang yang menyukai pekerjaan sampai pada titik menjadikannya sebagai
suatu obsesi.

Perbedaan Global dalam etika sebenarnya tidak ada. Meskipun pada budaya Barat standar
etika terkesan ambigu, kemampuan mereka untuk memandang sesuatu yang salah dan benar
lebih baik dibandingkan dengan Asia yang justru memilih berada ditengah-tengah keduanya.
Organisasi global harus membuat suatu etika mendasar untuk para pembuat keputusan seperti
di India dan China, serta mengubahnya sesuai dengan norma yang berlaku jika mereka ingin
menegakkan dasar yang baik dan konsisten.

BAB VII

KONSEP MOTIVASI

A. Pengertian Motivasi

Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin yakni movere, yang berarti
“menggerakkan” (to move). Ada banyak perumusan mengenai motivasi, menurut Mitchell
dalam winardi, motivasi mewakili proses-proses psikologika, yang menyebabkan timbulnya,
diarahkanya dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan suka rela (volunter) yang diarahkan
ketujuan tertentu.[1]

Selanjutnya menurut Greenberg dan Baron (1993:114) adalah suatu proses yang mendorong,
mengarahkan dan memelihara perilaku manusia kearah pencapaian tujuan.[2] Menurut RA.
Supriyono, motivasi adalah kemampuan untuk berbuat sesuatu sedangkan motif adalah
kebutuhan, keinginan, dorongan untuk berbuat sesuatu.Motivasi seseorang di pengaruhi oleh
stimuli kekuatan, intrinsic yang ada pada individu yang bersangkutan.Stimuli eksternal
mungkin dapat pula mempengaruhi motivasi tetapi motivasi itu sendiri mencerminkan reaksi
individu terhadap stimuli tersebut.[3]

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi
adalah suatu proses seorang individu dalam berperilaku sedemikian rupa sehingga mau
bekerja atau bertindak demi tercapainya tujuan organisasi. Motivasi juga merupakan
kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual.
Motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang (pekerja) yang berupa kesadaran
mengenai pentingnya manfaat pekerjaan yang dilaksanakannya. Motivasi seperti ini disebut
sebagai motivasi intrinsik (intrinsic motivation). Mereka merasa bertanggungjawab atas suatu
pekerjaan, jadi tanpa ada faktor luar yang memengaruhi mereka terdorong untuk
melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi ada juga motivasi yang bersumber dari luar diri
orang bersangkutan yang disebut sebagai motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation). Motivasi
ekstrinsik adalah dorongan kerja yang bersumber dari luar diri pekerja, yang berupa suatu
kondisi yang mengharuskannya melaksanakan suatu pekerjaan secara maksimal.

B. Teori-teori Motivasi

1. Teori Awal tentang Motivasi

Sejumlah teori-teori awal mengenai motivasi telah muncul sejak 1950-an dan beberapa teori
kontemporer tentang motivasi yang masing-masing memiliki derajat dokumentasi pendukung
sahih yang wajar. Teori-teori ini mewakili keadaan terakhir dewasa ini dalam menjelaskan
motivasi karyawan.

a. Teori Kebutuhan (Hierarki)

Teori motivasi yang dikenal dengan baik adalah hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow. Ia
menghipotesiskan bahwa didalam diri semua manusia ada lima jenjang kebutuhan berikut:

1) Psikologis: Antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), seks
dan kebutuhan jasmani lainnya.

2) Keamanan: Antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan
emosional.

3) Sosial; mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima-baik dan persahabatan.

4) Penghargaan: Mencakup faktor hormat internal seperti harga diri, otonomi dan prestasi;
dan faktor hormat eksternal seperti misalnya status, pengakuan dan perhatian.

5) Aktualisasi-diri: Dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi; mencakup


pertumbuhan, emncapai potensinya dan pemenuhan diri.

Maslow memisahkan kelima kebutuhan itu sebagai tingkat tinggi dan kebutuhan tingkat
rendah. Kebutuhan tingkat tinggi yaitu kebutuhan yang dipenuhi secara internal, kebutuhan
sosial, akan penghargaan serta aktualisasi diri. Sedangkan kebutuhan tingkat rendah adalah
kkebutuhan yang dipenuhi secara eksternal yakni kebutuhan akan keamanan.

b. Teori X dan Y

Teori X adalah pengandaian bahwa karyawan tidak menyukai kerja, malas, tidak menyukai
tanggung jawab dan harus dipaksa agar berprestasi. Sedangkan Teori Y adalah pengandaian
bahwa karyawan menyukai kerja, kreatif, berusaha bertanggung jawab dan dapat
menjalankan pengarahan diri.
Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer
berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah pandanganmanajer
mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa
mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-
asumsi tersebut.[4]

Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X

1) Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk
menghindarinya.

2) Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau
diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.

3) Karyawan akan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di mana ini
adalah asumsi ketiga.

4) Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan
dan menunjukkan sedikit ambisi.

Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X,


ada pula empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y.

1) Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat
atau bermain.

2) Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.

3) Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab.

4) Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh


populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.

c. Teori Dua Faktor

Teori dua faktor yaitu faktor-faktor instrinsik yang berhubungan dengan kepuasan kerja,
sementara faktor-faktor ekstrinsik yang dihubungkan dengan ketidakpuasan. Ilmuwan ketiga
yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg.
Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu
faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.[5]

1) Faktor Motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsic
(bersumber dalam diri seseorang). Misal : pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih,
kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain.
2) Faktor Hygiene Faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya
ekstrinsik (bersumber dari luar diri), yang turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupan seseorang.

2. Teori Motivasi Kontemporer

a. Teori Kebutuhan McClelland

Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for
Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan
kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Menurut McClelland karakteristik orang yang
berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu :

1) Preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat.

2) Menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka


sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain.

3) Menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan


dengan mereka yang berprestasi rendah.[6]

b. Teori Evaluasi Kognitif

Teori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-
penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik
cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan. Teori ini memperlihatkan
penghargaan-penghargaan ekstrinsik digunakan oleh organisasi-organisasi sebagai imbalan
atas kinerja yang unggul, penghargaan-penghargaan intrinsik yang berasal dari individu yang
mengerjakan tugas yang mereka sukai, berkurang. Dengan kata lain, ketika penghargaan-
penghargaan ekstrinsik diberikan kepada seseorang karena mengerjakan tugas yang menarik,
hal itu justru menurunkan minat intrinsik dalam tugas itu sendiri.

c. Teori Penetapan Tujuan

Teori ini menyatakan bahwa tujuan yang khusus dan sulit akan mengantarkan ke kinerja yang
lebih tinggi. Intensi yang diucapkan dengan istilah tujuan yang sukar dan spesifik merupakan
suatu kekuatan motivasi yang ampuh. Pada kondisi yang tepat, intensi ini dapat mengantar ke
kinerja yang lebih tinggi. Tetapi, tidak ada bukti yang mendukung gagasan bahwa tujuan
semacam itu berkaitan dengan peningkatan kepuasan kerja.

Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam
mekanisme motivasional yakni :
1) Tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;

2) Ttujuan-tujuan mengatur upaya;

3) Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan

4) Ttujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan

d. Teori Efektivitas Diri

Efektivitas diri yang dikenal sebagai “teori kognitif sosial” atau “teori pembelajaran sosial”.
Semakin tinggi efektivitas diri seseorang, semakin tinggi rasa percaya diri yang ia miliki
dalam kemampuannya untuk berhasil dalam suatu tugas. Jadi, dalam situasi-situasi sulit, kita
merasa bahwa individu yang memiliki efektivitas diri rendah cenderung mengurangi usaha
mereka atau menyerah, sementara individu dengan efektivitas diri tinggi akan berusaha lebih
keras untuk mengalahkan tantangan.

Menurut Bandura, sumber peningkatan efektivitas diri yang paling penting adalah apa yang
disebutnya dengan penguasaan tetap. Penguasaan tetap adalah perolehan pengalaman yang
relevan dengan tugas atau pekerjaan. Apabila berhasil melakukan suatu pekerjaan di masa
lalu, saya yakin akan lebih mampu melakukannya di masa depan.

Sumber kedua adalah contoh yang dilakukan oleh individu lain atau menjadi lebih percaya
diri karena anda melihat individu lain melakukan tugas tersebut. Sumber ketiga adalah
bujukan verbal. Yaitu menjadi lebih percaya diri karena seseorang meyakinkan anda bahwa
anda mempunyai ketrampilan yang dibutuhkan untuk berhasil. Para pembicara motivasional
sering sekali menggunakan taktik ini.

Dan sumber yang terakhir adalah kemunculan meningkatkan efektivitas diri. Kemunculan
memicu keadaan yang bersemangat yang mendorong seseorang untuk menyelesaikan tugas.
Individu tersebut “tergerak” dan bekerja dengan lebih baik. Tetapi ketika tidak relevan,
kemunculan merugikan kinerja. Dengan perkataan lain, apabila tugas tersebut adalah sesuatu
yang membutuhkan perspektif utama yang lebih rendah dan lebih mantap, kemunculan
sebenernya bisa merugikan kinerja.

e. Teori Penguatan

Teori penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-
konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat
pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.[7]

Teori penguatan mempunyai sebuah pendekatan perilaku, yang menunjukkan bahwa


penguatan mempengaruhi perilaku. Teori penguatan mengabaikan keadaan batin individu dan
hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan. Dalam
bentuk murninya, teori penguatan mengakibatkan perasaan, sikap, harapan, dan variabel
kognitif lain yang diketahui mempengaruhi perilaku.

f. Teori Harapan

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan
suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teoriini, motivasi merupakan
akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan
bahwa tindakannya akanmengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila
seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya,
yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Teori harapan membantu menjelaskan
mengapa banyak pekerja tidak termotivasi dalam pekerjaan-pekerjaan mereka dan hanya
melakukan usaha minimum untuk mencapai sesuatu. Satu sumber yang mungkin untuk
motivasi karyawan yang rendah adalah keyakinan para karyawan bahwa tidak peduli
seberapa keras usaha mereka, kemungkinan untuk mendapatkan penilaian kinerja yang baik
sangatlah rendah. Kunci untuk teori harapan adalah pemahaman tujuan-tujuan seorang
individu dan hubungan antara usaha dan kinerja, antara kinerja dan penghargaan, dan
akhirnya antara penghargaan dan pemahaman tujuan individual.

g. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi

Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik
yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah
:persepsiseseorang mengenai diri sendiri, harga diri, harapan pribadi, kebutuhan, keinginan,
kepuasan kerja, dan prestasi kerja yang dihasilkan. Sedangkan faktor eksternal
mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah ; jenis dan sifat pekerjaan, kelompok
kerja dimana seseorang bergabung, organisasi tempat bekerja, situasi lingkungan pada
umumnya, sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

h. Teori Keadilan

Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil
pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian
merespons untuk menghilangkan ketidakadilan.[8] Teori ini terletak pada pandangan bahwa
manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi
kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima.[9]
BAB VIII

MOTIVASI: DARI KONSEP MENJADI PENERAPAN

Penerapan Teori Dua Faktor Herzberg Dalam Organisasi Dalam kehidupan organisasi,
pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat penting artinya, namun motivasi
juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994 :
173) sebagai berikut : a. Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject) karena
peran pemimpin itu sendiri kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak
harus bekerja bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan
kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan. b. Motivasi sebagai suatu yang sulit
(puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa diamati dan diukur secara pasti. Dan
untuk mengamati dan mengukur motivasi berarti harus mengkaji lebih jauh perilaku
bawahan. Disamping itu juga disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda satu sama lain.

Untuk memahami motivasi karyawan digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan
oleh Herzberg: Pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk
karyawan atau pegawai pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi
Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya. Kedua, teori Herzberg
lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara
kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg tahun
1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.

Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam
memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow,
khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan.kedua, kerangka
ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam
Timpe, 1999 : 13). Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika
Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway
and Lodge, 1995 : 138). Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi
pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan
satisfier atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut
disatisfier atau ekstrinsic motivation.

Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor
intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor
ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi
tempatnya bekerja. Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi
pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan
tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak
terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. (dalam Sondang, 2002 :
107). Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu
sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju
(advancement), pengakuan orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible).
Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong minat para pegawai
untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan
dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan,
faktorfaktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 :
139). Sedangkan faktor motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang mendorong
semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat
tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada
pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini
mendapat kritikan oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka
bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan
itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka (Cushway & Lodge, 1995 : 139).

Aplikasi Konsep Motivasi di Dalam Organisasi Mengubah Sifat Lingkungan Kerja Penerapan
konsep motivasi ke dalam aplikasi bisa dilakukan dengan brbagai cara. Salah satunya adalah
dengan mengubah sifat dari lingkungan kerja. Sifat dari lingkungan kerja ini bisa dilakukan
salah satunya dengan meneliti tentang rancangan pekerjaan (job design). Rancangan
pekerjaan ini bisa dilihat dari model karakteristik pekerjaan (job characteristics model), yang
membagi pekerjaan kepada lima dimensi pekerjaan utama : keanekargaman keterampilan
(skill veriety), identtitas tugas (task identity), arti tugas (task signifincance), otonomi
(autonomy), dan umpan balik (feedback). Keanekaragaman keterampilan adalah sampai
tingkat mana pekerjaan membutuhkan beragam aktivitas sehingga pekerja bisa menggunakan
sejumlah keterampilan dan bakat yang berbeda. Identitas tugas adalah sampai tingkat mana
suatu pekerjaan membutuhkan penyelesaian dari seluruh bagian pekerjaan yang bisa
diidentifikasikan. Arti tugas adalah sampai tingkat mana suatu pekerjaan berpengaruh
substansial dalam kehidupan atau pekerjaan individu lain.

Otonomi (autonomy) adalah sampai tingkat mana suatu pekerjaan memberikan kebebasan,
kemerdekaan, serta keleluasaan yang substansial untuk individu dalam merencanakan
pekerjaan dan menentukan prosedurprosedur yang akan digunakan untuk menjalankan
pekerjaan tersebut. Umpan balik adalah sampai tingkat mana pelaksanaan aktivitas kerja
memuat seorang individu mendapatkan informasi yang telah dan langsung mengenai
keefektifan kinerjanya. Selain dengan meneliti tentang rancangan pekerjaan (job redesign),
kita juga bisa mengubah sifat dari lingkungan kerja dengan merancang ulang pekerjaan.
Merancang ulang pekerjaan bisa dilakukan dengan rotasi pekerjaan, perluasan pekerjaan, dan
pengayaan pekerjaan.

Rotasi pekerjaan (job rotation) adalah pergantian periodik seorang karyawan dari satu tugas
ke tugas lain. Rotasi pekerjaan memiliki kelebihan, yaitu mampu mengurangi rasa bosan
meningkatkan motivasi melalui pembuatan variasi untuk aktivitas aktivitas karyawan, dan
membantu karyawan memahami dengan lebih baik bagaiaman perkejaan mereka memberikan
kontribusi terhadap organisasi. Rotasi pekerjaan juga memiliki manfaat tidak langsung, yaitu
karyawan menjadi memiliki keterampilan lebih sehingga memberi manejemen lebih banyak
flesibilitas dalam merencanakan pekerjaan, menyesuaikan diri terhadap perubahan, dan
mengisi lowongan-lowongan. Akan tetapi rotasi pekerjaan juga memiliki kekurangan, yaitu
biaya pelatihan yang meningkat dan produktivitas berkurang dengan adanya pemindahan
seorang pekerja ke posisi baru ketika efisiensi di pekerjaan yang sebelumnya menghasilkan
penghematan organisasional. Rotasi pekerjaan juga meningkatkan gangguan, di mana
anggota kelompok kerja harus menyesuaikan diri dengan karyawan baru dan pengawas
menhabiskan lebih banyak waktu untuk karyawan baru tersebut.

Perluasan pekerjaan (job enlargement) adalah peningkatan jumlah dan variasi tugas dari
seorang individu melalui pekerjaannya yang berbeda-beda. Semakin banyak jumlah dan
keanekaragaman tugas yang dikerjakan oleh seorang individu menghasilkan pekerjaan yang
mempunyai lebih banyak perbedaan. Perluasan pekerjaan benarbenar melibatkan perubahan
pekerjaan. Pengayaan pekerjaan (job enrichment) adalah perluasan vertikal dari pekerjaan,
yang meningkatkan pengendalian pekerja terhadap rencana, pelaksanaan, dan evaluasi
kinerja. Pengayaan pekerjaan meningkatkan pengendalian pekerja terhadap perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi kinerja. Dengan adanya pengayaan pekerjaan, para pekerja
dimungkinkan menyelesaikan aktivitas, meningkatkan kebebasan dan kemerdekaan karyawan
meningkatkan tanggung jawab, dan memberikan umpan balik sehingga individu akan mampu
menilai dan memperbaiki kinerja mereka sendiri. Pengayaan pekerjaan bisa dilakukan dengan
mengkombinasikan tugas-tugas, membentuk unit kerja yang alami, membangun hubungan
dengan klien, meluaskan pekerjaan secara vertikal, dan membuka saluran-saluran umpan
balik,

Pengubahan sifat dari lingkungan kerja untuk menambah motivasi bekerja juga bisa
dilakukan dengan pendekatan susunan pekerjaan alternatif. Susunan kerja alternatif bisa
dibagi menjadi tiga yaitu jam kerja yang fleksibel, pembagian pekerjaan, dan telekomunikasi.
Jam kerja yang flesibel (flexitime) artinya pemberian keleluasaan atas kapan mereka tiba di
tempat kerja dan kapan mereka pulang. Keuntungan yang didapat dari sistem ini adalah
berkurangnya ketidakhadiran, meningkatnya produktivitas, semakin sedikitnya biaya lembur,
berkurangnya permusuhan terhadap manajemen, menurunnya kemacetan lalu lintas di sekitar
tempat kerja, peniadaan keterlambatan, serta meningkatnya otonomi dan tanggung jawab
untuk para karyawan. Kekurangan dari sistem ini adalah tidak bisa diterapkan untuk semua
pekerjaan.

Pembagian pekerjaan (job sharing) adalah susunan yang memungkinkan dua individu atau
lebih untuk membagi suatu pekerjaan. Pembagian pekerjaan memungkinkan organisasi
menggunakan bakat dari lebih dari seorang individu untuk suatu pekerjaan. Hal ini juga
membuka peluang untuk mendapatkan pekerja-pekerja yang terampil yang mungkin tidak
bisa bekerja purnawaktu. Pembagian pekerjaan juga meningkatkan fleksibilitas karyawan.
Kekurangan dari pembagian pekerjaan adalah sulitnya mencari pasangan karyawan yang
cocok yang bisa menyelaraskn kerumitan satu pekerjaan dengan baik.
Telecommuting merujuk pada karyawan yang melakukan pekerjaan mereka di rumah. Jenis
pekerjaan yang sesuai telecommuting mencakup tiga kategori, yaitu tugas penanganan
informasi yang rutin, aktivitas yang berpindah pindah, dan tugas profesional yang terkait
dengan pengetahuan. Dengan sistem telecommuting, manajemen dapat memilih kelompok
tenaga kerja yang lebih besar, produktivitas lebih tinggi, perputaran karyawan lebih sedikit,
moral yang lebih baik, dan biaya ruang kantor yang lebih sedikit. Kekurangan dari sistem ini
adalah kurangnya pengawasan langsung terhadap para karyawan, sulitnya untuk
mengkoordinasi kerja sama tim, dan adanya perasaan pengasingan dan pengurangan
kepuasan kerja bagi para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi. Terakhir,
pengubahan sifat dari lingkungan kerja juga harus melihat kemampuan dari para karyawan
dan peluang yang tersedia. Keberhasilan dalam suatu pekerjaan dimudahkan atau dihalangi
oleh ada atau tidak adanya sumber sumber yang mendukung. Kecerdasan dan kerterampilan
seorang individu juga memprediksi kinerja. Selain itu, manajemen harus menghilangkan
rintangan dan menyediakan peluang untuk bekerja, yaitu tingkat kinerja yang tinggi sebagian
merupakan sebuah fungsi dari ketiadaan rintangan-rintangan yang menghalangi karyawan.

Keterlibatan Karyawan (employee involvement) Di dalam penerpan konsep motivasi di


dalam aplikasi aspek lain yang perlu dipertimbangkan adalah mengenal keterlibatan
karyawan. Keterlibatan karyawan adalah sebuah proses partisipatif yang menggunakan
masukan karyawan karyawan dan dimaksudkan untuk meningkatkan komitmen karyawan
untuk keberhasilan organisasi. Jika terlibat dalam keputusankeputusan yang mempengaruhi
serta meningkatkan otonomi dan kendali mereka atas kehidupan kerja, karyawan akan
menjadi lebih termotivasi, berkomitmen terhadap organisasi, produktif, dan puas dengan
pekerjaan mereka. Ada tiga bentuk utama dari keterlibatan karyawan, yaitu manajemen
partisipatif, partisipasi reprenstatif, dan lingkaran kualitas. Manajemen Partisipatif adalah
proses di mana para bawahan berbagi suatu tingkat kekuatan pembuatan keputusan yang
signifikan dengan atasanatasan langsung mereka. Partisipasi reperentatif adalah partisipasi
para pekerja dalam pembuatan keputusan organisasional melalui sebuah kelompok kecil yang
terdiri atas karyawan karyawan reperentatif. Lingkaran kualitas adalah kelompok krja yang
terdiri atas karyawan karyawan yang bertemu secara teratur untuk mendiskusikan berbagai
masalah kualitas kerja, menyelidik penyebabnya, merekomendasikan solusi, dan mengambil
tindakan perbaikan.

Pemberian Penghargaan Kepada Karyawan Ada empat keputusan penghargaan strategis


utama yang harus dibuat dalam pemberian penghargaan kepada karyawan. Pertama adalah
berapakah bayaran karyawan, dan bagaimana struktur bayarannya. Kedua adalah bagaimana
cara membayar setiap karyawan, yang biasanya diputuskan melalui rencana bayaran variabel
dan rencana bayaran berdasarkan keterampilan. Ketiga adalah apa tunjangan yang diberikan,
terutama apakah harus memberi pilihan tunjangan yang diberikan, terutama apakah harus
memberi pilihan tunjangan kepada karyawan (tunjangan yang fleksibel). Keempat adalah
bagaimana cara menyusun program pengakuan karyawan (penghargaan instrinsik).
Dalam menentukan struktur bayaran dan menentukan berapa bayaran karyawan, harus ada
keseimbangan dari keadilan internal (nilai pekerjaan untuk organisasi yang dilihat dari
evaluasi pekerjaan) dan keadilan eksternal (daya saing eksternal bayaran suatu organisasi bila
dibandingkan bayaran di tempat lain dalam industrinya). Dalam menentukan cara
pembayaran bisa dilihat dalam program variable bayaran, yaitu sebuah rencana bayaran yang
mendasarkan sebagian bayaran seorang karyawan pada beberapa ukuran kinerja individual
dan atau organisasional. Program variabel bayaran bisa berupa bayaran berdasarkan tarif per
bagian, bayaran berdasarkan prestasi, bonus, rencana pembagian laba, pembagianpendapatan,
rencana kepemilikian saham karyawan, dan bayaran berdasarkan keterampilan.

Dalam menentukan tunjangan yang diberikan, dapat menggunakan sistem tunjangan yang
fleksibel. Tunjangan yang fleksibel adalah rencana tunjangan yang memungkinkan setiap
karyawan untuk membuat paket tunjangan yang disesuaikan secara individual dengan
kebutuhan dan situasi dirinya. Program pengakuan karyawan adalah suatu program
penghargaan intrinsik yang bukan berupa kompensasi. Program penghargaan intrinsik ini bisa
berkisar dari sekedar ucapan terima kasih diumumkan secara luas di mana jenis-jenis perilaku
tertentu dianjurkan dan prosedur untuk mencapai pengakuan diidentifikasikan dengan jelas.

BAB IX

DASAR DARI PERILAKU KELOMPOK

A. Definisi Kelompok

Robbins (2009: 356) menyatakan bahwa kelompok (group) didefinisikan sebagai dua
individu atau lebih, yang berinteraksi dan saling bergantung, bergabung untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu.

Menurut Muzafer Sherif, kelompok adalah kesatuan yang terdiri dari dua atau lebih
individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga di
antara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu.

Menurut De Vito (1997), kelompok merupakan sekumpulan individu yang cukup kecil bagi
semua anggota untuk berkomunikasi secara relatif mudah. Para anggota saling berhubungan
satu sama lain dengan beberapa tujuan yang sama dan memiliki semacam organisasi atau
struktur diantara mereka. Kelompok mengembangkan norma-norma, atau peraturan yang
mengidentifikasi tentang apayang dianggap sebagai perilaku yang diinginkan bagi semua
anggotanya.
Sementara Gibson (1995) memandang kelompok dari empat kelompok prespektif,
diantaranya :

1. Dari sisi persepsi, kelompok dipandang sebagai kumpulan sejumlah orang yang saling
berinteraksi satu sama lain, dimana masing-masing anggota menerima kesan atau persepsi
dari anggota lain.

2. Dari sisi organisasi, kelompok adalah suatu sistem terorganisasi yang terdiri dari dua atau
lebih individu yang saling berhubungan dengan sistem menunjukkan beberapa fungsi,
mempunyai standar dari peran hubungan di antara anggota.

3. Dari sisi motivasi, kelompok dipandang sebagai sekelompok individu yang keberadaannya
sebagai suatu kumpulam yang menghargai individu.

4. Dari sisi interaksi, menyatakan bahwa inti dari pengelompokkan adalah interaksi dalam
bentuk interpedensi.

Dari beberapa pandangan tersebut, Gibson menyimpulkan bahwa yang disebut kelompok itu
adalah kumpulan individu dimana perilaku dan atau kinerja satu anggota dipengaruhi oleh
perilaku dan atau prestasi anggota yang lainnya.

B. Klasifikasi Kelompok

Kelompok-kelompok di dalam organisasi secara sengaja direncanakan atau sengaja dibiarkan


terbentuk oleh manajemen selaku bagian dari struktur organisasi formal. Kendati begitu,
kelompok juga kerap muncul melalui proses sosial dan organisasi informal. Organisasi
informal muncul lewat interaksi antar pekerja di dalam organisasi dan perkembangan
kelompok jika interaksi tersebut berhubungan dengan norma perilaku mereka sendiri, kendati
tidak digariskan lewat struktur formal organisasi. Dengan demikian, terdapat perbedaan
antara kelompok formal dan informal.

1. Kelompok Formal

Kelompok formal yaitu kelompok-kelompok yang didefinisikan oleh struktur organisasi,


dengann penentuan tugas berdasarkan penunjukan penugasan kerja. Kebutuhan dan proses
organisasi menimbulkan formulasi tipe – tipe kelompok yang berbeda–beda. Khususnya ada
dua tipe kelompok formal, di antaranya :

a. Kelompok Komando (Command Group)

Kelompok komando ditentukan oleh bagan organisasi. Kelompok terdiri dari bawahan yang
melapor langsung kepada seorang supervisor tertentu. Hubungan wewenang antara manajer
departemen dengan supervisor, atau antara seorang perawat senior dan bawahannya,
merupakan kelompok komado.

b. Kelompok Tugas (Task Group)

Kelompok tugas terdiri dari para karyawan yang bekerja – sama untuk menyelesaikan suatu
tugas atau proyek tertentu. Misalnya, kegiatan para karyawan administrasi dalam perusahaan
asuransi pada waktu orang mengajukan tuntutan kecelakaan, merupakan tugas yang harus
dilaksanakan

2. Kelompok Informal

Kelompok informal yaitu perhimpunan yang tidak terstruktur secara formal maupun secara
organisasional. Dengan perkataan lain, kelompok informal tidak muncul karena dibentuk
dengan sengaja, tetapi muncul secara wajar.

Orang mengenal dua macam kelompok informal khusus diantaranya:

a. Kelompok Kepentingan (Interest Group)

Orang yang mungkin tidak merupakan anggota dari kelompok komando atau kelompok tugas
yang sama, mungkin bergabung untuk mencapai sesuatu sasaran bersama. Para karyawan
yang bersama – sama bergabung dalam kelompok untuk membentuk front yang terpadu
menghadapi manajemen untuk mendapatkan manfaat yang lebih banyak dan pelayan wanita
yang mengumpulkan uang persen mereka merupakan contoh dari kelompok kepentingan.
Perlu diketahui juga tujuan kelompok semacam itu tidak berhubungan dengan tujuan
organisasi, tetapi tujuan itu bersifat khusus bagi tiap – tiap kelompok.

b. Kelompok Persahabatan (Friendship Group)

Banyak kelompok dibentuk karena para anggotanya mempunyai sesuatu kesamaan, misalnya
usia, kepercayaan politis, atau latar belakang etnis. Kelompok persahabatan ini seringkali
melebarkan interaksi dan komunikasi mereka sampai pada kegiatan diluar pekerjaan.

Jika Pola gabungan karyawan dicatat, maka akan segera menjadi jelas bahwa mereka
termasuk dalam berbagai macam kelompok yang sering bersamaan. Maka diadakan
perbedaan diantara dua klasifikasi kelompok yang luar: kelompok formal dan informal.
Perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa kelompok formal (kelompok komando dan
kelompok tugas) dibentuk oleh organisasi formal dan merupakan alat untuk mencapai tujuan,
sedangkan kelompok informal (kelompok kepentingan dan kelompok persahabatan) adalah
penting untuk keperluan mereka sendiri (artinya, mereka memenuhi kebutuhan pokok akan
berkelompok).
C. Tahap-tahap Perkembangan Kelompok

Kelompok biasanya berkembang melalui sebuah urutan berstandar dalam evolusi mereka.
Urutan ini dapat daisebut sebagai model lima tahap perkembangan kelompok. Meskipun riset
mengindikasikan bahwa tidak semua kelompok mengikuti pola ini, model tersebut adalah
sebuah kerangka yang berguna untuk memahami perkembangan kelompok.

