0 - BAB II New
0 - BAB II New
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Asuhan Keperawatan pada Tn. J Yang
Mengalami Spinal Cord Injury di Gedung IRNA Teratai Kamar 226 Lantai
6 Selatan RSUP Fatmawati”. Karya Tulis Ilmiah ini disusun guna melengkapi
salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program DIII Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Jakarta 1.
Dalam penulisan laporan hasil keperawatan ini penulis tidak terlepas dari
hambatan dan kesulitan yang berasal dari intrinsik maupun ekstrinsik namun atas
dukungan dari berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah,
terutama:
1. Ibu drg. Ita Astit Karmawati, MARS selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Jakarta 1
2. Ibu Mumpuni S.K., M.Biomed selaku ketua jurusan keperawatan
3. Tarwoto S.Kep, Ners, M.Kep selaku pembimbing karya tulis ilmiah dan
wali kelas tingkat III tahun 2016-2019 yang saya cintai terimakasih atas
semua support dan semangatnya.
4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar dan staff jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta 1.
5. Kedua orang tua tercinta, Bapak Warjiono dan Ibu Partiyah yang
memberikan support materil serta do’a nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan perkuliahan.
6. Kakak tercinta (Tovan Bahari dan Devi Utami Larassati) yang selalu
memberikan support, doa, dan bantuan kepada penulis dalam
menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Kepada sahabat dan saudara penulis (Galuh Septika Maharani) yang selalu
membantu penulis dan memberikan support selama penyusunan Karya
Tulis Ilmiah ini.
8. Kepada perawat ruangan di ruang teratai lantai 6 selatan RSUP Fatmawati
yang membantu penulis dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
9. Kepada pihak keluarga Tn. J yang sangat kooperatif dan membantu penulis
selama proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
b. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum:
Memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan Tn. J yang
mengalami Spinal Cord Injury di RSUP Fatmawati Jakarta.
Tujuan Khusus:
1). Menggambarkan proses dan hasil:
a). Pengkajian keperawatan pada Tn. J yang mengalami Spinal
Cord Injury di RSUP Fatmawati Jakarta.
b). Penetapan diagnosis keperawatan pada Tn. J yang mengalami
Spinal Cord Injury di RSUP Fatmawati Jakarta.
c). Perencanaan keperawatan untuk memecahkan masalah yang
ditemukan pada Tn. J yang mengalami Spinal Cord Injury di
RSUP Fatmawati Jakarta.
d). Implementasi keperawatan pada Tn. J yang mengalami Spinal
Cord Injury di RSUP Fatmawati Jakarta.
e). Evaluasi keperawatan pada Tn. J yang mengalami Spinal Cord
Injury di RSUP Fatmawati Jakarta.
2). Membahas kesenjangan antara teori dan kasus Ny. A yang
mengalami Fraktur Colum Femur di RSUP Fatmawati Jakarta.
c. Manfaat
a. Bagi penulis, sebagai sarana berlatih menambah pengetahuan dan
mengembangkan ilmu keperawatan dengan mengumpulkan
informasi ilmiah untuk kemudian dikaji, dianalisis, dan disusun
dalam satu karya tulis yang ilmiah, informatif, bermanfaat, serta
menambah kekayaan intelektual.
b. Bagi institusi pendidikan dan para akademisi, dapat menambah
ilmu pengetahuan kesehatan dibidang ilmu keperawatan,
khususnya keperawatan dewasa/keperawatan medikal bedah untuk
dapat dimanfaatkan sebagai sumber atau bahan kajian dalam
menambah ilmu pengetahuan di bidang keperawatan.
c. Bagi wahana praktik, dapat dijadikan referensi dalam
mengembangkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan cedera medula spinalis (Cervikal) atau cedera tulang
belakang yang belum dikaji dalam penelitian ini.
d. Sistematika Penulisan
Laporan kasus ini disusun berdasarkan sumber yang diperoleh
melalui buku dan jurnal ilmiah. Referensi yang penulis ambil
berasal dari Perpustakaan serta internet. Penulis membutuhkan
waktu 1 bulan untuk menyelesaikan laporan ini dimulai tanggal 8
April 2019 sampai dengan 14 April 2019. Adapun unsur masing-
masing bagian dan penjelasannya secara detail serta pengertian
lengkap diuraikan sebagai berikut:
1. Bagian awal terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut:
a. Lembar judul adalah identitas yang memberikan gambaran
tentang isi dari laporan
b. Kata pengantar berisikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun
laporan
c. Daftar isi adalah daftar yang memuat gambaran tentang isi
laporan
2. Bagian isi sistematika penulisan terdiri dari beberapa unsur
sebagai berikut:
a. Bab I pendahuluan
Latar belakang yang berisi gambaran definisi tentang
cedera medulla spinalis, prevalensi kejadian cedera medulla
spinalis, gambaran patofisiologi, masalah yang dihadapi
pasien cedera medulla spinalis, serta peran perawat dalam
menghadapi pasien dengan cedera medulla spinalis, tujuan
umum dan tujuan khusus, manfaat penulisan, serta
sistematika penulisan.
b. Bab II Tinjauan teori:
Adalah kumpulan teori yang digunakan dalam pembuatan
laporan, meliputi definisi, anatomi dan fisiologi, etiologi
dan faktor resiko, patofisiologi, tanda dan gejala,
penatalaksanaan medis, serta asuhan keperawatan pada
pasien dengan cedera medulla spinalis.
c. Bab III Tinjauan kasus
Berisi gambaran kasus tentang pasien dengan cedera
medulla spinalis yang terdiri dari pengkajian, analisa,
intervensi, implementasi, sampai evaluasi.
d. Bab IV Pembahasan
Adalah penjelasan mengenai permasalahan kasus yang
diangkat oleh kelompok, permasalahan disini berupa pasien
dengan cedera medulla spinalis.
e. Bab V penutup yang terdiri dari bebrapa unsur sebagai
berikut:
a. Kesimpulan adalah jawaban atas permasalahan kasus.
b. Saran merupakan tindak lanjut dari kesimpulan.
