Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TUGAS GEOGRAFI

“ BUDAYA SUKU ETNIS JAWA ”

Dibuat oleh : Faisa Gibran Ramadhan

Jl. Pinang Ranti II, RT.4/RW.1, RT.9/RW.1, Pinang Ranti, Makasar, Kota
Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13560.
I. KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa
selesai pada waktunya.

Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan beberapa tugas mata
pelajaran Geografi. Pada makalah ini akan dibahas mengenai pengertian budaya suku etnis
jawa, religi, ilmu pengetahuan, sistem kekerabatan, kesenian dan lain lain.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada guru
Geogafi kami Bapak Ghofar yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Jakarta, 9 Mei 2019


II. PENDAHULUAN
Budaya secara bahasa adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “buddhayah” yang merupakan bentuk
jamak dari “buddhi” (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi,
dan akal manusia.

Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan dengan kurang lebih 17.548 pulau yang
membentang. Dengan jumlah pulau yang sangat banyak tersebut, tidak heran jika Indonesia
juga kaya akan kebudayaan yang begitu beraneka ragam dari budaya Aceh sampai budaya
Papua.

Suku Jawa, sebagai salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia memiliki kebudayaan
yang begitu beraneka ragam. Beberapa orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan
suku Jawa adalah orang-orang yang lahir, mendiami daerah wilayah Jawa Tengah dan Jawa
Timur dan menggunakan bahasa Jawa. Padahal, daerah kebudayaan Jawa itu luas, meliputi
seluruh bagian tengah dan timur dari pulau Jawa. Selain suku bangsa Jawa, ada juga sub
suku dari suku bangsa ini, yaitu suku osing dan suku tengger.

Suku Jawa merupakan suku terbesar yang mendiami wilayah Indonesia. Keberadaan suku
ini bukan hanya di pulau Jawa tetapi juga menyebar merata di seluruh Nusantara. Suku Jawa
terkenal dengan keramahtamahan dan kehalusannya. Adat istiadat Jawa sangat banyak dan
beragam. Masyarakat Jawa biasanya masih mempercayai mitos-mitos dan legenda leluhur.

Peradaban Jawa termasuk maju, ini dibuktikan dengan adanya kerajaan-kerajaan besar yang
berada di tanah jawa beserta warisannya yang masih dapat dilihat hingga kini. Contohnya
adalah kerajaan Mataram, Majapahit dan sebagainya, lalu ada candi Borobudur, Prambanan,
Mendut dan lain-lain.

Mengenai budaya Jawa, Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh
masyarakat Jawa, khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara
garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY
dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan
keserasian dalam kehidupan sehari hari. Budaya Jawa juga sangat menjunjung tinggi
kesopanan dan kesederhanaan.
III. PETA PULAU JAWA

IV. SISTEM KEPERCAYAAN / RELIGI MASYARAKAT JAWA

Agama mayoritas dalam suku bangsa Jawa adalah Islam. Selain itu juga terdapat penganut
agama Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha. Masyarakat Jawa percaya bahwa hidup diatur
oleh alam, maka ia bersikap nrimo (pasrah). Masyarakat Jawa percaya keberadaan arwah/ roh
leluhur dan makhluk halus seperti lelembut, tuyul, demit, dan jin.

- Berikut beberapa jumlah penduduk yang menganut bermacam agama :


 Islam. = 92.207.046
 Kristen = 2.528.854
 Hindu. = 150.855
 Buddha. = 90.465
 Konghucu. = 2.857
 Lainnya. = 9.599
Total. = 95.217.089
Masyarakat Muslim Jawa umumnya dikategorikan ke dalam dua golongan, yaitu kaum
Santri dan Abangan. Kaum santri mengamalkan ajaran agama sesuai dengan syariat Islam,
sedangkan kaum abangan walaupun menganut Islam namun dalam praktiknya masih
terpengaruh Kejawen yang kuat.

Orang Jawa juga ada yang menganut agama Kristen (sekitar 4%), baik Protestan maupun
Katolik.Sama seperti muslim Jawa, orang Jawa Kristen juga ada yang disebut Kristen abangan
yang masih terpengaruh Kejawen yang kuat. Orang Jawa Kristen kebanyakan tersebar di
Salatiga, Surakarta, Magelang dan Yogyakarta di mana penganut Kristen mencapai 15%
hingga 25% dan penganut Islam sekitar 75% hingga 85%.