Model lima tahap perkembangan kelompok (five-stage group –development model)


menyebutkan karakteristik perkembangan kelompok dalam lima tahap yang berbeda:
pembentukan, timbulnya konflik, normalisasi, hasil berupa kinerja, dan pembubaran.

1. Tahap Pembentukan (forming)

Memiliki karakteristik besarnya ketidakpastian atas tujuan, struktur, dan kepemimpinan


kelompok tersebut. Para anggotanya “menguji kedalaman air” untuk menentukan jenis-jenis
perilaku yang dapat diterima. Tahap ini selesai ketika para anggotanya mulai menganggap
diri mereka sebagai bagian dari kelompok.

2. Tahap Timbulanya Konflik (storming stage)

Yaitu satu dari konflik intrakelompok. Para anggotanya menerima keberadaan kelompok
tersebut tetapi terdapat penolakan terhadap batasan-batasan yang diterima kelompok tersebut
terhadap setiap individu. Lebih jauh lagi, terdapat konflik atas siapa yang akan mengenalikan
kelompok tersebut. Ketika tahap ini selesai terdapat sebuah hierarki yang relatif jelas atas
kepemimpinan dalam kelompok tersebut.

3. Tahap Normalisasi (norming stage)

Yaitu tahap di mana hubungan yang dekat terbentuk dan kelompok tersebut menunjukan
kekohesifan. Terdapat sebuah rasa yang kuat akan identitas kelompok dan persahabatan.
Tahap ini selesai ketika struktur kelompok tersebut menjadi solid dan kelompok telah
mengasimilasi serangkaian ekspektasi umum definisi yang benar atas perilaku anggota.

4. Tahap Berkinerja (performing)

Yaitu tahap ketika kelompok tersebut sepenuhnya fungsional dan diterima. Energi kelompok
telah berpindah dan saling mengenal dan memahami menjadi mengerjakan tugas yang ada.

5. Tahap Pembubaran (adjourning stage)

Yaitu tahap terakhir dalam perkembangan kelompok untuk kelompok-kelompok sementara,


dikarakteristikan oleh perhatian untuk menyelesaikan aktivitas-aktivitas dibandingkan
penampilan tugas.
Kelompok-kelompok sementara dengan tenggat waktu tampaknya tidak mengikuti model
sebelumnya. Model yang mereka pakai ialah Model Ekuilibrium tersebar (punctuated-
equilibrium model), yang merupakan transisi kelompok-kelompok sementera yang melalui
antara inersia dengan aktivitas. Berbagai penelitian mengindikasikan bahwa mereka memiliki
urusan tindakan (atau tidak bertindak) mereka sendiri yang unik, antara lain:

1. Pertemuan pertama mereka menentukan arah kelompok tersebut

2. Fase pertama dari aktifitas kelompok ini adalah inersia (ketidakaktifan)

3. Sebuah transisi terjadi pada akhir fase pertama ini, tepat ketika kelompok tersebut
menggunakan setengah dari waktu yang dimilikinya

4. Sebuah transisi yang mencetuskan perubahan besar

5. Sebuah fase kedua inersia mengikuti transisi oleh akselerasi aktivitas yang sangat
mencolok

Pertemuan terakhir kelompok tersebut dikarakteristikan oleh akselerasi aktivitas yang sangat
mencolok.

D. Peran, Norma, Status, Ukuran dan Kekohesifan dalam Kelompok

1. Peran

Istilah ini dimaksudkan sebagai serangkaian pola perilaku yang dikaitkan erat dengan
seseorang yang menempati sebuah posisi tertentu dalam sebuah unit sosial. Pemahaman atas
perilaku peran akan secara dramatis disederhanakan jika masing-masing dari kita memilih
satuperan dan memainkannya secara teratur dan konsisten. Sayangnya, kita diharuskan
memainkan sejumlah ragam peran, baik dalam pekerjaan maupun di luar pekerjaan kita.

2. Norma

Norma adalah standar-standar perilaku yang dapat diterima dalam sebuah kelompok yang
dianut oleh para anggota kelompok. Norma memberi tahu apa yang harus dan tidak harus
dilakukan di bawah keadaan-keadaan tertentu. Dari sudur seorang individu, norma-norma
tersebut memberi tahu apa yang diharapkan dari seorang Anda dalam situasi-situasi tertentu.
Ketika disetujui dan diterima oleh kelompok, norma berlaku sebagai cara untuk memengaruhi
perlaku dari anggota kelompok dengan kontrol eksternal yang minimum. Norma berbeda
antar kelompok, komunitas, dan masyarakat, tetapi mereka semua memilikinya.

3. Status
Status adalah sebuah posisi atau pangkat yang didefinisikan secara sosial yang diberikan
kepada kelompok atau anggota kelompok oleh orang lain-meresap dalam setiap masyarakat.
Meskipun telah ada banyak usaha, kita hanya mendapat sedikit kemajuan menuju sebuah
masyarakat tanpa kelas. Bahkan kelompok yang paling kecil akan mengembangkan peran-
peran, hak-hak, dan ritual-ritual untuk membedakan para anggotanya. Status adalah faktor
penting dalam memahami perilaku manusia karena hal ini adalah sebuah motivator signifikan
dan memiliki kensekuensi-konsekuensi perilaku besar ketika individu-individu menerima
perbedaan antara apa yang mereka percaya sebagai status dna apa yang dirasakan oleh orang
lain.

4. Ukuran

Apakah ukuran dari sebuah kelompok memengaruhi perilaku kelompok secara keseluruhan?
Jawaban atas pertanyaan ini pastinya adalah Ya, tetapi pengaruhnya bergantung pada variabel
yang Anda lihat. Sebagai contoh, bukti yang ada mengindikasikan bahwa kelompok yang
lebih kecil lebih cepat dalam menyelesaikan tugas daripada kelompok yang lebih besar, dan
bahwa individu-individu berkinerja lebih baik dalam kelompok yang lebih kecil. Tetapi, jika
kelompok tersebut terlibat dalam pemecahan masalah, kelompok besar secara konsisten
mendapat nilai yang lebih baik dibandingkan yang lebih kecil.

Salah satu penemuan paling penting yang berhubungan dengan ukuran sebuah kelompok
telah diberi label kemalasan sosial (social loafing). Kemalasan sosial adalah sebuah
kecenderungan para individu untuk mengeluarkan usaha yang lebih sedikit ketika bekerja
secara kolektif daripada ketika bekerja secara individual. Hal tersebut secara langsung
bertentangan dengan logika bahwa produktivitas dari sebuah kelompok sebagai keseluruhan
setidaknya harus seimbang dengan jumlah produktivitas setiap individu dalam kelompok
tersebut.

5. Kekohesifan

Kelompok-kelompok berbeda dalam kekohesifan mereka, yaitu, tingkat di mana para


anggotanya saling tertarik dan termotivasi untuk tinggal dalam kelompok tersebut. Misalnya,
beberapa kelompok kerja menjadi kohesif karena para anggotanya telah menghabiskan
banyak waktu bersama, atau ukuran kelompok yang kecil memfasilitasi adanya interaksi yang
tinggi, atau kelompok tersebut telah mengalami ancaman-ancaman eksternal yang
menjadikan mereka lebih dekat. Kekohesifan penting karena berhubungan dengan
produktivitas kelompok.

Berbagai penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa hubungan kekohesifan dan


produktivitas bergantung pada norma-norma terkait kinerja yang ditetapkan oleh kelompok.
Jika norma-norma terkait kinerja tinggi, kelompok kohesif akan lebih produktif dibandingkan
dengan kelompok yang kurang kohesif. Namun jika kekohesifan tinggi dan norma kinerja
rendah, produktivitas akan rendah. Jika kekohesifan rendah dan norma kinerja tinggi,
produktivitas meningkat, tetapi lebih sedikit bila dibandingkan pada situasi kekohesifan
tinggi/norma tinggi.

E. Pengambilan Keputusan Kelompok

1. Pengertian keputusan

Pengambilan keputusan sering dijelaskan sebagai tindakan memilih di antara beberapa


kemungkinan. Pengambilan keputusan adalah suatu proses lebih pelik dari sekedar memilih
di antara beberapa kemungkinan.

Banyak perdebatan muncul saat menentukan efektivitas pengambilan keputusan secara


individu atau kelompok. Secara kelompok biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk
mencapai keputusan, tetapi dengan pengambilan keputusan kelompok dapat mengikut-
sertakan spesialis dan ahli akan menguntungkan karena interaksi di antara mereka akan
menghasilkan keputusan yang lebih baik. Pada kenyataannya, banyak para peneliti
menyatakan bahwa keputusan konsensus dengan lima atau lebih peserta akan lebih baik,
karena akan mendapatkan pengumpulan suara terbanyak dan keputusan memimpin
kelompok.

Keputusan tertentu tampaknya memang menjadi lebih baik jika dibuat oleh kelompok, seperri
Keputusan tidak terprogram lebih cocok jika dibuat oleh kelompok.

2. Hal yang harus di perhatikan proses kelompok dalam membuat keputusan tak
terprogram

Hal-hal berikut ini berhubungan dengan proses kelompok saat membuat keputusan tak
terprogram, yaitu:

a. Penetapan tujuan: kelompok lebih unggul dibandingkan individu sebab kelompok


memiliki pengetahuan lebih banyak dibandingkan individu.

b. Identifikasi alternatif: usaha individu sebagai bagian dari anggota kelompok akan
merangsang pencarian lebih luas diberbagai area fungsional di organisasi.

c. Evaluasi alternatif: pertimbangan kolektif dari kelompok dengan berbagai sudut pandang
lebih unggul dibanding individu.

d. Memilih alternatif: interaksi kelompok dan pencapaian konsensus biasanya menghasilkan


penerimaan resiko lebih besar dibanding individu. Keputusan kelompok juga biasanya lebih
dapat diterima sebagai hasil dari partisipasi bersama.

e. Implementasi keputusan: dibuat oleh kelompok atau tidak, penyelesaian biasanya


dilakukan oleh seorang saja manajer. Individu bertanggungjawab untuk implementasi
keputusan kelompok.
3. Teknik pengambilan keputusan kelompok

Dalam pengabilan suatu keputusan, terdapat suatu teknik yang digunakan. Teknik tersebut
antara lain:

a. Kelompok interaktif, yaitu anggota berinteraksi secara langsung dengan anggota lain.

b. Kelompok nominal , yaitu membatasi komunikasi antar pribadi selama proses


pengambilan keputusan , karena masing-masing individu mengemban tugas secara
independen.

4. Bentuk teknik pengambilan keputusan kelompok

Terdapat 3 bentuk teknik dalam pengambilan keputusan kelompok, antara lain:

a. Teknik Pengambilan Keputusan Kelompok Delphi, umumnya digunakan untuk


mengambil keputusan meramal masa depan yang diperhitungkan akan dihadapi organisasi.
Teknik ini sangat sesuai untuk kelompok pengambil keputusan yang tidak berada di satu
tempat. Pengambil keputusan menysun serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan suatu
situasi peramalan dan menyampaikannya kepada sekelompok ahli. Para ahli tersebut
ditugaskan untuk meramalkan, apakah suatu peristiwa dapat atau mungkin terjadi atau tidak.

b. Teknik Pengambilan Keputusan Kelompok Nominal, adalah rapat kelompok yang


terstruktur terdiri dari 7-10 individu duduk berkumpul tetapi tidak berbicara satu sama
lainnya. Setiap orang menulis gagasannya di selembar kertas. Setelah 5 menit, dilakukan
saling tukar pikiran yang terstruktur. Setiap orang mengajukan satu gagasan. Seseorang yang
ditunjuk sebagai notulen mencatat seluruh gagasan itu di kertas di depan seluruh anggota
kelompok.

c. Teknik Pengambilan Keputusan dengan Pertemuan Elektronik, Pendekatan yang terbaru


untuk pengambilan keputusan kelompok adalah mencampurkan teknik kelompok nominal
dengan teknologi komputer canggih. Bentuk ini disebut dengan pertemuan elektronik
(electronic meeting). Jika tehnologi sudah dipakai, konsepnya sederhana saja. Sampai dengan
lima puluh orang duduk mengelilingi meja berbentuk U (tapal kuda) yang disana hanya ada
seperangkat terminal komputer. Masalah dipresentasikan kepada para peseta pertemuan dan
meraka mengetik tanggapan mereka ke layar komputer. Komentar individu, serta jumlah
suara diperlihatkan di layar proyeksi di ruangan tersebut.

5. Kelebihan pengambilan keputusan kelompok

Menurut Mansoer (1989:69) ada beberapa kelebihan keputusan kelompok dibandingkan


dengan keputusan individual, antara lain:

a. Informasi yang lengkap lebih mungkin diadakan. Dalam kelompok terhimpun banyak
pengalaman dan pandangan daripada seorang.
b. Banyak alternatif yang muncul, karena kelompok mempunyai informasi banyak dalam
jumlah dan ragamnya dan dapat mengidentifikasi lebih banyak kemungkinan. Lebih-lebih
lagi kelompok itu terdiri atas berbagai keahlian dan latar belakang pengalaman.

c. Keputusan kelompok lebih berterima. Hal ini disebabkan karena keputusan kelompok
lebih menelaah banyak pandangan dan pendapat, sehingga keputusannya lebih besar
kemungkinan mendapat persetujuan lebih dari banyak orang.

d. Meningkatkan kesempatan terlaksananya hak orang banyak. Keputusan kelompok lebih


sesuai dengan hak demokrasi. Mengingat banyak kesempatan oleh manajer untuk mengambil
keputusan sendiri, maka mengambil kebijaksanaan untuk memberi kesempatan kepada orang
lain yang ahli untuk turut mengambil kebagian dalam pengambilan keputusan, adalah
merupakan upaya meningkatkan legistimasi orang lain.

6. Kekurangan pengambilan keputusan kelompok

Selain memiliki kelebihan, pengambilan keputusan secara kelompok juga tidak lepas dari
beberapa kelemahan, di antaranya adalah:

a. Memakan waktu. Keputusan kelompok diperoleh dari hasil diskusi yang panjang, banyak
waktu dipakai untuk rapat-rapat, sedangkan pengambilan keputusan sendiri oleh manajer bisa
diambil dalam waktu singkat, tepat pada saat masalahnya timbul.

b. Dominasi minoritas. Tidak mungkin dalam satu kelompokterwakili semua kepentingan


dalam organissi dan seringkali hanya terdiri atas segelintir orang saja. Kesempatan ini oleh
para anggota kelompok sering digunakan untuk memenangkan kepentingan orang-
orangtertentu dalam organisasinya yang sengaja atau tidak sengaja diwakilinya. Ada
kecenderungan dia mendominasi kepentingan orang terbanyak.

c. Tekanan untuk menyesuaikan. Dalam kelompok ada saja golongan yang mempunyai
pengaruh dan menekan kelompok untuk menyesuaikan diri dengan kehendaknya.

d. Tanggungjawab tersamar. Pada keputusan individual jelas siapa yang bertanggungjawab,


tapi pada keputusan kelompok dari mereka (para anggota) tidak bisa dimintai
pertanggungjawaban perorangan. Tanggung jawab perorangan luluh dalam tanggungjawab
bersama.

7. Perbandingan pengambilan keputusan individu dan kelompok

Apabila dilihat keefektifan dan efisiensi antar pengambilan keputusan kelompok atau
individu, maka hal tergantung kepada kriteria apa yang dipakai sebagai ukuran efektif. Bila
diukur dengan derajat akurasi, barangkali keputusan kelompok lebih akurat. Fakta
membuktikan keputusan kelompok lebih baik daripada keputusan individu. Tetapi tidak
berarti bahwa secara bersama kelompok lebih bermutu dari perseorangan. Bila dimaksud
dengan efektif adalah ukuran kecepatan maka keputusan individual jadi lebih efektif. Kalau
kreativitas yang jadi ukuran keefektifan maka keputusan kelompok adalah lebih efektif.
Ukuran keefektifan lain, mungkin dukungan persetujuan, maka keputusan kelompok jadi
lebih efektif. Dalam kerja kelompok pengambil keputusan, telah teruji bahwa jumlah anggota
5 sampai 7 orang adalah produktif dan efektif. Efektif tentu diacu juga dengan efisiensi.
Keputusan kelompok bisa jadi tidak efisien dibandingkan dengan keputusan individual, bila
diukur dari waktuyang dipakai untuk mengambil keputusan. Pengambilan keputusan bentuk
mana yang akan dipakai bergantung kepada aspek yang mana yang dipentingkan, efektivitas
atau efisiensi.

BAB X

MEMAHAMI KERJA TIM

Pada dasarnya kita sering mendengar arti sebuah team, namun yang kita tahu adalah tim
sepakbola, tim bola basket, padahal di sebuah organisasi tim adalah salah satu kunci sukses
keberhasilan organisasi tersebut. Mengapa tim bisa berdampak begitu besar? Sebab sebuah
organisasi pasti terdiri dari banyak orang, dengan adanya pembentukan tim, maka pekerjaan
mereka akan lebih terfokus, sehingga organisasi dapat lebih efektif dan efisien dalam
beroperasi.

Oleh karena itu pada bab ini, sering muncul kata popularity of teams, dimana melalu tim
yang baik akan menciptakan motivasi kerja karyawan yang baik dan efektif.

Tim Kerja VS Kelompok Kerja

Kelompok dan Tim adalah dua konsep berbeda. Kelompok atau group didefinisikan sebagai
dua atau lebih individu yang saling bergantung dan bekerjasama, yang secara bersama
berupaya mencapai tujuan. Kelompok kerja (work group) adalah kelompok yang para
anggotanya saling berinteraksi terutama untuk saling berbagi informasi untuk membuat
keputusan guna membantu satu sama lain dalam wilayah kewenangannya masing-masing.[1]

Kelompok kerja tidak memiliki kebutuhan ataupun kesempatan untuk terlibat di dalam kerja
kolektif yang memerlukan upaya gabungan dari seluruh anggota tim. Akibatnya, kinerja
mereka sekadar kumpulan kontribusi parsial dari seluruh individu anggota kelompok. Tidak
ada sinergi positif yang menciptakan tingkat kinerja keseluruhan yang lebih besar ketimbang
totalitas input yang mereka berikan. Sementara itu, Tim Kerja mengembangkan sinergi
positif melalui upaya yang terkoordinasi. Upaya individual mereka menghasilkan suatu
tingkat kinerja yang lebih besar ketimbang totalitas input para individunya.
Tim kerja dapat di kelompokan dalam beberapa tipe :

1. Tim Kerja Formal

pada tim kerja formal ini merupakan bagian yang melekat dari struktur permanen.

2. Tim kerja informal

Seperti yang dijelaskan diatas tim ini memiliki perbedaan dengan tim kerja formal. Yaitu,
berada di luar struktur organisasi.

Misalahnya :

· Problem solving teams adalah memecahkan masalah atau bekerja untuk suatu kegiatan
organisasi yang spesifik. terdiri atas 5-12 orang dari satu departemen yang bertemu untuk
membahas perbaikan kualitas, efisiensi, dan lingkungan kerja. Anggota berbagi gagasan atau
saran, tetapi jarang diberi kewenangan untuk melaksanakan secara sepihak tindakan yang
mereka sarankan.

· Self -managed work teams adalah terdiri atas 10-15 orang yang memiliki kinerja
tinggi. Tim ini mencakup perencanaan dan penjadwalan kerja, pengendalian korektif atas
langkah kerja, pembuatan keputusan operasi dan pengambilan tindakan untuk mengatasi
masalah.

· Cross Functional teams adalah tenaga kerja dari tingkat hirarki yang sama, tetapi dari
tempat pekerjaan yang berbeda. Setiap aspek kerja ditangani oleh satu tim dan bukannya oleh
departemen yang terpisah, sasarannya adalah meningkatkan komunikasi dan mengawasi kerja
yang akan menghasilkan peningkatan produktivitas dan kepuasan pelanggan.

· Task Force adalah tim lintas fungsi sementara. Tim dibentuk untuk memecahkan suatu
issue atau masalah, dan dibubarkan jika tujuan sudah tercapai.

· Committees adalah anggota-anggota lini lintas departemen merupakan contoh dari tim
lintas fungsi.
KARAKTERISTIK KERJA TIM

· Ada kesepakatan terhadap misi tim

· Semua anggota mentaati peraturan tim

· Pembagian tanggung jawab dan wewenang yang adil

· Adanya adaptasi terhadap perubahan

· Adanya adaptasi terhadap perubahan

Menghubungkan Tim dan Konsep Kelompok :

UKURAN TIM KERJA

· Ukuran tim 10-12 orang

· Anggota tim memiliki 3 keterampilan

· Mengalokasikan peran dan menggalakkan keanekaragaman

· Mempunyai komitmen untuk tujuan bersama

· Mempunyai komitmen untuk tujuan bersama

· Menetapkan tujuan spesifik

· Adanya kepemimpinan dan struktur

· Adanya tanggung jawab

· Adanya evaluasi kinerja dan sistem reward

· Mengembangkan kepercayaan timbal balik

KEMAMPUAN ANGGOTA

Ada 3 keterampilan yang harus dimiliki oleh para anggota untuk

mencapai tim yang efektif :


· Keahlian Teknis

· Keahlian Teknis

· Keterampilan Memecahkan masalah dan mengambil keputusan

· Keterampilan Antar Pribadi

CARA MENINGKATKAN KINERJA TIM

· Adanya saling ketergantungan

· Adanya perluasan tugas

· Kesejajaran

· Penggunaan bahasa yang umum

· Penggunaan bahasa yang umum

· Kepercayaan – respek

· Kepemimpinan – keanakbuahan

· Keterampilan memecahkan masalah

· Keterampilan manajemen konflik

· Penilaian – tindakan

· Adanya “perayaan” keberhasilan kinerja tim

Pentingnya Keberagaman

Tim memiliki kebutuhan yang berbeda, dan orang-orang harus memilih tim atas dasar
kepribadian dan preferensi mereka. Tim berkinerja tinggi cocok untuk orang-orang berbagai
peran. Kita dapat mengidentifikasi sembilan peran tim potensial. Dengan mencocokkan
preferensi individu dengan tuntutan peran tim, manajer meningkatkan kemungkinan bahwa
anggota tim akan bekerja sama dengan baik.

KEY ROLES ON TEAMS


· Memiliki Komitmen untuk Tujuan yang Sama : pada suatu tim, visi misi dan tuhuan
harus memiliki kejelasan agar kerja tim dapat terfokus dan satu arah yang sama.

· Menetapkan Tujuan Spesifik : setelah kita memiliki tujuan yang jelas, tujuan itu harus
spesifik. Sebab tujuan yang jelas akan mengiring ke organisasi kejalan yang benar.

· Kepemimpinan dan Struktur : tim harus dipimpin oleh seseorang yang memiliki jiwa
kepemimpinan sehingga mampu membawa tim ke arah yang benar dan jelas

· Kemalasan sosial dan akuntabilitas : kemalasan merupakan muruh terbesar dalam tim,
oleh sebab itu tim harus memiliki kinerja yang baik.

· Evaluasi kinerja yang tepat dan sistem penghargaan : evaluasi kinerja individual, upah
per jam tetap, insentif individual, dan sejenisnya, tidak konsisten dengan perkembangan tim
berkinerja tinggi. Sehingga selain mengevaluasi dan memberikan penghargaan kepada
karyawan atas kontribusi masing-masing, manajemen harus mempertimbangkan penilaian
berbasis kelompok, pembagian keuntungan, insentif kelompok kecil, dan modifikasi sistem
lainnya yang akan memperkuat upaya tim dan komitmen.

· Mengembangkan rasa saling percaya yang tinggi : Kepercayaan , integritas dalam tim
merupakan suatu hal yang sangat penting sebab kejujuran dalam tim mampu membuat tim
bekerja secara maksimal tanpa ada yang ada ditutup-tutupi, sedangkan tim yang tidak
memiliki integritas pasri memiliki kecemburuan dan mudah hancur dan kebersamaan rendah.

· Dimensi Kepercayaan :

1. Integritas : kejujuran dan kebenaran

2. Kompetensi : pengetahuan dan keterampilan teknis dan interpersonal

3. Konsistensi : keandalan, prediktabilitas, dan penilaian yang baik dalam situasi


penanganan

4. Loyalitas : kesediaan untuk melindungi dan menyelamatkan muka bagi seseorang

5. Keterbukaan : kesediaan untuk berbagi ide dan informasi secara bebas

THE GROUP / TEAMWORK

Tantangan : Seorang pekerja berhasil bukan karena prestasinya sendiri saja tetapi juga karena
kelompoknya, seorang individu harus bisa berkomunikasi dengan yang lain dengan baik,
jujur terhadap satu dengan yang lain, lebih terbuka agar bisa mengetahui perbedaan dan dapat
memecahkan suatu masalah bersama tanpa adanya konflik. Tetapi hal tersebut sulit untuk
dilakukan oleh seorang individu karena banyak sekali tantangan, diantaranya sudah tertanam
pemikiran individualisme dari seseorang sejak lahir dan jangan terlalu percaya pada orang
lain.

Membangun kepercayaan : Manajer dan pemimpin tim mempunyai dampak besar dalam
membangun kepercayaan dalam anggota kelompok.

1. Ada beberapa cara dalam membangun kepercayaan, yaitu :

tunjukkan bahwa anda bekerja untuk kepentingan orang lain seperti kepentingan diri sendiri.

2. menjadi anggota tim sendiri

3. terbuka

4. adil

5. bicarakan apa yang perlu dibicarakan

6. konsisten dalam membuat keputusan

7. mempertahankan kepercayaan diri seseorang

8. menunjukkan kompeten seorang pimpinan

9. Rewards : bentuk penghargaan dapat bermacam-macam seperti promosi, kenaikan gaji,


dll.

TEAMS AND TOTAL QUALITY MANAGEMENT

Total quality management adalah untuk menghasilkan peningkatan dalam proses. Total
quality management membutuhkan manajemen yang digunakan untuk memberikan semangat
kepada para pekerja untuk memberikan ide-ide mereka dan juga dapat merealisasikannya
dalam pekerjaan. Seorang penulis pernah menuliskan, “Tidak ada proses dan teknik yang
dapat diaplikasikan langsung dalam Total Quality Management kecuali dilakukan dalam
workteam. Karena semua teknik dan proses membutuhkan adanya komunikasi dan kontak,
respon dan adaptasi, dan proses koordinasi dengan intensitas yang tinggi.”

Shaping team players

Opsi penting yang dibutuhkan oleh manajer untuk mengubah cara kerja individual menjadi
kerjasama dalam tim (teamwork).
Seleksi : Ketika menyeleksi anggota team yang baru, manajer harus mempertimbangkan tidak
hanya kemampuan teknis yang dimiliki, namun juga harus memperhatikan apakah karyawan
tersebut memiliki kemampuan untuk berperan di dalam tim sebaik kemampuan teknis yang ia
miliki, karena banyak orang tidak memiliki kemampuan untuk bekerja di dalam tim.

Ketika berhadapan dengan calon karyawan, manajer memiliki 3 pilihan, yaitu:

(a) Karyawan tersebut ditraining untuk membuat mereka mampu berperan sebagai anggota
tim yang baik. Dalam training, kemampuan mereka untuk bekerja di dalam tim akan diasah
secara lebih baik. Jika ini tidak berhasil, dapat dilakukan cara yang kedua.

(b) Memindahkan karyawan ini ke divisi lain dalam organisasi yang dapat bekerja secara
individual atau tidak terikat di dalam sebuah tim. Jika tidak ada alternatif ini, manajer harus
mengambil pilihan yang ketiga.

(c) Pilihan terakhir ini adalah dengan tidak menerima karyawan tersebut.

Training : karyawan yang telah disediakan di dalam suatu teamwork. Training biasanya
ditawarkan dalam bentuk workshop untuk menolong karyawan dalam meningkatkan
kemampuan untuk pemecahan masalah (problem solving), komunikasi, negosiasi,
manajemen konflik, dan skill kepemimpinan. Misalnya juga dalam training biasanya para
karyawan diingatkan untuk lebih bersabar, karena pengambilan keputusan yang dilakukan
dalam tim akan memakan waktu lebih lama dibandingkan jika mereka mengambil keputusan
sendiri.

Teams and workforce diversity

Perbedaan pada dasarnya akan memunculkan perspektif yang baru dalam menghadapi setiap
masalah, namun perbedaan juga akan mempersulit tim untuk bersatu dalam mencapai suatu
kesepakatan.

Kasus yang paling sulit dihadapi oleh tim yang memiliki banyak perbedaan adalah kasus
untuk pemecahan masalah (problem solving) dan kasus pengambilan keputusan (decision
making). Tim yang bersifat heterogen memiliki beragam perspektif berbeda yang mampu
menciptakan solusi yang unik dan kreatif. Tetapi karena banyaknya perspektif inilah yang
membuat tim ini menghabiskan waktu yang lebih lama untuk berdiskusi.

Tim yang bersifat kohesif (bersatu) akan memiliki rasa puas yang lebih besar dalam bekerja,
tingkat absen yang rendah, dan tingkat keluarnya anggota dalam tim juga sangat rendah.
Untuk itu diharapkan tim yang bersifat berbeda harus saling mensupport dalam segala
perbedaan yang ada, sehingga tim ini dapat memaksimalkan nilai-nilai dalam perbedaan itu
sehingga menjadikan tim ini menjadi tim yang kohesif. Dapat juga mengikuti diversity
training untuk memperkuat tim ini.

