0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
36 tayangan4 halaman
1. KH. Abdurrahman Nawi lahir di Tebet, Jakarta pada 1933. Ia belajar agama sejak kecil dari guru-guru sekitar dan mencapai tingkat penguasaan ilmu agama yang tinggi meski tidak sekolah formal.
2. Pada 1962, KH. Abdurrahman membuka pengajian As-Salafi di rumahnya yang mengajarkan berbagai kitab agama. Ia juga mendirikan pesantren Al-Awwabin dan mengajar di beberapa masjid dan
1. KH. Abdurrahman Nawi lahir di Tebet, Jakarta pada 1933. Ia belajar agama sejak kecil dari guru-guru sekitar dan mencapai tingkat penguasaan ilmu agama yang tinggi meski tidak sekolah formal.
2. Pada 1962, KH. Abdurrahman membuka pengajian As-Salafi di rumahnya yang mengajarkan berbagai kitab agama. Ia juga mendirikan pesantren Al-Awwabin dan mengajar di beberapa masjid dan
1. KH. Abdurrahman Nawi lahir di Tebet, Jakarta pada 1933. Ia belajar agama sejak kecil dari guru-guru sekitar dan mencapai tingkat penguasaan ilmu agama yang tinggi meski tidak sekolah formal.
2. Pada 1962, KH. Abdurrahman membuka pengajian As-Salafi di rumahnya yang mengajarkan berbagai kitab agama. Ia juga mendirikan pesantren Al-Awwabin dan mengajar di beberapa masjid dan
Rihlah Ilmiah bahasa Arab. 1. Tempat dan Kelahiran Mula-mula Abdurrahman Di Bukit Duri beliau belajar Tebet Melayu Besar pada belajar mengaji dengan mengaji kepada KH. hari Jum’at bulan Safar guru yang ada di Tebet, Muhammad Yunus, KH. tahun 1354 Hijriah (1933 M) yaitu Mu’alim Ghazali dan Basri Hamdani, KH. M. lahir seorang bayi laki-laki Mu’alim Syarbini. Disini ia Ramli dan Habib dari pasangan H. Nawi bin belajar membaca al-Qur’an Abdurrahman Assegaf. Su’id dan ‘Ainin binti Rudin, serta dasar-dasar akidah Beliau juga mengaji kepada yang diberi nama dan praktek ibadah. KH. Muh Zain (Kebon Abdurrahman. Ketekunan Abdurrahman Kelapa, Tebet), KH. M. Sebagaimana lazimnya untuk mengaji nampak Arsyad bin Musthofa (Gg. masyarakat Betawi yang lebih giat dibanding Pedati, Jatinegara), KH. secara turun temurun saudara-saudara dan anak- Mahmud (Pancoran), KH. fanatik memeluk Islam dan anak yang lain. Maka H. Musannif (Menteng Atas), kuat menjalankan Nawi terus mendorongnya KH. Ahmad Djunaedi syari’atnya, Abdurrahman untuk belajar dan mengaji (Pedurenan), KH. Abdullah tumbuh dalam lingkungan dan mengingatkannya Husein (Kebon Baru, Tebet), kampung Tebet yang juga untuk tidak main-main. KH. Abdullah Syafi’i sarat dengan nilai-nilai dan Gurunya yang lain, KH. (Matraman) serta Habib budaya keagamaan. Ada Muh. Zain bin Sa’id, pernah Husein al-Haddad mushola yang menjadi suatu saat memberinya (Kampung Melayu). Agak tempat berkumpul anak- wejangan, bahwa manusia jauh lagi beliau juga anak untuk menjalankan itu akan dipandang karena mengaji kepada KH. shalat lima waktu dan tiga hal, yaitu jagoan, Hasbiyallah (Klender), KH. kegiatan mengaji. kekayaan dan ilmu. Ketika Mu’alim (Cipete), KH. Khalid ia ditanya: “kamu mau jadi (Pulo Gadung), Habib Ali H. Nawi maupun isterinya apa?”, maka jawabnya Jamalullail dan Habib Ali bin ‘Ainin bukan seorang tokoh spontan “mau menjadi Abdurrahman al-Habsyi agama bagi masyarakatnya. orang berilmu”. Lantas (Kwitang), Habib Abdullah Mereka hanyalah seorang sarannya, untuk itu tidak bin Salim al-Attas (Kebon yang taat beragama dan ada jalan lain kecuali kamu Nanas), Habib Muhammad senang kepada ulama. harus rajin belajar. bin Ahmad al-Hadad Sehari-hari mereka sebagai (Kramat Jati), Hbib Ali bin pedagang nasi ulam di Kemudian jadilah Husein a;-Attas warung Fedok. Pada waktu- Abdurrahman sebagai (Kemayoran), dan Ustad waktu tertentu H. Nawi remaja yang pekerjaannya Abdullah Arifin (Pekojan). selalu menyempatkan diri setiap saat hanya mengaji untuk mengikuti pengajian dan belajar. Dari Meski Abdurrahman tidak yang diadakan para ulama pergaulannya sesama pernah belajar