SAMPIT
2018
KERANGKA ACUAN KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan perlindungan-Nya
sehingga Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup kegiatan
pertambangan batubara PT. Aldy Surya Gemilang dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup dalam rangka
memenuhi persyaratan Izin Lingkungan atas kegiatan pertambangan batubara PT.
Aldy Surya Gemilang dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang tercantum di
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, yang
dijabarkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : 05 tahun 2012
tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, maka PT. Aldy Surya Gemilang yang berada di
Wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur yang bergerak di bidang Pertambangan
Batubara melaksanakan penyusunan AMDAL.
Sebagai langkah awal dari studi AMDAL ini maka disusunlah Dokumen
Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) Usaha
Pertambangan Batubara PT. Aldy Surya Gemilang dengan mengacu kepada PerMen
LH No. 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................... I-1
1.1.1. Justifikasi Dilaksanakan nya Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan ......................................................... I-1
1.1.2. Alasan Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib
Dilengkapi AMDAL ........................................................ I-3
1.1.3. Alasan Dokumen AMDAL Dinilai Oleh Komisi Penilai
AMDAL Kabupaten Kotawaringin Timur ........................ I-3
1.2. Tujuan Rencana kegiatan......................................................... I-4
1.2.1. Tujuan Kegiatan ............................................................ I-4
1.2.2. Manfaat Kegiatan ......................................................... I-4
1.3. Pelaksanaan Studi.................................................................... I-6
1.3.1. Pemrakarsa dan Penanggungjawab Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan ........................................................ I-6
1.3.2. Pelaksana Studi AMDAL .............................................. I-6
BAB II PELINGKUPAN
2.1. Deskripsi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Dikaji ....... II-1
2.1.1. Status Studi AMDAL ..................................................... II-1
2.1.2. Kesesuaian Rencana Lokasi Usaha dan/atau
Kegiatan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah .......... II-1
2.1.2.1. Lokasi Kegiatan .............................................. II-1
2.1.2.2. Kesesuaian Lokasi RTRW Kabupaten
Kotawaringin Timur No. 05 Tahun 2015 .......... II-2
2.1.2.3. Kesesuaian Lokasi Berdasarkan SK Menhut
No. SK.529/Menhut-II/2012 ............................. II-2
2.1.2.4. Kesesuaian Lokasi Berdasarkan Keputusan
Menteri LHK Nomor : SK. 6559/MENLHK-
PKTL/IPSDH/PLA.1/12/2017 ........................... II-2
2.1.2.5. Keputusan Kepala Badan Restorasi Gambut
Nomor : SK. 05/BRG/KPTS/2016 .................... II-3
2.1.3. Deskripsi Rencana Usaha dan/Atau Kegiatan .............. II-9
2.1.3.1. Cadangan dan Rencana Produksi Batubara.... II-9
2.1.3.2. Tahapan Kegiatan .......................................... II-17
A. Tahap Pra Konstruksi.................................. II-17
B. Tahap Konstruksi ........................................ II-24
C. Tahap Operasi ........................................... II-49
D. Tahap Pasca Operasi ................................. II-74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Tim Penyusun AMDAL Perkebunan Kelapa Sawit PT. Aldy
Surya Gemilang ....................................................................... I-6
Tabel 2.1. Kesesuaian Lokasi Rencana Usaha/Kegiatan dengan
RTRWP No. 05/2015 ............................................................... II-2
Tabel 2.2. Kesesuaian Lokasi Rencana Usaha/Kegiatan berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan Berdasarkan SK.529/Menhut-
II/2012 ..................................................................................... II-2
Tabel 2.3. Cadangan Batubara dengan striping Rasio 1 : 4,39................. II-12
Tabel 2.4. Hasil Analisa Kimia Batubara PT. Aldy Surya Gemilang .......... II-12
Tabel 2.5. Jadwal Rencana Produksi Batubara dan Penggalian
Overburden.............................................................................. II-12
Tabel 2.6. Target Produksi Pertahun ........................................................ II-13
Tabel 2.7. Kebutuhan Tenaga Kerja Pertambangan Batubara PT. Aldy
Surya Gemilang ....................................................................... II-22
Tabel 2.8. Rekapitulasi Kebutuhan Unit Peralatan Tambang.................... II-25
Tabel 2.9. Data Curah Hujan Di Kabupaten Kotawaringin Timur
(mm/bulan) .............................................................................. II-80
Tabel 2.10. Hasil Pengujian Kualitas udara dan Kebisingan ....................... II-82
Tabel 2.11. Intensitas kebisingan dari sumber alat-alat berat ..................... II-83
Tabel 2.12. Intensitas kebisingan dari sumber kendaraan bermotor ........... II-83
Tabel 2.13. Data Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan di Wilayah Studi... II-84
Tabel 2.14. Tutupan Lahan Lokasi Studi .................................................... II-85
Tabel 2.15. Sistem Lahan Lokasi Studi....................................................... II-86
Tabel 2.16. Jenis Vegetasi Budidaya di Lokasi Studi.................................. II-94
Tabel 2.17. Jumlah penduduk Desa Wilayah Studi..................................... II-97
Tabel 2.18. Jumlah Rumahtangga dan Ukuran Keluarga (Size of Family)
Desa Wilayah Studi ................................................................. II-98
Tabel 2.19. Tingkat Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Studi ................... II-99
Tabel 2.20. Luas Wilayah dan Tingkat Kepadatan Penduduk Desa
Wilayah Studi........................................................................... II-99
Tabel 2.21. Jumlah Murid, Guru & Rasio Murid-Guru TK, SD, SMP, SMA
di Wilayah Studi ....................................................................... II-99
Tabel 2.22. Persentase Pemeluk Agama di Wilayah Stud .......................... II-100
Tabel 2.23. Keberadaan Tempat Ibadah di Desa Wilayah Studi................. II-101
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perizinan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.3. Alasan Dokumen AMDAL Dinilai Oleh Komisi Penilai AMDAL Kabupaten
Kotawaringin Timur
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Permen-LH) Nomor 08
Tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen
Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan telah mengamanatkan
pada Pasal 12 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa Komisi Penilai
Kabupaten/Kota berwenang menilai Dokumen AMDAL bagi rencana usaha
dan/atau kegiatan yang berada di wilayah Kabupaten/Kota tersebut. Oleh
karena itu, PT. Aldy Surya Gemilang yang berada di wilayah Kabupaten
Kotawaringin Timur, dan Komisi Penilai AMDAL Kabupaten Kotawaringin
Timur telah memiliki lisensi sebagai Komisi Penilai AMDAL sesuai dengan
Permen-LH No 15 Tahun 2009 tentang Persyaratan dan Tata Cara Lisensi
Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, sehingga
dokumen AMDAL yang dibuat ini akan dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL
Kabupaten Kotawaringin Timur.
BAB 2
PELINGKUPAN
Gambar 2.3. Peta Kesesuaian Rencana Lokasi Dengan SK Menhut Nomor. 529 /
Menhut-II / 2012
B. Cadangan Batubara
Perhitungan sumberdaya batubara dalam tahapan ini hanya didasarkan
atas data-data lapisan batubara di permukaan dari setiap singkapan yang
ditemukan dan sebagai titik referensi. Untuk menyederhanakan perhitungan,
maka beberapa variable dalam perhitungan sumberdaya digunakan dengan
asumsi-asumsi, yaitu :
Sebaran lapisan batubara diasumsikan menerus secara lateral maupun
hingga pada kedalaman tertentu
dihitung dengan pendekatan break even stripping ratio (BESR). Adapun tahapan
perhitungan BESR adalah sebagai berikut :
a. Menghitung total biaya penambangan per ton batubara (selain biaya
pengupasan overburden).
b. Menghitung balance yaitu selisih harga jual per ton batubara dengan total
biaya penambangan.
c. Menghitung BESR.
D. Rencana Produksi
Rencana produksi dibagi pertahun dengan menggambarkan arah
kemajuan tambang per tahun, juga menyangkut jumlah pemindahan tanah
penutup dan produksi batubara per tahun, di mana arah kemajuan tambang
senantiasa mengikuti arah penyebaran lapisan batubara. Adapun rencana
produksi batubara PT. Aldy Surya Gemilang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.5 Jadwal Rencana Produksi Batubara dan Penggalian
Overburden
Produksi Coal Getting OB + IB
Keterangan
Tahun (M.Ton) (BOM) SR
(Arah Penempatan OB + IB)
ke- PIT 1 PIT 1
0
1 350,000 1,536,500 4.39 Ke Disposal Area 1 & Top Soil
Disposal Area 1
2 400,000 1,756,000 4.39 Ke Disposal Area & Ke Pit 11
3 400,000 1,756,000 4.39 Ke Pit 11 & Ke Pit 12
4 450,000 1,975,500 4.39 Ke Pit 13
oleh perusahaan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah para karyawan
perusahaan yang dikontrak selama waktu tertentu untuk melakukan pekerjaan
langsung operasi penambangan, angkutan dan penumpukan batubara.
B. Tahap Konstruksi
1. Mobilisasi Peralatan Tambang
Mobilisasi peralatan dimaksud meliputi peralatan-peralatan berat yang
digunakan untuk menunjang kegiatan penambangan baik pembangunan sarana
dan prasarana maupun untuk operasional penambangan, aksesbilitas mobilisasi
ini akan dilakukan melalui jalur darat. Peralatan yang digunakan selama
pembangunan sarana dan prasarana penambangan relatif lebih sedikit
menggunakan alat-alat berat jika dibandingkan dengan operasional
penambangan. Alat yang akan digunakan untuk pembangunan sarana dan
prasarana adalah truk pengangkut material, excavator dan bulldozer yang
dilengkapi dengan alat garu perata tanah (ripper).
Sebelum memasuki jalan lokasi IUP, pihak perusahaan menggunakan
jalan darat milik negara, untuk itu pihak perusahaan wajib mengikuti aturan atau
kebijakan daerah tentang tata laksana angkutan alat berat.
Beberapa peraturan yang dapat menjadi acuan PT. Aldy Surya Gemilang
dalam kegiatan Mobilisasi Peralatan Tambang antara lain sebagai berikut :
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan “Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan
untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman,
cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan
modal transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan,
untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai
pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya
yang terjangkau oleh daya beli masyarakat”.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
“bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional
menuntut penyelenggaraan pelayaran yang sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, peran serta swasta dan persaingan usaha,
otonomi daerah, dan akuntabilitas penyelenggara negara, dengan tetap
mengutamakan keselamatan dan keamanan pelayaran demi kepentingan
nasional”.
- Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 15 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 06 Tahun 2013
Tentang Jenis, Struktur, Dan Golongan Tarif Jasa Kepelabuhanan “jenis tarif
pelayanan jasa kepelabuhanan merupakan suatu pungutan atas setiap
pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelabuhan dan badan usaha
pelabuhan kepada pengguna jasa kepelabuhanan”
Jumlah
Jenis Pekerjaan Model Mesin Produktivitas
Unit
Pit Water Pump 2
Genset 1
Lighting 4
Kendaraan 4
operasional DC L-200
Sumber : Feasibilty Study PT. Aldy Surya Gemilang, 2015
Beberapa peraturan yang dapat menjadi acuan PT. Aldy Surya Gemilang
dalam kegiatan Mobilisasi Peralatan dan Material antara lain sebagai berikut :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan “Transportasi jalan diselenggarakan dengan
tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat,
aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu
memadukan modal transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok
wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas
sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional
dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat”.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran “bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan
internasional menuntut penyelenggaraan pelayaran yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peran serta swasta dan
persaingan usaha, otonomi daerah, dan akuntabilitas penyelenggara negara,
dengan tetap mengutamakan keselamatan dan keamanan pelayaran demi
kepentingan nasional”.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 15 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 06 Tahun 2013
Tentang Jenis, Struktur, Dan Golongan Tarif Jasa Kepelabuhanan “jenis tarif
pelayanan jasa kepelabuhanan merupakan suatu pungutan atas setiap
pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelabuhan dan badan usaha
pelabuhan kepada pengguna jasa kepelabuhanan”.
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum pasal 140
ayat 2 “Kendaraan harus mempunyai konstruksi yang memenuhi standar
sesuai dengan beban kerjanya dan hanya dijalankan sesuai dengan
ketentuan dari pabrik pembuatnya”.
Keterangan :
W : Lebar jalan angkut pada tikungan (m)
U : Jarak jejak roda (m)
Fa : Lebar juntai (verhang) depan (m)
Fb : Lebar juntai (Overhang) belakang (m)
Z : Lebar bagian tepi jalan (m)
C : Total Lateral Clearance (jarak antara kendaraan).
Gambar 2.12. Lebar Jalan Angkut Untuk Dua Jalur Pada Belokan
Jari-jari tikungan/belokan
Besarnya jari-jari belokan jalan angkut harus sesuai dengan kosntruksi sudut
penyimpangan alat angkut, dimana sudut lingkaran yang dibentuk oleh jalan
sama dengan sudut depan alat angkut. Jari-jari belokan lintasan roda dapat
ditentukan dengan rumus perhitungan jari-jari belokan :
Wb 6,321 6,321
R = = = = 7,43 meter
sin sin 45 0,851
Dengan :
R : Jari-jari belokan (meter)
Wb : Jarak poros depan dengan belakang (meter)
θ : Sudut penyimpangan roda depan
Jadi jalan tambang yang disiapkan untuk dua jalur pengangkutan dump
truck berkecepatan maksimum 40 km/jam. Kecepatan dump truck bermuatan
ditikungan tidak boleh lebih dari 25 km/jam. Oleh karena itu geometri jalan
tambang yang berada didalam areal pit disarankan sebagai berikut :
1) Lebar minimal = 3,5 x lebar dump truck = 3,5 x 3,2 m = 11,2 m dengan lebar
paritan dan safety berm di kanan/kiri jalan maka lebar total jalan sebesar
13,2 m, adapun kemiringan bahu jalan (cross slope) adalah 1%.
2) Lebar jalan pada belokan minimal = 15 m, super elevasi = 0,05 (m/m) atau
beda elevasi sisi luar jalan pada belokan dengan elevasi sisi dalam jalan =
1,5 m
3) Kemiringan jalan maksimum = 8%.
4) Turning radius minimal = 6 m.
5) Di jalan perlu dibuat safety berm yang tingginya “tanggul” pengaman jalan
2/3 x diameter roda dump truck.
Jalan tambang ini perlu dirawat dengan baik untuk menjamin kelancaran
operasi pengangkutan dan lifetime dari ban. Alat-alat yang diperlukan untuk
merawat jalan adalah grader dan truk penyiram air untuk jalan.
Pembangunan jalan tambang di dalam area tambang mengacu pada
perundang-undang serta peraturan yang berlaku sebagai berikut :
- Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004 tentang jalan
pasal 1 ayat 6 “Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan
usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri”.
- Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor Pm 13 Tahun
2014 Tentang Rambu Lalu Lintas pasal 1 ayat 1 “Rambu Lalu Lintas adalah
bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat,
dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah,
atau petunjuk bagi Pengguna Jalan”.
- Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum pasal 141
ayat 1 “Jalan yang digunakan kendaraan di pertambangan, harus diberi tanda
yang jelas. Setiap kendaraan hanya boleh menggunakan jalan yang telah
ditetapkan untuk jalan angkutan”.
b) Pembangunan Jembatan
Desain jembatan menggunakan tipe jembatan standar yang biasa
digunakan di Kalimantan yang dibangun sesuai dengan kondisi topografi
dilapangan. Jembatan-jembatan ini dibuat dengan unit yang standar dan
dianggap cocok untuk bisa dikembangkan. Jembatan tipe ini biasanya : balok
penopang jembatan yang standar, pengikat jembatan yang standar, pengikat
panjang jembatan yang standar, jembatan semi permanen, jembatan transpanel
satu jalur, dan jembatan transpanel dua jalur. Desain jembatan dan gorong-
gorong PT. Aldy Surya Gemilang, dapat dilihat pada gambar-gambar berikut.
e) Pembangunan Klinik
Bangunan klinik dibuat permanen dan terpisah dengan tempat tinggal
atau unit kerja lainnya, bangunan klinik di buat untuk penanganan darurat kerja
dengan menyediakan peralatan medik P3K dan peralatan kesehatan lainnya
mengingat lokasi IUP PT. ALDY SURYA GEMILANG yang dekat dengan sarana
kesehatan yang ada di sekitar Desa terkena dampak (Desa Parenggean dan
Desa Pelantaran) serta ketersediaan Rumah Sakit Umum yang berada di Sampit
Kabupaten Kotawaringin Timur yang dapat diakses melalui jalan darat.
Pembangunan Fasilitas medis atau klinik mengacu pada Keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pertambangan Umum Pasal 37 ayat 1 “Pada atau dekat kantor
tambang harus disediakan ruang Perawatan Kesehatan untuk Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K) beserta kelengkapannya”
Pembangunan Gudang
Bangunan gudang diperlukan untuk kelancaran kegiatan operasional
tambang, terutama yang menyangkut kegiatan penyimpanan peralatan
tambang. Gudang yang akan dibangun seluas 700 m2 berukuran 20 m x 35
m, dibangun pada posisi yang tidak terlalu dekat dengan posisi kantor dan
base camp. Tipe bangunan gudang adalah semi permanen.Bangunan
menggunakan lantai cor beton dan dinding batako sampai tinggi 1 meter dan
di atasnya berupa dinding papan.
Kemasan oli bekas disimpan dalam suatu drum (tanki limbah oli)
dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Dalam kondisi baik, tidak bocor atau rusak;
b. Terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah B3 yang
disimpan;
c. Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat
dilakukan pemindahan atau pengangkutan; dan
d. Tiap kemasan diberikan simbol dan label sesuai ketentuan yang berlaku
C. Tahap Operasi
Pada pelaksanaan operasionalnya nanti, perusahaan akan menempatkan
para staf yang menguasai operasional penambangan dengan tujuan agar
implementasi ketentuan-ketentuan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) dapat berjalan dengan baik. Perusahaan membentuk organisasi dan
menunjuk personil yang bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan
program K3 tersebut. Personalia yang ditunjuk meliputi: (a) Kepala Teknik
Tambang (KTT), (b) Pengawas operasional, (c) Pengawas teknik, (d) Petugas K3
(safety officer), dan (e) Komite K3 (safety committee).
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No:
555.K/26/M.Pe/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Pertambangan Umum disebutkan bahwa Kepala Inspeksi Tambang harus
menerbitkan sekurang-kurangnya 12 pedoman teknis. Selain itu juga harus
membuat peraturan perusahaan atau pedoman-pedoman kerja dan operasi
berupa SOP (Standard Operation Procedure) yang khusus menyangkut
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai dengan peraturan pemerintah tentang
kegiatan ini.
Peraturan perusahaan dapat bersifat umum dan khusus, Peraturan
perusahaan yang bersifat umum berlaku untuk seluruh kegiatan yang ada, mulai
dari lokasi penambangan, jalan angkut batubara dan stockpile. Peraturan yang
bersifat khusus dibuat pada masing-masing kegiatan, karena masing-masing
kegiatan tersebut memiliki potensi bahaya yang berbeda.
antara 30 – 50 cm. Mengingat tanah pucuk ini kaya akan unsur hara yang sangat
diperlukan untuk penanaman kembali pada areal bekas tambang, maka
penanganannya harus dilakukan dengan hati-hati. Rencana penanganan dan
penyimpanan tanah pucuk :
Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaan basah (musim
penghujan) untuk menghindari pemadatan dan rusaknya struktur tanah;
Timbunan tanah pucuk tidak melebihi dari 2 meter;
Dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (cover crop) yang
cepat tumbuh dan berumur pendek untuk menutup permukaan tanah agar
terhindar dari erosi akibat hujan.
Alat berat yang digunakan untuk membongkar dan mendorong tanah
pucuk apabila jarak ke tempat penimbunan kurang dari 200 m adalah bulldozer
dan apabila melebihi jarak tersebut, bulldozer tidak efisien lagi sehingga harus
digunakan kombinasi back hoe berupa excavator dan dump truck. Tanah pucuk
ini akan dikembalikan pada lokasi bekas tambang yang sudah ditimbun dengan
overburden atau menempati bagian paling atas dengan ketebalan minimal 0.15
m, sehingga penanaman tumbuhan dapat dilakukan. Pada saat meratakan tanah
pucuk nantinya sebelum ditanami digunakan bulldozer. Lokasi penimbunan tanah
pucuk ditempatkan di sebelah Barat masing-masing Pit yang ada.
antara 500 m -1.5 km dari lokasi lubang tambang. Untuk tahap selanjutnya, tanah
penutup akan ditimbun dilubang tambang yang telah selesai ditambang pada
tahap pertama (sistem pengisisan kembali lubang tambang atau sitem
backfilling). Dengan memperhatikan pertimbangan tersebut, maka penimbunan
tanah penutup akan dilakukan dengan membuat bentuk rata.
Saluran penyaliran ini berfungsi untuk mengendalikan air agar tidak terjadi
genangan di atas jenjang, yang dapat mempengaruhi kemantapan lereng. Sketsa
sistem penyaliran tambang dapat dilihat pada Gambar berikut.
b) Desain Tambang
Penyebaran batubara di wilayah konsesi PT. ALDY SURYA GEMILANG
pada umumnya searah jurus dimana pelamparannya relative merata dan
menerus. Penyebaran seam-seam yang ada dapat diikuti kearah jurus dan
kemiringan lerengnya, lapisan batuan pembentuk overburden di daerah ini
umumnya diketahui berupa endapan batulanau, batu lempeng dan batu pasir.
Pada umumnya lapisan batubara diapit oleh lapisan tipis yang terdiri dari serpih
karbonan (coalyshale) maupun lempung karbonan (coalyclay).
c) Sistem Penambangan
Sistem penambangan yang diterapkan adalah system Back Filling. Untuk
tahap pertama overburden yang dikupas selain ditumpuk di area disposal di
sekitar tambang, juga akan dimanfaatkan untuk menguruk beberapa titik rawan
pada jalan dari tambang menuju kearah ROM Stock. Selanjutnya setelah
batubara diambil dan aktivitas penambangan batubara untuk pit pertama selesai,
maka overburden hasil pengupasan pada pit kedua selanjutnya akan digunakan
untuk menutupi bekas lubang bukaan tambang pit pertama sehingga altivitas
reklamasi lahan dapat dilaksanakan sekaligus bersamaan dengan pembukaan pit
tambang kedua dan seterusnya.
Adapun beberapa criteria dalam pemilihan sistem penambangan yaitu:
1. Karakteristik spatial cadangan: size, shape, attitude, dept
2. Kondisi geologi dan hidrogeologi : structure, uniformity, groundwater, dll
3. Kondisi geoteknik material ( waste and rock )
4. Pertimbangan ekonomi:
Cadangan ( jumlah dan kualitas)
Tingkat produksi
Produktivitas
Biaya
5. Pertimbangan K3L (termasuk lingkungan fisik dan poleksos)
6. Faktor teknologi
dilakukan secara bertahap blok per blok. Sedangkan sistem penambangan yang
ditetapkan adalah system Back Filling. Kegiatan penambangan pertama dimulai
pada Pit tambang yang di prioritaskan dengan Striping Ratio yang kecil. Arah
kemajuan penambangan adalah ke arah down dip seam batubara. Kemudian
Penambangan pada periode selanjutnya dilanjutkan pada PIT tambang yang
telah direncanakan pada desain tambang sampai dengan batas Striping Ratio
yang maksimum atau yang di anggap sudah tidak ekonomis lagi untuk
dilakukannya proses kegiatan penambangan batubara PT. Aldy Surya Gemilang
Penambangan pada tiap pit dimulai dengan menambang dari high wall.
Kemudian Tanah penutup (Top Soil) diangkut menuju waste dump dengan jarak
±1 km.
Asap berwarna putih pekat, berbau belerang dan menyengat. Hal ini
terjadi apabila batubara yang terbakar belum menycapai permukaan dan
masih terjadi di dalam tumpukan batubara
Adapaun mengenai kegiatan jalan hauling dan terminal khusus PT. Aldy
Surya Gemilang akan disusun kemudian kajian tersendiri menyesuaikan
perizinan yang telah diperoleh dari pemerintah kabupaten Kotim maupun instansi
terkait lainnya.
Standart Operating Procedure (SOP) dan berlaku untuk semua pengguna yang
bekerja di tambang PT. Aldy Surya Gemilang.
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum Pasal 159
“Setiap bengkel, harus dioperasikan dan dipelihara dalam keadaan bersih, rapi
sehingga tidak menimbulkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan serta
tidak mengganggu atau mengotori lingkungan”.
d) Klinik
Berdasarkan pelayanannya klinik yang dibagun PT. Aldy Surya Gemilang
ini hanya pelayanan medis dasar dengan kewajiban yang meliputi memberikan
pelayanan aman, bermutu, mengutamakan kepentingan pasien, sesuai standar
profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional.
Dalam upaya pengelolaan limbah medis dari aktivitas klinik, limbah
Klinik/Medis yang beracun, benda-benda tajam, dan limbah yang dapat
menimbulkan infeksi harus dikemas dalam tempat yang aman kemudian
diserahkan kepada rumah sakit atau tempat lain yang memiliki Insenerator.
kemudian diolah atau ditangani lebih lanjut oleh pihak ketiga yang telah
mendapat Izin Pengelolaan Limbah B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup.
a. Reklamasi
Kegiatan reklamasi dan revegetasi pada tahap operasi dilakukan pada
areal kerja yang sudah dilakukan pengambilan batubara. Reklamasi pada tahap
ini diutamakan pada areal kerja yang memiliki front kerja luas dan lebar sesuai
arah kemajuan penambangan.
Pada jenjang-jenjang yang dibentuk pada saat proses penambangan, di
sepanjang lerengnya akan dipertahankan dan ditanami tanaman perintis atau
covercrop untuk menahan laju pengendapan dan erosi. Pada lantai jenjang bekas
penambangan akan ditanami dengan tumbuhan atau pohonpohon jenis keras
atau disesuaikan dengan rencana pengembangan wilayah oleh masyarakat.
Kegiatan reklamasi dilakukan untuk mengembalikan kondisi lahan paling
tidak mendekati kondisi awal sebelum ditambang. Acuan topografi dan bentang
lahan diambil berdasarkan data survei sebelum lahan terganggu.
