Aci 2
Aci 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi
sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein
yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan
hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung
(opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,
bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.
B. Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5
milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman
mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan
menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu
650 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat
hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.
Sering kali tempat masuk kuman sukar diketahui teteapi suasana anaerob seperti pada
luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan
cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin. Timbulnya
tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan
perawatan yang salah.
Faktor predisposisi
1. Umur tua atau anak-anak
2. Luka yang dalam dan kotor
3. Belum terimunisasi
a. Luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, luka tembak, luka bakar, luka yang
kotor.
b. Kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu / kotoran.
c. Luka yang kotor / tertutup memungkinkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan
Clostridium tetani.
d. Luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah ; gigi berlobang dikorek dengan benda
yang kotor atau OMP yang dobersihkan dengan kain yang kotor.
1. Anak
Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah mendapatkan
imunasi tetanus (DPT). Dan pada umumnya terdapat pada anak dari keluarga yang belum
mengerti pentingnya imunasi dan pemeliharaan kesehatan, seperti kebersihan lingkungan dan
perorangan.
Sebagian besar tetanus neonatorum terdapat pada bayi yang lahir dengan dukun yang belum
mengikuti penataran dari Depkes. Dimana dukun – dukun ini memotong tali pusat hanya
memakai alat sederhana seperti bilah bambu, pisau atau gunting yang tidak di steril dahulu,
sehingga bisa menimbulkan infeksi melalui luka pada tali pusat. Infeksi yahng disebabkan oleh
Clostridium Tetani dapat juga karena perawatan tali pusat yang menggunakan obat trradisional
seperti abu, kapur sirih, daun-daunan, dsb. Tetanus pada anak tejadi 10 hari setelah bayi lahir.
2. Dewasa
Penyebab penyakit seperti pada tetanus neonatorum, yaitu Clostridium tetani yang hidup
anaerob, berbentuk spora selama di luar tubuh manusia, tersebut luas di tanah. Juga terdapat di
tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Basil ini bila kondisinya baik (
didalam tubuh manusia ) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel
darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmi, yaitu neurotropik yang dapat
menyebabkan ketegangan dan spasme otot.
Tetanus, biasa disebut kejang mulut, disebabkan oleh toksin bakteri, atau racun, yang
mempengaruhi sistem saraf. Hal ini dikontrak lewat luka atau luka yang menjadi terkontaminasi
dengan bakteri tetanus. Bakteri bisa masuk melalui bahkan kecil cocokan peniti atau menggaruk,
tetapi luka tusukan mendalam atau luka seperti yang dibuat oleh paku atau pisau yang sangat
rentan terhadap infeksi tetanus. Bakteri tetanus di seluruh dunia hadir dan biasanya ditemukan di
tanah, debu dan kotoran. Tetanus menyebabkan kejang otot parah, termasuk "penguncian"
rahang sehingga pasien tidak bisa membuka / nya mulutnya atau menelan, dan mungkin
menyebabkan kematian oleh sesak napas. Tetanus tidak menular dari orang ke orang.
C. Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku,
pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kototr dan pada bayi dapat
melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan
toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan
mempengaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf
pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler.
Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi
dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat
mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah
pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno
anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam
sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada
myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang.
Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.
D. Manifestasi Klinis
Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi
ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama
pada rahang dan leher.
1. Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut
(trismus) karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Diikuti gejala risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut
mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi ,kekauan otot dinding
perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)
3. Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin seinrg dan lama,
gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan
akhirnya hipoksia yang berat
4. Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi
berat
5. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki)
6. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior.
7. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering marupakan
gejala dini.
8. Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam
keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme
mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan
tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus karena
kontraksi yang kuat.
9. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi
urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula
terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
10. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
11. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.
Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:
1. Tetanus local : otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal
luak. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang tanpa sekuele.
2. Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk,
trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam
waktu singkat konstruksi otot somatik — meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup
otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya
spasme berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode
relaksasi.
3. Tetanus segal : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi
sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf
III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.
E. Evaluasi Diagnostik
- Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
Secara Umum
Eliminasi kuman
1. Debridement
Untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak, membuang
benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media, caires gigi.
2. Antibiotika
penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari im, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain
ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.
Netralisasi toksintoksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di
jaringan. Dapat diberikan ats 5000-100.000 ki
Perawatan suporatif
2. Bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian makanan
peroral hendaknya segera dilaksanakan.
1. Antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis.
2. Pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama), pemberian
antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus,
dilanjutkan dengan dosis rumatan.
3. Pengobatan rumat. Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari
pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya
4. Bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan pelumpuhan
obat secara totoal dan dibantu denga pernafasan maknaik (ventilator)
Pembedahan
Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi
atau laringostomi untuk bantuan nafas.
Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.