di sekolah dan habib di Kampung teman yang suka mengaji maupun pesantren, namun Melayu atau di Kwitang. H. dan petunjuk guru dan cara belajar beliau tidak Nawi yang pedagang itu orang tua, beliau tak kalah dengan cara belajar mendidik puteranya kehabisan guru-guru di santri di pesantren. Dalam Abdurrahman untuk rajin sekitar Tebet yang di sehari beliau bisa mengikuti shalat dan mengaji rumahnya membuka pelajaran di tiga tempat, sebagaimana saudara- pengajian mengajarkan yang masing-masing dua saudaranya yang lain. atau tiga mata pelajaran. Sistem belajar yang beliau dalam sistem belajar kitab, Buya berusaha ikuti biasanya memakai formal. Karenanya, beliau menyampaikan ilmu secara kitab. Guru membaca pun akhirnya diakui telah sederhana agar mudah ‘ibarah dalam kitab dan menguasai ilmu-ilmu ditangkap oleh muridnya. menerjemahkan ke dalam Bahasa Arab dan Syari’ah Prinsip Buya dalam Bahasa Indonesia, yang mumpuni. mengajar, biar sedikit asal kemudian menerangkan betul-betul paham dari B. AKTIVITAS, maksud dari ‘ibarah pada banyak tetapi tidak GERAKAN DAN KARYA tersebut dengan penjelasan ada yang paham. yang sangat luas dan Sebagaimana tradisi Dari sini banyak masyarakat mendalam. masyarakat Betawi, KH. yang senang belajar kepada Abdurrahman Nawi yang Semangat Abdurrahman Buya. Orang yang pernah oleh para murid dan memahami dan menguasai mengikuti pelajarannya pun keluarganya dipanggil pelajaran memang sangat tertarik untuk selalu dengan Abuya ini, pada tinggi. Setelah mengikutinya. Kemudian tahun 1962 membuka mendengarkan penjelasan- buya mendirikan sebuah pengajian di rumahnya, penjelasan gurunya, beliau pesantren yang bernama Tebet Barat VIII. Pengajian mencatat dengan baik apa Al-Awwabin, selain itu juga yang diberi nama As-Salafi yang perlu. Setelah mempunyai pengajian rutin itu mengajarkan kitab-kitab pengajian usai, beliau pun di beberapa masjid dan tertentu sesuai dengan tidak segan-segan untuk majelis ta’lim, serta kemampuan dan minat para bertanya dan berdiskusi mengajar tetap Kitab Fathul pesertanya. Untuk bapak- dengan teman-temannya Mu’in pada Radio Asy- bapak dan ibu-ibu untuk mengulang dan Syafi’iyyah sejak tahun dibacakan kitab Taqrib, mendalami pelajaran yang 1982. Pengajian tetap yang Tijan Durar, Nashaih sudah lewat. Beliau tidak sampai sekarang masih Diniyah. Sedangkan untuk pernah mau ketinggalan berjalan antara lain: pemuda dan para ustad dari teman-temannya dibacakan Qawa’idul a. MT. Al-Awwabin dalam menguasai pelajaran. Lughah, Ibnu ‘Aqil, Fathul (Tebet Barat) Jika suatu saat beliau Mu’in, Bughyah merasa ketinggalan, maka b. MT. Al-Ikhwan (Jl. Mustarsyidin, Asybah wan- beliau pun berjanji “awas, Tawes, Tebet Barat) Nazhair, dan Qami’ut tunggu besok, ane pasti Thughyan. Pesertanya c. MT. Al-Istiqamah kalahkan dia”. Dan datang dari beberapa (Pondok Kopi, Jakarta malamnya dia pun tak mau kampung di Jakarta dan Timur) tidur sebelum benar-benar sekitarnya. menguasai pelajaran d. MT. Nurul Iman, tersebut. Dalam mengajar Buya Lampiri (Pondok Kelapa, memang cukup cermat dan Jakarta Timur) Dengan sistem belajar tidak sabar. Dalam setiap formal selama kurang lebih e. MT. Al-Barokah pengajian ia hanya 25 tahun itu, memang (Pinang Ranti) mengajar dengan kitab, beliau tidak memperoleh agar pengajian terarah. Dan masih banyak lagi ijazah atau syahadah. Berdasarkan majelis yang dipimpin oleh Tetapi hasil dari belajarnya pengalamannya belajar Buya KH. Abdurrahman tidak dipungkiri telah kepada beberapa guru dan Nawi ini. Selain mengajar mencapai tingkat merujuk berbagai macam dan berdakwah secara pengajaran yang tinggi langsung, beliau juga Abul Hasan al-Asy’ary, dan keagamaan itu hanya dapat menulis kitab dalam bahasa dalam tasawuf mengikuti dilakukan oleh para ulama, Melayu dengan tulisan Imam al-Ghazali. Baginya, sehingga dalam suatu Arab, diantaranya: paham