Untuk itu akan dibuat rencana reklamasi yang terpadu dengan kemajuan
penambangan batubara yaitu sebagai berikut :
Pertama kali lahan yang akan ditambang dibersihkan terlebih dulu dari
vegetasi penutup.
Lapisan tanah pucuk dari lubang tambang yang terjadi pertama kali disimpan
di lokasi terpisah atau langsung disebarkan di atas lahan yang telah selesai
direklamasi.
Terhadap lapisan penutup (overburden) setelah dikupas, diangkut ke lokasi
pembuangan yang berupa lubang tambang sebelumnya (backfilling) sebagai
pekerjaan reklamasi.
Bagian yang berpotensi menimbulkan asam tambang, maka pada penimbunan
kembali hasil kupasan lapisan penutup, diusahakan selalu atau segera
tertutup oleh batuan lain, sehingga terlindung dari proses oksidasi dan
limpasan air hujan.
Pada tempat yang akan direklamasi, maka penimbunan material penutup akan
berlangsung serentak sejalan dengan kemajuan penambangan, Pada setiap
area yang selesai ditambang akan segera diisi dengan hasil kupasan lapisan
penutup dari area lain yang sedang ditambang.
Tanah pucuk yang semula disimpan atau langsung didapat dari pengupasan
terdahulu, disebarkan kembali di atas lahan reklamasi sehingga lahan tersebut
siap untuk ditanami kembali.
Konsep reklamasi dan revegetasi lahan berdasarkan arah kemajuan
penambangan, dapat dilihat pada Gambar berikut.
Pelaksanaan Rekalamasi
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha
pertambangan untuk menata memulihkan dan memperbaiki kualitas
lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai
peruntukannya (Permen ESDM No. 7 Tahun 2014).
Pemegang IUP wajib melaksanakan reklamasi sebagaimana disebutkan
pada pasal 99 dan 100 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara dan pada pasal 2 PP No.78 Tahun 2010 tentang Reklamasi
dan Pascatambang, dalam pasal tersebut ditegaskan kepada setiap
pemegang IUP dan IUPK wajib untuk melaksanakan reklamasi.
b. Revegetasi
Kegiatan revegetasi pada dasarnya adalah upaya untuk merehabilitasi
lahan bekas tambang yang tidak produktif menjadi lahan yang produktif kembali
melalui praktek-praktek konservasi tanah dan penanaman.
Revegetasi lahan bekas penambangan dapat menggunakan jenis pupuk
organik sebagai salah satu alternatif. Apabila tidak cukup tersedia material tanah
penutup, tidak cukup tersedia tanah pucuk, dan kondisi lahan tergolong kritis
(potential acid forming) serta miskin unsur hara. Revegetasi dilakukan secara
konvensional dengan tahapan sebagai berikut:
Pembajakan
Pembuatan saluran air pencegah erosi (riprap)
Penaburan tanaman penutup tanah (covercrop)
Pemulsaaan (mulching)
Penanaman dengan tanaman cepat tumbuh kemudian tanaman lokal
Pemberian pupuk organik atau anorganik.
Pembajakan dilakukan pada seluruh lahan reklamasi yang telah
dinyatakan siap tanam dengan maksud menggemburkan tanah untuk
mempermudah tanah untuk mempermudah masuknya oksigen ke dalam tanah
(lapisan bawah) dan meningkatkan porositas. Alternatif jenis tanaman untuk
kegiatan revegetasi lahan bekas tambang digunakan tanaman jenis cepat
tumbuh yang disesuaikan dengan status lahan misalnya jenis tanaman
kehutanan mengingat status lahan merupakan kawasan hutan (Hutan Produksi
Konversi)
Upaya rehabilitasi lahan bekas tambang dengan praktek penanaman
meliputi rangkaian kegiatan pembuatan calon tanaman di persemaian,
pembajakan, penaburan tanaman penutup tanah (cover crop), pemberian mulsa,
penanaman tanaman tahunan dan pemeliharaan.
Pemberian mulsa dengan menggunakan alangalang menjadi salah satu
bagian yang penting dalam upaya rehabilitasi areal bekas tambang. Mulsa
menyediakan kelembaban yang diperlukan covercrop seperti kacang-kacangan
untuk berkecambah, sebagai tambahan input bahan organik bagi tanah, dan
mengurangi energi kinetik air hujan yang jatuh ke permukaan tanah.
serta (4) mengenali kepentingan yang lebih luas terkait dengan pembangunan
berkelanjutan.
Perusahaan memegang prinsip bahwa kepatuhan pada hukum adalah
suatu kewajiban. Yang akan dilakukan adalah: (1) patuh pada semua regulasi, (2)
memastikan bahwa seluruh aktivitasnya sesuai dengan kerangka hukum yang
relevan, (3) patuh pada seluruh aturan yang dibuatnya sendiri secara adil dan
imparsial, (4) mengetahui perubahan-perubahan dalam regulasi, dan (5) secara
periodik memeriksa kepatuhannya.
Dalam keadaan hukum nasional atau perundang-undangannya atau
implementasinya tidak mencukupi untuk melindungi kondisi lingkungan dan
sosialnya, perusahaan akan berusaha untuk mengacu kepada norma perilaku
internasional.
Perusahaan menghormati HAM, serta mengakui betapa pentingnya HAM
serta sifatnya yang universal. Yang akan dilakukan: (1) manakala ditemukan
situasi HAM tidak terlindungi, perusahaan akan melindungi HAM, dan tidak
mengambil kesempatan dari situasi itu, dan (2) apabila tak ada regulasi HAM di
tingkat nasional, maka organisasi akan mengacu pada standar HAM
internasional.
Dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara ada diatur mengenai CSR dan Community Development
yang merupakan salah satu program dari CSR. Pedoman daripada implementasi
CSR dalam kegiatan usaha pertambangan terdapat dalam Pasal 95 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara
yang dilakukan dalam bentuk Community Development.
Kotler dan lee (2009), mengidentifikasi enam pilihan program bagi
perusahaan untuk melakukan inisiatif dan aktivitas yang berkaitan dengan
berbagai masalah sosial sebagai wujud komitmen dari tanggung jawab sosial
perusahaan. Keenam inisiatif sosial yang bisa diputuskan oleh perusahaan
adalah:
a) Cause promotions, dalam bentuk memberikan konstribusi dana atau
penggalangan dana untuk meningkatkan kesadaran akan masalah –
masalah sosial tertentu, seperti misalnya bahaya narkotika.
b) Cause-related marketing, yaitu bentuk konstribusi perusahaan dengan
menyisihkan sepersekian persen dari pendapatan sebagai dana donasi bagi
masalah sosial tertentu, untuk periode tertentu atau produk tertentu
c) Corporate social marketing, dengan membantu pengembangan maupun
implementasi dari kampanye dengan fokus untuk mengubah prilaku tertentu
cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan
modal transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan,
untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai
pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya
yang terjangkau oleh daya beli masyarakat”.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
“bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional
menuntut penyelenggaraan pelayaran yang sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, peran serta swasta dan persaingan usaha,
otonomi daerah, dan akuntabilitas penyelenggara negara, dengan tetap
mengutamakan keselamatan dan keamanan pelayaran demi kepentingan
nasional”.
- Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 15 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 06 Tahun 2013
Tentang Jenis, Struktur, Dan Golongan Tarif Jasa Kepelabuhanan “jenis tarif
pelayanan jasa kepelabuhanan merupakan suatu pungutan atas setiap
pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelabuhan dan badan usaha
pelabuhan kepada pengguna jasa kepelabuhanan”
- Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum pasal 140
ayat 2 “Kendaraan harus mempunyai konstruksi yang memenuhi standar
sesuai dengan beban kerjanya dan hanya dijalankan sesuai dengan ketentuan
dari pabrik pembuatnya”.
- Keputusan Direktur jenderal perhubungan Darat Nomor :
SK.726/AJ.307/DRJD/2004 TANGGAL : 30 April 2004 Tentang Pedoman
Teknis Penyelenggaraan Angkutan Alat Berat Di Jalan.
Void yang ditinggalkan dapat digunakan untuk kegiatan atau fungsi lain
yang bermanfaat, antara lain sebagai :
Sistem konservasi dan penyimpan sumberdaya air (reservoir);
Sistem pengendali banjir;
Sumber air bagi kehidupan flora dan fauna;
Pendukung upaya rehabilitasi dan restorasi ekosistem; serta
Sejumlah kemungkinan fungsi ekologis lainnya.
a. Kualitas Udara
Data kualitas udara di wilayah studi yang didasarkan data analogi serupa
yaitu kegiatan Pertambangan bijih bauksit milik PT. Baniran Alumina Cempaga
(data sekunder) kegiatan disekitar lokasi yang berada satu hamparan wilayah
dengan lokasi kegiatan PT. Aldy Surya Gemilang (rencana Pertambangan
Batubara) yang diasumsikan sebagai gambaran kondisi sebelum adanya
kegiatan operasional Pertambangan, Gambaran Data hasil pengujian kualitas
udara di daerah sekitar lokasi studi dapat di lihat pada Tabel sebagai berikut.
Tabel 2.10 Hasil Pengujian Kualitas udara dan Kebisingan
b. Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan
dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan.
Suara bising yang tidak dikehendaki sangat mengganggu berkomunikasi,
kenyamanan dan dapat merusak alat pendengaran manusia. Kebisingan
merupakan bentuk suara yang merugikan manusia dan lingkungan termasuk
satwa liar, dan sistem alam. Kebisingan yang disebabkan oleh suara buatan
merupakan pengganggu bagi manusia, khususnya aspek kognitif. Kebisingan
merupakan suatu situasi yang multi dimensi yang terkait dengan manusia. Suara
bising yang secara fisik maupun psikologis membahayakan adalah intensitas di
atas 100 dB(A). Maka kebisingan harus dikendalikan agar tidak menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Sumber kebisingan dari kegiatan
operasional tambang terutama disebabkan oleh aktifitas alat berat serta aktivitas
mobilisasi kendaraan operasional dan alat-alat berat.
Berdasarkan studi pustaka Intensitas Kebisingan beberapa alat-alat berat
dan kendaraan bermotor dari sumber kebisingan disajikan pada tabel berikut :
Berdasarkan studi pustaka intensitas kebisingan beberapa alat-alat berat
pada jarak 15 meter dari sumber serta intensitas kebisingan disajikan pada Tabel
sebagai berikut.
Tabel 2.11 Intensitas Kebisingan dari Sumber Alat-alat Berat
Intensitas Kebisingan Pada
No. Sumber Suara
Jarak 15 M dari Sumber dB (A)
1 Traktor 89
2 Backhoe 83
3 Generator 76
4 Float Loader / Dozer / Excavator 80
5 Crushing Plant 89
Sumber : Webbwe, H, et al., 1984
Adapun data tingkat kebisingan di daerah sekitar lokasi studi dapat di lihat
pada Tabel sebagai berikut.
Tabel 2.13 Data Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan di Wilayah Studi
Merujuk pada tabel Hasil uji tingkat kebisingan yang dibandingkan dengan
parameter sesuai Kepmen LH No. 48 Tahun 1996 tentang baku mutu kebisingan
dapat disimpulkan tingkat kebisingan masih berada di bawah baku mutu yang
sudah ditetapkan.
3. Geologi
a. Stratigrafi
Berdasarkan stratigrafi regional Lembar Palangkaraya (lembar 1613) yang
diterbitkan oleh P3G Bandung, daerah penyelidikan dibedakan menjadi 4 (Empat)
formasi batuan yaitu Formasi Alluvium (Qa) yang berumur Holosen, Formasi
Dahor (TQd) yang berumur Miosen – PPleistosen, Formasi Batuan Gunung Api
(Trv) yang berumur Trias dan Formasi Kuarsit (Tgr) yang berumur Perem - Trias.
Urut-urutan stratigrafi batuan dari muda ke tua adalah sebagai berikut :
formasi ini ada yang mencapai 300 meter dan berumur Miosen Tengah –
Pleistosen, diendapkan di lingkungan Paralik.
b. Struktur Geologi
Struktur geologi regional tidak berkembang di wilayah studi, hal ini dapat
di perlihatkan pada kenampakan morfologi yang landai dan pada struktur geologi
regional tidak di petakan adanya struktur.
Geologi Lokal
Struktur geologi di wilayah studi tidak berkembang hanya dataran yang
masuk pada Formasi Aluvial.
b) Sistem Lahan
Daerah rencana kegiatan pertambangan batubara PT. Aldy Surya
Gemilang yang berlokasi di Wilayah Kecamatan Parenggean, Kabupaten
Kotawaringin Timur dengan kategori jenis tanah podsolik dengan masing-masing
luasan sebagaimana tabel berikut :
Tabel 2.15 Sistem Lahan di Wilayah Studi
Luas (Ha)
Sistem Lahan
(Ha) (%)
BWN Dataran Bergelombang dan Bekas Teras 1.287,00 23,07
berpasir
PKU Teras Sungai berpasir yang berombak 4.291,00 76,93
Total 5.578,00 100,00
Sumber : Peta Dasar RePPProt (1987) Versi Digital dan RBI
c) Jenis Tanah
Jenis tanah yang terdapat di wilayah IUP Pertambangan Batubara PT
Aldy Surya Gemilang termasuk pada jenis tanah Podsol.
Tanah podsol berada di daerah yang mempuyai iklim basah, memiliki
curah hujan yang lebih dari 2000 mm per tahun tanpa adanya bulan kering.
Contoh daerah yang memiliki jenis tanah podsol ini adalah di daerah Kalimantan
Tengah, Jambi. Bangka, Belitung, Sumatera Utara dan juga Irian Jaya atau
Papua.
Pemanfaatan yang paling sering dilakukan orang-orang terhadap tanah
podsol ini yakni dibuat sebagai lahan yang ditanami berbagai tanaman palawija.
Hal ini karena tanaman palawija merupakan salah satu tanaman yang paling
cocok dengan karakteriktik yang dimiliki oleh tanah podsol ini.
Tanah podsol ini apabila berada pada daerah kering, maka akan
bercampur atau berasosiasi dengan jenis tanah podsolik merah dan kuning.
Namun, ketika berada di daerah yang basah, tanah podsol ini akan berasoisasi
dengan glei humus atau juga organosol.
5. Kelerengan
Berdasarkan hasil telaahan / overlay terhadap peta kelerengan pada
lokasi rencana kegiatan pertambangan batubara PT. Aldy Surya Gemilang
memiliki areal topografi relatif datar sampai dengan landai dengan kemiringan
lahan 0-15%.
b) Sedimentasi
Sedimentasi di wilayah studi merupakan lumpur dan material lain hasil
erosi yang diangkut oleh aliran air yang akan terendapkan ke tempat yang lebih
rendah seperti muara sungai akan menjadi dangkal dan akhirnya punah bila terus
menerus diendapi lumpur hasil erosi. Produksi sedimen (sediment yield) adalah
besar sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air,
besarnya hasil sedimen dinyatakan sebagai volume atau berat sedimen per
satuan daerah tangkapan air. Perhitungan produksi sedimen (ton/tahun) dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan nilai Sediment Delevery Ratio
(SDR), yaitu sebagai berikut :
Y = E. (SDR). A
Dimana :
Y = Produksi sedimen
E = Erosi tanah rata-rata
SDR = Nisbah pelepasan sedimen
A = Luas lahan
anak Sungai Tualan diperkirakan akan terpengaruh atau terkena dampak dari
kegiatan pertambangan batubara PT. Aldy Surya Gemilang, dan salah satu
satunya adalah menurunnya kualitas air sungai yang menjadi sumber air untuk
keperluan rumah tangga oleh masyarakat yang berada di sekitar areal kegiatan
PT. Aldy Surya Gemilang.
2) Fauna (Satwa)
Berdasarkan tipe habitat yang terdapat di sekitar areal studi, jenis-jenis
fauna darat yang terdapat umumnya fauna yang mampu hidup di daerah habitat
hutan hujan tropis. Spesifikasi ini sebagian ditunjukan jenis-jenis aves, jenis
mamalia, reptil, dan amphibian.
Berbagai jenis satwa terdapat di wilayah studi dan beberapa diantaranya
termasuk jenis yang dilindungi. Satwa - satwa tersebut antara lain; jenis mamalia
: Rusa (Cervus), kijang (Munticus muncak), Pelanduk (Tragulus); jenis reptilian :
biawak (Varamus borneansis), kura-kura gading (Ortilia borneensi), ular sanca
(Chodrophyton viridis); jenis unggas : enggang (Bucirotidae), Elang (Accipitridae),
beo dan murai; jenis ikan : patin, baung, udang, dan tapah.
3) Biota Perairan
a) Plankton
Plankton merupakan mikroorganisme air yang hidup melayang mengikuti
arus dan gerakan air. Plankton dapat didefinisikan sebagai kelompok organisme
perairan yang berukuran mikrokopik, mempunyai daya renang yang sangat
lemah. Plankton terdiri dari dua golongan yaitu phytoplankton (plankton nabati)
dan zooplankton (plankton hewani). Di dalam ekosistem perairan, phytoplankton
merupakan tumbuhan yang menentukan produktivitas perairan. Disamping itu
phytoplankton dapat juga dipakai sebagai indikator adanya perubahan kondisi
lingkungan perairan, misalnya masuknya bahan-bahan pencemar ke dalam
perairan yang dapat menimbulkan dampak. Demikian juga halnya dengan
zooplankton dapat digunakan sebagai indikator kesuburan perairan dan adanya
perubahan kondisi lingkungan.
Perubahan lingkungan perairan menyebabkan terjadinya perubahan
distribusi, komposisi dan keanekaragaman plankton sehingga plankton dapat
dikategorikan sebagai indikator adanya perubahan lingkungan perairan.
Contohnya pencemaran fosfat dan nitrat di perairan dapat menyebabkan
terjadinya dominasi jenis plankton Cyanophyta, sementara pencemaran berat
limbah organik menyebabkan kelompok cacing Tubificidae dan larva
Chironomus. Untuk sementara data mengenai phytoplankton dan zooplanktoni
belum tersedia.
b) Benthos
Benthos adalah organisme, baik nabati (fitobenthos) maupun hewani
(zoobenthos), yang tinggal di dalam dan/atau di atas sedimen di dasar suatu
perairan. Dalam berbagai literatur studi tentang benthos lebih banyak pada
kelompok hewani dibandingkan dengan nabati, sehingga pembahasan tentang
benthos dalam studi ini lebih ke makrozoobenthos.
Berdasarkan ukurannya organisme benthos digolongkan atas : (1)
makrobenthik (0.425 – 15 mm); (2) meiobenthik (0.05 – 1 mm); dan microbenthik
(< 50 mm).
Keberadaan organisme benthos di perairan sungai alami dipengaruhi
utama oleh faktor fisika (jenis substrat dasar, kecepatan arus, kedalaman dan
morfologi sungai), serta selanjutnya oleh faktor kimia seperti kualitas air, dan
biologi seperti adanya persaingan, pemangsaan oleh predator dan kanibalisme.
Perubahan kualitas lingkungan perairan menyebabkan perubahan diversitas
makrozoobenthos. Contohnya pencemaran berat limbah organik menyebabkan
kelompok cacing Tubificidae dan larva Chironomus.
c) Nekton (Ikan)
Nekton dalam pengertian luas mencakup semua organisme perairan yang
mampu mempertahankan gerak melawan pergerakan atau arus air tanpa
bergantung pada habitat. Kebanyakan nekton merupakan hewan-hewan besar
dan terutama hewan-hewan bertulang belakang (vertebrata). Dalam hal ini ikan
adalah organisme perairan dari nekton yang mendominasi. Ikan merupakan
komponen yang tersebar pada komunitas perairan. Bagi manusia, ikan
mempunyai nilai ekonomis dan sebagai sumber protein hewani. Keberadaan ikan
di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kualitas air, jenis plankton, makrophyta
dan organisme perairan lainnya. Perubahan komposisi jenis ikan sering
menunjukkan adanya perubahan pH, suhu, bahan terlarut, kejernihan, kelarutan
oksigen (DO), komposisi substrat dan adanya polutan.
Berdasarkan data analogi yang diperoleh dari kegiatan serupa (tambang
bijih besi PT. Sumber Globalindo Mining) yang ada di wilayah studi dikemukakan
bahwa Jenis-jenis ikan yang terdapat di perairan areal rencana kegiatan
pertambangan batubara PT. Aldy Surya Gemilang antara lain dari jenis sungai
yakni, Baung (Hemibgarus nemurus); Lawang (Pangasius conchophilus);
Papuntin/kasak Pisang (Bagriodes melapterus); Tabiring (Belondontichthys
dinema); Saluang (Rasbora); Pentet (Clarias leiacanthus); Pentet Panjang
(Clarias alluaudi); Patin (Pangasius macronema); Papuyu (Anabas testudenius);
A. Sosial
1) Demografi
Penduduk merupakan subjek pembangunan sehingga perlu
diperhatikan dalam proses pembangunan. Hampir setiap aspek perencanaan
baik di bidang sosial, ekonomi, maupun politik terkait dengan kependudukan.
Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi pembangunan, tetapi
dapat pula menjadi beban saat penduduk tersebut tidak sesuai dengan
kapasitas luas wilayah dan strukturnya. Luas wilayah, jumlah penduduk,
kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga dan rata-rata jiwa per rumah
tangga.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Kotawaringin Timur 2017, jumlah
penduduk desa wilayah studi yakni dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.17 Jumlah penduduk Desa Wilayah Studi
Kecamatan/ Jumlah penduduk (orang) Sex
Desa Studi L P Jumlah Ratio
Kecamatan Parenggean
Desa Parenggean 4.175 3.547 7.722 1,18
Desa Manjalin 161 140 310 1,15
Desa Kabuau 2.452 2.023 4.476 1,21
Tabel 2.21 Jumlah Murid, Guru & Rasio Murid-Guru TK, SD, SMP, SMA
di Wilayah Studi
Jumlah
No. Tingkatan Sekolah Rasio
Sekolah Murid Guru
Kecamatan Parenggean
1 SD 23 3.719 219 16,98
Jumlah
No. Tingkatan Sekolah Rasio
Sekolah Murid Guru
2 MI 1 265 12 22,08
3 SMP 9 1.374 99 13,88
4 MTs 2 341 25 13,64
5 SMA 1 611 35 14,46
Kecamatan Cempaga Hulu
1 SD/ Sederajat 24 3.529 222 15,90
2 MI 2 243 19 12,79
3 SMP 8 1.038 80 12,98
4 MTs 1 62 8 7,75
5 SMK 1 325 24 13,54
6 MA 1 112 10 11,20
Sumber : BPS Kabupaten Kotawaringin Timur, 2017
Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa di Desa wilayah studi sudah
terdapat sarana / fasilitas pendidikan yang memadai, hanya saja belum
memiliki lembaga pendidikan folmal lanjutan tingkat perguruan tinggi. Untuk
pendidikan perguruan tinggi terpaksa masyarakat harus ke Kabupaten Kota
di Sampit atau ibukota provinsi di Palangka Raya jika ingin melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi.
3) Keagamaan
Secara umum dapat dikatakan bahwa kehidupan beragama yang
kondusif di mana sesama umat beragama hidup dengan rukun dan saling
toleransi, akan dapat menciptakan ketentraman dalam masyarakat. Kondisi
seperti ini merupakan prasyarat agar kegiatan pembangunan berjalan
dengan baik. Intensitas keresahan dan potensi konflik bisa direduksi melalui
cara agama untuk masyarakat yang agamis.
Pemeluk agama pada objek studi masing-masing Desa wilayah studi
secara umum cukup heterogen. Sebagian besar atau mayoritas penduduk
menganut agama Islam disusul agama lainnya yakni Protestan, Katolik dan
lainnya. Hal ini ditunjukan pula dengan keberadaan sarana ibadah yang ada
wilayah studi.
Prosentasi pemeluk agama di masing-masing kecamatan wilayah
studi dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 2.22 Persentase Pemeluk Agama di Wilayah Studi
Kecamatan
No. Sarana Ibadah Kec. Kec. Cempaga
Parenggean Hulu
1 Islam 90,05 53,63
2 Protestan 5,90 16,03
3 Katolik 2,77 9,24
4 Hindu - 21,09
Kecamatan
No. Sarana Ibadah Kec. Kec. Cempaga
Parenggean Hulu
5 Budha - -
6 Lainnya 0,01 -
Sumber : BPS Kabupaten Kotawaringin Timur, 2017
B. Ekonomi
1) Perekonomian Lokal (Ekonomi Mikro)
Keadaan perekonomian di Desa Wilayah studi relatif baik.
Berkembangnya wilayah Kecamatan Parenggean dan Cempaga Hulu tidak
luput dari peran investor yang ada di kedua kecamatan tersebut, beberapa
diantaranya PBS kelapa sawit serta pertambangan, sehingga perekonomian
lokal mikro setempat dinilai cepat berkembang. Adapun rincian fasilitas
perekonomian lainnya dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 2.24 Keberadaan Sarana Perekonomian di Desa Wilayah Studi
Kec. Cempaga
Fasilitas Kecamatan Parenggean
Hulu
Ekonomi
Parenggean Manjalin Kabuau Pelantaran
Pasar Umum 1 - - 2
Toko 139 - - 55
Kios / Warung 226 13 65 45
BUUD / KUD 1 - 1 -
Bank 2 - - -
Koperasi 5 - 1 4
Hotel / Losmen 4 - - 1
Sumber : BPS Kabupaten Kotawaringin Timur, 2017
2) Ekonomi Makro
Keadaan perekonomian secara makro terdeskripsikan dari keadaan
pendapatan regional di wilayah studi. Penggambaran ekonomi makro
diuraikan berdasarkan PDRB yang merupakan nilai tambah bruto seluruh
barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik yang
timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu tanpa
memperhatikan apakah faktor produksi yang dimiliki residen atau non-
residen.
PDRB harga berlaku (nominal) menunjukkan kemampuan sumber
daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah. Nilai PDRB yang besar
menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga
sebaliknya.
PDRB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap kategori dari tahun ke
tahun.
Distribusi PDRB harga berlaku menurut lapangan usaha
menunjukkan struktur perekonomian atau peranan setiap kategori ekonomi
dalam suatu wilayah. Kategori-kategori ekonomi yang mempunyai peran
besar menunjukkan basis perekonomian suatu wilayah.