G. Komplikasi
1. Bronkopneumoni
2. Asfiksia dan sianosis
3. Spame otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saripa) di dalam rongga
mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia
aspirasi.
4. Atelektaksis karena obstruksi secret
5. Fraktura kompresi.
H. Pengobatan
I. Pencegahan
a. Pengkajian
1. Identitas
- Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi
3. Riwayat Kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang: adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat.
Natal
4. Riwayat imunisasi
5. Riwayat tumbuh kembang
- Pertumbuhan fisik
6. Riwayat Nutrisi
- Pemberin asi
- Susu Formula
- Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
7. Riwayat Psikososial
8. Riwayat Spiritual
9. Reaksi Hospitalisasi
- Nutrisi
- Cairan
- Eliminasi BAB/BAK
- Istirahat tidur
- Olahraga
- Personal Hygiene
- Aktifitas/mobilitas fisik
- Rekreasi
- Tanda-tanda vital
- Antropometri
- Sistem pernafasan: dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot pernafasan.
- Sistem Cardio Vaskuler: disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awalnya 38 -
40°Catau febris sampai ke terminal 43 - 44°C.
- Sistem Indra
- Sistem muskulo skeletal dan Sistem integument: nyeri kesemutan pada tempat luka, berkeringatan
(hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka dengan peningkatan kontraksi
alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan menelan.
- Sistem Endokrin
- Sistem perkemihan: retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output tidak ada/oliguria)
- Sistem reproduksi
- Sistem imun
- Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelum,
refleks, iritasi meningen, irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir), kelumpuhan satu atau
beberapa saraf otak.
- 0 – 6 tahun dengan menggunakan DDST (motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial)
14. Terapi
b. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau produksi
mucus
d. Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot
faring.
g. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang
h. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan perubahan status kesehatan,
penata laksanaan gangguan kejang
Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan nafas
Intervensi :
R: Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya
sekret
2. Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan secret
R: Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia
6. Pemberian sedativa Diazepam drip 10 Amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp)
Dx. 2 : Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan criteria :
Intervensi :
2. Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam
3. Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4
jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien
- Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
- Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan
kebutuhan cairan
- Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh
Dx. 3. : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme
otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut
Tujuan : Status nutrisi anak terpenuhi dengan kriteria:
- Jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak
dan viotamin seimbang
Intervensi :
R: Intake nutrisi yang seimbang dan adekuat akan mempertahankan kebutuhan nutrisi tubuh
2. Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang
R: Bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau mengetahui
kemungkinan komplikasi dan mengetahui penurunan obsrobsi air.
Dx. 4 : Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan
spasme otot faring.
Intervensi :
R: Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya
sekret
R: Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat
jalan nafas
R: Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia
R: Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan
pencegahan hipoksia
Intervensi
1. Identifikasi dan hindari faktor pencetus
2. Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman
R: Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat kondisi
klien
Dx. 6: Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tetanus lysin , pembatasan aktifitas
(immobilisasi)
Intervensi
R: Kemerahan menandakan adanya area sirkulasi yang buruk dan kerusakan yang dapat
menimbulkan dikubitus
R: Mengurangi stres pada titik tekanan sehingga meningkatkan aliran darah ke jaringan yang
mempercepat proses kesembuhan
3. Anjurkan kepada orang tua pasien untuk memakaikan katun yang longgar
R: Mencegah iritasi kulti secara langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
4. Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa
5. Pertahankan hygiene kulit dengan mengeringkan dan melakukan masagge dengan lotion
R: Mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi dan
masagge dapat meningkatkan sirkulasi kulit
Dx. 7: Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang
Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi, dengan criteria
- Tempat tidur bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu.
Intervensi :
2. Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktifitas , BAB/BAK, membersihkan tempat tidur dan
kebersihan diri
Tujuan : Orang tua menunjukan rasa cemas berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan
tentang kondisi anak yang dialami, dengan kriteria :
Intervensi :
1. Jelaskan tentang aktifitas kejang yang terjadi pada anak
R: Ekspresi/ eksploitasi perasaan orang tua secara verbal dapat membantu mengetahui tingkat
kecemasan
d. Evaluasi
1. Klien memperlihatkan kepatenan jalan nafas, jalan nafas bersih, tidak ada sekresi
2. Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan, membran mukosa lembab, turgor kulit
baik
3. Status nutrisi anak terpenuhi, berat badan sesuai usia, makanan 90 % dapat dikonsumsi, jenis
makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak dan
vitamin seimbang)
4. Tidak terjadi aspirasi, jalan nafas bersih dan tidak ada secret, pernafasan teratur
5. Cedera tidak terjadi, klien tidak ada cedera, tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman
6. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, tidak ada kemerahan , lesi dan edema
8. Orang tua menunjukan rasa cemas berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan tentang
kondisi anak yang dialami, orang tua klien tidak cemas dan gelisah.
DAFTAR PUSTAKA