yang sering disebut masyarakat haruslah ada sebagai Ahlussunah wal ulama. Kalau tidak ada a. Al-Amtsilah at- Jama’ah itulah yang telah ulama, manusia akan sama Tashrifiyyah, tentang sharaf diajarkan oleh para ulama dengan binatang, tidak b. Ilmu Nahwu Melayu, pendahulu dan diajarkan mempuyai aturan dan tentang ilmu nahwu melalui kitab-kitab yang moral (Law la al’ulama mu’tabar, tidak diragukan. lashara an-nas kalbaha’im), c. Sullam al-‘Ibad, demikian Buya tentang akidah (tauhid) Buya menegaskan bahwa menegaskan. kita tidak perlu mencari-cari d. Tujuh Kaifiyat, model sendiri, tinggal ikut Menurut Buya, dalam tuntunan shalat-shalat dan mengamalkan. Apalagi kehidupan tindakan sunah, dll bagi orang awam, mereka kejahatan entah itu Adapun motivasi beliau tidak mungkin mencari pencurian, pemerkosaan, menulis kitab-kitab tersebut sendiri paham-paham yang zina, perjudian, korupsi, adalah untuk membantu harus diyakini. Mereka yang serta perbuatan munkarat umat Islam secara luas agar tidak tahu bahasa Arab dan dan maksiat yang lain tetap mengetahui bagaimana tidak mampu membaca akan ada. Tidak dapat ilmu dan cara menjalankan kitab-kitab itu perlunya diberantas. Karena itu Allah ibadah-ibadah dengan adalah mengikuti dan menetapkan hukum dan benar. Karena buya merasa mempraktekan ajaran- akan memberikan sanksi bahwa tidak semua orang ajaran agama yang sudah siksaan. Dalam hal ini Buya itu dapat membaca dan jadi. Semua yang telah mengutip kata-kata Habib mempelajari kitab-kitab dijalankan dalam Umar al-Attas: “Semua fiqh berbahasa Arab, oleh masyarakat adalah hasil (hukum dan ketentuan) sebab itu maka beliau didikan para ulama yang yang ada dalam al-Qur’an mempunyai inisiatif untuk tinggal dijaga dan akan ada pelakunya sampai menulis kitab bahasa dilestarikan, tak perlu hari kiamat (kullu ma fil Melayu yang disusun dirubah-rubah lagi. Kalau Qur’an ahlun ila yaum al- dengan cara yang mudah, ada hal-hal baru, tugas para qiyamah). lengkap dan praktis agar ulamanya untuk mencari Krisis sekarang belumlah setiap orang mudah paham dan merumuskan dikatakan adzab Allah. dan bisa mengamalkannya. hukumnya dengan merujuk Karena kalau azab Allah pada kitab-kitab yang sudah C. PAHAM sudah turun, pasti kita akan ada, demikian pendapat KEAGAMAAN semua dan bumi ini akan beliau. binasa. Dan Allah tidak akan Buya KH. Abdurrahaman D. PANDANGAN menurunkan azabnya Nawi adalah seorang ulama TERHADAP MASALAH selama kita masih ada yang yang secara jelas mengikuti SOSIAL beriman dan mohon paham keagamaan yang ampun. dianut mayoritas umat Agama merupakan Islam Indonesia, yaitu pedoman hidup yang akan dalam bidang fiqh mengantarkan manusia mengikuti madzhab Syafi’i, menjadi sejahtera di dunia dalam akidah mengikuti dan akhirat. Dan peran BAB IIIPENUTUP
A. KESIMPULAN
Abuya KH. Abdurrahman
Nawi adalah seorang tokoh ulama betawi yang merupakan pendiri pondok pesantren di tiga tempat yaitu Sawangan, Depok, dan Tebet yang kesemua nya itu bernama Al-Awwabin. Sekalipun usianya sudah mulai dibilang senja, memasuki umur 70 tahun ini, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Awwabin ini masih mengasuh sekitar 31 majelis taklim yang ada di Jakarta ini.
Dan uniknya, dalam setiap
acara yang dihadirinya KH Abdurrahman Nawi sering duduk bersama dengan Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf dan Habib Husein bin Ali bin Husein Alattas. Karena sering bertemu dalam sebuah acara, ketiga ulama Betawi ini oleh H. Hamzah Haz (Ketua DPP PPP dan saat itu sedang menjabat sebagai Wakil Presiden RI) pernah menjuluki mereka ulama “Tiga Serangkai”.
Lepas mendapat julukan
Ulama “Tiga Serangkai” Betawi dari orang nomor 2 RI itulah, akhirnya kemana- mana mereka selalu bertiga, utamanya dalam acara-acara keagamaan yang banyak digelar oleh kalangan habaib, pemerintah ataupun masyarakat yang ada di Jakarta ini.