Struktur Ekonomi
Struktur perekonomian Kabupaten Kotawaringin Timur didominasi
oleh empat lapangan usaha, yaitu Kategori Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan; industri pengolahan; Perdagangan Besar dan Eceran,
Transportasi dan pergudangan. Keempat lapangan usaha ini memberikan
konstribusi sebesar 72,69 persen dalam pembentukan PDRB Kabupaten
Kotawaringin Timur tahun 2016. Dari keempat lapangan usaha tersebut,
kontribusi industri pengolahan masih yang terbesar, mencapai 22,25 persen.
Besarnya sumbangan lapangan usaha pertanian terhadap PDRB Kabupaten
Kotawaringin Timur menunjukkan ekonomi Kabupaten Kotawaringin Timur
masih bergantung pada industri pengolahan.
Pertumbuhan Ekonomi
Laju Pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 2010 menurut
lapangan usaha tertinggi (2016) dicapai oleh Kategori Pengadaan Listrik dan
Gas yang mencapai 13,20 miliar rupiah disusul Transportasi dan
pergudangan mencapai 12,41 miliar rupiah. Sedangkan pertumbuhan
ekonomi terendah dicapai oleh Kategori Administrasi pemerintahan,
pertahanan dan jaminan sosial dengan persentase Pertambangan dan
Penggalian yang hanya tumbuh 1,82 miliar rupiah.
Namun berdasarkan distribusi PDRB Kategori Industri Pengolahan
yang memiliki kontribusi terbesar tumbuh sebesar 22,25 persen dari tahun
sebelumnya. Semua kategori di tahun 2015 mencatat pertumbuhan yang
positif.
PDRB Perkapita
Bila PDRB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal
di daerah itu, maka akan dihasilkan suatu PDRB Per kapita. PDRB Per
kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per
satu orang penduduk. Pada tahun 2015, PDRB per kapita berlaku Kabupaten
Kotawaringin Timur mencapai 44,81 juta Rupiah dengan PDRB perKapita
konstan sebesar 34,24 persen sebagaimana yang tergambarkan pada grafik
barikut.
3) Aksesibilitas
Salah satu faktor penentu berkembangnya suatu perekonomian
wilayah adalah ketersediaan jalan (aksesibilitas) di suatu wilayah itu sendiri.
Jalan sebagai sarana penunjang transportasi memiliki peran penting
khususnya untuk transportasi darat. Seiring dengan adanya proyek
pemerintah menghubungkan jalur darat antar Kecamatan, membuat warga
mengalami kemudahan khusunya untuk trasportasi darat.
Secara namun jalur transportasi sungai masih menjadi andalan
terutama bagi masyarkat Desa wilayah studi untuk menghubungkan mereka
dengan antar desa lainnya di lingkup Kecamatan Parenggean dan
Kecamatan Cempaga Hulu.
Kondisi akses jalan menuju Desa Parenggean sudah berupa
perkerasan (hotmix) dan beberapa sudah perkerasan (aggregat)
Secara administratif, lokasi rencana kegiatan pertambangan batubara
PT. Aldy Surya Gemilang termasuk dalam wilayah Kecamatan Parenggean
dan Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi
Kalimantan Tengah.
Tabel 2.28 Panjang Jalan Menurut Desa / Kelurahan di Wilayah Studi
Panjang Jalan (Km)
Desa / Kelurahan Jalan Jalan Jalan
Total
Aspal Perkerasan Tanah
(1) (2) (3) (4) (5)
Kec. Parenggean
Desa Parenggean 7,20 2,30 2,00 11,50
C. Sosial Budaya
Masyarakat di wilayah studi dapat digolongkan ke dalam satuan
komunitas yang agak terbuka. Budaya masyarakat dalam kehidupan sehari-
hari yang sangat menonjol di wilayah studi adalah budaya Dayak.
Masyarakat di wilayah studi adalah masyarakat pedesaan dengan penduduk
yang heterogen, dan tingkat kesibukan yang relatif sedang dalam memenuhi
kebutuhan hidup dalam berbagai variasi usaha dan pekerjaan. Namun
demikian, masyarakatnya masih mempertahankan dan menjaga nilai-nilai
kerukunan dan kebersamaan.
Adat istiadat yang berlaku pada kelompok masyarakat secara umum
masih bersifat tradisional. Simbol kehidupan tersebut diwujudkan dalam
berbagai kehidupan sehari-hari seperti upacara adat sewaktu pernikahan,
kelahiran, dan kematian serta upacara adat lainnya.
Kajian tentang orientasi nilai budaya dalam studi ini mengacu pada
tatanan kelembagaan dan pranata sosial yang tumbuh dan berkembang
sebagai pengaturan tata kehidupan suatu komunitas masyarakat yang
bermukim pada satu daerah tertentu. Berbagai tatanan kelembagaan
dimaksud selalu berorientasi pada sistem kekerabatan yang berlaku di
kalangan komunitas tersebut.
Keresahan masyarakat timbul apabila sesuatu yang terjadi atau
dilaksanakan dalam kehidupan mereka tidak sesuai dengan nilai-nilai yang
dipahami dan disepakati secara bersama oleh masyarakat tersebut. Sikap
dan persepsi masyarakat akan adanya suatu kegiatan pembangunan juga
dapat menggambarkan kondisi keresahan dalam masyarakat. Apabila
banyak masyarakat yang menyatakan sikap menolak adanya rencana
pembangunan, disertai juga dengan persepsi awal yang negatif, maka
keresahan dimungkinkan terjadi bila kegiatan pembangunan tersebut tetap
dilanjutkan, dan akibat lebih lanjut adalah munculnya konflik horisontal dalam
masyarakat antara mereka yang membela dan yang menolak rencana
pembangunan tersebut.
30,00%
25,00%
20,00%
15,00%
10,00%
5,00%
0,00%
Dispepsia
ISPA
Mialgia
Sakit Kepala
Pengawasan Kehamilan Normal
Pemeriksaan Umum pada keluhan tanpa
melaporkan diagnosis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Dari Tabel dan grafik di atas dapat diketahui bahwa jenis penyakit
ISPA paling banyak yang di derita. Nampaknya jenis penyakit yang berbasis
lingkungan rawan menjadi wabah, bila mutu lingkungan lebih jelek, walaupun
belum ada kejadian luar biasa di wilayah studi ini.
Penularan dan penyebaran penyakit akan meluas pada lingkungan
yang kotor. Lingkungan yang perlu dijaga untuk menjamin kesehatan
masyarakat terutama adalah sanitasi lingkungan yang melingkupi sumber air,
tempat tinggal, fasilitas umum (WC umum, dan lain-lain).
Sarana kesehatan lingkungan seperti jamban, tempat sampah,
pengelolaan air limbah, persedian air bersih dan lain-lain merupakan sesuatu
yang penting dalam kehidupan masyarakat. Salah satu indikator keluarga
berprilaku hidup bersih dan sehat adalah memiliki tempat buangan air di
jamban yang sehat, buang sampah tidak disembarang tempat, air limbah
tidak mencemari lingkungan, serta menggunakan air bersih untuk dan
keperluan rumah tangga lainnya.
Adapun kendala di Desa Pelantaran sebagai Desa wilayah studi
adalah belum adanya sarana kesehatan yang dapat melayani masyarakat
Desa dalam rangka mengawal masyarakat agar tercegah (mengobati) dari
berbagai jenis penyakit yang diderita masyarakat wilayah studi sehingga cara
tradisional menjadi andalah bagi masyarakat Desa wilayah studi untuk
mengobati segala penyakit yang di derita masyarkat Desa studi. Kemudian
apabila sudah tidak teratasi maka akan dibawa ke desa terdekat yang sudah
ada Puskesmas, telah pula ada beberapa tenaga kesehatan dan sarana
yang lebih lengkap pada tingkat kecamatan.
2.2.2. Usaha dan/atau Kegiatan yang ada di sekitar lokasi Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan
Secara umum lokasi rencana kegaitan pembangunan pertambangan
batubara PT. Aldy Surya Gemilang beberapa diantaranya berada pada
lingkungan konsesi pertambangan dan beberapa diantaranya IUP
perkebunan.
Adapun Usaha dan/atau kegiatan yang ada disekitar lokasi rencana
usaha dan/atau kegiatan serta dampak yang ditimbulkan berdasarkan
telaahan tersebut diatas adalah Sebelah Utara terdapat lokasi IUP
Perkebunan Kelapa Sawit PT. Centar Borneo Agro Persada (status tidak aktif)
dan PT. Sarana Prima Multi Niaga (Overlap seluas ± 235 Ha), sebelah timur
terdapat lokasi IUP perkebunan kelapa Sawit PT. Jaya Citra (status tidak aktif)
, sebelah selatan terdapat lokasi IUP Perkebunan PT. London Sumatra
Internasional Tbk (status tidak aktif), dan sebelah barat terdapat Desa
Manjalin dan IUP Perkebunan kelapa sawit PT. Sawit Mas Parenggean.
Dapat dipahami bahwa, terhadap Izin usaha pertambangan tidak
mencakup hak atas tanah permukaan bumi, karena pada prinsipnya kegiatan
pertambangan tidak berkaitan dengan penguasaan dan pemanfaatan tanah,
yaitu mengeksploitasi kekayaan alam ditubuh bumi, sedangkan penguasaan
dan pemanfaatan tanah di bagian permukaanya secara terminologi hukum
agraria merupakan penggunaan hak atas tanah dengan pola HGU sehingga
dalam rangka penyelenggaraan usaha perkebunan, kepada pelaku usaha
sesuai dengan kepentingannya dapat diberikan hak atas tanah yang
diperlukan untuk usaha perkebunan berupa hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, dan/atau hak pakai sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Selanjutnya pada izin usaha perkebunan yang diberikan izin
adalah tanah di permukaan dan tidak mencakup sampai kedalaman tertentu.
Inilah alasan yang digunakan pemerintah daerah dalam permasalahan
tumpang tindih yang selama ini terjadi.
Adapaun alternatif dalam penyelesaian tumpang tindih lahan
bersamaan dengan dilaksanakannya kegiatan pembebasan lahan terhadap
perusahaan swasta lainnya akan dilakukan mediasi yang kemudian ditemukan
kesepakatan / kesefahaman yang tertuang dalam MoU ataupun surat
perjanjian lainnya sesuai dengan ketetuan yang berlaku.
Keberadaan pemukiman penduduk dan lahan perkebunan yang
berada di sekitar rencana kegiatan akan menimbulkan kekhawatiran
masyarakat terkait dengan dampak yang dapat ditimbulkan sehingga
berpotensi meresahkan masyarakat dan menjadi potensi konflik di
masyarakat.
Kegiatan-kegiatan dari perusahaan disekitar di wilayah ini dapat
menimbulkan dampak berupa penurunan kualitas air, tanah, flora dan fauna
darat dan secara kumulatif akan menimbulkan sifat dampak yang serupa
dengan dampak kegiatan operasional pertambangan PT. Aldy Surya
Gemilang terutama penurunan kualitas air mengingat berdasarakan peta
kegiatan sekitar terdapat beberapa kegiatan pertambangan maupun
perkebunan yang dimana perusahaan-perusahaan tersebut bersinggungan
langsung dengan anak-anak sungai yang bermuara pada DAS Mentaya,
Data yang dihimpun dari masyarakat ini harus diolah agar dapat
disesuaikan dengan berbagai dampak dan komponen lingkungan yang dikaji
dalam studi AMDAL.
Untuk pelaksanaan studi AMDAL ini sosialisasi/konsultasi publik
dilakukan dengan dua cara yaitu : (1) Pertemuan dengan masyarakat yang
dilaksanakan di Aula Kantor Kecamatan Parenggean, Kabupaten
Kotawaringin Timur; dan (2) Pengumuman koran yang dilakukan melalui
pengumuman Media Cetak (copy pengumuman koran terlampir).
Pelaksanaan sosialisasi/konsultasi publik melalui pertemuan di Aula
Kantor Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur,
pelaksanaannya yaitu pada Hari Jum’at, tanggal 29 September 2017.
Dokumentasi (foto pelaksanaan), daftar hadir, dan berita acara dapat dilihat
pada Lampiran.
Dalam pelaksanaan sosialisasi/konsultasi publik Studi AMDAL
Rencana Pertambangan batubara PT. Aldy Surya Gemilang dibuatkan
beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Memperhatikan dampak negatif yang akan timbul dikemudian hari
terutama dampak kesehatan.
2. Keberadaan perusahaan PT. Aldy Surya Gemilang diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dalam hal ini
perekonomian masyarakat serta mengurangi tingkat pengangguran
(tenaga kerja) melalui rekrutmen tenaga kerja diprioritaskan pada
masyarakat sekitar yang terkena dampak.
3. Terkait dengan lahan, dalam pelaksanaan pembebasan lahan dengan
sistem ganti untung yang didasarkan pada kesepakatan bersama.
4. Minta kejelasan dan memperhatikan batas-batas areal perusahaan
terhadap lahan masyarakat dan hak-hak masyarakat.
5. PT. Aldy Surya Gemilang dapat menjalin kerjasama yang baik dengan
masyarakat sekitar yang terkena dampak.
pra konstruksi, konstruksi, operasi hingga pasca operasi dapat dilihat pada
tabel rekap identifikasi dampak potensial.
Berdasarkan deskripsi rencana kegiatan pertambangan batubara PT.
Aldy Surya Gemilang seperti yang telah diuraikan di atas, kegiatan yang
mungkin menimbulkan dampak terhadap komponen lingkungan sebagai
berikut.
A. Tahap Pra Konstruksi
1. Sosialisasi
2. Pembebasan Lahan dan Penggantian Tanam Tumbuh
3. Penerimaan Tenaga Kerja
B. Tahap Konstruksi
1. Mobilisasi Peralatan Tambang
2. Pembukaan dan Pembersihan Lahan (Land Clearing)
3. Pembangunan Sarana dan Prasarana Penunjang
a. Pembangunan Jalan Tambang
b. Pembangunan Jembatan
c. Pembangunan Sarana Perkantoran
d. Pembangunan Mess Karyawan
e. Pembangunan Klinik
f. Pembangunan Workshop, Gudang, Ruang Genset, Tangki
Bahan Bakar Minyak, Saluran Pembuangan dan Settling Pond,
Kolam Oil Trap dan TPS Limbah B3
g. Pembangunan ROM Stockpile
h. Pembangunan Waste Dump
C. Tahap Operasi
1. Pengupasan dan Penanganan Tanah Pucuk
2. Pembongkaran OB (Overburden) dan Pembuatan Sistem Penyaliran
3. Penggalian / Penambangan Batubara
4. Pengangkutan dan Penimbunan Batubara
5. Operasional Sarana dan Prasarana Penunjang
6. Reklamasi dan Revegetasi Lahan
7. Pelaksanaan Program Corporate Social Responsibility (CSR)
D. Tahap Pasca Operasi
1. Penanganan Tenaga Kerja
2. Penanganan Aset dan Infrastruktur Tambang
3. Demobilisasi Peralatan Tambang
4. Penanganan Lubang Tambang (Void)
Gambar 2.50. Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Tahap Pra Konstruksi
Gambar 2.51. Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Tahap Tahap Konstruksi
Kualitas Air
Flora (Vegetasi)
Permukaan
Gangguan
Kesehatan
Primer
Sekunder
Tersier Sikap dan Persepsi Masyarakat
Gambar 2.53. Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Tahap Pasca Operasi
Tabel 2.33 Evaluasi Dampak Potensial Kegiatan Pertambangan batubara PT. Aldy Surya Gemilang
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
A. TAHAP PRA KONSTRUKSI
1 Sosialisasi 1. Perubahan Sikap dan Dari kegiatan ini diprakirakan akan ada Keresahan Masyarakat yang Bukan Merupakan
persepsi masyarakat mengakibatkan potensi konflik terhadap rencana kegiatan pertambangan Dampak Penting
yang dapat memicu batubara oleh PT. Aldy Surya Gemilang. Keresahan Masyarakat Hipotetik (DTPH)
keresahan disebabkan kekuatiran masyarakat atas kegiatan menimbulkan dampak namun wajib dikelola
masyarakat dan negatif penting yang bersifat langsung pada komponen geofisik-kimia-
potensi konflik biologi, kemudian menimbulkan rangkaian dampak lanjutan berturut-turut
terhadap komponen sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat.
Dalam rangka menanggulangi dampak tersebut maka akan dilakukan
langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut :
1. Selalu mengadakan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan
kegiatan penambangan sebelum dimulai sesuai dengan rencana
proyek pertahapan kegiatan kepada masyarakat yang akan dilakukan
yang melibatkan tokoh adat, BPD, aparat desa, kecamatan serta
masyarakat yang berpotensi terkena dampak.
2. Selalu menginformasikan tentang kepada masyarakat tentang kegiatan-
kegiatan penambangan yang dilakukan
3. Selalu menginformasikan kepada masyarakat tentang perubahan
lingkungan dan menjalin hubungan dengan masyarakat terkait dengan
perbaikan lingkungan
4. Memberikan tanggapan dan jawaban atas setiap pertanyaan dari
masyarakat pada saat sosialisasi.
5. Selalu cepat dan tanggap apabila ada konflen/aduan masyarakat terkait
dengan kegiatan penambangan atau perubahan lingkungan serta
bertindak cepat untuk mengatasi.
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
maka dampak Perubahan Sikap dan persepsi masyarakat yang dapat
memicu keresahan masyarakat dan potensi konflik bukan merupakan
dampak penting hipotetik yang akan dikaji (DTPH) , namun wajib dikelola.
2 Pembebasan Lahan 1. Perubahan Sikap dan Kegiatan pembebasan lahan akan mempengaruhi kondisi sosial Bukan Merupakan
dan Penggantian persepsi masyarakat masyarakat terkait dengan perubahan sikap dan persepsi masyarakat Dampak Penting
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
Tanah Tumbuh yang dapat memicu apabila dalam kegiatan pembebasan lahan tidak terdapat kesepakatan Hipotetik (DTPH)
keresahan karena salah satu pihak tidak memenuhi perjanjian yang telah disepakati namun wajib dikelola
masyarakat dan kedua belah pihak yang dapat mengakibatkan keresahan masyarakat serta
potensi konflik terjadinya konflik dengan pihak PT. Aldy Surya Gemilang.
Dalam rangka meminimalisir dampak tersebut maka dilakukan pengelolaan
dampak sejak awal yang menjadi bagian dari rencana usaha/atau kegiatan
akan dilakukan langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut :
1. Menginventaris kepemilikan lahan apabila terdapat lahan masyarakat
serta lahan ADAT yang masuk dalam wilayah kerja
2. Melakukan pertemuan (sosialisasi) terhadap masyarakat sekitar,
sebelum dilakukan kegiatan dimulai, terkait penyelesaian kegiatan
pembebasan lahan. Terlebih dahulu untuk menentukan nilai ganti
untung lahan dan tanam tumbuh sesuai dengan kesepakatan bersama
antara pemrakarsa dan masyarakat dengan melibatkan pemilik lahan,
tokoh adat, tokoh agama, BPD, aparat desa (kades/Sekdes),
kecamatan.
3. Membayar harga kompensasi lahan dan tanam tumbuh langsung ke
pemilik lahan tanpa melalui perantara serta terdokumentasi dalam
bentuk kuitansi, foto dan melibatkan seluruh keluarga baik atau ahli
waris.
Terkait kegiatan pembebasan lahan maka pihak PT. Aldy Surya Gemilang
akan mangacu pada :
1. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
05 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat
Masyarakat Hukum Adat
2. Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 04 Tahun 2012 tentang
Tanah Adat dan Hak – Hak Adat di Atas Tanah Di Provinsi Kalimantan
Tengah.
Terkait dengan adanya rencana pengelolaan dampak Pembebasan Lahan,
maka dampak Perubahan Sikap dan persepsi masyarakat yang dapat
memicu keresahan masyarakat dan potensi konflik Bukan Merupakan
Dampak Penting Hipotetik (DTPH) namun wajib dikelola.
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
3 Penerimaan Tenaga 1. Kesempatan Kerja Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk operasional penambangan Dampak Penting
Kerja dan Peluang batubara dilakukan penerimaan tenaga kerja yang diutamakan dan Hipotetik (DPH)
Berusaha penduduk di sekitar lokasi kegiatan. Penerimaan tenaga kerja terdiri dari
tenaga kerja lokal 70% dan tenaga kerja 30% non lokal. Penerimaan
tenaga kerja berdampak peningkatan kesempatan kerja dan peluang
berusaha.
1. Memprioritaskan tenaga kerja lokal khususnya masyarakat Desa
terkena Dampak yakni Desa Parenggean, Pelantaran, Kabuau diterima
sebagai tenaga kerja sesuai keahlian atau ketrampilan, serta memenuhi
persyaratan yang ditentukan
2. Menginformasikan lowongan kerja kepada Aparat Desa-Desa,
Kecamatan-Kecamatan, dan Dinas Tenaga Kerja setempat
3. Melakukan koordinasi/kerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja, aparat
Desa-Desa dan Kecamatan-Kecamatan
4. Melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia penduduk lokal
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut.
sehingga terbukanya kesempatan kerja dan peluang berusaha masyarakat
dari kegiatan penerimaan tenaga kerja merupakan dampak penting
hipotetik (DPH).
2. Peningkatan Bagi anggota masyarakat di sekitar lokasi pertambangan batubara yang Dampak Penting
Pedapatan dapat diterima untuk bekerja sebagai tenaga kerja untuk operasi tambang, Hipotetik (DPH)
masyarakat maka kesempatan kerja dan peluang berusaha merupakan bagian dari
mata pencaharian yang sekaligus merupakan sumber pendapatan.
Peningkatan tingkat pendapatan merupakan dampak turunan dari
terbukanya kesempatan kerja dan peluang berusaha atau dampak tak
langsung dari kegiatan penerimaan tenaga kerja. Terkait dengan rencana
kegiatan yaitu penerimaan tenaga kerja maka dampak ini merupakan
dampak penting hipotetik yang akan dikaji (DPH).
3. Perubahan terhadap Dari kegiatan penerimaan tenaga kerja ini diprakirakan akan menyebabkan Bukan Merupakan
sikap dan persepsi perubahan terhadap sikap dan persepsi masyarakat yang dapat memicu Dampak Penting
masyarakat yang keresahan masyarakat dan potensi konflik terhadap PT. ALDY SURYA Hipotetik (DTPH)
dapat memicu GEMILANG disebabkan kekuatiran masyarakat dengan ketidak ikut sertaan namun wajib dikelola
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
Keresahan untuk bekerja dalam kegiatan pertambangan batubara PT. ALDY SURYA
Masyarakat dan GEMILANG dikarenakan persaingan dengan tenaga kerja dari luar. Dalam
Potensi Konflik rangka menanggulangi dampak tersebut maka akan dilakukan
perencanaan langkah-langkah pengelolaan pada sistem penerimaan
tenaga kerja seabgaimana diuraikan pada sistem penerimaan tenaga kerja,
dengan memaksimalkan pengelolaan terhadap sistem penerimaan tenaga
kerja tersebut dapat dipastikan perubahan terhadap sikap dan persepsi
masyarakat yang dapat memicu keresahan masyarakat dan potensi konflik
terhadap PT. ALDY SURYA GEMILANG (dampak sekunder) tidak akan
terjadi,
Terkait dengan hal tersebut, maka dampak dipastikan perubahan terhadap
sikap dan persepsi masyarakat yang dapat memicu keresahan masyarakat
dan potensi konflik terhadap kegiatan penerimaan tenaga kerja merupakan
bukan dampak penting hipotetik yang akan dikaji (DTPH) mamun wajib
dikelola.
B. TAHAP KONSTRUKSI
1 Mobilisasi Peralatan 1. Kualitas Udara terkait Kegiatan mobilisasi peralatan tambang diprakirakan terjadi penurunan Bukan Merupakan
Tambang penurunan kualitas kualitas udara (peningkatan kadar debu, dan gas pencemar seperti SO2, Dampak Penting
udara dan Kebisingan CO dan NO2 serta peningkatan kebisingan akibat pengangkutan. Jenis Hipotetik (DTPH)
kendaraan yang akan melintas ke lokasi proyek adalah kendaraan besar namun wajib dikelola
seperti dump truck dan trailer pengangkut excavator dan bulldozer serta
peralatan konstruksi lainnya. Mobilisasi alat berat akan diangkut melalui
jalur darat dan beberapa diantaranya menggunakan jalur sungai yang
dilanjutkan melintasi Jalan negara serta menggunakan jalan perusahan
yang ada. Dalam rangka menanggulangi dampak tersebut maka akan
dilakukan perencanaan langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut.
1. Melakukan koordinasi dengan pemilik jalan yang akan digunakan untuk
demobilisasi
2. Mengurus perijinan Kepada Dinas (DISHUBKOMINFO) terkait dengan
kegiatan pengakutan, penggunaan jalan serta alur sungai.
3. Menggunakan kendaraan yang layak jalan untuk melakukan mobilisasi
peralatan.
4. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait kegiatan mobilisasi
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
peralatan.
5. Memperbaiki /meningkatkan daya dukung jalan pada ruas jalan yang
digunakan untuk mobilisasi.
Catatan :
Kegiatan mobilisasi peralatan tambang sudah dilaksanakan sebelum
dilakukannya revisi AMDAL PT. ALDY SURYA GEMILANG atas perubahan
rencana usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh PT. ALDY SURYA
GEMILANG, namun tetap melakukan pengelolaan apabila dalam
pelaksanaannya akan melakukan mobilsiasi peralatan lainnya,
Terkait dengan hal tersebutm, maka dampak terjadinya penurunan kualitas
udara dan peningkatan kebisingan akibat kegiatan mobilisasi peralatan
bukan merupakan dampak penting hipotetik yang akan dikaji (DTPH)
namun wajib dikelola.
2. Perubahan sikap dan Perubahan sikap dan persepsi negatif merupakan dampak kumulatif Bukan Merupakan
persepsi masyarakat (sekunder) dari prevalensi dan isidensi penyakit “peningkatan potensi Dampak Penting
yang dapat memicu penyakit ISPA” dari kegiatan mobilisasi peralatan tambang. Kegiatan Hipotetik (DTPH)
pada keresehan mobilisasi peralatan tambang dilakukan dengan waktu yang cukup relatif
masyarakat singkat, diprakirakan terjadi dalam jangka waktu pendek selama tahap pra
kontruksi dan akan berakhir dengan berhentinya aktivitas penyebab
dampak, sehingga tidak berpengaruh besar pada komponen lingkungan.