Di kota-kota besar seperti Semarang, Surabaya, Malang dan wilayah perkotaan lainnya
penduduk beragama Islam sekitar 85% hingga 95% dan Kristen sekitar 5% hingga 15% yang
sebagian juga terdiri dari orang Tionghoa. Di kawasan lainnya di Jawa Tengah, Jawa Timur
dan Yogyakarta hampir semua penduduknya beragama Islam (sekitar 95% hingga 99%) dan
penduduk non muslim hanya sekitar 1% hingga 5%.

Sekitar 1% Orang Jawa lainnya juga menganut Hindu, Buddha maupun kepercayaan suku
Jawa yang disebut sebagai Kejawen. Kantong kecil Orang Jawa Hindu masih ditemukan
dseperti di Blitar, Banyuwangi, Probolinggo dan Pasuruan di mana terdapat umat Hindu yang
membentuk populasi sekitar 1% hingga 2% dari jumlah penduduk, sedangkan kantong kecil
orang Jawa Buddha dapat ditemukan di Temanggung yang memiliki 1% umat Buddha dari
total penduduk. Di wilayah-wilayah lain penganut Hindu dan Buddha kurang dari 1%, kecuali
di Kota Surabaya yang memiliki umat Buddha 1% karena banyak terdapat orang Tionghoa.

Lalu di sisi lain ada yang namanya Selamatan, Selamatan adalah upacara makan bersama yang
telah diberi doa sebelumnya. Ada empat selamatan di Jawa sebagai berikut.

1. Selamatan lingkaran hidup manusia, meliputi: hamil tujuh bulan, potong rambut
pertama, kematian, dan kelahiran.
2. Selamatan bersih desa, upacara sebelum, dan sesudah panen.
3. Selamatan yang berhubungan dengan hari-hari/bulan-bulan besar Islam.
4. Selamatan yang berhubungan dengan peristiwa khusus, perjalanan jauh, ngruwat, dan
menempati rumah baru

Jenis selamatan kematian, meliputi: Nelung dina (tiga hari), Mitung dina (tujuh hari), Matang
puluh dina (empat puluh hari), Nyatus (seratus hari), dan Nyewu (seribu hari).

V. ILMU PENGETAHUAN / TEKHNOLOGI

Salah satu bentuk sistem pengetahuan yang ada, berkembang, dan masih ada hingga saat
ini, adalah bentuk penanggalan atau kalender.
Bentuk kalender Jawa menurut kelompok kami, adalah salah satu bentuk pengetahuan
yang maju dan unik yang berhasil diciptakan oleh para masyarakat Jawa kuno, karena
penciptaanya yang terpengaruh unsur budaya islam, Hindu-Budha, Jawa Kuno, dan bahkan
sedikit budaya barat. Namun tetap dipertahankan penggunaanya hingga saat ini, walaupun
penggunaanya yang cukup rumit, tetapi kalender Jawa lebih lengkap dalam menggambarkan
penanggalan, karena di dalamnya berpadu dua sistem penanggalan, baik penanggalan
berdasarkan sistem matahari (sonar/syamsiah) dan juga penanggalan berdasarkan perputaran
bulan (lunar/komariah).
Pada sistem kalender Jawa, terdapat dua siklus hari yaitu siklus 7 hari seperti yang kita
kenal saat ini, dan sistem panacawara yang mengenal 5 hari pasaran. Sejarah penggunaan
kalender Jawa baru ini, dimulai pada tahun 1625, dimana pada saat itu, sultan agung, raja
kerajaan mataram, yang sedang berusaha menytebarkan agama islam di pulau Jawa,
mengeluarkan dekrit agar wilayah kekuasaanya menggunakan sistem kalender hijriah, namun
angka tahun hijriah tidak digunakan demi asas kesinambungan. Sehingga pada saat itu adalah
tahun 1025 hijriah, namun tetap menggunakan tahun saka, yaitu tahun 1547.
Dalam sistem kalender Jawa pun, terdapat dua versi nama-nama bulan, yaitu nama bulan
dalam kalender Jawa matahari, dan kalender Jawa bulan. Nama- nama bulan dalam sistem
kalender Jawa komariah (bulan) diantaranya adalah suro, sapar, mulud, bakdamulud,
jumadilawal, jumadil akhir, rejeb, ruwah, poso, sawal, sela, dan dulkijah. Namun, pada tahun
1855 M, karena sistem penanggalan komariah dianggap tidak cocok dijadikan patokan petani
dalam menentukan masa bercocok tanam, maka Sri Paduka Mangkunegaran IV mengesahkan
sistem kalender berdasarkan sistem matahari. Dalam kalender matahari pun terdapat dua belas
bulan .
Berikut beberapa Tekhnologi Suku Jawa :
 Arsitektur