3. Bagian akhir dari laporan ini terdiri dari beberapa unsur sebagai
berikut: Daftar pustaka sebagai pendokumentasian sumber
bacaan ilmiah yang digunakan untuk penulisan laporan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
(yustika.wordpress.com)
Sebanyak 31 pasang saraf spinal berasal dari segmen yang berbeda dari
spinal cord, yang terdiri dari 8 pasang dari servikal, 12 pasang bagian
torakal, 5 pasang lumbal, 5 pasang sakral dan 1 pasang bagian kogsigeal.
Setiap nervus spinalis terbentuk dari penggabungan radiks dorsalis dan
radiks ventralis yang berhubungan pada segmen medulla spinalis. Pada
radiks ventralis pada segmen medulla spinalis. Pada radiks ventralis terdiri
atas serat-serat eferen somatik dan viseral sedangkan radiks dorsalis terdiri
atas serat-serat aferen somatik dan viseral. Inversi saraf-saraf aferen spinal
yang berasal dari satu radiks dorsalis beserta ganglionnya disebut
dermatoma. Dermatoma menggambarkan area permukaan kulit yang
dipersarafi oleh nervus tertentu. (Tarwoto 2013). Medula spinalis
merupakan bagian lanjutan dari medula oblongata yang menjulur ke arah
kaudal melalui foramen magnum lalu berakhir di antara vertebra lumbal
pertama dan kedua. Fungsi medula spinalis yaitu mengadakan komunikasi
antara otak dan semua bagian tubuh dan bergerak refleks (Brunner dan
Suddarth, 2011)
Etiologi
Pathway
3.Trauma
Statuspada
nu servikalis Trauma pada
Fraktur, subluksasi,
tipe ekstensi servikalis tipe fleksi
dislokasi, kompresi
diskus, robeknya
ligamentum, dan
kompresi akar syaraf.
Aktual/Risiko: Nyeri
Tindakan pola nafas Spasme otot
dekompresi tidak efektif.
dan Curah jantung Kompresi diskus
stabilisasi menurun Hambatan
dan kompresi
akar saraf mobilitas
disisinya sisinya
Fase asuhan
F Prognosis
perioperatif
penyakit
Respons Kecemasan
Paralisis
psikologis
ekstremitas atas
4. KLASIFIKASI CEDERA MEDULA SPINALIS
Cedera medula spinalis dapat diklasifikasikan:
1. Komusio medula spinalis adalah suatu kedaan dimana fungsi
medula spinalis hilang sementara tanpa disertai gejala sisa atau
sembuh secara sempurna. Kerusakan pada komosio medula
spinalis dapat berupa edema, perdarahan verivaskuler kecil-
kecil dan infark pada sekitar pembuluh darah.
2. Kompresi medula spinalis berhubungan dengan cedera
vertebra, akibat dari tekanan pada medula spinalis.
3. Kontusio, adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada
vertebra, ligamen dengan terjadinya perdarahan, edema,
perubahan neuron dan reaksi peradangan.
4. Laserasio Medula spinalis merupakan kondisi yang berat
karena terjadi kerusakan medula spinalis. Biasanya disebabkan
karena dislokasi, luka tembak hilangnya fungsi medula spinalis
umumnya bersifat permanen. (Tarwoto, 2013).
Quadriplegia Paralisis
Perlu bantuan
pernafasan
ventilator
Tidak
Memerlukan
terkontrolnya
bantuan
bowel dan
seluruhnya.
bladder.
Berakibat
fatal
Cervikal 5 Hilangnya
(C5) fungsi
motorik dari
atas ke
bawah.
Hilangnya
Quadriplegia Memerlukan
sensasi di
bantuan
bawah
seluruh
klavikula.
aktivitas
Tidak perawatan diri.
terkontrolnya
bowel dan
bladder.
Hilangnya
Cervikal 6 fungsi
(C6) motorik di
bawah batas
bahu dan
lengan.
Sensasi lebih
Quadriplegia banyak pada
lengan dan
tangan
dibandingkan
pada C6.
Yang lain
mengalami Mampu
menggunakan
fungsi yang kursi roda
sama dengan
C5
mampu
Cervikal 8 mengontrol
(C8) lengan tetapi Meningkatnya
beberapa hari kemandirian
lengan dalam
mengalami aktivitas
kelemahan hidup.
Hilangnya
Quadriplegia sensasi di
bawah dada
Hilangnya
kemampuan Dapat mandiri
motorik dan dalam
sensasi di perawatan diri
bawah dada
tengah
Kemungkina
Thorakal (T1- n beberapa Dapat bekerja
T6) otot dengan
interkosta menggunakan
mengalami kursi roda
kerusakan
Hilangnya
Paraplegia kontrol Sama seperti
bowel dan pada T1-T6
bladder. tetapi ada
peningkatan
keseimbangan
duduk
Fungsi
Thorakal (T6- pernafasan
T12) sempurna
tetapi
hilangnya
fungsi bowel
dan bladder.