Terkait dengan hal tersebut, maka diasumsikan dampak terjadinya sikap
dan persepsi negatif masyarakat bukan merupakan dampak penting
hipotek.
3. Gangguan Kesehatan Prevalensi dan isidensi berpengaruh pada kesehatan masyarakat sekitar Bukan Merupakan
(Peningkatan potensi kegiatan “Peningkatan potensi penyakit ISPA” merupakan dampak turunan Dampak Penting
penyakit ISPA) dari penurunan kualitas udara (peningkatan kadar debu) dari kegiatan Hipotetik (DTPH)
mobilisasi peralatan tambang. Kegiatan mobilisasi peralatan tambang
dilakukan dengan waktu yang cukup relatif singkat, diprakirakan terjadi
dalam jangka waktu pendek selama tahap pra kontruksi dan akan berakhir
dengan berhentinya aktivitas penyebab dampak, sehingga tidak
berpengaruh besar pada komponen lingkungan
2 Pembukaan lahan dan 1. Iklim Mikro Perubahan iklim akibat adalah dampak turunan dari hilangnya komunitas Bukan Merupakan
Pembersihan lahan flora (vegetasi) akibat kegiatan pembukaan dan pembersihan lahan (land Dampak Penting
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
(land cleraing) clearing). Land Clearing merupakan kegiatan membersihkan perdu, Hipotetik (DTPH)
semak/belukar dan bentuk vegetasi lainnya. Pembersihan lahan pun
menyesuaikan dengan tahapan penambangan, dalam rangka
menanggulangi dampak tersebut maka akan dilakukan perencanaan
langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut :
1. Melakukan pembukaan dan pembersihan lahan sesuai dengan
kebutuhan dan secara bertahap sesuai dengan tahapan penambangan
yang sudah direncanakan.
2. Dilakukan pemasangan patok tanda batas lahan yang direncanakan
pembersihan lahan terlebih dahulu sesuai tahapannya, agar tidak
melakukan penebangan pohon jika tidak diperlukan khususnya untuk di
luar areal terganggu sehingga beberapa pohon tetap bisa
dipertahankan.
3. Melaksanakan penghijauan apabila terdapat lahan terbuka yang tidak
digunakan dengan tanaman cepat.
Terkait dengan rencana pengelolaan tersebut, maka dampak terjadinya
perubahan iklim mikro bukan merupakan dampak penting hipotetik.
2. Penurunan Kualitas Kegiatan pembukaan lahan dan pembersihan lahan dilakukan penebangan Bukan Merupakan
Udara dan pohon berdiameter > 30 cm dilakukan dengan menggunakan chain saw Dampak Penting
Peningkatan dan selanjutnya dilakukan dengan menggunakan bulldozer. Pencemaran Hipotetik (DTPH)
Kebisingan udara yang terjadi berasal dan pembakaran bahan bakar yang namun wajib dikelola
menghasilkan gas-gas polutan ke udara, sedangkan untuk peningkatan
kebisingan terjadi karena aktivitas alat berat bulldozer. Kegiatan
pembersihan lahan dilakukan 3 bulan untuk pekerjaan konstruksi mengikuti
atau sesuai rencana kemajuan tambang selama operasi penambangan
berlangsung yaitu selama 9 tahun.
Jarak lokasi penambangan relatif cukup jauh dengan Desa Manjalin (± 3,0
s/d 4,0 km). Dalam rangka meminimalisir dampak ini akan dilakukan
langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut :
1. Melakukan pembersihan lahan sesuai dengan kebutuhan dan tahapan
penambangan.
2. Melaksanakan reklamasi/penghijauan pada lahan terbuka yang sudah
tidak digunakan dengan tanaman cepat tumbuh (fast growing species),
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
Seperti johar, tanjung, angsana, sengon, ketapang dan tanaman
sejenis lainnya.
3. Melakukan perawatan mesin-mesin secara rutin pada alat-alat berat
yang digunakan, agar diperoleh pembakaran sempurna ketika
dioperasikan (standart pabrikasi)
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
maka dampak terjadinya penurunan kualitas udara dan peningkatan
kebisingan bukan merupakan dampak penting hipotetik (DTPH) namun
wajib dikelola.
3. Laju Erosi dan Kegiatan pembukaan lahan dan pembersihan lahan ini berpotensi Dampak Penting
Sedimentasi menyebabkan potensi erosi terutama pada saat terjadinya hujan sehingga Hipotetik (DPH)
dimungkinkan menambah beban sedimentasi pada perairan yang ada
disekitar lokasi kegiatan. Hal ini disebabkan kondisi lahan terbuka karena
hilangnya vegetasi pada proses pembukaan lahan dan pembersihan lahan,
sangat rentan terhadap erosi karena tingkat kelerengan diwilayah bukaan
tambang relatif landai berkisar 0-15 %. maka dampak terjadinya
peningkatan laju erosi merupakan dampak penting hipotetik yang akan
dikaji (DPH).
4. Kualitas Air Penurunan kualitas air permukaan (peningkatan TSS) adalah dampak Dampak Penting
Permukaan turunan dari peningkatan laju erosi dan sedimentasi akibat kegiatan Hipotetik (DPH)
pembukaan dan pembersihan lahan, terkait dengan peningkatan laju erosi
dan sedimentasi merupakan DPH, maka dampak terjadinya Penurunan
kualitas air permukaan merupakan dampak penting hipotetik yang akan
dikaji (DPH).
5. Flora (vegetasi) Kegiatan pembukaan dan pembersihan lahan merupakan kegiatan Bukan Merupakan
membersihkan perdu, semak/ belukar dan bentuk vegetasi lainnya hingga Dampak Penting
menurunnya INP tumbuhan pada areal yang dibersihkan. Dalam rangka Hipotetik (DTPH)
menanggulangi dampak yang akan terjadi maka dilakukan perencanaan namun wajib dikelola
langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut :
1. Melakukan pembukaan dan pembersihan lahan sesuai dengan
kebutuhan dan secara bertahap sesuai dengan tahapan penambangan
yang sudah direncanakan
2. Dilakukan pemasangan patok tanda batas lahan yang direncanakan
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
pembersihan lahan terlebih dahulu sesuai tahapannya, agar tidak
melakukan penebangan pohon jika tidak diperlukan khususnya untuk di
luar areal terganggu
3. Melakukan reklamasi dan revegatasi lahan pada lahan terbuka yang
sudah tidak digunakan dengan tanaman cepat tumbuh (fast growing
species), seperti johar, tanjung, angsana, sengon, ketapang dan
tanaman sejenis lainnya.
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
Maka dampak terjadinya penurunan populasi vegetasi bukan merupakan
dampak penting hipotetik yang akan dikaji (DTPH) namun wajib dikelola.
6. Fauna (Satwa) Gangguan satwa merupakan dampak turunan (sekunder) terhadap Bukan Merupakan
hilangnya flora darat sebagai habitat fauna darat (satwa liar) akibat Dampak Penting
kegiatan pembersihan lahan. Dalam rangka menanggulangi dampak yang Hipotetik (DTPH)
akan terjadi maka dilakukan perencanaan langkah-langkah pengelolaan namun wajib dikelola
sebagai berikut :
1. Melakukan pembukaan dan pembersihan lahan sesuai dengan
kebutuhan dan secara bertahap sesuai dengan tahapan penambangan
yang sudah direncanakan
2. Membuat ruang koridor untuk sarana berpindahnya satwa
3. Melarang adanya penangkapan atau perburuan satwa melalui
pembuatan papan larangan penangkapan atau perburuan satwa dan
larangan perusakan habitat satwa liar
4. Melakukan penyuluhan terhadap karyawan tambang agar melakukan
pelestarian lingkungan satwa yang dilindungi
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
maka dampak terjadinya gangguan satwa liar bukan merupakan dampak
penting hipotetik yang akan dikaji (DTPH) namun wajib dikelola.
7. Biota Air Gangguan habitat biota air merupakan dampak sekunder terhadap Bukan Merupakan
penurunan kualitas air sungai dan dampak tersier terhadap peningkatan Dampak Penting
laju erosi dan sedimentasi akibat kegiatan pembukaan dan pembersihan Hipotetik (DTPH)
lahan (land clearing), terkait dengan rencana pengelolaan yaitu mengelola
dampak primer yaitu peningkatan laju erosi dan sedimentasi (primer) dan
penurunan kualitas air permukaan (sekunder), maka dengan baiknya
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
kondisi perairan maka dengan sendirinya biota perairan akan baik pula,
sehingga dapat diasumsikan dampak terjadinya gangguan biota perairan
bukan merupakan dampak penting hipotetik (DTPH)
8. Kesempatan Kerja Terkait kegiatan pembukaan lahan dan pembersihan lahan merupakan Bukan Merupakan
dan Peluang kegiatan mempersiapkan lahan untuk kegiatan penambangan yaitu Dampak Penting
Berusaha kegiatan penumbangan pohon-pohon yang berdiameter lebih dari 30 cm Hipotetik (DTPH)
dengan penebangan pohon dilakukan dengan menggunakan chain saw. namun wajib dikelola
maka akan terbukanya kesempatan kerja dan berusaha masyarakat
sebagai tenaga kerja lepas bagi masyarakat lokal. Dalam rangka
menanggulangi dampak yang akan terjadi maka dilakukan perencanaan
langkah-langkah pengelolaan yaitu lebih mempriotaskan tenaga kerja lokal
sebagai tenaga kerja lepas. Terkait dengan rencana pengelolaan yang
telah direncanakan tersebut maka dampak terjadinya kesempatan kerja
dan peluang berusaha akibat kegiatan pembukaan dan pembersihan lahan
merupakan bukan dampak penting hipotetik yang akan dikaji (DTPH)
namun wajib dikelola.
9. Peningkatan tingkat Terkait dengan terbukanya kesempatan kerja dan berusaha masyarakat Bukan Merupakan
pendapatan sebagai tenaga kerja lepas bagi masyarakat lokal akibat kegiatan Dampak Penting
pembukaan lahan dan pembersihan lahan maka akan berpengaruh pada Hipotetik (DTPH)
pendapatan masyarakat lokal (dampak sekunder) yang bekerja sebagai
tenaga kerja lepas (buruh). Akan tetapi itensitas dampak peningkatan
pendapatan diasumsikan relatif kecil dan lamanya dampak berlangsung
sementara maka dampak peningkatan pendapatan masyarakat merupakan
dampak turunan dari kesempatan kerja dari kegiatan pembukaan dan
pembersihan lahan merupakan bukan dampak penting hipotetik yang akan
dikaji (DTPH).
10. Gangguan Kesehatan Peningkatan potensi penyakit (ISPA) merupakan dampak sekunder akibat Bukan Merupakan
penurunan kualitas udara akibat dari kegiatan pembersihan lahan. Terkait Dampak Penting
dengan rencana pengelolaan yaitu mengelola dampak primer dan sekunder Hipotetik (DTPH)
yaitu maka diasumsikan dampak terjadinya peningkatan potensi penyakit
bukan merupakan dampak penting hipotetik (DTPH).
11. Perubahan terhadap Perubahan sikap presepsi negatif masyarakat adalah merupakan dampak Bukan Merupakan
sikap dan persepsi sekunder terhadap akibat serta peningkatan potensi penyakit serta dampak Dampak Penting
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
masyarakat tersier penurunan sanitasi lingkungan yang diakibatkan kegiatan Hipotetik (DTPH)
pembukaan dan pembersihan lahan. Terkait dengan rencana pengelolaan
yaitu mengelola dampak primer dan sekundernya, maka dampak terjadinya
sikap presepsi negatif bukan merupakan dampak penting hipotetik (DTPH)
3 Pembangunan Sarana 1. Kesempatan Kerja Terkait kegiatan pembangunan sarana dan prasarana penunjang Bukan Merupakan
dan Prasarana dan Peluang merupakan untuk kegiatan penambangan mulai dari pembangunan kantor, Dampak Penting
Penunjang Berusaha mess karyawan, jalan, jembatan dan jenis konstruksi fisik lainnya, maka Hipotetik (DTPH)
membuka kesempatan kerja dan peluang berusaha masyarakat sebagai namun wajib dikelola
tenaga kerja lepas bagi masyarakat lokal bidang kontruksi. Dalam rangka
menanggulangi dampak yang akan terjadi maka dilakukan perencanaan
langkah-langkah pengelolaan yaitu lebih mempriotaskan tenaga kerja lokal
sebagai tenaga kerja lepas sesuai dengan kemampuan yang dimiliki di
bidang konsturksi dan pertukangan.
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut
maka dampak terjadinya kesempatan kerja dan peluang berusaha akibat
kegiatan pembangunan sarana dan prasarana penunjang merupakan
bukan dampak penting hipotetik yang akan dikaji (DTPH) namun wajib
dikelola.
2. Peningkatan Terkait dengan terbukanya kesempatan kerja dan berusaha masyarakat Bukan Merupakan
Pendapatan sebagai tenaga kerja lepas bagi masyarakat lokal akibat kegiatan Dampak Penting
pembangunan sarana dan prasarana penunjang, maka akan berpengaruh Hipotetik (DTPH)
pada pendapatan masyarakat lokal (dampak sekunder) yang bekerja
sebagai tenaga kerja lepas (buruh). Akan tetapi itensitas dampak
peningkatan pendapatan diasumsikan relatif kecil dan lamanya dampak
berlangsung sementara maka dampak peningkatan pendapatan
masyarakat merupakan dampak turunan dari kesempatan kerja dari
kegiatan pembukaan dan pembersihan lahan merupakan bukan merupakan
dampak penting hipotetik (DTPH).
C. TAHAP OPERASI
1 Pengupasan dan 1. Penurunan Kualitas Pengupasan dan penimbunan tanah pucuk dengan menggunakan alat Bukan Merupakan
Penanganan Tanah Udara dan berat antara lain buldozer, loader, exavator dan dump truck. Pada Dampak Penting
Pucuk Peningkatan operasional alat berat tersebut akan timbul debu, terhamburnya tanah Hipotetik (DTPH)
Kebisingan karena dikupas apabila tertiup angin akan beterbangan menjadi debu dan namun wajib dikelola
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
pencemaran udara akibat pembakaran bahan bakar yang menghasilkan
gas-gas polutan (SO2, CO dan NO2), yang berdampak penurunan kualitas
udara. Sedangkan kan untuk peningkatan kebisingan terjadi karena
aktivitas alat berat. Jarak lokasi penambangan relatif cukup jauh dengan
Desa Manjalin (± 3,0 s/d 4,0 km).
Hingga tidak berpengaruh terhadap masyarakat sekitar. Dalam rangka
menanggulangi dampak yang akan terjadi maka dilakukan perencanaan
langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut :
1. Melakukan perawatan mesin-mesin secara rutin pada alat-alat berat
yang digunakan, agar diperoleh pembakaran sempurna ketika
dioperasikan (standart pabrikasi)
2. Menggunakan kendaraan yang layak jalan untuk melakukan
pengangkutan batubara
3. Memperbaiki /meningkatkan daya dukung jalan pada ruas jalan
tambang
4. Melakukan kegiatan penyiraman secara berkala sebanyak 2-3 kali/hari
disepanjang jalan tambang dari lokasi PIT tambang ke lokasi disposal
area terutama pada musim kemarau
5. Melakukan penghijauan dengan tanaman keras dan perdu yang dapat
menyerap debu disepanjang jalan tambang
6. Menerapkan kecepatan rendah kendaraan angkut batubara (maksimum
30 km/jam) sesuai dengan SOP angkutan tambang
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut
maka dampak terjadinya penurunan kualitas udara dan peningkatan
Kebisingan merupakan bukan dampak penting hipotetik yang akan dikaji
(DTPH) namun wajib dikelola.
2. Kerusakan Tanah Pengupasan dan penimbunan tanah pucuk dengan menggunakan alat Bukan Merupakan
berat antara lain buldozer, loader, exavator dan dump truck berdampak Dampak Penting
langsung pada penurunan kesuburan tanah (kerusakan tanah). Dalam Hipotetik (DTPH)
rangka meminimalisir dampak ini akan dilakukan langkah-langkah namun wajib dikelola
pengelolaan sebagai berikut :
1. Melakukan sesuai dengan SOP pengupasan dan penanganan tanah
pucuk yang sudah direncanakan sebagaimana yang diuraikan pada
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan pertambangan PT. ASG.
2. Tanah pucuk ditimbun pada tempat yang datar dan aman dari erosi
maupun kegiatan penambangan, yaitu berada di luar daerah
penambangan dan terpisah dengan penimbunan batuan penutup.
3. Untuk mencegah menurunnya tingkat kesuburan tanah akibat
hanyutnya tanah oleh air larian, dilakukan upaya pengendalikan
dengan menanam tanaman penutup berupa rerumputan dan kacang-
kacangan pada areal penimbunan tanah pucuk.
4. Untuk mencegah menurunnya tingkat kesuburan tanah akibat hilangnya
pasokan hara dan struktur tanah dilakukan dengan menanam
rerumputan dan kacang-kacangan sebagai tanaman penutup tanah
5. Mensosialisasikan ke masyarakat upaya-upaya yang telah dilakukan
oleh pemrakarsa tentang pencegahan penurunan tingkat kesuburan
tanah.
6. Menerapkan metode penambangan gali timbun ke belakang (back
filling) atau in pit dump dengan tanaman yang sesuai yaitu tanaman
penutup seperti rerumputan dan kacang-kacangan, tanamaan pioner
yang cepat tumbuh (fast growing species), seperti sengon, gamalia,
lamtoro atau tanaman sejenis lainnya
7. Memelihara pertumbuhan tanaman revegetasi
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
maka dampak terjadinya Penurunan kesuburan tanah bukan merupakan
dampak penting hipotetik (DTPH) namun wajib dikelola.
3. Peningkatan Laju Pengupasan dan penaganan tanah pucuk selain berdampak pada Bukan Merupakan
Erosi dan penurunan kesuburan tanah juga berdamapak pada peningkatan laju erosi Dampak Penting
Sedimentasi akibat hanyutnya tanah oleh air larian, Dalam rangka meminimalisir dampak Hipotetik (DTPH)
ini akan dilakukan langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut : namun wajib dikelola
1. Menerapkan metode penambangan gali timbun ke belakang (back
filling) atau in pit dump
2. Tanah pucuk ditimbun pada disposal area yang aman dari erosi dengan
kelerengan rendah/datar serta dari pada pit tambang, yaitu berada di
luar daerah penambangan dan terpisah dengan penimbunan batuan
penutup
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
3. Untuk mengendalikan hanyutnya tanah pucuk terangkut air larian, maka
timbunan tanah pucuk di disposal area ditanami dengan tanaman
penutup tanah (cover crop) berupa rerumputan dan kacang-kacangan
penutup tanah pada areal penimbunan tanah pucuk.
4. Membuat saluran (drainase) di sekeliling disposal area (penimbunan
tanah pucuk) yang akan digunakan untuk mengalirkan air permukaan
(air larian) dan menahan padatan yang terbawa air dan masuk
langsung ke sungai yang dilengkapi dengan kolam pengendapan
lumpur (settling pond)
5. Kolam pengendap (settling pond) yang telah penuh dengan sedimen
segara dikeruk/dikosongkan dan lumpur hasil pengerukan ditimbun di
disposal area.
6. Segera melakukan reklamasi dan revegetasi lahan pada disposal area
yang sudah tidak digunakan sesuai dengan rencana reklamasi yang
telah di buat sesuai tahapan penambangan dengan tanaman yang
sesuai yaitu tanaman penutup seperti rerumputan dan kacang-
kacangan, tanamaan pioner yang cepat tumbuh (fast growing species),
seperti sengon, gamalia, lamtoro atau tanaman sejenis lainnya.
7. Memelihara pertumbuhan tanaman revegetasi
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
maka dampak terjadinya peningkatan laju erosi dan sedimentasi
merupakan bukan dampak penting hipotetik yang dikaji (DTPH) namun
wajib dikelola
4. Penurunan Kualitas Penurunan kualitas air permukaan (peningkatan TSS) merupakan dampak Bukan Merupakan
Air Permukaan turunan (sekunder) dari peningkatan laju erosi dan sedimentasi akibat dari Dampak Penting
kegiatan pengupasan dan penanganan tanah pucuk, Dalam rangka Hipotetik (DTPH)
meminimalisir dampak ini akan dilakukan langkah-langkah pengelolaan namun wajib dikelola
sebagai berikut :
1. Mengelola dampak primer, yaitu peningkatan laju erosi dan
sedimentasi.
2. Untuk mencegah masuknya tanah yang terangkut oleh air larian ke
badan air, maka mempertahankan sempadan sungai selebar 50 meter
kanan-kiri sungai kecil dan 100 m untuk sungai besar sebagai kawasan
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
konservasi sebagaimana yang sudah dijelaskan pada ketentuan dalam
UU No, 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
3. Mengendalikan dan mengelola air di kolam pengendap (settling pond)
sehingga air yang dikeluarkan sesuai dengan baku mutu yang telah
ditetapkan, tidak mengakibatkan penurunan kualitas air permukaan
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
maka dampak terjadinya Penurunan kualitas air permukaan bukan
merupakan dampak penting hipotetik (DTPH) namun wajib dikelola.
5. Gangguan Biota Air Gangguan habitat biota air merupakan dampak sekunder terhadap Bukan Merupakan
penurunan kualitas air sungai dan dampak tersier terhadap peningkatan Dampak Penting
laju erosi dan sedimentasi akibat kegiatan pengupasan dan penimbunan Hipotetik (DTPH)
tanah pucuk, terkait dengan rencana pengelolaan yaitu mengelola dampak
primer yaitu peningkatan laju erosi dan sedimentasi (primer) dan penurunan
kualitas air permukaan (sekunder), maka dengan baiknya kondisi perairan
maka dengan sendirinya biota perairan akan baik pula, sehingga dapat
diasumsikan dampak terjadinya gangguan biota perairan bukan merupakan
dampak penting hipotetik (DTPH)
6. Gangguan Kesehatan Peningkatan Potensi Penyakit ISPA dan diare dampak merupakan dampak Bukan Merupakan
turunan dari penurunan kualitas udara dan penurunan kualitas perairan Dampak Penting
akibat kegiatan pengupasan dan Penanganan tanah pucuk. Dalam rangka Hipotetik (DTPH)
menanggulangi dampak yang akan terjadi maka dilakukan perencanaan namun wajib dikelola
langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut :
1. Mengelola dampak primer (peningkatan laju erosi) dan sekunder
(penurunan kualitas air permukaan)
2. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan rencana
pengelolaan yang sudah dilakukan
3. Melakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat sekitar.
4. Pelaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu
pemberian sarana dan prasarana air bersih serta pemberian pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat sekitar yang terkena dampak
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
maka dampak terjadinya peningkatan potensi penyakit bukan merupakan
bukan dampak penting hipotetik yang akan dikaji (DTPH) namun wajib
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
dikelola.
7. Perubahan terhadap Perubahan sikap presepsi negatif masyarakat adalah merupakan dampak Bukan Merupakan
sikap dan persepsi turunan (tersier) dari peningkatan potensi penyakit ISPA dan Diare akibat Dampak Penting
masyarakat yang dari kegiatan pengupasan dan penanganan tanah pucuk. Akan tetapi jarak Hipotetik (DTPH)
dapat memicu lokasi pit penambangan dengan desa-desa sekitar relatif cukup dekat
keresahan dengan pit tambang (±1,5 s/d 2,0 km). Dengan memaksimalkan
masyarakat pengelolaan dampak dari kegiatan pengupasan dan penanganan tanah
pucuk serta penerapan SOP, maka dampak terjadinya sikap presepsi
negatif (dampak tersier) bukan merupakan dampak penting hipotetik
(DTPH)
2 Pembongkaran OB 1. Penurunan Kualitas Pemberaian batuan penutup (Overburden) dilakukan dengan ripping Bukan Merupakan
(Overburden) dan Udara dan dengan bulldozer bertujuan untuk mempermudah penggalian tanah Dampak Penting
Pembuatan Sistem Peningkatan penutup selanjutnya digali dengan alat galimuat (Excavator PC 400), Hipotetik (DTPH)
Penyaliran Kebisingan peledakan tidak dilakukan karena lapisan batubara mempunyai ketebalan namun wajib dikelola
lapisan sekitar 0,3 – 3,3 meter dan cukup dilakukan penggalian secara
mekanis.
Pada operasional tersebut penurunan kualitas udara disebabkan oleh
pembakaran bahan bakar yang menghasilkan gas-gas polutan (SO2, CO
dan NO2), sedangkan kebisingan akibat aktivitas alat berat. Guna
Meminimalisir dampak ini akan dilakukan langkah pengelolaan sebagai
berikut :
1. Batuan penutup ditimbun pada tempat yang aman jauh dari kegiatan
penambangan, yaitu berada di luar daerah penambangan dan terpisah
dengan penimbunan tanah pucuk.
2. Melakukan kegiatan penyiraman secara berkala sebanyak 2-3 kali/hari
disepanjang jalan tambang dari lokasi PIT tambang ke disposal area
terutama pada musim kemarau
3. Melakukan penghijauan dengan tanaman keras dan perdu yang dapat
menyerap debu disepanjang jalan tambang
4. Melakukan perawatan mesin-mesin secara rutin pada alat-alat berat
yang digunakan, agar diperoleh pembakaran sempurna ketika
dioperasikan.
5. Membuat buffer zone pada saat melakukan kegiatan penambangan
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
maka dampak terjadinya penurunan kualitas udara dan kebisingan bukan
merupakan dampak penting hipotetik (DTPH) namun wajib dikelola.
