Disusun Oleh :
Kelompok :3
Nama / NPM : Tesya Rizki Annisa / 10070215034
Ilmi Keumala Putri / 10070215047
Hari / Shift : Sabtu / 4
Asisten : Hafidhin Ihsan
“Orang yang berani belajar dari kesalahan adalah orang yang berani sukses. Tiada
hari untuk mengeluh, tiada hari tanpa belajar”
“Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala usaha dan upaya yang disertai doa,
karena sesungguhnya nasib seorang manusia tidak akan berubah dengan
sendirinya tanpa berusaha”
“Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu
sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita dapat menyelesaikan Laporan Akhir Tugas
Besar Sistem Produksi. Laporan Akhir ini dibuat untuk memenuhi persyaratan
kelulusan Tugas Besar dan Mata Kuliah Sistem Produksi Program Studi Teknik
Industri UNISBA. Selain itu, Laporan Akhir ini dimaksudkan sebagai tolak ukur
pengaplikasian ilmu yang didapat dalam perkuliahan ke dalam dunia nyata
(lapangan).
Dalam penyusunan laporan akhir ini, kita mendapat bantuan dan dukungan
dari banyak pihak. Oleh karena itu kita ingin mengucapkan terima kasih kepada:
Orangtua penulis yang telah memberikan motivasi dan do’a dalam
mengerjakan laporan akhir ini.
Bapak Chaznin R.M, ST.,MT. selaku dosen mata kuliah Sistem Produksi
yang begitu baik yang telah memberikan materi perkuliahan Sistem
Produksi di kelas.
Kepala Seksi Laboratorium Sistem Produksi, Dr.Ir.Endang Prasetyaningsih,
MT.
Seluruh Asisten Laboratorium Sistem Produksi yang telah membantu dan
turut serta memberi dorongan dalam menyelesaikan laporan akhir ini.
Semua pihak yang telah membantu hingga selesainya laporan akhir ini, yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas
segala kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam menyelesaikan laporan
akhir ini, untuk itu penulis mohon maaf dan mengharapkan saran serta kritik yang
membangun. Semoga laporan akhir ini dapat bermanfaat, amin.
Penyusun
MOTTO .................................................................................................................. i
AYAT AL-QUR’AN ............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................3
2.1 Pemetaan Aliran Produksi ........................................................................ 3
2.1.1 Konsep Dasar Lean .............................................................................. 3
2.1.2 Lean Manufacturing ............................................................................. 4
2.1.3 Jenis-Jenis Pemborosan ....................................................................... 6
2.1.4 Value Stream Mapping (VSM) ............................................................ 7
2.2 Optimized Production Technology (OPT) ............................................. 15
2.2.1 Prinsip Dasar Optimized Production Technology (OPT) ............... 16
2.2.2 Pendekatan OPT .............................................................................. 21
2.2.3 Kerangka Pengaturan OPT .............................................................. 22
2.2.4 Mengidentifikasi dan Mengatur Contraints .................................... 25
2.2.5 Langkah-Langkah OPT dalam Mengatasi Constraintts .................. 28
2.2 Just In Time (JIT) ................................................................................... 34
2.3.1 Definisi dan Tujuan Just In Time .................................................... 35
2.3.2 Penerapan Strategi Just In Time ...................................................... 37
2.3.3 Prinsip Manajemen Produksi Just In Time ..................................... 39
2.3.4 Sistem Kanban ................................................................................ 43
2.3.5 Jenis-jenis Kanban .......................................................................... 44
2.3.6 Peraturan Kanban ............................................................................ 48
2.3.7 Mixed Model Scheduling ................................................................ 48
BAB III KERANGKA PENGERJAAN TUGAS BESAR ................................53
BAB IV HASIL DAN ANALISIS .......................................................................58
4.1 Perhitungan dan Analisis Value Stream Mapping.................................. 58
vi
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
i
BAB I
PENDAHULUAN
Muda
Pemborosan
Mura Muri
Memberi Beban
Ketidakseimbangan
Kerja Berlebih
Gambar 2. 1 Tiga M
Sumber: Liker (2004)
Value
added work
activity
WASTE
(Type Two Waste) Non value added
work activity
(Type One Waste)
Product Family
Current-state Drawing
Future-state Drawing
1
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
0
Gambar 2. 8 Pemetaan Aliran Informasi
Sumber: Rother dan Shook (1999)
6. Melengkapi VSM dengan informasi lead time dan value added time dari
keseluruhan proses
Gambar Timeline dibawah Process Box dan Inventory Triangle untuk
menunjukkan Lead Time produksi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan satu produk di lantai produksi. Diawali dari kedatangan
bahan baku hingga pengiriman ke konsumen. Contoh pemetaan dengan
melengkapi VSM dengan information lead dan value added time dapat
dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2. 9 Pemberian Time Line Dengan Informasi Lead Time dan Value Added Time
Sumber: Rother dan Shook (1999)
1
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
1
7. Menghitung Takt Time
Takt dalam bahasa Jerman adalah “Irama”. Takt Time mendefinisikan
kecepatan lini manufaktur dan waktu siklus untuk semua operasi.
dimana :
𝑇
Takt Time = 𝐷
1
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
2
Tabel 2. 1 Simbol-Simbol VSM
Ikon Melambangkan Catatan
Semua proses harus diberi nama,
Manufacturing lambang ini juga digunakan untuk
Process departemen seperti pengendalian
produksi.
Digunakan untuk menunjukan
pelanggan, supplier dan proses
Outside Sources
manufactur yang berasal dari luar
perusahaan.
Digunakan untuk menyimpan
C/T =
C/O = informasi mengenai proses
Uptime = Data Box
manufaktur, departemen, pelanggan,
dll
1
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
3
Lanjutan Tabel 2. 1 Simbol-Simbol VSM
Ikon Melambangkan Catatan
Manual Arus informasi secara manual. Contoh:
Informatioan jadwal produksi atau jadwal
Flow pengiriman.
Electronic
Arus informasi secara elektronik.
Information Flow
Weekly
Schedule Information Mendeskripsikan arus informasi.
1
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
4
Lanjutan Tabel 2. 1 Simbol-Simbol VSM
Ikon Melambangkan Catatan
Kaizen
Lightening Burst
1
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
5
OPT, Goldratt mulai mempromosikan logika program OPT. Logika OPT ini
dikenal dengan “Theory of Constraint”. Theory of Constraint (TOC) sendiri
memiliki pengertian sebagai suatu filosofi perbaikan secara berkesinambungan
yang memusatkan pada pengidentifikasian dan pengaturan constraintt untuk
mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh. (Tersien, 1994, hal 426). Seperti
yang sudah dijelaskan diatas bahwa TOC (Theory of Constraint) merupakan filosofi
pengembangan dari OPT (Optimized Production Technology). Namun keduanya
mempunyai perbedaan dalam hal pelaksanaannya. OPT biasa dilakukan pada
penjadwalan bottleneck pada lingkungan manufaktur dan menggunakan software
apabila dihadapkan pada situasi yang rumit.sedangkan pada TOC lebih mengarah
pada beberapa jenis cnstraint (tidak hanya capacity constraintt) dan digunakan
pada tingkat manajemen yang lebih luas, tidak terbatas pada lingkungan manufaktur
saja.
OPT dan TOC mempunyai tujuan yang sama adalah “Menghasilkan uang
pada saat ini dan pada saat yang akan datang” (Goldratt and Cox, 1986), dimana
dengan tercapainya tujuan tersebut perusahaan dapat melakukan perubahan yang
lebih baik, diantaranya: perusahaan dapat menghasilkan througput, mengurangi
inventory, dan memotong biaya operasi, point tersebut akan mewujudkan tujuan
OPT dan TOC. (Michael, 1996, hal 570)
Pendapat mengenai OPT adalah dasar untuk menangani produksi yang
bottlenecks dengan penjadwalan dan perencanaan kapasitas (Capacity Planning),
menggolongkan sumber daya yang mengalami bottleneck dan nonbottleneck.
Sumber daya bottleneck dijadwalkan untuk memaksimumkan utilitas, dan
nonbottleneck dijadwalkan untuk memperbaiki bottleneck.
1
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
6
menyesuaikan beban kerja, keterampilan pekerja, kerja lembur, mesin atau
peralatan yang digunakan dan lainnya, sesuai dengan kebutuhan. Dalam filosofi
OPT, menyeimbangkan kapasitas merupakan keputusan yang tidak tepat. Waktu
proses yang bervariasi akan mengakibatkan stasiun kerja hilir menganggur jika
stasiun kerja hulu memproses dengan waktu yang lebih lama. Sebaliknya jika
stasiun kerja hulu memproses dengan waktu yang lebih cepat, akan menimbulkan
persediaan di stasiun kerja berikutnya. Penyeimbangan akan berjalan dengan baik
jika output setiap stasiun kerja konstan atau distribusi variansinya kecil dan pada
kenyataannya hal itu sulit tercapai.
Pengaruh variansi statistik bersifat kumulatif, yaitu stasiun kerja hulu hingga
hilir. Jalan yang dapat ditempuh untuk mengatasi variansi yaitu menaikkan
persediaan penyangga (buffer). Tentunya pilihan ini tidak baik karena biaya
tambahan yang diperlukan. Cara lain, yaitu dengan memperbesar stasiun kerja hilir
sehingga dapat menyerap keluaran stasiun kerja hulu walaupun terjadi variansi
waktu proses. Berdasarkan kejadian diatas maka OPT mengimplikasikan untuk
tidak menyeimbangkan kapasitas tetapi menyeimbangkan aliran produk dalam
sistem. Pada saat aliran produk seimbang, kapasitas stasiun kerja tidak seimbang
(aturan , OPT).
2. Tingkat Utilitas non-bottleneck tidak ditentukan oleh potensi stasiun kerja
tersebut tetapi oleh stasiun kerja bottleneck atau sumber kritis lainnya.
Berkaitan dengan sumber (Resources), dalam suatu perusahaan ada sumber
bottleneck dan sumber non-bottleneck. Bottleneck didefinisikan sebagai sumber
yang memiliki kapasitas yang lebih kecil dari kapasitas yang dibutuhkan. Dengan
kata lain bottleneck adalah suatu proses yang mempengaruhi throughput.
Bottleneck dapat berupa mesin, tenaga kerja terampil, peralatan khusus dan
sebagainya. Dalam OPT, hubungan antara bottleneck dan non-bottleneck dibagi
menjadi 4 relasi seperti tercantum dalam Gambar 2.10.
1
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
7
Deskripsi Aliran Produk Diagram Hubungan Bottleneck dan Non-Bottleneck
Keterangan :
: Bottleneck
: Non-Bottleneck
C. Pasar
SUKU
Perakitan CADANG
1
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
8
kapasitasnya 267 unit, karena sumber X hanya memproduksi 200 unit maka sumber
Y hanya terpakai 75% kapasitas.
3. Satu jam kehilangan pada bottleneck merupakan satu jam kehilangan
sistem keseluruhan.
Bagian B merupakan kebalikan bagian A; sumber bottleneck menerima produk
dari sumber non-bottleneck. Karena sumber X hanya mampu memproduksi 200
unit produk, maka sumber Y tidak boleh memproduksi melebihi 200 unit atau
sebagai akibatnya persediaan WIP akan naik.(aturan 3, OPT)
4. Satu jam penghematan pada non-bottleneck merupakan suatu
fatamorgana
5. Aktivasi tidak selalu sama dengan aktivitas. Menjalankan non-bottleneck
dapat mengakibatkan bertumpuknya work in process (buffer) dalam
jumlah yang berlebihan
6. Penjadwalan (kapasitas dan prioritas) dilakukan dengan memperhatikan
semua kendala (constraintt) yang ada secara simultan
7. Batch proses sebaiknya tidak tetap
8. Bottleneck mempengaruhi throughput dan inventory
Bagian C menunjukan sumber X dan sumber Y dirakit menjadi suatu produk.
Sebagai sumber non-bottleneck, Y hanya berproduksi 75% waktu operasi atau
sebaliknya akan memproduksi suku cadang yang berlebihan.