Reinvigorating mature teams

Tim yang telah terbentuk lama dan berada dalam tahap kedewasaan/stabil cenderung untuk
menolak berpikir secara kritis dalam tim. Masing-masing anggota mempercayai bahwa
mereka sudah dapat membaca pikiran setiap orang dalam tim tersebut. Hasilnya, para anggota
akan merasa enggan untuk mengemukakan pendapat mereka karena mereka tidak ingin
beradu pendapat dengan yang lain.

Permasalahan lain yang terjadi dalam mature team adalah kesuksesan-kesuksesan yang
mereka capai di awal akan membuat mereka hanya bertumpu pada masalah dan tugas yang
sederhana saja untuk dihadapi. Seharusnya seiring berjalannya waktu, tim ini harus mencoba
untuk memecahkan maslah-masalah dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Tim akan
terjebak dalam proses dan rutinitas belaka yang menjadikan mereka enggan untuk mencapai
kesempurnaan dalam hal yang dilakukan seperti saat dulu mereka pertama kali terbentuk. Ini
juga menyebabkan proses internal dalam tim tidak lagi berjalan mulus. Lebih banyak konflik
yang terjadi dalam tim, komunikasi menurun, dan performa tim akan menurun drastis.

Solusi yang dapat dilakukan untuk menyegarkan kembali tim yang berada di tahap
kedewasaan ini:

1. Menyiapkan para anggota tim untuk dapat menghadapi masalah ketika nanti tim telah
mencapai tahap kedewasaan.

2. Menawarkan re-fresher training/training yang bertujuan untuk penyegaran kembali


dalam tim.Training ini akan melatih tim dalam komunikasi, manajemen konflik, dan
meningkatkan kepercayaan diri pada setiap orang serta meningkatkan kepercayaan antara
yang satu dengan lainnya.

3. Menawarkan advanced training.Training ini bertujuan untuk mengarahkan anggota tim


untuk mengembangkan kemampuan problem-solving, interpersonal, dan kemampuan
teknikal yang lebih kuat.

Meyakinkan tim untuk memperlakukan perkembangan yang dilakukan sebagai pengalaman


belajar.Sehingga tim tidak cepat puas dengan hasil perkembangan yang dilakukan, namun
terus meningkatkan untuk selalu lebih baik.Mereka juga akan melihat setiap konflik dan
ancaman yang muncul sebagai kesempatan belajar yang baru.
BAB XI

KOMUNIKASI

Perilaku organisasi merupakan studi sistematis dan penerapan pengetahuan tentang


bagaimana setiap individu dan kelompok bertindak di dalam sebuah organisasi tempat
mereka bekerja.

Dengan kata lain, perilaku organisasi mempelajari interaksi antarmanusia dalam organisasi,
baik dalam hal kedudukan manusia sebagai individu maupun manusia sebagai kelompok,
interaksi dan saling pengaruh antara manusia dan organisasi, serta interaksi antara organisasi
dan lingkungannya (Sobirin, 2015 : 3).

Berbagai bentuk interaksi ini tentu tidak dapat dilakukan tanpa adanya komunikasi. Atas
dasar itulah tak berlebihan jika dikatakan bahwa komunikasi merupakan sebuah elemen dasar
dari perilaku organisasi.

Komunikasi sebagai elemen dasar perilaku organisasi ini merupakan wujud eratnya kaitan
antara komunikasi dan organisasi.

Kaitan antara komunikasi dan organisasi dikemukakan oleh William V. Hanney dalam
Effendy (1981) yang menyatakan bahwa organisasi terdiri dari sejumlah orang; ia melibatkan
keadaan saling tergantung; ketergantungan memerlukan koordinasi; koordinasi mensyaratkan
komunikasi.

Karenanya, komunikasi merupakan sine qua non bagi organisasi. Bagi organisasi,
komunikasi berperan penting dalam membina manusia-manusia di dalam organisasi dan
membina perilaku organisasi di antara para anggota organisasi atau karyawan.

Tujuan utama perilaku organisasi adalah untuk menggambarkan secara sistematis bagaimana
orang-orang berperilaku dalam beragam kondisi, untuk memahami mengapa mereka
berperilaku seperti itu, memprediksi perilaku karyawan di masa depan, mengawasi sebagian
dan membangun beberapa kegiatan manusia di tempat kerja, dan untuk mengetahui
bagaimana orang-orang dapat diberikan motivasi dan diarahkan pada tanggung jawabnya
untuk menghasilkan penampilan individu dan kelompok untuk memacu produktivitas
organisasi.

Dengan demikian, untuk mengetahui dan menganalisis peran komunikasi dalam perilaku
organisasi, kita harus memahami apa itu komunikasi dalam organisasi atau komunikasi
organisasi, jenis komunikasi dalam organisasi, bentuk komunikasi dalam organisasi, dan
jaringan komunikasi dalam organisasi.
Pengertian

Secara umum, pengertian komunikasi menurut para ahli adalah proses penyampaian pesan
dari pengirim pesan kepada penerima pesan.

Komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi kerap disebut dengan komunikasi organisasi.
Rogers dan Rogers (1976) dalam Suminar dkk (tanpa tahun) menyatakan bahwa komunikasi
organisasi adalah komunikasi di dalam dan di antara organisasi serta di lingkungannya.
Adapun fungsi komunikasi dalam organisasi adalah untuk menghubungkan anggota
organisasi atau karyawan dalam rangka untuk mencapai tujuan bersama.

Jenis Komunikasi

Komunikasi dalam organisasi dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu komunikasi
internal dan komunikasi eksternal.

1. Komunikasi internal

Menurut Lawrence D. Brennan dalam Effendy (1981) yang dimaksud dengan komunikasi
internal adalah pertukaran gagasan di antara para administrator dan karyawan dalam suatu
perusahaan atau jawatan yang menyebabkan terwujudnya perusahaan atau jawatan tersebut
lengkap dengan strukturnya yang khas (organisasi) dna pertukaran gagasan secara horisontal
dan vertikal di dalam perusahaan atau jawatan yang menyebabkan pekerjaan berlangsung
(operasi dan manajemen).

Effendy (1981 : 155-167) menyatakan bahwa komunikasi internal dapat dibagi ke dalam dua
dimensi dan dua jenis. Dimensi komunikasi internal yang terdiri dari komunikasi vertikal dan
komunikasi horisontal. Adapun jenis komunikasi internal adalah komunikasi persona dan
komunikasi kelompok.

a. Dimensi komunikasi internal

Dimensi komunikasi internal terdiri dari komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal.

Komunikasi vertikal adalah komunikasi yang terjadi secara vertikal dari atas ke bawah
(downward communication) dan dari bawah ke atas (upward communication). Dengan kata
lain, komunikasi vertikal adalah komunikasi dua arah yang terjadi antara atasan dan bawahan
dan bersifat formal.

Komunikasi horisontal adalah komunikasi yang terjadi antara sesama anggota organisasi atau
komunikasi antar karyawan dan bersifat informal.

Komunikasi diagonal atau komunikasi silang adalah komunikasi yang terjadi antara pimpinan
seksi dengan pegawai seksi lain.
b. Jenis komunikasi internal

Komunikasi internal dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu komunikasi persona dan
komunikasi kelompok.

Komunikasi persona adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang dan dapat berlangsung
secara tatap muka maupun melalui media.

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang terjadi antara seseorang dengan sekelompok
orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi kelompok dapat dibedakan menjadi komunikasi
kelompok kecil (rapat atau urun rembuk) dan komunikasi kelompok besar (upacara).

2. Komunikasi eksternal

Komunikasi eksternal adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan khalayak di luar
organisasi. Komunikasi eksternal terdiri dari dua jalur yang berlangsung secara timbal balik
yaitu komunikasi dari organisasi kepada khalayak dan komunikasi dari khalayak kepada
organisasi.

Komunikasi dari organisasi kepada khalayak umumnya bersifat informatif dan dapat
berbentuk majalah organisasi, press release, brosur, leaflet, poster, dan lain-lain.

Komunikasi dari khalayak kepada organisasi merupakan umpan balik yang diberikan
khalayak terhadap kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi.

Bentuk Komunikasi

Komunikasi dalam organisasi dapat berbentuk komunikasi lisan, komunikasi tertulis, dan
komunikasi nonverbal.

1. Komunikasi Lisan

Komunikasi lisan merupakan bentuk komunikasi yang paling banyak dilakukan oleh seluruh
anggota organisasi misalnya diskusi kelompok atau selentingan.

Adapun saluran komunikasi yang digunakan dalam komunikasi lisan di antaranya adalah
telepon, video, dan percakapan secara tatap muka. Melalui komunikasi lisan, informasi dan
umpan balik dapat disampaikan dengan lebih cepat dibandingkan dengan bentuk komunikasi
lainnya.

2. Komunikasi tertulis
Komunikasi tertulis adalah komunikasi yang isi pesannya disampaikan secara tertulis. Contoh
komunikasi tertulis di antaranya adalah memo, proposal, surat, petunjuk pelatihan, dan
kebijakan operasional organisasi.

3. Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbaladalah komunikasi yang menggunakan bahasa tubuh seperti ekspresi


wajah, gerak tubuh, nada suara, penampilan dan elemen-elemen komunikasi nonverbal
lainnya. Fungsi komunikasi nonverbal dalam organisasi adalah melengkapi komunikasi
verbal yakni komunikasi lisan.

Dalam penerapannya, komunikasi nonverbal kerap dimaknai secara berbeda oleh penerima
pesan sehingga menimbulkan kesalahpahaman di antara kedua belah pihak. Untuk itu,
masing-masing pihak perlu berhati-hati dalam menggunakan komunikasi nonverbal.

Jaringan Komunikasi

Selain dimensi komunikasi di atas, hal penting lainnya yang dapat digunakan untuk
menganalisis komunikasi sebagai elemen perilaku organisasi adalah jaringan komunikasi
dalam organisasi.

Dalam organisasi, terdapat dua macam jaringan komunikasi yaitu jaringan komunikasi
kelompok kecil formal dan jaringan komunikasi kelompok informal.

1. Jaringan komunikasi kelompok kecil formal

Jaringan komunikasi kelompok kecil formal adalah jaringan komunikasi yang terdapat dalam
kelompok kecil dan bersifat formal. Terdapat tiga macam jaringan komunikasi kelompok
kecil formal yaitu rantai, ligkaran, dan roda.

Jaringan komunikasi rantai merupakan jaringan komunikasi yang mengikuti rantai komando
secara formal.

Jaringan komunikasi lingkaran merupakan memiliki pemimpin sebagai orang yang


mengarahkan seluruh komunikasi dalam kelompok. Contoh jaringan komunikasi lingkaran di
antaranya adalah rapat, FGD, atau urun rembuk.

Jaringan komunikasi roda ditandai dengan adanya keterbukaan yang memungkinkan


bergabungnya seluruh anggota organisasi dalam komunikasi.
Jaringan komunikasi atau pola komunikasi organisasi hendaknya disesuaikan dengan tujuan
yang akan dicapai. Jika suatu organisasi sangat menghargai akurasi informasi maka jaringan
komunikasi rantai adalah yang paling tepat.

Sementara itu, jika organisasi menginginkan akurasi, kecepatan, dan tingkat kepentingan
maka digunakan jaringan komunikasi lingkaran. Dan terakhir, jaringan komunikasi roda
sangat mengedepankan kecepatan dan kepuasan anggota organisasi.

2. Jaringan komunikasi kelompok informal

Komunikasi informal dalam organisasi disebut dengan grapevine. Komunikasi informal


merupakan jaringan komunikasi yang kompleks serta didasarkan pada kontak personal dan
tidak megikuti alur atau struktur sebagaimana komunikasi formal.

Dalam organisasi, keberadaan komunikasi informal tidak dapat dikesampingkan karena dapat
membantu organisasi mencapai tujuannya.

Peranan Manajer sebagai Komunikator

Telah disebutkan sebelumnya bahwa perilaku organisasi mempelajari interaksi antarmanusia


di dalam organisasi, interaksi antara manusia dan organisasi serta interaksi antara organisasi
dan lingkungannya. Interaksi dapat terjadi karena adanya komunikasi.

Karena itu, manajer atau pemimpin organisasi atau administrator memiliki peran sebagai
komunikator dan harus mampu memilih metode atau teknik komunikasi yang tepat sesuai
dengan situasi komunikasi saat komunikasi dilancarkan.

Henry Mintzberg dalam Effendy (1981) menyatakan bahwa wewenang informal seorang
manajer menyebabkan timbulnya tiga peranan yaitu peranan antarpersona, peranan informasi,
dan peranan memutuskan.

1. Peranan antarpersonal

Peranan antarpersona adalah wewenang yang formal dari seorang manajer yang
menimbulkan tiga peranan yaitu peranan tokoh, peranan pemimpin, dan peranan
penghubung.

Peranan tokoh. Peranan ini timbul sebagai akibat dari kedudukan manajer sebagai kepala
suatu unit organisasi yang bertugas memimpin berbagai upacara di kantor atau menghadiri
upacara yang diselenggarakan oleh pihak luar. Melalui upacara ini, manajer dapat
memberikan penerangan, penjelasan, dan lain-lain baik di lingkungan sendiri maupun di
lingkungan pihak luar.

Peranan pemimpin. Sebagai pemimpin, manajer bertanggung jawab terhadap kelancaran


tugas-tugas yang dikerjakan oleh bawahannya. Adapun kegiatan yang berkaitan dengan
peranannya sebagai pemimpin adalah menentukan kebijaksanaan, perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaian serta memotivasi karyawan.
Kegiatan-kegiatan tersebut menunjukkan pentingnya komunikasi dalam organisasi dan
pengaruh komunikasi dalam kepemimpinan.

Peranan penghubung. Sebagai penghubung, manajer melakukan komunikasi dengan orang-


orang di luar jalur komando vertikal baik secara formal maupun informal.

2. Peranan informasional

Sebagai pusat sarat organisasi, manajer bertugas mengkomunikasikan kembali informasi


yang diperoleh kepada pihak internal maupun eksternal. Peranan informasional meliputi
beberapa peranan lain yaitu peranan monitor, peranan penyebar, dan peranan jurubicara.

Peranan monitor. Sebagai monitor, manajer mengamati, menerima, dan menghimpun


informasi yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya yang memiliki arti penting bagi
organisasi.

Peranan penyebar. Sebagai penyebar, manajer menerima dan menghimpun informasi yang
diperoleh dari lingkungan sekitar kemudian menyebarkan kembali informasi tersebut kepada
bawahannya.

Peranan jurubicara. Sebagai jurubicara, manajer mengkomunikasikan informasi kepada


khalayak luar secara resmi.

3. Peranan memutuskan

Dalam organisasi, manajer memegang peranan yang sangat penting dalam pengambilan suatu
keputusan. Peranan memutuskan ini meliputi beberapa peranan lain yaitu peranan
wiraswasta, peranan pengendali gangguan, peranan penentu sumber, dan peranan perunding.

Peranan wiraswasta. Dalam kewiraswastaannya, seorang manajer berusaha memajukan


organisasinya dan mengadakan penyesuaian terhadap perubahan kondisi lingkungannya.

Peranan pengendali gangguan. Seorang manajer menanggapi setiap tekanan yang dihadapi
dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.

Peranan penentu sumber. Seorang manajer bertanggung jawab untuk memutuskan pekerjaan
apa yang harus dilakukan, siapa yang akan melaksanakan, dan bagaimana pembagian
pekerjaan dilangsungkan. Selain itu, manajer juga berwenang mengambil keputusan penting
sebelum implementasi dijalankan.
Peranan perunding. Sebagai perunding, manajer berwenang untuk menangani sumber-sumber
organisasional pada waktu yang tepat, dan hanya dialah yang merupakan pusat jaringan
informasi yang sangat diperlukan bagi perundingan yang penting.

Manfaat Mempelajari Komunikasi dalam Perilaku Organisasi

Mempelajari komunikasi dalam perilaku organisasi dapat memberikan beberapa manfaat, di


antaranya adalah :

Kita dapat mengetahui dan memahami pengertian perilaku organisasi.

Kita dapat mengetahui dan memahami dimensi komunikasi dalam organisasi.

Kita dapat mengetahui dan memahami peran manajer sebagai komunikator organisasi.

BAB XII

KEPEMIMPINAN

Definisi Kepemimpinan

Ø Stephen P.Robbins (1991)

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja


mencapai tujuan dan sasaran. Kepemimpinan dapat menentukan apakah suatu organisasi
mampu mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan. Kepemimpinan merupakan rangkaian
kegiatan penataan yang diwujudkan sebagai kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain
dalam situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati.

Ø Miftah Toha (1992)

Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi
perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia, baik perorangan maupun
kelompok. Kepemimpinan dapat terjadi di mana saja, asalkan seseorang menunjukan
kemampuannya mempengaruhi perilaku orang-orang lain ke arah tercapainya suatu tujuan
tertentu.

Ø Abraham Zaleznik (1986)


Menyatakan bahwa tidak semua pemimpin adalah manajer, sehingga kalau dibalik apakah
semua manajer adalah pemimpin. Seorang manajer yang diberi hak-hak tertentu dalam suatu
organisasi, belum tentu menjadi seorang pemimpin yang efektif. Tetapi tidak disangsikan lagi
bahwa kemampuan untuk mempengaruhi orang lain yang didapatkan dari luar struktur yang
formal adalah sama atau bahkan lebih penting daripada pengaruh formal, sehingga dapat
disimpulkan bahwa seorang pemimpin dapat muncul secara informal dari suatu kelompok
dan dapat juga ditunjuk secara formal.

Ø Sarros dan Butchatsky (1996)

Menurut Sarros dan Butchatsky (1996), istilah ini dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku
dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai
tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi.

Teori Kepemimpinan

a. Teori Sifat

· Teori ini, yang sering disebut juga dengan teori “greatman”, menyatakan bahwa
seorang itu dilahirkan membawa atau tidak membawa ciri/sifat(traits) yang diperlukan bagi
seorang pemimpin.

· Pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat, sebab individu yang lahir telah membawa ciri-
ciri tertentu. Kepemimpinan adalah suatu fungsi dari kualitas seseorang dari suatu individu,
bukan dari situasi, teknologi atau dukungan masyarakat. Hal ini mengandung pengertian
dasar bahwa penelitian-penelitian kepemimpinan selalu condong menyebut bahwa individu
adalah sumber kegiatan-kegiatannya.

b. Teori Perilaku (Behavioral Theories)

· Keruntuhan pendekatan kesifatan mengakibatkan para peneliti tidak lagi mencoba


untuk mencari jawaban tentang sifat-sifat pemimpin yang efektif,tetapi mencoba untuk
menentukan apa yang dilakukan oleh para pemimpin efektif atau dengan kata lain bagaimana
perilaku para pemimpin yang efektif,sebagai contoh apakah mereka lebih demokratis
daripada otokratik.

· Melalui pendekatan perilaku ini,tidak hanya diharapkan untuk memberikan jawaban


yang lebih definitive mengenai kepemimpinan,tetapi hal inipun akan memberikan implikasi
yang berbeda dengan pendekatan kesifatan. Pada pendekatan kesifatan,pemimpin pada
dasarnya dianggap dilahirkan,sehingga jika pendekatan ini berhasil kita akan mendapatkan
suatu dasar untuk menyeleksi/menempatkan orang yang cocok/tepat untuk posisi yang
pemimpin. Tetapi jika pendekatan perilaku berhasil,mengidentifikasikan perilaku-perilaku
tertentu yang diperagakan oleh seorang pemimpin yang beararti kita dapat melatih orang-
orang untuk menjadi pemimpin.

c. Teori Kontingensi

· Model kepemimpinan kontingensi dikembangkan oleh Fiedler. Model kepemimpinan


kontingensi mengemukakan bahwa prestasi kelompok tergantung interaksi antara gaya
kepemimpinan dengan kadar menguntungkan/tidaknya situasi. Kepemimpinan dipandang
sebagai suatu hubungan yang didasarkan atas kekuasaan dan pengaruh.

· Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : pertama,pada tingkat manakah situasi


menyediakan kekuasaan dan pengaruh yang diperlukan pemimpin agar efektif,dan seberapa
menguntungkan faktor situasi tersebut;kedua,sejauh mana pemimpin dapat meramalkan
dampak gayanya atas perilaku dan prestasi bawahnya.

· Tiga factor penting dalam pendekatan ini adalah hubungan pemimpin dengan
anggota,struktur tugas dan otoritas pada suatu situasi. Faktor hubungan pemimpin-anggota
mengacu pada kadar keyakinan,kepercayaan,rasa hormat para pengikut terhadap
pemimpinyang bersangkutan. Variabel situasional ini mencerminkan penerimaan pengikut
kepada pemimpin. Struktur tugas mencakup masalah untuk mencapai tujuan,kesahihan
keputusan,kerincian keputusn. Otoritas pada suatu posisi menunjukan kekuasaan yang
melekat pada posisi kepemimpinan untuk melakukan pekerjaan tertentu.

· Fiedler telah meneliti keefektifan orientasi kepemimpinan seseorang dihubungkan


dengan menguntungkan/tidaknya situasi. Orientasi kepemimpinan seseorang dibedakan
antara berorientasi tugas atau kepemipinan seseorang yang mengendalikan dengan
berorientasi hubungan manusiawi atau kepemimpinan pasif. Hubungan antara gaya
kepemimpinan dan situasi yang menguntungkan digambarkan sebagai berikut:

d. Teori Kelompok

· Teori kelompok dalam kepemimpinan (group theory of leadership) dikembangkan atas


dasar ilmu psikologi sosial. Teori ini menyatakan bahwa untuk pencapaian tujuan-tujuan
kelompok harus ada pertukaran yang positif antara bawahan dan pemimpinannya.

· Kepemimpinan merupakan suatu proses pertukaran (exchange process) antara


pemimpin dan pengikutnya, yang juga melibatkan konsep sosiologis tentang peranan yang
diharapkan kedua belah pihak. Penelitian psikologis sosial dapat digunakan untuk membantu
penerapan konsep pertukaran dan peranan tersebut pada proses kepemimpinan.

· Hal ini nampak pula dari hasil studi ohio state university khususnya dimensi pemberian
perhatian (consideration) pada para bawahan yang akan memperluas pandangan kelompok
terhadap kepemimpinan.

e. Teori Situasional
Dimulai pada tahun 1940-an, para ahli psikologi sosial melakukan penelitian untuk mencari
variabel-variabel situasional yang berpengaruh pada peranan kepemimpinan, skill dan
perilaku serta terhadap pelaksanaan dan kepuasan kerja para bawahannya.

Fred Fiedler telah mengajukan sebuah model dasar situasional bagi efektivitas
kepemimpinan, yang dikenal dengan contingency model of leadership effectiveness. Model
ini menjelaskan hubungan antara gaya kepemimpinan dan situasi yang
menguntungkan/menyenangkan.

· Situasi-situasi tersebut digambarkan oleh fiedler dalam tiga dimensi empiris, yaitu

1. Hubungan pimpina anggota

2. Tingkat dalam struktur tugas

3. Posisi kekuasaan pemimpin yang didapatkan melalui wewenang formal.

· Situasi-situasi itu menguntungkan bagi pemimpin bila ketiga dimensi diatas adalah
berderajat tinggi. Bila situasi terjadi sebaliknya maka akan sangat tidak menguntungkan bagi
pemimpin. Atas dasar penemuannya, Fiedler berkeyakinan bahwa situasi menguntungkan
yang dikombinasikan dengan gaya kepemimpinanakan menentukan efektivitas pelaksanaan
kerja kelompok.

d. Teori Path – Goal

· Teori path-Goal dikemukakan oleh Robert House (1974). Teori ini sendiri merupakan
salah satu pendekatan situasional (kontingensi) yang menggunakan konsep-konsep dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Ohio State University. Para peneliti dari
Ohio State University mengidentifikasikan dua kelompok perilaku yang mempengaruhi
efektivitas kepemimpinan-struktur pemrakasaan dan pertimbangan.

· Esensi dari teori ini adalah bahwa seorang pemimpin mempunyai tugas untuk
membantu bawahannya dalam pencapaian tujuan-tujuan dan menyediakan petunjuk dan/atau
dukungan yang diperlukan untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan tersebut seiring sejalan
dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan.

· Ada dua preposisi yang dikemukakan dalam teori path-goal. Kedua preporsisi tersebut
adalah :

1. Perilaku seorang pemimpin dapat diterima oleh bawahannya sejauh perilaku tersebut
dipandang oleh bawahan sebagai sumber untuk memperoleh kepuasaan saat ini ataupun
sebagai sarana untuk memperoleh kepuasan pada masa yang akan datang.

2. Perilaku pemimpin dapat dikatakan motivatif, jika :


a. perilaku tersebut membuat kebutuhan bawahan akan kepuasan, bergantung pada prestasi
kerja yang efektif.

b. Perilaku tersebut melengkapi lingkungan bawahan dengan menyediakan perbekalan,


bimbingan, dukungan, dan imbalan yang diperlukan untuk pencapaian prestasi kerja yang
efektif.

· Teori ini memuat empat tipe atau gaya pokok perilaku pemimpin, yaitu :

a. Kepemimpinan direktif (direktive leadership).

Bawahan tahu secara jelas apa yang diharapkan dari mereka dan perintah-perintah khusus
diberikan oleh pemimpin. Disini tidak ada partisipasi oleh bawahan (pemimpin yang
otokratis). Hasil penemuan menyatakan bahwa gaya kepemimpinan direktif mempunyai
hubungan yang positif dengan kepuasan dan harapan bawahan yang melakukan pekerjaan
yang mendua (ambiguous) dan mempunyai hubungan yang negatif dengan kepuasan dan
harapan bawahan yang melakukan tugas-tugas yang jelas.

b. Kepemimpinan suportif (supportive leadership).

Pemimpin yang selalu yang bersedia menjalankan, sebagai teman, mudah didekati dan
menunjukkan diri sebagai orang sejati bagi bawahan. Gaya kepemimpinan ini mempunyai
pengaruh yang sangat positif bagi kepuasan bawahan yang bekerja dengan tugas-tugas yang
penuh tekanan, frustasi dan tidak memuaskan.

c. Kepemimpinan Partisipatif ( Partisipatif leadership).

Pemimpin meminta dan mempergunakan saran-saran dari bawahan, tetapi masih membuat
keputusan. Kebanyakan studi dalam organisasi industri manufaktur, didapatkan dalam tugas-
tugas yang tidak rutin, karyawan lebih puas daripada pemimpin yang non partisipatif.

d. Kepemimpinan Berorientasi prestasi (achievement oriented leadership)

Pemimpin mengajukan tantangan-tantangan dengan tujuan yang menarik bagi bawahan,


merangsang bawahan untuk mencapai tujuan tersebut dan melaksanakan dengan baik.
Diperoleh penemuan bahwa untuk bawahan yang melaksanakan tugas-tugas mendua dan
tidak rutin, makin tinggi orientasi pemimpin akan prestasi, makin banyak bawahan yang
percaya bahwa usaha mereka akan menghasilkan pelaksanaan kerja yang efektif.

e. Teori Kepemimpinan Kontemporer

Teori Atribut Kepemimpinan


Teori atribusi kepemimpinan mengemukakan bahwa kepemimpinan semata-mata merupakan
suatu atribusi yang dibuat orang atau seorang pemimpin mengenai individu-individu lain
yang menjadi bawahannya.

Beberapa teori atribusi yang hingga saat ini masih diakui oleh banyak orang yaitu:

1. Teori Penyimpulan Terkait (Correspondensi Inference), yakni perilaku orang lain


merupakan sumber informasi yang kaya.

2. Teori sumber perhatian dalam kesadaran (Conscious Attentional Resources) bahwa


proses persepsi terjadi dalam kognisi orang yang melakukan persepsi (pengamatan).

3. Teori atribusi internal dan eksternal dikemukakan oleh Kelly & Micella, 1980 yaitu
teori yang berfokus pada akal sehat.

Perbedaan Pemimpin dan Manajer

Perbedaan Manajer dan Pemimpin.

Kepemimpinan dan manajemen adalah istilah yang acapkali membingungkan.

(John Kotter) :

Manajemen terkait dengan usaha untuk menangani kompleksitas. Manajemen yang baik
menghasilkan keteraturan dan konsistensi dengan cara mempersiapkan rencana formal,
merancang struktur organisasi yang kuat, dan memonitor hasil berdasarkan rencana.
Sebaliknya, kepemimpinan berkaitan dengan perubahan. Pemimpin menentukan arah dengan
cara mengembangkan suatu visi masa depan, kemudian mereka menyatukan orang-orang
dengan mengkomunikasikan visi ini dan menginspirasi mereka untuk mengatasi berbagai
rintangan.

(Robert House) ;

Manajemen terbentuk dari implementasi visi dan strategi yang ditentuka oleh
pemimpin,koordinasi dan susunan kepegawaian organisasi, dan penanganan berbagai
masalah sehari-hari.

Kita mendefinisikan pemimpin sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok


guna untuk mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan. Sumber pengaruh
ini bisa jadi bersifat formal, seperti yang diberikan oleh pemangku jabatan manajerial dalam
sebuah organisasi. Karena posisi manajemen memiliki tingkat otoritas yang diakui secara
formal, seseorang bisa memperoleh peran pemimpin hanya karena posisiya dalam organisasi
tersebut.

Namun, tidak semua pemimpin adalah manajer, demikian pula sebaliknya, tidak semua
manajer adalah pemimpin.