Paraplegia Hilangnya
fungsi Kemandirian
motorik dari dengan kursi
pelvis dan roda
tungkai
Hilangnya
Lumbal (L1- sensasi dari
L3) abdomen
bagian bawah
dan tungkai,
tidak
terkontrol
bowel dan
bladder.
Hilangnya
Paraplegia beberapa Ambulasi
fungsi dengan
motorik pada brankas.
pangkal
paha, lutut
dan kaki.
Tidak
Lumbosacral terkontrol
(L4-S1) bladder dan
bowel
Hilangnya
Paraplegia fungsi Ambulasi
motorik normal.
ankle plantar
fleksor.
Hilangnya
sensasi pada
Sakral (S2-S4) bagian
tungkai dan
perineum.
Pada keadaan
awal terjadi
Paraplegia gangguan
bladder dan
bowel.
Komplikasi:
Menurut Emma, (2011) komplikasi yang terjadi pada pasien
dengan trauma servikal adalah:
1. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur
simpatik yang desending pada medulla spinalis. Kondisi ini
mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan
persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah viseral serta ekstremitas
bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya
terjadi hipotensi.
2. Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks,
terlihat setelah terjadinya cedera medulla spinalis. Pada
syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit
walaupun tidak seluruh bagian rusak.
3. Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang
merupakan hasil dari cedera yang mengenai medulla
spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal atas.
4. Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat
banyak, kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi.
Penatalaksanaan medis
Bahrudin (2016) menyatakan bahwa penatalaksanaan yang
dapat dilakukan pada pasien dengan trauma medulla
spinalis yaitu:
a. Jika ada fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis
servikalis, segera pasang collar fiksasi leher, jangan
gerakan kepala atau leher.
b. Jika ada fraktur kolumna vertebra torakalis, angkut
pasien dalam keadaan telungkup, lakukan fiksasi torakal
(pakai korset)
c. Fraktur daerah lumbal, fiksasi dengan korset lumbal.
d. Kerusakan medulla spinalis dapat menyebabkan tonus
pembuluh darah menurun karena paralisis fungsi sistem
saraf ortosimpatik, akibatnya tekanan darah turun beri
infus bila mungkin plasma atau darah, dextran-40 atau
ekspafusin. Sebaiknya jangan diberikan cairan isotonik
seperti NaCl 0,9% atau glukosa 5%. Bila perlu berikan
adrenalin 0,2 mg boleh diulang 1 jam kemudian. Bila
denyut nadi < 44 kali/menit, beri sulfas atropin 0,25 mg
IV (intravena).
e. Gangguan pernafasan kalau perlu beri bantuan dengan
respirator atau cara lain dan jaga jalan nafas tetap
lapang.
f. Jika lesi diatas C-8; termoregulasi tidak ada, mungkin
terjadi hiperhidrosis usahakan suhu badan tetep normal.
g. Jika ada gangguan miksi; pasang kondom kateter atau
dauer kateter dan jika ada gangguan defekasi berikan
laksan atau klisma.
h. Tindakan operasi dilakukan bila:
1). Ada fraktur, pecahan tulang menekan medulla
spinalis
2). Gambaran neurologis progresif memburuk.
Farmakoterapi
Penatalaksanaan Medis
Prinsip penatalaksanaan adalah:
1. Segera dilakukan immobilisasi
2. Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti dilakukan
pemasangan collar servikal, atau dengan menggunakan bantalan
pasir.
3. Mencegah progresivitas gangguan medulla spinalis misalnya
dengan pemberian oksigen, cairan intravena, pemasangan NGT.
4. Terapi pengobatan:
Kortikosteroid seperti deksametason untuk mengontrol
edema.
Antihipertensi seperti diazoxide untuk mengontrol tekanan
darah akibat autonomik hyperrefleksia akut.
Kolinergik seperti bethanechol chlorida untuk menurunkan
aktivitas bladder.
Antidepresan seperti imipramine hydrochlorida untuk
meningkatkan tonus leher bladder.
Antihistamin untuk menstimulus beta-reseptor dari bladder
dan uretra.
Agen antiulcer sepeti ranitidine
Pelunak feses seperti docusate sodium.
5. Tindakan operasi, dilakukan dengan indikasi tertentu seperti
adanya fraktur servikal dengan fragmen yang menekan lengkung
saraf.
6. Rehabilitasi dilakukan untuk mencegah komplikasi, mengurangi
cacat dan mempersiapkan pasien untuk hidup di masyarakat.
Pemeriksaan Diagnostik:
1. X-Ray Kepala
X-Ray kepala dapat melihat keadaan tulang tengkorak, misal sinus dan
beberapa kelainan serebral karena pengkapuran. Informasi yang dapat
diperoleh dari pemeriksaan ini adalah mengidentifikasi fraktur
tengkorak, kelainan vaskuler, perubahan degeneratif. Prosedur
pemeriksaan X-Ray kepala, pasien ditempatkan pada papan/ meja
dengan posisi kepala tidak hiperekstensi atau termanipulasi. Lama
pemeriksaan ini hanya beberapa menit.
Indikasi
Pasien dengan fraktur kepala
Tumor otak
Abnormal vaskuler
Perubahan degeneratif
Kontraindikasi
Tidak ada
Jelaskan tentang tujuan dari prosedur ini, katakan bahwa prosedur ini
tidak nyeri.