Arsitektur Jawa adalah bentuk bangunan khas yang dirancang oleh orang Jawa untuk
berbagai fungsi. Diantaranya adalah rumah Jawa atau Joglo yang sangat unik bentuknya.
Bentuk bangunan Jawa sangat dipengaruhi oleh agama Hindu, Buddha dan Islam. Arsitektur
Jawa juga mengadaptasi bentuk bangunan Tionghoa, Belanda dan Arab. Sejak dahulu orang
Jawa sudah pandai dalam membuat arsitektur hal ini terbukti dengan ditemukannya sejumlah
candi monumental di Jawa seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

 Terakota Majapah

Terakota Majapahit adalah kerajinan tanah liat era Majapahit. Seni Terakota adalah satu
karakter budaya pada masa Majapahit yang cukup terkenal dan banyak ditemukan. Hasil seni
ini berupa arca, bak air, jambangan, vas bunga, hiasan atap rumah, genteng, dinding sumur
(jobong), kendi, atau celengan.

 Kapal Jung

Hasil budaya teknologi Jawa lainnya adalah Kapal Jung yaitu sebuah kapal layar
tradisional yang digunakan oleh orang Jawa pada zaman kerajaan dahulu. Dalam relief candi
Borobudur terdapat penggambaran kapal Jung. Lambung kapal Jung dibentuk dengan
menyambungkan papan-papan pada lunas kapal. Kemudian disambungkan pada pasak kayu
tanpa menggunakan kerangka, baut, atau paku besi.
VI. SISTEM KEKERABATAN

Sistem kekerabatan suku bangsa Jawa adalah bilateral (garis keturunan ayah dan ibu).
Dalam sistem kekerabatan masyarakat Jawa, digunakan istilah-istilah sebagai berikut.

 Ego menyebut orang tua laki-laki adalah bapak/rama.


 Ego menyebut orang tua perempuan adalah simbok/ biyung.
 Ego menyebut kakak laki-laki adalah kang mas, kakang mas.
 Ego menyebut kakak perempuan adalah mbakyu.
 Ego menyebut adik laki-laki adalah adhi, dhimas, dik, atau le.
 Ego menyebut adik perempuan adalah ndhuk, denok, atau di.

Dalam masyarakat Jawa, istilah-istilah di atas merupakan tata cara sopan santun
pergaulan yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila melanggar nasihat
orang tua akan sengsara atau disebut kuwalat.

VII. KESENIAN SUKU JAWA

Sistem kesenian pada suku bangsa Jawa mencakup seni bangunan, seni tari, seni musik,
dan seni kerajinan.

1. Seni Bangunan

Rumah adat di Jawa Timur disebut rumah Situbondo, sedangkan rumah adat di Jawa
Tengah disebut Istana Mangkunegaran. Istana Mangkunegaran merupakan rumah adat
Jawa asli.
Pada masyarakat adat Jawa di daerah Jawa Tengah dan DIY, Istana Mangkunegaran
merupakan model bangunan rumah adat Jawa asli. Rumah adat Jawa terdiri atas tiga
ruangan, yaitu sebagai berikut.

 Dalem merupakan ruangan utama tempat tinggal keluarga.


 Pringgitan merupakan tempat untuk pertunjukan wayang kulit.
 Pendopo, tempat untuk menerima tamu dan tempat penyelenggaraan
upacara adat dan kesenian.

Adapun untuk rumah penduduk dapat dibedakan menurut bentuk atapnya. Adapun
bentuk rumah penduduk sebagai berikut.

 Rumah Limasan
 Rumah Joglo
 Rumah Serotong

Pada umumnya penduduk membangun rumah dengan tipe limasan. Masyarakat suku
bangsa Jawa yang bermukim di daerah Jawa Timur mempunyai berbagai macam model
rumah, salah satunya model rumah Situbondo.

Model rumah Situbondo merupakan model rumah adat Jawa Timur yang memperoleh
pengaruh kebudayaan Madura.

Rumah adat Jawa Timur dirancang tidak menggunakan kamar-kamar dan memiliki dua
serambi, yaitu serambi di depan dan serambi di belakang tanpa adanya pintu belakang.

Serambi depan untuk menerima tamu laki-laki, sedangkan serambi belakang untuk
menerima tamu perempuan. Pintu masuk dibuat di samping rumah.