2. Peningkatan Laju Pemberaian batuan penutup (Overburden) yang kemudian diangkut dan Bukan Merupakan
Erosi dan ditimbun di lokasi waste dump, maka akan berpengaruh pada peningkatan Dampak Penting
Sedimentasi laju erosi dan sedimentasi akibat hanyutnya tanah oleh air larian, Dalam Hipotetik (DTPH)
rangka meminimalisir dampak ini akan dilakukan langkah-langkah namun wajib dikelola
pengelolaan sebagai berikut :
1. Menerapkan metode penambangan gali timbun ke belakang (back
filling) atau in pit dump
2. batuan penutup (Overburden)ditimbun pada waste dump area yang
aman dari erosi dengan kelerengan rendah/datar serta dari pada pit
tambang, yaitu berada di luar daerah penambangan dan terpisah
dengan penimbunan tanah pucuk
3. Timbunan batuan penutup (Overburden) segera ditutupi menggunakan
tanah pucuk atau top soil agar bisa ditanami dengan tanaman penutup
tanah (cover crop) berupa rerumputan dan kacang-kacangan penutup
tanah untuk mengendalikan hanyutnya tanah terangkut air larian,
4. Membuat saluran (drainase) di sekeliling disposal area (penimbunan
tanah pucuk) yang akan digunakan untuk mengalirkan air permukaan
(air larian) dan menahan padatan yang terbawa air dan masuk
langsung ke sungai yang dilengkapi dengan kolam pengendapan
lumpur (settling pond)
5. Kolam pengendap (settling pond) yang telah penuh dengan sedimen
segara dikeruk/dikosongkan dan lumpur hasil pengerukan ditimbun di
disposal area.
6. Segera melakukan reklamasi dan revegetasi lahan pada waste dump
area yang sudah tidak digunakan sesuai dengan rencana reklamasi
yang telah di buat sesuai tahapan penambangan dengan tanaman
yang sesuai yaitu tanaman penutup tanamaan pioner yang cepat
tumbuh (fast growing species), seperti sengon, gamalia, lamtoro atau
tanaman sejenis lainnya.
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
7. Memelihara pertumbuhan tanaman revegetasi
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
maka dampak terjadinya peningkatan laju erosi dan sedimentasi
merupakan bukan dampak penting hipotetik yang dikaji (DTPH) namun
wajib dikelola
3. Penurunan Kualitas Penurunan kualitas air permukaan (peningkatan TSS) adalah dampak Bukan Merupakan
Air Permukaan turunan (sekunder) dari peningkatan laju erosi dan sedimentasi akibat Dampak Penting
kegiatan penimbunan batuan OB, Dalam rangka meminimalisir dampak ini Hipotetik (DTPH)
akan dilakukan langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut : namun wajib dikelola
1. Mengelola dampak primer, yaitu peningkatan laju erosi dab sedimentasi
2. Untuk mencegah masuknya tanah yang terangkut oleh air larian ke
badan air, maka mempertahankan sempadan sungai selebar 50 meter
kanan-kiri sungai kecil dan 100 m untuk sungai besar sebagai kawasan
konservasi (UU No, 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan)
3. Mengendalikan dan mengelola air di kolam pengendap (settling pond)
sehingga air yang dikeluarkan sesuai dengan baku mutu yang telah
ditetapkan, tidak mengakibatkan penurunan kualitas air permukaan.
Terkait rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut, maka
dampak terjadinya penurunan kualitas air permukaan bukan merupakan
dampak penting hipotetik yang dikaji (DTPH) namun wajib dikelola
4. Gangguan Biota Gangguan habitat biota air merupakan dampak sekunder terhadap Bukan Merupakan
Perairan penurunan kualitas air permukaan dan dampak tersier terhadap Dampak Penting
peningkatan laju erosi dan sedimentasi akibat kegiatan pembongkaran OB Hipotetik (DTPH)
(Overburden), terkait dengan rencana pengelolaan yaitu mengelola dampak
primer yaitu peningkatan laju erosi dan sedimentasi (primer) dan penurunan
kualitas air permukaan (sekunder), maka dengan baiknya kondisi perairan
maka dengan sendirinya biota perairan akan baik pula, sehingga dapat
diasumsikan dampak terjadinya gangguan biota perairan bukan merupakan
dampak penting hipotetik (DTPH)
5. Gangguan Kesehatan Peningkatan Potensi Penyakit ISPA dan diare dampak merupakan dampak Bukan Merupakan
turunan dari penurunan kualitas udara dan penurunan kualitas perairan Dampak Penting
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
akibat kegiatan pembongkaran OB. Dalam rangka menanggulangi dampak Hipotetik (DTPH)
yang akan terjadi maka dilakukan perencanaan langkah-langkah namun wajib dikelola
pengelolaan sebagai berikut :
1. Mengelola dampak primer (peningkatan laju erosi) dan sekunder
(penurunan kualitas air permukaan)
2. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan rencana
pengelolaan yang sudah dilakukan
3. Melakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat sekitar.
4. Pelaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu
pemberian sarana dan prasarana air bersih serta pemberian pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat sekitar yang terkena dampak
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
maka dampak terjadinya peningkatan potensi penyakit bukan merupakan
bukan dampak penting hipotetik yang akan dikaji (DTPH) namun wajib
dikelola.
6. Perubahan terhadap Perubahan sikap presepsi negatif masyarakat adalah merupakan dampak Bukan Merupakan
sikap dan persepsi turunan (tersier) dari peningkatan potensi penyakit ISPA dan Diare akibat Dampak Penting
masyarakat yang dari kegiatan pembongkaran OB. Akan tetapi jarak lokasi pit penambangan Hipotetik (DTPH)
dapat memicu dengan desa-desa sekitar relatif cukup dekat dengan pit tambang (±1,5 s/d
keresahan 2,0 km). Dengan memaksimalkan pengelolaan dampak dari kegiatan
masyarakat pembongkaran OB serta penerapan SOP, maka dampak terjadinya sikap
presepsi negatif (dampak tersier) bukan merupakan dampak penting
hipotetik (DTPH)
3 Penggalian / 1. Penurunan Kualitas Kegiatan penggalian / penambangan batubara sangat berpengaruh Dampak Penting
Penambangan Air Permukaan (Air langsung pada penurunan kualitas air permukaan akibat air larian asam Hipotetik (DPH)
Batubara Asam Tambang) tambang, maka dampak terjadinya Penurunan kualitas air permukaan (Air
Asam Tambang) merupakan dampak penting hipotetik (DPH).
2. Gangguan Biota Air Gangguan habitat biota air adalah merupakan dampak sekunder terhadap Dampak Penting
penurunan kualitas air sungai (air asam tambang) akibat kegiatan Hipotetik (DPH)
penggalian / penambangan batubara. maka dampak terjadinya gangguan
biota perairan merupakan dampak penting hipotetik (DPH)
3. Gangguan Kesehatan Peningkatan potensi penyakit Diare dampak sekunder akibat penurunan Bukan Merupakan
penurunan kualitas air permukaan akibat air asam tambang dari kegiatan Dampak Penting
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
penggalian / penambangan batubara. Dalam rangka menanggulangi Hipotetik (DTPH)
dampak yang akan terjadi maka dilakukan perencanaan langkah-langkah namun wajib dikelola
pengelolaan sebagai berikut :
1. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan rencana
pengelolaan yang sudah dilakukan
2. Melakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat sekitar.
3. Pelaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu
pemberian sarana dan prasarana air bersih serta pemberian pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat sekitar yang terkena dampak.
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
maka dampak terjadinya peningkatan potensi penyakit bukan merupakan
bukan dampak penting hipotetik yang akan dikaji (DTPH) namun wajib
dikelola.
4. Perubahan terhadap Perubahan sikap presepsi negatif masyarakat adalah merupakan dampak Bukan Merupakan
sikap dan persepsi sekunder dari peningkatan potensi penyakit (dampak tersier) dari Dampak Penting
masyarakat yang penurunan kualitas air permukaan (air asam tambang) yang diakibatkan Hipotetik (DTPH)
dapat memicu kegiatan penggalian / penambangan Batubara, dengan memaksimalkan
keresahan pengelolaan terhadap dampak primer yaitu penurunan kualitas air
masyarakat permukaan, maka dapat diasuksikan dampak terjadinya sikap presepsi
negatif bukan merupakan dampak penting hipotetik (DTPH).
4 Pengangkutan dan 1. Penurunan kualitas Pada saat pengangkutan dan penimbunan batubara menggunakan dump Bukan Merupakan
Penimbunan Batubara udara dan truck di lokasi stockpile sementara akan menyebabkan material yang halus Dampak Penting
peningkatan akan beterbangan ke udara di sekitarnya, gas-gas polutan (SO2, CO dan Hipotetik (DTPH)
kebisingan NO2), sedangkan kebisingan akibat aktivitas alat berat. Sedangkan namun wajib dikelola
peningkatan kebisingan disebabkan aktivitas alat berat. Dalam rangka
menanggulangi dampak yang akan terjadi maka dilakukan perencanaan
langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut :
1. Melakukan perawatan mesin-mesin secara rutin pada alat-alat berat
yang digunakan, agar diperoleh pembakaran sempurna ketika
dioperasikan
2. Menggunakan kendaraan yang layak jalan untuk melakukan
pengangkutan batubara
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
3. Memperbaiki /meningkatkan daya dukung jalan pada ruas jalan
tambang
4. Melakukan kegiatan penyiraman secara berkala sebanyak 2-3 kali/hari
disepanjang jalan tambang dari lokasi PIT tambang ke lokasi stockpile
terutama pada musim kemarau
5. Melakukan penghijauan dengan tanaman keras dan perdu yang dapat
menyerap debu disepanjang jalan tambang
6. Menerapkan kecepatan rendah kendaraan angkut batubara (maksimum
30 km/jam) sesuai dengan SOP yang telah direncanakan
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
maka dampak terjadinya penurunan kualitas udara dan peningkatan
kebisingan merupakan bukan dampak penting hipotetik yang akan dikaji
(DTPH) namun wajib dikelola
2. Penurunan Kualitas Kegiatan penimbunan batubara di area stockpile sangat berpengaruh Bukan Merupakan
Air Permukaan langsung pada penurunan kualitas air permukaan akibat air larian asam Dampak Penting
tambang pada saat hujan. Dalam rangka menanggulangi dampak yang Hipotetik (DTPH)
akan terjadi maka dilakukan perencanaan langkah-langkah pengelolaan namun wajib dikelola
sebagai berikut :
1. Penimbunan batubara ditimbun pada lokasi stockpile sementara berada
dikelerengan rendah/datar serta berada di luar daerah penambangan
2. Untuk mencegah masuknya tanah yang terangkut oleh air larian ke
badan air, maka mempertahankan sempadan sungai selebar 50 meter
kanan-kiri sungai kecil dan 100 m untuk sungai besar sebagai kawasan
konservasi (UU No, 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).
3. Membuat saluran (drainase) di sekeliling disposal area (stockpile) yang
akan digunakan untuk mengalirkan air permukaan (air larian) dan
menahan asam tambang yang terbawa air dan masuk langsung ke
sungai yang dilengkapi dengan kolam pengendapan (settling pond)
4. Melakukan proses netralisasi dan flocullasi di kolam settling pond,
sehingga air yang dikeluarkan sesuai dengan baku mutu yang telah
ditetapkan, tidak mengakibatkan penurunan kualitas air permukaan
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
maka dampak terjadinya Penurunan kualitas air permukaan (air asam
tambang) merupakan bukan dampak penting hipotetik yang akan dikaji
(DTPH) namun wajib dikelola
3. Gangguan Biota Gangguan habitat biota air merupakan dampak sekunder terhadap Bukan Merupakan
Perairan penurunan kualitas air permukaan akibat kegiatan penimbunan batubara, Dampak Penting
terkait dengan rencana pengelolaan yaitu mengelola dampak primer yaitu Hipotetik (DTPH)
kualitas air permukaan (primer), bahwa dengan baiknya kondisi perairan
maka dengan sendirinya biota perairan akan baik pula, sehingga dapat
diasumsikan dampak terjadinya gangguan biota perairan bukan merupakan
dampak penting hipotetik (DTPH)
4. Gangguan Kesehatan Peningkatan potensi penyakit Diare dan penyakit kulit dampak sekunder Bukan Merupakan
akibat penurunan kualitas air permukaan akibat air asam tambang dari Dampak Penting
kegiatan penimbunan batubara. Dalam rangka menanggulangi dampak Hipotetik (DTPH)
yang akan terjadi maka dilakukan perencanaan langkah-langkah namun wajib dikelola
pengelolaan sebagai berikut :
1. Mengelola dampak primer penurunan kualitas air permukaan
2. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan rencana
pengelolaan yang sudah dilakukan
3. Melakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat sekitar.
4. Pelaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu
pemberian sarana dan prasarana air bersih serta pemberian pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat sekitar yang terkena dampak
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
maka dampak terjadinya peningkatan potensi penyakit bukan merupakan
bukan dampak penting hipotetik yang akan dikaji (DTPH) namun wajib
dikelola.
5. Perubahan terhadap Perubahan sikap presepsi negatif masyarakat adalah merupakan dampak Bukan Merupakan
sikap dan persepsi lanjutan (tersier) dari peningkatan potensi penyakit (ISPA dan penyakit Dampak Penting
masyarakat yang Kulit) yaitu dampak dari penurunan kualitas air permukaan (sekunder) yang Hipotetik (DTPH)
dapat memicu diakibatkan dari kegiatan penimbunan Batubara pada stockpile, dengan
keresahan melakukan pengelolaan sejak awal terhadap dampak primer serta
masyarakat dan memperhatikan lokasi stockpile dan perairan sehingga dampak terjadinya
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
potensi konflik sikap presepsi negatif bukan merupakan dampak penting hipotetik (DTPH).
5 Operasional Sarana 1. Penurunan Kualitas Sehubungan dengan operasional sarana dan prasarana penunjang yang Bukan Merupakan
dan Prasarana Air Permukaan menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3) dari aktivitas Dampak Penting
Penunjang bengkel, ruang genset dan lain-lain. Untuk mengurangi dan menanggulangi Hipotetik (DTPH)
pencemaran di lingkungan sarana dan prasarana, maka pengelolaan
limbah B3 sudah diatur didalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan Limbah B3.
Terkait dengan bentuk pengelolaan yang telah baku, maka dampak
terjadinya penurunan kualitas air permukaan merupakan bukan dampak
penting hipotetik (DTPH)
2. Gangguan Habitat Gangguan habitat biota air merupakan dampak sekunder terhadap Bukan Merupakan
Biota Air penurunan kualitas air permukaan akibat kegiatan operasional sarana dan Dampak Penting
prasarana penunjang tambang, terkait dengan rencana pengelolaan yaitu Hipotetik (DTPH)
mengelola dampak primer yaitu kualitas air permukaan (primer) sesuai
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, maka dampak
gangguan terhadap biota perairan bukan merupakan dampak penting
hipotetik (DTPH). Bahwa dengan baiknya kondisi perairan maka dengan
sendirinya biota perairan akan baik pula.
6 Pelaksanaan 1. Iklim Mikro Pelaksanaan reklamasi dan revegetasi pada tahap operasi dilakukan pada Dampak Penting
Reklamasi dan 2. Perbaikan Kualitas areal kerja yang sudah dilakukan penambangan batubara dan diposal area. Hipotetik (DPH)
Revegetasi / Udara dan penurunan Reklamasi pada tahap ini diutamakan pada areal kerja yang memiliki front
Rehabilitasi lahan yang kebisingan kerja luas dan lebar sesuai arah kemajuan penambangan. Kegiatan
dilakukan pada Tahap 3. Pengembalian reklamasi dan revegetasi juga adalah salah satu bentuk penggelolaan
Operasi hingga Pasca Kesuburan Tanah lingkungan. Sehingga dilihat dari intensitas dampak, maka dampak dari
Operasi 4. Penurunan Potensi pada kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan merupakan dampak penting
Erosi dan hipotetik (DPH)
Sedimentasi
5. Perbaikan Kualitas
Air Pemukaan
6. Perbaikan Flora
(Vegetasi)
7. Perbaikan kondisi
biota air
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
8. Pengembalian habitat
satwa
9. Perubahan terhadap
sikap dan persepsi
masyarakat
10. Perbaikan Kualitas
Kesehatan
7 Pelaksanaan Program 1. Perubahan terhadap Program Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan tanggung Bukan Merupakan
CSR sikap dan persepsi jawab sosial PT. Aldy Surya Gemilang terhadap masyarakat sekitar lokasi Dampak Penting
masyarakat yang proyek. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Hipotetik (DTPH)
dapat memicu masyarakat dalam mengembangkan perekonomian, memperbaiki sarana namun wajib dikelola
keresahan dan prasarana dengan sosial, kesehatan lingkungan. meminimalisir
masyarakat dampak ini akan dilakukan langkah pengelolaan sebagai berikut :
1. Pihak PT. Aldy Surya Gemilang benar - benar melaksanakan program
Corporate Social Responsibility (CSR) kepada masyarakat.
2. Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) ini akan
dikoordinasikan / dimusyawarahkan dengan desa, kecamatan dan
pemerintah daerah Kabupaten agar tidak overlapping (tumpang tindih)
dengan program lainnya.
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
maka dampak terjadinya keresahan masyarakat merupakan bukan dampak
penting hipotetik yang akan dikaji (DTPH) namun wajib dikelola
D. TAHAP PASCA OPERASI
1 Penanganan Tenaga 1. Hilangnya Dengan telah habisnya cadangan Batubara, maka secara otomatis seluruh Bukan Merupakan
Kerja kesempatan kerja komponen kegiatan pertambangan akan terhenti dan terhadap semua Dampak Penting
dan peluang karyawan akan dilakukan pemutusan hubungan kerja. Dengan demikian Hipotetik (DTPH)
berusaha bagi anggota masyarakat yang bekerja pada Pertambangan Batubara PT. Aldy namun wajib dikelola
masyarakat Surya Gemilang akan kehilangan pekerjaannya. Bagi anggota masyarakat
yang mempunyai usaha yang terkait langsung dengan PT. Aldy Surya
Gemilang juga akan kehilangan usaha sebagai sumber penghasilannya.
Dalam rangka meminimalisir dampak ini akan dilakukan langkah
pengelolaan sebagai berikut :
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
1. Memberikan pelatihan ketrampilan sesuai dengan kondisi sosial
masyarakat yang ada sehingga setelah kegiatan penambangan
berakhir, mantan pekerja mempunyai lapangan usaha baru.
2. Sosialisasi tentang berakhirnya kegiatan Pertambangan Batubara
kepada masyarakat
3. Pemberitahuan secara dini mengenai pelepasan tenaga kerja sehingga
para karyawan dari jauh hari dapat mepersiapkan diri.
4. Memberikan pesangon terhadap tenaga kerja yang di PHK
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan tersebut,
maka dampak terjadinya penurunan hilangnya kesempatan kerja dan
berusaha bukan merupakan dampak penting hipotetik (DTPH) namun
wajib dikelola
2. Penurunan tingkat Dikarenakan dampak yang akan terjadi merupakan dampak sekunder, Bukan Merupakan
pedapatan dimana dampak primernya yaitu hilangnya kesempatan kerja akibat Dampak Penting
masyarakat. pemutusan hubungan kerja. Terkait dengan rencana pengelolaan yaitu Hipotetik (DTPH)
mengelola dampak primer, maka dampak terjadinya penurunan tingkat
pendapatan bukan merupakan dampak penting hipotetik (DTPH)
3. Perubahan terhadap Dikarenakan dampak yang akan terjadi merupakan dampak sekunder, Bukan Merupakan
sikap dan persepsi dimana dampak primernya yaitu hilangnya kesempatan kerja dan tingkat Dampak Penting
masyarakat yang pendapatan akibat pemutusan hubungan kerja. Terkait dengan rencana Hipotetik (DTPH)
dapat memicu pengelolaan yaitu mengelola dampak primer, maka dampak terjadinya
keresahan keresahan masyarakat bukan merupakan dampak penting hipotetik
masyarakat (DTPH).
2 Penanganan Aset dan Tidak Berdampak
Infrastruktur Tambang
3 Demobilisasi Peralatan 1. Kualitas Udara dan Meningkatnya mobilitas kendaraan besar untuk Demobilisasi alat berat Bukan Merupakan
Kebisingan selama diperkirakan akan berdampak penurunan kualitas udara Dampak Penting
(peningkatan kadar debu, dan gas pencemar seperti SO2, CO dan NO2). Hipotetik (DTPH)
Jenis kendaraan yang akan melintas ke lokasi proyek adalah kendaraan
besar seperti dump buck, trailer pengangkut excavator dan bulldozer serta
peralatan konstruksi lainnya. Dampak penurunan kualitas udara
Hasil Evaluasi
No Sumber Dampak Dampak Potensial Deskripsi Evaluasi Dampak Potensial
Dampak Potensial
1 2 3 4 5
diprakirakan terjadi dalam jangka waktu pendek (relatif singkat)
diperkirakan dilakukan selama 1 hari pada tahap pasca operasi, sehingga
tidak berpengaruh besar pada komponen lingkungan.
2. Perubahan terhadap Perubahan sikap dan persepsi negatif merupakan dampak kumulatif dari Bukan Merupakan
sikap dan persepsi prevalensi dan isidensi penyakit “peningkatan potensi penyakit ISPA” dari Dampak Penting
masyarakat kegiatan demobilisasi peralatan. Mengingat dampak penurunan kualitas Hipotetik (DTPH)
udara (dampak primer) dan dampak ISPA (sekunder) bukan merupakan
dampak penting hipotetik, maka dapat diasumsikan dampak terjadinya
perubahan terhadap sikap dan persepsi masyarakat bukan merupakan
dampak penting hipotetik (DTPH)
3. Gangguan Kesehatan Gangguan Kesehatan yang berpengaruh pada kesehatan masyarakat Bukan Merupakan
sekitar kegiatan “Peningkatan potensi penyakit ISPA” merupakan dampak Dampak Penting
turunan dari penurunan kualitas udara (peningkatan kadar debu) dari Hipotetik (DTPH)
kegiatan demobilisasi peralatan. Mengingat dampak penurunan kualitas
udara (dampak primer) bukan merupakan dampak penting hipotetik, maka
dapat diasumsikan dampak ISPA bukan merupakan dampak penting
hipotetik (DTPH)
4 Penanganan Void Tidak Berdampak
Sumber : Tim Studi, 2017
Tabel 2.34 Matrik Dampak Penting Hipotetik (DPH)
2) Batas Ekologis
Batas ekologi merupakan batas wilayah yang dikontrol sesuai
dengan sebaran dampak yang diperkirakan akan muncul. Penyebaran
dampak melalui media air sungai, air hujan, udara dan jarak terbang
serangga sebagai vektor penyakit dari tapak proyek. Batas ekologi
difokuskan pada ekosistem alam yang bersifat khas dalam memberikan
respon terhadap kegiatan pertambangan batubara PT. Aldy Surya
Gemilang. Ekosistem yang dianggap relevan sebagai batas ekologis dalam
studi AMDAL ini didasarkan atas keterkaitan unit daerah tangkapan air,
yaitu DAS atau Sub DAS di dalam dan yang melingkupi areal
pertambangan batubara PT. Aldy Surya Gemilang. DAS atau Sub DAS
yang melingkupi areal adalah sungai Tualan dan anak sungai Bayu.
3) Batas Sosial
Batas sosial merupakan ruang di sekitar rencana kegiatan yang
merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang
mengandung nilai atau norma tertentu yang sudah mapan sesuai dengan
proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang diperkirakan
akan mengalami perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan. Batas sosial merupakan sebaran dampak sosial pada
masyarakat yang berada di sekitar wilayah rencana kegiatan pertambangan
batubara PT. Aldy Surya Gemilang adalah Desa Parenggean, Manjalin,
Kabuau Kecamatan Parenggean dan Desa Pelantaran Kecamatan
Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur.
4) Batas Administrasi
Batas administratif merupakan ruang dimana masyarakat dapat
secara leluasa melakukan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya
sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku di dalam
ruang tersebut. Secara administratif kegiatan pertambangan batubara PT.
Aldy Surya Gemilang meliputi 2 (dua) wilayah kecamatan yakni Desa
Parenggean, Manjalin, Kabuau Kecamatan Parenggean dan Desa
Pelantaran Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur,
Provinsi Kalimantan Tengah.
Batas teknis wilayah studi berhubungan dengan kendala-kendala
yang membatasi teknis pelaksanaan studi AMDAL, yaitu aksesibilitas
tempat-tempat di dalam wilayah studi dan keadaan medan secara umum,
ketersediaan sarana dan prasarana lapangan, serta keterbatasan waktu
dan dana. Keterbatasan-keterbatasan ini akan menjadi penentu dalam
menentukan cakupan wilayah studi dan pengkajian yang dapat dilakukan
tanpa mengabaikan persyaratan pokok dalam melakukan studi lingkungan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,
ditentukan batas-batas penelaahan sebagai berikut:
a) Batas intensif meliputi wilayah rencana kegiatan pertambangan
batubara PT. Aldy Surya Gemilang seluas ±5.578 ha sebagaimana Izin
yang dimiliki.
b) Batas ekstensif ditentukan secara administratif meliputi 2 (dua) wilayah
kecamatan yakni Kecamatan Kecamatan Parenggean dan Kecamatan
Cempaga Hulu, 1 (satu) desa binaan yakni Desa Parenggean,
Manjalin, Kabuau Kecamatan Parenggean dan Desa Pelantaran
Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur.
Dampak Penting
Lamanya
Hipotetik Dasar Pertimbangan
Kajian
(DPH)
Gangguan biota 3 Bulan Gangguan biota perairan merupakan
perairan selama 18 dampak turunan (sekunder) dari
tahun penurunan kualitas air akan terjadi
selama kegiatan penggalian /
penambangan batubara batubara dan
diperkirakan berlangsung selama umur
kegiatan dengan tahapan kemajuan
tambang.
Reklamasi dan 18 tahun Kegiatan reklamasi dan revegetasi akan
Revegetasi meliputi dilakukan 2 tahun setelah penambangan
dampak perbaikan iklim dimulai dan diperkirakan selama kegiatan
mikro, kualitas udara penambangan berlangsung sesuai
dan kebisingan, dengan tahapan penambangan.
kesuburan tanah, Erosi Diasumsikan dapat teridentifikasi dalam
dan sedimentasi serta melakukan prakiraan dan evaluasi
kualitas air permukaan. dampak terhadap Komponen Geofisik
Kimia dalam kajian Andal mulai dari
perbaikan iklim mikro, kualitas udara dan
kebisingan, kesuburan tanah, Erosi dan
sedimentasi serta kualitas air
permukaan, dimana pada tahap operasi
ini akan dikembalikan dengan kegiatan
reklamasi dan revegetasi tahap awal.