2. X-Ray spinal
X-Ray spinal dapat melihat daerah cervical, thorakal, lumbal, dan
sakral dari spinalis. X-Ray spinal memberi informasi data tentang
dislokasi, fraktur vertebra, erosi tulang, pengapuran, kollap vertebra,
spondilosis.
Indikasi
Trauma vertebra
Fraktur dan dislokasi
Nyeri
Gangguan motorik dan sensorik
Kontraindikasi
Tidak ada
Kontraindikasi
Jelaskan pada pasien untuk tidak terlalu cemas, karena tindakan ini
tidak membahayakan dan tidak terasa nyeri. Jika akan
menggunakan kontras anjurkan pasien untuk puasa selama 4 jam
sebelum pemeriksaan. Tanyakan pada pasien apakah ada alergi
terhadap kontras. Jika kontras diberikan, maka setelah pemeriksaan
perlu diobservasi kemungkinan adanya anafilaktik seperti adanya
mual, muntah, takhikardia, meningkatnya pernafasan. Pasien
dianjurkan untuk minum yang cukup banyak karena kontras
bersifat hipertonik sehingga menimbulkan diuresisi. Monitor
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Indikasi
Kontraindikasi
5. Angiografi Cerebral
Angiografi cerebral adalah pengamatan melalui radiografi terhadap
arteri-arteri yang mendarahi kepala, leher, wajah setelah pemasukan
kontras radio-opaque. Pemeriksaan ini sangat penting dalam
memberikan informasi tentang kepatenan, ukuran, obstruksi obstruksi
pada pembuluh darah cerebral. Teknik pemeriksaan ini dengan
memasukan kawat penuntun dan kateter pada area arteri femoralis atau
karotis atau reguler dengan cairan garam yang mengandung heparin
untuk mencegah pembentukan bekuan darah pada ujung kateter dan
mengurangi resiko emboli dan stroke. Dilakukan injeksi kontras dan
dilakukan sejumlah pemotretan meliputi fase-fase arteri, kapiler, dan
vena.
Indikasi
Kelainan vaskuler cerebral
Aneurisma
Malformasi arteriovaskuler
Melihat arteri dan vena cerebral.
Kontraindikasi
Komplikasi
6. Elektroencephalography (EEG)
Electroencephalography (EEG) adalah catatan grafik dari
gelombang aktivitas listrik otak. Pemeriksaan ini penting untuk
mengetahui normal atau tidaknya aktivitas listrik dalam otak.
Sedikitnya ada 17- 21 elektroda yang dipasang di kepala pasien ,
misalnya pada prefrontal, frontal, temporal, oksipital.
Indikasi
Untuk mendiagnosa epilepsi, kematian otak
Ensefalitis
Keadaan demensia
Evaluasi pengobatan intoksikasi
Kontraindikasi
Tidak ada
7. Elektromyografi (EMG)
Electromyography merupakan pemeriksaan untuk mengukur dan
mencatat elektrik otot skletal dan konduksi saraf. Saat pemeriksaan
pasien dimasukkan jarum besar kedalam otot.
Indikasi
Mendiagnosa adanya kelainan otot
Gangguan konduksi neuromuskuler.
Kontraindikasi
Indikasi
Kontraindikasi
Komplikasi
Meningitis
Herniasi otak
Parestesia pada ekstrimitas bawah.
Pengkajian
1. Sistem Pernafasan
Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan otot-otot
pernafasan tambahan
2. Sistem kardiovaskuler
Bradikardia, hipotensi, disritmia, orthostatik hipertensi
3. Status neurologi
Nilai GCS karena 20% pasien cedera medula spinalis disertai cedera
kepala
4. Fungsi motorik
Kehilangan sebagian atau seluruh gerakan motorik dibawah garis
kerusakan, adanya quadriplegia, paraplegia.
5. Refleks tendon
Adanya spinal shock seperti hilangnya refleks di bawah garis kerusakan,
post spinal shock seperti adanya hiperefleksia (pada gangguan uper motor
neuron/UMN dan flacid pada gangguan lower motor neuron/LMN.
6. Fungsi sensorik
Hilangnya sensasi sebagian atau seluruh bagian dibawah garis kerusakan.
7. Fungsi otonom
Hilangnya tonus vasomotor, kerusakan termoregulator.
8. Autonomik hiperefleksia (kerusakan pada T6 keatas)
Adanya nyeri kepala, peningkatan tekanan darah, bradikardia, hidung
tersumbat, pucat dibawah garis kerusakan, cemas, dan gangguan
penglihatan.
9. Sistem gastrointestinal
Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising usus,
stres ulcer, feses keras atau inkontinensia.
10. Sistem urinaria
Retensi urine, inkontinensia.
11. Sistem muskuloskletal
Atropi otot, kontraktur, menurunnya gerak sendi (ROM)
12. Kulit
Adanya kemerahan pada daerah yang tertekan (tanda awal dekubitus)
13. Fungsi seksual
Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur.
14. Psikososial
Reaksi pasien dan keluarga, masalah keuangan, hubungan dengan
masyarakat.