2. Seni Tari

Tari Jawa adalah bentuk tari dan seni yang tercipta dan dipengaruhi oleh budaya Jawa.
Gerakan dalam tari Jawa teratur, tenang, dan halus. Seni Jawa sering menampilkan
kemahiran, dan pada saat bersamaan ketenangan yang hening yang jauh di atas segala hal
yang biasa-biasa saja. Tarian Jawa biasanya berhubungan budaya keraton Jawa yang
anggun, halus, dan maju, seperti tari bedaya dan srimpi. Namun, dalam arti yang lebih luas,
tari Jawa juga mencakup tari dari orang awam dan penduduk desa Jawa seperti ronggeng,
tari tayub, reog, dan kuda lumping.
Tari Jawa dan disiplinnya memiliki gaya dan filosofi yang berbeda dibandingkan
dengan tradisi tarian Indonesia lainnya. Tidak seperti tari Bali yang bersemangat dan
ekspresif atau tari Sunda yang riang dan sedikit sensual, tari Jawa biasanya melibatkan
gerakan lambat dan pose anggun. Tari Jawa agak memiliki kualitas meditatif dan cenderung
lebih reflektif diri, introspektif, dan lebih berorientasi pada pemahaman diri.[2] Tarian Jawa
biasanya dikaitkan dengan wayang orang, serta keraton-keraton di Yogyakarta dan
Surakarta karena kodrat tarian yang menjadi pusaka atau warisan suci dari para leluhur
penguasa keraton. Tarian ekspresif ini lebih dari sekadar tarian, mereka juga digunakan
untuk pendidikan moral, ekspresi emosional, dan penyebaran budaya Jawa.

Tarian-tarian di Jawa beraneka ragam di antaranya sebagai berikut.

 Tari tayuban adalah tari untuk meramaikan suasana acara, seperti: khitanan dan
perkawinan. Penari tayuban terdiri atas beberapa perempuan.
 Tari reog dari Ponorogo. Penari utamanya menggunakan topeng.
 Tari serimpi adalah tari yang bersifat sakral dengan irama lembut.
 Tari gambyong.
 Tari bedoyo.

3. Seni Musik

Pulau Jawa terdiri dari beberapa provinsi seperti, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa
Timur, Banten, D. I. Yogyakarta dan lainnya. Misalnya dari jawa tengah anda bisa melihat
berbagai macam alat musik tradisional.

Diantaranya yaitu, demung, saron, slenthem, kenong, gambang, siter, gender, gong dan
kempul. Tapi bukan hanya dari Jawa Tengah saja karena alat musik jawa masih ada dari
provinsi lainnya yang termasuk pulau jawa.
Dari Banten terdapat alat musik bedug, Selanjutnya alat musik jawa barat adalah
angklungSelanjutnya alat musik dari DKI Jakarta ada tehyan. Dari jawa timur terdapat alat
musik bonang. Yogyakarta termasuk dalam keluarga masyarakat suku Jawa. Oleh karena
itu tidak jauh beda dari kebudayaan Jawa. Namun di provinsi D.I. Yogyakarta terdapat alat
musik kendang sebagai alat musik khasnya.

Selain alat musik tradisional khas jawa tengah ada juga beberapa ragamnya, seperti
yang sangat dikenal oleh masyarakat adalah gamelan.

Beberapa alat musik dari Pulau Jawa :

1. Demung

Demung ini termasuk alat musik jawa yang tergolong dari keluarga balungan.
Seringnya terdapat pada set gamelan yakni ada 2 buah demung dengan memiliki versi nada
slendro dan pelog.

2. Saron

Alat musik jawa selanjutnya adalah saron, yang merupakan instrumen musik gamelan
dan termasuk dalam kategori balungan. Saron mempunyai peranan besar karena dibuktikan
dalam sebuah set gamelan, yakni sering terdapat 2 buah lebih saron yang digunakan dengan
nada versi pelog dan slendro.

3. Gambang

Selanjutnya alat musik jawa dari jawa tengah ada gambang. Ketika melihat nama alat
musik gambang pasti ada yang langsung beranggapan tentang kebudayaan gambang
keromong atau lebih sering dikenal dengan alat musik betawi yang terdiri dari 18 bilah
bambu yang cara menggunakannya dengan dipukul.

4. Kenong

Alat musik jawa tengah selanjutnya adalah kenong, yakni merupakan salah satu alat
musik tradisional yang disusun oleh gamelan. Yang pada umumnya dipukul dengan satu
alat pemukul. Salah satu kegunaannya adalah sebagai penegas irama dan juga batas gatr.
5. Slenthem

Slenthem juga termasuk dalam alat musik jawa, yang terdiri dari lembaran logam tipis.
Kemudian di untai menggunakan tali dan direntangkan pada atas tabung, slenthem ini
memang jarang kita dengar namanya.