B. Komponen Biologi
Reklamasi dan 18 tahun Kegiatan reklamasi dan revegetasi akan
Revegetasi meliputi dilakukan 2 tahun setelah penambangan
dampak perbaikan dimulai dan diperkirakan selama kegiatan
komunitas Flora penambangan berlangsung sesuai
(Vegetasi) sebagai dengan tahapan penambangan.
habitat Fauna (satwa) Diasumsikan dapat teridentifikasi dalam
serta kondisi Biota melakukan prakiraan dan evaluasi
Perairan dampak terhadap Komponen Biologi
dalam kajian Andal yang meliputi
perbaikan komunitas Flora (Vegetasi)
sebagai habitat Fauna (satwa) serta
kondisi Biota Perairan, dimana pada
tahap operasi ini akan dikembalikan
dengan kegiatan reklamasi dan
revegetasi tahap awal.
C. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya
Reklamasi dan 18 tahun Kegiatan reklamasi dan revegetasi akan
Revegetasi yaitu dilakukan selama kegiatan
Perubahan terhadap penambangan berlangsung.
sikap dan persepsi Diasumsikan dapat teridentifikasi dalam
masyarakat melakukan prakiraan dan evaluasi
dampak terhadap Komponen Sosial
Ekonomi dan Budaya dalam kajian Andal
yaitu dampak perubahan terhadap sikap
dan persepsi masyarakat, dimana pada
tahap operasi ini akan dikembalikan
dengan kegiatan reklamasi dan
revegetasi tahap awal sebagai tolak ukur
sejauh mana pelaksanaan reklamasi dan
revegetasi tahap awal dilaksanakan.
Dampak Penting
Lamanya
Hipotetik Dasar Pertimbangan
Kajian
(DPH)
D. Komponen Kesehatan Masyarakat
Reklamasi dan 18 tahun Kegiatan reklamasi dan revegetasi akan
Revegetasi yaitu dilakukan selama kegiatan
perbaikan kondisi penambangan berlangsung.
kesehatan masyarakat Diasumsikan dapat teridentifikasi dalam
(Gangguan Kesehatan) melakukan prakiraan dan evaluasi
dampak terhadap Komponen Kesehatan
Masyarakat yakni perbaikan kondisi
lingkungan menyangkut gangguan
kesehatan masyarakat dari keberhasilan
pengelolaan / pelaksanaan kegiatan
reklamasi dan revegetasi tahap awal,
dimana pada tahap operasi ini akan
dikembalikan dengan kegiatan reklamasi
dan revegetasi tahap awal.
Sumber : Pelingkupan Tim Studi, 2017
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
penambangan atau perubahan lingkungan serta
bertindak cepat untuk mengatasi.
2. Pembebasan Peraturan Menteri Sosial Perubahan Kegiatan pembebasan lahan akan mempengaruhi Bukan Desa Tidak dikaji
Lahan dan Agraria/Kepala Ekonomi dan terhadap sikap kondisi sosial masyarakat terkait dengan perubahan Merupakan Parenggean, dalam
Penggantian Badan Pertanahan Budaya dan persepsi sikap dan persepsi masyarakat apabila dalam kegiatan Dampak Manjalin, Andal
Tanah Tumbuh Nasional Nomor 05 masyarakat pembebasan lahan tidak terdapat kesepakatan karena Penting Kabuau dan
Tahun 1999 tentang salah satu pihak tidak memenuhi perjanjian yang telah Hipotetik Pelantaran
Pedoman disepakati kedua belah pihak yang dapat mengakibatkan (DTPH)
Penyelesaian keresahan masyarakat serta terjadinya konflik dengan namun wajib
Masalah Hak Ulayat pihak PT. Aldy Surya Gemilang. dikelola
Masyarakat Hukum Dalam rangka meminimalisir dampak tersebut maka
Adat dilakukan pengelolaan dampak sejak awal yang menjadi
Peraturan Gubernur bagian dari rencana usaha/atau kegiatan akan dilakukan
Kalimantan Tengah langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut :
Nomor 04 Tahun 1. Menginventaris kepemilikan lahan apabila terdapat
2012 tentang Tanah lahan masyarakat serta lahan ADAT yang masuk
Adat dan Hak – Hak dalam wilayah kerja
Adat di Atas Tanah 2. Melakukan pertemuan (sosialisasi) terhadap
Di masyarakat sekitar, sebelum dilakukan kegiatan
ProvinsiKalimantan dimulai, terkait penyelesaian kegiatan pembebasan
Tengah. lahan. Terlebih dahulu untuk menentukan nilai ganti
untung lahan dan tanam tumbuh sesuai dengan
kesepakatan bersama antara pemrakarsa dan
masyarakat dengan melibatkan pemilik lahan, tokoh
adat, tokoh agama, BPD, aparat desa
(kades/Sekdes), kecamatan.
3. Membayar harga kompensasi lahan dan tanam
tumbuh langsung ke pemilik lahan tanpa melalui
perantara serta terdokumentasi dalam bentuk
kuitansi, foto dan melibatkan seluruh keluarga baik
atau ahli waris.
3. Penerimaan Program CSR Sosial Kesempatan Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk Dampak Desa 6 bulan
Tenaga Kerja Ekonomi dan Kerja dan operasional penambangan batubara dilakukan Penting Parenggean, (kesempat
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
Budaya Berusaha penerimaan tenaga kerja yang diutamakan dan Hipotetik Manjalin, an kerja)
penduduk di sekitar lokasi kegiatan. Penerimaan tenaga (DPH) Kabuau dan 18 tahun
kerja terdiri dari tenaga kerja lokal 70% dan tenaga kerja Pelantaran (kesempat
30% non lokal. Penerimaan tenaga kerja berdampak an
peningkatan kesempatan kerja dan peluang berusaha. berusaha)
1. Memprioritaskan tenaga kerja lokal khususnya
masyarakat Desa terkena Dampak yakni Desa
Parenggean, Pelantaran dan Kabuau diterima
sebagai tenaga kerja sesuai keahlian atau
ketrampilan, serta memenuhi persyaratan yang
ditentukan
2. Menginformasikan lowongan kerja kepada Aparat
Desa-Desa, Kecamatan-Kecamatan, dan Dinas
Tenaga Kerja setempat
3. Melakukan koordinasi/kerjasama dengan Dinas
Tenaga Kerja, aparat Desa-Desa dan Kecamatan-
Kecamatan
4. Melaksanakan program Corporate Social
Responsibility (CSR) untuk meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia penduduk lokal
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah
direncanakan tersebut. sehingga terbukanya
kesempatan kerja dan peluang berusaha masyarakat
dari kegiatan penerimaan tenaga kerja merupakan
dampak penting hipotetik (DPH).
Tidak ada Sosial Tingkat Bagi anggota masyarakat di sekitar lokasi pertambangan Dampak Desa 18 tahun
Ekonomi dan Pedapatan batubara yang dapat diterima untuk bekerja sebagai Penting Parenggean, selama
Budaya masyarakat tenaga kerja untuk operasi tambang, maka kesempatan Hipotetik Manjalin, beroperasi
kerja dan peluang berusaha merupakan bagian dan (DPH) Kabuau dan tambang
mata pencaharian yang sekaligus merupakan sumber Pelantaran
pendapatan. Peningkatan tingkat pendapatan
merupakan dampak turunan dari terbukanya
kesempatan kerja dan peluang berusaha atau dampak
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
tak langsung dari kegiatan penerimaan tenaga kerja.
Tidak ada Sosial Perubahan Sikap Persepsi negatif merupakan dampak turunan Bukan Desa Tidak dikaji
Ekonomi dan dan Persepsi dari keresahan masyarakat atau dampak tak Dampak Parenggean, dalam
Budaya Masyarakat langsung dari kegiatan penerimaan tenaga kerja. Penting Manjalin, Andal
Dalam proses tersebut kemungkinan Hipotetik tidak Kabuau dan
diperkirakan akan muncul persepsi negatif dikelola dan Pelantaran
masyarakat terhadap PT. Aldy Surya Gemilang. dipantau
Dengan mengelola dampak perimernya, maka dampak
perubahan sikap dan persepsi masyarakat akan dapat
dikendalikan.
II. TAHAP KONSTRUKSI
1. Mobilisasi Mengatur kecepatan Geofisik Kualitas Udara - Kegiatan mobilisasi peralatan diperkirakan Dampak Jalur / akses Tidak dikaji
Peralatan dan kendaraan angkut Kimia terkait dengan berpengaruh pada komponen geo fisik-kimia Tidak Penting Angkutan dalam
Material guna mengurangi peningkatan berdampak pada penurunan kualitas udara (kadar Hipotetik mobilisasi Andal
intensitas debu dan kadar debu debu / TSP). (DTPH) peralatan
kebisingan di daerah (TSP) dan - Jenis dampak dikategorikan dampak langsung namun wajib dan material.
yang berdekatan peningkatan (primer) dari kegiatan mobilisasi peralatan dan dikelola dan
dengan wilayah kebisingan material yang akan mempengaruhi pada komponen Dipantau
permukiman. geo fisik-kimia berdampak pada penurunan kualitas
udara yaitu peningkatan kadar debu (TSP).
- Mobilisasi peralatan dan material seperti alat-alat
berat untuk pembukaan kebun dilakukan dalam waktu
yang relatif singkat dan terjadinya peningkatan
konsentrasi debu di udara diperkirakan relatif sangat
kecil dan terjadi sesaat, sehingga peluang terjadinya
dampak tergolong kecil
- Lokasi permukiman yang cukup jauh tidak membawa
pengaruh besar terhadap perubahan kualitas udara
yang ada di desa wilayah studi, sehingga resiko
dampak tergolong kecil.
Program CSR Kesehatan Gangguan Prevalensi dan isidensi berpengaruh pada kesehatan Bukan Desa Tidak dikaji
Masyarakat Kesehatan masyarakat sekitar kegiatan “Peningkatan potensi Merupakan Parenggean, dalam
penyakit ISPA” merupakan dampak turunan dari Dampak Manjalin, Andal
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
penurunan kualitas udara (peningkatan kadar debu) dari Penting Kabuau dan
kegiatan mobilisasi peralatan tambang. Kegiatan Hipotetik Pelantaran
mobilisasi peralatan tambang dilakukan dengan waktu (DTPH)
yang cukup relatif singkat, diprakirakan terjadi dalam
jangka waktu pendek selama tahap pra kontruksi dan
akan berakhir dengan berhentinya aktivitas penyebab
dampak, sehingga tidak berpengaruh besar pada
komponen lingkungan
Tidak ada Sosial Perubahan Sikap Perubahan sikap dan persepsi negatif merupakan Bukan Desa Tidak dikaji
Ekonomi dan Persepsi dampak kumulatif (sekunder) dari prevalensi dan Merupakan Parenggean, dalam
dan Budaya Masyarakat isidensi penyakit “peningkatan potensi penyakit ISPA” Dampak Manjalin, Andal
dari kegiatan mobilisasi peralatan tambang. Kegiatan Penting Kabuau dan
mobilisasi peralatan tambang dilakukan dengan waktu Hipotetik Pelantaran
yang cukup relatif singkat, diprakirakan terjadi dalam (DTPH)
jangka waktu pendek selama tahap pra kontruksi dan
akan berakhir dengan berhentinya aktivitas penyebab
dampak, sehingga tidak berpengaruh besar pada
komponen lingkungan.
Terkait dengan hal tersebut, maka diasumsikan dampak
terjadinya sikap dan persepsi negatif masyarakat bukan
merupakan dampak penting hipotetik (DTPH).
2. Pembukaan Kegiatan Reklamasi Iklim Mikro Perubahan Iklim Perubahan iklim akibat adalah dampak turunan dari Bukan Sekitar Tidak dikaji
lahan dan dan Revegetasi Lahan Mikro hilangnya komunitas flora (vegetasi) akibat kegiatan Merupakan lokasi dalam
Pembersihan pembukaan dan pembersihan lahan merupakan Dampak tambang Andal
lahan (land kegiatan membersihkan perdu, semak/ belukar dan Penting (lokasi pit
Clearing) bentuk vegetasi lainnya. Pembersihan lahan pun Hipotetik tambang)
menyesuaikan dengan tahapan penambangan hingga (DTPH) yang
diasumsikan perubahan iklim mikro pun masih dalam dilakukan
tergolong kecil menyesuaikan bukaan blok tambang. pembukaan
lahan
Kegiatan Reklamasi Geofisik Kualitas Udara Kegiatan pembukaan lahan dan pembersihan lahan Dampak Sekitar Tidak dikaji
dan Revegetasi Lahan Kimia dan Kebisingan dilakukan penebangan pohon berdiameter > 30 cm Tidak Penting lokasi dalam
dilakukan dengan menggunakan chain saw dan Hipotetik tambang Andal
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
selanjutnya dilakukan dengan menggunakan bulldozer. (DTPH) (lokasi pit
Pencemaran udara yang terjadi berasal dan namun wajib tambang)
pembakaran bahan bakar yang menghasilkan gas-gas dikelola dan yang
polutan ke udara, sedangkan untuk peningkatan Dipantau dilakukan
kebisingan terjadi karena aktivitas alat berat bulldozer. pembukaan
Kegiatan pembersihan lahan dilakukan 3 bulan untuk lahan
pekerjaan konstruksi mengikuti atau sesuai rencana
kemajuan tambang selama operasi penambangan
berlangsung yaitu selama 9 tahun.
Jarak lokasi penambangan relatif cukup jauh dengan
Desa Manjalin (± 3,0 s/d 4,0 km).
Langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut :
1. Melakukan pembersihan lahan sesuai dengan
kebutuhan dan tahapan penambangan.
2. Melaksanakan reklamasi/penghijauan pada lahan
terbuka yang sudah tidak digunakan dengan
tanaman cepat tumbuh (fast growing species),
Seperti johar, tanjung, angsana, sengon, ketapang
dan tanaman sejenis lainnya.
3. Melakukan perawatan mesin-mesin secara rutin
pada alat-alat berat yang digunakan, agar diperoleh
pembakaran sempurna ketika dioperasikan
(standart pabrikasi)
Kegiatan Reklamasi Geofisik Erosi dan Kegiatan pembukaan lahan dan pembersihan lahan ini Dampak Sungai Bayu 3 Bulan
dan Revegetasi Kimia Sedimentasi berpotensi menyebabkan potensi erosi terutama pada Penting dan Sungai selama
Lahan saat terjadinya hujan. Hal ini disebabkan kondisi lahan Hipotetik Tualan 18 tahun
Undang-Undang pada proses pembukaan lahan dan pembersihan lahan (DPH)
No. 41/1999 ttg terbuka dan sangat rentan terhadap erosi dan
Kehutanan pada tingkat kelerengan diwilayah bukaan tambang relatif
Pasal 50 Ayat 3 tinggi berkisar 2-25% yang memberikan dampak turunan
yaitu Dilarang sedimentasi
melakukan
penebangan pohon
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
dalam kawasan
hutan dengan
radius atau jarak
sampai dengan 2
kali kedalaman
jurang dari tepi
jurang.
Kegiatan Reklamasi Geofisik Penurunan Penurunan kualitas air permukaan (peningkatan TSS) Dampak Sungai Bayu 3 Bulan
dan Revegetasi Kimia Kualitas Air adalah dampak turunan dari peningkatan laju erosi dan Penting dan Sungai selama
Lahan Permukaan sedimentasi akibat kegiatan pembukaan dan Hipotetik Tualan 18 tahun
Undang-Undang pembersihan lahan, terkait dengan peningkatan laju (DPH)
No. 41/1999 ttg erosi dan sedimentasi merupakan DPH, maka dampak
Kehutanan pada terjadinya Penurunan kualitas air permukaan merupakan
Pasal 50 Ayat 3 dampak penting hipotetik yang akan dikaji (DPH).
yaitu Dilarang Bentuk pengelolaan sebagai langkah antisipasi dampak
melakukan :
penebangan pohon Membuat ruang konservasi pada daerah bantaran
dalam kawasan sungai agar tidak dilakukan pembukaan dan
hutan dengan pembersihan lahan sehingga menahan padatan yang
radius atau jarak terbawa air dan masuk ke sungai
sampai dengan : Mengendalikan dan mengelola air di kolam
a) 500 m dari tepi pengendap afar air yang dikeluarkan sesuai dengan
waduk atau baku mutu yang telah ditetapkan, sehingga tidak
danau mengakibatkan penurunan kualitas air permukaan
b) 200 m dari tepi
mata air dan kiri
kanan sungai di
daerah rawa.
c) 100 m dari kiri
kanan tepi
sungai.
d) 50 m dari kiri
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
kanan tepi anak
sungai
Kegiatan Reklamasi Biologi Flora (Vegetasi) Kegiatan pembukaan dan pembersihan lahan Bukan Sekitar Tidak
dan Revegetasi Lahan merupakan kegiatan membersihkan perdu, semak/ Merupakan lokasi dikaji
belukar dan bentuk vegetasi lainnya hingga menurunnya Dampak tambang dalam
INP tumbuhan pada areal yang dibersihkan. Dalam Penting (lokasi pit Andal
rangka menanggulangi dampak yang akan terjadi maka Hipotetik tambang)
dilakukan perencanaan langkah-langkah pengelolaan (DTPH) yang
sebagai berikut : namun wajib dilakukan
1. Melakukan pembukaan dan pembersihan lahan dikelola pembukaan
sesuai dengan kebutuhan dan secara bertahap lahan
sesuai dengan tahapan penambangan yang sudah
direncanakan
2. Dilakukan pemasangan patok tanda batas lahan
yang direncanakan pembersihan lahan terlebih
dahulu sesuai tahapannya, agar tidak melakukan
penebangan pohon jika tidak diperlukan khususnya
untuk di luar areal terganggu
3. Melakukan reklamasi dan revegatasi lahan pada
lahan terbuka yang sudah tidak digunakan dengan
tanaman cepat tumbuh (fast growing species),
seperti johar, tanjung, angsana, sengon, ketapang
dan tanaman sejenis lainnya.
Kegiatan Reklamasi Biologi Fauna (Satwa) Gangguan satwa merupakan dampak turunan Bukan Sekitar Tidak dikaji
dan Revegetasi Lahan (sekunder) terhadap hilangnya flora darat sebagai Merupakan lokasi dalam
habitat fauna darat (satwa liar) akibat kegiatan Dampak tambang Andal
pembersihan lahan Penting (lokasi pit
Hipotetik tambang)
(DTPH) yang
namun wajib dilakukan
dikelola pembukaan
lahan
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
Tidak Ada Biologi Biota Perairan Gangguan habitat biota air merupakan dampak Bukan Sungai Bayu Tidak dikaji
sekunder terhadap penurunan kualitas air sungai dan Merupakan dan Sungai dalam
dampak tersier terhadap peningkatan laju erosi dan Dampak Tualan Andal
sedimentasi akibat kegiatan pembukaan dan Penting
pembersihan lahan (land clearing), terkait dengan Hipotetik
rencana pengelolaan yaitu mengelola dampak primer (DTPH)
yaitu peningkatan laju erosi dan sedimentasi (primer)
dan penurunan kualitas air permukaan (sekunder), maka
dengan baiknya kondisi perairan maka dengan
sendirinya biota perairan akan baik pula.
Tidak Ada Sosial Kesempatan Terkait kegiatan pembukaan lahan dan pembersihan Bukan Desa Tidak dikaji
Ekonomi Kerja dan lahan merupakan kegiatan mempersiapkan lahan untuk Merupakan Parenggean, dalam
dan Budaya Berusaha kegiatan penambangan yaitu kegiatan penumbangan Dampak Manjalin, Andal
pohon-pohon yang berdiameter lebih dari 30 cm dengan Penting Kabuau dan
penebangan pohon dilakukan dengan menggunakan Hipotetik Pelantaran
chain saw. maka akan terbukanya kesempatan kerja (DTPH)
dan berusaha masyarakat sebagai tenaga kerja lepas namun wajib
bagi masyarakat lokal. Dalam rangka menanggulangi dikelola
dampak yang akan terjadi maka dilakukan perencanaan
langkah-langkah pengelolaan yaitu lebih mempriotaskan
tenaga kerja lokal sebagai tenaga kerja lepas. Terkait
dengan rencana pengelolaan yang telah direncanakan
tersebut maka dampak terjadinya kesempatan kerja dan
peluang berusaha akibat kegiatan pembukaan dan
pembersihan lahan merupakan bukan dampak penting
hipotetik yang akan dikaji (DTPH) namun wajib
dikelola.
Tidak Ada Sosial Pendapatan Terkait dengan terbukanya kesempatan kerja dan Bukan Desa Tidak dikaji
Ekonomi Masyarakat berusaha masyarakat sebagai tenaga kerja lepas bagi Merupakan Parenggean, dalam
dan Budaya masyarakat lokal akibat kegiatan pembukaan lahan dan Dampak Manjalin, Andal
pembersihan lahan maka akan berpengaruh pada Penting Kabuau dan
pendapatan masyarakat lokal (dampak sekunder) yang Hipotetik Pelantaran
bekerja sebagai tenaga kerja lepas (buruh). Akan tetapi (DTPH)
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
itensitas dampak peningkatan pendapatan diasumsikan
relatif kecil dan lamanya dampak berlangsung
sementara maka dampak peningkatan pendapatan
masyarakat merupakan dampak turunan dari
kesempatan kerja dari kegiatan pembukaan dan
pembersihan lahan merupakan bukan dampak penting
hipotetik yang akan dikaji (DTPH).
Program CSR Kesehatan Gangguan Peningkatan potensi penyakit (ISPA) merupakan Bukan Desa Tidak dikaji
Masyarakat Kesehatan dampak sekunder akibat penurunan kualitas udara Merupakan Parenggean, dalam
akibat dari kegiatan pembersihan lahan. Terkait dengan Dampak Manjalin, Andal
rencana pengelolaan yaitu mengelola dampak primer Penting Kabuau dan
dan sekunder yaitu maka diasumsikan dampak Hipotetik Pelantaran
terjadinya peningkatan potensi penyakit bukan (DTPH)
merupakan dampak penting hipotetik (DTPH).
Tidak Ada Sosial Perubahan Perubahan sikap presepsi negatif masyarakat adalah Bukan Desa Tidak dikaji
Ekonomi terhadap sikap merupakan dampak sekunder terhadap akibat serta Merupakan Parenggean, dalam
dan Budaya dan persepsi peningkatan potensi penyakit serta dampak tersier Dampak Manjalin, Andal
masyarakat penurunan sanitasi lingkungan yang diakibatkan Penting Kabuau dan
kegiatan pembukaan dan pembersihan lahan. Terkait Hipotetik Pelantaran
dengan rencana pengelolaan yaitu mengelola dampak (DTPH)
primer dan sekundernya, maka dampak terjadinya sikap
presepsi negatif bukan merupakan dampak penting
hipotetik (DTPH)
3. Pembangunan Tidak Ada Sosial Kesempatan Terkait kegiatan pembangunan sarana dan prasarana Bukan Desa Tidak dikaji
Sarana dan Ekonomi Kerja dan penunjang merupakan untuk kegiatan penambangan Merupakan Parenggean, dalam
Prasarana dan Budaya Peluang mulai dari pembangunan kantor, mess karyawan, jalan, Dampak Manjalin, Andal
Penunjang Berusaha jembatan dan jenis konstruksi fisik lainnya, maka Penting Kabuau dan
membuka kesempatan kerja dan peluang berusaha Hipotetik Pelantaran
masyarakat sebagai tenaga kerja lepas bagi masyarakat (DTPH)
lokal bidang kontruksi. Dalam rangka menanggulangi namun wajib
dampak yang akan terjadi maka dilakukan perencanaan dikelola
langkah-langkah pengelolaan yaitu lebih mempriotaskan
tenaga kerja lokal sebagai tenaga kerja lepas sesuai
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
dengan kemampuan yang dimiliki di bidang konsturksi
dan pertukangan.
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah
direncanakan tersebut maka dampak terjadinya
kesempatan kerja dan peluang berusaha akibat kegiatan
pembangunan sarana dan prasarana penunjang
merupakan bukan dampak penting hipotetik yang akan
dikaji (DTPH) namun wajib dikelola.
Tidak Ada Sosial Peningkatan Terkait dengan terbukanya kesempatan kerja dan Bukan Desa Tidak dikaji
Ekonomi Pendapatan berusaha masyarakat sebagai tenaga kerja lepas bagi Merupakan Parenggean, dalam
dan Budaya masyarakat lokal akibat kegiatan pembangunan sarana Dampak Manjalin, Andal
dan prasarana penunjang, maka akan berpengaruh Penting Kabuau dan
pada pendapatan masyarakat lokal (dampak sekunder) Hipotetik Pelantaran
yang bekerja sebagai tenaga kerja lepas (buruh). Akan (DTPH)
tetapi itensitas dampak peningkatan pendapatan
diasumsikan relatif kecil dan lamanya dampak
berlangsung sementara maka dampak peningkatan
pendapatan masyarakat merupakan dampak turunan
dari kesempatan kerja dari kegiatan pembukaan dan
pembersihan lahan merupakan bukan merupakan
dampak penting hipotetik (DTPH).
III. TAHAP OPERASI
1. Pengupasan Tidak Ada Geofisik Kualitas Udara Pengupasan dan penimbunan tanah pucuk dengan Bukan Sekitar Tidak dikaji
dan Kimia dan Kebisingan menggunakan alat berat antara lain buldozer, loader, Merupakan lokasi dalam
Penanganan exavator dan dump truck. Pada operasional alat berat Dampak tambang Andal
Tanah Pucuk tersebut akan timbul debu, terhamburnya tanah karena Penting (lokasi pit
dikupas apabila tertiup angin akan beterbangan menjadi Hipotetik tambang)
debu dan pencemaran udara akibat pembakaran bahan (DTPH)
bakar yang menghasilkan gas-gas polutan (SO2, CO dan namun wajib
NO2), yang berdampak penurunan kualitas udara. dikelola
Sedangkan kan untuk peningkatan kebisingan terjadi
karena aktivitas alat berat. Jarak lokasi penambangan
relatif cukup jauh dengan Desa Manjalin (± 3,0 s/d 4,0
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
km).