Intervensi Rasional
Mandiri:
a. Auskultasi bising usus, catat a. Bising usus mungkin tidak ada
lokasi dan karakteristiknya. selama syok spinal , hilangnya
b. Catat adanya keluhann mual, bising menandakan adanya
ingin muntah, periksa muntahan paralitik ileus.
atau sekresi gaster (Jika b. Hilangnya peristaltik (Karena
terpasang NGT) dan feses untuk gangguan saraf) melumpuhkan
bekuan darah. usus, membuat distensi ilues dan
c. Catat frekuensi, karakterisktik usus. Catatan: distensi usus
dan jumlah feses. berlebihan menyokong
d. Kenali tanda-tanda/periksa terbentuknya disrefleksia otonom
adanya sumbatan, seperti segera setelah syok spinal
tidakadanya feses yang terbentuk sembuh.
selama beberapa hari, feses semi c. Perdarahan gastrointestinal dapat
cair, kegelisahan, perasaan penuh terjadi sebagai efek samping dari
di perut/abdomen. terapi tertentu (steroid atau
e. Lakukan latihan defekasi secara antikoagulan).
teratur d. Mengidentifikasi derajat
f. Anjurkan pasien untuk makan gangguan/disfungsi dan
makanan yang sehat dan yang kemungkinan bantuan yang
termasuk makanan berserat dan diperlukan.
pemasukan cairan yang lebih e. Intervensi dini perlu untuk
banyak (minimal 2000 ml/hari, mengatasi konstipasi secara
termasuk juice/sari buah. efektif/feses yang tertahan dan
g. Observasi adanya inkontinensia mengurangi risiko terjadinya
dan bantu pasien komplikasi.
menghubungkan inkontinensia f. Program untuk seumur hidup ini
dengan perubahan diet perlu untuk secara rutin
(makanan) atau rutinitas sehari- mengeluarkan feses dan biasanya
sehari termasuk stimulasi manual,
h. Berikan perawatan kulit dengan minum jus dan/atau cairan hangat
cermat dan menggunakan pelunak
feses/supositoria pada interval
Kolaborasi tertentu. Kemampuan
i. Masukkan/pertahankan selang mengontrol pengeluaran feses
NGT dan hubungkan dengan yang penting untuk kemandirian
penghisap jika diperlukan. fisik pasien dan penerimaan
j. Konsultasikan dengan ahli sosial.
gizi/tim dari nutrisi. g. Meningkatkan konsistensi feses
k. Masukkan selang rektal jika untuk dapat melewati usus
diperlukan. dengan mudah.
l. Berikan obat sesuai indikasi: h. Hilangnya kontrol sfingter ani
Pelunak feses, laksatif, dan saraf didaerah tertentu
suppositoria, enema, beresiko tinggi untuk
m. antasida, simtidin (Tagamet), iritasi/kerusakan kulit.
ranitidin (Zantac). i. Digunakan untuk mengurangi
retensi gaster (lambung) dan
mencegah muntah (mengurangi)
risiko aspirasi).
j. Membantu merencanakan
makanan yang disesuaikan
dengan kebutuhan individu dan
fungsi pencernaan/eliminasinya.
k. Mengurangi distensi usus yang
meningkatkan respons autonom.
l. Menstimulasi peristaltik dan
pengeluaran feses secara rutin.
m. Mengurangi atau menetralisir
asam lambung untuk mencegah
iritasi lambung atau resiko tinggi
terjadinya perdarahan.
Intervensi Rasional
a. Kaji terhadap adanya nyeri. a. Pasien biasanya melaporkan
Bantu pasien mengidentifikasi nyeri diatas tingkat cedera. Mis.,
dan menghitung nyeri, mis., dada/punggung atau
lokasi, tipe nyeri, intensitas, kemungkinan sakit kepala dari
skala 0-10. alat stabiliser. Setlah fase syok
b. Evaluasi peningkatan iritabilitas, spinal, pasien melaporkan
tegangan otot, gelisah, spasme otot dan nyeri fantom di
perubahan tanda vital yang tak bawah tingkat cedera.
dapat dijelaskan. b. Petunjuk nonverbal dari
c. Bantu pasien dalam nyeri/ketidaknyamanan
mengidentifikasi faktor memerlukan intervensi
pencetus. c. Nyeri terbakar dan spasme otot
d. Baerikan tindakan kenyamanan, dicetuskan/diperberat oleh
mis., perubahan posisi, massase, banyak faktor, mis., ansietas,
kompres hangat/dingin, sesuai tegangan, suhu eksternal
indikasi. ekstrem, duduk lama, distensi
e. Dorong penggunaan teknik kandung kemih.
relaksasi, mis., pedoman d. Tindakan alternatif mengontrol
imajinasi, visualisasi, latihan nyeri digunakan untuk ketungan
nafas dalam, berikan aktivitas emosional, selain menurunkan
hiburan, mis., televisi, radio, kebutuhan obat nyeri/efek tak
telepon, kunjungan tak terbatas. diinginkan pada fungsi
f. Berikan obat sesuai indikasi; pernafasan.
relaksasi otot, mis., dantren e. Memfokuskan kembali perhatian,
(Dantrium); analgesik; meningkatkan rasa kontrol, dan
antiansietas, mis., diazepam dapat meningkatkan kemampuan
(valium). koping.
f. Dibutuhkan untuk
menghilangkan spasme/nyeri
otot atau untuk menghilangkan
ansietas dan meningkatkn
istirahat
Intervensi Rasional
a. Kaji secara teratur fungsi a. Mengevaluasi keadaan secara
motorik (jika timbul suatu khusus (gangguan sensori-motorik
keadaan syok spinal/edema dapat bermacam-macam dan atau
yang berubah). Dengan tak jelas. Pada beberapa lokasi
menginstruksikan pasien untuk trauma mempengaruhitipe dan
melakukan gerakan seperti pemilihan intervensi.
mengangkat bahu, b. Meningkatkan sirkulasi,
meregangkan jari-jari, mempertahankan tonus otot dan
menggenggam tangan mobilitas sendi, meningkatkan
memeriksa atau melepas mobilisasi sendi dan mencegah
genggaman pemeriksa. kontraktur dan atrofi otot.