Dari ilustrasi diatas sudah cukup jelas mengapa bottleneck dan non-bottleneck
harus diorganisir dalam OPT.(aturan 6,OPT)
7. Batch transfer tidak selalu sama jumlahnya dengan batch proses (The
transfer batch may not, and many times should not, be equal to the process
batch)
OPT memisahkan batch menjadi dua jenis yaitu batch proses dan batch
transfer. Pemisahan kedua jenis batch tersebut berkaitan dengan kemampuan
ukuran batch mempengaruhi troughput (aturan 7, OPT). Untuk melihat
pengaruhnya, terlebih dahulu dijelaskan komponen-komponen pembentuk
waktu siklus produksi Gambar 2.12 sebagai berikut:
a. Waktu Setup yaitu waktu untuk persiapan yang diperlukan suatu sumber
sebelum memproses komponen tertentu
1
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
9
b. Waktu Proses yaitu waktu operasi komponen pada sumber
c. Waktu Antrian yaitu waktu menunggu komponen untuk diproses pada
sumber yang sedang sibuk atau mengerjakan pekerjaan lain
d. Waktu Menunggu yaitu waktu menunggu suatu komponen bukan untuk
diproses tetapi menunggu komponen lainnya sehingga bisa dirakit
e. Waktu Menganggur yaitu waktu yang tidak terpakai, yaitu waktu siklus
dikurangi dengan keempat komponen waktu diatas.
Produk
Produk diproses sumber
menunggu Komponen
Waktu
sumber
Menunggu
Mengantri
Set - up
Bottleneck
Proses
Menganggur
Non - Bottleneck
2
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
0
transfer batch lebih kecil dari batch proses total waktu produksi lebih kecil (cepat)
dan sebagai akibatnya persediaan penyangga (WIP) mengecil. Proses-proses diatas
ditunjukkan pada Gambar 2.13.
Assembly
Sequnce
schedule Painting
Inspection
0 5 10 15 20 25 30 35
Assembly
Overlapping
Schedule Painting
Inspection
0 5 10 15 20 25 30
Assembly
Painting
Splitting
Schedule Painting
Inspection
0 5 10 15 20 25 30
2
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
1
Metode ini memberikan pilihan dalam penyelesaian masalah secara sederhana
untuk sumber bottleneck.
3. Mengingatkan penjadwalan pada shop sebelum bottleneck
Mempertimbangkan secara keseluruhan namun tidak termasuk pemisahan sub
problem bottleneck. Set due date permasalahan ini seperti waktu mulai actual
untuk bottleneck dari solusi sederhana.
4. Mengingatkan penjadwalan pada shop setelah bottleneck
Menggunakan completion time actual pada bottleneck dari part (c) seperti
waktu terbaru pada bottleneck, penjadwalan bottleneck hingga selesai.
2
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
2
b) Penyangga (Buffer)
Penyangga dimaksudkan untuk menghadapi ketidakpastian (fluktuasi dan
ketergantungan) suatu sistem. Semakin besar penyangga yang disediakan, semakin
aman sistem tersebut terhadap gangguan dan secara bersamaan biaya yang
diperlukan naik. Dalam TOC, penyangga yang besar bukan merupakan suatu
kerugian jika penyangga tersebut digunakan untuk mengamankan sumber
bottleneck (Fogarty, 1999). Sebaliknya untuk sumber non-bottleneck, penyangga
ditekan seminimal mungkin bahkan jika perlu tanpa penyangga.
Untuk menentukan ukuran batch, Goldratt menyarankan melakukan
perhitungan variansi kerja mesin bottleneck. Cara yang dapat dilakukan untuk
menghitung variansi yaitu melakukan perhitungan statistik data masa lalu dengan
memperhitungkan umur hidup mesin, waktu operasi dan distribusi umur hidup
mesin.
c) Ukuran Batch
Telah disebutkan bahwa ukuran batch mempengaruhi throuhput sistem
produksi. Batch dalam OPT dibagi menjadi batch proses dan batch transfer,
sedangkan teknik penjadwalan dapat dilakukan secara berurutan(sequence),
overlapping,dan splitting.
Jika komponen memasuki suatu sumber identik lebih dari satu maka
splitting dilakukan. Overlapping akan dilakukan pada setiap komponen dengan
memperhatikan:
a). Kombinasi perbandingan batch proses dan bacth transfer.
b). Jalur yang dilewati komponen apakah non critical resources atau critical
resources.
Tujuan Perusahaan
Dalam penerapan OPT, menganjurkan dua tujuan yang harus dicapai oleh
organisasi bisnis, yaitu (Tersine, 1994, hal 426) :
1. Menghasilkan uang dimasa sekarang dan yang akan datang
2. Menciptakan suatu proses perbaikan yang berkesinambungan.
Namun untuk mencapai kedua tujuan tersebut, suatu organisasi bisnis
(perusahaan) harus mampu mengatasi beberapa jenis constraintts, maka dari itu
2
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
3
penekanan kepada constraintts sangat diperlukan untuk meningkatkan performansi
dari perusahaan.
Kriteria Performansi
Untuk mengukur performansi perusahaan, dua kriteria performansi yang
digunakan Goldratt yaitu kriteria finansial dan kriteria operasional. Untuk
mengetahui apakah perusahaan menghasilkan uang, Goldratt mengusuMBan 3
kriteria finansial (Browne, 1988 dalam Mahendra, 2003) :
1. Net Profit, selisih hasil penjualan dengan biaya produksi
2. Return of Investment; keuntungan (net profit) relatif terhadap modal investasi.
3. Cash flow, aliran (input/output) keuangan tiap interval waktu tertentu
Untuk mengevaluasi performansi perusahaan secara finansial, kriteria diatas
tidak dapat digunakan secara terpisah tetapi digunakan bersamaan sebagai satu
kesatuan. Kriteria finansial biasanya digunakan untuk manajemen tingkat atas
(corporate). Sedangkan untuk tingkat menengah (middle management) dan tingkat
bawah (line staff) digunakan kriteria operasional.
Krieria operasional yang digunakan perusahaan dalam rangka mencapai
tujuan menghasilkan uang antara lain (Tersine, 1994, hal 427) :
1. Throughput; merupakan sejumlah uang yang dihasilkan oleh suatu sistem
melalui penjualan pada periode tertentu. Apabila suatu sistem menghasilkan
suatu produk nemun tidak dijual, maka hal tersebut tidak menghasikan
throughput.
2. Inventory, merupakan sejumlah uang yang diinvestasikan oleh suatu sistem
dengan maksud untuk dijual, termasuk didalamnya pabrik, property dan
peralatan.
3. Operating Expenses, merupakan sejumlah uang yang dikeluarkan oleh suatu
sistem untuk mengubah inventory menjadi throughput pada periode tertentu.
2
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
4
2.2.4 Mengidentifikasi dan Mengatur Contraints
Perkembangan dunia manufaktur dan kecepatan yang dibutuhkan dalam
suatu perusahaan seiring dengan peningkatan permintaan pasar, beberapa
perusahaan telah mengalami berbagai kemajuan untuk mencapai tujuannya, melalui
usaha dengan mengeluarkan waktu dan uang untuk melakukan implementasi
berbagai program yang dirancang untuk meningkatkan produktifitas dan
profitabilitas, tetapi kebanyakan manajer merasa kecewa terhadap hasilnya, hal ini
dikarenakan oleh :
1. Kebanyakan manajer tidak memiliki pemahaman dalam menjalankan aliran
produk yang sinkron pada lingkungan manufaktur yang bersifat dinamis
2. Terdapat konflik dasar antara kebutuhan aliran sinkron dengan keberadaan
infrastruktur manajemen praktis beserta kebijakannya.
Faktor utama yang terkait dalam 2 hal tersebut adalah ketidakmampuan
manajemen dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi constraintt yang ada pada
setiap perusahaan. Dalam upaya untuk melakukan pendekatan logis dalam
synchronizing manufacturing operation, pertama harus dijelaskan secara signifikan
aturan permainan constraintt dalam lingkungan manufaktur. Manajer manufaktur
adalah orang yang harus memahami keberadaan constraintt dalam hubungannnya
dengan pencapaian tujuan perusahaan.
Definisi constraintt tersebut adalah : A Constraintts any element that
prevent the system from achieving the goal of making more money (constraintt
adalah suatu elemen yang menghambat suatu sistem dalam mencapai tujuannya
untuk memperolwh uang) (Tersine, 1994, hal 427). Setiap perusahaan setidaknya
memiliki sebuah constraintt, kalau tidak tentu perusahaan dapat menghasilkan uang
dalam jumlah yang tidak terbatas. Derajat sistem dapat menghasilkan uang
ditentukan oleh adanya constraintt dalam sistem tersebut. Untuk menghasilkan
produktivitas dan profitabilitas suatu perusahaan, manajer harus fokus terhadap
constraintt yang membatasi performance dan seiring dengan sifat sistem
manufaktur yang dinamis maka constraintt pun berubah setiap waktu.
2
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
5
Tipe Constraints
Terdapat beberapa kategori constraintt yang ada pada lingkungan
manufaktur, diantaranya adalah pasar, material, kapasitas, logistic manajerial dan
behavioral constraintt. Kebutuhan dan keinginan pasar merupakan batas
throughput bagi perusahaan. Masalah kapasitas dan material dalam proses produksi
merupakan permasalahan penting bagi manajer produksi. Logistic, manajerial dan
behavioral constraintt bertanggungjawab terhadap diseruption dalam proses
produksi yang secara tidak langsung akan melibatkan kapasitas dan material
constraintt .
a) Market Constraintts
Dalam operasi manufaktur, permintaan pasar merupakan faktor penggerak
kritis. Permintaan dari suatu pasar menentukan batasan throughput dimana
perusahaan tersebut beroperasi. Tipe produk ditentukan oleh pasar. Pertimbangan
tambahan, seperti pembatasan jumlah, lead time, harga dan standar kualitas tidak
sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan tetapi akan bergantung pada kondisi pasar.
b) Material Contraints
Proses produksi dapat berjalan bila ada input material. Oleh karena itu
pentingnya menjaga bahan baku dan work in process tetap ada demi
berlangsungnya proses produksi pada suatu perusahaan. Material Constarint akan
memiMBi pengaruh untuk jangka panjang (long term) dan jangka pendek (short
term). Short term material constraintt akan terjadi ketika pemasok tidak
mengirimkan sesuai dengan jadwal atau material yang dikirim rusak. Situasi seperti
ini akan memacu timbulnya diseruption pada aliran sistem produksi. Long term
material constraintt merupakan keadaan material setelah berada di pasar. Situasi ini
akan berkaitan dengan kualitas material dan lead time. Material constraintt
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan pada saat akan
mengimplementasikan jadwal produksi induk.
c) Capacity Constraints
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kemampuan aliran produksi berjalan
mulus, yaitu: ketersediaan material dan kapasitas yang dimiliki. Kapasitas
Constraint merupakan kapasitas yang dimiliki dapat memenuhi kebutuhan
sehingga dapat membantu perusahaan untuk menghasilkan throughput. Pada saat
2
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
6
manajer melakukan identifikasi constraintt dari aliran produksi, kapasitas
constraint merupakan factor utama yang pertama kali diperhitungkan. Kapasitas
yang dihasilkan melalui sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat menimbulkan
aliran produksi tidak berjalan sesuai kebutuhan jika kapasitas yang dimiliki tidak
dapat memenuhi permintaan yang terjadi. Kurangnya kapasitas tersebut dapat
menimbulkan sumber bottlenenck dan sumber non-bottlenenck. Sumber non-
bottlenenck didefinisikan sebagai sumber yang memiliki kapasitas yang lebih besar
dari kapasitas yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan. Dan sumber
bottlenenck merupakan sumber dengan kapasitas yang lebih kecil dari kebutuhan
untuk memenuhi permintaan. Jika terjadi bottleneck dalam suatu operasi, kemudian
aliran produk menjadi lebih kecil dari aliran produk yang diharapkan dapat
dihasilkan, maka kapasitas sumber bottleneck harus ditingkatkan. Pengalaman
mengatakan manajer secara cepat dapat mengidentifikasikan sumber bottleneck
sementara, yaitu dengan memberi tanda waktu, dimana satu sumber akan timbul
sebagai sumber bottleneck dan pada waktu lain sumber yang sama tersebut akan
memiliki kapasitas yang berlebih. Saat bottleneck terjadi pada suatu operasi maka
akan mempengaruhi throughput dan completion time.
d) Logistical Constraint
Constraint lainnya yang terdapat pada suatu rencana manufaktur dan sistem
pengendalian adalah logistical constraint. Constraintt ini berperan pada kelancaran
aliran produk pada suatu sistem. Logistical Constraint merupakan suatu Constraint
yang sulit untuk dikenali oleh manajemen sebagai suatu parameter yang dapat
diubah atau dimodifikasi. Sebagai gambaran, dengan mempertimbangkan sistem
entri bahwa utilisasi pesanan berasal dari level lokal. Pesanan dikumpulkan dan
disesuaikan dengan tujuan perusahaan dengan mengkombinasikan dengan pesanan
lain dari berbagai bagian. Akhirnya, pesanan tersebut diproses dan jadwal produksi
induk (Master Production Scheduling) dapat dikembangkan untuk berbagai variasi
yang ada. Gambaran lain dari suatu logistical constraintt adalah adanya sistem
pengendalian material dalam waktu bulanan (montly time bucket). Dengan
menggunakan time bucket untuk satu bulan dibandingkan satu minggu atau satu
hari, mengakibatkan loss of visibility dari due date yang telah direncanakan.