Hanya karena suatu organisasi memberikan hak-hak formal tertentu kepada para manajernya,
bukan jaminan bahwa mereka mampu memimpin dengan efektif. Kita menentukan bahwa
kepemimpinan non formal yaitu kemampuan untuk mempengaruhi orang lain yang muncul
dari luar struktur formal suatu organisasi-sering kali sama pentingnya dengan atau malah
lebih penting pengaruhnya daripada pengaruh formal.

BAB XIII

KEKUASAAN DAN POLITIK

Pengertian kekuasaan dalam organisasi serta pengertian politik dalam organisasi dalam
perbincangan seputar organisasi dan manajemen adalah perkembangan paling mutakhir
dalam studi-studi organisasi dan manajemen. Tokoh-tokoh seperti James March dan Jeffrey
Pfeiffer bertanggung jawab dalam mempopulerkan studi kekuasaan dan politik di dalam
organisasi. Tulisan ini akan membahas masalah kekuasaan dan politik di dalam organisasi,
bukan kekuasaan dan politik pada struktur kenegaraan yang biasa kita sebut “politik” sehari-
hari. Mungkin saja akan banyak konsep yang serupa karena pinjam-meminjam konsep
antarbidang ilmu adalah umum.

Definisi Kekuasaan dalam Organisasi

Gilbert W. Fairholm mendefinisikan kekuasaan sebagai “... kemampuan individu untuk


mencapai tujuannya saat berhubungan dengan orang lain, bahkan ketika dihadapkan pada
penolakan mereka.” Fairholm lalu merinci sejumlah gagasan penting dalam penggunaan
kekuasaan secara sistematik dengan menakankan bahwa kapasitas personal-lah yang
membuat pengguna kekuasaan bisa melakukan persaingan dengan orang lain.

Kekuasaan adalah gagasan politik yang berkisar pada sejumlah karakteristik. Karakteristik
tersebut mengelaborasi kekuasaan selaku alat yang digunakan seseorang, yaitu pemimpin
(juga pengikut) gunakan dalam hubungan interpersonalnya. Karakter kekuasaan, menurut
Fairholm adalah:

Kekuasaan bersifat sengaja, karena meliputi kehendak, bukan sekadar tindakan acak;
Kekuasaan adalah alat (instrumen), ia adalah alat guna mencapai tujuan;

Kekuasaan bersifat terbatas, ia diukur dan diperbandingkan di aneka situasi atau dideteksi
kemunculannya;

Kekuasaan melibatkan kebergantungan, terdapat kebebasan atau faktor kebergantungan-


ketidakbergantungan yang melekat pada penggunaan kekuasaan.

Kekuasaan adalah gagasan bertindak, ia bersifat samar dan tidak selalu dimiliki;

Kekuasaan ditentukan dalam istilah hasil, hasil menentukan kekuasaan yang kita miliki;

Kekuasaan bersifat situasional, taktik kekuasaan tertentu efektif di suatu hubungan tertentu,
bukan seluruh hubungan; dan

(8) Kekuasaan didasarkan pada oposisi atau perbedaan, partai harus berbeda sebelum mereka
bisa menggunakan kekuasaan-nya.

Gareth Morgan dalam karya penelitiannya Images of Organization, mendefinisikan


kekuasaan sebagai “... medium lewat mana konflik kepentingan diselesaikan ... kekuasaan
mempengaruhi siapa dapat apa, kapan dan bagaimana ... kekuasaan melibatkan kemampuan
mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang kita kehendaki.”

Stephen P. Robbins mendefinisikan kekuasaan sebagai “... kapasitas bahwa A harus


mempengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh A.
Definisi Robbins menyebut suatu “potensi” sehingga kekuasaan bisa jadi ada tetapi tidak
dipergunakan. Sebab itu, kekuasaan disebut sebagai “kapasitas” atau “potensi”.

Seseorang bisa saja punya kekuasaan tetapi tidak menerapkannya. Kekuasaan punya fungsi
bergantung. Semakin besar ketergantungan B atas A, semakin besar kekuasaan A dalam
hubungan mereka. Ketergantungan, pada gilirannya, didasarkan pada alternatif yang ada pada
B dan pentingnya alternatif tersebut bagi B dalam memandang kendali A.

Penulis lain semisal John A. Wagner and John R. Hollenbeck justru menawarkan definisi
kekuasaan dari para politisi semisal Winston Churchill dan Bill Clinton, yaitu “ ...
kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain dan membujuknya untuk melakukan
hal-hal yang tidak bisa mereka tolak.” Sebab itu, Wagner and Hollenbeck mendefinisikan
kekuasaan sebagai“ ... kemampuan, baik untuk mempengaruhi perilaku orang lain ataupun
untuk melawan pengaruh yang tidak diinginkan.”

Studi Charles McClelland menyebut bahwa kekuasaan adalah satu jenis kebutuhan (nPow)
yang dipelajari selama periode masa kecil dan dewasa seseorang. Kebutuhan akan kekuasaan
ini punya dampak berbeda pada cara orang berpikir dan berperilaku. Umumnya, orang yang
tinggi “nPow-nya” bersifat kompetitif, agresif, sadar prestise, cenderung bertindak, dan
bangga tatkala bergabung ke dalam kelompok.

Dalam konteks perilaku organisasi, John R. Schemerhorn et.al. mendefinisikan kekuasaan


sebagai “ ... kemampuan yang mampu membuat orang melakukan apa yang kita ingin atau
kemampuan untuk membuat hal menjadi kenyataan menurut cara yang kita inginkan.”
Kekuasaan biasanya dikaitkan dengan konsep kepemimpinan, di mana kepemimpinan
merupakan mekanisme kunci dari kekuasaanguna memungkinkan suatu hal terjadi.

Esensi kekuasaan adalah kendali atas perilaku orang lain. Kekuasaan adalah kekuatan yang
kita gunakan agar sesuatu hal terjadi dengan cara disengaja, di mana influence (pengaruh)
adalah apa yang kita gunakan saat kita menggunakan kekuasaan. Seorang manajer
membiakkan kekuasaan dari aneka sumber, baik dari organisasi yang disebut sebagai “power
position” ataupun dari personalitasnya sendiri yang disebut “personal power.”

Jeffrey Pfeiffer, salah satu perintis kajian kekuasaan dan politik dalam organisasi
mendefinisikan kekuasaan sebagai

“ ... the potential ability to influence behavior, to change the course of events, to overcome
resistance, and to get people to do things that they would not otherwise do.” [... kemampuan
potensial untuk mempengaruhi perilaku, mengubah arah peristiwa, mengatasi perlawanan,
dan membuat orang melakukan sesuatu yang tadinya tidak hendak mereka lakukan].

Baik politik maupun pengaruh (influence) adalah merupakan proses, tindakan, perilaku, di
mana kekuasaan yang bersifat potensial ini memiliki media untuk digunakan, direalisasikan.

Richard L. Daft mengidentifikasi bahwa kekuasaan sebagai kekuatan di dalam organisasi


sulit untuk dicerap, tidak bisa dilihat, tetapi efeknya dapat dirasakan. Daft kemudian juga
menyatakan kekuasaan sebagai kemampuan potensial seseorang (atau departemen) untuk
mempengaruhi orang (atau departemen) lain untuk menjalankan perintah atau melakukan
sesuatu yang tidak bisa mereka tolak.

Daft menyebut definisi lain dari kekuasaan yang lebih menekankan pemahaman bahwa
kekuasaan adalah kemampuan umtuk eraih tujuan atau hasil sebagaimana dikehendaki
pemegang kekuasaan. Pencapaian hasil yang dikehendaki adalah dasar utama dari definisi
kekuasaan. Definisi kekuasaan dari Daft sendiri adalah “ ... the ability of one person or
department in an organization to influence other people to bring about desired outcomes.”
Kekuasaan berpotensi untuk mempengaruhi orang lain dalam organisasi dengan sasaran
memperoleh hasil yang dikehendaki para pemegang kekuasaan.

Sebagai definisi penutup, baiklah kami sampaikan apa yang diutarakan James G. March and
Thierry Weil mengenai konsep kekuasaan. Mereka berdua menyatakan (penulis kutip agak
panjang) :
“ ... it is a concept that is often used; the feeling of power is linked to the esteem that people
have for themselves (this is often a vicious circle, as a person’s reputation for powerfulness or
weakness contributes to his or her success of difficulties).

Power gives rise to desire, envy, and celebration, but also to revulsion, fear, and jealousy ... a
rough definition of power would be the capacity to obtain what one wants (or to help others
obtain what they want). On an economic and trading level, power comes from controlling
rare resources (precious bargaining chips) or having different preferences (coveting what
nobody wants).

On the level of collective choice, where decision is some kind of weighted mean of the
choices of the various participants, a person’s capacity to obtain what he or she wants (power,
according to the definition above) is lingked to his or her weight in the decision-making
process (power, according to some other definitions) and the congruence of his or her
preferences with those of other people.”

Definisi-definisi kekuasaan yang telah disebutkan – kendati definisi itu sendiri tidak ada yang
mencukupi menurut March – mengindikasikan pentingnya posisi kekuasaan dalam suatu
organisasi. Tanpa kekuasaan, individu akan anarkis, pemimpin tidak bergigi, sanksi tidak
dipatuhi, dan sebab itu ketiadaan kekuasaan kerap dianggap situasi chaos (kekacauan).
Ketiadaan kekuasaan dalam organisasi membuat organisasi kehilangan konsep pengendalian
dan berujung pada ketidaktercapaian tujuan organisasi, bhkan chaos dalam organisasi.

Sumber dan Jenis Kekuasaan

Dari manakah sumber-sumber kekuasaan? Para penulis berbeda pendapat – kendati punya
banyak kesamaan satu sama lain – seputar sumber kekuasaan di dalam organisasi. Ada
baiknya kita tinjau pendapat Gareth Morgan tentang sumber kekuasaan dalam organisasi,
yang menurutnya berasal dari:

Otoritas formal

Kendali sumber daya langka;

Penggunaan struktur, aturan, dan kebijakan organisasi;

Kendali proses pembuatan keputusan;

Kendali pengetahuan dan informasi’

Kendali batasan (boundary) organisasi;

Kendali teknologi;

Aliansi interpersonal, jaringan, dan kendali atas “organisasi informal”;


Simbolisme dan manajemen makna (filosofi organisasi);

Gender dan manajemen hubungan berbasis gender;

Faktor-faktor struktural yang menentukan tahap-tahap tindakan; dan

Kekuasaan yang telah seorang miliki

Bagi Morgan, sumber-sumber kekuasaan menyediakan para anggota organisasi sejumlah


makna berbeda untuk menggapai kepentingan mereka serta memecahkan sekaligus
melestarikan konflik dalam organisasi.

Studi klasik seputar jenis kekuasaan ditemukan French and Raven tahun 1959. Keduanya
membuat taksonomi yang membedakan 5 jenis kekuasaan, yaitu:

Revisi atas taksonomi French and Raven dilakukan oleh Ronald J. Stupak and Peter M.
Leitner dalam Handbook of Public Quality Management tahun 2001, di mana mereka
menerima 5 jenis kekuasaan French and Raven tetapi menambahkannya menjadi:

Taksonomi French and Raven juga diadopsi oleh Stephen P. Robbins. Bagi Robbins, sumber
kekuasaan dikategorikan ke dalam 2 lokus, yaitu: (1) Kekuasaan Formal dan (2) Kekuasaan
Personal. Kekuasaan Formal didasarkan posisi individu dalam organisasi. Kekuasaan formal
juga bisa datang dari kemampuan seorang pejabat melakukan tindak koersif, reward, juga
otoritas. Kekuasaan personal datang dari individu sendiri. Mereka tidak harus punya posisi
formal untuk berkuasa. Orang-orang yang kompeten bekerja, kendati bukan manajer atau
pimpinan, bisa berkuasa. Kekuasaan ini datang dari karakteristik unik mereka. Taksonomi
jenis dan sumber kekuasaan dari Robbins adalah sebagai berikut:

Dalam tanggapannya atas taksonomi jenis kekuasaan French and Raven, Douglas Fairholm
mengklasifikasi 10 jenis kekuasaan yang banyak diaplikasikan hingga saat ini, yang
menurutnya adalah:

1. Reward Power

Reward Power adalah kekuasaan yang didasarkan kemampuan seseorang menyediakan


keuntungan bagi sesuatu atau orang lain. Kekuasaan mengalir dari individu yang mampu
menyediakan reward yang dibutuhkan orang lain. Kemampuan ini memungkinkan pemilik
kekuasaan mengendalikan perilaku orang lain dan mencapai hasil yang diharapkan sejauh
adanya kebutuhan orang lain tersebut akan reward yang disediakan olehnya.
Penggunaan kekuasaan reward biasanya dilakukan oleh orang di tingkatan tertinggi hirarki
organisasi. Mereka biasanya punya akses pada material, informasi atau upah psikologis
(senyum, perhatian, pujian, kata-kata manis).

Manajemen tingkat menengah dan para supervisor juga biasanya memiliki jenis kekuasaan
ini. Sebaliknya, pekerja juga dapat menerapkan kekuasaan reward ini kepada atasannya,
dengan cara menerapkan energi dan skill yang mereka miliki guna menyelesaikan pekerjaan
yang diharapkan seorang manajer. Karena manajer bergantung pada kinerja pekerja, maka
pekerja dapat menyetir perilaku manajer agar sesuai keinginan mereka.

2. Coercive Power

Coercive Power adalah kekuasaan yang didasarkan atas kemampuan seseorang menyediakan
dampak hukuman pada target akibat ketidakpatuhannya. Kekuasaan ini terletak pada
kemampuan seseroang untuk memerintahkan kepatuhan lewat cara fisik. Seperti reward,
kekuasaan jenis ini memungkinkan pemimpin mempengaruhi perilaku orang lain akibat
kemampuannya menerapkan hasil yang tidak diinginkan. Ketidakpatuhan atas orang yang
punya jenis kekuasaan koersif menghasilkan penerapan hukuman dalam bentuk menahan
reward yang diinginkan. Ini merupakan situasi kekuasaan koersif, kekuasaan yang mengikuti
model militer.

3. Expert Power

Expert Power adalah kekuasaan yang didasarkan kemampuan dan pengetahuan khusus yang
dimiliki seseorang di mana target atau orang lain kerap menggunakan atau bergantung
kepadanya. Orang selalu menghargai kompetensi, dan sebab itu Expert Power merupakan
sumber kekuasaan yang penting untuk diterapkan. Kekuasaan mengalir dari orang yang
punya skill, pengetahuan, dan kemampuan yang dibutuhkan dan dihargai oleh orang lain. Jika
orang merengek agar seorang pekerja mau menggunakan skill yang ia miliki untuk membantu
mereka, maka pekerja tersebut punya kekuasaan.

4. Legitimate Power

Legitimate Power adalah kekuasaan yang didasarkan atas perasaan orang lain bahwa pelaku
kekuasaan punya otoritas dan hak untuk mempengaruhi tindakan mereka. Perasaan ini
merupakan hasil yang diterima dari organisasi formal atau warisan historis. Kekuasaan hadir
pada mereka yang ditunjuk oleh organisasi untuk memberi perintah. Delegasi otoritas
melegitimasikan hak seseorang memaksakan kepatuhan pada mereka yang menyatakan wajib
untuk mentaati sumber kekuasaan (organisasi). Persepsi legitimasi di benak target kekuasaan
bersifat kritis. Baru setelah target ini yakin bahwa pemberi perintah punya hak yang
legitimate untuk memerintah sajalah mereka akan patuh.

5. Identification Power with Other


Hubungan seseorang dengan orang lain yang punya kekuasaan menular pada orang yang
berhubungan tersebut. Sebab itu, kekuasaan yang ada merujuk pada penguasa lain. Jenis
kekuasaan ini bisa datang lewat hubungan personal seperti sekretaris atau asisten administrasi
yang kerap kerja bareng boss eksekutif. Jika orang yang mendekatkan diri dengan kekuasaan
tersebut juga meniru gagasan, norma, metode, dan tujuan dari orang berkuasa, kekuasaan
orang tersebut akan bertambah.

6. Critical Power

Pada tingkat lain, seseorang berkuasa hingga derajat mana kontribusi orang tersebut bersifat
kritis bagi individu lain atau bagi organisasi. Bilamana orang lain berhasrat pada energi,
sumberdaya, dan keahlian seseorang, hingga derajat tersebut pula ia punya kekuasaan atas
mereka. Seseorang juga menerapkan kekuasaan sejauh orang tersebut terhubung dengan
sumber daya yang mereka kuasai.

7. Social Organization Power

Sumber kekuasaan lainnya adalah organisasi sosial. Kekuasaan juga diturunkan lewat
hubungan terstruktur di mana seseorang mengkombinasikan kekuatan individual mereka
guna memenuhi tujuan kelompok. James MacGregor Burns menyatakannya dalam kata-kata
“kekuasaan seorang pemimpin mengalir dari kekuasaan pengikut.” Pencapaian tujuan hanya
dapat terselenggara ketika satu individu berhasil memobilisasi dan mentransformasi pengikut,
yang pada gilirannya mentransformasikan kekuasaan tersebut kepada pemimpin.

8. Power Using Power

Kekuasaan juga bisa bersumber tatkala seseorang menggunakan kekuasaan-nya. Kekeliruan


menerapkan kekuasaan dapat berakibat hilangnya kekuasaan. Sebaliknya, penggunaan
kekuasaan cenderung meningkatkan kekuasaan itu sendiri. Persepsi dari orang lain seputar
kekeliruan seorang pengguna kekuasaan bisa menghasilkan berkurangnya dukungan.
Kekeliruan bertindak atau sering melakukan kekuasaan secara sembrono bisa mengikis
kekuasaan dan dukungan dari orang lain yang kita butuhkan agar kekuasaan kita langgeng.
Kekuasaan, pada dirinya sendiri, adalah sumber bagi kekuasaan lainnya.

9. Charismatic Power

Karisma yang digambarkan Max Weber dan Referent Power diidentifikasi menyediakan
dasar teoretis bagi dasar kekuasaan. Orang yang punya karisma biasanya punya personalitas
menyenangkan, menarik, dan mendorong orang mau mematuhi si pemilik karisma. Orang
yang punya kharisma biasanya ada di lingkar tengah klik-klik berpengaruh dan punya akses
pada orang-orang berpengaruh di dalam komunitas.

10. Centrality Power


Penempatan strategis individu ke dalam organisasi juga merupakan sumber kekuasaan.
Lokasi fisik di jantung kegiatan atau interaksi dengan orang-orang berkuasa menambah
perkembangan dan penggunaan efektif dari kekuasaan. Sentralitas kekuasaan ini penting
dalam konteks kekuasaan, baik secara fisik ataupun sosial.

Penulis lain seperti seperti Yukl and Falbe membuat taksonomi jenis kekuasaan menjadi 7
jenis kekuasaan yang dibagi ke dalam 2 variabel yaitu variabel Position Power dan Personal
Power. Position Power termasuk pengaruh potensial yang diturunkan dari otoritas legitimasi,
kendali atas sumber daya dan reward, kendali atas penghukuman, kendali atas informasi, dan
kendali atas lingkungan kerja fisik. Personal Power termasuk pengaruh potensial yang
diturunkan dari kepakaran kerja dan potensi pengaruh berdasar persahabatan dan loyalitas.
Secara lengkap, taksonomi Yukl dan Falbe sebagai berikut :

Taksonomi Yukl and Fabl mirip dengan yang dibuat Wagner and Hollenbeck berdasarkan
karya French and Raven, kecuali untuk Information Power dan Ecological Power.

Kendati banyak dikritik, taksonomi yang ditawarkan French and Raven banyak diikuti
sejumlah peneliti. Bahkan ada yang melakukan penajaman atas taksonomi tersebut misalnya
Hinken and Schriesheim tahun 1989, yaitu melakukan redefinisi agar mudah dalam
pengukurannya sebagai berikut

Berdasarkan karya French and Raven, dapat dibuat suatu alat ukur guna mengukur jenis
kekuasaan yang ada pada seseorang atau pimpinan atau manajer. Alat ukur tersebut sebagai
berikut:

Politik dalam Organisasi

Hingga saat ini, kita telah menjelajahi konsep kekuasaan (power) dalam organisasi. Tibalah
kini saatnya kita mengeksplorasi aspek politik di dalam organisasi. Politik dalam organisasi
adalah sesuatu yang sulit dihindarkan tatkala organisasi terdiri atas 2 orang atau lebih.
Terdapat banyak kepentingan di dalam organisasi, langkanya sumber daya, dan tarik-menarik
gagasan. Seluruhnya membuat politik dalam organisasi menjadi konsekuensi logis aktivitas
di dalam organisasi.

Bagi Robert Morgan, organisasi serupa dengan sistem politik. Politik di dalam organisasi
(organizational politics) dengan memfokuskan perhatian pada tiga konsep yaitu interest
(kepentingan), konflik, dan kekuasaan (power). Interest (kepentingan) adalah kecenderungan
meraih sasaran, nilai, kehendak, harapan, dan kecenderungan lainnya yang membuat orang
bertindak dengan satu cara ketimbang lainnya.
Politik keorganisasian muncul tatkala orang berpikir secara berbeda dan bertindak
berbeda.Perbedaan ini menciptakan ketegangan (tension) yang harus diselesaikan lewat cara-
cara politik. Cara-cara politik tersebut adalah:

Autocratically (secara otokratik) – > “kita lakukan dengan cara ini.”

Bureaucratically (secara birokratis) – > “kita disarankan melakukan cara ini.”

Technocratically (secara teknokratis) – > “yang terbaik dengan cara ini.”

Democratically (secara demokratis) – > “bagaimana kita melakukannya.”

Definisi Politik dan Politik Organisasi

Politik tidak sama dengan kekuasaan dan pengaruh (influence). Ketiganya adalah konsep
berbeda dan berdiri sendiri. Power atau kekuasaan mengekspresikan kapasitas individu untuk
secara sengaja menimbulkan dampak pada orang lain. Pengaruh (influence) adalah
kemampuan membuat orang menuruti kehendak pemberi pengaruh. Politik mendasarkan diri
pada kekuasaan (kekuasaan), dan kekuasaan ini tidak terdistribusi secara merata di dalam
organisasi.

Sebab itu, siapa pun yang menggenggam kekuasaan di dalam organisasi akan
menggunakannya guna mempengaruhi (to influence) orang lain. Dengan kata lain, kekuasaan
adalah sumber daya sosial yang ditujukan demi melancarkan pengaruh, yaitu proses sosial,
dan keduanya merupakan sokoguru politik.

Politik dapat didefinisikan sebagai kegiatan dimana individu atau kelompok terlibat
sedemikian rupa guna memperoleh dan menggunakan kekuasaan untuk mencapai
kepentingannya sendiri. Kendati politik punya kans merusak, politik sesungguhnya tidaklah
buruk. Faktanya, kendatipun para manajer dan pekerja kerap menolak bahwa politik
mempengaruhi kegiatan organisasi, sebuah riset mengindikasikan bahwa politik kantor
muncul dan ia punya dampak terukur dalam perilaku organisasi.

Definisi lain politik diajukan oleh Richard L. Daft, yang menurutnya adalah “... penggunaan
kekuasaan guna mempengaruhi keputusan dalam rangka memperoleh hasil yang diharapkan."
Penggunaan kekuasaan dan pengaruh membawa pada 2 cara mendefinisikan politik. Pertama,
selaku perilaku melayani diri sendiri. Kedua, sebagai proses pembuatan keputusan organisasi
yang sifatnya alamiah.

Dalam definisi pertama, politik melibatkan kecurangan dan ketidakjujuran yang ditujukan
demi kepentingan diri sendiri dan memicu konflik dan ketidakharmonisan di dalam
lingkungan kerja. Pandangan suram atas politik ini umum dianut masyarakat awam. Suatu
riset yang pernah diadakan dalam masalah ini menyuguhkan fakta bahwa pekerja yang
menganggap kegiatan politik dalam jenis ini di perusahaan kerap dihubungkan dengan
perasaan gelisah dan ketidakpuasan kerja.

Riset juga mendukung keyakinan tidak proporsionalnya penggunaan politik berhubungan


dengan rendahnya moral pekerja, kinerja organisasi yang rendah, dan pembuatan keputusan
yang buruk. Politik dalam cara pandang ini menjelaskan kenapa manajer tidak menyetujui
perilaku politik.

Dalam definisi kedua, politik dilihat sebagai proses organisasi yang alamiah demi
menyelesaikan perbedaan di antara kelompok kepentingan di dalam organisasi. Politik adalah
proses tawar-menawar dan negosiasi yang digunakan untuk mengatasi konflik dan perbedaan
pendapat. Dalam cara pandang ini, politik sama dengan pembangunan koalisi dalam proses-
proses pembuatan keputusan. Politik bersifat netral dan tidak perlu membahayakan
organisasi.

Setelah definisi politik per se dijabarkan, tibalah kita merujuk pada konteks pembicaraan
politik dalam buku ini, yaitu dalam konteks keorganisasian. Sebelumnya masuk lebih jauh,
ada baiknya dikemukakan beberapa definisi Politik Organisasi.

Richard L. Daft mendefinisikan politik organisasi sebagai “ [kegiatan yang] melibatkan


kegiatan memperoleh, mengembangkan dan menggunakan kekuasaan (power) dan sumber
daya lainnya guna mempengaruhi pihak lain serta menambah hasil yang diharapkan tatkala
terdapat ketidakmenentuan ataupun ketidaksetujuan seputar pilihan-pilihan yang tersedia.”
Dengan definisi ini, perilaku politik dapat menjadi kekuatan positif ataupun negatif.

Politik adalah penggunaan power (kekuasaan) agar sesuatu tercapai. Ketidakmenentuan dan
konflik adalah alamiah dan tidak terelakkan. Politik adalah mekanisme guna mencapai
persetujuan. Politik melibatkan diskusi-diskusi informal yang memungkinkan orang
mencapai kesepakatan dan membuat keputusan yang mungkin bisa menyelesaikan masalah
ataupun tidak.

Douglas Fairholm, setelah menelusuri sejumlah definisi politik organisasi, mengambil


sejumlah benang merah definisi politik keorganisasian, yang meliputi :

Tindakan yang diambil oleh individu melalui organisasi;

Setiap pengaruh yang dilakukan seorang aktor terhadap lainnya;

Upaya satu pihak guna mempromosikan kepentingan-diri atas pihak lain dan, lebih lanjut,
mengancam kepentingan-diri orang lainnya;

Tindakan-tindakan yang biasanya tidak diberi sanksi oleh organisasi tempatnya terjadi, atau
hasil yang dicari tidak diberikan sanksi;
Politik keorganisasian melibatkan sejumlah proses pertukaran dengan hasil yang zero-sum
(menang-kalah);

Politik keorganisasian adalah proses yang melibatkan perumusan sasaran politik, strategi
pembuatan keputusan, dan taktik; serta

Politik keorganisasian adalah esensi dari kepemimpinan.

Akhirnya, Fairholm mendefinisikan politik keorganisasian sebagai “ ... meliputi tindakan-


tindakan yang diambil untuk memperoleh dan menggunakan power (kekuasaan) dalam hal
pengendalian sumber daya organisasi demi mencapai hasil yang diharapkan oleh satu pihak
diperhadapkan dengan pihak lainnya.” Jeffrey Pfeffer, perintis riset politik dalam organisasi,
mendefinisikan politik keorganisasian sebagai “ ... penerapan atau penggunaan power
(kekuasaan), dengan mana kekuasan sendiri didefinisikan sebagai kekuatan potensial.”

Definisi politik dan politik organisasi kiranya saling bersinggungan. Konsep-konsep


kekuasaan, influence (pengaruh), resources (sumberdaya), interest (kepentingan), merupakan
sejumlah konsep inheren (melekat) di dalam definisi politik maupun politik organisasi. Juga
telah dikatakan bahwa politik tidak selalu berarti buruk. Politik adalah media kompetisi
gagasan antar sejumlah pihak yang berbeda guna mencapai tujuan masing-masing.

Dalam mengakui keberadaan politik keorganisasian, suatu survey pernah diadakan Gandz
and Murray tahun 1980 terhadap 480 orang manajer seputar politik dalam organisasi di
Amerika Serikat.

Survey tersebut menggambarkan ambivalensi pendapat para manajer soal politik sebab
berkembang pameo yang menyatakan “Power is America’s last dirty word. It is easier to talk
about money – and much easier to talk about sex – than it is talk about power.” Hasil survey
bertajuk “Perasaan Manajer tentang Politik di Tempat Kerja” sebagai berikut :

Munculnya Politik dalam Organisasi

Richard L. Daft mengidentifikasi 3 wilayah dimana politik organisasi terangsang untuk


muncul. Wilayah-wilayah tersebut adalah : (1) Perubahan Struktural; (2) Suksesi Manajemen;
dan (3) Alokasi Sumber Daya.

Perubahan Struktural. Perubahan struktural, misalnya reorganisasi jabatan, langsung


menohok ke dalam “jantung” hubungan otoritas dan kekuasaan. Reorganisasi seperti
perubahan tugas dan wewenang, juga berdampak atas dasar kekuasaan akibat
ketidakmenentuan strategis. Untuk alasan ini, reorganisasi membawa ke arah maraknya
kegiatan politik dalam organisasi. Para manajer secara aktif menawar dan menegosiasi guna
memelihara wewenang dan kekuasaan yang mereka miliki. Merger dan akuisisi juga kerap
membawa kegiatan politik yang eksplosif.
Suksesi Manajemen. Perubahan keorganisasian seperti rekrutmen eksekutif baru, promosi,
dan transfer pegawai punya signifikansi politik yang besar, khususnya pada level organisasi
puncak dimana ketidakmenentuan demikian tinggi dan jaringan kepercayaan, kerjasama, dan
komunikasi di antara eksekutif adalah penting. Keputusan rekrutmen dapat melahirkan
ketidakmenentuan, pertentangan wacana, dan ketidaksetujuan. Manajer dapat menggunakan
perekrutan dan promosi guna memperkuat jaringan aliansi dan koalisi dengan menempatkan
orang-orangnya sendiri dalam posisi kunci.