b. Bantu/lakukan latihan rom c. Mencegah kontraktur pada daerah
pada semua ekstremitas dan bahu.
sendi, pakailah gerakan d. Hilangnya tonus pembuluh darah
perlahan dan lembut. Lakukan dan gerakan otot mengakibatkan
hiperekstensi pada paha secara bendungan darah dan vena akan
teratur (periodik). menjadi statis di bagian bawah
c. Letakan tangan dalam posisi abdomen, ekstremitas bawah,
(melipat) kedalam menuju meningkatnya resiko terjadinya
pusaran 90 derajat dengan hipotensi dan pembentukan
teratur trombus.
d. Tinggikan ekstremitas bawah e. Mencegah kelelahan,
beberapa saat sewaktu duduk memberimkan kesempatan untuk
atau angkat kaki/bagian bawah berperan serta/melakukan upaya
tempat tidur jika diinginkan yang maksimal.
pada keadaan tertentu. Kaji f. Hipotensi ortostatik dapat terjadi
adanya edema pada sebagai akibat dari bendungan
kaki/pergelangan tangan. vena (sekunder akibat hilangnya
e. Buat rencana aktivitas untuk tonus otot vaskuler).
pasien sehingga pasien dapat Memiringkan/meninggikan kepala
beristirahat tanpa terganggu. dapat menyebabkan hipotensi dan
f. Ukur/pantau tekanan darah bahkan pingsan.
sebelum dan sesudah g. Mengurangi tekanan pada salah
melakukan aktivitas dalam fas satu area dan meningkatkan
akut atau sampai keadaan sirkulasi perifer.
pasien stabil. Ganti posisi h. Mengurangi ketegangan
dengan perlahan. otot/kelelahan dapat membantu
g. Gantilah posisi secara periodik mengurangi nyeri, spasme otot,
walaupun dalam keadaan spasitas/kejang.
duduk. Ajarkan pasien untuk i. Gangguan sirkulasi, hilangnya
menggunakan teknik sensasi atau kelumpuhan
memindahkan berat badan. merupakan resiko tinggi terjadinya
h. Anjurkan pasien untuk luka karena tekanan. Pertimbangan
menggunakan teknik relaksasi. untuk seumur hidup (lihat pada
i. Inspeksi kulit setiap hari. DK: Integritas kulit, kerusakan,
Observasi adanya daerah yang resiko tinggi terhadap, hal.355).
tertekaan dan lakukan j. Banyak sekali pasien dengan
perawatan kulit dengan benar. trauma saraf servikal mengalami
Ajarkan pasien untuk pembentukan trombus karena
menginspeksi keadaan gangguan sirkulasi perifer,
kulitnya dan gunakan cermin immobilisasi dan kelumpuhan
untuk melihat bagian yang flaksid.
sulit dilihat. k. Perkembangan emboli paru terjadi
j. Kaji rasa nyeri, kemerahan, perlahan karena persepsi nyeri
bengkak, ketegangan otot jari terganggu dan trombus vena
k. Amati adanya dispnea tiba- bagian dalam tidak diketahui.
tiba, sianosis dari tanda-tanda l. Membatasi bendungan darah pada
lain dari distress pernafasan. ekstremitas bawah atau abdomen,
l. Gunakan kaos kaki/stoking selanjutnya meningkatkan tonus
antiembolik, alat SCD vasomotor dan mengurangi
(sequential compression pembentukan trombus dan emboli
device) pada kaki. paru.
m. Konsultasi dengan ahli terapi m. Membantu dalam merencanakan
fisik/terapi kerja dari tim dan melaksanakan latihan secara
rehabilitasi. individual dan
n. Berikan relaksan otot sesuai mengidentifikasi/mengembangkan
kebutuhan dan diazepam alat-alat bantu untuk
(Valium), baklofen (Lioresal); mempertahankan fungsi,
Kantrolen (Dantrium). mobilisasi dan kemandirian pasien.
n. Berguna untuk membatasi untuk
membatasi dan mengurangi nyeri
yang berhubungan dengan spasitas
(kejang).
Intervensi Rasional
a. Inspeksi seluruh area kulit, catat a. Kulit biasanya cenderung rusak
pengisian kapiler, adanya karena perubahan sirkulasi
kemerahan, pembengkakan, perifer, ketidakmampuan untuk
berikan perhatian khusus pada merasakan tekanan, immobilisasi,
daerah belakang kepala, kulit gangguan pengaturan suhu.
didaerah kaus kaki atau pada b. Meningkatkan sirkulasi dan
lekukan dimana kulit sering melindungi permukaan kulit,
tersentuh/tertekan. mengurangi terjadinya ulserasi.
b. Lakukan massase dan lubrikasi Pasien-pasien dengan
pada kulit dengan quadriplegia dan paraparese
losion/minyak . lindungi sendi memerlukan perlindungan
dengan menggunakan bantalan seumur hidupnya terhadap
busa, wool, matras egg crate kemungkinan terjadinya
pada daerah tumit/sikut, dekubitus yang dapat
gunakan pengeras kulit khusus. menyebabkan nekrosis dan sepsis
jaringan yang terus berkembang.
c. Meningkatkan sirkulasi pada
kulit dan mengurangi tekanan
c. Lakukan perubahan posisi pada daerah tulang yang
sesering mungkin di tempat menonjol.