2
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
7
e) Managerial Constraintts
Managerial Constraintt adalah strategi dan kebijakan manajer yang
berpengaruh terhadap keseluruhan pengambilan keputusan manufaktur. Dalam
banyak hal, manajerial constraint merupakan hasil dari dangkalnya pemahaman
terhadap factor yang enhance atau detract dari synchronous manufacturing.
Manajerial constraint juga dapat mempengaruhi sistem dalam 2 cara dasar.
Manajer constraint dapat menciptakan situasi menuju sub-optimal atau dapat
menggabungkan constraintt yang ada pada sistem. Kedua situasi tersebut akan
digambarkan berikut ini. Manajerial constraint memiliki efek untuk mengenali
masalah yang diakibatkan oleh constraintt. Contohnya adalah kebijakan untuk
mengurangi ukuran batch dengan menggunakan economic order quantity, contoh
lainnya adalah latihan bagi supervisor secara independent untuk menjadwalkan
pekerjaan pada non-bottleneck untuk memperkecil waktu setup. Keberadaan
bottleneck atau CCRs dalam sistem, jadwal yang tidak tepat akan menggenerasikan
kebijakan yang akan mengganggu waktu dan kelancaran aliran produk dalam
sistem.
f) Behavioral Constraint
Karakteristik suatu perusahaan dapat dilihat dari sikap dan kebiasaan yang
mendorong suatu pekerjaan yang dilakukan oleh manajer maupun pekerjanya.
Kebiasaan (behavioral) akan mengembangkan prinsip synchronous manufacture.
Kebiasaan ini akan menjadi constraint pada sistem. Kebiasaan merupakan refleksi
dari budaya organisasi. Pada kebanyakan lingkungan manufaktur, pola kebiasaan
merupakan hasil dari gaya manajemen praktis dalam hubungannya dengan evaluasi
kerja dan struktur penghargaan yang dikembangkan. Salah satu contoh dari
behavioral constraint ini adalah sikap sibuk (keep busy) yang dibiasakan oleh
supervisor dan karyawan. Sikap ini dibentuk oleh rasa takut jika manajer tidak dapat
mempertahankan keberlangsungan pekerjaannya.
2
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
8
Definisi ini mengindikasikan bahwa OPT memiliki aplikasi yang luas dari sekedar
perencanaan produksi dan sistem pengendalian. Tujuan perusahaan untuk
menghasilkan uang sekarang atau dimasa depan (Bulfin, et.al, 1997).
Untuk peningkatan secara berkelanjutan, Goldratt mengembangkan 5
langkah OPT, yaitu (Fogarty et.al, 1997, hal; 658) :
1. Mengidentifikasi constraintt
2. Mengambil keputusan mengenai penyelesaian constraintt
3. Menghubungkan segala sesuatu yang diambil pada langkah 2
4. Mengatasi constraintt dalam pengertian memungkinkan untuk melakukan
kinerja relatif untuk mencapai tujuan, biasanya dengan menambahkan kapasitas
pada sumber constraint
5. Peringatan: jika langkah 4 constraint dapat dieliminasi, upayakan untuk
mencegah munculnya constraint baru.
2
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
9
b
downstream. Untuk waktu release job I, ri menjadi waktu tiba di mesin b.
Waktu release di job I ditambah waktu dari job I untuk mendapatkan bottleneck
mesin, ittu sudah termasuk waktu proses dan waktu menunggu untuk setiap
operasi pada mesin upstream. Dengan asumsi tidak ada waktu menunggu maka
:
j b 1
ri r p
b
il .............................................................................................(II
l i
– 71)
Kita juga memperkirakan waktu menunggu dari data historis atau hasil
urutan dari perhitungan. Kita juga perlu mendefinisikan due date bottleneck
b
untuk job i. d i , hal tersebut menggambarkan operasi pada bottleneck harus
selesai. Untuk menyelesaikan job I dengan due date tersebut, bottleneck harus
sudah selesai dengan sekurang-kurangnya jumlah waktu dari waktu proses
operasi pada downstream sebelum due date. Dengan asumsi tidak ada
downstream menunggu, secara matematik :
m
di di p
b
il ........................................................................................(II –
l j b 1
66)
Penjadwalan bottleneck seperti pada mesin tunggal dengan tidak ada waktu
release. Prinsip prioritas tergantung pada pengukuran performansi dari job
shop27 memberikan algoritma branch-and-bound yang dapat digunakan jika
memerlukan solusi yang dibutuhkan. U sebagai kumpulan job yang tidak
terjadwalkan dan t sebagai current time. Dengan prosedur sebagai berikut :
b
Stage 0 et U = {1,2,…}; p’j = pij(b) ; I = 1,2,..n; dan t = ri ≤ t, i
b
Stage 1 S = {i│ ri ≤ t, i } adalah job yang ada. Penjadwalan job ii di
b. Dimana I adalah prioritas terbaik diantara job di S.
Stage 2 { │}٭. Jika Ø. Stop : semua job telah dijadwalkan
b
Set t = max {min i ri , t + p’i*} dan lanjutkan ke step
1.
3
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
0
Ada beberapa prinsip prioritas yang dapat digunakan pada algoritma. Jika
ukurannya makespan (cmax), pilih job yang ada dari job sisanya, akan sama
halnya dengan LPT. Untuk flowtime, pilih job yang ada dari job sisanya. Untuk
minimum maksimum tardiness (Tmax), pilih job dengan due date bottleneck
terkecil.
3. Penjadwalan Upstream dan Downstream
Upstream (hulu) dan Downstream (hilir) merupakan istilah yang kurang cocok
dalam suatu job shop karena kebanyakan job mungkin menggunakan sebuah mesin
sebelum bottleneck dan lainnya mungkin juga menggunakan mesin yang sama
setelah bottleneck. Waktu penyelesaian sebuah job dalam suatu bottleneck
menerangkan waktu kedatangan operasinya sesegera mungkin setelah bottleneck.
Selain itu waktu mulai suatu job dalam bottleneck menghasilkan due date untuk
operasi yang mendahului bottleneck. Waktu selesai dan due date ditentukan untuk
job pada beberapa mesin dari penjadwalan bottleneck kemudian setiap mesin
dijadwalkan sebagai permasalahannya satu mesin.
Berkaitan dengan beberapa mesin, jika sebuah operasi dari suatu job yang
mendahului bottleneck maka tujuan yang dicapai adalah menyelesaikan operasi
sesuai dengan due date sehingga akan tiba pada bottleneck sebelum dijadwalkan
waktu mulai. Apabila ada job yang memiliki operasi yang mendahuluinya maka
tujuan penjadwalannya adalah untuk menyelesaikannya selambat mungkin dan
tetap datang pada waktu bottleneck. Karena itu kita mencoba untuk
menyelesaikannya menggunakan due date. Ini adalah penjadwalan, mundur dilain
pihak operasi setelah bottleneck mungkin memiliki operasi-operasi selanjutnya
sehingga kita menginginkan untuk mulai mengerjakannya secepat mungkin untuk
memberikan waktu penyelesaian. Untuk penjadwalan maju, menjadwalkan mesin,
memilih job dengan prioritas terbaik. Apabila operasi dalam mesin ini dilakukan
sebelum bottleneck maka jadwalkan penyelesaiannya selambat mungkin
sebaliknya apabila operasi pada mesin mengikuti bottleneck jadwalkan untuk
memulainya secepat mungkin. Tetaplah pilih job dengan prioritas sampai semuanya
dijadwalkan kemudian jadwalkan mesin-mesin lain.
Apabila seluruh mesin sudah dijadwalkan masing-masing maka akan
menghasilkan pengurutan job pada tiap mesin. Sebuah prosedur pengiriman
3
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
1
membentuk suatu penjadwalan job shop yang fisibel akan tetapi tidak
membenarkan suatu job memasuki set yang sudah ada sampai operasi pendahulu
dan semua job yang mendahuluinya dalam pengurutan mesin sudah lengkap,
penjadwalan yang lengkap mudah untuk dibuat.
Jika bottleneck mesin adalah bottleneck yang kuat maka logikanya bottleneck
ini akan mendominasi bottleneck lain. Mesin tadi harus memiliki kapasitas yang
cukup untuk mengerjakan job sesuai dengan waktu yang diinginkan untuk
memenuhi penjadwalan bottleneck. Jika tidak penjadwalan akan mengindikasikan
waktu tunggu pada shop, dan dapat digunakan untuk memodifikasi waktu release
dan due date bottleneck. Keseluruhan prosedur diulang berkali-kali sampai
menghasilkan penjadwalan yang baik pada shop.
3
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
2
untuk melindungi throughput dari keseluruhan sistem dan mengamankan due
date yang telah ditetapkan konsumen.
3. Hubungan antara produksi rata-rata (Drum) untuk CCR pada semua sumber
dengan menggunakan time phased logistical ropes. Rope mengsinkronkan
semua non-CCR untuk menggabungkan waktu pelepasan material pada sistem
pada waktu yang tepat.
Bottleneck
Raw Material
Dispaching Point
Raw .....
1 2 m BN ..... n costumer
Material
3
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
3
Constraintt Resource (CCR) merupakan hal yang kritis dalam filosofi Syncrhonous
Manufacture. CCR merupakan setiap sumber yang tidak direncanakan dan dikelola
dengan baik, kemungkinan akan menyebabkan aliran sebenarnya melalui produk
menyimpang dari alur produk yang telah direncanakan.
3
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
4
Sistem Dorong Sistem Tarik
Menyusun
Lokasi Stok Lokasi Stok Material
Jadwal
Material
Kanban A
Kanban B
Kanban C
Menyusun
Jadwal
Pusat Kerja C Pusat Kerja C
Gambar 2. 15 Aliran Material dan Penyusunan Jadwal dalam Push System dan Pull System
(Sumber: Gaspersz, 2001, hal 56)
3
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
5
ini. Toyota telah mengintegrasikan JIT dengan teknologi pembikinan terpadu
komputer dan sistem informasi strategis.
Tujuan utama yang ingin dicapai dari sistem produksi Just In Time menurut
Tersine (1994, hal 416) adalah meminimasi kecacatan (Zero Defect), meminimasi
waktu Set-up (Zero Set-up Time), meminimasi ukuran lot (Zero Lot Excesses),
meminimasi penanganan produk (Zero Handling), Meminimasi antrian (Zero
Queues), meminimasi kerusakan mesin (Zero Breakdowns), Meminimasi Lead
Time (Zero Lead Time)
Sedangkan Monden (1993, hal 1) menjelaskan bahwa tujuan Just In Time
adalah:
1. Laba Lewat Pengurangan Biaya
Sistem Produksi Toyota adalah suatu metode ampuh untuk membuat produk
karena sistem ini merupakan alat efektif untuk menghasilkan tujuan akhir
yaitu laba. Untuk mencapai tujuan Sistem Produksi Toyota ini, maka
dilakukan pengurangan biaya atau perbaikan produktivitas.
2. Menghilangkan Produksi Berlebihan
Pertimbangan utama bagi Sistem Produksi Toyota adalah pengurangan
biaya dengan cara menghapuskan pemborosan.
Ada empat jenis pemborosan dalam operasi produksi:
- Sumber daya produksi terlalu banyak,
- Produksi berlebihan,
- Persediaan terlalu banyak,
- Investasi modal yang tak perlu.
3. Pengendalian Jumlah, Jaminan Mutu, Menghormati Kemanusiaan
Pengurangan biaya merupakan tujuan yang terpenting dari sistem ini,
pertama-tama harus dipenuhi tiga sub tujuan lain, yaitu:
- Pengendalian jumlah, yang memungkinkan sistem ini menyesuaikan diri
dengan fluktuasi harian dan bulanan dalam permintaan baik jumlah
maupun variasinya.
- Jaminan mutu yang memastikan bahwa tiap proses hanya akan memasok
unit yang baik kepada proses berikutnya.
3
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
6
- Menghormati kemanusiaan yang harus dibudayakan karena sistem
menggunakan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran biaya.
