Anda di halaman 1dari 4

A. BIOGRAFI 2.

Sejarah Pendidikan dan ilmu-ilmu agama dan


Rihlah Ilmiah bahasa Arab.
1. Tempat dan Kelahiran
Mula-mula Abdurrahman Di Bukit Duri beliau belajar
Tebet Melayu Besar pada
belajar mengaji dengan mengaji kepada KH.
hari Jum’at bulan Safar
guru yang ada di Tebet, Muhammad Yunus, KH.
tahun 1354 Hijriah (1933 M)
yaitu Mu’alim Ghazali dan Basri Hamdani, KH. M.
lahir seorang bayi laki-laki
Mu’alim Syarbini. Disini ia Ramli dan Habib
dari pasangan H. Nawi bin
belajar membaca al-Qur’an Abdurrahman Assegaf.
Su’id dan ‘Ainin binti Rudin,
serta dasar-dasar akidah Beliau juga mengaji kepada
yang diberi nama
dan praktek ibadah. KH. Muh Zain (Kebon
Abdurrahman.
Ketekunan Abdurrahman Kelapa, Tebet), KH. M.
Sebagaimana lazimnya untuk mengaji nampak Arsyad bin Musthofa (Gg.
masyarakat Betawi yang lebih giat dibanding Pedati, Jatinegara), KH.
secara turun temurun saudara-saudara dan anak- Mahmud (Pancoran), KH.
fanatik memeluk Islam dan anak yang lain. Maka H. Musannif (Menteng Atas),
kuat menjalankan Nawi terus mendorongnya KH. Ahmad Djunaedi
syari’atnya, Abdurrahman untuk belajar dan mengaji (Pedurenan), KH. Abdullah
tumbuh dalam lingkungan dan mengingatkannya Husein (Kebon Baru, Tebet),
kampung Tebet yang juga untuk tidak main-main. KH. Abdullah Syafi’i
sarat dengan nilai-nilai dan Gurunya yang lain, KH. (Matraman) serta Habib
budaya keagamaan. Ada Muh. Zain bin Sa’id, pernah Husein al-Haddad
mushola yang menjadi suatu saat memberinya (Kampung Melayu). Agak
tempat berkumpul anak- wejangan, bahwa manusia jauh lagi beliau juga
anak untuk menjalankan itu akan dipandang karena mengaji kepada KH.
shalat lima waktu dan tiga hal, yaitu jagoan, Hasbiyallah (Klender), KH.
kegiatan mengaji. kekayaan dan ilmu. Ketika Mu’alim (Cipete), KH. Khalid
ia ditanya: “kamu mau jadi (Pulo Gadung), Habib Ali
H. Nawi maupun isterinya apa?”, maka jawabnya Jamalullail dan Habib Ali bin
‘Ainin bukan seorang tokoh spontan “mau menjadi Abdurrahman al-Habsyi
agama bagi masyarakatnya. orang berilmu”. Lantas (Kwitang), Habib Abdullah
Mereka hanyalah seorang sarannya, untuk itu tidak bin Salim al-Attas (Kebon
yang taat beragama dan ada jalan lain kecuali kamu Nanas), Habib Muhammad
senang kepada ulama. harus rajin belajar. bin Ahmad al-Hadad
Sehari-hari mereka sebagai (Kramat Jati), Hbib Ali bin
pedagang nasi ulam di Kemudian jadilah
Husein a;-Attas
warung Fedok. Pada waktu- Abdurrahman sebagai
(Kemayoran), dan Ustad
waktu tertentu H. Nawi remaja yang pekerjaannya
Abdullah Arifin (Pekojan).
selalu menyempatkan diri setiap saat hanya mengaji
untuk mengikuti pengajian dan belajar. Dari Meski Abdurrahman tidak
yang diadakan para ulama pergaulannya sesama pernah belajar di sekolah
dan habib di Kampung teman yang suka mengaji maupun pesantren, namun
Melayu atau di Kwitang. H. dan petunjuk guru dan cara belajar beliau tidak
Nawi yang pedagang itu orang tua, beliau tak kalah dengan cara belajar
mendidik puteranya kehabisan guru-guru di santri di pesantren. Dalam
Abdurrahman untuk rajin sekitar Tebet yang di sehari beliau bisa mengikuti
shalat dan mengaji rumahnya membuka pelajaran di tiga tempat,
sebagaimana saudara- pengajian mengajarkan yang masing-masing dua
saudaranya yang lain. atau tiga mata pelajaran.
Sistem belajar yang beliau dalam sistem belajar kitab, Buya berusaha
ikuti biasanya memakai formal. Karenanya, beliau menyampaikan ilmu secara
kitab. Guru membaca pun akhirnya diakui telah sederhana agar mudah
‘ibarah dalam kitab dan menguasai ilmu-ilmu ditangkap oleh muridnya.
menerjemahkan ke dalam Bahasa Arab dan Syari’ah Prinsip Buya dalam
Bahasa Indonesia, yang mumpuni. mengajar, biar sedikit asal
kemudian menerangkan betul-betul paham dari
B. AKTIVITAS,
maksud dari ‘ibarah pada banyak tetapi tidak
GERAKAN DAN KARYA
tersebut dengan penjelasan ada yang paham.
yang sangat luas dan Sebagaimana tradisi
Dari sini banyak masyarakat
mendalam. masyarakat Betawi, KH.
yang senang belajar kepada
Abdurrahman Nawi yang
Semangat Abdurrahman Buya. Orang yang pernah
oleh para murid dan
memahami dan menguasai mengikuti pelajarannya pun
keluarganya dipanggil
pelajaran memang sangat tertarik untuk selalu
dengan Abuya ini, pada
tinggi. Setelah mengikutinya. Kemudian
tahun 1962 membuka
mendengarkan penjelasan- buya mendirikan sebuah
pengajian di rumahnya,
penjelasan gurunya, beliau pesantren yang bernama
Tebet Barat VIII. Pengajian
mencatat dengan baik apa Al-Awwabin, selain itu juga
yang diberi nama As-Salafi
yang perlu. Setelah mempunyai pengajian rutin
itu mengajarkan kitab-kitab
pengajian usai, beliau pun di beberapa masjid dan
tertentu sesuai dengan
tidak segan-segan untuk majelis ta’lim, serta