tidur ataupun sewaktu duduk. d. Kulit yang bersih dan kering
d. Bersihkan dan keringkan kulit cenderung tidak akan cenderung
khususnya daerah-daerah mengalami ekskorasi/kerusakan.
dengan kelembaban tinggi e. Mengurangi/mencegah adanya
seperti perineum. Rawat atau iritasi pada kulit.
hindari daerah-daerah garis f. Menstimulasi sirkulasi,
ujung brace meningkatkan nutrisi sel atau
e. Jagalah alat tenun tetap kering oksigenasi sel dan untuk
dan bebas dari lipatan-lipatan meningkatkan kesehatan
dan kotoran. jaringan.
f. Anjurkan pasien untuk terus g. Untuk meningkstksn arus balik
melakukan program latihan vena , mengurangi pembentukan
g. Tinggikan ekstremitas bawah edema
secara periodik h. Mengurangi sirkulasi dan sensasi
h. Hindari/batasi injeksi di bawah meningkatkan resiko terjadinya
lokasi trauma. absorpsi, reaksi lokal , dan
nekrosis jaringan.
Intervensi Rasional
a. Pertahankan jalan nafas; posisi a. Pasien dengan trauma servikal
kepala dalam posisi netral, bagian atas dan gangguan
tinggikan sedikit kepala tempat muntah/batuk akan membutuhkan
tidur jika dapat ditoleransi pasien; bantuan untuk mencegah
gunakan tambahan/beri jalan nafas aspirasi/mempertahankan jalan
buatan jika ada indikasi. nafas
b. Lakukan penghisapan bila perlu. b. Jika batuk tidak efektif,
Catat jumlah, jenis, dan penghisapan dibutuhkan untuk
karakteristik sekresi mengeluarkan sekret,
c. Kaji fungsi pernafasan dengan meningkatkan distribusi udara, dan
menginstruksikan pasien untuk mengurangi resiko infeksi
melakukan nafas dalam. Catat pernafasan.
adanya/tidak ada pernafasan c. Trauma pada C1-C2 menyebabkan
spontan, contoh pernafasan hilangnya fungsi pernafasan secara
labored, menggunakan otot menyeluruh. Trauma C4-5
aksesori. mengakibatkan hilangnya fungsi
d. Auskultasi suara nafas. Catat pernafasan yang bervariasi
bagian-bagian paru yang bunyinya tergantung pada terkenanya saraf
menurun atau tidak ada atau frenikus dan fungsi diafragma
adanya suara nafas adventisius tetapi biasanya menurunkan
(ronki, mengi, krekels). kapasitas vital dan selalu
e. Catat kemampuan (kekuatan) dan/ melakukan upaya ekstra untuk
atau keefektifan dari fungsi batuk. bernafas.
f. Bantu pasien untuk batuk (jika d. Hipoventilasi biasanya terjadi atau
diperlukan) dengan meletakkan menyebabkan
tangan dibawah diafragma dan akumulasi/atelektasis atau
mendorong keatas sewaktu pasien pneumonia (komplikasi yang
melakukan ekspirasi. sering terjadi).
g. Observasi warna kulit; adanya e. Letak trauma menentukan fungsi
sianosis, keabu-abuan. otot-otot interkostal, atau
h. Kaji adanya distensi abdomen dan kemampuan untuk batuk
spasme otot. spontan/mengeluarkan sekret.
i. Ubah posisi/balik secara teratur, f. “Quad coughing” dilakukan untuk
hindari/batasi posisi teluyngkup menambah volume batuk atau
jika diperlukan. untuk memfasilitasi pengenceran
j. Anjurkan pasien untuk minum sekret agar sekret tersebut mengalir
(minimal 2000ml/hari). keatas sehingga mudah dihisap.
k. Pantau/batasi pengunjung jika g. Menggambarkan akan terjadinya
diperlukan. gagal nafas yang memerlukan
l. Analisa gas darah arteri dan/atau evaluasi dan intervensi medis
nadi oksimetri. dengan segera.
m. Berikan oksigen dengan cara yang h. Perasaan penuh pada abdomen
tepat seperti dengan kanul dapat menggambarkan adanya
oksigeb, masker, intubasi, dan kelainan pada diafragma,
sebagainya. penurunan ekspansi paru, dan
n. Bantu dengan fisioterapi dada penurunan ekspansi paru lebih
(seperti perkusi dada) dan lanjut.
gunakan alat-alat bantu pernafasan i. Meningkatkan ventilasi semua
(seperti spirometri, botol tiup, dan bagian paru, mobilisasi sekret,
sebagainya). mengurangi resiko komplikasi,
contoh atelektasis dan pneumonia.
j. Membantu mengencerkans sekret,
meningkatkan mobilisasi
sekret/sebagai ekspektoran.
k. Kelemahan secara umum dan
gangguan pernafasan membuat
resiko tinggi bagi pasien
mendapatkan infeksi saluran
pernafasan atas.
l. Menyatakan keadaan ventilasi atau
oksigenasi. Mengidentifikasi
masalah pernafasan, contoh:
hiperventilasi (PaO2
rendah/PaCO2 meningkat).
m. Metode yang akan dipilih
tergantung dari lokasi trauma,
keadaan insufisiensi pernafasan,
dan banyaknya fungsi otot
pernafasan yang sembuh setelah
fase syok spinal.
n. Mencegah sekret tertahan dan perlu
untuk memaksimalkan disfusi
udara dan mengurangi resiko
terjadinya pneumonia.