Syarat utama untuk produksi Just In Time adalah membuat semua proses,
mengetahui penetapan waktu yang tepat dan jumlah yang dibutuhkan dengan cara
penentuan jadwal pada semua proses. Just In Time pada dasarnya bermaksud
menghasilkan unit yang diperlukan dalam jumlah yang diperlukan pada waktu
diperlukan. Autonomasi (dalam bahasa jepang ”Ninbenno-aru Jidoka” sering
disingkat ”Jidoka”) dapat dengan longgar diterjemahkan sebagai pengendalian
cacat secara otonom. Ia mendukung JIT dengan tidak memungkinkan unit cacat dari
proses terdahulu untuk mengalir ke proses berikutnya dan mengacaukannya
(Monden, 1993, hal 5).
3
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
7
6. Diskualifikasi terhadap pemasok yang tidak melakukan peningkatan atau
perbaikan kualitas terus menerus.
Sasaran dari strategi produksi Just In Time (JIT) adalah reduksi biaya dan
meningkatkan arus perputaran modal (capital turnover ratio) dengan jalan
menghilangkan setiap pemborosan (waste) dalam sistem industri. Waste adalah
segala sesuatu baik material, mesin dan peralatan, sumber daya manusia, modal,
informasi, manajerial, proses, dan lain-lain yang tidak memberikan nilai tambah
pada produk. Atau dengan kata lain, waste adalah segala sesuatu yang mengganggu
aliran produk dalam organisasi atau tidak mendukung produksi atau penjualan
produk tersebut (Tersine, 1994, hal 421). JIT harus dipandang sebagai sesuatu yang
lebih luas daripada sekedar suatu program pengendalian inventory.
Skema sistem produksi Just In Time yang tercantum pada Gambar 2.16
menunjukkan bahwa untuk menghilangkan pemborosan, perlu diciptakan aliran
produksi kontinyu, dalam pengertian bahwa proses produksi perlu dibuat stabil.
Semakin lancar aliran produksi itu akan semakin baik. Aliran produksi kontinu ini
dapat dilaksanakan dengan menggunakan sistem produksi Just In Time yang
dibantu dengan sistem autonomous. Pengertian autonomous di sini tidak sekedar
berupa penggunaan alat-alat otomatis tetapi lebih merupakan suatu sikap untuk
menghentikan proses produksi secara otomatis apabila ditemukan adanya bagian-
bagian yang cacat dalam sistem produksi itu. Dengan demikian bagian-bagian yang
cacat itu sejak awal telah disingkirkan secara otomatis, dan tidak dibiarkan lolos
sampai menjadi produk cacat yang merupakan pemborosan.
3
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
8
STRATEGI PRODUKSI JUST IN TIME (JIT)
Gambar 2. 16 Skema Sistem Produksi Just In Time (Gaspersz, 2001, hal 39)
Sistem produksi Just In Time menggunakan metode produksi yang
berorientasi pada inventory minimum, waktu set up mesin dan peralatan yang
pendek, penciptaan pekerja multifungsional (memiliki keterampilan multifungsi),
serta penyelesaian pekerjaan dalam waktu siklus (cycle time) yang pendek sesuai
standar yang ditetapkan. Sistem produksi Just In Time menggunakan aliran
informasi berupa kanban berbentuk kartu atau peralatan lainnya. Dengan demikian,
aliran informasi dalam sistem produksi Just In Time menggunakan kartu-kartu yang
berisi catatan singkat yang mendukung metode produksi Just In Time.
3
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
9
diperlukan aktivitas perencanaan yang disebut Load Leveling. Load
Leveling adalah rencana produksi yang dibuat untuk menyediakan level unit
tiap produk agar dapat berubah secara fleksibel setiap bulannya, tetapi tetap
sama setiap harinya selama periode perencanaan bulanan. Perubahan jumlah
produk diperbolehkan pada basis bulanan untuk memenuhi perubahan
permintaan konsumen, tetapi produksi setiap harinya selama bulan itu
berada pada level yang tetap.
2. Temukan fleksibilitas penjadwalan produksi
Kapasitas produksi dapat didefinisikan sebagai kemampuan stasiun kerja
untuk menghasilkan output. Jadwal produksi dibuat untuk memenuhi
permintaan konsumen. Operasi JIT harus memiiki fleksibilitas yang cukup
untuk membuat jadwal produksi harian (dan semua sistem yang
mendukung, termasuk persediaan yang disuplai oleh vendor) untuk
mencocokkan dengan permintaan pasar aktual.
3. Temukan pull system yang sinkron
Operasi pull system hanya berlangsung pada lingkungan produksi dimana
permintaan konsumen mengendalikan usaha produksi. Jadwal produksi
ditentukan oleh permintaan konsumen aktual. Salah satu metode
penjadwalan yang sering digunakan dalam pull system adalah sistem kartu
yang disebut kanban.
4. Gunakan sistem otomasi
Dalam operasi produksi JIT, otomasi biasanya melibatkan robot, sensor
elektronik, dan sistem penanganan otomatis. Produksi JIT hanya
mengotomasikan pekerjaan tertentu yang lebih baik dikerjaan secara
otomasi daripada dikerjakan oleh manusia. Prinsip ini mencoba untuk
mengalokasikan sumber daya dengan dasar ekonomi rasional. Manusia
memiliki tingkat intelegensia dan fleksibilitas yang tinggi dalam bekerja.
Sedangkan robot lebih efisien dan akurat dalam bekerja. Dalam operasi JIT,
pekerja manusia diberi tugas yang membutuhkan fleksibilitas yang lebih
baik, yang akan lebih ekonomis daripada dilakukan oleh robot. Dalam
situasi yang lain, dimana pekerjaan menghabiskan tenaga fisik yang banyak,
4
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
0
terlalu sederhana atau membosankan, robot dipekerjakan karena lebih
efisien.
5. Temukan Focused Factory
Focused Factory adalah pabrik yang memproduksi jumlah perbedaan
produk yang terbatas dengan jumlah proses produksi yang terbatas juga.
Pada JIT yang mementingkan fleksibilitas, Focused Factory dapat
digunakan ketika ada demand yang cukup dan berkelanjutan untuk single
product atau untuk family product, yaitu sekelompok produk yang memiliki
kebutuhan produksi dan atau komponen-komponen produksi yang sama.
6. Tingkatkan fleksibilitas pekerja
Dalam operasi JIT kita harus mempekerjakan pekerja yang berkualitas
tinggi serta memilki banyak keahlian. Hal ini dilakukan dalam upaya
meminimasi biaya. Manajemen secara logika tidak mau membayar upah
pekerja yang tinggi dengan hasil kerja yang rendah. Salah satu strategi
dalam memperbaiki fleksibilitas pekerja adalah dengan melakukan cross
training dan mempekerjakan pekerja paruh waktu.
7. Kurangi ukuran lot produksi dan ongkos setup
Pereduksian biaya setup membantu mereduksi ukuran lot jadwal produksi.
Pereduksian ongkos setup, dapat dilakukan dengan melaksanakan 5S.
- Seiri (bereskan)
- Seiton (simpan dengan teratur)
- Seiso (bersihkan)
- Seiketsu (memantapkan)
- Shitsuke (disiplin)
8. Pekerja diperbolehkan untuk menentukan aliran produksi
Setiap stasiun kerja bersama dengan Group Technology (GT) atau lintasan
perakitan harus dirancang untuk memperbolehkan pekerja dalam
menentukan aliran produksi. Dengan kata lain, pekerja harus memutuskan
apakah dia telah menyelesaikan pekerjaannya dalam suatu produk sebelum
item produk tersebut dikirim ke stasiun kerja berikutnya. Banyak operasi
JIT merancang aliran produksinya untuk menghentikan barang yang masih
dalam proses pada stasiun kerja sampai pekerja mengirim ke stasiun kerja
4
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
1
berikutnya. Dengan membiarkan pekerja mengontrol aliran lintasan,
manajemen dapat mengawasi dimana aliran produksi tidak stabil atau
adanya masalah produksi yang akan mempengaruhi jadwal produksi.
9. Memperbaiki Komunikasi dan Kontrol Visual
Perbaikan komunikasi tidak hanya melibatkan pembahasan mengenai
tujuan JIT, tetapi juga melihat bagaimana tujuan tersebut dapat dicapai.
Operasi JIT harus dirancang untuk memfasilitasi visibility management
yang meningkatkan control management saat tujuan tidak tercapai.
Visibility management juga melibatkan seluruh design layout dari fasilitas
produksi. Dengan merancang fasilitas untuk memfasilitasi penelitian atas
penyimpangan dari tujuan JIT, manajer dan pekerja akan termotivasi untuk
menyelesaikan masalah yang akan menyebabkan ketidakefisienan dalam
produksi dengan lebih cepat.
Perbedaan mendasar antara prinsip JIT dan konvensional dapat dilihat pada
Tabel 2.2 (Tersine, 1994, hal 417)
Tabel 2. 2 Perbedaan Prinsip Just In Time dengan Konvensional
Konvensional Just In Time
Beberapa kecacatan masih dapat Zero defects merupakan hal penting dan
diterima harus dicapai.
Ukuran lot yang besar adalah efisien Ukuran lot yang lebih kecil lebih baik
(lebih besar lebih baik) (ukuran lot ideal adalah satu)
Produksi yang cepat lebih baik Produksi yang seimbang adalah efisien
Inventory merupakan pengaman Safety stock merupakan pemborosan
(waste)
Inventory memperlancar proses Inventory tidak diharapkan
produksi
Inventory merupakan asset Inventory cenderung merugikan
Antrian diperlukan Antrian harus dieliminasi
Suppliers dianggap saingan Suppliers merupakan partners
Sumber persediaan yang beragam Sedikit persediaan lebih mudah
merupakan pengaman dikontrol
Memperbaiki kerusakan sudah cukup Perawatan untuk pencegahan adalah
penting
Lead time yang panjang/lama lebih Lead time pendek lebih baik
baik
Setup time ditentukan Setup time diminimasi
4
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
2
Lanjutan Tabel 2. 2 Perbedaan Prinsip Just In Time dengan Konvensional
Konvensional Just In Time
Manajemen ditentukan secara resmi Manajemen berdasarkan keputusan
bersama
Spesialisasi pekerjaan Pekerjaan multifungsional
Sumber : Tersine (1994)
2.3.4 Sistem Kanban
Kanban adalah suatu alat untuk mencapai produksi Just In Time (Monden,
1993, hal 8). Kanban dalam bahasa Jepang berarti visual record or signal. Dengan
demikian, sistem kanban adalah suatu informasi yang secara harmonis
mengendalikan produksi suatu produk yang diperlukan dalam jumlah dan waktu
yang diperlukan dalam tiap proses suatu pabrik.
Bentuk yang paling sering digunakan pada sistem ini adalah selembar kertas
yang terdapat dalam suatu amplop vinil segi empat. Lembaran kertas ini membawa
informasi yang terdiri atas tiga kategori (Ohno, 1995, hal 33), yaitu informasi
pengambilan, informasi pemindahan, dan informasi produksi. Kanban membawa
informasi secara vertikal dan horizontal, yaitu di dalam pabrik itu sendiri maupun
antara pabrik dengan perusahaan mitra.
Fungsi kanban serta aturan yang digunakan dalam sistem produksi Just In
Time dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2. 3 Fungsi Kanban serta Aturan yang Digunakan dalam JIT
Fungsi Kanban Aturan Yang Digunakan
Memberikan informasi Proses paling belakang mengambil
pengambilan dan jumlah barang yang ditunjukkan
pengiriman. oleh kanban dari proses
sebelumnya.
Memberikan informasi Proses terdahulu memproduksi
produksi. barang sesuai dengan jumlah dan
urutan yang ditunjukkan kanban.
Mencegah kelebihan Tidak ada barang yang diangkut
produksi atau kelebihan tanpa kanban.
pengangkutan.
Berlaku sebagai perintah Selalu menempelkan kanban pada
kerja yang ditempelkan barang.
langsung pada barang.
4
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
3
Lanjutan Tabel 2.3 Fungsi Kanban serta Aturan yang Digunakan dalam JIT
Fungsi Kanban Aturan Yang Digunakan
Mencegah produk cacat Produk yang cacat tidak dikirimkan
dengan mengenali proses ke proses berikutnya. Hasilnya
yang membuat cacat. adalah 100% barang bebas cacat.
Mengungkapkan masalah Pengurangan jumlah kanban
yang ada dan meningkatkan kepekaan.
mempertahankan
pengendalian persediaan.
Sumber: Ohno, 1995, hal 37
2.3.5 Jenis-jenis Kanban
Terdapat dua jenis Kanban yang sering digunakan, yaitu kanban
pengambilan dan kanban perintah-produksi (Monden, 1993, hal 23).