Alokasi Sumberdaya. Alokasi sumber daya adalah arena politik ketiga. Alokasi sumberdaya
memotong seluruh sumberdaya yang dibutuhkan bagi kinerja organisasi, termasuk gaji,
anggaran, pekerja, fasilitas kantor, perlengkapan, penggunaan transportasi kantor, dan
sebagainya. Sumber daya adalah vital sehingga bahwa ketidaksetujuan untuk
memprioritaskan salah satu sumber daya mungkin mengemuka. Dalam konteks ini, proses-
proses politik membantu menyelesaikan dilema ini.

Penulis lain seperti Wagner II and Hollenbeck mengidentifikasi sejumlah faktor yang
mendorong kegiatan politik di dalam organisasi. Faktor-faktor tersebut adalah : (1)
Personalitas Individu; (2) Ketidakmenentuan; (3) Ukuran Organisasi; (4) Level Hirarki; (5)
Heterogenitas Anggota; dan (6) Pentingnya Keputusan.

Personalitas Pribadi. Karakteristik kepribadian tertentu memungkinkan orang menunjukkan


perilaku politik. Contohnya, orang yang punya kebutuhan kekuasaan (nPow) tinggi dalam
istilah Charles McClelland. Orang ini terdorong hasrat politik dari dalam dirinya sendiri guna
mencari pengaruh atas orang lain, yang juga memotivasinya untuk menggunakan kekuasaan
demi hasil-hasil politik.

Riset lain juga menunjukkan orang yang menunjukkan karakteristik Machiavellianisme


cenderung mengendalikan orang lain lewat tindak oportunistik dan perilaku yang manipulatif.
Mereka cenderung terbuka untuk terlibat dalam politik. Sebagai tambahan, riset
mengindikasikan bahwa kesadaran-diri orang tidak sama dengan lainnya untuk terlibat dalam
politik kantor karena mereka takut menjadi perhatian publik dan dinilai negatif karena terlibat
dalam politik.

Ketidakmenentuan. Ketidakmenentuan menjadi alasan munculnya nuansa politik di dalam


organisasi, yang jenis-jenisnya sebagai berikut :

Keberatan-keberatan dalam ketersediaan sumberdaya langka atau informasi seputar sumber


daya tersebut;

Informasi yang beredar bersifat ambigu (tidak jelas) atau lebih dari satu versi;

Sasaran, tujuan, peran pekerjaan, atau ukuran kinerja yang tidak didefinisikan secara baik;
Ketidakjelasan peraturan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan siapa yang harus buat
keputusan, bagaimana keputusan dicapai, atau bilamana pembuatan keputusan harus
dilakukan;

Perubahan reorganiasi, realokasi anggaran, atau modifikasi prosedur dalam aneka bentuknya;
dan

Pihak yang yang menjadi gantungan (tumpuan harapan/backing) individu atau kelompok
memiliki pesaing atau musuh.

BAB XIV

KONFLIK DAN NEGOISASI

Konflik berasal dari kata kerja Latin, configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik didefinisikan sebagai sebuah
proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi
secara negative, atau akan memengaruhi secara negative, sesuatu yang menjadi kepedulian
atau kepentingan pihak pertama. Hal ini menggambarkan satu titik dalam kegiatan yang
sedang berlangsung ketika sebuah interaksi “berubah” menjadi suatu konflik antar pihak.

Pandangan Tentang Konflik

Terdapat tiga sudut pandang atau pandangan terhadap konflik yang terjadi dalam organisasi,
antara lain:

Pandangan Tradisional

Berpandangan bahwa semua konflik itu berbahaya dan harus dihindari. Pandangan ini sejalan
dengan sikap yang dianut banyak orang menyangkut perilaku kelompok tahun 1930-an dan
1940-an. Konflik dipandang sebagai akibat disfungsional dari komunikasi yang buruk, tidak
adanya keterbukaan dan kepercayaan antar anggota, serta ketidakmampuan para manager
untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan mereka. Ini merupakan pandangan
sederhana. Karena semua konflik harus dihindari, kita hanya perlu mengarahkan perhatian
pada sebab-sebab konflik serta mengkoreksi malfungsi ini untuk memperbaiki kinerja
kelompok dan organisasi

Pandangan Hubungan Kemanusiaan (Behavioral)


Pandangan ini berpendapat bahwa konflik adalah kejadian alamiah dalam semua kelompok
dan organisasi. Karena konflik tak terhindarkan, mazhab hubungan manusia mendorong kita
untuk menerima keberadaan konflik.pandangan hubungan manusia ini mendominasi teori
konflik dari akhir tahun 1940-an sampai pertengahan tahun 1970-an. Pandangan ini
menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam
kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari
karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat
antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat
guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan
sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau
organisasi.

Pandangan Interaksi

Pandangan ini mendorong munculnya konflik dengan dasar pemikiran bahwa sebuah
kelompok yang harmonis, damai, tenang, dan kooperatif biasanya menjadi statis, apatis, serta
tidak tanggap terhadap perlunya perubahandan inovasi. Pandangan ini tidak bermaksud untuk
mengatakan bahwa semua konflik adalah baik. Terdapat dua kategori konflik, yaitu:

o Konflik fungsional, yaitu konflik yang mendukung tujuan kelompok dan


meningkatkan kinerjanya. Contohnya, dua departemen dalam sebuah rumah sakit
memperdebatkan cara yang paling efisien dan paling adaptif untuk memberikan pelayanan
kesehatan pada keluarga-keluarga berpenghasilan rendah pada daerah pedesaan. Kedua
departemen ini memiliki cara yang berbeda dalam mencapai tujuan tersebut. Namun, apapun
hasil konflik itu keluarga-keluarga yang berpenghasilan rendah di wilayah pedesaan akan
menikmati pelayanan kesehatan yang lebih baik setelah konflik tersebut diselesaikan. Konflik
fungsional dapat meningkatkan kesadaran organisasi akan masalah-masalah yang harus
diatasi, mendorong pencarian solusi-solusi secara lebih luas dan lebih produktif, dan
lazimnya memfasilitasi perubahan yang positif, adaptif dan inovatif.

o Konflik disfungsional, yaitu konflik yang menghambat kinerja kelompok secara spesifik.
Konflik-konflik yang menguntungkan seringkali dapat berubah menjadi konflik yang
berbahaya. Pada sebagian kasus hampir tidak mungkin mengidentifikasi kapan persisnya
konflik fungsional berubah menjadi konflik disfungsional. Tingkat stres maupun tingkat
konflik yang dapat menciptakan sebuah pergerakan yang sehat dan positif kea rah pencapaian
tujuan pada suatu kelompok, dapat bersifat merusak dan disfungsional pada kelompok lain.
Ada tiga tipe konflik:

ü Konflik pekerjaan, yaitu berhubungan dengan muatan dan tujuan pekerjaan.


ü Konflik hubungan, yaitu berfokus pada hubungan antarpersonal.

ü Konflik proses, yaitu selalu berbicara tentang metode.

Jenis Dan Penyebab

Ditinjau dari segi fungsinya, ada dua jenis konflik, yaitu:

Konflik Konstruktif adalah konflik yang memiliki nilai positif bagi pengembangan
organisasi.

Konflik Destruktif adalah konflik yang memiliki nilai negative bagi organisasi.

Ditinjau dari segi instansionalnya, konflik terbagi menjadi tiga jenis, antara lain:

Konflik kebutuhan individu dengan peranan dalam organisasi.

Konflik peranan dengan peranan.

Konflik individu dengan individu lain

Setiap orang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, sehingga sering kali berbenturan
dengan peranan yang harus dijalankan dalam organisasi atau bahkan berbenturan dengan
kebutuhan orang yang lainnya.

Ditinjau dari segi materi yang dikonflikkan, terdapat empat jenis konflik, yaitu:

Konflik Tujuan

Konflik jenis ini terjadi jika ada 2 atau lebih tujuan yang kompetitif atau bahkan kontradiktif.

Konflik Peranan

Peranan adalah konsep yang sangat penting dalam organisasi karena akan membantu
memahami perilaku yang diharapkan dari pihak yang menduduki posisi tertentu dalam
organisasi (Suprihanto, 2003). Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari
satu peranan dan setiap peranan tidak selalu memiliki kepentingan yang sama. Di sisi lain,
banyaknya peranan dalam keseluruhan organisasi semakin membuka peluang munculnya
konflik ini.

Konflik Nilai

Menurut Milton Rokeach dalam Kreitner (2005), nilai adalah kepercayaan yang bertahan
lama di mana model sikap khusus atau sifat-akhir eksistensi secara pribadi atau secara social
lebih disukai daripada model sikap yang seballiknya atau yang bertentangan dengan sifat
akhir eksistensi. Konflik nilai muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap
individu dan nilai yang dijunjung tinggi antar-organisasi tidak sama.

Konflik Kebijakan

Dapat terjadi karena adanya ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap kebijakan yang
disampaikan oleh pihak tertentu (Soetopo, 2010).

Sopiah (2008) membedakan konflik dalam beberapa perspektif, antara lain :

Konflik Intraindividu

Konflik ini dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena adanya tekanan peran dan
ekspektasi di luar berbeda dengan keinginan atau harapannya.

Konflik Antarindividu

Konflik yang terjadi antarindividu yang berbeda dalam suatu kelompok atau antarindividu
pada kelompok yang berbeda.

Konflik Antarkelompok

Konflik yang bersifak kolektif antara satu kelompok dengan kelompok lain.

Konflik Organisasi

Konflik yang terjadi antara unit organisasi yang bersifat struktural maupun fungsional.

Mastenbroek dalam Soetopo (2010), membagi konflik menjadi 4 jenis, antara lain:

Instrumental Conflicts

Terjadi karena ktidaksepakatan komponen organisasi dan proses pengoperasiannya.

Socio-emotional Conflicts

Konflik ini berkaitan dengan identitas, kandungan emosi, citra diri, prasangka kepercayaan,
rasa terikat dan identifikasi terhadap kelompok, lembaga, dan lambang-lambang tertentu,
sistem nilai dan reaksi satu dengan yang lain.

Negotiating Conflict

Adalah ketegangan-ketegangan pada waktu terjadinya proses negosiasi, misalnya pada waktu
membagi barang, uang, fasilitas, wewenang.
Power and Dependency Conflicts

Konflik kekuasaan dan kebergantungan berkaitan dengan persaingan dalam organisasi.

Proses Konflik

Tahap 1: Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan

Tahap pertama ini adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi
pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak harus mengarah langsung pada konflik,
tetapi salah satunya diperlukan jika konflik akan muncul. Secara sederhana, kondisi-kondisi
tersebut dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum, yaitu:

Komunikasi: Sebuah ulasan mengenai penelitian menunjukkan bahwa konotasi kata yang
menimbulkan makna yang berbeda, pertukaran informasi yang tidak memadai, dan
kegaduhan pada saluran komunikasi merupakan hambatan komunikasi dan kondisi potensial
pendahulu yang menimbulkan konflik. Penelitian menunjukkan bahwa potensi konflik
meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau terlalu banyak informasi. Jelas, meningkatnya
komunikasi menjadi fungsional sampai pada suatu titik, dan diatasnya dengan terlalu banyak
komunikasi, meningkat pula potensi konflik.

Struktur: Istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabel-variabel
seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada anggota
kelompok, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan
kadar ketergantungan antar kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan
spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan
semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya
konflik. Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat dimana letak tanggung
jawab atas tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik.

Variabel-variabel Pribadi – Kategori ini meli[uti kepribadian, emosi, dan nilai-nilai. Bukti
menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu memiliki potensi memunculkan konflik.
Emosi juga dapat menyebabkan konflik. Nilai yang berbeda-beda yang dianut tiap-tiap
anggota dapat menjelaskan munculnya konflik.

Tahap 2: Kognisi dan Personalisasi

Tahap ini penting karena dalam tahap inilah biasanya isu-isu konflik didefinisikan. Pada
tahap ini pula para pihak memutuskan konflik itu tentang apa. Konflik yang dipersepsi adalah
kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang
munculnya konflik. Konflik yang dirasakan adalah keterlibatan dalam sebuah konflik yang
menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi atau rasa bermusuhan.
Tahap 3: Intention

Mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku mereka. Intention (Maksud)
adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Seseorang harus menyimpulkan
maksud orang lain untuk mengetahui bagaimana sebaiknya menanggapi perilakunya itu.
Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam
memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud
dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
Dengan menggunakan sifat kooperatif (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya
memuaskan kepentingan pihak lain) dan sifat tegas (kadar sampai mana salah satu pihak
berupaya memperjuangkan kepentingannya sendiri), lima maksud penanganan konflik
berhasil diidentifikasi:

Competing yaitu hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi, tanpa memedulikan


dampaknya atas pihak lain yang berkonflik dengannya. Perilaku ini mencakup maksud untuk
mencapai tujuan anda dengan mengorbankan tujuan orang lain, berupaya meyakinkan orang
lain bahwa kesimpulan anda benar dan kesimpulannya salah, dan mencoba membuat orang
lain dipersalahkan atas suatu masalah.

Collaborating yaitu suatu situasi dimana pihak-pihak yang berkonflik ingin sepenuhnya
memuaskan kepentingan kedua belah pihak. Maksud para pihak adalah menyelesaikan
masalah dengan memperjelas perbedaan ketimbang mengakomodasi berbagai sudut pandang.

Avoiding yaitu hasrat untuk menarik diri dari konflik atau menekan sebuah konflik. Maksud
dari perilaku ini adalah mencoba mengabaikan suatu konflik dan menghindari orang lain
yang berbeda pendapat.

Accomodating yaitu kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan
kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri. Maksud dari perilaku ini adalah supaya
hubungan tetap terpelihara, salah satu pihak bersedia berkorban.

Compromising adalahpendekatan yang berusaha mencari jalan tengah, umumnya melibatkan


kerelaan berkorban lebih banyak dibandingkan pendekatan dominasi, namun tak sebanyak
yang direlakan dalam pendekatan akomodasi. Kompromi melibatkan pihak ketiga untuk
melakukan intervensi dalam bentuk meminta bantuan pada otoritas manajerial yang lebih
tinggi atau keputusan untuk menyerahkan konflik kedalam suatu bentuk mediasi atau
arbitrasi.

Tahap 4: Behavior

Tahap perilaku meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang
berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan
maksud dari masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang
berbeda dari maksud.Jika konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan berbagai
teknik penting untuk meredakannya. Para manajer mengendalikan tingkat konflik dengan
manajemen konflik (conflict management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan
dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.

Tahap 5: Hasil

Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat


atau konsekuensi itu bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan
kinerja kelompok, atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja
kelompok.

Akibat fungsional: Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat memberikan manfaat
lebih besar bagi organisasi. Penelitian memperlihatkan bahwa heterogenitas antaranggota
kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas
keputusandan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.

Akibat disfungsional: Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa tidak senang,
yang menyebabkan ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya menuntun pada kehancuran
kelompok. Diantara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat
lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan
kelompok oleh dominasi perselisihan antar anggota.

Menciptakan konflik fungsional: Salah satu cara organisasi menciptakan konflik fungsional
adalah dengan memberi penghargaan kepada orang yang berbeda pendapat dan menghukum
mereka yang suka menghindari konflik.

Negosiasi

Negosiasi menurut Ivancevich (2007) sebuah proses di mana dua pihak ( atau lebih ) yang
berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan. Menurut Sopiah (2008), negosiasi
merupakan suatu proses tawar-menawar antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Sedangkan Robbins ( 2008) menyimpulkan negosiasi adalah sebuah proses di mana dua
pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati
nilai tukarnya.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah suatu upaya yang
dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud untuk mencari jalan keluar
untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.

Strategi Negosiasi

Negosiasi Menang-Kalah (Win-Lose)

Pandangan klasik menyatakan bahwa negosiasi terjadi dalam bentuk sebuah permainan yang
nilai totalnya adalah nol (zero sum game). Artinya apapun yang terjadi dalam negosiasi
pastilah salah satu pihak akan menang, sedangkan pihak yang lainnya kalah, atau biasa
dikenal dengan pendekatan distributif (ivancevich,2007).

Negosiasi Menang-Menang (Win-Win)

Pendekatan yang sama-sama menguntungkan, atau pendekatan integratif , dalam bernegosiasi


memberikan cara pandang yang berbeda dalam proses negosiasi. Negosiasi menang-menang
adalah pendekatan penjumlahan positif. Situasi –situasi penjumlahan positif adalah
pendekatan di mana setiap pihak mendapatkan keuntungan tanpa harus merugikan pihak lain
( Ivancevich, 2007).

Dalam konteks organisasi, negosiasi dapat terjadi antara dua orang (seperti antara atasan
dengan bawahan dalam menentukan tanggal penyelesaian proyek yang dilimpahkan kepada
bawahan), dalam satu kelompok (seperti pada kebanyakan proses pengambilan keputusan
dalam kelompok), antarkelompok (seperti yang terjadi antara departemen pembelian dan
penyedia material mengenai harga, kualitas, atau tanggal pengiriman), melalui internet.

Proses Negosiasi

Persiapan dan perencanaan: sebelum bernegosiasi perlu mengetahui apa tujuan dari Anda
bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil yang mungkin diperoleh dari “paling baik”
hingga “paling minimum bisa diterima”.

Definisi aturan-aturan dasar: begitu selesai melakukan perencanaan dan menyusun strategi,
selanjutnya mulai menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar dengan pihak lain untuk
negosiasi itu sendiri. Siapa yang akan melakukan perundingan? Di mana perundingan akan
dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada , yang mungkin akan muncul? Pada persoalan-
persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah prosedur khusus yang harus diikuti jika
menemui jalan buntu? Dalam fase ini, para pihak juga akan bertukar proposal atau tuntutan
awal mereka.

Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisis awal sudah saling dipertukarkan, baik pihak pertama
maupun kedua akan memaparkan, menguatkan, mengklarifikasi, mempertahankan, dan
menjustifikasi tuntutan awal.

Tawar menawar dan pemecahan masalah: pada tahap ini akan terjadi tawar menawar antara
dua pihak untuk mencapai sebuah solusi dimana solusi tersebut akan berguna untuk
memecahan masalah.

Penutupan dan implementasi: tahap akhir dalam negosiasi adalah memformalkan kesepakatan
yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk implementasi dan
pengawasan pelaksanaan.

Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga


Negosiasi-negosiasi tidak selalu langsung terjadi antara dua pihak yang mengalami
ketidaksepakatan. Terkadang pihak ketiga dipanggil untuk terlibat dalam negosiasi antara
pihak-pihak yang telah mengalami jalan buntu.

Terdapat berbagai macam intervensi pihak ketiga. Salah satu tipologi menyebutkan
setidaknya terdapat empat macam intervensi pihak ketiga yang mendasar:

Mediasi adalah situasi di mana pihak ketiga yang netral menggunakan penalaran, pemberian
usulan, dan persuasi dalam kapasitasnya sebagai fasilitator. Para mediator ini memfasilitasi
penyelesaian masalah dengan mempengaruhi bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam
negosiasi berinteraksi. Para mediator tidak memiliki otoritas yang mengikat, pihak-pihak
yang terlibat bebas mengacuhkan usaha mediasi ataupun rekomendasi yang dibuat oleh
pihak ketiga.

Arbitrase adalah situasi di mana pihak ketiga memiliki wewenang memaksa terjadinya
kesepakatan. Robbins ( 2008 ) kelebihan arbitrase dibanding mediasi adalah bahwa arbitrase
selalu menghasilkan penyelesaian.

Konsiliasi adalah seseorang yang dipercaya oleh kedua pihak dan bertugas menjembatani
proses komunikasi pihak-pihak yang bersitegang. Seorang konsiliator tidak memiliki
kekuasaan formal untuk mempengaruhi hasil akhir negosiasi seperti seorang mediator.

Konsultasi adalah situasi di mana pihak ketiga, yang terlatih dalam isu konflik dan memiliki
keterampilan penyelesaian konflik, berupaya memfasilitasi pemecahan permasalahan dengan
lebih memusatkan hubungan antarpihak ketimbang isu-isu yang substantif.

Strategi Manajemen Konflik

Strategi manjemen konflik diterapkan untuk menjadikan konflik dan pemecahannya sebagai
pendinamisasi dan pengoptimalan pencapaian tujuan organisasi. Gordon , Miftah ( dalam
Sopiah, 2008) mengemukakan secara umum bahwa strategi manajemen konflik adalah
sebagai berikut:

üStrategi Menang-Kalah

Strategi ini ada kalanya pihak tertentu menggunakan wewenang atau kekuasaan untuk
memenangkan/menekan pihak lain.

üStrategi Kalah-Kalah

Strategi ini dapat berupa kompromi, di mana kedua belah pihak berkorban untuk kepentingan
bersama.
üStrategi Menang-Menang

Konflik dipecahkan melalui metode problem solving. Metode ini dianggap paling baik karena
tidak ada pihak yang dirugikan. Scmuck (1976) menunjukkan bahwa: (1) Metode pemecahan
masalah mempunyai hubungan positif dengan manajemen konflik yang efektif, (2)
pemecahan masalah banyak dipergunakan oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan tetapi
lebih suka bekerja sama.

BAB XV

DASAR PADA STRUKTUR ORGANISASI

DASAR STRUKTUR ORGANISASI

Struktur organisasi adalah Bagaimana pekerjaan dibagi-bagi dikelompokkan dan


dikoordinasikan secara formal. Dalam struktur ada hirarki, kewenangan, dan alur
penyampaiani nformasi.

Tujuan pengorganisasian:

· Membagi pekerjaan yang dikerjakan menjadi tugas departemen yang spesifik.


Membebankan tugas dan tanggungjawab yang berhubungan dengan tugas individual.

· Koordinasi tugas organisasi yang berbeda.

· Mengelompokkan pekerjaan menjadi satu unit.

· Membangun hubungan diantara individual, kelompok dan departemen.

· Membangun garis wewenang formal.

· Alokasidan deploys sumber daya organisasional.

Desain organisasi merupakan proses yang melibatkan keputusan tentang enam komponen
penting:

1. Spesialisasi Pekerjaan: Sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi dibagi bagi kedalam
beberapa pekerjaan tersendiri.Spesialisasi yang berlebihan dapat mengakibatkan tindakan
manusia yang tidak ekonomis seperti kebosanan, kelelahan, kualitas yang jelek,
meningkatnya ketidakhadiran, tingginya tingkat perputaran.
2. Departementalisasi: Dasar yang dipakai untuk mengelompokkan pekerjaan secara
bersama-sama. Departementalisasi dikelompokkan menjadi lima tipe, yaitu:

· Functional: pengelompokkan pekerjaan berdasarkan fungsi yang dilakukan.

Keuntungan:

§ Efisiensi dengan cara menempatkan bersama spesialisasi dan orang dengan keahlian,
pengetahuan, dan orientasi.

§ Koordinasi antar area fungsional.

§ Pendalaman spesialisasi.

Kerugian:

§ Komunikasi lintas area fungsional.

§ Terbatasnya sudut pandang organisasi.

· Product: pengelompokkan oleh lini produk. Misal dalam suatu perusahaan


memproduksi beberapa barang maka departemen produksi dibagi lagi berdasarkan jenis
barang, departemen produksi pasta gigi, sabun, shampoo.

·
Keuntungan:

§ Membantu menspesialisasikan produk dan jasa tertentu.

§ Manajer menjadi lebih ahli pada industry mereka.

§ Lebih dekat ke pelanggan.

Kerugian:

§ Duplikasi fungsi.

§ Pandangan terbatas terhadap tujuan organisasi.

· Geographical: pengelompokkan berdasarkan wilayah geografis. Misal cabang


perusahaan yang berada di jawa timur dan jawa barat.

Kelebihan:

§ Lebih efektif dan efisien menangani masalah regional yang timbul.

§ Melayani kebutuhan geografis yang unik lebih baik.

Kekurangan:

§ Duplikasi fungsi.

§ Dapat menimbulkan perasaan terisolasi dari area geografis lainnya.

· Process: pengelompokkan pekerjaan berdasarkan produk atau arus pelanggan.


Departemen pendistribusian barang, pemilahan barang produksi.

Kelebihan:
§ Arus aktivitas lebih efisien

Kekurangan:

§ Hanya dapat digunakan pada tipe produk tertentu

· Customer: pengelompokkan pekerjaan berdasarkan jenis pelanggan dan kebutuhannya.


Misal bagian promosi, customer service.

Kelebihan:

§ Kebutuhan pelanggan dan permasalahan dapat dipenuhi oleh spesialis.

Kekurangan:

§ Duplikasi fungsi.

§ Pandangan terbatas terhadap tujuan organisasi.

3. Rantai komando: :Garis wewenang yang tanpa putus yang membentang dari puncak
organisasi ke eselon paling bawah dan menjelaskan siapa bertanggungjawab kepada siapa.

Wewenang: Hak yang melekat dalam sebuah posisi manajerial untuk memberikan perintah
dan untuk berharap bahwa perintah tersebut dipatuhi.

KesatuanKomando: Gagasan bahwa seorang bawahan harus memiliki satu atasan saja yang
kepadanya ia bertanggungjawab secara langsung.

4. Rentang Kendali: Jumlah bawahan yang dapat diserahkan oleh seorang manajer secara
efisien dan efektif.

Rentang kendali dipengauhi oleh:

Ø Keahlian dan kemampuan manajer

Ø Karakteristik karyawan

Ø Karakteristik pekerjaan yang dikerjakan


Ø Keserupaan tugas

Ø Kerumitan tugas

Ø Kedekatan fisik dengan bawahan

Ø Standarisasi tugas

5. Sentralisasi: Sejauh mana tingkat pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik
di dalam organisasi. Pengorganisasian dimana manajer puncak membuat semua keputusan
dan karyawan level rendah hanya menunaikan tugas yang diberikan.

Faktor yang menyebabkan perusahaan tersentralisasi:

Ø Lingkungan kerja lebih stabil

Ø Manajer level bawah kurang mampu atau berpengalaman dalam membuat keputusan
dibandingankan manajer level atas.

Ø Manajer level bawah tidak mau memberikan suara dalam pembuatan keputusan.

Ø Keputusan biasanya relative minor

Ø Organisasi cenderung menghadapi krisis atau beresiko atas kegagalan perusahaan.


Ø Organisasinya besar.

Ø Implementasi efektif dari strategi perusahaan bergantung pada manajer yang bersikukuh
tentang apa yang sedang terjadi.

Desentralisasi: Pengorganisasian dimana pembuatan keputusan didorong kepada siapa yang


paling dekat pada tindakan (manajer departemen).

Faktor yang menyebabkan perusahaan terdesentralisasi:

Ø Lingkungan kerja lebih kompleks, tidak pasti.

Ø Manajer level bawah mampu dan berpengalaman dalam membuat keputusan.

Ø Manajer level bawah ingin bersuara dalam pembuatan keputusan.

Ø Keputusannya signifikan

Ø Kultur perusahaan terbuka untuk memungkinkan para manajer bersuara tentang apa yang
sedang terjadi.

Ø Perusahaan tersebar secara geografis

Ø Implementasi efektif dan strategi perusahaan bergantung pada manajer yang terlibat danf
leksible dalam membuat keputusan

Employee Empowerment: meningkatkan pembuatan keputusan oleh karyawan.

6. Formalization: tingkat dimana pekerjaan dalam organisasi di standarisasi dan kadar


dimana perilaku di arahkan oleh peraturan dan prosedur.

Ø Formalisasi tinggi terhadap pekerjaan menawarkan sedikit kebijakan terhadap apa yang
dikerjakan.

Ø Formalisasi rendah berarti sedikit penekanan terhadap bagaimana pekerjaan tersebut harus
dilakukan.

DesainOrganisasi

Desain organisasi tradisional:

v Struktur simpel: departementalisasi rendah, rentang pengendalian yang luas, wewenang


tersentralisasi pada satu orang, sedikitnya formalisasi.

v Struktur Fungsional: departemensalisasi berdasarkan fungsi.


v Struktur Divisional: terdiri dari unit atau divisi yang terpisah dengan otonomi terbatas di
bawah koordinasi dan kendali perusahaan induk.

Desain Organisasi Kontemporer:

v Struktur Tim: seluruh organisasi dibuat bekerja secara kelompok atau mengatur sendiri
dengan memberi wewenang kepada pekerja “pemberdayaan pekerja”

v Struktur Matriks dan Proyek:

Ø Pakar dari berbagai departemen fungsional bekerja sama dalam proyek yang dipimpin
oleh seorang manajer proyek.

Ø Rantai komando ganda= memiliki dua manajer, manajer bidang fungsional dan manajer
proyek

v Organisasi tanpa batas

Ø Dsain organisasi fleksible dan tidak terstruktur yang berniat memupus batasan eksternal
antara organisasi dengan pelanggan dan pemasok.

Ø Menghilangkan batasan internal (horizontal): menghapuskan rantai komando, memiliki


rentang kontrol yang tidak terbatas, menggunakan penugasan tim daripada departemen.

Ø Menghilangkan batasan eksternal: menggunakan organisasi maya, jaringan, dan struktur


organisasi modular agar lebih dekat dengan pemegang saham.