6. Gender

Alat musik Gender ini termasuk alat musik jawa tengah namun kita bisa dijumpai di
daerah lainnya. Gender merupakan alat musik logam yang dipakai atau cara memainkannya
dengan cara dipukul.

4. Seni Pertunjukan

Seni pertunjukan yang terkenal adalah wayang, selain itu juga kethoprak, ludruk, dan
kentrung. Berikut beberapa contoh Seni Pertunjukan dari Pulau Jawa:

1.) Kethoprak

Kethoprak merupakan salah satu kesenian khas dari Jawa Tengah. Sebagian orang
berkata bahwa kethoprak semacam operanya masyarakat Jawa. Kethoprak apabila di
Jakarta, semacam kegiatan lenong. Cerita yang dibawakan dalam kethoprak ini berdasakan
dari cerita yang ada di kehidupan masyarakat sehari-hari.

Awal mula terbentuknya kesenian kethoprak ini adalah dari perjuangan masyarakat
Jawa dimana pada zaman dahulu, masyarakat sangat susah untuk berkumpul tanpa
dibubarkan paksa karena pada masa itu.

2.) Sendratari Ramayana Sendratari

Ramayana merupakan sebuah pertunjukan tari yang digabung dengan drama tanpa
dialog. Kegiatan ini diselenggarakan pada bulan-bulan musim kemarau. Cerita yang
disajikan dalam pertunjukan ini diangkat dari kisah Ramayana. Kisah cerita tentang
perjalanan Rama dalam menyelamatkan istrinya yang bernama Sinta, dimana ia diculik
oleh raja Negara Alengka yaitu Rahwana. Pertunjukan Sendratari Ramayana rutin
dipentaskan sejak tahun 1961, sampai sekarang. Lokasi pertujukan kesenian ini adalah di
dekat Candi Prambanan.

VIII. MATA PENCAHARIAN

Tidak ada mata pencaharian yang khas yang dilakoni oleh masyarakat suku Jawa. pada
umumnya, orang-orang disana bekerja pada segala bidang, terutama administrasi negara dan
kemiliteran yang memang didominasi oleh orang Jawa. selain itu, mereka bekerja pada sektor
pelayanan umum, pertukangan, perdagangan dan pertanian dan perkebunan. Adapun beberapa
sektor yang ditekuni oleh masyarakat Suku Jawa :

1.) Pertanian

Pertanian merupakan usaha pengolahan tanah untuk pembudidayaan tanaman pangan.


Indonesia yang merupakan negara agraris mengandalkan sektor pertanian sebagai mata
pencaharian utamanya. Sistem bercocok tanam (pertanian) muncul melalui suatu proses,
sebagai bukti dapat dilihat dari kesederhanaan bentuk alat-alat yang digunakan, cara menanam
dan jenis tanaman yang ditanam. Hal ini dilakukan secara turun menurun untuk masyarakat
yang hidup dari pertanian tersebut. Pertanian sendiri sudah dikenal kurang lebih 10.000 tahun
yang lalu.

Adapun alat-alat pertanian yaitu seperti : bajak, ani-ani, caping, sabit.

2.) Nelayan

Negara kita kaya akan potensi perikanan. Selain memiliki laut yang luas dan garis
pantai yang panjang, Indonesia juga memiliki sumber air darat yang melimpah. Semua potensi
tersebut dapat digunakan untuk mendukung sektor perikanan. Sehingga dalam hal ini,
mayoritas masyarakat di Indonesia termasuk masyarakat di Jawa Tengah banyak yang bekerja
sebagai nelayan.

Kehidupan nelayan merupakan kehidupan keras dan berat, kepada laut hidupnya digantungkan.
Nelayan identik dengan laut, mereka melaut pada sore hari bersamaan angin darat dan pulang
di pagi hari bersamaan angin laut. Nelayan harus menguasai ilmu perbintangan, iklim, cuaca,
arah angin, dan kondisi perairan sebelum melaut.

Secara tradisional, para nelayan biasanya menggunakan perahu-perahu kecil dalam


melakukan pekerjaannya, nelayan juga memerlukan suatu alat bantu untuk menangkap ikan.
Pada awalnya nelayan hanya menggunakan alat bantu “Gogo atau Gogoh”. Namun, seiring
dengan berkembangnya zaman alat-alat tersebut sudah mulai canggih. Ada berbagai macam
peralatan yang digunakan contohnya seperti : pancing, jala, sero, wuwu, kepis, seser, ajug,
anlo, bagan, ental.