Kriteria Hasil:
- Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi
- Mempertahankan keseimbangan masukan/haluaran dengan urine
jernih, bebas bau
- Mengungkapkan/mendemonstrasikan perilaku dan teknik untuk
mencegah retensi/infeksi urinarius.
Intervensi Rasional
a. Kaji pola berkemih, seperti a. Mengidentifikasi fungsi kandung
frekuensi dan jumlahnya. kemih (mis; pengosongan
Bandingkan haluaran urine dan kandung kemih, fungsi ginjal
masukan cairan. dan keseimbangan cairan.
b. Palpasi adanya distensi kandung b. Disfungsi kandung kemih
kemih dan observasi bervariasi, ketidakmampuan
pengeluaran urine. berhubungan dengan hilangnya
c. Anjurkan pasien untuk kontraksi kandung kemih untuk
minum/masukan cairan (2-4 merilekskan sfingter urinarius
l/hari) (retensi/refluks).
d. Mulailah latihan kandung kemih c. Membantu mempertahankan
jika diperlukan, contoh dengan fungsi ginjal, mencegah infeksi
pemberian cairan diantara dan pembentukan batu. Catatan:
beberapa jam, lakukan stimulasi cairan dibatasi hanya untuk
digital pada bagian tubuh yang beberapa saat selama fase awal
sensitif, kontraksi otot abdomen, kateterisasi intermitten.
manuver Crede. d. Waktu dan jenis latihan kandung
e. Observasi adanya urine seperti kemih tergantung pada tipe
awan atau berdarah, bau yangg trauma (UMN atau LMN).
tidak enak. Catatan: manuver crede harus
f. Bersihkan daerah perineum dan digunakan dengan hati-hati
jaga agar tetap kering, lakukan karena dapat menyebabkan
perawatan kateter jika perlu. disrefleksia autonomik.
g. Jangan biarkan kandung kemih e. Tanda-tanda infeksi saluran
penuh. Jika awalnya memakai perkemihan atau ginjal dapat
kateter mulai melakukan menyebabkan sepsis.
program kateterisasi secara f. Menurunkan resiko terjadinya
intermitten jika diperlukan. iritasi kulit/kerusakan kulit atau
(kolaborasi) infeksi keatas menuju ginjal.
h. Pantau BUN, Kreatinin, SDP g. Kateter folley digunakan selama
i. Berikan pengobatan sesuai fase akut untuk mencegah retensi
indikasi, seperti vitamin dan atau urine dan untuk memantau
antiseptik urinarius, contohnya haluaran. Kateter intermitten
methenamin mendelate digunakan untuk mengurangi
(Mandelamine) komplikasi yang biasanya
berhubungan dengan
penggunaan kateter yang lama,
kateter suprapubik dapat
digunakan untuk jangka waktu
yang lama
h. Menggambarkan fungsi ginjal,
dan mengidentifikasi komplikasi
i. Mempertahankan lingkungan
asam dan menghambat
pertumbuhan bakteri (kuman).
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini penulis akan menguraikan pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada
Tn.J yang mengalami Spinal Cord Injury (CHF) di gedung Teratai Lantai 6
Selatan RSUP Fatmawati. Asuhan keperawatan dilakukan selama 3 hari, mulai
tanggal 9-11 april 2019, yang disusun berdasarkan tahapan proses keperawatan
meliputi: pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan
keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
a. Pengkajian (Assessment)
1). Proses Asuhan Keperawatan dimulai dari pengkajian yang
dilakukan pada tanggal 8 April 2019. Ditahap pengkajian, penulis
mengumpulkan data melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, hasil
pemeriksaan penunjang, dan dari rekam medis klien. Klien berinisial
Tn. J, laki-laki usia 52 tahun, beragama Islam, masuk RSUP
Fatmawati tanggal 6 April 2019 pukul 11.31 WIB dengan diagnosa
medis utama Spinal Cord Injury. Pada tanggal 22 maret 2019 klien
mengalami kecelakaan lalu lintas dengan menabrak angkutan umum
yang berhenti mendadak di depannya, pasien lalu dirujuk ke RS
POLRI dan di rawat selama 6 hari pasien dilakukan pemasangan neck
collar dan dilakukan pemeriksaan CT scan dan Rontgen Thorak,
seminggu kemudian pasien datang ke poli syaraf RS.Fatmawati untuk
kontrol karena pasien mengatakan obatnya sudah habis dan badannya
terasa nyeri. Namun, pihak poli syaraf merujuk Tn.J untuk
mendapatkan perawatan di ruang teratai Lantai 6 Selatan No. 226
untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Pasien mengatakan obat
yang diberikan dari RS POLRI sudah habis dan pasien tidak mengingat
nama obat-obat yang diberikan.
Keluhan utama pasien saat ini klien mengatakan nyeri disertai
kesemutan mulai dari area puting susu sampai dengan ujung jari kaki,
nyeri juga dirasakan di jari-jari tangan. Pasien terkadang merasakan
sensasi mati rasa mulai dari pinggang hingga ke ujung jari kaki. Klien
mengatakan badan terasa lemas dan panas di area punggung. Klien
mengatakan tidak ada riwayat penyakit apapun seperti Diabetes,
Hipertensi, asam urat , dll.
B. Diagnosa Keperawatan
4444 4444
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
4444 4444
Analisa: masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi,
planning: lakukan aktivitas sesuai jadwal, kolaborasi pemberian
obat, kolaborasi dengan fisioterapis tentang aktivitas yang sesuai
dengan kondisi klien, mobitor tanda-tanda vital klien.