Tantangan Desain Organisasi Masa Kini

v Menjaga agar pekerja saling terhubung

v Membangun organisasi pembelajar

v Mengelola permasalahan struktur global

Organisasi Pembelajar

Organisasi yang telah mengembangkan kapasitas untuk secara kontinu belajar, beradaptasi,
dan berubah hingga karyawan menerapkan pengetahuan manajemen mereka. Karekteristik
dari organisasi pembelajar adalah:

v Tim terbuka berdasarkan pada desain organisasi yang memberikan wewenang kepada para
pekerja

v Secara luas dan terbuka dalam berbagai informasi


v Pemimpin yang membagikan visi organisasi, berperan sebagai fasilitator, pendukung dan
pendorong

v Budaya berbagai nilai yang kuat, kepercayaan, keterbukaan, dan rasa bagian dari
kelompok.

BAB XVI

BUDAYA ORGANISASI

Definisi Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang
membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini
adalah sekumpulan karakteristik utama yang dijunjung tinggi dan dihargai oleh organisasi.

Ada tujuh karakteristik utama secara keseluruhan, merupakan hakikat dari budaya organisasi:

1. Inovasi dan pengambilam resiko.

Sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif dan mengambil resiko.

2. Perhatian terhadap detail.

Sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis dan
perhatian terhadap detail.

3. Orientasi hasil.

Sejuah mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses
yang digunakan untuk mencapai hasil itu.

4. Orientasi orang.

Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang


di dalam organisasi itu.

5. Orientasi tim.
Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasr tim, bukannya berdasar individu.

6. Keagresifan.

Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.

7. Kemantapan.

Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo bukannya


pertumbuhan.

Setiap karakteristik tersebut berada pada kontinum dari rendah ke tinggi. Dengan menilai
organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran gabungan atas
budaya organisasi itu. Gambaran itu menjadi dasar bagi perasaan pemahaman bersama yang
dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, cara penyelesaian urusan di dalamnya dan cara
para anggota diharapkan berperilaku.

Contoh “Membandingkan Budaya Organisasi”

Organisasi A

Perusahaan brikut ini adalah perusahaan manufaktur. Manajer diharapkan


mendokumentasikan semua keputusan, “manajer yang baik” adalahyang mampu
menyediakan datasecara detail sehingga mampu mendukung rekomendasinya. Keputusan
kreatif yang mendatangkan perubahan signifikan atau risiko tidak akan didukung. Karena
manajer atas proyek yang gagal akan dikritik dan dihukum secara terbuka, manajer menciba
untuk tidak menerapkan ide yang menyimpangdari status qounya.

Satu tingkat manajer bawah sering menggunakan kutipan frasa dalam perusahaan “Jika tidak
rusak, jangan diperbaiki”.

Ada banyak kaidah dan peraturan yang ekstensif di dalam perusahaan ini yang harus ditaati
oleh karyawan. Manajer mengawasi secara ketat untuk memastikan tidak adanya
penyimpangan. Manajemen terlalu memperhatikan produktivitas tinggi, tanpa
memperhatikan dampaknya moral pada keluar-masuk karyawan.

Aktivitas pekerjaan didesain, berdasarindividu. Ada kejelasan departemen dan garis


wewenang dan karyawan diharapkan untuk meminimisasi kontakformal dengan karyawan
dari luar lingkup fungsional atau garis komando mereka. Evaluasi dan inbalan atas kinerja
menekankan pada upaya individu, meskipun serioritas cenderung menjadi faktor utama
dalam penentuan kenaikan gaji dan promosi.

Organisasi B
Organisasi ini juga merupakan perusahaan manufaktur. Akan tetapi di sini, manajemen
mendorong dan memberi imbalan pengambilan risiko dan kegiatan perubahan. Keputusan
berdasar intuisi itu di nilai sebaik keputusan rasional. Manajemen bangga atas sejarah
penerapan teknologi barudan kesuksesan dalam melangsungkan pengenalan inovasi produk.
Manajemen dan karyawan yang memiliki ide baik didorong ‘melaksanakannya’. Dan
kegagalan dianggap ‘pengalaman belajar’. Perusahaan bangga menjadi pengerak pasar dan
mampu dengan cepat tanggap atas kebutuhan perubahan yang diperlukan oleh pelanggannya.

Ada beberapa kaidah dan peraturan untuk diikuti karyawan, dan pengawasannya longgar
karena manajemen percaya bahwa pada karyawannya suka bekerja keras dan dapat dipercaya.
Manajemen memperhatikan produktivitas yang tinggi, tetapi yakin bahwa itu akan
munculjika karyawan diperlakukan dengan baik. Perusahaan bangga dengan reputasinya
menjadi tempat yang baik untuk bekerja.

Aktivitas pekerjaan didesain berdasar tim kerja dan anggota tim didorong berinteraksi dengan
orang lintas fungsi dan lintas tingkat wewenang. Karyawan secara positif membicarakan
masalah persaingan antartim.. individu dan tim mempunyai sasaran, bonus didasarkan pada
pencapaian hasil. Karyawan diberikan sungguh-sungguh kebebasan memilih saran
pencapaian sasaran.

Budaya merupakan istilah deskriptif

Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya


suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau
tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang
lebih bersifat evaluatif

Penelitian mengenai budaya organisasi berupaya mengukur bagaimana karyawan


memandang organisasi mereka:

Apakah mendorong kerja tim?

Apakah menghargai inovasi?

Apakah menekan inisiatif?

Sebaliknya, kepuasan kerja berusaha mengukur respons afektif terhadap lingkungan kerja,
seperti bagaimana karyawan merasakan ekspektasi organisasi, praktik-praktik imbalan, dan
sebagainya.

Apakah organisasi mempunyai budaya yang seragam ?


Budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi atau
dengan kata lain, budaya adalah sebuah sistem makna bersama. Karena itu, harapan yang
dibangun dari sini adalah bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang yang
berbeda atau berada di tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan memahami budaya
organisasi dengan pengertian yang serupa.

Sebagian besar organisasi memiliki budaya dominan dan banyak subbudaya. Sebuah budaya
dominan mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota
organisasi. Ketika berbicara tentang budaya sebuah organisasi, hal tersebut merujuk pada
budaya dominannya, jadi inilah pandangan makro terhadap budaya yang memberikan
kepribadian tersendiri dalam organisasi. Subbudaya cenderung berkembang di dalam
organisasi besar untuk merefleksikan masalah, situasi, atau pengalaman yang sama yang
dihadapi para anggota. Subbudaya mencakup nilai-nilai inti dari budaya dominan ditambah
nilai-nilai tambahan yang unik. Nilai inti adalah nilai pokok atau dominan yang diterima oleh
seluruh orang dalam organisasi. Nilai inti pada hakikatnya dipertahankan tetapi di
modifikasikasi agar mampu mencerminkan situasi unit terpisah yang jelas terbedakan.

Jika organisasi tidak memiliki budaya dominan dan hanya tersusun atas banyak subbudaya,
nilai budaya organisasi sebagai sebuah variabel independen akan berkurang secara signifikan
karena tidak akan ada keseragaman penafsiran mengenai apa yang merupakan perilaku
semestinya dan perilaku yang tidak semestinya. Aspek makna bersama dari budaya inilah
yang menjadikannya sebagai alat potensial untuk menuntun dan membentuk perilaku. Itulah
yang memungkinkan seseorang untuk mengatakan, misalnya, bahwa budaya Microsoft
menghargai keagresifan dan pengambilan risiko dan selanjutnya menggunakan informasi
tersebut untuk lebih memahami perilaku dari para eksekutif dan karyawan Microsoft. Tetapi,
kenyataan yang tidak dapat diabaikan adalah banyak organisasi juga memiliki berbagai
subbudaya yang bisa memengaruhi perilaku anggotanya.

Budaya Kuat lawan Budaya Lemah

Dalam budaya kuat, makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar
komitmen mereka pada nilai-nilai itu, maka makin kuat budaya tersebut. Budaya kuat akan
mempunyai pengaruh yang besar pada perilaku anggota-anggotanya karena tingginya tingkat
kebersamaan dan intensitas akan menciptakan iklim internal atas pengendalian perilaku yang
tinggi. Dan secara langsung budaya kuat akan mengurangi kecenderungan tingkat keluar
masuknya karyawan. Sedangkan dalam budaya lemah, karena kurangnya tingkat
kebersamaan dan kecilnya tingkat komitmen maka cenderung mengalami keluar masuknya
karyawan.

Budaya versus Formalisasi


Budaya yang kuat dapat bertindak sebagai pengganti atas formalisasi. Formalisasi tinggi
dalam organisasi menciptakan prediktabilitas, ketertiban, dan konsistensi. Budaya yang kuat
mencapai tujuan akhir yang sama tersebut tanpa perlu dokumentasi tertulis. Maka dari itu,
kita harus memandang formalisasi dan budaya sebagai dua jalan yang berlainan ke tujuan
yang sama. Makin kuat budaya organisasi, semakin kurang manajemen perlu itu
memperhatikan penyusunan aturan dan pengaturan formal untuk memandu perilaku
karyawan jika mereka menerima budaya organisasi itu.

Budaya Organisasi lawan Budaya Nasional

Budaya nasional harus diperhitungkan jika mau membuat ramalan yang tepat mengenai
perilaku organisasi dalam negara-negara yang berlainan. Budaya nasional mempunyai
dampak yang lebih besar pada para karyawan daripada budaya organisasi mereka. Contoh :
karyawan Jerman pada fasilitas IBM di Munich akan lebih dipengaruhi oleh budaya Jerman
daripada budaya IBM. Ini berarti bahwa budaya organisasi dalam membentuk perilaku
karyawan itu besar, namun budaya nasional bahkan lebih besar lagi pengaruhnya. Maka dari
itu harus dikualifikasi sehingga mampu mencerminkan seleksi diri yang berlangsung pada
tahap penerimaan kerja. Contohnya : perusahaan Multinasional Inggris mungkin kurang
tertarik memperkerjakan ‘orang khas Italia’ untuk operasinya di Italia daripada
memperkerjakan seorang Italia yang cocok dengan cara perusahaan itu melakukan segala
sesuatu. Oleh karena itu, diharapkan proses seleksi karyawan akan digunakan oleh
perusahaan-perusahaan multinasional untuk menemukan dan memperkerjakan pelamar kerja
yang benar-benar cocok dengan budaya dominan organisasi.

Fungsi Budaya

Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi :

1. Batas. Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya menciptakan


perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi
lainnya.

Contoh : Budaya di UKP dengan UC berbeda,di UKP ada budaya setiap hari senin jam 12
siang ada jam kebaktian Universitas.

2. Identitas. Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.

Contoh : Perusahaan gula mengadakan selamatan setiap hasil panen,yang tujuannya sebagai
identitas jika itu perusahaan gula.

3. Komitmen. Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih


besar daripada kepentingan individu.
Contoh : Budaya bersih di Indonesia,menyebabkan perusahaan di bidang makanan
berkomitmen untuk menjaga kualitas produknya.

4. Stabilitas (kemantapan). Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya


adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan
standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.

Contoh : senyum sapa salam di Indomaret

Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan
memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan
oleh para karyawan. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme
pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.

Budaya mendefinisikan aturan permainan : “Memang secara alami budaya itu sukar
dipahami, tidak berwujud, implisit, dan diterima apa adanya. Tetapi semua organisasi
mengembangkan seperangkat inti asumsi, pemahaman, dan aturan implisit yang mengatur
perilaku sehari-hari dalam tempat kerja. Sebelum pendatang baru mempelajari aturan-aturan
itu, mereka tidakditerima baik sebagai anggota penuh organisasi itu. Pelanggaran aturan di
pihak eksekutif tingkat tinggi atau karyawan garis depan mengakibatkan ketidak-setujuan
secara umum dan hukuman yang berat. Keseuaian dengan aturan menjadi dasar utama
pemberian imbalan dan mobilitas ke atas”.

Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku karyawan tampaknya makin penting di tempat
kerja dengan telah dilebarkannya rentag kendali, didatarkannya struktur, diperkenalkannya
tim-tim, dikuranginya formalisasi dan diberdayakannya karyawan oleh organisasi, makna
bersama yang diberikan oleh budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan ke
arah yang sama. Contoh : para karyawan di Disneyland dan Disney World tampaknya hampir
secara universal menarik, bersih dan tampak bugar, dengan senyum cemerlang. Itulah citra
yang diupayakan oleh Disney. Perusahaan itu memilih karyawan yang akan memberikan citra
itu. Dan begitu bekerja, budaya kuat, yang didukung oleh aturan dan pengaturan yang formal,
memastikan bahwa karyawan Disney akan bertindak dalam cara yang relatif seragam dan
dapat diramalkan.

Budaya sebagai Beban

Tidak boleh mengabaikan aspek budaya yang berpotensi disfungsional, teristimewa budaya
yang kuat, yang justru mengganggu fungsi keefektifan organisasi.

· Hambatan terhadap Perubahan

Budaya menjadi beban, bilamana nilai-nilai yang dimiliki bersama tidak sejalan dengan nilai-
nilai yang dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini paling mungkin terjadi bila
lingkungan sebuah organisasi bersifat dinamis. Konsistensi perilaku merupakan aset bagi
organisasi bila organisasi itu menghadapi lingkungan yang stabil tetapi konsistensi dapat
membebani organisasi tiu dan membuatnya kesulitan menanggapi perubahan-perubahan
lingkungannya. Contoh : para eksekutif pada perusahaan seperti Mitsubishi, Eastman Kodak,
Xerox, Boeing dan U.S Federal Bureau of Investigation dalam tahun-tahun terakhir ini dalam
menyesuaikan diri dengan pergolakan lingkungan mereka. Perusahaan-perusahaan ini
mempunyai budaya yang kuat yang berhasil dengan baik untuk mereka di masa lalu. Tetapi
budaya kuat menjadi penghalang terhadap perubahan ketika “bisnis speperti lazimnya” tidak
lagi efektif.

· Hambatan terhadap Keanekaragaman

Merekrut karyawan baru yang, karena faktor ras, usia, jenis kelamin, ketidakmampuan, atau
perbedaan-perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas anggota organisasi lain akan
menciptakan sebuah paradoks. Manajemen menginginkan karyawan baru menerima nilai
budaya inti organisasi. Budaya yang kuat sangat menekan para karyawan agar menyesuaikan
diri. Budaya yang kuat juga membatasi rentang nilai dan gaya yang dapat di terima. Contoh,
sperti kasus Texaco yang luas terpublikasi (yang diselesaikan atas nama 1.400 karyawan
untuk mendapatkan US$ 176 juta) dimana para manajer senior mengeluarkan ungkapan-
ungkapan yang meremehkan tentang minritas, budaya kuat yang mengijinkan prasangka
justru merongrong kebijakan formal keanekaragaman perusahaan.

Organisasi-organisasi mencari dan memperkerjakan individu yang beranekaragaman karena


kekuatan alternatif yang dibawa mereka ke tempat kerja. Namun perilaku dan kekuatan yang
beranekaragam itu cenderung mengurangi budaya kuat ketika orang berikhtiar untuk
menyesuaikan diri dengan organisasiitu. Oleh karena itu, budaya kuat dapat menjadi beban
bila budaya itu secara efektif menyingkirkan kekuatan unik yang oleh orang-orang dengan
latar belakang yang berlainan tersebut ke dalam organisasi itu. Budaya kuat juga menjadi
kelemahan bila ternyata menjadi tidak peka terhadap orang-orang yang berbeda.

· Hambatan terhadap Merger dan Akuisisi

Secara historis, faktor kunci yang diperhatikan manajemen ketika membuat keputusan
akuisisi atau merger terkait dengan isu keuntungan finansial atau sinergi produk. Belakangan
ini, kesesuaian budaya juga menjadi fokus utama.

Sejumlah akuisis yang dilaksanakan pada tahun 990-an sudah gagal. Dan alasan utamanya
adalah konflik antara budaya organisasi. Contoh, akuisis AT&T pada tahun 99 atas NCR
merupakan malapetaka. Karyawan AT&T yang tergabung dalam serikat buruh menolak
bekerja dalam gedung yang sama dengan staf NCR yang tidak tergabung dalam serikat buruh.
Asal Mula Budaya

Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di sebuah
organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya dan
seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu. Hal ini mengarah pada sumber
tertinggi budaya sebuah organisasi: para pendirinya.

Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal
organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi
sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh memudahkan
pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya
terjadi dalam tiga cara. Pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan
yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan
menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri
sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri
dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut.
Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu
utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam
budaya organisasi.

Menjaga Budaya agar Tetap Hidup

Setelah suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak


mempertahankannya dengan memberikan kepada para karyawannya seperangkat pengalaman
yang serupa. Proses seleksi, kriteria evaluasi kinerja, praktik pemberian imbalan, kegiatan
pelatihan dan pengembangan karir dan prosedur promosi memastikan bahwa mereka yang
diperkerjakan cocokdengan budaya itu, menghargai mereka yang mendukungnya dan
menghukum(dan bahkan memecat) mereka yang menentangnya.

3 kekuatan yang menjadi bagian penting dalam mempertahankan budaya :

1. Seleksi.

Tujuan dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan memperkerjakan individu-individu


yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan melakukan pekerjaan dengan
sukses di dalam organisasi itu. Upaya untuk memastikan suatu kecocokan yang tepat ini,
sengaja atau tidak, akan menghasilkan pekerja yang pada hakikatnya mempunyai nilai yang
konsisten dengan nilai-nilai organisasi itu, atau sekurang-kurangnya sebagian besar dari nilai-
nilai itu. Selain itu, proses seleksi juga memberikan informasi kepada para pelamar mengenai
organisasi itu. Para calon belajar mengenai organisasi itu, jika merasakan konflik antara nilai
pelamar dan nilai organisasi, mpara pelamar dapat menyeleksi diri kemudian keluar dari
kumpulan pelamar. Oleh karena itu seleksi menjadi jalan dua-arah, memungkinkan pemberi
kerja atau pelamar memutuskan perkawinan jika tampaknya ada ketidakcocokan. Dengan
cara ini, proses seleksi mendukung budaya organisasi dengan menyeleksi keluar individu-
individu yang mungkin menyerang atau menghancurkan nilai-nilai intinya.

2. Manajemen Puncak

Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Lewat
apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior menegakkan
norma-norma yang mengalir ke bawah sepanjang organisasi, misalnya, apakah pengambilan
risiko diinginkan; berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada
bawahan mereka; pakaian apakah yang pantas; dan tindakan apakah yang akan dihargai
dalam kenaikan upah, promosi dan imbalan lain.

Sosialisasi

Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan organisasi itu dalam perekrutan dan seleksi,
karyawan baru tidak sepenuhnya terindoktrinasi oleh budaya organisasi itu. Mungkin yang
paling penting, karena mereka tidak kenal baik dengan budaya organisasi, karyawan baru
justru mengganggu keyakinan dan kebiasaan yang ada. Oleh karena itu, Sosialisasi adalah
proses penyesuaian dimana organisasi akan membantu karyawan baru menyesuaikan diri
dengan budayanya.

Tahap Sosialisasi

Sosialisasi dapat di konsepkan sebagai proses yang terdiri atas tiga tahap :

1. Tahap Prakedatangan

Pada tahap ini merupakan proses pembelajaran pada proses sosialisasi yang dilakukan
sebelum anggota baru bergabung dengan organisasi itu. Secara eksplisit mengakui bahwa tiap
individu tiba dengan seperangkat nilai, sikap, dan harapan. Nilai, sikap dan harapan ini
mencakup kerja yang harus di lakukan maupun organisasi itu sendiri. Misalnya, dalam
banyak pekerjaan, terutama kerja profesional, anggota baru akan menjalankan tingkat
sosialisasi awal luar biasa melalui pelatihan di tempat kerja dan pengajaran di sekolah.
Maksud utama sekolah bisnis adalah mensosialisasikan mahasiswa bisnis ke sikap dan
perilaku yang diinginkan oleh perusahaaan bisnis.

2. Tahap Keterlibatan
Dimana tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan baru melihat apa yang
sesungguhnya organisasi itu dan persimpangn yang mungkin dan kenyataan yang ada.
Maksudnya adalah jika harapan dan kenyataan berbeda, karyawan baru itu harus menjalani
sosialisasi yang akan melepaskannya dari asumsi dia sebelumnya dan menggantikan asumsi
itu dengan seperangkat asumsi lain yang dianggap lebih disukai oleh perusahaan itu. Anggota
baru akan benar-benar kecewa jika aktualisasi pekerjaanya tidak sesuain dengan harapan
pelamar dan kemudian mengundurkan diri. Oleh sebab itu proses seleksi yang baik
seharusnya mapu mengurangi probabilitas terjadinya hal ini.

3. Tahap Metamorfosis

Adalah tahap dalam proses sosialisasi dimana karyawan baruberubah dan menyesuaikan diri
dengan pekerjaan, kelompok kerja dan organisasi. Misalnya, semakin manajemen
mengandalkan program sosialisasi yang formal, kolektif, tetap, berurutan dan menekankan
keterbukaan, makin besar kemungkinan bahwa perbedaan dan perspektif pendatang baru itu
akan ditanggalkan dan digantikan oleh perilaku yang terbakukan dan dapat diramalkan.
Metamorfosis yang berhasil seharusnya mempunyai dampak positif pada produktivitas
karyawan baru itu dankomitmen pada organisasi, serta mampu mengurangi
kecenderungannya untuk keluar dari organisasi itu.

Beberapa pilihan Sosialisasi saat masuk kerja

a. Formal vs Informal

Semakin kuat seorang karyawan baru dikucilkan dari aturan pekerjaan yang sudah ada, dan
dibedakan sedemikian rupa untuk menunjukkan peran mereka sebagai pendatang baru, maka
semakin formal sosialisasi yang akan berlangsung. Contohnya, selama program orientasi dan
pelatihan tertentu. Sosialisasi formal menempatkan karyawan-karyawan baru untuk langsung
terlibat didalam pekerjaan mereka, dengan sedikit atau tanpa adanya perhatian khusus.

b. Individu vs Kolektif

Anggota-anggota baru bisa disosialisasikan secara individu. Kebanyakan kantor-kantor


profesional mensosialisasikan karyawan baru mereka dengan cara seperti ini. Anggota-
anggota baru juga dapat dikelompokkan bersama dan diproses melalui serangkaian
pengalaman yang serupa, sebagaimana yang berlangsung di pusat pelatihan militer.

c. Jadwal yang Sudah Ditentukan (Tetap) vs Jadwal Variabel

Jadwal kapan pendatang baru melakukan transisi dari orang luar menjadi orang dalam dapat
berupa jadwal yang sudah ditentukan atau berupa jadwal yang variabel. Suatu jadwal yang
sudah ditentukan menstandarkan tahap-tahap transisi, seperti prosedur enam tahun “diangkat
atau keluar”, yang biasanya diterapkan terhadap asistenasisten dosen baru di perguruan
tinggi. Jadwal variabel tidak memiliki pemberitahuan awal masa transisi mereka. Sebagai
contoh, jadwal variabel ini menerapkan sistem promosi khusus, dimana seseorang tidak
dilanjutkan ke tahap berikutnya sampai dia “siap”.

d. Berurutan vs. Random

Sosialisasi tersusun ditandai oleh pemakaian modelmodel peran yang melatih dan mendorong
pendatang baru. Misalnya, program magang dan program penasihat pendamping. Dalam
sosialisasi acak, model-model peran sengaja dihilangkan. Karyawan baru dibiarkan sendiri
dengan penyelesaian yang harus mereka lakukan sendiri.

e. Pelantikan vs. Pelepasan

Sosialisasikan dengan adanya pengakuan bahwa mutu dan kualifikasi pendatang baru
merupakan bagian penting dari keberhasilan pekerjaan, sehingga mutu dan kualifikasi
tersebut ditetapkan dan didukung. Sosialisasi tanpa adanya pengakuan mencoba
menghilangkan karakter-karakter tertentu karyawan baru. “Ikrar” kekeluargaan dan
persaudaraan digunakan dalam sosialisasi ini, untuk membentuk mereka agar sesuai dengan
peran yang diinginkan.

Bagaimana Budaya Terbentuk

Budaya awal berasal dari filosofi pendiri organisasi. Hal ini selanjutnya sangat
mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam proses penerimaan karyawan baru. Tindakan-
tindakan manajemen puncak membentuk iklim umum mengenai perilaku-perilaku yang dapat
diterima dan yang tidak dapat diterima. Bagaimana cara karyawan-karyawan baru
bersosialisasi akan bergantung kepada tingkat keberhasilan yang diraih dalam menyesuaikan
nilai-nilai yang dianut karyawankaryawan baru tersebut dengan nilai-nilai yang ada didalam
organisasi saat dilakukan proses seleksi dan dengan keinginan manajemen berkaitan dengan
metode sosialisasi.

Bagaimana Karyawan Mempelajari Budaya

Cerita

Cerita-cerita mengenai bagaimana kerasnya perjuangan pendiri organisasi di dalam memulai


usaha sehingga kemudian menjadi maju seperti sekarang merupakan hal yang baik untuk
disebarluaskan. Bagaimana sejarah pasang-surut organisasi dan bagaimana perusahaan
mengatasi kemelut dalam situasi tak menentu merupakan kisah yang dapat mendorong dan
memotivasi karyawan untuk bekerja keras jika mereka mau memahaminya.
Contoh : Seorang manajer HRD menceritakan kisah hidup dari seorang CEO yang dulu
hidupnya susah dan sekarang bisa sukses hingga membangun perusahaan besar,dari sana
karyawan bisa termotivasi untuk semangat kerja agar nasib hidupnya bisa untung seprti CEO
itu.

2. Ritual / Upacara-upacara

Ritual adalah deretan kegiatan berulang yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai
utama organisasi, sasaran apakah yang paling penting, orang-orang manakah yangpenting,
dan mana yang dapat dikorbankan. Semua masyarakat memiliki corak ritual sendiri-sendiri.
Di dalam organisasi, tidak jarang ditemui acara-acara ritual yang sudah mengakar dan
menjadi bagian hidup organisasi. Sehingga tetap dipelihara keberadaannya, contohnya adalah
selamatan mulai musim giling di pabrik gula seperti ini adalah bagian dari doa dan harapan
atas kerjasama dan juga hasil panen yang baik yang telah berlangsung sejak berdirinya
pabrik.

3. Simbol-simbol material

Simbol-simbol atau lambang-lambang material seperti pakaian seragam, ruang kantor dan
lain-lain, atribut fisik yang dapat diamati merupakan unsur penting budaya organisasi yang
harus diperhatikan sebab dengan simbol-simbol itulah dapat dengan cepat diidentifikasi
bagaimana nilai, keyakinan, norma, dan berbagai hal lain itu menjadi milik bersama dan
dipatuhi anggota organisasi.

Contoh :Logo UKP ada tanda salib di dalamnya,karena UKP menganut keyakinan Kristen
yang menjadi dasar berdirinya UKP.

4. Bahasa

Bahasa merupakan salah satu media terpenting di dalam mentransformasikan nilai. Dalam
suatu organisasi atau perusahaan, tiap bidang, divisi, strata atau semacamnya memiliki bahasa
atau jargon yang khas, yang kadang-kadang hanya dipahami oleh kalangan itu sendiri. Hal ini
penting karena untuk dapat diterima di suatu lingkungan dan menjadi bagian dari lingkungan,
salah satu syaratnya adalah memahami bahasa yang berlaku di lingkungan itu. Dengan
demikian menjadi jelas bahwa bahasa merupakan unsur penting dalam budaya perusahaan.

Contoh : Di sebuah perusahaan penyedia outsource (seperti satpam) biasanya memiliki jargon
kebanggan mereka,biasanya jargon itu serentak dituturkan bersama-sama setiap pagi saat
evaluasi agar para satpam itu bersemangat dalam menjalani hari kerjanya.
BAB XVII

KEBIJAKAN DAN PRAKTIK SUMBER DAYA MANUSIA

2.1 Pentingnya pengelolaan manajemen sumber daya manusia

Manusia merupakan sumber daya yang penting dalam organisasi sekaligus juga sebagai tiang
penyangga dalam organisasi, seperti dikemukakan Martin Yates “The most valuable capital is
human capital; the most powerful technology is people”. SDM merupakan asset kritis
organisasi yang tidak hanya diikutsertakan dalam filosofi perusahaan tetapi juga dalam proses
perencanaan strategis. Menurut Kathrin Connor (dikutip dari Schuller, 1990), wakil presiden
SDM di Liz Claiborne: Human resources are a part of the strategic planning process. It is a
part of policy development, line extension planning and the merger and acquisition processes.
Little is done in planning policy on the finalization stages of any deal. Dari pernyataan
Kathrin Connor, diakui bahwa SDM merupakan bagian proses perencanaan strategis dan
menjadi bagian pengembangan kebijakan dan praktek organisasi. sebagai sumber daya yang
penting, sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian dan pengelolaan melalui suatu
ilmu pengelolaan atau manajeman yang dikenal sebagai manajemen sumber daya manusia.
Manajemen Sumber Daya Manusia didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah
manusia, bukan mesin, dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Menurut Edwin B.
Flippo, guru besar manajemen Universitas Arizona, manajemen sumber daya manusia adalah
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan terhadap pengadaan,
pengembangan, kompensasi, integrasi, perawatan, dan pemutusan hubungan kerja sumber
daya manusia, untuk mencapai tujuan sehingga sasaran-sasaran perseorangan, organisasi, dan
kemasyarakatan dapat dicapai.