kemampuan dan minat para
bertanya dan berdiskusi mengajar tetap Kitab Fathul
pesertanya. Untuk bapak-
dengan teman-temannya Mu’in pada Radio Asy-
bapak dan ibu-ibu
untuk mengulang dan Syafi’iyyah sejak tahun
dibacakan kitab Taqrib,
mendalami pelajaran yang 1982. Pengajian tetap yang
Tijan Durar, Nashaih
sudah lewat. Beliau tidak sampai sekarang masih
Diniyah. Sedangkan untuk
pernah mau ketinggalan berjalan antara lain:
pemuda dan para ustad
dari teman-temannya
dibacakan Qawa’idul a. MT. Al-Awwabin
dalam menguasai pelajaran.
Lughah, Ibnu ‘Aqil, Fathul (Tebet Barat)
Jika suatu saat beliau
Mu’in, Bughyah
merasa ketinggalan, maka b. MT. Al-Ikhwan (Jl.
Mustarsyidin, Asybah wan-
beliau pun berjanji “awas, Tawes, Tebet Barat)
Nazhair, dan Qami’ut
tunggu besok, ane pasti
Thughyan. Pesertanya c. MT. Al-Istiqamah
kalahkan dia”. Dan
datang dari beberapa (Pondok Kopi, Jakarta
malamnya dia pun tak mau
kampung di Jakarta dan Timur)
tidur sebelum benar-benar
sekitarnya.
menguasai pelajaran d. MT. Nurul Iman,
tersebut. Dalam mengajar Buya Lampiri (Pondok Kelapa,
memang cukup cermat dan Jakarta Timur)
Dengan sistem belajar tidak
sabar. Dalam setiap
formal selama kurang lebih e. MT. Al-Barokah
pengajian ia hanya
25 tahun itu, memang (Pinang Ranti)
mengajar dengan kitab,
beliau tidak memperoleh
agar pengajian terarah. Dan masih banyak lagi
ijazah atau syahadah.
Berdasarkan majelis yang dipimpin oleh
Tetapi hasil dari belajarnya
pengalamannya belajar Buya KH. Abdurrahman
tidak dipungkiri telah
kepada beberapa guru dan Nawi ini. Selain mengajar
mencapai tingkat
merujuk berbagai macam dan berdakwah secara
pengajaran yang tinggi
langsung, beliau juga Abul Hasan al-Asy’ary, dan keagamaan itu hanya dapat
menulis kitab dalam bahasa dalam tasawuf mengikuti dilakukan oleh para ulama,
Melayu dengan tulisan Imam al-Ghazali. Baginya, sehingga dalam suatu
Arab, diantaranya: paham yang sering disebut masyarakat haruslah ada
sebagai Ahlussunah wal ulama. Kalau tidak ada
a. Al-Amtsilah at-
Jama’ah itulah yang telah ulama, manusia akan sama
Tashrifiyyah, tentang sharaf
diajarkan oleh para ulama dengan binatang, tidak
b. Ilmu Nahwu Melayu, pendahulu dan diajarkan mempuyai aturan dan
tentang ilmu nahwu melalui kitab-kitab yang moral (Law la al’ulama
mu’tabar, tidak diragukan. lashara an-nas kalbaha’im),
c. Sullam al-‘Ibad, demikian Buya
tentang akidah (tauhid) Buya menegaskan bahwa
menegaskan.
kita tidak perlu mencari-cari
d. Tujuh Kaifiyat, model sendiri, tinggal ikut Menurut Buya, dalam
tuntunan shalat-shalat dan mengamalkan. Apalagi kehidupan tindakan
sunah, dll bagi orang awam, mereka kejahatan entah itu
Adapun motivasi beliau tidak mungkin mencari pencurian, pemerkosaan,
menulis kitab-kitab tersebut sendiri paham-paham yang zina, perjudian, korupsi,
adalah untuk membantu harus diyakini. Mereka yang serta perbuatan munkarat
umat Islam secara luas agar tidak tahu bahasa Arab dan dan maksiat yang lain tetap
mengetahui bagaimana tidak mampu membaca akan ada. Tidak dapat
ilmu dan cara menjalankan kitab-kitab itu perlunya diberantas. Karena itu Allah
ibadah-ibadah dengan adalah mengikuti dan menetapkan hukum dan
benar. Karena buya merasa mempraktekan ajaran- akan memberikan sanksi
bahwa tidak semua orang ajaran agama yang sudah siksaan. Dalam hal ini Buya
itu dapat membaca dan jadi. Semua yang telah mengutip kata-kata Habib
mempelajari kitab-kitab dijalankan dalam Umar al-Attas: “Semua
fiqh berbahasa Arab, oleh masyarakat adalah hasil (hukum dan ketentuan)
sebab itu maka beliau didikan para ulama yang yang ada dalam al-Qur’an
mempunyai inisiatif untuk tinggal dijaga dan akan ada pelakunya sampai
menulis kitab bahasa dilestarikan, tak perlu hari kiamat (kullu ma fil
Melayu yang disusun dirubah-rubah lagi. Kalau Qur’an ahlun ila yaum al-
dengan cara yang mudah, ada hal-hal baru, tugas para qiyamah).
lengkap dan praktis agar ulamanya untuk mencari
Krisis sekarang belumlah
setiap orang mudah paham dan merumuskan
dikatakan adzab Allah.
dan bisa mengamalkannya. hukumnya dengan merujuk
Karena kalau azab Allah
pada kitab-kitab yang sudah
C. PAHAM sudah turun, pasti kita akan
ada, demikian pendapat
KEAGAMAAN semua dan bumi ini akan
beliau.
binasa. Dan Allah tidak akan
Buya KH. Abdurrahaman D. PANDANGAN menurunkan azabnya
Nawi adalah seorang ulama TERHADAP MASALAH selama kita masih ada yang
yang secara jelas mengikuti SOSIAL beriman dan mohon
paham keagamaan yang ampun.
dianut mayoritas umat Agama merupakan
Islam Indonesia, yaitu pedoman hidup yang akan
dalam bidang fiqh mengantarkan manusia
mengikuti madzhab Syafi’i, menjadi sejahtera di dunia
dalam akidah mengikuti dan akhirat. Dan peran
BAB IIIPENUTUP