1. Kanban Pengambilan
Suatu Kanban Pengambilan menspesifikasikan jenis dan jumlah produk
yang harus diambil dari proses terdahulu oleh proses berikutnya. Yang
termasuk pada Kanban Pengambilan di antaranya adalah Kanban
Permintaan Komponen. Contoh Kanban Pengambilan dapat dilihat pada
Gambar 2.17.
4
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
4
Kanban dalam Pengolahan atau secara sederhana, Kanban Produksi.
Kanban lain yang termasuk Kanban Perintah Produksi di antaranya adalah
Kanban Permintaan Rakitan. Contoh Kanban Perintah Produksi dapat
dilihat pada Gambar 2.18.
5 3
Kanban Perintah
Produksi
Kanban Pengambilan
2 dan unit fisik
Gudang
A
6
8 1 Proses berikutnya
Proses Terdahulu 4
(lini rakit)
(lini mesin) Pos Kanban
Kanban Pengambilan
Pengambilan
4
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
5
Gambar 2.19 menunjukan bagaimana kanban pengambilan dan kanban
perintah produksi digunakan. Pada Gambar 2.5 dimisalkan terdapat dua stasiun
kerja yaitu stasiun kerja 1 (SK 1) dan stasiun kerja 2 (SK 2), gudang bahan baku
dan gudang barang jadi yang digabungkan dalam satu tempat yaitu gudang A, serta
stasiun perakitan.
1. Pembawa dari proses berikutnya pergi ke gudang proses terdahulu dengan
kanban pengambilan yang disimpan dalam pos kanban pengambilan (yakni,
kotak atau berkas penerima) bersama palet kosong (peti kemas) yang ditaruh
di atas forklift atau jip. Ia melakukannya secara teratur pada waktu yang
telah ditentukan.
2. Bila pembawa proses berikutnya mengambil suku cadang di gudang A,
pembawa itu melepaskan Kanban perintah produksi yang dilampirkan pada
unit fisik dalam palet (perhatikan bahwa tiap palet mempunyai satu lembar
kanban) dan menaruh kanban ini dalam pos penerima kanban. Ia juga
meninggalkan palet kosong di tempat yang ditunjuk oleh orang yang ada
pada proses terdahulu.
3. Untuk tiap kanban perintah produksi yang dilepaskannya, di tempat itu ia
menempelkan satu kanban pengambilan. Ketika menukarkan kedua jenis
kanban itu, dengan hati-hati ia membandingkan kanban pengambilan
dengan kanban perintah produksi untuk melihat konsistensinya.
4. Bila pekerjaan dimulai pada proses berikutnya, kanban pengambilan harus
ditaruh dalam pos kanban pengambilan.
5. Pada proses terdahulu, kanban perintah produksi harus dikumpulkan dari
pos penerima kanban pada waktu tertentu atau bila sejumlah unit telah
diproduksikan dan harus ditempatkan dalam pos kanban perintah produksi
dengan urutan yang sama dengan urutan penyobekan kanban di gudang A.
6. Menghasilkan suku cadang sesuai dengan urutan nomor kanban perintah
produksi di dalam pos.
7. Ketika diolah, unit fisik dan kanban itu harus bergerak secara berpasangan.
8. Bila unit fisik diselesaikan dalam proses ini, unit ini dan kanban perintah
produksi disimpan kembali ke gudang A, sehingga pembawa akan
melakukan proses pengerjaan berikutnya dapat mengambilnya kapan saja.
4
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
6
Ada beberapa jenis kanban lainnya, yang biasa digunakan antara lain
(Monden, 1993, hal 40):
1. Kanban Darurat
Kanban darurat adalah suatu kanban yang dikeluarkan untuk sementara jika
terdapat barang yang rusak, sisipan ekstra, atau permintaan banyak secara
tiba-tiba.
2. Kanban Ekspres
Kanban ekspres dikeluarkan bila terjadi kekurangan suku cadang. Kanban
ekspres ini hanya dikeluarkan dalam situasi yang luar biasa dan harus
dikumpulkan segera setelah digunakan.
3. Kanban Terusan
Bila dua proses atau lebih saling berhubungan dengan sangat erat, mereka
dapat dianggap sebagai satu proses tunggal, tidak perlu menukarkan kanban
di antara proses-proses yang bersebelahan ini. Dalam kasus itu, suatu
lembaran kanban biasa digunakan pada proses jamak tersebut. Kanban
semacam itu disebut kanban terusan.
4. Kanban Pesanan Pekerjaan
Kanban pesanan pekerjaan disiapkan untuk suatu lini produksi pesanan
pekerjaan dan dikeluarkan untuk tiap pesanan pekerjaan.
5. Kanban Pemasok
Kanban pemasok digunakan untuk melaksanakan pengambilan dari penjual
(pemasok suku cadang atau bahan). Kanban pemasok berisi perintah yang
meminta pemasok atau subkontraktor untuk mengirimkan suku cadang.
Kanban pemasok ini juga biasa disebut dengan kanban subkontraktor.
6. Kanban Segitiga
Kanban segitiga merupakan jenis kanban pemberi tanda untuk menetapkan
spesifikasi produksi lot. Kanban pemberi tanda ini ditempelkan pada suatu
4
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
7
kotak dalam lot. Kanban segitiga terbuat dari lembaran logam dan cukup
berat.
4
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
8
Demand per hari didasarkan pada permintaan total bulanan untuk setiap
model produk yang akan diproduksi selama bulan itu dibagi dengan
banyaknya hari kerja dalam bulan itu. Rasio untuk setiap produk
menentukan banyaknya unit yang harus diproduksi setiap hari selama bulan
itu agar memenuhi sasaran Jadwal Produksi Induk untuk bulan itu.
2. Tentukan cycle time untuk setiap produk.
Cycle time untuk suatu produk adalah banyaknya waktu yang dibutuhkan
diantara penyelesaian berurutan dari produk, atau banyaknya waktu untuk
menyelesaikan satu unit produk.
3. Tentukan perbandingan terbalik (reciprocals) dari waktu siklus (cycle time)
untuk setiap produk.
Dalam kasus ini akan menjadi: (1/CT A), (1/CT B), dan (1/CT C), dimana
CT = Cycle Time.
4. Tentukan rasio dari total minimum number of units a sequence pada
sequence time.
Hal ini dicapai dengan membuat agar penyebut dari rasio 1/CT A, 1/CT B,
dan 1/CT C menjadi sama, kemudian dijumlahkan secara bersama untuk
memperoleh rasio yang diinginkan. Penjumlahan secara bersama itu
menghasilkan total sequence time, yang merupakan total banyaknya cycle
time yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu sequence produksi.
5. Menentukan urutan produksi dari urutan produk (product sequence).
Penjadwalan dalam JIT mengusahakan agar produk individual akan
diproduksi dalam sequence atau urutan yang berulang. Apabila dapat
diterapkan, JIT menginginkan agar ukuran lot produksi adalah satu unit.
Namun hal ini sering tidak dapat dipenuhi, mengingat adanya kendala
produksi yang mengharuskan ukuran lot lebih besar. Beberapa peralatan
manufakturing dengan set up time yang tetap mungkin membatasi ukuran
lot tertentu.
4
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
9
1. Meratakan beban (waktu rakitan keseluruhan) pada tiap proses dalam
lintasan.
Penting diperhatikan bahwa suatu produk mungkin mempunyai waktu
operasi yang lebih lama dari pada waktu siklus yang telah ditentukan. Ini
akibat fakta bahwa penyeimbangan lintasan pada mixed model scheduling
dibuat dengan syarat bahwa waktu operasi tiap proses, diseimbangkan
berdasarkan tiap jumlah mixed model, tidak boleh melebihi waktu siklus
(Monden, 1993, hal 2). Syarat ini akan diuraikan dengan rumus:
α
Q T
i 1
i il
max α C, ....................................................................................(I-
Q
i 1
i
1)
Qi = jumlah produksi produk Ai ( i = 1 . . . , ) yang direncanakan
Til = waktu operasi per unit produk Ai pada waktu operasi keseluruhan
Q
i 1
i
Akibatnya, apabila produk dengan waktu operasi yang relatif lebih lama
secara berturut-turut dimasukkan ke dalam lintasan, produk ini akan
menyebabkan keterlambatan dalam penyelesaian produk dan dapat
menyebabkan kemacetan lintasan. Meskipun tujuan pertama ini juga
dipertimbangkan dalam program pengurutan di pabrik Toyota, tujuan ini
dimasukkan ke dalam algoritma pemecahan yang terutama
mempertimbangkan tujuan kedua. Akibatnya, Toyota menganggap bahwa
yang paling penting adalah tujuan kedua dari awal urutan yaitu
mempertahankan agar kecepatan konsumsi tiap komponen selalu tetap.
2. Mempertahankan kecepatan yang tetap dalam mengkonsumsi tiap
komponen pada lintasan.
Dalam sistem kanban yang digunakan di pabrik Toyota, proses terdahulu
yang memasok berbagai komponen atau bahan kepada lintasan diberi
5
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
0
perhatian utama. Dengan sistem “tarik” ini, variasi dalam jumlah produksi
atau jumlah pengangkutan pada proses yang terdahulu harus dibuat sekecil
mungkin. Selain itu, masing-masing persediaan barang dalam pengolahan
harus diperkecil. Untuk itu, jumlah yang digunakan per jam (yakni,
kecepatan perakitan) untuk tiap komponen dalam lintasan mixed model
harus dipertahankan agar sedapat mungkin selalu tetap. Metode pengurutan
Toyota dirancang untuk mencapai tujuan kedua ini (Monden, 1993, hal 3).
Untuk mengerti metode pengurutan ini, lebih dahulu perlu didefinisikan
beberapa notasi dan nilai:
Q = Jumlah produksi keseluruhan untuk semua produk Ai = (i =
1,……., )
= Q
i l
i (Qi = jumlah produksi tiap produk Ai)
5
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
1
Jumlah komponen aj yang
telah digunakan
Nj ( Q, Nj )
K .N j
Q
O K Q
2
K .N j
Dimana Dki =
j 1 Q
X j ,k 1 bij
........................(I-3)
5
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
2
BAB III
KERANGKA PENGERJAAN TUGAS BESAR
Mulai
Pemetaan Aliran
Produksi (modul 1)
Implementasi
Input:
- Data Demand
- Data Waktu Siklus
(Cycle Time)
- Data ALR
- Data Waktu Set Up
- Data Waktu Kerja
- Data Urutan Operasi
Identifikasi Waste
Output:
-VSM Current State
- Hasil Identifikasi waste
Menggunakan fishbone
- Waktu Takt Time
5
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
3
A
Optimized Production
Technology (OPT)
Implementasi
(modul 2)
Perencanaan produksi :
- Identifikasi Bottleneck
Perencanaan produksi :
- Menghilangkan Constraint
Menggunakan software Win QSB Ver 2.0
untuk linear programming dalam
menghasilkan throughput terbesar
- Subordinasi sesuatu yang lain
- Evaluasi Constraint
Masih Ada Ya
Botteneck?
Tidak
Penjadwalan Batch Proses Sama dengan Batch
Transfer menggunakan:
-Penjadwalan dengan Aturan Campbell, Dudek, dan
Smith (CDS)
- Software Win QSB Ver 2.0
Output:
- Urutan Sequence
-Total Waktu yang dibutuhkan
berdasarkan Makespan yang
paling kecil
-Produk yang Harus
diproduksi Berdasarkan Profit
5
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
4
B
Output:
- Penjadwalan produksi
-Total Waktu Perakitan
Semua Urutan Produk
Menggunakan Pull System
Analisis
Kesimpulan
Output:
VSM Future State
Selesai
5
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
5
Tugas besar sistem produksi memiliki tiga modul didalamnya yaitu modul
satu mengenai pembahasan tentang pemetaan aliran produksi, modul dua mengenai
Optimized Production Technology (OPT) dan modul tiga berisi tentang metode Just
In Time (JIT). Berdasarkan kerangka pengerjaan tugas besar ini, dilakukan secara
berurutan yaitu dari modul satu dan berakhir pada modul tiga.
Modul satu diperlukan input berupa data demand, data waktu siklus (cycle
time), data alr, data waktu set up, data waktu kerja, data urutan operasi. selanjutnya
dilakukan perhitungan waktu baku, penentuan family produk, idenfitikasi waste,
dan menghitung takt time. Modul satu ini akan didapatkan output berupa vsm
current state, hasil identifikasi waste menggunakan fishbone, dan waktu takt time.