3.) Pembuat Keris

Keris Merupakan karya adi luhung nenek moyang bangsa Indonesia telah lekat dalam
alam pikir serta kehidupan masyarakat Indonesia. Keris dengan segala aspeknya telah menjadi
salah satu pedoman berperilaku individual, sosial, bernegara dan berkeTuhanan. Oleh karena
itu, nilai dunia perkerisan telah berperan membentuk mentalitas bangsa Indonesia yang
berkarakter budaya.

Besalen adalah tempat kerja tradisional untuk membuat keris, tombak atau senjata
pusaka lainnya. Umumnya besalen ukuran 4x6 M atap dibuat tinggi dan sebagian dinding
terbuka. Letak besalen biasanya tidak jauh dari rumah sang empu / pembuat keris. Didalam
besalen ini terdapat alat kerja seperti paron, palu, abuban untuk meniup prapen dengan model
pengapian isap tekan.

4.) Pembuat Gerabah

Gerabah adalah perkakas yang terbuat dari tanah liat yang dibentuk kemudian dibakar
untuk dijadikan alat-alat yang berguna membantu kehidupan manusia. Gerabah telah
diperkirakan telah ada sejak masa pra sejarah, tepatnya setelah manusia hidup menetap dan
mulai bercocok tanam.

Cara pembuatannya:

1. Pengambilan tanah liat.

2. Persiapan tanah liat (disiram air hingga basah, kemudian didiamkan selama 1-2 hari).

3. Proses pembentukan

4. Penjemuran.
5. Pembakaran.

6. Penyempurnaan.

Daerah yang banyak menghasilkan gerabah / tembikar antara lain : kasongan dan pundong
(Yogyakarta).

IX. PERLENGKAPAN HIDUP


Sebagai suatu kebudayaan, suku Jawa tentu memiliki peralatan dan perlengkapan hidup
yang khas diantaranya yang paling menonjol adalah dalam segi bangunan. Masyarakat yang
bertempat tinggal di daerah Jawa memiliki ciri sendiri dalam bangunan mereka, khususnya
rumah tinggal. Ada beberapa jenis rumah yang dikenal oleh masyarakat suku Jawa,
diantaranya adalah rumah limasan, rumah joglo, dan rumah serotong. Selain itu terdapat juga
perlengkapan hidup Suku Jawa yaitu Kuwali.

Kuwali atau dalam bahasa Indonesia disebut belanga, juga merupakan salah satu jenis
peralatan dapur yang sering dipakai oleh masyarakat Jawa di masa lalu. Kuwali sebagai alat
dapur ini pada umumnya juga dibuat dari tanah liat.Cara pengolahan atau pembuatan pun
terbilang sangat sederhana. Dengan teknik sederhana, tanah liat dicampur dengan sekam
kemudian dibentuk dalam cetakan piring kayu pipih yang dapat diputar.Tanah liat ditaruh di
atas cetakan tersebut lalu diputar dan dibentuk sesuai besar kecilnya gerabah. Ciri khas bentuk
kuwali adalah bagian pantatnya berbentuk cembung, diameter lebih dari 15 cm, lebar diameter
bagian atas hampir sama dengan bagian tengah kuwali, serta bagian tengah kuwali berbentuk
bulat.
Besarnya sangat beragam.Ada yang berukuran kecil, sedang, dan besar. Alat yang mudah
pecah ini biasa dipakai oleh masyarakat untuk memasak sayur. Kadang-kadang dipakai untuk
menanak nasi, memasak air, atau menggongso biji-bijian seperti kacang atau
sejenisnya.Tungku dengan bahan bakar kayu atau anglo dengan bahan bakar arang sering
menemani kuwali ini dalam urusan memasak.Sangat jarang kompor dipakai sebagai alat
memasak, mengingat alas kuwali berbentuk cembung.
Karena bahannya yang agak tebal dan agak sulit mengantarkan panas, membuat
memasak dengan alat ini membutuhkan waktu cukup lama jika dibandingkan dengan memakai
alat masak modern seperti panci dari aluminium atau tembaga. Pada dekade sekarang ini,
sangat jarang masyarakat Jawa yang menggunakan kuwali ini untuk memasak dan menghiasi
peralatan dapur.
Beberapa instansi atau lembaga yang peduli menyimpan alat kuwali ini biasanya adalah
museum, kolektor pribadi, atau balai arkeologi. Beberapa museum budaya di Yogyakarta,
misalnya Rumah Budaya Tembi, Museum Sonobudoyo, Ullen Sentalu, Pakualaman tentu juga
memiliki koleksi alat masak ini.
Namun begitu, ada kecenderungan rumah makan-rumah makan atau warung-warung
makan yang bernuansa tradisional masih mempertahankan kuwali sebagai salah satu alat
andalan untuk memasak.Karena dipercaya bahwa memasak menggunakan alat masak jenis
kuwali ini rasanya lebih nikmat jika dibandingkan menggunakan alat masak modern seperti
panci dan sejenisnya.Selain itu dipercaya lebih higienis dan terhindar dari segala jenis
kandungan zat kimia yang ditimbulkan dari bahan-bahan modern tadi.
Beberapa warung makan seperti warung soto, warung gulai, atau warung lainnya sering
menggunakan kuwali untuk memasak kuahnya sebelum disajikan ke para pelanggannya.
Entahlah sampai kapan akan bertahan kuwali digunakan oleh para masyarakat pendukungnya
untuk digunakan sebagai alat memasak. Tentu masyarakatnya sendiri yang akan menentukan.
Namun yang jelas, kata tersebut akan selalu terekam di dalam kamus bahasa pendukungnya