Sukses bersaing organisasi bisa dicapai dengan pengelolaan SDM potensial yang dimilikinya.
SDM bisa dijadikan sebagai sumber keunggulan kompetitif lestari serta tidak mudah ditiru
pesaing karena (Pfeffer, 1995):

1. Sukses bersaing yang diperoleh dari pengelolaan SDM secara efektif tidak setransparan
mengelola SDM lainnya, seperti melihat komputerisasi sistem informasi yang terdiri atas
semikonduktor dan sejumlah mesin pengontrol.

2. Bagaimana SDM dikelola dipengaruhi oleh budaya. Budaya organisasi akan


mempengaruhi ketrampilan, kemampuan SDM, serta kesesuaiannya dengan sistem yang ada.

Peffer (1995) menegaskan bahwa suatu keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui
pengelolaan sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan secara efektif. Hal ini dapat
diperoleh dengan menerapkan praktik-praktik berikut secara saling berkaitan karena sulit
untuk menangani suatu tindakan bila hanya diterapkan secara terpisah.

· Keselamatan kerja (employment security). Employment security untuk menghadapi


tekanan akan perlunya kehati-hatian dan selektivitas yang tinggi dalam mempekerjakan
manusia. Lebih jauh employment security mendorong keterlibatan karyawan karena
karyawan akan lebih termotivasi untuk memberikan kontribusi mereka terhadap proses
pekerjaan.

· Keselektifan dalam perekrutan (selective in recruiting), merupakan jaminan dalam


pekerjaan dan kepercayaan pada sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan untuk
meraih keunggulan bersaing. Ini berarti dibutuhkan kehati-hatian dalam memilih orang yang
tepat, dengan cara yang benar. Dalam praktiknya persahaan melakukan proses perekrutan
sangat cermat didasarkan atas keinginan perusahaan untuk sukses dalam persaingan. Di sisi
lain, banyak juga proses penyaringan dilakukan untuk menemukan orang yang dapat bekerja
dengan baik dalam suatu lingkungan baru, dapat belajar dan berkembang, sehingga
membutuhkan supervisi yang lebih sedikit.

· Tingkat upah yang tinggi (high wages). Perusahaan yang ingin mempekerjakan tenaga
kerja yang sangat kompeten, pemberian upah atau gaji yang lebih tinggi merupakan salah
satu faktor kunci. Tingkat upah yang tinggi akan memberikan kemampuan lebih selektif
dalam menemukan orang yang dapat dilatih dan bertanggung jawab terhadap organisasi.
Upah yang tinggi merupakan hal yang paling penting karena akan memberikan kesan bahwa
organisasi sangat menghargai karyawannya.

· Pemberian insentif (incentive pay). Sudah merupakan suatu tendensi bahwa uang sering
digunakan untuk memecahkan masalah organisasional. Karyawan dimotivasi oleh faktor-
faktor yang melebihi uang seperti pengakuan, jaminan, perlakuan yang adil, dan semuanya
memberikan pengaruh yang besar terhadap individu.

· Hak kepemilikan karyawan (employee ownership), memberikan dua keuntungan yaitu


karyawan yang memiliki keinginan terhadap kepemilikan dalam organisasi tempat mereka
bekerja , dan adanya konflik yang lebih sedikit antara modal dan tenaga kerja. Penerapan
employee ownership yang efektif dapat mensejajarkan keinginan karyawan dengan
pemegang saham, dengan cara membuat karyawan sebagai pemegang saham juga. Kedua,
employee ownership menempatkan saham pada karyawan yang cenderung untuk mengambil
suatu gambaran jangka panjang organisasi, strategi organisasi, kebijakan investasi, dan
manuver keuangan lainnya.

· Information sharing. Jika sumber daya yang dimiliki perusahaan merupakan sumber
keunggulan bersaing, maka sangat jelas bahwa mereka harus memiliki informasi yang
dibutuhkan untuk melakukan apa yang diisyaratkan bagi tercapainya suatu kesuksesan. Salah
satu alasan yang potensial bagi perusahaan untuk tidak menyingkapkan informasi pada
sejumlah besar karyawan adalah terdapat kemungkinan bahwa informasi tersebut akan bocor
sampai pada pesaing.

· Partisipasi dan pemberdayaan (participation and empowerment). Dengan adanya informasi


yang diketahui bersama pada semua tingkat organisasional, merupakan suatu kondisi awal
yang diperlukan bagi sistem kerja yang berhasil, mendorong desentralisasi dalam
pengambilan keputusan, dan memberikan keleluasaan bagi pekerja untuk berpartisipasi, dan
pemberdayaan dalam pengendalian proses pekerjaan mereka sendiri. Kepuasasan karyawan
dan produktivitas kerja akan semakin meningkat dengan meningkatnya partisipasi karyawan.

· Pengelolaan tim secara mandiri (self managed team). Organisasi yang memiliki suatu tim
yang kuat dan tangguh , cenderung memperoleh hasil yang memuaskan. Keuntungan yang
diperoleh pada organisasi yang memiliki self managed team diantaranya adalah berkurangnya
pembelian, penugasan karyawan, dan produksi, karena semuanya dapat ditangani oleh tim
kerja yang sudah terkelola dengan baik.

· Pelatihan dan pengembangan ketrampilan (trainning and skill development). Merupakan


suatu bagian yang integral dari sistem kerja yang paling baru, merupakan komitment yang
lebih besar terhadap pentingnya pelatihan dan pengembangan SDM. Pelatihan akan
memberikan hasil yang positif hanya jika pekerja yang dilatih mendapatkan kesempatan
untuk menggunakan keahlian tersebut. Disamping perlunya pelatihan dan pengembangan
bagi pekerja dan manajer, juga dibutuhkan perubahan struktur kerja, yaitu dengan
memberikan kepada mereka keleluasaan untuk melakukan segala sesuatunya secara berbeda.
Pelatihan tidak hanya menunjukkan komitmen perusahaan terhadap karyawan, tetapi juga
memastikan bahwa fasilitas akan tetap dilengkapi dengan orang-orang yang memiliki
kualifikasi yang tinggi, yang secara lebih spesifik telah telah dilatih untuk pekerjaan mereka
yang baru.

· Cross Utilization and Cross Trainning. Dengan adanya orang yang melakukan pekerjaan
ganda, akan memiliki sejumlah keuntungan potensial bagi perusahaan. Dengan melakukan
sesuatu lebih banyak dapat membuat pekerjaan yang dilakukan lebih menarik. Adanya
keragaman dalam pekerjaan mengijinkan adanya suatu perubahan yang cepat dalam aktivitas,
dan secara potensial akan memberikan perubahan kemampuan karyawan untuk berhubungan
dengan sesama. Masing-masing bentuk keragaman ini dapat membuat kehidupan kerja lebih
menantang

· Symbolic egalitarian. Salah satu hambatan untuk mendesentralisasikan pengambilan


keputusan yaitu dengan menggunakan self managed team. Perolehan komitmen dan
kerjasama karyawan merupakan suatu simbol yang memisahkan orang yang satu dan yang
lainnya. Sebagai konsekuensinya, bahwa banyak perusahaan terkenal dalam mencapai
keunggulan bersaing melalui SDM dengan sejumlah bentuk egalitarianism. Egalitarianism
yaitu sejumlah cara untuk memberikan tanda bahwa bagi orang dari dalam perusahaan,
maupun orang dari luar perusahaan memiliki kesamaan komparatif. Dapat dicontokan di sini
dengan tidak diberlakukannya tempat khusus untuk arena parkir. Egalitariarism ini membuat
semua aktivitas dan tindakan berjalan lebih lancar dan lebih mudah, karena tidak adanya
perbedaan status. Dalam konteks ini semua orang adalah sederajat.

· Wage compression, isu ini sering dipertimbangkan dalam bentuk kompresi hirarkis.Tugas
yang saling tergantung dan memerlukan kerjasama sangat membantu untuk menyelesaikan
tugas. Kompresi bayaran dengan mengurangi kompetisi interpersonal dan meningkatkan
kerjasama pada gilirannya akan mengarah pada efisiensi.

· Promotion from within, yaitu mendorong pelatihan dan pengembangan keahlian karena
tersedianya kesempatan dan peluang promosi dalam perusahaan bagi para pekerja. Promosi
dari dalam pekerjaan akan memberikan fasilitas desentralisasi, partisipasi dan delegasi karena
hal ini membantu mempromosikan rasa percaya antar tingkatan hirarki, promosi dari dalam
perusahaan, dapat diartikan bahwa supervisor bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan
upaya bawahannya. Promosi dari dalam perusahaan juga menawarkan suatu insentif untuk
bekerja lebih baik. Dan memberikan suatu keadilan serta keleluasaan di tempat kerja.
Keuntungan lain yang dapat diperoleh melalui promosi dari dalam perusahaan adalah dapat
memastikan bahwa orang dalam satu posisi manajemen secara aktual mengetahui sesuatu
tentang bisnis, teknologi dan operasional yang mereka hadapi dan lakukan. Untuk mencapai
keunggulan kompetitif melalui praktik-praktik pengelolaan sumber daya manusia
memerlukan waktu dan proses. Jadi semuanya tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Bila tujuan perusahaan telah dicapai, maka keunggulan kompetitif yang diperoleh melalui
sumber daya manusia secara subtansial dapat bertahan lebih lama, dan lebih sulit diimitasi
oleh pesaing.

2.2 Kebijakan dan Praktek MSDM Dalam Organisasi

2.2.1 Kebijakan dan Praktik Seleksi

Banyak perusahaan yang ingin memiliki karyawan yang bersahabat dan ramah. Perusahaan-
perusahaan sadar bahwa jauh jauh lebih mudah memeperkerjakan orang-orang dengan
kepribadian yang mereka cari, daripada memilih dengan hanya berdasarkan kecakapan teknis,
dan kemudian berusaha untuk mengubah kepribadian mereka melalui pelatihan.

Rekrutmen, seleksi dan penempatan merupakan suatu proses yang akan selalu dilalui oleh
tiap perusahaan untuk memperoleh sumber daya manusia dan menjamin ketersediaan tenaga
kerja yang dibutuhkan. Rekrutmen dilakukan oleh organisasi atau perusahaan untuk
mendapatkan calon tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia, yang
selanjutnya akan melalui sejumlah proses seleksi untuk memperoleh tenaga kerja atau sumber
daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan.

2.2.1.1 Praktik seleksi.

Tujuan dari seleksi efektif adalah untuk mensesuaikan karakteristik individual (kemampuan,
pengalaman, dan semacamnya). Dengan persyaratan dalam suatu pekerjaan. Apabila
manajemen gagal untuk mendapatkan memasangkannya secara benar, baik kinerja maupun
kepuasan karyawan akan berkurang.

2.2.1.2 Cara kerja Proses seleksi

1) Seleksi awal
Alat seleksi awal adalah informasi pertama yang pelamar serahkan dan digunakan sebagai
alat “penyaringan kasar” awal untuk memutuskan apakah pelamar memenuhi kualifikasi
dasar dari pekerjaan yang ditawarkan. Formulir aplikasi (termasuk surat rekomendasi)
merupakan alat seleksi awal. Kita melakukan cek terhadap latar belakang pelamar sebagai
alat seleksi awal atau sebagai alat seleksi lanjutan, tergantung bagaimana suatu organisasi
melakukannya.

a) Formulir aplikasi informasi yang dituliskan dalam formulir aplikasi tidak begitu
berguna untuk memprediksi kinerja pelamar. Akan tetapi formulir aplikasi bisa menjadi alat
saring awal yang baik.

Organisasi harus berhati-hati dalam menyusun pertanyaan yang mereka ajukan dalam lembar
aplikasi. Tentu saja, pertanyaan mengenai ras, gender, dan kebangsaan tidak disarankan.
Tidak diperkenankan untuk menanyakan catatan criminal atau bahkan tuduhan yang pernah
dialamatkan kepada si pelamar kecuali jawabannya terkait dengan pekerjaan.

b) Pengecekan Latar Belakang kebanyakan perusahaan melakukan pemeriksaan


referensi pelamar di dalam proses seleksi karyawan. Alasannya mereka ingin tahu bagaimana
kinerja pelamar di masa lalu dan apakah pengusaha yang lama itu jarang menyediakan
informasi yang mendetail mengenai pelamar. Mereka takut dituntut bila mengatakan sesuatu
yang buruk tentang karyawan lama mereka.

2) Seleksi Substantif

Jika mampu melewati tahap penyaringan awal, pelamar selanjutnya memasuki metode seleksi
subtantif. Tahap ini merupakan inti dari proses seleksi dan di dalamnya tercakup tes tertulis,
tes kinerja, dan wawancara.

Tes tertulis, Tes tertulis sering dianggap sebagai tes diskriminatif, dan banyak organisasi
yang menganggapnya tidak terkait dengan pekerjaan. Sekarang lebih dari 60 persen dari
seluruh organisasi di AS dan sebagian besar organisasi yang termasuk dalam fortune 1000
menggunakan beberapa jenis tes seleksi.

Tes Tertulis biasanya mencakup:

Tes kemampuan kognitif atau inteligensi,

Tes kepribadian,

Tes integritas, dan

Kumpulan minat.
Tes kemampuan intelektual, kemampuan special dan mekanis, kemampuan special dan
mekanis, akurasi persepsi, dan kemampuan motorik terbukti merupakan alat prediksi yang
valid untuk pekerjaan operasional terampil, semi terampil, dan tidak terampil dalam
organisasi industri.

Beberapa pengusaha juga melakukan pengecekan latar belakang pelamar berdasarkan sejarah
kredit atau utang atau berdasarkan catatan kriminal. Sebuah bank yang hendak
memperkerjakan seorang teller, misalnya, mungkin perlu mengetahui sejarah kredit atau
catatan kriminal para peramal. Oleh karena pemeriksaan seperti ini sifatnya melanggar
privasi, pengusaha harus yakin betul bahwa hal ini memang diperlukan. Namun demikian
tidak melakukan pemeriksaan juga bisa memiliki dampak hukum.

Penggunaan tes kepribadian mengalami perkembangan pesat selama dasawarsa yang lampau.
Organisasi menggunakan banyak alat ukur kepribdian lima besar untuk mengambil keputusan
seleksi. Kepribadian yang paling baik dalam memprediksi calon karyawan dengan kinerja
tinggi adalah ketelitian dan konsep diri yang positif. Tes kepribadian relatif murah dan mudah
digunakan , selain juga bisa digunakan.

Sementara persoalan etis mendapat tempat yang semakin penting di dalam organisasi, tes
integritas mengalami peningkatan popularitas. Tes ini merupakan tes tertulis yang mengukur
factor-faktor seperti keandalan, kehati-hatian, tanggung jawab, dan kejujuran. Jadi,
manajemen kesan seperti ini tidak hanya membantu orang mendapatkan pekerjaan tetapi juga
membantu mereka punya kinerja yang lebih baik, asalkan kepura-puraan mereka itu tidak
termasuk dalam tingkat patologis.

3) Tes Simulasi Kinerja

Tes simulasi kinerja lebih sukar untuk dikembangkan dan lebih sulit untuk dilakukan
daripada tes tertulis, tes simulasi kinerja semakin populer selama beberapa dasawarsa
terakhir. Dikarenakan fakta bahwa tes semacam ini mempunyai “validitas muka” yang lebih
tinggi dibandingkan kebanyakan tes tertulis. Dua tes simulasi kinerja yang paling terkenal
adalah percobaan kerja dan pusat penilaian.

a) Tes percobaan kerja (work sample test) merupakan simulasi turunan dari sebagian atau
semua pekerjaan yang harus dilakukan oleh pelamar jika ia diterima bekerja. Tes percobaan
kerja menciptakan tiruan miniatur dsri pekerjaan untuk mengevaluasi kemampuan kinerja
dari kandidat.

b) Tes simulasi kinerja yang lebih rumit, yang secara khusus dirancang untuk
mengevaluasi potensi manajerial dari kandidat adalah pusat penilaian (assessment centers).
Pusat penilaian merupakan suatu rangkaian tes simulasi potensi manajerial dari kandidat.

4) Wawancara
Wawancara karyawan secara tradisional bukanlah merupakan bagian dri proses seleksi.
Keputusan cenderung dibuat seluruhnya berdasarkan skor ujian, pencapaian skolastik, dan
surat rekomendasi.

Wawancara tidak hanya digunakan secara luas, tetapi juga memiliki bobot besar sebagai alat
pertimbangan. Itu artinya, hasil dari wawancara cenderung memiliki pengaruh besar terhadap
keputusan seleksi.

Dalam teknik wawancara, para pelamar diminta untuk mendiskripsikan cara mereka
menangani masalah dan situasi yang spesifik pada pekerjaan meraka yang dulu. Hal ini
didasarkan atas asumsi bahwa perilaku di masa lalu dapat menjadi prediktor terbaik bagi
perilaku manusia.

Bukti menunjukan bahwa wawancara sangat penting untuk menilai kemampuan mental,
tingkat ketelitian, kemampuan antar personal pelamar. Ketika kualitas-kulaitas ini
berhubungan dengan kinerja, validitas wawancara sebagai alat seleksi meningkat dan bisa
menurun.

Dalam praktiknya, kebanyakan organisasi menggunakan wawancara lebih dari sekedar alat
“prediksi kinerja”. Sebagai tambahan terhadap kecakapan yang relevan dan spesifik,
organisasi melihat karakter kepribadian dari kandidat, harga diri, dan semacamnya untuk
menemukan orang yang sesuai dengan kultur dan citra organisasi.

5) Seleksi Lanjutan

Jika pelamar lolos metode seleksi substantif, mereka pada dasarnya siap untuk dipekerjakan,
tergantung pemeriksaan terakhir. Salah satu metode lanjutannya adalah tes narkotika. Namun,
tes ini kontroversial. Banyak pelamar berpikir bahwa tes ini tidak adil karena menurut mereka
penggunaan obat-obatan bersifat pribadi dan mereka seharusnya diperiksa berdasarkan
faktor-faktor yang berhubungan langsung dengan kinerja, bukan berdasarkan gaya hidup.

Pemberi kerja bisa menjawab pandangan seperti ini dengan menyatakan bahwa pemakaian
narkotika sangat merugikan, tidak hanya dalam pengertian keuangan, tetapi juga dalam
konteks keamanan umum. Selain itu, hukum yang berlaku berpihak pada cara pandang
pemberi kerja tersebut.

6) Program Pelatihan dan Pengembangan

Karyawan yang kompeten tidak akan selamanya kompeten. Keterampilan bisa melemah dan
menjadi usang dan keterampilan baru perlu dipelajari. Inilah alasan banyak organisasi
menghabiskan miliaran dolar setiap tahunnya untuk menyelenggarakan pelatihan formal.

Program pelatihan memengaruhi perilaku kerja lewat dua cara menurut keuntungannya,
yaitu:
1) Keuntungan pertama adalah meningkatkan keterampilan karyawan secara langsung
agar mampu menunaikan pekerjaan. Peningkatan kemampuan dapat memperbaiki potensi
karyawan untuuk berkinerja dalam level yang lebih tinggi.

2) Keuntungan kedua adalah meningkatkan keyakinan diri karyawan (keyakinan diri/self-


efficacy adalah harapan seseorang bahwa ia mampu menunjukkan perilaku yang dibutuhkan
untuk menghasilkan apa yng diinginkan).

Jenis Pelatihan

1) Kemampuan dasar membaca

Organisasi semakin perlu mengajarkan keterampilan membaca dan matematika dasar bagi
para karyawan mereka. Karyawan butuh kecakapan matematis yang lebih untuk bisa
memahami cara kendali peralatan yang bersifat numerik, kemampuan menulis dan membaca
yang lebih baik untuk menginterpretasikan lembar proses kerja, danketerampilan komunikasi
lisan yang lebih baik untuk dapat bekerja dalam tim.

2) Keterampilan teknis

Sebagian besar pelatihan yang ada diarahkan untuk mengembangkan dan meningkatkan
keterampilan teknis karyawan.

Pekerjaan berubah seiring muncul dan berkembangnya teknologi dan metode baru. Sebagai
contoh, banyak personel perbaikan otomatif harus melalui pelatihan yang ekstensif untuk
memperbaiki dan merawat model yang ada sekarang dengan mesin yang dimonitor komputer,
sistem stabilisasi elektronik, GPS, sistem tanpa kunci, dan inovasi yang lain.

Di samping itu, pelatihan teknik menjadi semakin penting karena perubahan yang terjadi di
dalam desain organisasi. Saat organisasi membuat strukturnya semakin rata, memperkenalkan
penggunaan tim, dan meminimalkan hambatan antardepartemen, karyawan perlu menguasai
tugas dengan variasi yang lebih luas dan memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang
bagaimana organisasi mereka berjalan. Sebagai contoh, restrukturisasi pekerjaan di Miller
Brewing Coo, dengan memanfaatkan tim telah mendorong manajemen untuk
memperkenalkan program literasi bisnis yang komprehensif untuk membantu karyawan
memahami secara lebih baik kompetensi dan keadaan dalam industri bir, dimana penghasilan
peruasahaan berasal dan bagaimana biaya dikalkulasi dan dimana karyawan berperan di
dalam rantai nilai perusahaan.

3) Keterampilan antarpersonal

Hampir semua karyawan merupakan anggota dari suatu unti kerja, dan kinerja mereka sampai
tingkat tertentu bergantung pada kemampuan mereka untuk berinteraksi secara efektif dengan
rekan kerja dan atasan mereka. Beberapa karyawan mempunyai keterampilan antarpersonal
yang sangat baik, tetapi beberapa yang lain masih membutuhkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan mereka.

Pelatihan ini mencakup belajar untuk menjadi pendengar yang baik, manjadi pengomunikasi
ide yang lebih jelas, dan menjadi anggota tim yang lebih efektif.

4) Kemampuan memecahkan masalah

Para manajer, dan banyak karyawan lain yang melakukan tugas nonrutin, harus memecahkan
masalah dalam pekerjaan mereka. Pelatihan ini bertujuan untuk mempertajam kemampuan
logika mereka, untuk membuat pertimbangan,dan untuk mendefinisikan masalah, seperti
halnya kemampuan mereka untuk memahami hukum sebab-akibat.

Pelatihan pemecahan masalah telah menjadi bagian dasar dari hampir semua organisasi untuk
memperkenalkan tim yang mandiri atau mengimplementasikan program manajemen
berkualitas.

Bagaimana dengan pelatihan etika?

Sebuah survei mutakhir menemukan bahwa sekitar 75% dari karyawanyang bekerja di 1.000
perusahaan terbesar di AS menerima pelatihan etika. Pelatihan ini mencakup program
orientasi karyawan baru, yang dijadikan sebagai bagian dari program pelatihan
pengembangan yang berkelanjutan, atau yang ditawrkan kepada semua karyawan sebagai
usaha untuk periodik untuk mengingtkan mereka akan priinsip-pronsip etis. Akan tetapi,
masih diragukan apakah etika adalah sesuatu yang dapat benar-benardiajarkan kepada orang
lain.

Kalangan kritikus beragumen bahwa etika itu didasarkan pada nilai, dan sistem nilai sudah
ditetapkan sejak awal kehidupaan kita. Pada saat pengusaha mempekerjakan orang, nilai-nilai
etis mereka sudah mapan. Para kritikuus tersebut juga mengatakan bahwa masalah etis tidak
bisa secara formal “diajarkan”, tetapi harus dipelajari berdasarkan contoh.

Pendukung pelatihan etika berpandangan bahwa nilai bisa dipelajari dan berubah setetlah
masa kanak-kanak. Dan, bahkan jjika nilai-nilai itu tidak bisa berubah, pelatihan etika akan
tetap efektif karena membantu karyawan mengenali berbagai dilema etis dan menyadari
masalah-masalah eis yang mendasari tindakan mereka. Argumen lain adalah bahwa pelatihan
etis mempertegas kembali harapan organisasi agar anggota-anggitanya bertindak secara etis.

2.3 Metode Pelatihan

Metode pelatihan diklasifikasikan menjadi formal atau informal, dan on-the job atau off-the
job.
Secara historis, pelatihan berarti pelatihan formal. Pelatihan ini direncanakan sebelumnya dan
mempunyai format yang terstuktur rapi. Namun sebagian besar pelatihan di tempat kerja
terdiri atas pelatihan informal-tidak terstruktur, tidak terencana, dan bisa diadaptasikan
dengan mudah pada situasi dan individunya untuk mengajarkan keterampilan dan membuat
karyawan tidak ketinggalan jaman. Pada kenyataannya, kebanyakan pelatihan informal tidak
lain adalah para karyawan yang saling memberikan bantuan. Mereka saling berbagi informasi
dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan.

Pelatihan on-the job mencakup rotasi kerja, magang, tugas belajar, dan program mentoring
formal. Keberatan utama terhadap pelatihan ini adalah seringkali mengganggu kerja. Oleh
karena itu organisasi menyelenggarakan pelatihan off-the job. Pelatihan off-the job meliputi
menonton video, seminar umum, program belajar sendiri, kursus internet, kelas televise
satelit, dan aktivitas kelompok yang menggunakan permainan peran dan studi kasus.

Menyesuaikan Pelatihan Formal agar Sesuai dengan Gaya Belajar Karyawan

Cara Anda memproses, memperdalam, dan mengingat materi yang baru dan sulit tidak selalu
sama dengan orang lain. Fakta ini berarti bahwa pelatihan formal yang efektif harus
disesuaikan agar mencerminkan gaya belajar dari karyawan. Misalnya dengan cara membaca,
memperhatikan, mendengarkan, dan berpartisipasi.

Beberapa orang dapat menyerap informasi secara lebih baik ketika mereka membaca. Orang-
orang ini dapat belajar menggunakan computer hanya dengan duduk dan membaca
petunjuknya. Beberapa orang belajar dengan baik melalui obervasi. Mereka memperhatikan
orang lain dan kemudian meniru perilaku yang telah mereka lihat itu. Beberapa orang belajar
melalui mendengarkan untuk menyerap informasi. Orang-orang ini akan lebih suka belajar
menggunakan computer, misalnya dengan mendengarkan rekaman. Orang yang lebih suka
gaya belajar dengan berpartisipasi, mereka ingin duduk, menyalakan computer, dan
mendapatkan pengalaman langsung dengan praktik.

Gaya belajar yang berbeda-beda tidak tertutup satu dari yang lain. Jika tahu tipe yang lebih
disukai oleh para karyawan Anda, Anda bisa merancang program pelatihan formal
berdasarkan preferensi ini. Terlalu banyak menggunakan salah satu tipe mengajar akan
menyebabkan individu yang tidak belajar dengan baik pada gaya belajar lain dirugikan.

2.4 Evaluasi Kinerja (Evaluasi Performance)

2.4.1 Efektifness Organisasi dan Efektifness Kebijakan Dan Praktek MSDM

Sebuah organisasi yang betul-betul efektif adalah organisasi yang mampu menciptakan
suasana kerja di mana para pekerja tidak hanya melaksanakan pekerjaan yang telah
dibebankan saja tetapi juga membuat suasana supaya para pekerja lebih bertanggung jawab,
bertindak secara kreatif demi peningkatan efisiensi dalam usaha mencapai tujuan. the
conception of effectiveness depends on how the organization is viewed tiga pendekatan
dalam memahami efektivitas menurut Steers (1985) adalah pendekatan tujuan (the goal
optimization approach), pendekatan sistem (sistem theory approach), dan pendekatan
kepuasan partisipasi (participant satisfaction model).

Pendekatan Tujuan. Suatu organisasi berlangsung dalam upaya mencapai suatu tujuan. Oleh
karena itu, dalam pendekatan ini efektivitas dipandang sebagai goal attainment/goal
optimization atau pencapaian sasaran dari upaya bersama. Derajat pencapaian sasaran
menunjukkan derajat efektivitas. Suatu program dikatakan efektif jika tujuan akhir program
tercapai. Dengan perkataan lain, pencapaian tujuan merupakan indikator utama dalam menilai
efektivitas.

Pendekatan Sistem. Pendekatan ini memandang efektivitas sebagai kemampuan organisasi


dalam mendayagunakan segenap potensi lingkungan serta memfungsikan semua unsur yang
terlibat. Efektivitas diukur dengan meninjau sejauh mana berfungsinya unsur-unsur dalam
sistem untuk mencapai tujuan.

Pendekatan Kepuasan Partisipasi. Dalam pendekatan ini, individu partisipan ditempatkan


sebagai acuan utama dalam menilai efektivitas. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa
keberadaan organisasi ditentukan oleh kualitas partisipasi kerja individu. Selain itu, motif
individu dalam suatu organisasi merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas
partisipasi. Sehingga, kepuasan individu menjadi hal yang penting dalam mengukur
efektivitas organisasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi adalah (1) Adanya tujuan yang jelas,
(2) Struktur organisasi. (3) Adanya dukungan atau partisipasi masyarakat, (4) Adanya sistem
nilai yang dianut. Organisasi akan berjalan terarah jika memiliki tujuan yang jelas. Adanya
tujuan akan memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Selanjutnya tujuan organisasi mencakup beberapa fungsi diantaranya yaitu memberikan
pengarahan dengan cara menggambarkan keadaan yang akan datang yang senantiasa dikejar
dan diwujudkan oleh organisasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi organisasi harus diperhatian untuk mewujudkan suatu


efektivitas. Richard M Steers menyebutkan empat faktor yang mempengaruhi efektivitas,
yaitu:

1. Karakteristik Organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti susunan
sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur merupakan cara yang unik
menempatkan manusia dalam rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur,
manusia ditempatkan sebagai bagian dari suatu hubungan yang relatif tetap yang akan
menentukan pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas.