Selanjutnya pada modul dua diperlukan input berupa data demand dari
modul 1, data routing, data harga raw material dan harga jual, urutan operasi, dan
data hari kerja. kemudian akan dilakukan perencanaan produksi yaitu berupa
identifikasi bottleneck, menghilangkan constraint, menggunakan software WIN
QSB ver 2.0 untuk linear programming dalam menghasilkan throughput terbesar,
subordinasi sesuatu yang lain, dan evaluasi constraint. Namun, apabila masih
terdapat bottleneck maka proses perencanaan produksi akan diulang sampai seluruh
bottleneck hilang. kedian dilanjutkan dengan penjadwalan batch proses sama
dengan batch transfer yaitu dengan penjadwalan mengggunakan aturan campbell,
dudek, dan smith (CDS) dan jua menggunakan software WIN QSB ver 2.0
kemudian selanjutnya dilakukan penjadwalan batch proses tidak sama dengan
batch transfer dengan menggunakan software WIN QSB ver 2.0. sehingga pada
modul dua akan didapatkan output berupa urutan sequence, total waktu yang
dibutuhkan berdasarkan makespan yang paling kecil, produk yang harus diproduksi
berdasarkan profit.
Modul tiga diperlukan input berupa data demand dari modul 1, data waktu
siklus (cycle time), data jumlah komponen, dan data implementasi jit dengan sistem
kanban. kemudian akan dilakukan penentuan jumlah unit campuran dalam satu
sequence, selanjtnya dilakukan penjadwalan untuk multi item melalu toyota goal
chasingi, kemudian dilakukan perhitungan total waktu semua urutan dan
perhitungan waktu penyelesaian produk serta perhitungan run time (rt), dan
perbandingan total waktu satu ukuran berdasarkan penjadwalan dan implementasi.
5
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
6
Selanjutnya akan didapatkan output berupa penjadwalan produksi, total waktu
perakitan semua urutan produk menggunakan pull system. Berdasarkan
keseluruhan modul akan dilakukan analisis dan pembuatan VSM Future State dan
diakhiri dengan pembuatan kesimpulan dari keseluruhan tugas besar yang telah
dilakukan.
5
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
7
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
5
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
8
4.1.2 Pemetaan Current State Map
PT. LSP
PPIC
Departemen Produksi
SUPERVISOR
CUSTOMER
Per Minggu
Per Minggu
GBB Pengurkuran SK SK SK
SK Bor SK Rakit 3 GBJ
Pemotongan Penghalusan Pemeriksaan
1 Operator 2 Operator
22Operator
Operator 2 Operator 2 Operator 4 Operator
2 Operator
C/T = 0 detik 1 Operator
C/T = 26,48 detik C/T = 102,07 detik SK Rakit 2
C/O = 0 detik 5 C/T = 12,36 detik C/T = 289,43 detik C/T = 21,01 detik C/T = 67,75 detik
C/O = 0 detik C/O = 76,1 detik C/T = 0 detik
Uptime = 100 % Working C/O = 19,2 detik C/O = 0 detik C/O = 0 detik C/O = 0 detik
Uptime = 100% Uptime = 98% C/O = 0 detik
Time = 1 shift Uptime = 100% SK Freis Uptime = 100% Uptime = 100% 2 Operator Uptime = 97 %
Working Time = 1 shift Working Time = 1 shift
SK Rakit 1 Uptime = 98 %
SK Bubut Working Time = 1 shift Working Time = 1 shift Working Time = 1 shift Working Time = 1 shift
C/T = 19,99 detik Working Time = 1 shift
2 Operator
C/O = 0 detik
2 Operator
2 Operator C/T = 137,50 detik Uptime = 97 %
C/T = 502,74 detik C/O = 34,24 detik C/T = 20,50 detik Working Time = 1 shift
C/O = 257,7 detik Uptime = 70 % C/O = 0 detik
5 Uptime = 70% Working Time = 1 shift Uptime = 97 %
2142
1352 detik 1119 detik 2873 detik 456 detik detik 2131 detik 464 detik 60 detik 80 detik 104 detik 85 detik 10866 detik
0 detik 502,74 26,48 detik 12,36 detik 137,50 detik 102,07 detik 289,43 detik 21,01 detik 20,50 detik 19,99 detik 67,75 detik 0 detik 1199.83 detik
5
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
9
kesalahan operator pada saat pengiriman komponen dari stasiun kerja satu ke
stasiun kerja lainnya. Berdasarkan hasil pada value stream mapping juga dapat
dilihat bahwa nilai value added adalah lebih besar dari pada non value added, maka
dapat disimpulkan bahwa proses produksi ini memiliki nilai tambah yang baik.
Mobil Jeep 2
𝑇 (𝐻𝑎𝑟𝑖 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 × 𝐽𝑎𝑚 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 × 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆ℎ𝑖𝑓𝑡 × 60 𝑋 60)/3
𝑇𝑎𝑘𝑡𝑡𝑖𝑚𝑒 = =
𝐷 𝐷𝑒𝑚𝑎𝑛𝑑 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
( 20 × 7 × 1 × 60 𝑋 60 )/ 3
𝑇𝑎𝑘𝑡𝑡𝑖𝑚𝑒 = = 187 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘/𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
900
Mobil Truck
𝑇 (𝐻𝑎𝑟𝑖 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 × 𝐽𝑎𝑚 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 × 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆ℎ𝑖𝑓𝑡 × 60 𝑋 60)/3
𝑇𝑎𝑘𝑡𝑡𝑖𝑚𝑒 = =
𝐷 𝐷𝑒𝑚𝑎𝑛𝑑 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
( 20 × 7 × 1 × 60 𝑋 60 )/ 3
𝑇𝑎𝑘𝑡𝑡𝑖𝑚𝑒 = = 187 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘/𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
900
Keterangan:
T = Waktu yang tersedia selama periode produksi (konversi ke menit)
D = Unit permintaan selama periode produksi
6
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
0
Berdasarkan hasil perhitungan Takt Time, didapatkan nilai Takt Time yaitu
pada mobil jeep 1 karena nilai Takt Time pada mobil jeep 1 bernilai paling besar
yaitu 210 detik/produk. Kemudian Takt Time dibandingkan dengan Cycle Time
tiap stasiun kerja. Perbandingan Takt Time dengan Cycke Time mobil Jeep 1
ditunjukan pada Tabel 4.2
Tabel 4. 2 Perbandingan Takt Time dan Cycle Time Jeep 1
Stasiun Kerja Cycle Time Takt Time
Pembubutan 502,74 210
Pengukuran 26,48 210
Pemotongan 12,31 210
Pengefreisan 136,91 210
Pengeboran 101,63 210
Penghalusan 289,43 210
Pemeriksaan 21,01 210
Perakitan 1 20,50 210
Perakitan 2 19,99 210
Perakitan 3 67,75 210
Berdasarkan Tabel 2.5 yang menunjukan perbandingan Takt Time dan Cycle
Time dapat dilihat bahwa nilai Cycle Time pada stasiun kerja pembubutan dan
penghalusan lebih besar dibanding dengan nilai Takt Time sedangkan stasiun kerja
yang lainnya tidak melebihi nilai Takt Time, hal ini menyebabkan perusahaan tidak
dapat memenuhi permintaan pelanggan. Dapat disimpulkan, bahwa Cycle Time
jangan sampai lebih lambat dari Takt Time karena akan mengakibatkan
keterlambatan, kemacetan atau bahkan tidak dapat memenuhi permintaan
pelanggan, atau dengan kata lain kemampuan kita untuk menyediakan barang/jasa
lebih lambat daripada waktu yang diminta oleh pelanggan. Hal ini disebabkan
karena pada stasiun kerja tersebut kemampuan untuk memproduksi komponen-
komponen memakan waktu yang cukup lama karena adanya antrian didalam stasiun
kerja. Cycle time lebih besar dari nilai takt time pada stasiun kerja tersebut perlu
diambil rencana perbaikan agar kemampuan untuk menyediakan barang/jasa dapat
sesuai dengan waktu yang yang diminta oleh pelanggan sehingga jangan sampai
terlambat.
6
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
1
4.1.4 Identifikasi Waste
Identifikasi waste dilakukan dengan menggunakan kuesioner 7 waste dan
fishbone. Berikut ini merupakan rekapitulasi hasil kuesioner 7 waste dalam bentuk
tabel dan grafik yang ditunjukan pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.2
Tabel 4. 3 Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Jenis Waste Score Total
0
Over Production 0 0
0
3
Defect 2 7
2
2
Inventory 1 4
1
1
Excess Processing 0 1
0
1
Transportation 1 3
1
2
Waiting 2 6
2
2
Unecessary Motion 2 5
1
6
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
2
Grafik 7 Waste
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Manusia Bahan
Kurang Pengetahuan
defect atau produk
Kurangnya Tidak Ada Metode cacat
Pencahayaan Kurang Baik
keandalan mesin Kerja yang Jelas
Mesin sudah Tidak ada pelatihan Kebisingan yang cukup
berumur tua kerja untuk pekerja tinggi
6
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
4
4.2 Perhitungan dan Analisis Optimized Production Technology (OPT)
Proses produksi dikatakan baik apabila perusahaan mampu menghasilkan
produk yang berkualitas, harga terjangkau dan pengiriman produk yang cepat
kepada konsumen, dalam artian suatu perusahaan berusaha untuk meningkatkan
produktivitas serta memenuhi permintaan pasar, sehingga diperlukan suatu metode
yang dapat membantu sistem produksi untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut
guna tidak ada penyempitan kapasitas produksi pada salah satu stasiun kerja yang
dapat menyebabkan penghambatan laju produksi, metode yang dimaksud adalah
metode Optimized Production Technology (OPT).
Metode Optimized Production Technology (OPT) memerlukan beberapa
data seperti, demand, data routing, data harga raw material dan harga jual, urutan
operasi, dan data hari kerja. Fokus utama yang dilakukan dengan mengidentifikasi
bottleneck pada setiap stasiun kerja, setelah itu dilakukan langkah perbaikan untuk
melihat pengaruh terhadap keuntungan. Penjadwalan yang dilakukan yaitu batch
proses sama dengan batch transfer dan penjadwalan batch proses tidak sama
dengan batch transfer untuk memperoleh data routing.
6
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
5
= 0 menit/unit
Waktu proses komponen kap di SK 1 = (0/1)x1
= 0 menit/unit
Waktu proses komponen pasak 1 di SK 1 = (0/5)x2
= 0 menit/unit
Waktu proses komponen pasak 2 di SK 1 = (0 /5)x2
= 0 menit/unit
Waktu proses komponen landasan 1 di SK 1 = (0/1)x1
= 0 menit/unit
Waktu yang dibutuhkan Jeep 1 di SK1 = 2,99 + 0 + 0 + 0 + 0 +
0+0
= 2,99 menit/unit
Tabel 4. 4 Waktu yang Dibutuhkan (Menit /Unit)
SK MJ1 MJ2 MT
1 2,99 2,39 5,99
2 1,56 1,53 1,77
3 0,63 0,62 0,70
4 2,29 2,29 3,60
5 2,79 2,74 3,54
6 6,17 5,82 7,55
31
6
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
6
Tabel 4. 5 Rekapitulasi Kapasitas yang dibutuhkan (Menit/Bulan)
kap. yang
SK MJ1 MJ2 MT Beban Beban% Keterangan
tersedia
2. Menghilangkan Constraint
Pada kasus ini masih terdapat stasiun yang bottleneck yaitu stasiun kerja 1
(pembubutan) dan stasiun kerja 6 (penghalusan) yang menjadi sumber constraint
maka akan dilakukan penyelesaian menggunakan program linier.
Perhitungan Mobil Jeep 1
Ongkos Bahan Produk MJ1
= (Pasak 1 x 2) + (Pasak 2 x 2) + (Kabin 1 x 1) + (Kabin 2 x 1) + (Landasan
1 x 1) + (Kap x 1) + (Roda x 5) + (Bagasi x 1) + (Pasak 4 x 1) + (Ass Roda
x 2)
= (Rp.750 x 2) + (Rp.750 x 2) + (Rp.8000 x 1) + (Rp.8000 x 1) + (Rp.9000
x 1) + (Rp.1500 x 1) + (Rp.1000 x 5) + (Rp.3000 x 1) + (Rp.500 x 3) +
(Rp.1000 x 2)
= Rp. 40.000
Profit Produk MJ1
= Harga jual Produk MJ1 – Ongkos Bahan Produk MJ1
= Rp. 70.000 – Rp.40.000
= Rp. 30.000
Dari hasil yang didapatkan dari software masih didapatkan hasil yang belum
optimal. Hal ini disebabkan karena masih terdapat stasiun bottleneck sehingga
jumlah produksi produk belum bisa memenuhi demand yang dibutuhkan.
