maka
hamba angkat tangan
ke arah kiblat panjenengan
allaahu akbar.....
dengan hatimulah
jembatan itu terus berjaga
kau aku melaluinya
dengan hatihati
melarung dendam
ataukah rindu
mengusung kesumat
ataukah keramat
di tepian muara
di sebuah taman yang
mahaluas batas antara
mataair dan airmata
kau
aku
saling
berkaca
menerkanerka cuaca
pada wajahmu yang
diam
merekareka makna
pada wajahmu yang
temaram
membukabuka ingatan
pada wajahmu yang
malam
bisa kubaca
sinar meteor terjatuh
aku masih bersimpuh
kubaca bisa
menggambar dunia
dengan kata-kata
dengan warna-warna
memandang cakrawala
belajar bermain
bermain belajar
tetapi... tetapi....
wajah kenangan cinta-
monyet itu masih bergelantungan
di bayangbayang pohon jambu
depan rumah
"bunda
membaca kalamnya itu mudah
lancar benar dan indah
masya
Allah ...
semesta alam
semesta surga
semesta neraka
semesta malaikat
semesta manusia
semesta hatinurani
alhamdulillaahirabbil 'aalamiin
kendangkendang berdendang
malam tambah larut dalam gelas fantasi
wanita pengumpul kayu bakar itu
terus saja menari menyalakan birahi
kekasih
kemanakah lelah dilabuhkan
bila bukan engkaulah
alamat tamat
hembuskan kembali
ke kehidupan abadi
bayang-bayang itu
begitu ingin teriak
betapa ia amat berhasrat
tegak
satukan
bayang-bayang kau aku
ke dalam lagu
madu rindu
rindu madu
yogyakarta, 12/11/13
KABUT
yogyakarta, 11/11/13
NUN
"Nuun
Walqalami wamaa yasturuun
Maa anta bini'mati rabbika bimajnuun"
"Nun
Demi pena penyair dan puisi yang
mereka lahirkan
Karena sentuhan-Nya
kau tidak menjadi gila"
aku cuma-lah
sebatang pena, yang
ketika engkau angkat, yang
ketika engkau turunkan, yang
ketika engkau tuliskan
nafas dan nafs-ku cuma-lah
tergantung kepada
tiupan udara takdirmu
tetapi
semoga sebatang pena itu
tidak diamdiam di tengah malam
keluar dari kertas putihmu
tidak diamdiam menulisi
sembarang sempat
sehingga ia tersesat jalan pulang
kembali kepada kotak
tekateki takdirmu
maka pegang-lah
bagai alif, aku
sebatang pena, yang
sekali sentuhmu
pena ini akan menggila
tersebab gandrung oleh
pukau maha tanganmu
irhamnaa
yaa arhamar raahimiin
irhamnaa
amiin
marhaban bi habibiy
wa qurati 'ainiy
Muhammadan ‘abduhuu
wa rasuluhu
rumah cahaya
amiin
menjadi pecah
timbul-tenggelam cinta
memberikan tanda
tergantung kepadanya
bergantung dari mata ke telinga
bahkan batin terasa juga hunjamnya
tetapi mata ini menjadi nyata
1 januari 2013
WAJAH CAHAYA
pada akhirnya
di akar kelapa itu
kembali ke dalam tanah
berumah di dalam tanah
biji cinta yang dipatuk oleh burung itu terjatuh di sebuah taman
ketika kau aku saling pandang berlamalama
setelah pencarian bertahuntahun lewati lembah dan gurun
akhirnya kau aku kejatuhan lagi biji cinta itu
tetapi
kau aku lupa siapa pemilik taman ini?
seekor domba datang dari masakecil mengembik di antara batu-batu lelaki itu heran,
bukankah padang rumput hijau lama lenyap dari pandang, menggigil ia di antara gantungan-
gantungan tangan buskota
tapi tetes darah domba amisnya sampai ke mimpi ia tak mengerti, bagaimana mungkin
berpuluh kemarau deras angin menghalau kemari : sebuah rumah kecil, menjorok ke kali di
satu ruang kartonnya, ia disengat dingin
“Gusti, Tuhannya ibrahim, domba ini tersesat pulang!”
(1997)
KEPADA KAWAN
--- LPM Obsesi IAIN Purwokerto
berita siapa
siapa yang
pesan berita
siapa yang
kemanakah mata?