X. BAHASA
Bahasa Jawa, sebagai bahasa ibu dan bahasa pergaulan sehari-hari masyarakat suku
Jawa, ternyata di dalamnya pun dikenal berbagai macam tingkatan dan undhak-undhuk basa.
Sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu asing, mengingat beberapa bahas lain yang berada dalam
rumpun austronesia pun dikenal undhak-undhuk dalam berbahasa.

Terdapat tiga bentuk utama tingkatan variasi bahasa Jawa, yaitu ngoko (“kasar”), madya
(“biasa”), dan krama (“halus”). Namun , pada tingkat yang lebih spesifik lagi, terdapat 7 (tujuh)
tingkatan dalam berbahasa Jawa, diantaranya: ngoko, ngoko andhap, madhya, madhyantara,
kromo, kromo inggil, bagongan, kedhaton. Di antara masing-masing bentuk ini terdapat bentuk
“penghormatan” (ngajengake, honorific) dan “perendahan” (ngasorake, humilific). Seseorang
dapat berubah-ubah registernya pada suatu saat tergantung status yang bersangkutan dan lawan
bicara. Status bisa ditentukan oleh usia, posisi sosial, atau hal-hal lain. Seorang anak yang
bercakap-cakap dengan sebayanya akan berbicara dengan varian ngoko, namun ketika
bercakap dengan orang tuanya akan menggunakan krama andhap dan krama inggil. Sistem
semacam ini terutama dipakai di Surakarta, Yogyakarta, dan Madiun. Dialek lainnya
cenderung kurang memegang erat tata-tertib berbahasa semacam ini.
Selain undhak-undhuk atau tingkatan bahasa, dikenal juga dialek yang berbeda-beda
diantara orang-orang Jawa itu sendiri. Dalam hal ini, perbedaan dialek, dibagi menjadi 3
daerah, yaitu kelompok barat, tengah dan timur. Kelompok barat terdiri dari dialek Banten,
Cirebon, Tegal, Banymas, dan Bumiayu. Kelompok tengah terdiri dari Pekalongan, kedu,
bagelen, Semarang, Pantai Utara Timur (jepara,Demak, Rembang, Kudus, Pati), Blora,
Surakarta, Yogyakarta, Madiun. Sedangkan, Kelompok dialek timur terdiri dari Pantura Timur
(Tuban, dan Bojonegoro), Surabaya, Malang, Jombang, Tengger, Banyuwangi.

Selain itu, keberadaan huruf Jawa (juga memiliki kemiripan dengan huruf Sunda, Bali,
dan sasak) yang dikenal sekarang ini, tentu tidak lepas dari sejarah yang mengiringinya, salah
satu cerita tentang sejarah huruf Jawa ini adalah cerita tentang Ajisaka yang pada awalnya
mencipatakan aksara Jawa yang dikenal dengan istilah dhentawyanjana atau carakan. Aji saka
menciptakan aksara Jawa ini pada saat dia sedang berkelana dengan pengawalnya yang setia
yaitu Dora, dan sampai di pegunungan kendeng. Saat itu dora bertemu dengan Sembada,
sahabatnya. Setelah itu, terjadilah kesalah pahaman yang mengakibatkan Dora dan Sembada
berkelahi karena masing-masing dari mereka ingin membuktikan siapa dari mereka yang lebih
setia kepada aji saka. Dan untuk mengenang jasa kedua pengawalnya tersebut, aji saka
menciptakan sebuah syair yang kemudian hari menjadi asal mula dari huruf Jawa sekarang ini.