A. KESIMPULAN

Abuya KH. Abdurrahman


Nawi adalah seorang tokoh
ulama betawi yang
merupakan pendiri pondok
pesantren di tiga tempat
yaitu Sawangan, Depok, dan
Tebet yang kesemua nya itu
bernama Al-Awwabin.
Sekalipun usianya sudah
mulai dibilang senja,
memasuki umur 70 tahun
ini, Pengasuh Pondok
Pesantren Al-Awwabin ini
masih mengasuh sekitar 31
majelis taklim yang ada di
Jakarta ini.

Dan uniknya, dalam setiap


acara yang dihadirinya KH
Abdurrahman Nawi sering
duduk bersama dengan
Habib Ali bin Abdurrahman
Assegaf dan Habib Husein
bin Ali bin Husein Alattas.
Karena sering bertemu
dalam sebuah acara, ketiga
ulama Betawi ini oleh H.
Hamzah Haz (Ketua DPP
PPP dan saat itu sedang
menjabat sebagai Wakil
Presiden RI) pernah
menjuluki mereka ulama
“Tiga Serangkai”.

Lepas mendapat julukan


Ulama “Tiga Serangkai”
Betawi dari orang nomor 2
RI itulah, akhirnya kemana-
mana mereka selalu
bertiga, utamanya dalam
acara-acara keagamaan
yang banyak digelar oleh
kalangan habaib,
pemerintah ataupun
masyarakat yang ada di
Jakarta ini.

Anda mungkin juga menyukai