6
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
8
3. Subordinasi sesuatu yang lain
Berdasarkan hasil identifikasi bottleneck didapatkan stasiun kerja yang
teridentifikasi bottleneck. Keenam stasiun kerja, yang menjadi bottleneck adalah
stasiun kerja 1 dan stasiun kerja 6. Dikatakan stasiun kerja bottleneck karena
mempunyai beban diatas 100% sehingga stasiun tersebut merupakan sumber
Bottleneck. Hal ini akan berdampak negatif dalam sistem produksi apabila
dibiarkan dan tidak dilakukan perbaikan, karena akan mempengaruhi seluruh
aktivitas dalam sistem produksi untuk mencapai dan memaksimalkan keuntungan
karena menghambat suatu aliran produksi. Sehingga perlu dilakukan continous
improvement. Continous Improvement dilakukan dengan cara melakukan perbaikan
Stasiun Kerja 1 (pembubutan) dan stasiun kerja 6 (penghalusan) dengan menambah
pekerja pada stasiun kerja 1 dan stasiun kerja 6 yaitu menjadi 3 pekerja serta
menambah mesin pada stasiun kerja 1 dan stasiun kerja 6 yaitu menjadi 3 mesin
untuk masing-masing mesinnya, sehingga dapat diperoleh beban kerja yang sedikit
dan dapat menghilangkan stasiun kerja Bottleneck. Hal ini membawa pengaruh
positif, dimana stasiun kerja pembubutan dan stasiun kerja penghalusan akan
bekerja dengan beban yang tidak melebihi batas kemampuan oprasinya sehingga
akan meningkatkan produktivitas baik dari proses produksi dan hasil yang
dicapainya begitu juga dari segi pekerjanya yaitu pekerja dapat bekerja sesuai batas
kemampuannya sehingga aspek kesehatan dan keselamatan pekerja tercapai.
4. Evaluasi Constraint
Perhitungan waktu produks di SK 1 setelah perbaikan :
Total waktu proses di SK 1 Mobil jeep 1 = (waktu proses komponen x
jumlah komponen produk)
Waktu proses komponen roda di SK 1 = (8,38/14)x5
= 2,99 menit/unit
Waktu proses komponen kabin 1 di SK 1 = (0/1)x1
= 0menit/unit
Waktu proses komponen kabin 2 di SK 1 = (0/1)x1
= 0 menit/unit
6
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
9
Waktu proses komponen kap di SK 1 = (0/1)x1
= 0 menit/unit
Waktu proses komponen pasak 1 di SK 1 = (0/5)x2
= 0 menit/unit
Waktu proses komponen pasak 2 di SK 1 = (0 /5)x2
= 0 menit/unit
Waktu proses komponen landasan 1 di SK 1 = (0/1)x1
= 0 menit/unit
Waktu yang dibutuhkan Jeep 1 di SK1 = 2,99 + 0 + 0 + 0 + 0 +
0+0
= 2,99/3
= 1,00 menit/unit
Tabel 4. 6 Waktu yang Dibutuhkan Setelah Perbaikan (Menit /Unit)
SK MJ1 MJ2 MT
1 1,00 0,80 2,00
2 1,56 1,53 1,77
3 0,63 0,62 0,70
4 2,29 2,29 3,60
5 2,79 2,74 3,54
6 2,05 1,94 2,52
7
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
0
Lakukan penyelesaian dengan menggunakan programa linear.
Max Z 30000 MJ1 + 28000 MJ2 + 34600 TR
S/c 1,00 MJ1 + 0,80 MJ2 + 2,00 TR ≤ 8400
1,56 MJ1 + 1,53 MJ2 + 1,77 TR ≤ 8400
0,63 MJ1 + 0,62 MJ2 + 0,70 TR ≤ 8400
2,29 MJ1 + 2,29 MJ2 + 3,60 TR ≤ 8400
2,79 MJ1 + 2,74 MJ2 + 3,54 TR ≤ 8400
2,05 MJ1 + 1,94 MJ2 + 2,52 TR ≤ 8400
1,17 MJ1 + 1,05 MJ2 + 1,49 TR ≤ 8400
MJ1 ≤ 800
MJ2 ≤ 900
TR ≤ 900
MJ1 MJ2 TR ≥ 0
Dengan menggunakan software WinQSB Ver 2.0 untuk linear
programming diperoleh jumlah unit produk yang harus diproduksi agar
menghasilkan throughput terbesar yaitu:
MJ1 = 800 TR = 900
MJ2 = 900
Z = Rp. 80.340.000,-
7
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
1
Jumlah waktu proses mobil Jeep 1 di SK 1 = Total waktu proses x demand mobil
Jeep 1
= 1,00 menit x 800 unit
= 800 menit
Berikut ini merupakan hasil rekapitulasi kapasitas yang dibutuhkan yang
ditunjukan pada Tabel 4.7.
Tabel 4. 7 Kapasitas yang Dibutuhkan (Menit/Unit)
kap.
SK MJ1 MJ2 MT beban beban% Keterangan
Yang
1 800,00 720,00 1800,00 3320,00 8400 39,52 NonBottleneck
2 1247,31 1374,94 1595,06 4217,31 8400 50,21 NonBottleneck
3 505,14 555,43 628,97 1689,54 8400 20,11 NonBottleneck
4 1832,00 2061,00 3240,00 7133,00 8400 84,92 NonBottleneck
5 2232,57 2464,71 3187,29 7884,57 8400 93,86 NonBottleneck
6 1640,00 1746,00 2268,00 5654,00 8400 67,31 NonBottleneck
Setelah dilakukan perbaikan pada SK 1 maka didapat hasil persentase beban
sebesar 39,52% nilai tersebut mengalami penurunan dari nilai awal persentase
beban pada SK 1 sebelum dilakukan perbaikan yakni sebesar 118,29%, penurunan
terjadi sebesar 78,77%. Sedangkan, perbaikan pada SK 6 maka didapat hasil
persentase beban sebesar 67,31% nilai tersebut mengalami penurunan dari nilai
awal persentase beban pada SK 6 sebelum dilakukan perbaikan yakni sebesar
202,01%, penurunan terjadi sebesar 134,7%. Penurunan beban yang terjadi pada
SK 1 dan SK 6 mengindikasikan continuous improvement yang dilakukan berhasil
dimana penurunan yang terjadi lebih dari 50%.
7
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
2
Stasiun Kerja 1 (Pembubutan)
Komponen yang diproduksi di SK1:
Job Rd = Roda
Perhitungan Roda:
Rd yang diproduksi = Jumlah yang diproduksi x Jumlah keb. Komponen
= (800 x 5) + (900 x 4) + (900 x 10)
= 16600 Unit
Waktu Proses Job Rd = Jumlah komponen yang harus diproduksi x
Waktu proses komponen
= (16600/14) x 8,38
= 9936,29 Menit
Waktu Total Proses setiap Job di SK1 = Waktu Proses Job Rd
= 9936,29 Menit
Berikut ini merupakan rekapitulasi data waktu proses per komponen di
setiap stasiun kerja berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukan pada Tabel 4.8.
Tabel 4. 8 Data Waktu Berdasarkan Hasil Perhitungan
mesin Total
komponen kode lot size
1 2 3 4 5 6 Menit
Roda Rd 16600 9936,29 521,714 237,143 0 865,571 5715,14 17275,9
kabin 1 Kb1 2600 0 962 364 5954 676 2496 10452
kabin 2 Kb2 1700 0 731 136 0 1088 1411 3366
kap Kp 2600 0 546 234 0 234 1794 2808
pasak1 Ps1 4300 0 86 163,4 0 0 1135,2 1384,6
pasak2 Ps2 4300 0 68,8 180,6 0 0 1135,2 1384,6
Kontainer Ktr 900 0 540 135 1179 873 1080 3807
landasan 1 Ld1 1700 0 544 153 0 2618 1547 4862
landasan 2 Ld2 900 0 207 63 0 1530 612 2412
pasak 3 Ps3 900 0 10,8 23,4 0 0 43,2 77,4
7
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
3
∗ ∗
𝑡𝑖,1 = ∑𝐾
𝑘=1 𝑡𝑖,1 𝑡𝑖,2 = ∑𝐾
𝑘=1 𝑡𝑖,𝑚−𝑘+1
dimana :
𝑡𝑖,𝑘 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑗𝑜𝑏 𝑘𝑒 − 𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝐾
K = 1,2,…m-1
m = jumlah mesin
∗
2. Jadwalkan job dengan menggunakan Algoritma Johson, dimana 𝑡𝑖,1 = 𝑡𝑖,1
∗
dan 𝑡𝑖,2 = 𝑡𝑖,2 , seperti pad langkah awal. Catat urutan pekerjaan dan hitung
makespan. Ulangi langkah 1 dan 2 sampai K = m – 1 (dimana m = jumlah
mesin).
3. Jika K = m-1, perhitungan dihentikan, catat makespan yang terkecil sejak K
= 1 sampai K = m-1. Makespan yang terkecil merupakan penjadwalan yang
terpilih.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan terhadap waktu proses untuk
masing-masing job komponen pada keseluruhan stasiun kerja. Hasilnya diperoleh
nilai makespan untuk K=2 seperti yang terlihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4. 9 Makespan Terpilih
K=1 K=2 K=3 K=4 K=5
19258,34 18900,74 18900,74 18900,74 18900,74
Batch process adalah jumlah komponen yang diproses dalam kurun waktu
tertentu, sedangkan batch transfer adalah jumlah komponen yang berpindah dari
7
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
4
satu proses ke proses lainnya. Urutan proses produksi dikatakan baik dan efisien
jika proses produksi tersebut dilakukan dengan waktu yang lebih cepat dan dengan
mempertimbangkan waktu proses komponen, permintaan, jumlah komponen atau
dapat dikatakan dengan makespan yang paling singkat sehingga proses produksi itu
dikatakan baik. Metode yang digunakan pada perhitungan ini adalah CDS, guna
mengetahui urutan komponen yang akan diproduksi dengan mencari alternatif
makespan yang paling singkat dibandingkan dengan alternatif urutan produksi
komponen yang lain.
Setelah dilakukan perhitungan makespan pada beberapa alternatif urutan
produksi, didapatkan hasil makespan terendah adalah sebesar 18900,74 menit maka
yang terpilih adalah alternatif K=2, dimana hasil dari K=2 merupakan hasil yang
terkecil dari yang lainnya, dengan urutan komponen yang akan diproduksi adalah
Ps3, Ps2, Ps1, Ld2, Ktr, Ld1, Kp, Kb2, Kb1, Rd. Hal ini menunjukan bahwa dengan
urutan sequence tersebut proses produksi akan lebih membawa pada keuntungan
dimana proses produksi yang dilakukan dengan makespan yang paling singkat
sehingga proses produksi yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien.
7
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
5
4.3 Perhitungan dan Analisis Just In Time
Pengaplikasian metode Just In Time di suatu perusahaan bertujuan
menciptakan sistem produksi yang efektif dan efisien membuat suatu perusahaan
dapat bersaing dengan harga yang lebih kompetitif, diperoleh dengan cara
mengurangi biaya produksi melalui pengaplikasian metode Just In Time yang
menggunakan sistem kanban.
Produk yang diproduksi pada kegiatan implementasi ini terdiri dari Mobil
Jeep 1, Mobil Jeep 2, dan Mobil Truck. Adapun data permintaan dan data cycle
time dari masing-masing produk yang dapat dilihat pada Tabel 4.11 dan Tabel 4.12.