Seperti bahasa lainya, huruf Jawa pun memiliki aturan tersendiri dalam tata cara
penggunaanya. Diantaranya adalah adanya pasangan. Jika aksara Jawa yang akan digunakan
bersifat silabis atau kesukukataan, maka akan susah untuk menuliskan huruf mati, maka dari
itu cara penulisanya digunakan pasangan. Lalu ada juga Aksara Murda. Fungsi dari aksara
murda ini hampir serupa dengan fungsi huruf kapital pada Bahasa Indonesia. Seperti
penggunaan untuk nama orang, dan nama geografi.

Selanjutnya adalah Aksara Swara, fungsi dari aksara swara ini adalah untuk menuliskan
aksara vokal yang menjadi suku kata, terutama yang berasal dari bahasa asing untuk
mempertegas pelafalanya.

Sandangan adalah tanda yang dipakai sebagai pengubah bunyi di dalam tulisan Jawa. di
dalam penulisan bahasa Jawa, aksara atau huruf yang tidak mendapat sandangan diucapkan
sebagai gabungan antara konsonan dan vokal a.
XI. PENUTUP
Suku Jawa, salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia, dengan jumlah hampir
mencapai 100 juta jiwa, dan tersebar bukan hanya di pulau Jawa bagian tengah dan timur,
melainkan di berbagai tempat di Indonesia. Sebagai sebuah suku bangsa, suku bangsa Jawa
pun memiliki aneka ragam kebudayaan yang beraneka ragam, mulai dari peralatan dan
perlengkapan hidup, Jawa memiliki bentuk rumah yang khas, dengan rumah limasan, dan
rumah joglonya.

Dari sistem ekonomi dan mata pencaharian pun, masyarakat dari suku Jawa memiliki
peranan yang cukup penting di negara ini, begitu banyak tokoh-tokoh dari Jawa yang
memegang peranan penting di negara ini, baik sebagai pejabat maupun yang duduk di instansi-
instansi milik negara. Selanjutnya bahasa, Jawa dikenal sebagai salah satu suku bangsa yang
memiliki sistem bahasa yang begitu rumit, begitu banyak tingkatan-tingkatan dan kata-kata
berbeda tergantung pada siapa lawan bicara kita, hal ini membuat tidak semua orang dapat
memahami bahasa Jawa, bahkan orang-orang dari Jawa sendiri. Di bidang kesenian, Jawa juga
dikenal memiliki kesenian yang beraneka ragam, mulai dari seni tari, seni rupa, hingga seni
musik, ditambah dengan adanya keraton sebagai pusat seni bagi masyarakat Jawa.

Dalam sistem kemasyarakatan Jawa pun, dikenal berbagai pelapisan sosial masyarakat,
mulai dari bendara atau orang-orang ningrat, kaum santri, dan juga wong cilik atau golongan
rakyat kebanyakan. Terakhir, sistem religi yang unik, dan khas, yang tentu saja berbeda dengan
kebudayaan daerah lain.

Dengan mempelajari kebudayaan Jawa ini, saya berharap, agar Teman – teman dapat
mengetahui lebih banyak hal tentang kebudayaan-kebudayaan Jawa, yang selama ini mungkin
kurang dikenal masyarakat luas, karena hanya beberapa unsur kebudayaan Jawa saja yang
dikenal luas di masyarakat. Dan tentu saja sebagai kewajiban kami untuk memenuhi kewajiban
kami dalam pelajaran Geografi Indonesia, semoga banyak manfaat yang dapat dipetik dari
makalah yang kami sajikan ini.
XII. DAFTAR PUSTAKA
o https://moondoggiesmusic.com/contoh-kata-pengantar/
o https://www.romadecade.org/suku-jawa/
o https://satujam.com/budaya-orang-jawa/
o https://www.zonasiswa.com/2015/10/kebudayaan-suku-bangsa-jawa.html
o https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Jawa
o https://www.romadecade.org/peta-pulau-jawa
o http://www.nafiun.com/2013/02/suku-jawa-kebudayaan-sistem-kepercayaan-
bangsa-kepercayaan-kekerabatan.html
o http://www.ragamseni.com/12-tarian-tradisional-dari-jawa-tengah-yang-
sangat-populer/
o https://www.romadecade.org/alat-musik-jawa
o http://www.infobudaya.net/2018/01/kesenian-tradisional-khas-jawa-tengah/
o http://kitaberduaitu.blogspot.com/2014/12/mata-pencaharian-masyarakat-
jawa.html
o https://pemulungelitd19kk.wordpress.com/2013/09/30/kebudayaan-
masyarakat-jawa/
o http://muhakbar-syukur.blogspot.com/2014/08/sistem-peralatan-dan-
perlengkapan-hidup.html

Anda mungkin juga menyukai