2. Karakteristik Lingkungan, mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah lingkungan


ekstern yaitu lingkungan yang berada di luar batas organisasi dan sangat berpengaruh
terhadap organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek
kedua adalah lingkungan intern yang dikenal sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang
secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi.

3. Karakteristik Pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas. Di


dalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan, akan tetapi kesadaran individu
akan perbedaan itu sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Jadi apabila
suatu rganisasi menginginkan keberhasilan, organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan
tujuan individu dengan tujuan organisasi.

4. Karakteristik Manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk
mengkondisikan semua hal yang di dalam organisasi sehingga efektivitas tercapai. Kebijakan
dan praktek manajemen merupakan alat bagi pimpinan untuk mengarahkan setiap kegiatan
untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen
harus memperhatikan manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja.
Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan atas sumber
daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan
keputusan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi.

2.4.2 Faktor-Faktor yang Menunjang Efektivitas

Kebijakan dan praktek MSDM secara umum dikatakan efektif bila kebijakan dan praktek
yang berlangsung dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi, secara spesifik, Kebijakan
dan Praktek MSDM di dalam organisasi atau perusahaan dapat dikatakan efektif dengan
menilai melalui sejumlah hal berikut yaitu; Sejauh mana kebijakan-kebijakan SDM yang ada
menunjang sasaran dan strategi SDM? Sejauh mana keterkaitan terapan kebijakan dan
praktek-praktek SDM dengan hasil (HR outcomes)? Apakah kinerja karyawan meningkat?
Absentism menurun? Orientasi karyawan pada pelanggan meningkat? Apakah Pendelegasian
wewenang pengambilan keputusan berjalan efektif?.

2.4.3 Tujuan Evaluasi dan Apa yang Dievaluasi

Evaluasi performance dilakukan dengan beberapa tujuan diantaranya adalah:

untuk membantu manajemen dalam membuat keputusan-keputusan umum terkait sumber


daya manusia seperti promosi, transfer, dan terminasi

mengidentifikasi kebutuhan traning dan pengembangan SDM

sebagai kriteria untuk menilai/memvalidasi seleksi dan program pengembangan yang


dilaksanakan.

Sebagai feedback bagi karyawan itu sendiri, yaitu sebagai penilaian bagi performansi
individu yang terkait mengenai bagaimana organisasi melihat kinerja mereka.
Sebagai dasar penilaian reward, dalam hal ini membantu dalam memutuskan siapa yang akan
mendapatkan penghargaan atas prestasi kerja yang diraih.

Penilaian terhadap performansi melalui sejumlah kriteria mempengaruhi perilaku dan apa
yang dikerjakan oleh karyawan. Beberapa kriteria yang populer[13] dalam menilai
performansi adalah:

Individual task outcome

Perilaku

Traits

2.4.4 Metode evaluasi performance

Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengevaluasi performance adalah:

Essai tertulis

Critical incidents

Graphic Rating scale

Behaviorally anchored rating scale

Forced comparison

2.5 Isu Tentang Kebijakan Sumber Daya Manusia

2.5.1 Keterkaitan antara individu dalam organisasi dengan kebijakan dan praktek MSDM

Kebijakan dan praktek MSDM dalam suatu organisasi dapat diartikan secara berbeda-beda
oleh tiap individu dalam organisasi tersebut. the messages imparted often are understood
quite idiosyncratically;that is,two employees may read the same practice differently(Guzzo.,
Noonan:1994). Hal ini disebabkan adanya interpretasi yang berbeda-beda dari tiap individu
terhadap suatu kebijakan perusahaan atau organisasi yang akan memperngaruhi terhadap
praktek MSDMnya. the interpretations employees do make of HR Practices(Guzzo.,
Noonan:1994). Scheneider dan colleages dalam penelitiannya atas persepsi karyawan
terhadap event, praktek dan prosedur kerja, menemukan bahwa praktek HR sangat terkait
dengan interpretasi karyawan. HR Practices(selection,training,performance appraisal,pay, and
benefits) were among the organizational practices most strongly related to interpretations of
the climate for customer service(Guzzo., Noonan:1994).

Interpretasi karyawan terhadap suatu kebijakan dapat dipelihara dengan memberikan


penjelasan yang jelas terhadap anggota organisasi(karyawan) pada awal diperkenalnya suatu
organisasi dan kebijakannya, hal ini untuk menjaga agar expectation dari karyawan tetap
pada tataran realistic. Harapan yang reastik membantu mempertahankan persepsi yang baik
dari karyawan terhadap suatu kebijakan, lebih jauh lagi akan mempengaruhi interpretasi
karyawan tersebut terhadap suatu kebijakan MSDM dan akan mempengaruhi perilaku dari
karyawan tersebut seperti tingkat tidakhadiran, kinerja, orientasi karyawan,dan turn over.

2.5.2 Kesetaraan Kesempatan Bekerja atau Equal Employment Opportunity (EEO)

Salah satu isu terkait kebijakan dan praktek MSDM adalah mengenai kesetaraan kesempatan
kerja atau Equal Employment Opportunity (EEO). kesetaraan kesempatan untuk
mendapatkan pekerjaan berarti kesempatan yang sama bagi setiap individu untuk menempati
jabatan atau pekerjaan tertentu tanpa memandang jenis kelamin atau gender, maupun
kekurangan fisik dan perbedaan agama, kepercayaan dan etnis. Equal employment
opportunity adalah the equal right of all citizens to the opportunity to obtain employment
regardless of their gender, age, race, country of origin, religion, or disabilities. Kesetaraan
kesempatan bekerja ini adalah konsep yang luas yang menunjukkan bahwa setiap orang harus
mendapat perlakuan yang sama pada semua tindakan yang berhubungan dengan pekerjaan.
Kesetaraan dan keadilan gender dalam pekerjaan dapat terlaksana dengan dihapuskannya
diskriminasi dalam pekerjaan, dan perolehan hak serta perlakuan yang sama dalam bekerja.

Persamaan kesempatan dalam bekerja dan memperoleh pekerjaan ini, tercantum juga dalam
konvensi ILO, Discrimination (Employment and Occupation) Convention No.111,
Concerning Discrimination In Respect of Employment and Occupation yang ditetapkan
tanggal 25 juni 1958 dan diberlakukan 15 Juni 1960. Konvensi ini berisi 8 artikel yang berisi
tentang diskriminasi dalam pekerjaan, yang menegaskan bahwa istilah ”diskriminasi”
meliputi setiap pembedaan, pengecualian atau pengutamaan atas dasar ras, warna kulit, jenis
kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal-usul sosial yang berakibat
meniadakan dan mengurangi persamaan kesempatan; juga menegaskan bahwa untuk tujuan
Konvensi ini, istilah pekerjaan dan jabatan meliputi juga kesempatan mengikuti pelatihan
keterampilan, memperoleh pekerjaan dan jabatan tertentu dan syarat-syarat kondisi kerja.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi ini melalui Undang-Undang No. 21 Tahun 1999
tentang Pengesahan ILO Convention No.111 Concerning Discrimination In Respect of
Employment and Occupation (Konvensi ILO mengenai diskriminasi dalam pekerjaan dan
jabatan). Sejalan dengan Konvensi ILO no.111 tahun 1958, pada tahun 1957 telah
dikeluarkan kesepakatan untuk pengupahan yang sama bagi laki-laki dan perempuan melalui
Konvensi ILO no.100 mengenai Pengupahan Bagi Laki-Laki Dan Wanita Untuk Pekerjaan
Yang Sama Nilainya, yang juga telah diratifikasi ke dalam Undang-Undang no. 80 tahun
1957 tentang Persetujuan Konvensi ILO no.100. Sejak diratifikasinya kedua Konvensi ini
berarti negara Indonesia telah menyetujui dan mengesahkan hasil dari Konvensi dan
memberlakukannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, di
samping itu setiap negara yang telah meratifikasi konvensi ILO harus menjalankan isi
Konvensi tersebut bersama-sama dengan ILO sendiri; sehingga disusunlah suatu guideline
untuk pelaksanaan persamaan kesempatan bekerja (EEO) di Indonesia, hal ini dimaksudkan
agar organisasi-organisasi dan perusahaan di Indonesia memiliki arah dan pedoman untuk
melaksanakan persamaan kesempatan bekerja (EEO) sesuai dengan prinsip-prinsip EEO.
Prinsip EEO yang utama yaitu “a fair chance for everyone at work”, dimana setiap orang
harus memiliki akses yang equal, dan dalam pekerjaan setiap orang harus memiliki
kesempatan yang equal untuk memperoleh training dan promosi serta kondisi kerja yang fair.
EEO tidak mengasumsikan bahwa setiap orang memiliki kemampuan yang sama, kualifikasi
yang sama dan pengalaman yang sama tetapi bertujuan memberikan setiap orang kesempatan
yang sama (equal chance) untuk menggunakan dan mengeluarkan seluruh bakat dan
kemampuannya.

BAB XVIII

PERUBAHAN ORGANISASIONAL DAN MANAJEMEN STRES

PERUBAHAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN STRES

PERUBAHAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN STRES

Dalam menghadapi lingkungan pekerjaan yang semakin dinamis dan terus berubah, maka
organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri. Jika tidak maka bersiaplah organisasi
tersebut untuk mati. Hal ini adalah konsekuensi hidup pada saat ini yang termasuk pada
zaman ketidaksinambungan, persaingan antar organisasi selalu berubah. Ekonomi global
memunculkan banyak pesaing yang datang dari berbagai tempat. Organisasi yang berhasil
adalah organisasi yang dapat berubah untuk menghadapi persaingan, mereka akan tangkas,
mampu secara cepat mengembangkan inovasi-inovasi baru dan siap menghadapi persaingan
baru. Akan tetapi perubahan dilakukan melalui berbagai pemikiran terlebih dahulu.

Perubahan memiliki arti membuat sesuatu menjadi lain. Melakukan perubahan haruslah
dengan rencana yang matang, perubahan terencana disini maksudnya adalah kegiatan
perubahan yang sengaja dan berorientasi pada tujuan. Adapun beberapa tujuan perubahan
adalah :

1. Perubahan mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri


terhadap perubahan lingkungan.

2. Perubahan mengupayakan perilaku karyawan.

Masalah Dalam Perubahan


Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling
sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat
populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan. Penolakan atas perubahan tidak selalu
negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan
secara sembarangan.

Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar.
Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes,
mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat
laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja
meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya.

Sumber penolakan atas perubahan terbagi menjadi penolakan yang dilakukan oleh individual
dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.

1. RESISTENSI INDIVIDUAL

Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai
sumber penolakan atas perubahan.

a. KEBIASAAN

Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang sepanjang
hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5
pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur
pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-
hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul
mekanisme diri, yaitu penolakan.

b. RASA AMAN

Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan akan rasa
aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat
karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai.

c. FAKTOR EKONOMI

Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurunnya pendapatan.
Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah lembur.

d. TAKUT AKAN SESUATU YANG TIDAK DIKETAHUI


Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak
pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah
perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak
perubahan.

e. PERSEPSI

Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini mempengaruhi
sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena
banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga
menimbulkan sikap negatif.

2. RESISTENSI ORGANISASIONAL

Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan.
Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenalkan doktrin keterbukaan dalam
menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem
pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan
apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Terdapat enam sumber
penolakan atas perubahan.

a. INERSIA STRUKTURAL

Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main,
uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasilkan stabilitas. Jika perubahan dilakukan,
maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.

b. FOKUS PERUBAHAN BERDAMPAK LUAS

Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian saja
karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian diubah maka bagian lain pun
terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa
mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.

c. INERSIA KELOMPOK KERJA

Meskipun individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk
menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu
perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka
dukungan individual menjadi lemah.

d. ANCAMAN TERHADAP KEAHLIAN


Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok kerja tertentu.
Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan para
juru gambar.

e. ANCAMAN TERHADAP HUBUNGAN KEKUASAAN YANG TELAH MAPAN.

Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai


ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.

f. ANCAMAN TERHADAP ALOKASI SUMBER DAYA

Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah


relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Apakah
perubahan akan mengurangi anggaran atau pegawai kelompok kerjanya.

Mengatasi Penolakan Atas Perubahan

Stephen P. Robbins dalam bukunya Organizational Behavior mengusulkan enam taktik yang
bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan:

1. Pendidikan dan Komunikasi

Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya
perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah,
diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.

2. Partisipasi

Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai
fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan

3. Memberikan kemudahan dan dukungan

Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-
pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan.

4. Negosiasi

Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang
menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan
yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi
keinginan mereka
5. Manipulasi dan Kooptasi

Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memelintir (twisting)


fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan
lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada
pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.

6. Paksaan

Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang
menentang dilakukannya perubahan.

MANAJEMEN STRES

Stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang tampak sulit dan membuat
ketidakseimbangan dalam hidup. Dalam perilaku organisasi, dibutuhkan suatu manajemen
stress untuk menghadapi tuntutan yang berlebihan. Tujuan manajemen stress untuk
meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik lagi dari pada sebelumnya. Manajemen
stress akan menganalisa pengaruh stress pada kinerja dan kemampuan berpikir seseorang.

Stres adalah suatu ketidakseimbangan diri/ jiwa dan realitas kehidupan setiap hari yang tidak
dapat dihindari perubahan yang memerlukan penyesuaian. Sering dianggap sebagai kejadian
atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan stress, seperti cedera, sakit atau kematian
orang yang dicintai, putus cinta. Perubahan positif juga dapat menimbulkan stress, seperti
naik pangkat, perkawinan, jatuh cinta.

Manajemen stres adalah kemampuan untuk mengendalikan diri ketika situasi, orang-orang,
dan kejadian-kejadian yang ada memeberi tuntutan yang berlebihan.

Apabila ditinjau dari penyebab stres, menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990), dapat
digolongkan sebagai berikut :

· Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara
amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.

· Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormone, atau
gas.
· Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan
penyakit.

· Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik
sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.

· Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan


dan perkembangan pada masa bayi hingga tua.

· Stres psikis/ emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial,


budaya, atau keagamaan.

Reaksi Psikologis terhadap stress

1. Kecemasan, respon paling umum yang dirasakan dalam bentuk emosi yang sukar
digambarkan seperti kuatir, tegang, prihatin, takut, jantung berdebar, keluar keringat dingin
dan susah tidur.

2. Kemarahan dan agresi adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagai ancaman. Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress yang
mungkin dapat menyebabkan agresi. Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang
melakukan tindakan kasar dengan jalan yang tidak wajar. Kadang-kadang disertai perilaku
kegilaan, tindak sadis dan perilaku menyakiti orang.

3. Depresi ialah keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah/semangat dan disertai rasa
sedih.

Ada dua pendekatan dalam manajemen stres, yaitu:

1. Pendekatan Individu

a. Penerapan manajemen waktu

Pengaturan waktu yang sangat tepat akan menjamin seseorang tidak akan menjadi stres.
Dikarenakan setiap orang pastinya memiliki rasa lelah yang sangat besar dan perlukan
pembagian waktu untuk istirahat dan merelaksasikan tubuh dari kepadatan jadwal kerja. Pola
pembagian waktu yang baik antar waktu bekerja, beribadah, dan waktu istirahat.

b. Penambahan waktu olahraga


Dalam tubuh manusia diperluakan olah raga yang dapat mengatur dan merangsang syaraf
motorik dan otot-otot sehingga membuat badan kita menjadi bugar. Ketahanan fisik yang
dimiliki pun akan semakin baik. Olah raga pun bisa dilakukan seminggu 3 kali atau 1 minggu
sekali. Bisa dengan joging di pagi atau di sore hari, cukup melakukan olah raga yang ringan.

c. Pelatihan relaksasi

Setelah melakukan kerja yang cukup padat dan banyak, tentunya membuat tubuh menjadi
lelah dan diperlukan relaksasi yang membantu menenangkan tubuh yang tegang menjadi
relaks. Merefresh otak yang sudah di pakai untuk bekerja setiap hari. Cara yang ampuh dalam
relaksasi bisa dengan mendengarkan musik atau menonton film sambil bersantai. Namun ada
juga yang malakukan meditasi atau yoga.

d. Perluasan jaringan sosial

Berhubungan dengan banyak orang memang sangat diperlukan. Selain dengan mempermudah
dalam pekerjaan, dengan memiliki banyak jaringan pertemanan juga bisa kita manfaatkan
sebagi tempat berbagi dalam memecahkan masalah yang dialami. Terkadang setiap orang hal
seperti ini sangat diperlukan sekali. Karena itu manusia adalah makhluk sosial yang saling
butuh membutuhkan.

2. Pendekatan organisasional

a. Menciptakan iklim organisasi yang mendukung

Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang tinggi
yang menyertakan infleksibel. Ini dapat membawa stres kerja yang sungguh-sungguh.
Strategi pengaturan mungkin membuat struktur lebih desentralisasi dan organik dengan
membuat keputusan partisipatif dan aliran keputusan ke atas. Perubahan struktur dan proses
struktural mungkin akan menciptakan iklim yang lebih mendukun bagi pekerja, memberikan
mereka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin akan mencegah atau
mengurangi stres kerja mereka.

b. Penetapan tujuan yang realistis

Setiap organisasi pastinya memiliki suatu tujuan yang pasti. Baik bersifat profit maupun non
profit. Namun tujuan organisasi itu harus juga bersifat real sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki oleh organisasi tersebut. Kemampuan suatu organisasi dapat dilihat dari skli yang
dimiliki oleh setiap orang anggotanya. Dengan tujuan yang jelas dan pasti tentunya juga
sesuai dengan kemampuan anggotanya maka segala tujuan pasti akan tercapai pula. Namun
sebaliknya jika organisasi tidak bersikap realistis dan selalu menekan anggotanya tanpa
adanya kordinasi yang jelas stres itu akan timbul.
c. Penyeleksian personil dan penempatan yang baik

Pada dasarnya kemampuan ilmun atau skil yang dimiliki oleh seyiap orang mungkin akan
berbede satu dengan yang lainnya. Penempatan kerja yang sesuai dengan keahlian sangat
menunjang sekali terselesaikannya suatu pekerjaan. Penyesuaiaan penempatan yang baik dan
penseleksian itu yang sangat diperluakan suatu perusahaan atau organisasi agar setiap tujuan
dapat tercapai dengan baik

d. Perbaikan komunikasi organisasi

Komunikasi itu sangatlah penting sekali dalam berorganisasi. Komunikasi dapat


mempermudah kerja seseorang terutama dalam team work. Sesama anggota yang tergabung
dalam satu kelompok selalu berkordinasi dan membicarakan program yang akan dilakukan.
Komunikasinya pun harus baik dan benar. Sering sekali terjadi kesalahan dan tidak mampu
menempatkan posisi dan jabatan sehingga terjadi kesalahan dalam berkomunikasi.

e. Membuat bimbingan konseling

PERUBAHAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN STRES

Dalam menghadapi lingkungan pekerjaan yang semakin dinamis dan terus berubah, maka
organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri. Jika tidak maka bersiaplah organisasi
tersebut untuk mati. Hal ini adalah konsekuensi hidup pada saat ini yang termasuk pada
zaman ketidaksinambungan, persaingan antar organisasi selalu berubah. Ekonomi global
memunculkan banyak pesaing yang datang dari berbagai tempat. Organisasi yang berhasil
adalah organisasi yang dapat berubah untuk menghadapi persaingan, mereka akan tangkas,
mampu secara cepat mengembangkan inovasi-inovasi baru dan siap menghadapi persaingan
baru. Akan tetapi perubahan dilakukan melalui berbagai pemikiran terlebih dahulu.

Perubahan memiliki arti membuat sesuatu menjadi lain. Melakukan perubahan haruslah
dengan rencana yang matang, perubahan terencana disini maksudnya adalah kegiatan
perubahan yang sengaja dan berorientasi pada tujuan. Adapun beberapa tujuan perubahan
adalah :

1. Perubahan mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri


terhadap perubahan lingkungan.

2. Perubahan mengupayakan perilaku karyawan.

Masalah Dalam Perubahan

Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling
sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat
populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan. Penolakan atas perubahan tidak selalu
negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan
secara sembarangan.

Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar.
Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes,
mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat
laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja
meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya.

Sumber penolakan atas perubahan terbagi menjadi penolakan yang dilakukan oleh individual
dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.

1. RESISTENSI INDIVIDUAL

Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai
sumber penolakan atas perubahan.

a. KEBIASAAN

Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang sepanjang
hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5
pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur
pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-
hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul
mekanisme diri, yaitu penolakan.

b. RASA AMAN

Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan akan rasa
aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat
karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai.

c. FAKTOR EKONOMI

Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurunnya pendapatan.
Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah lembur.

d. TAKUT AKAN SESUATU YANG TIDAK DIKETAHUI

Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak
pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah
perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak
perubahan.

e. PERSEPSI

Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini mempengaruhi
sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena
banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga
menimbulkan sikap negatif.

2. RESISTENSI ORGANISASIONAL

Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan.
Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenalkan doktrin keterbukaan dalam
menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem
pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan
apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Terdapat enam sumber
penolakan atas perubahan.

a. INERSIA STRUKTURAL

Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main,
uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasilkan stabilitas. Jika perubahan dilakukan,
maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.

b. FOKUS PERUBAHAN BERDAMPAK LUAS

Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian saja
karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian diubah maka bagian lain pun
terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa
mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.

c. INERSIA KELOMPOK KERJA

Meskipun individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk
menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu
perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka
dukungan individual menjadi lemah.

d. ANCAMAN TERHADAP KEAHLIAN

Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok kerja tertentu.
Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan para
juru gambar.
e. ANCAMAN TERHADAP HUBUNGAN KEKUASAAN YANG TELAH MAPAN.

Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai


ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.

f. ANCAMAN TERHADAP ALOKASI SUMBER DAYA

Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah


relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Apakah
perubahan akan mengurangi anggaran atau pegawai kelompok kerjanya.

Mengatasi Penolakan Atas Perubahan

Stephen P. Robbins dalam bukunya Organizational Behavior mengusulkan enam taktik yang
bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan:

1. Pendidikan dan Komunikasi

Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya
perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah,
diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.

2. Partisipasi

Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai
fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan

3. Memberikan kemudahan dan dukungan

Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-
pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan.

4. Negosiasi

Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang
menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan
yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi
keinginan mereka

5. Manipulasi dan Kooptasi

Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memelintir (twisting)


fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan
lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada
pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.

6. Paksaan

Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang
menentang dilakukannya perubahan.

MANAJEMEN STRES

Stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang tampak sulit dan membuat
ketidakseimbangan dalam hidup. Dalam perilaku organisasi, dibutuhkan suatu manajemen
stress untuk menghadapi tuntutan yang berlebihan. Tujuan manajemen stress untuk
meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik lagi dari pada sebelumnya. Manajemen
stress akan menganalisa pengaruh stress pada kinerja dan kemampuan berpikir seseorang.

Stres adalah suatu ketidakseimbangan diri/ jiwa dan realitas kehidupan setiap hari yang tidak
dapat dihindari perubahan yang memerlukan penyesuaian. Sering dianggap sebagai kejadian
atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan stress, seperti cedera, sakit atau kematian
orang yang dicintai, putus cinta. Perubahan positif juga dapat menimbulkan stress, seperti
naik pangkat, perkawinan, jatuh cinta.

Manajemen stres adalah kemampuan untuk mengendalikan diri ketika situasi, orang-orang,
dan kejadian-kejadian yang ada memeberi tuntutan yang berlebihan.

Apabila ditinjau dari penyebab stres, menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990), dapat
digolongkan sebagai berikut :

· Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara
amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.

· Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormone, atau
gas.

· Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan
penyakit.

· Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik
sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.
· Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan
dan perkembangan pada masa bayi hingga tua.

· Stres psikis/ emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial,


budaya, atau keagamaan.

Reaksi Psikologis terhadap stress

1. Kecemasan, respon paling umum yang dirasakan dalam bentuk emosi yang sukar
digambarkan seperti kuatir, tegang, prihatin, takut, jantung berdebar, keluar keringat dingin
dan susah tidur.

2. Kemarahan dan agresi adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagai ancaman. Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress yang
mungkin dapat menyebabkan agresi. Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang
melakukan tindakan kasar dengan jalan yang tidak wajar. Kadang-kadang disertai perilaku
kegilaan, tindak sadis dan perilaku menyakiti orang.

3. Depresi ialah keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah/semangat dan disertai rasa
sedih.

Ada dua pendekatan dalam manajemen stres, yaitu:

1. Pendekatan Individu

a. Penerapan manajemen waktu

Pengaturan waktu yang sangat tepat akan menjamin seseorang tidak akan menjadi stres.
Dikarenakan setiap orang pastinya memiliki rasa lelah yang sangat besar dan perlukan
pembagian waktu untuk istirahat dan merelaksasikan tubuh dari kepadatan jadwal kerja. Pola
pembagian waktu yang baik antar waktu bekerja, beribadah, dan waktu istirahat.

b. Penambahan waktu olahraga

Dalam tubuh manusia diperluakan olah raga yang dapat mengatur dan merangsang syaraf
motorik dan otot-otot sehingga membuat badan kita menjadi bugar. Ketahanan fisik yang
dimiliki pun akan semakin baik. Olah raga pun bisa dilakukan seminggu 3 kali atau 1 minggu
sekali. Bisa dengan joging di pagi atau di sore hari, cukup melakukan olah raga yang ringan.

c. Pelatihan relaksasi
Setelah melakukan kerja yang cukup padat dan banyak, tentunya membuat tubuh menjadi
lelah dan diperlukan relaksasi yang membantu menenangkan tubuh yang tegang menjadi
relaks. Merefresh otak yang sudah di pakai untuk bekerja setiap hari. Cara yang ampuh dalam
relaksasi bisa dengan mendengarkan musik atau menonton film sambil bersantai. Namun ada
juga yang malakukan meditasi atau yoga.

d. Perluasan jaringan sosial

Berhubungan dengan banyak orang memang sangat diperlukan. Selain dengan mempermudah
dalam pekerjaan, dengan memiliki banyak jaringan pertemanan juga bisa kita manfaatkan
sebagi tempat berbagi dalam memecahkan masalah yang dialami. Terkadang setiap orang hal
seperti ini sangat diperlukan sekali. Karena itu manusia adalah makhluk sosial yang saling
butuh membutuhkan.

2. Pendekatan organisasional

a. Menciptakan iklim organisasi yang mendukung

Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang tinggi
yang menyertakan infleksibel. Ini dapat membawa stres kerja yang sungguh-sungguh.
Strategi pengaturan mungkin membuat struktur lebih desentralisasi dan organik dengan
membuat keputusan partisipatif dan aliran keputusan ke atas. Perubahan struktur dan proses
struktural mungkin akan menciptakan iklim yang lebih mendukun bagi pekerja, memberikan
mereka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin akan mencegah atau
mengurangi stres kerja mereka.

b. Penetapan tujuan yang realistis

Setiap organisasi pastinya memiliki suatu tujuan yang pasti. Baik bersifat profit maupun non
profit. Namun tujuan organisasi itu harus juga bersifat real sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki oleh organisasi tersebut. Kemampuan suatu organisasi dapat dilihat dari skli yang
dimiliki oleh setiap orang anggotanya. Dengan tujuan yang jelas dan pasti tentunya juga
sesuai dengan kemampuan anggotanya maka segala tujuan pasti akan tercapai pula. Namun
sebaliknya jika organisasi tidak bersikap realistis dan selalu menekan anggotanya tanpa
adanya kordinasi yang jelas stres itu akan timbul.

c. Penyeleksian personil dan penempatan yang baik

Pada dasarnya kemampuan ilmun atau skil yang dimiliki oleh seyiap orang mungkin akan
berbede satu dengan yang lainnya. Penempatan kerja yang sesuai dengan keahlian sangat
menunjang sekali terselesaikannya suatu pekerjaan. Penyesuaiaan penempatan yang baik dan
penseleksian itu yang sangat diperluakan suatu perusahaan atau organisasi agar setiap tujuan
dapat tercapai dengan baik
d. Perbaikan komunikasi organisasi

Komunikasi itu sangatlah penting sekali dalam berorganisasi. Komunikasi dapat


mempermudah kerja seseorang terutama dalam team work. Sesama anggota yang tergabung
dalam satu kelompok selalu berkordinasi dan membicarakan program yang akan dilakukan.
Komunikasinya pun harus baik dan benar. Sering sekali terjadi kesalahan dan tidak mampu
menempatkan posisi dan jabatan sehingga terjadi kesalahan dalam berkomunikasi.

e. Membuat bimbingan konseling

Bimbingan konseling ini bisa dirasakan cukup dalam mengatasi stres. Konseling yang
dilakukan kepada psikolog yang lebih kompeten dalam masalah kejiwaan seseorang.
Psikologis seseorang terganggu sekali ketika stres itu menimpa. Rasa yang tidak tahan dan
ingin keluar dari tekanan-tekanan yang dirasakan tentunya akan menambah rasa stres yang
dihadapinya. Konseling dengan psikolog sedikitnya mungkin bisa membantu keluar dari
tekanan stres.

Bimbingan konseling ini bisa dirasakan cukup dalam mengatasi stres. Konseling yang
dilakukan kepada psikolog yang lebih kompeten dalam masalah kejiwaan seseorang.
Psikologis seseorang terganggu sekali ketika stres itu menimpa. Rasa yang tidak tahan dan
ingin keluar dari tekanan-tekanan yang dirasakan tentunya akan menambah rasa stres yang
dihadapinya. Konseling dengan psikolog sedikitnya mungkin bisa membantu keluar dari
tekanan stres.

Anda mungkin juga menyukai