SOP penanganan Geofisik Kualitas Tanah Pengupasan dan penimbunan tanah pucuk dengan Bukan Sekitar Tidak dikaji
tanah pucuk Kimia menggunakan alat berat antara lain buldozer, loader, Merupakan lokasi dalam
Permenhut No P. exavator dan dump truck berdampak langsung pada Dampak tambang Andal
4/Menhut-II/2011 penurunan kesuburan tanah (kerusakan tanah). Dalam Penting (lokasi pit
Tentang Pedoman rangka meminimalisir dampak ini akan dilakukan Hipotetik tambang)
Reklamasi Hutan langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut : (DTPH)
1. Melakukan sesuai dengan SOP pengupasan dan namun wajib
Kegiatan reklamasi
penanganan tanah pucuk yang sudah direncanakan dikelola
dan revegetasi
sebagaimana yang diuraikan pada deskripsi
lahan
rencana usaha dan/atau kegiatan pertambangan
PT. ASG.
2. Tanah pucuk ditimbun pada tempat yang datar dan
aman dari erosi maupun kegiatan penambangan,
yaitu berada di luar daerah penambangan dan
terpisah dengan penimbunan batuan penutup.
3. Untuk mencegah menurunnya tingkat kesuburan
tanah akibat hanyutnya tanah oleh air larian,
dilakukan upaya pengendalikan dengan menanam
tanaman penutup berupa rerumputan dan kacang-
kacangan pada areal penimbunan tanah pucuk.
4. Untuk mencegah menurunnya tingkat kesuburan
tanah akibat hilangnya pasokan hara dan struktur
tanah dilakukan dengan menanam rerumputan dan
kacang-kacangan sebagai tanaman penutup tanah
5. Mensosialisasikan ke masyarakat upaya-upaya
yang telah dilakukan oleh pemrakarsa tentang
pencegahan penurunan tingkat kesuburan tanah.
6. Menerapkan metode penambangan gali timbun ke
belakang (back filling) atau in pit dump dengan
tanaman yang sesuai yaitu tanaman penutup seperti
rerumputan dan kacang-kacangan, tanamaan
pioner yang cepat tumbuh (fast growing species),
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
seperti sengon, gamalia, lamtoro atau tanaman
sejenis lainnya
7. Memelihara pertumbuhan tanaman revegetasi
SOP penanganan Geofisik Erosi dan Pengupasan dan penaganan tanah pucuk selain Bukan Sekitar Tidak dikaji
tanah pucuk Kimia Sedimentasi berdampak pada penurunan kesuburan tanah juga Merupakan lokasi dalam
Permenhut No P. berdamapak pada peningkatan laju erosi akibat Dampak tambang Andal
4/Menhut-II/2011 hanyutnya tanah oleh air larian, Dalam rangka Penting (lokasi pit
Tentang Pedoman meminimalisir dampak ini akan dilakukan langkah- Hipotetik tambang),
Reklamasi Hutan langkah pengelolaan sebagai berikut : (DTPH) Sungai Bayu
1. Menerapkan metode penambangan gali timbun ke namun wajib dan Sungai
Kegiatan reklamasi
belakang (back filling) atau in pit dump dikelola Tualan
dan revegetasi
2. Tanah pucuk ditimbun pada disposal area yang
lahan
aman dari erosi dengan kelerengan rendah/datar
serta dari pada pit tambang, yaitu berada di luar
daerah penambangan dan terpisah dengan
penimbunan batuan penutup
3. Untuk mengendalikan hanyutnya tanah pucuk
terangkut air larian, maka timbunan tanah pucuk di
disposal area ditanami dengan tanaman penutup
tanah (cover crop) berupa rerumputan dan kacang-
kacangan penutup tanah pada areal penimbunan
tanah pucuk.
4. Membuat saluran (drainase) di sekeliling disposal
area (penimbunan tanah pucuk) yang akan
digunakan untuk mengalirkan air permukaan (air
larian) dan menahan padatan yang terbawa air dan
masuk langsung ke sungai yang dilengkapi dengan
kolam pengendapan lumpur (settling pond)
5. Kolam pengendap (settling pond) yang telah penuh
dengan sedimen segara dikeruk/dikosongkan dan
lumpur hasil pengerukan ditimbun di disposal area.
6. Segera melakukan reklamasi dan revegetasi lahan
pada disposal area yang sudah tidak digunakan
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
sesuai dengan rencana reklamasi yang telah di buat
sesuai tahapan penambangan dengan tanaman
yang sesuai yaitu tanaman penutup seperti
rerumputan dan kacang-kacangan, tanamaan
pioner yang cepat tumbuh (fast growing species),
seperti sengon, gamalia, lamtoro atau tanaman
sejenis lainnya.
7. Memelihara pertumbuhan tanaman revegetasi
Pembuatan kolam Geofisik Penurunan Penurunan kualitas air permukaan (peningkatan TSS) Bukan Sungai Bayu Tidak dikaji
pengendap (settling Kimia Kualitas Air adalah dampak sekunder dari sedimentasi dan dampak Merupakan dan Sungai dalam
pond) Permukaan tersier dari peningkatan laju erosi akibat kegiatan Dampak Tualan Andal
SOP kolam pengupasan dan penanganan tanah pucuk, Penting
pengendap (settling Hipotetik
pond) (DTPH)
namun wajib
dikelola
Tidak Ada Biologi Gangguan Biota Gangguan habitat biota air merupakan dampak Bukan Sungai Bayu Tidak dikaji
Air sekunder terhadap penurunan kualitas air sungai dan Merupakan dan Sungai dalam
dampak tersier terhadap peningkatan laju erosi dan Dampak Tualan Andal
sedimentasi akibat kegiatan pengupasan dan Penting
penimbunan tanah pucuk, terkait dengan rencana Hipotetik
pengelolaan yaitu mengelola dampak primer yaitu (DTPH)
peningkatan laju erosi dan sedimentasi (primer) dan
penurunan kualitas air permukaan (sekunder), maka
dengan baiknya kondisi perairan maka dengan
sendirinya biota perairan akan baik pula.
Program CSR Kesehatan Gangguan Peningkatan Potensi Penyakit ISPA dan diare dampak Bukan Desa Tidak dikaji
Masyarakat Kesehatan merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas Merupakan Parenggean, dalam
udara dan penurunan kualitas perairan akibat kegiatan Dampak Manjalin, Andal
pengupasan dan Penanganan tanah pucuk. Dalam Penting Kabuau dan
rangka menanggulangi dampak yang akan terjadi maka Hipotetik Pelantaran
dilakukan perencanaan langkah-langkah pengelolaan (DTPH)
sebagai berikut : namun wajib
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
1. Mengelola dampak primer (peningkatan laju erosi) dikelola
dan sekunder (penurunan kualitas air permukaan)
2. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait
dengan rencana pengelolaan yang sudah dilakukan
3. Melakukan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat sekitar.
4. Pelaksanakan program Corporate Social
Responsibility (CSR) yaitu pemberian sarana dan
prasarana air bersih serta pemberian pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat sekitar yang
terkena dampak
Tidak Ada Sosial Perubahan Perubahan sikap presepsi negatif masyarakat adalah Bukan Desa Tidak dikaji
Ekonomi terhadap sikap merupakan dampak turunan (tersier) dari peningkatan Merupakan Parenggean, dalam
dan Budaya dan persepsi potensi penyakit ISPA dan Diare akibat dari kegiatan Dampak Manjalin, Andal
masyarakat pengupasan dan penanganan tanah pucuk. Akan tetapi Penting Kabuau dan
Jarak lokasi penambangan relatif cukup jauh dengan Hipotetik Pelantaran
Desa Manjalin (± 3,0 s/d 4,0 km).Dengan (DTPH)
memaksimalkan pengelolaan dampak dari kegiatan
pengupasan dan penanganan tanah pucuk serta
penerapan SOP.
2. Pembongkaran SOP Penanganan OB Geofisik Penurunan Pemberaian batuan penutup (Overburden) dilakukan Dampak Sekitar Tidak dikaji
OB Kimia Kualitas Udara dengan ripping dengan bulldozer bertujuan untuk Tidak Penting lokasi dalam
(Overburden) dan Peningkatan mempermudah penggalian tanah penutup selanjutnya Hipotetik tambang Andal
dan Kebisingan digali dengan alat galimuat (Excavator PC 400), (DTPH) (lokasi pit
Pembuatan peledakan tidak dilakukan karena lapisan batubara namun wajib tambang)
Sistem mempunyai ketebalan lapisan sekitar 0,3 – 3,3 meter dikelola dan
Penyaliran dan cukup dilakukan penggalian secara mekanis. dipantau
Pada operasional tersebut penurunan kualitas udara
disebabkan oleh pembakaran bahan bakar yang
menghasilkan gas-gas polutan (SO2, CO dan NO2),
sedangkan kebisingan akibat aktivitas alat berat.
Guna Meminimalisir dampak ini akan dilakukan langkah
pengelolaan sebagai berikut :
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
1. Batuan penutup ditimbun pada tempat yang aman
jauh dari kegiatan penambangan, yaitu berada di
luar daerah penambangan dan terpisah dengan
penimbunan tanah pucuk.
2. Melakukan kegiatan penyiraman secara berkala
sebanyak 2-3 kali/hari disepanjang jalan tambang
dari lokasi PIT tambang ke disposal area terutama
pada musim kemarau
3. Melakukan penghijauan dengan tanaman keras dan
perdu yang dapat menyerap debu disepanjang jalan
tambang
4. Melakukan perawatan mesin-mesin secara rutin
pada alat-alat berat yang digunakan, agar diperoleh
pembakaran sempurna ketika dioperasikan.
5. Membuat buffer zone pada saat melakukan
kegiatan penambangan
Tidak Ada Geofisik Peningkatan Pemberaian batuan penutup (Overburden) yang Dampak Sekitar Tidak dikaji
Kimia Laju Erosi dan kemudian diangkut dan ditimbun di lokasi waste dump, Tidak Penting lokasi dalam
Sedimentasi maka akan berpengaruh pada peningkatan laju erosi Hipotetik tambang Andal
dan sedimentasi akibat hanyutnya tanah oleh air larian, (DTPH) (lokasi pit
Dalam rangka meminimalisir dampak ini akan dilakukan namun wajib tambang),
langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut : dikelola dan Sungai Bayu
1. Menerapkan metode penambangan gali timbun ke dipantau dan Sungai
belakang (back filling) atau in pit dump Tualan
2. batuan penutup (Overburden) ditimbun pada waste
dump area yang aman dari erosi dengan kelerengan
rendah/datar serta dari pada pit tambang, yaitu
berada di luar daerah penambangan dan terpisah
dengan penimbunan tanah pucuk
3. Timbunan batuan penutup (Overburden) segera
ditutupi menggunakan tanah pucuk atau top soil
agar bisa ditanami dengan tanaman penutup tanah
(cover crop) berupa rerumputan dan kacang-
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
kacangan penutup tanah untuk mengendalikan
hanyutnya tanah terangkut air larian,
4. Membuat saluran (drainase) di sekeliling disposal
area (penimbunan tanah pucuk) yang akan
digunakan untuk mengalirkan air permukaan (air
larian) dan menahan padatan yang terbawa air dan
masuk langsung ke sungai yang dilengkapi dengan
kolam pengendapan lumpur (settling pond)
5. Kolam pengendap (settling pond) yang telah penuh
dengan sedimen segara dikeruk/dikosongkan dan
lumpur hasil pengerukan ditimbun di disposal area.
6. Segera melakukan reklamasi dan revegetasi lahan
pada waste dump area yang sudah tidak digunakan
sesuai dengan rencana reklamasi yang telah di buat
sesuai tahapan penambangan dengan tanaman
yang sesuai yaitu tanaman penutup tanamaan
pioner yang cepat tumbuh (fast growing species),
seperti sengon, gamalia, lamtoro atau tanaman
sejenis lainnya.
7. Memelihara pertumbuhan tanaman revegetasi
Pembuatan kolam Geofisik Penurunan Penurunan kualitas air permukaan (peningkatan TSS) Dampak Sungai Bayu Tidak dikaji
pengendap (settling Kimia Kualitas Air adalah dampak turunan (sekunder) dari peningkatan laju Tidak Penting dan Sungai dalam
pond) Permukaan erosi dan sedimentasi akibat kegiatan penimbunan Hipotetik Tualan Andal
SOP penyaliran batuan OB (DTPH)
tambang namun wajib
dikelola dan
SOP kolam
dipantau
pengendap (settling
pond)
Tidak Ada Biologi Gangguan Biota Gangguan habitat biota air merupakan dampak Bukan Sungai Bayu Tidak dikaji
Perairan sekunder terhadap penurunan kualitas air permukaan Merupakan dan Sungai dalam
dan dampak tersier terhadap peningkatan laju erosi dan Dampak Tualan Andal
sedimentasi akibat kegiatan pembongkaran OB Penting
(Overburden), terkait dengan rencana pengelolaan yaitu Hipotetik
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
mengelola dampak primer yaitu peningkatan laju erosi (DTPH)
dan sedimentasi (primer) dan penurunan kualitas air
permukaan (sekunder), maka dengan baiknya kondisi
perairan maka dengan sendirinya biota perairan akan
baik pula.
Program CSR Kesehatan Gangguan Peningkatan Potensi Penyakit ISPA dan diare dampak Bukan Desa Tidak dikaji
Masyarakat Kesehatan merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas Merupakan Parenggean, dalam
udara dan penurunan kualitas perairan akibat kegiatan Dampak Manjalin, Andal
pembongkaran OB. Dalam rangka menanggulangi Penting Kabuau dan
dampak yang akan terjadi maka dilakukan perencanaan Hipotetik Pelantaran
langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut : (DTPH)
1. Mengelola dampak primer (peningkatan laju erosi) namun wajib
dan sekunder (penurunan kualitas air permukaan) dikelola
2. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait
dengan rencana pengelolaan yang sudah dilakukan
3. Melakukan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat sekitar.
4. Pelaksanakan program Corporate Social
Responsibility (CSR) yaitu pemberian sarana dan
prasarana air bersih serta pemberian pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat sekitar yang
terkena dampak
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah
direncanakan tersebut, maka dampak terjadinya
peningkatan potensi penyakit bukan merupakan bukan
dampak penting hipotetik yang akan dikaji (DTPH)
namun wajib dikelola.
Tidak Ada Sosial Perubahan Perubahan sikap presepsi negatif masyarakat adalah Bukan Desa Tidak dikaji
Ekonomi terhadap sikap merupakan dampak turunan (tersier) dari peningkatan Merupakan Parenggean, dalam
dan Budaya dan persepsi potensi penyakit ISPA dan Diare akibat dari kegiatan Dampak Manjalin, Andal
masyarakat pembongkaran OB. Akan tetapi Jarak lokasi Penting Kabuau dan
penambangan relatif cukup jauh dengan Desa Manjalin Hipotetik Pelantaran
(± 3,0 s/d 4,0 km). Dengan memaksimalkan pengelolaan (DTPH)
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
dampak dari kegiatan pembongkaran OB serta
penerapan SOP.
3. Penggalian / Pembuatan kolam Geofisik Penurunan Kegiatan penggalian / penambangan batubara sangat Dampak Sungai Bayu 3 Bulan
Penambangan pengendap (settling Kimia Kualitas Air berpengaruh langsung pada penurunan kualitas air Penting dan Sungai selama
Batubara pond) Permukaan (Air permukaan akibat air larian asam tambang, maka Hipotetik Tualan 18 tahun
SOP penyaliran Asam Tambang) dampak terjadinya Penurunan kualitas air permukaan (DPH)
tambang (Air Asam Tambang) merupakan dampak penting
hipotetik (DPH).
SOP kolam
pengendap (settling
pond)
Tidak Ada Biologi Gangguan Biota Gangguan habitat biota air adalah merupakan dampak Dampak
Air sekunder terhadap penurunan kualitas air sungai (air Penting
asam tambang) akibat kegiatan penggalian / Hipotetik
penambangan batubara. maka dampak terjadinya (DPH)
gangguan biota perairan merupakan dampak penting
hipotetik (DPH)
Program CSR Kesehatan Gangguan Peningkatan potensi penyakit Diare dampak sekunder Bukan Desa Tidak dikaji
Masyarakat Kesehatan akibat penurunan penurunan kualitas air permukaan Merupakan Parenggean, dalam
akibat air asam tambang dari kegiatan penggalian / Dampak Manjalin, Andal
penambangan batubara. Dalam rangka menanggulangi Penting Kabuau dan
dampak yang akan terjadi maka dilakukan perencanaan Hipotetik Pelantaran
langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut : (DTPH)
1. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait namun wajib
dengan rencana pengelolaan yang sudah dilakukan dikelola
2. Melakukan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat sekitar.
3. Pelaksanakan program Corporate Social
Responsibility (CSR) yaitu pemberian sarana dan
prasarana air bersih serta pemberian pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat sekitar yang
terkena dampak.
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah
direncanakan tersebut, maka dampak terjadinya
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
peningkatan potensi penyakit bukan merupakan bukan
dampak penting hipotetik yang akan dikaji (DTPH)
namun wajib dikelola.
Tidak Ada Sosial Perubahan Perubahan sikap presepsi negatif masyarakat adalah Bukan Desa Tidak dikaji
Ekonomi terhadap sikap merupakan dampak sekunder dari peningkatan potensi Merupakan Parenggean, dalam
dan Budaya dan persepsi penyakit (dampak tersier) dari penurunan kualitas air Dampak Manjalin, Andal
masyarakat permukaan (air asam tambang) yang diakibatkan Penting Kabuau dan
kegiatan penggalian / penambangan Batubara, dengan Hipotetik Pelantaran
memaksimalkan pengelolaan terhadap dampak primer (DTPH)
yaitu penurunan kualitas air permukaan, maka dapat
diasuksikan dampak terjadinya sikap presepsi negatif
bukan merupakan dampak penting hipotetik (DTPH).
4. Pengangkutan Tidak Ada Geofisik Penurunan Pada saat pengangkutan dan penimbunan batubara Bukan Sekitar Tidak dikaji
dan Kimia Kualitas Udara menggunakan dump truck di lokasi stockpile sementara Merupakan lokasi dalam
Penimbunan dan Peningkatan akan menyebabkan material yang halus akan Dampak tambang Andal
Batubara Kebisingan beterbangan ke udara di sekitarnya, gas-gas polutan Penting (lokasi pit
(SO2, CO dan NO2), sedangkan kebisingan akibat Hipotetik tambang)
aktivitas alat berat. Sedangkan peningkatan kebisingan (DTPH)
disebabkan aktivitas alat berat. Dalam rangka namun wajib
menanggulangi dampak yang akan terjadi maka dikelola
dilakukan perencanaan langkah-langkah pengelolaan
sebagai berikut :
1. Melakukan perawatan mesin-mesin secara rutin
pada alat-alat berat yang digunakan, agar diperoleh
pembakaran sempurna ketika dioperasikan
2. Menggunakan kendaraan yang layak jalan untuk
melakukan pengangkutan batubara
3. Memperbaiki /meningkatkan daya dukung jalan
pada ruas jalan tambang
4. Melakukan kegiatan penyiraman secara berkala
sebanyak 2-3 kali/hari disepanjang jalan tambang
dari lokasi PIT tambang ke lokasi stockpile terutama
pada musim kemarau
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
5. Melakukan penghijauan dengan tanaman keras dan
perdu yang dapat menyerap debu disepanjang jalan
tambang
6. Menerapkan kecepatan rendah kendaraan angkut
batubara (maksimum 30 km/jam) sesuai dengan
SOP yang telah direncanakan
Pembuatan kolam Geofisik Penurunan Kegiatan penimbunan batubara di area stockpile sangat Bukan Sungai Bayu Tidak dikaji
pengendap (settling Kimia Kualitas Air berpengaruh langsung pada penurunan kualitas air Merupakan dan Sungai dalam
pond) Permukaan permukaan akibat air larian asam tambang pada saat Dampak Tualan Andal
SOP kolam hujan. Dalam rangka menanggulangi dampak yang akan Penting
pengendap (settling terjadi maka dilakukan perencanaan langkah-langkah Hipotetik
pond) pengelolaan sebagai berikut : (DTPH)
1. Penimbunan batubara ditimbun pada lokasi namun wajib
stockpile sementara berada dikelerengan dikelola
rendah/datar serta berada di luar daerah
penambangan
2. Untuk mencegah masuknya tanah yang terangkut
oleh air larian ke badan air, maka mempertahankan
sempadan sungai selebar 50 meter kanan-kiri
sungai kecil dan 100 m untuk sungai besar sebagai
kawasan konservasi (UU No, 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan).
3. Membuat saluran (drainase) di sekeliling disposal
area (stockpile) yang akan digunakan untuk
mengalirkan air permukaan (air larian) dan
menahan asam tambang yang terbawa air dan
masuk langsung ke sungai yang dilengkapi dengan
kolam pengendapan (settling pond)
4. Melakukan proses netralisasi dan flocullasi di kolam
settling pond, sehingga air yang dikeluarkan sesuai
dengan baku mutu yang telah ditetapkan, tidak
mengakibatkan penurunan kualitas air permukaan
Terkait dengan rencana pengelolaan yang telah
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
direncanakan tersebut, maka dampak terjadinya
Penurunan kualitas air permukaan (air asam tambang)
merupakan bukan dampak penting hipotetik yang akan
dikaji (DTPH) namun wajib dikelola
Tidak Ada Biologi Gangguan Biota Gangguan habitat biota air merupakan dampak Bukan Sungai Bayu Tidak dikaji
Perairan sekunder terhadap penurunan kualitas air permukaan Merupakan dan Sungai dalam
akibat kegiatan penimbunan batubara, terkait dengan Dampak Tualan Andal
rencana pengelolaan yaitu mengelola dampak primer Penting
yaitu kualitas air permukaan (primer), bahwa dengan Hipotetik
baiknya kondisi perairan maka dengan sendirinya biota (DTPH)
perairan akan baik pula, sehingga dapat diasumsikan
dampak terjadinya gangguan biota perairan bukan
merupakan dampak penting hipotetik (DTPH)
Program CSR Kesehatan Gangguan Peningkatan potensi penyakit Diare dan penyakit kulit Bukan Desa Tidak dikaji
Masyarakat Kesehatan dampak sekunder akibat penurunan kualitas air Merupakan Parenggean, dalam
permukaan akibat air asam tambang dari kegiatan Dampak Manjalin, Andal
penimbunan batubara. Dalam rangka menanggulangi Penting Kabuau dan
dampak yang akan terjadi maka dilakukan perencanaan Hipotetik Pelantaran
langkah-langkah pengelolaan sebagai berikut : (DTPH)
1. Mengelola dampak primer penurunan kualitas air namun wajib
permukaan dikelola
2. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait
dengan rencana pengelolaan yang sudah dilakukan
3. Melakukan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat sekitar.
4. Pelaksanakan program Corporate Social
Responsibility (CSR) yaitu pemberian sarana dan
prasarana air bersih serta pemberian pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat sekitar yang
terkena dampak
Tidak Ada Sosial Perubahan Perubahan sikap presepsi negatif masyarakat adalah Bukan Desa Tidak dikaji
Ekonomi terhadap sikap merupakan dampak lanjutan (tersier) dari peningkatan Merupakan Parenggean, dalam
dan Budaya dan persepsi potensi penyakit (ISPA dan penyakit Kulit) yaitu dampak Dampak Manjalin, Andal
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
masyarakat dari penurunan kualitas air permukaan (sekunder) yang Penting Kabuau dan
diakibatkan dari kegiatan penimbunan Batubara pada Hipotetik Pelantaran
stockpile, dengan melakukan pengelolaan sejak awal (DTPH)
terhadap dampak primer serta memperhatikan lokasi
stockpile dan perairan sehingga dampak terjadinya sikap
presepsi negatif bukan merupakan dampak penting
hipotetik (DTPH).
5. Operasional Pengelolaan LB3 Geofisik Penurunan Sehubungan dengan operasional sarana dan prasarana Bukan Sungai Bayu Tidak dikaji
Sarana dan sesuai dengan izin Kimia Kualitas Air penunjang yang menghasilkan limbah bahan berbahaya Merupakan dan Sungai dalam
Prasarana LB3 sebagaimana Permukaan dan beracun (LB3) dari aktivitas bengkel, ruang genset Dampak Tualan Andal
Penunjang Peraturan dan lain-lain. Untuk mengurangi dan menanggulangi Penting
Pemerintah Nomor pencemaran di lingkungan sarana dan prasarana, maka Hipotetik
101 tahun 2014 pengelolaan limbah B3 sudah diatur didalam Peraturan (DTPH)
tentang Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Pengelolaan Limbah B3.
Limbah B3 Terkait dengan bentuk pengelolaan yang telah baku,
Peraturan Menteri maka dampak terjadinya penurunan kualitas air
Lingkungan Hidup permukaan merupakan bukan dampak penting hipotetik
Republik Indonesia (DTPH)
Nomor 14 Tahun
2013 tentang
simbol dan label
bahan berbahaya
dan beracun
Tidak Ada Biologi Gangguan Gangguan habitat biota air merupakan dampak Bukan Sungai Bayu Tidak dikaji
Habitat Biota Air sekunder terhadap penurunan kualitas air permukaan Merupakan dan Sungai dalam
akibat kegiatan operasional sarana dan prasarana Dampak Tualan Andal
penunjang tambang, terkait dengan rencana Penting
pengelolaan yaitu mengelola dampak primer yaitu Hipotetik
kualitas air permukaan (primer) sesuai dengan peraturan (DTPH)
dan perundang-undangan yang berlaku, maka dampak
gangguan terhadap biota perairan bukan merupakan
dampak penting hipotetik (DTPH). Bahwa dengan
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
baiknya kondisi perairan maka dengan sendirinya biota
perairan akan baik pula.