Tabel 4. 11 Data Demand Tiap Produk
No Nama Produk Demand
1 Mobil Jeep 1 800
2 Mobil Jeep 2 900
3 Mobil Truck 900
Sumber: Lab. Sisprod
Tabel 4. 12 Cycle Time Masing-Masing Produk
No Nama Produk Cycle Time (menit)
1 Mobil Jeep 1 1.2
2 Mobil Jeep 2 1
3 Mobil Truck 1.2
7
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
7
Tabel 4. 13 Jumlah Produksi Qi dan Keadaan Komponen bij
NO Nama Produk Demand Proporsi Demand (Ri)
1 Mobil Jeep 1 A 800 8
2 Mobil Jeep 2 B 900 9
3 Mobil Truck C 900 9
7
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
8
Lebih jauh, jumlah keseluruhan produksi untuk semua produk mainan (A, B, dan C) akan menjadi:
4
𝑅 = ∑ 𝑅𝑖 = 8 + 9 + 9 = 26
𝑖=1
Langkah 2 : Tetapkan produk Ai sebagai urutan ke-K dalam jadwal urutan, yang akan memaksimalkan jarak DK. Jarak minimum
akan diperoleh dengan rumus berikut:
𝐷𝑘𝑖 ∗ = 𝑚𝑖𝑛{𝐷𝑘𝑖 }, 𝑖 ∈ 𝑆𝑘−1
𝐾∙𝑁𝑗 2
𝛽
Dimana: 𝐷𝑘𝑖 = √∑𝑗=1 [ − 𝑋𝑗,𝐾−1 − 𝑏𝑖𝑗 ]
𝑄
7
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
9
Bila K=1, Xj,K = 0 maka jarak DKi dapat dihitung sebagai berikut:
Mobil Jeep 1 (A)
Untuk i = 1,
2 2 2 2
1 × 17 1 × 26 1 × 26 1 × 17
𝐷1,1 = √( − 0 − 1) + ( − 0 − 1) + ( − 0 − 1) + ( − 0 − 1) + ⋯
26 26 26 26
𝐷1,1 = 2,22
Perhitungan untuk D1,2, D1,3, diperoleh melalui cara yang sama namun
perbedaannya hanya terletak pada memasukkan nilai bij yang disesuaikan dengan
matriks komponen dari setiap produk. Jadi, Dki* = min {2.22; 2.87; 4.50}, i* = 1,
yaitu produk A.Perhitungan untuk K = 2 sampai K = 26 dilakukan dengan cara yang
sama seperti yang telah diuraikan diatas. Hasil dari perhitungan algoritma diatas
digunakan untuk mengganti nilai komponen yang terpakai (Xj,k-1) pada perhitungan
K selanjutnya.
Hasil rekapitulasi dari urutan penjadwalan Mixed Model Scheduling dengan
metode Monden dapat dilihat pada Tabel 4.15
Tabel 4. 15 Jadwal Urutan
No Dk1 Dk2 Dk3 Sequence Ld1 kp1 kb1 kb2 bgs rd Ps1 Ps2 Ps3 Ps4 AR Kp2 Ld2 CTR
1 2,22 2,87 4,50 A1 1 1 1 1 1 5 2 2 0 1 2 0 0 0
2 4,43 4,72 2,70 A1 C1 1 2 2 1 1 15 3 3 1 1 7 0 1 1
3 2,03 0,25 7,08 A1 C1 B1 2 3 3 2 1 19 5 5 1 1 9 1 1 1
4 2,46 3,05 4,28 A1 C1 B1 A2 3 4 4 3 2 24 7 7 1 2 11 1 1 1
5 4,68 4,94 2,54 A1 C1 B1 A2 C2 3 5 5 3 2 34 8 8 2 2 16 1 2 2
6 2,10 0,49 6,87 A1 C1 B1 A2 C2 B2 4 6 6 4 2 38 10 10 2 2 18 2 2 2
7 2,71 3,24 4,06 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 5 7 7 5 3 43 12 12 2 3 20 2 2 2
8 4,93 5,17 2,39 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 5 8 8 5 3 53 13 13 3 3 25 2 3 3
9 2,19 0,74 6,67 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 6 9 9 6 3 57 15 15 3 3 27 3 3 3
10 2,96 3,44 3,85 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 7 10 10 7 4 62 17 17 3 4 29 3 3 3
11 5,17 5,40 2,27 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 7 11 11 7 4 72 18 18 4 4 34 3 4 4
12 2,30 0,99 6,48 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 B4 8 12 12 8 4 76 20 20 4 4 36 4 4 4
13 3,20 3,64 3,64 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 B4 A5 9 13 13 9 5 81 22 22 4 5 38 4 4 4
14 5,42 5,63 2,16 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 B4 A5 C5 9 14 14 9 5 91 23 23 5 5 43 4 5 5
15 2,43 1,23 6,29 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 B4 A5 C5 B5 10 15 15 10 5 95 25 25 5 5 45 5 5 5
16 3,45 3,85 3,44 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 B4 A5 C5 B5 C6 10 16 16 10 5 105 26 26 6 5 50 5 6 6
17 2,08 0,74 7,91 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 B4 A5 C5 B5 C6 B6 11 17 17 11 5 109 28 28 6 5 52 6 6 6
18 1,48 2,39 5,17 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 B4 A5 C5 B5 C6 B6 A6 12 18 18 12 6 114 30 30 6 6 54 6 6 6
19 3,69 4,06 3,24 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 B4 A5 C5 B5 C6 B6 A6 C7 12 19 19 12 6 124 31 31 7 6 59 6 7 7
20 2,02 0,49 7,70 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 B4 A5 C5 B5 C6 B6 A6 C7 B7 13 20 20 13 6 128 33 33 7 6 61 7 7 7
21 1,72 2,54 4,94 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 B4 A5 C5 B5 C6 B6 A6 C7 B7 A7 14 21 21 14 7 133 35 35 7 7 63 7 7 7
22 3,94 4,28 3,05 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 B4 A5 C5 B5 C6 B6 A6 C7 B7 A7 C8 14 22 22 14 7 143 36 36 8 7 68 7 8 8
23 2,00 0,25 7,49 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 B4 A5 C5 B5 C6 B6 A6 C7 B7 A7 C8 B8 15 23 23 15 7 147 38 38 8 7 70 8 8 8
24 1,97 2,70 4,72 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 B4 A5 C5 B5 C6 B6 A6 C7 B7 A7 C8 B8 A8 16 24 24 16 8 152 40 40 8 8 72 8 8 8
25 4,19 4,50 2,87 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 B4 A5 C5 B5 C6 B6 A6 C7 B7 A7 C8 B8 A8 C9 16 25 25 16 8 162 41 41 9 8 77 8 9 9
26 2,00 0,00 7,28 A1 C1 B1 A2 C2 B2 A3 C3 B3 A4 C4 B4 A5 C5 B5 C6 B6 A6 C7 B7 A7 C8 B8 A8 C9 B9 17 26 26 17 8 166 43 43 9 8 79 9 9 9
Urutan : A1, C1, B1, A2, C2, B2, A3, C3, B3, A4, C4, B4, A5, C5, B5, C6, B6, A6,
C7, B7, A7, C8, B8, A8, C9, B9.
8
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
0
Berdasarkan hasil penjadwalan produksi menggunakan metode mix model
scheduling didapatkan jadwal produksi sebagai berikut, A1, C1, B1, A2, C2, B2,
A3, C3, B3, A4, C4, B4, A5, C5, B5, C6, B6, A6, C7, B7, A7, C8, B8, A8, C9, B9.
Urutan jadwal produksi diatas dapat meminimasi pemborosan (waste) yang berupa
inventory, dimana fokus utama dari metode mix model scheduling adalah
perusahaan hanya memproduksi produk sesuai dengan jumlah permintaan yang ada
sehingga akan sangat meminimasi pemborosan dalam sistem produksi.
8
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
1
4.3.5 Total Waktu Satu Urutan (Run Time)
RT = (Waktu Pengiriman Produk Terakhir di Gudang Barang Jadi) –
(Waktu Start Stasiun Kerja 1 Produk ke-3)
= (09:45:25 – 09:13:42)
= 0:31:43
= 31 Menit 43 detik = 1.903 Detik
8
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
2
Total waktu produksi untuk penjadwalan menunjukan hasil yang lebih
efektif yaitu lebih singkat dan lebih kecil dibandingkan total waktu produksi
implementasi, total waktu produksi untuk penjadwalan menunjukan hasil yang
lebih kecil disebabkan oleh beberapa faktor yaitu dari waktu siklus produk yang
menyebabkan total waktu produksi pada penjadwalan lebih singkat dan juga dapat
disebabkan oleh jumlah komponennya.
8
LAPORAN AKHIR SISTEM PRODUKSI
3
1 Shift/Hari; 1 shift = 8 jam
PT LSP
PPIC
Daily
Daily
CUSTOMER
SUPPLIER
Jeep 1 = 800
Departemen Produksi
Jeep 2 = 900
Mobil Truck = 900
SUPERVISOR Jumlah Seluruh Permintaan = 2600
Daily
Daily
Perminggu
Perminggu
KOM.
JP 1
SK PERAKITAN 1
KOM. SA.
JP 2 JP 1
1 Operator
KOM SA.
TR C/T = 14 detik JP 2
Daily C/O =- SA.
Daily Daily Daily Daily Daily Uptime = 4,78 % 4 TR
I Working Time = 1 shift
Daily
1
KOM. SK PERAKITAN 2
JP 1 SA.
WAREHOUSE
JP 1
2 Operator
KOM.
JP 2 SA.
C/T = 46 detik JP 2
KOM. C/O =-
TR SA. TR
GBB SK PENGUKURAN SK PEMOTONGAN SK PENGEBORAN 6 Uptime = 6,35 % 2
SK PENGHALUSAN GBB
(SK PEMERIKSAAN) Working Time = 1 shift
JP 1
I
1 Operator 2 operator 2 Operator 2 Operator 1 Operator
4 Operator KOM. GBJ
I 1
C/T = 0 detik C/T = 26,48 detik C/T = 12,36 detik C/T = 102,07 detik JP 1 SK PERAKITAN 3 JP 2
C/T = 289,43 detik /
C/O =- C/O =- 5 C/O = 19,2 detik C/O = 76,1 detik C/T = 21,01 detik 1 Operator
C/O =- KOM.
SK PEMBUBUTAN
Uptime = 100% Uptime = 18,99% Uptime = 7,49% Uptime = 37,94% C/O =- JP 2 2 Operator TR
Uptime = 27% C/T = 137 detik
Working Time = 1 shift Working Time = 1 shift Working Time = 1 shift Working Time = 1 shift Working Time = 1 shift Uptime = 40,67% C/T = 76 detik
1 Operator KOM. C/O =-
Working Time = 1 shift 5 TR C/O =- I Uptime = 36,81%
C/T = 502,74 detik SK PENGEFREISAN
SK PENGHALUSAN Uptime = 13,85% 1 Working Time = 1 shift
C/O = 257,7 detik 0
I I Working Time = 1 shift
Uptime = 21,43% 2 Operator
5 1 Operator 1
Working Time = 1 shift C/T = 137,50 detik
SK PEMBUBUTAN C/O = 34,24 detik C/T = 289,43 detik
Uptime = 38,57% C/O =-
1 Operator Working Time = 1 shift Uptime = 27%
I Uptime = 27%
C/T = 502,74 detik
Working Time = 1 shift
5 C/O = 257,7 detik
Uptime = 21,43%
2142 10860
1352 detik Working Time = 1 shift 1119 detik 2873 detik 456 detik 2131 detik 464 detik 156 detik 15 detik 48 detik 104 detik
detik
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan Tugas Besar Sistem Produksi dengan
menggunakan metode Value Stream Mapping (VSM), Optimized Production
Technology (OPT), dan Just In Time (JIT) dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
Untuk merealisasikan tercapainya sistem produksi yang efektif dan efisien
yaitu menciptakan harga kompetitif, kualitas, dan ketepatan pengiriman
agar lead time pendek, maka aktivitas yang tidak mempunyai nilai tambah
harus diminimalisir atau bahkan dihilangkan karena akan menimbulkan
pemborosan (waste) dalam hal waktu produksi. Pendekatan yang terbukti
dapat mengurangi pemborosan dalam sistem produksi adalah Lean
Manufacturing dengan alat yang digunakan dalam pendekatan ini adalah
Value Stream Mapping (VSM), Optimized Production Technology
(OPT),dan Just In Time (JIT).
Pemborosan (waste) yang teridentifikasi paling banyak adalah pemborosan
defect atau produk cacat maka perlu dilanjutkan dengan tahap identifikasi
menggunakan Fishbone.
Berdasarkan hasil perhitungan pada jeep 1 untuk stasiun kerja pembubutan
nilai Cycle Time sebesar 502,74 dan untuk stasiun kerja penghalusan nilai
Cycle Time 289,43 dengan nilai Takt Time sebesar 210. Nilai Cycle Time
diatas lebih besar dibandingkan nilai Takt Time yang berarti permintaan
pelanggan tidak dapat dipenuhi.
Sistem produksi yang baik jika takt time lebih besar dibandingkan dengan
cycle time dimana kegiatan produksi yang dilakukan akan dapat memenuhi
permintaan pelanggan.
Memberikan pelatihan rutin kepada pekerja, melakukan perawatan mesin,
melakukan pekerjaan sesuai atura pekerjaan yang telah ditetapkan dan
memperhatikan faktor lingkungan adalah solusi untuk mengurangi
pemborosan (waste) di lini produksi.
5.2 Saran
Selama pelaksanaan Tugas Besar Sistem Produksi, adapun beberapa saran
yang ingin disampaikan, diantaranya adalah sebagai berikut :
Kesulitan untuk menemui asisten karena satu dan lain hal maka diharapkan
kedepannya agar asisten dapat lebih mudah untuk ditemui agar praktikan
dapat melakukan asistensi.