6. Pelaksanaan Permenhut No P. Geofisik Iklim Mikro Pelaksanaan reklamasi dan revegetasi pada tahap Dampak Seluruh 18 tahun
Reklamasi dan 4/Menhut-II/2011 Kimia operasi dilakukan pada areal kerja yang sudah dilakukan Penting areal berjalan
Revegetasi / Tentang Pedoman Geofisik Perbaikan penambangan batubara dan diposal area. Reklamasi Hipotetik terganggu simultan
Rehabilitasi Reklamasi Hutan Kimia Kualitas Udara pada tahap ini diutamakan pada areal kerja yang (DPH) (lokasi pada
lahan yang dan penurunan memiliki front kerja luas dan lebar sesuai arah kemajuan tambang) tahapan
dilakukan kebisingan penambangan. Kegiatan reklamasi dan revegetasi juga penamban
pada Tahap Geofisik Pengembalian adalah salah satu bentuk penggelolaan lingkungan. gan dan
Operasi Kimia Kesuburan Sehingga dilihat dari intensitas dampak, maka dampak kegiatan
hingga Pasca Tanah dari pada kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan reklamasi
Operasi Geofisik Penurunan merupakan dampak penting hipotetik (DPH) revegetasi
Kimia Potensi Erosi
dan Sedimentasi
Geofisik Perbaikan
Kimia Kualitas Air
Pemukaan
Biologi Perbaikan Flora
(Vegetasi)
Biologi Perbaikan
kondisi biota air
Biologi Pengembalian
habitat satwa
Sosial Perubahan
Ekonomi terhadap sikap
dan Budaya dan persepsi
masyarakat
Kesehatan Perbaikan
Masyarakat Kualitas
Kesehatan
7. Pelaksanaan Tidak Ada Sosial Perubahan Program Corporate Social Responsibility (CSR) Bukan Desa Tidak dikaji
Program CSR Ekonomi terhadap sikap merupakan tanggung jawab sosial PT. Aldy Surya Merupakan Parenggean, dalam
dan Budaya dan persepsi Gemilang terhadap masyarakat sekitar lokasi proyek. Dampak Manjalin, Andal
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
masyarakat Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Penting Kabuau dan
masyarakat dalam mengembangkan perekonomian, Hipotetik Pelantaran
memperbaiki sarana dan prasarana dengan sosial, (DTPH)
kesehatan lingkungan. meminimalisir dampak ini akan namun wajib
dilakukan langkah pengelolaan sebagai berikut : dikelola
1. Pihak PT. Aldy Surya Gemilang benar - benar
melaksanakan program Corporate Social
Responsibility (CSR) kepada masyarakat.
2. Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) ini
akan dikoordinasikan / dimusyawarahkan dengan
desa, kecamatan dan pemerintah daerah
Kabupaten agar tidak overlapping (tumpang tindih)
dengan program lainnya.
IV. TAHAP PASCA OPERASI
1. Penanganan Tidak Ada Sosial Hilangnya Dengan telah habisnya cadangan Batubara, maka Bukan Desa Tidak dikaji
Tenaga Kerja Ekonomi kesempatan secara otomatis seluruh komponen kegiatan Merupakan Parenggean, dalam
dan Budaya kerja dan pertambangan akan terhenti dan terhadap semua Dampak Manjalin, Andal
peluang karyawan akan dilakukan pemutusan hubungan kerja. Penting Kabuau dan
berusaha bagi Dengan demikian anggota masyarakat yang bekerja Hipotetik Pelantaran
masyarakat pada Pertambangan Batubara PT. Aldy Surya Gemilang (DTPH)
akan kehilangan pekerjaannya. Bagi anggota namun wajib
masyarakat yang mempunyai usaha yang terkait dikelola
langsung dengan PT. Aldy Surya Gemilang juga akan
kehilangan usaha sebagai sumber penghasilannya.
Dalam rangka meminimalisir dampak ini akan dilakukan
langkah pengelolaan sebagai berikut :
1. Memberikan pelatihan ketrampilan sesuai dengan
kondisi sosial masyarakat yang ada sehingga
setelah kegiatan penambangan berakhir, mantan
pekerja mempunyai lapangan usaha baru.
2. Sosialisasi tentang berakhirnya kegiatan
Pertambangan Batubara kepada masyarakat
3. Pemberitahuan secara dini mengenai pelepasan
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
tenaga kerja sehingga para karyawan dari jauh hari
dapat mepersiapkan diri.
4. Memberikan pesangon terhadap tenaga kerja yang
di PHK
Tidak Ada Sosial Penurunan Dikarenakan dampak yang akan terjadi merupakan Bukan Desa Tidak dikaji
Ekonomi tingkat dampak sekunder, dimana dampak primernya yaitu Merupakan Parenggean, dalam
dan Budaya pedapatan hilangnya kesempatan kerja akibat pemutusan Dampak Manjalin, Andal
masyarakat. hubungan kerja. Terkait dengan rencana pengelolaan Penting Kabuau dan
yaitu mengelola dampak primer. Hipotetik Pelantaran
(DTPH)
Tidak Ada Sosial Perubahan Dikarenakan dampak yang akan terjadi merupakan Bukan Desa Tidak dikaji
Ekonomi terhadap sikap dampak sekunder, dimana dampak primernya yaitu Merupakan Parenggean, dalam
dan Budaya dan persepsi hilangnya kesempatan kerja dan tingkat pendapatan Dampak Manjalin, Andal
masyarakat yang akibat pemutusan hubungan kerja. Terkait dengan Penting Kabuau dan
dapat memicu rencana pengelolaan yaitu mengelola dampak primer. Hipotetik Pelantaran
keresahan (DTPH)
masyarakat
2. Penanganan Tidak Ada Dampak
Aset dan
Infrastruktur
Tambang
3. Demobilisasi Tidak Ada Geofisik Kualitas Udara Meningkatnya mobilitas kendaraan besar untuk Bukan Jalur / akses Tidak dikaji
Peralatan Kimia dan Kebisingan Demobilisasi alat berat selama diperkirakan akan Merupakan Angkutan dalam
berdampak penurunan kualitas udara (peningkatan Dampak mobilisasi Andal
kadar debu, dan gas pencemar seperti SO2, CO dan Penting peralatan
NO2). Jenis kendaraan yang akan melintas ke lokasi Hipotetik dan material.
proyek adalah kendaraan besar seperti dump buck, (DTPH)
trailer pengangkut excavator dan bulldozer serta
peralatan konstruksi lainnya. Dampak penurunan
kualitas udara diprakirakan terjadi dalam jangka waktu
pendek (relatif singkat) diperkirakan dilakukan selama 1
hari pada tahap pasca operasi, sehingga tidak
berpengaruh besar pada komponen lingkungan.
Deskripsi
Rencana Pengelolaan PELINGKUPAN
Kegiatan Lingkungan yang Komponen
Batas
yang Sudah Direncanakan Lingkungan WILAYAH
No. Dampak Waktu
Berpotensi Sejak Awal Sebagai Terkena STUDI
DAMPAK Penting Kajian
Menimbulkan Bagian dari Rencana Dampak EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
POTENSIAL Hipotetik
Dampak Kegiatan
(DPH)
Lingkungan
Tidak Ada Perubahan Perubahan sikap dan persepsi negatif merupakan Bukan Desa Tidak dikaji
terhadap sikap dampak kumulatif dari prevalensi dan isidensi penyakit Merupakan Parenggean, dalam
dan persepsi “peningkatan potensi penyakit ISPA” dari kegiatan Dampak Manjalin, Andal
masyarakat demobilisasi peralatan. Mengingat dampak penurunan Penting Kabuau dan
kualitas udara (dampak primer) dan dampak ISPA Hipotetik Pelantaran
(sekunder) bukan merupakan dampak penting hipotetik, (DTPH)
maka dapat diasumsikan dampak terjadinya perubahan
terhadap sikap dan persepsi masyarakat bukan
merupakan dampak penting hipotetik (DTPH)
Tidak Ada Gangguan Gangguan kesehatan yang berpengaruh pada Bukan Desa Tidak dikaji
Kesehatan kesehatan masyarakat sekitar kegiatan “Peningkatan Merupakan Parenggean, dalam
potensi penyakit ISPA” merupakan dampak turunan dari Dampak Manjalin, Andal
penurunan kualitas udara (peningkatan kadar debu) dari Penting Kabuau dan
kegiatan demobilisasi peralatan. Mengingat dampak Hipotetik Pelantaran
penurunan kualitas udara (dampak primer) bukan (DTPH)
merupakan dampak penting hipotetik, maka dapat
diasumsikan dampak ISPA bukan merupakan dampak
penting hipotetik (DTPH)
4. Penanganan Tidak Ada Dampak
Void
BAB 3
METODE STUDI
2. Kebisingan
A. Jenis data dan Parameter
Parameter tingkat kebisingan (dBA) yaitu kuatnya bunyi yang tidak
diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan
(Kepmen-LH No. 48 Tahun 1996), atau semua suara yang tidak dikehendaki
yang bersumber dari alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
gangguan pendengaran (Kepmen-Naker No. 51 Tahun 1999).
Data pendukung
Data pendukung diperlukan untuk mendapatkan data tentang perubahan tata
guna lahan, yaitu :
a) Data tentang jenis tanah, diperoleh dari peta jenis tanah yang bersumber
dari peta RBI dari BAKOSURTANAL dengan skala 1 : 50.000.
b) Data solum tanah, ketebalan seresah, dan ketebalan bahan organik
tanah didapatkan dari pengambilan contoh tanah yang dibuatkan profil
tanah di setiap lokasi.
c) Data tentang vegetasi penutupan lahan diperoleh dari peta tutupan
lahan yang diperoleh dari peta RBI dari BAKOSURTANAL dengan skala
4. Erosi
A. Jenis data dan Parameter
Data Utama
Parameter yang diukur adalah tingkat erosi pada masing-masing satuan
morfologi lahan atau dalam satu satuan kawasan Sub DAS di wilayah IUP
yang menjadi wilayah studi, dan hasilnya dinyatakan dalam satuan
ton/ha/tahun.
Untuk mendapatkan data erosi tanah, dihitung dengan menggunakan model
USLE, dimana komponen erosi meliputi erosivitas hujan, erodibilitas,
kelerengan (tingkat kelerengan dan panjang lereng), faktor penutupan lahan
dan tindakan konservasi. Untuk mendapatkan nilainilai faktor tersebut maka
diperlukan data sebagai berikut.
Fakor Erosivitas Hujan
Untuk menghitung nilai erosivitas hujan digunakan rumus Bols (1978).
Data curah hujan yang diperlukan adalah banyaknya curah hujan bulanan,
hari hujan dan curah hujan maksimum rata-rata bulanan dengan rumus :
100 K = 1.292[2,1M114(10-4)(12-a)+3,25(b-2)+2,5(c-3)]
dimana:
M = Parameter ukuran butir yang diperoleh dari (% debu + % pasir sangat
halus) (100-% liat)
a = % bahan organik (% C x 1, 724 )
b = kode struktur tanah
c = kode kelas permeabilitas penampang tanah
Data tentang ukuran butiran tanah (tekstur) dilakukan melalui analisis
tekstur tanah di laboratorium (untuk mendapatkan nilai % debu, % pasir
sangat halus, dan % liat).
E R K L S CP
Dimana :
E = rata-rata erosi tanah tahunan (ton/ha)
R = indeks erosivitas hujan (0.41 x H )
1.09
5. Sedimentasi
A. Jenis data dan Parameter
Parameter-parameter yang diukur untuk perluan dalam analisis ini, yaitu
konsentrasi sedimen melayang (concentration of suspended sediment)
disimbolkan sebagai Cs (mg/L) yang juga disebut sebagai Beban Endapan
Layang (BEL) dan laju sedimentasi yang dihitung menggunakan nilai debit
sedimen melayang (discharge of suspended sediment) disimbolkan sebagai
Qs (gr/detik).
D. Analisis Data
Debit Sesaat
Dengan mengetahui luas penampang sungai dan tingkat kecepatan
aliran air, maka dapat didekati besarnya nilai debit air sungai. Debit
aliran sesaat dihitung dengan persamaan yang dikembangkan
Sosrodarsono & Takeda (1987) sebagai berikut.
Q = 0,8 x A x V
Keterangan :
3
Q = Debit Air (m /det)
2
A = Luas Penampang (m )
3
V = Kecepatan Aliran sungai (m /detik)
0,8 = Faktor Koreksi pengukuran kecepatan aliran permukaan sungai.
Debit Puncak
Untuk menghitung debit puncak diperkirakan dengan menggunakan
Metode Rasional Rasional (U.S. Soil Consevation Service, 1973) adalah
metoda yang digunakan untuk memperkirakan besarnya air
larian puncak (peak runoff). Meodaini relatif mudah digunakan karena
diperuntukkan pemakaian pada DAS berukuran kecil, kurang dari 300 ha
(Goldman et al, 1986) sebagai berikut.
Qp = 0,0028. C. ip. A
Keterangan :
3
Qp = Debit Puncak Aliran Sungai (m /det)
C = Koefisien Air Larian
ip = Intensitas Hujan Maksimum (mm/jam)
2
A = Luas DAS (km )
0,00288 = Konstanta
Kualitas Air
1) Jenis data dan Parameter
Data Utama
Parameter yang wajib yang diukur untuk limbah kegiatan pertambangan
batubara ditetapkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Batubara, yaitu meliputi nilai pH,
kandungan Fe, Mn dan nilai TSS. Khusus untuk contoh air sungai dan anak
sungai, maka parameter yang diukur selain 4 parameter di atas, ditambah
dengan beberapa parameter yang dianggap penting sesuai dengan Baku
Mutu Kualitas Air Kelas I dan II berdasarkan PP nomor 82 Tahun 2001.
Apabila terdapat air sumur atau sumber mata air maka parameter yang
diukur ditetapkan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air minum.
Di samping parameter kimiawi air di atas, untuk melihat kualitas air juga
diukur beberapa sifat fisik seperti suhu, warna, bau dan kecerahan.
Data Pendukung
Data pendukung yang diperlukan untuk kelengkapan informasi tentang
kualitas air dalam studi AMDAL ini adalah :
a) Design Settling Pond
b) Peta distribusi sungai yang menggambarkan kondisi luasan sungai dan
anak sungai setempat.
c) Data debit air permukaan sungai (debit sesaat dan debit rencana).
3) Pengumpulan Data
Pengambilan contoh air dari beberapa titik lokasi dilakukan dengan metode
purposive sampling untuk mendapatkan data utama Parameter pokok (kunci
parameter), yaitu sifat kimia air yang meliputi beberapa parameter di atas
dalam rangka menggambarkan tentang kualitas air sungai dan air sumur.
Contoh air diambil secara komposit untuk beberapa titik perwakilan contoh,
disimpan dalam jerigen 2 literan (bila diperlukan diberi pengawet). Pada
masing-masing jerigen diberi kode sampel, jerigen disimpan dalam box
sampel tertutup, untuk selanjutnya dikirimkan ke laboratorium yang sudah
terakreditasi untuk ditetapkan sifat-sifat kimianya. Beberapa dari sifat kimia air
ini harus diukur langsung di lapangan (insitu), seperti pH air, dan kandungan
DO.
Pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan (insitu) dilakukan, pada
saat pengambilan contoh air, untuk mengetahui sifat fisik air seperti suhu,
warna, bau dan kecerahan.
beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu
sungai.
D. Analisis Data
Data hasil pengamatan jenis dan jumlah flora di analisis dengan
menggunakan tabulasi serta status flora tersebut.
2. Fauna (Satwa)
A. Jenis data dan Parameter
Parameter yang diteliti terhadap fauna darat meliputi jenis - jenis fauna darat
(satwa liar) yang dilindungi.
Data Utama
Jenis Fauna
Data Pendukung
Kawasan Sempadan Sungai sebagai ruang koridor satwa
3. Biota Air
A. Jenis data dan Parameter
Data Utama
Kelimpahan jenis, keanekaragaman jenis, keseragaman jenis, dan dominasi
jenis masing-masing untuk plankton, benthos, sedangkan untuk nekton
dengan mengidentifikasi jenis nekton (ikan).
Data Pendukung
Hasil prakiraan dampak penurunan kualitas air pada komponen geofisik-
kimia.
Indeks Keragaman
Keragaman jenis benthos dan plankton dihitung dengan Indeks Shanon-
Wiener (Margalef dalam Krebs, 1985) yaitu :
Indeks Dominansi
Indeks Dominansi (D) dihitung dengan Metoda Odum (1971) dengan rumus :
jenis yang lain (Odum, 1971). Makin tinggi indeks dominansi berarti pada
ekosistem perairan tersebut terdapat spesies yang dominan.
Data hasil perhitungan dan analisis tentang kelimpahan, indek keragaman
dan indek keseragaman serta indek dominasi jenis biota perairan selanjutnya
dikonversi ke dalam bentuk skala kualitas lingkungan sebagaimana disajikan
dalam Tabel berikut:
a) Observasi
Observasi yang digunakan untuk mengetahui keadaan eksisting kawasan
studi, meliputi kondisi fisik, sarana dan prasarana dan permasalahan yang
terjadi. Dari hasil observasi visual dapat diketahui karakteristik wilayah
studi untuk mengidentifikasi karakteristik kawasan secara langsung.
Teknik ini digunakan untuk mengkaji informasi dan gagasan kritis secara
intens dengan sasaran tokoh kunci (key person) baik tokoh formal
maupun non formal. Instrumen wawancara yang digunakan adalah daftar
pertanyaan terbuka yang tidak terstruktur.
c) Koesioner
Ukuran dari sampel yang akan dijadikan obyek penelitian ditentukan
dengan pendekatan rumus Slovin dengan persentase sampling error yang
ditolerir 8% terhadap jumlah penduduk / KK Desa studi (Desa
Parenggean, Manjalain, Kabuau dan Pelantaran). Berdasarkan
pendekatan tersebut, maka jumlah sampel ditetapakan sebanyak 155
orang. Jumlah sampel pada masing-masing kelompok ditetapkan
proposional sesuai dengan jumlah penduduk (KK). Data dinyatakan dalam
bentuk prosentase (%) terhadap masing-masing aspek yang ditanyakan
d) Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif
dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh
subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek.
e) Studi literatur
Studi literatur adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi
penelaahan terhadap buku-buku, litertur-literatur, catatan-catatan, dan
laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang
dipecahkan. Terutama sub komponen sosial demografi dan sosial
ekonomi yang bisa diperoleh dari BPS kecamatan atau BPS kabupaten.
2. Pendapatan Masyarakat
A. Parameter yang Diukur
Parameter aspek sosial-ekonomi yang akan diteliti meliputi :
Pendapatan Perkapita
Angka laju pertumbuhan ekonomi,
Sarana perekonomian
D. Metode Analisis
Analisis dilakukan berdasarkan hasil tabulasi dari data yang bersifat Deskriftif
kuantitatif / kualitatif.
1) Erosi
Erosi dilakukan dengan menggunakan rumus persamaan USLE
(Universal Soil Loss Equation) yang dikemukakan oleh Wishchmeier,
W.H. and D.D. Smith (1978) sebagai berikut:
E R K L S CP
Dimana :
E = rata-rata erosi tanah tahunan (ton/ha)
R
1.09
= indeks erosivitas hujan (0.41 x H )
K = faktor erodibilitas tanah
L = faktor panjang lereng untuk menghitung erosi dibandingkan dengan
lereng yang panjangnnya 22 m
Lo
L , dengan Lo = panjang lereng (m)
22
S= faktor kemiringan lereng untuk menghitung erosi dibandingkan dengan
lereng 9%.
( s )1.4
S , dengan s = kemiringan lereng (%)
9
C = faktor pengelolaan tanah untuk menghitung erosi dibandingkan
dengan tanah yang terus menerus terbuka;
P = faktor praktek pengawetan tanah untuk menghitung erosi
dibandingkan dengan tanah tanpa usaha pengawetan
2) Sedimentasi
Perhitungan produksi sedimen (ton/tahun) dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan nilai Sediment Delevery Ratio (SDR), yaitu
sebagai berikut :
Y = E. (SDR). A
Dimana :
Y = Produksi sedimen
E = Erosi tanah rata-rata
SDR = Nisbah pelepasan sedimen
A = Luas lahan
Keterangan :
PI = Indeks pencemaran
(Ci/Lij)M = Nilai maksimum dari Ci/Lix
(Ci/Lij)R = Nilai rata-rata dari Ci/Lix
2. Pendapatan - Penilaian Profesional Jugment a. Data sekunder dari BPS a. Data sekunder dari a. Analisis -
masyarakat setempat BPS setempat baik Deskriptif secara
b. Mata pencaharian kecamatan maupun Kualitatif
masyarakat kabupaten beberapa
c. Pendapatan tahun terakhir
masyarakat b. Observasi,
Wawancara &
Kuisioner
3. Perubahan sikap - Penilaian Profesional Jugment a. Data sekunder dari BPS a. Data sekunder dari a. Analisis -
dan Presepsi setempat BPS setempat baik Deskriptif secara
Masyarakat b. data tingkat pendidikan kecamatan maupun Kualitatif
masyarakat, adat – kabupaten beberapa
DAFTAR PUSTAKA
Edmosons, W.T, 1963. Freshwater Biology. 2nd. John Willey and Sons, Inc., New
York. 1248p.
Fandeli, C. 1992. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Prinsip Dasar dan
Pemaparannya Dalam Pembangunan. PT. Liberti. Yogyakarta.
FAO. 1976. A Framework of Land Evaluation. FAO Soil Bull. No. 32/I/ILRI Publ. No.
22. Rome. Italy. 30 h.
Gibest, F.F. and Donald D. Dodds. 1987. The Philosophy and Practice of Wildlife
Management.
Robert E. Kreeger Publ. Cp. Florida. Gordon, N.D., T. A. McMahon, and B. L.
Finlayson, 1992. Stream Hydrology. An Introduction for Ecologist. John Willey
and Sons, Chichester, England.
Hamer, W.I. 1981. Soil Conservation Consultant Report. SRI Bogor. Indonesia
Technical Note No. 7. Center for Soil Research, Bogor.
Hardjowigeno, S. 1987. Soil Science. Edisi Terjemahan. Mediyatama Perkasa.
Jakarta.
Hardy, A.C. 1939. Ecological Investigation with the Continous Plankton Recorder:
Object, Plan and Methods. Hull. Bull. Mar. Ecol., Vol. 1, p. 1-57.
Harloff. C.E.A., 1933. Kort Uitreksel Uit Het Versiag Van Een Geologishe Verkening
der Onderafdellingen Poeroek Tjahoe en Boven Dayak ini Residentic Auiden
Ooseraf deling van Borneo, Arsip Direktorat Geologi Bandung, tidak
diterbitkan.
Kendeigh, S. Charles. 1916. Animal Ecology. Prentice Hall. Inc. Englewood Cliff. New
York. King, B and Woodcook, E.C. 1975. A Field Guide to the Birds of
Southeast Asia. Collins. London. Kottelat, M., J.A. Whitten.,
S.N. Kartikasari dan Wiryoatmodjo. 1993. Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan
Sulawesi. Edisi Dwibahasa Inggris-Indonesia. Periplus Edition, Jakarta,
Indonesia.
LIPI, 1982. Beberapa Jenis Mamalia. Lembaga Biologi Nasional LIPI. Bogor.
Ludwig, J.A. and J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology : A Primer on Methods and
Computing. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Maguran, A.E., 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Princeton University
Press. New Jersey, USA.
Margalef, R. 1978. Diversity. In Sournia, A. (Editor) Phytoplankton Manual. UNESCO,
Roma, Paris.
Miettinen, J.K., 1977.Inorganic Trace Element ass Water Pollutions Their Implication
to Health of Man and Aqutic Biota, in F. Coulation and E. Mark. Ed. Water
Quality Proceeds of Ont. Forum Academic Press. New York : 133 – 136 p.
Mizuno, T. 1979. Illustrations of the Freshwater Plankton of Japan. Revised Edition.
Hoikusha Publishing Co., Ltd. Osaka. Japan.
Morisawa, M. 1968. Streams. Their Dynamics and Morphology. McGraw-Hill Book
Company. San Fransisco, USA.
Needham, J.G. and P.R. Needham. 1988. A Guide to Study of Freshwater Biology.
5th edition. McGraw-Hill Higher Education.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Third Edition. W.B Saunder Company.
Pedoman Mengenai Syarat Dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman Kajian
Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau Sumber Air. Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003
Pennak, R.W. 1978. Freshwater Invertebrates of The United States. John Willey and
Sons, Toronto, Canada.
Perlindungan dan Pegelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang nomor 32 tahun
2009
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001
Pielou, E.C. 1984. The Interpretation of Ecological Data, A Primer on Classification
and Odonation. John Willey & Sons. New York.
Pielou, E.C. 1975. Ecological Diversity. A Willey-Interscience Publication, John Willey
and Sons, Torronto, Canada.
Prayitno, H. 1987. Pembangunan Ekonomi Pedesaan. BPFE Yogyakarta.
Prescott, G.W. 1978. How to Know the Freshwater Algae. 3rd edition. W.M. C. Brown
Company Publishers, Dubuque, Iowa, USA.
PT. Bharinto Ekatama, 2002. Analisis Dampak Lingkungan. Andi Offset. Jogjakarta.
Pusat Penelitian Tanah. 1983. Jenis dan Macam tanah di Indonesia untuk Keperluan
Survey dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. PPT Bogor.
Pusat Pengembangan Tenaga Penambangan, 1994. Dasar-dasar Keselamatan
Kerja, Departemen Pertambangan dan Energi Direktorat Pertambangan
Umum.
Puslitbang Teknologi Mineral, 1995. Teknologi Pertambangan Indonesia, Departemen
Pertambangan dan Energi Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral.
Pusteklim, 2002. Laporan Seminar Cakrawala Baru Pengembangan Teknologi Tepat
Guna Pengolahan Limbah Cair.
Sajogyo dan P. Sajogyo, 1983. Sosiologi Pedesaan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Salim, E., 1991, Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3ES. Jakarta.
Schwab, G.O., R.K. Frevert., T.W. Edminster., K.K. Barnes, 1981. Soil and Water
Conservation Engineering. John Willey & Sons, Inc. New York.
Simbol dan Label Limbah B3. Permen LH No. 14 Tahun 2013
Soemarwoto, O. 1999. Analisis Dampak Lingkungan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Soerianegara dan Indrawan, 1985. Ekologi Hutan Indonesia. Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soil Survey Staff, 1996. Keys to Soil Taxonomy. Seventh edition. Soil Cons. Service,
USDA. Washinton, DC.
Suprapto, S.A. 1988. Analisis Dampak Sosial; Memperkirakan dan Mencegah
Dampak Pembangunan Terhadap Lingkungan Sosial. HIPIIS Jakarta.
Suratmo, F. G. 1991. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Suseno, TW., 1990, Indikator Ekonomi. Karnisius. Yogyakarta.