Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi Kota Bandung bertitik berat pada sektor jasa dalam arti luas guna melanjutkan
usaha-usaha jasa yang berbasis pada pengembangan sektor pariwisata dengan karakter kebudayaan
Kota Bandung, serta sektor industri kecil dan kerajinan yang berkaitan dengan industri kreatif yang
bertumpu pada tujuh sentra industri Kota Bandung. Kebijakan prioritas tiga sektor ini, mengacu pada
pertumbuhan seimbang, yakni ada keterkaitan penawaran dan permintaan antara satu sektor dengan
sektor lainnya, atau pengembangan sektor-sektor itu dapat menciptakan permintaan mereka sendiri.
Menurut pasal 1 Undang-Undang No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan, yang dimaksud dengan
pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan objek dan
daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Sedangkan pariwisata budaya
adalah satu jenis kepariwisataan yang dikembangkan berdasarkan pada tingginya nilai-nilai budaya
suatu daerah yang diharapkan dapat menarik banyak wisatawan. Dengan demikian maka segala aspek
yang terkait dengan kepariwisataan seperti promosi, atraksi, arsitektur, etika, pola manajemen,
perkembangan pariwisata yang pesat diharpakan dapat memberikan dampak ganda terhadap kegiatan-
kegiatan di sector lainnya.
Selama ini ukuran atau indikator yang digunakan untuk mengetahui peranan masing-masing sektor
ekonomi masih terbatas pada sektor-sektor yang ada pada klasifikasi lapangan usaha Indonesia (KLUI).
Secara garis besar, berdasarkan pengklasifikasian yang dilakukan dalam System of National Accounts
(SNA) , kegiatan ekonomi dibagi dalam sembilan sector utama yang biasa digunakan. Masing-masing
sektor tersebut adalah : (1) sektor pertanian, (2) sektor pertambangan dan penggalian, (3) sektor
Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas dan Air Minum, (5) Bangunan, (6) Perdagangan Hotel dan Restoran,
(7) Pengangkutan dan Komunikasi, (8) Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan dan (9) Sektor Jasa
Lainnya. Semua kegiatan ekonomi habis dibagi dalam sembilan sektor tersebut.
Sektor pariwisata dalam klasifikasi SNA tidak secara explisit mencantumkan hal tersebut, namun tidak
berarti bahwa sektor pariwisata tidak terdapat dalam klasifikasi yang dibuat. Sektor pariwisata
merupakan kegiatan yang terdiri dari berbagai sektor kegiatan. Kegiatan pariwisata dapat mencakup
semua kegiatan ekonomi terutama sektor hotel, restoran, sektor jasa, maupun sektor industri. Sehingga
peranan pariwisata dalam perekonomian dapat tercakup di semua kegiatan ekonomi.
Kebijakan prioritas tiga sektor (industri kreatif, pariwisata dan industri kecil) dalam pembangunan
ekonomi Kota Bandung telah menunjukkan hasil yang sangat fantastis, ditandai oleh pertumbuhan
ekonomi Kota Bandung selalu lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan
perekonomian Kota Bandung 2010-2012 atas dasar harga konstan tahun 2000 sebesar 7,8%, dan
mengalami kenaikan. Sektor pariwisata yang memperoleh prioritas dalam pembangunan ekonomi telah
menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, yang ditandai oleh beberapa indikator antaralain
adanya peningkatan devisa dalam total kunjungan wisatawan, lama tinggal, pengeluaran wisatawan dan
jumlah sarana dan prasarana pariwisata. Kunjungan wisatawan mancanegarayang langsung datang ke
Kota Bandung secara persentase cenderung berfluktuasi, tetapi secara absolute cenderung meningkat
secara fantastik.
Lama tinggal wisatawan sejak tahun 1994 sampai tahun 2000 cenderung meningkat, dengan lama
tinggal tahun 2000 selama 11 hari untuk wisatawan mancanegara dan 5,9 hari untuk wisatawan
nusantara. Sedangkan pengeluaran wisatawan per orang per hari dalam periode yang sama cenderung
turun yakni tahun 2000 sebesar US $ 77,35 untuk wisatawan mancanegara dan US $ 20,04
untuk wisatawan nusantara. Akomodasi kepariwisataan di Kota Bandung tahun 1994 hanya berjumlah
687 unit dengan 24.222 kamar, tahun 2000 meningkat menjadi 1.037 unit dengan 31.944 kamar
(Anonim, 2000), dan tahun 2005 meningkat menjadi 1.437 unit dengan 37.371 kamar(Anonim, 2005).
Data dan fakta seperti diungkapkan di atas mengilustrasikan bahwa perekonomian Kota Bandung
memang tidak terbantahkan sangat tergantung pada pariwisata. Bukan hanya pemerintah daerah yang
banyak berharap dari sektor jasa ini untuk menggerakkan roda pembangunan, tetapi juga sebagian
besar masyarakat hidupnya tergantung pada sektor jasa ini. Jadi dapat dikatakan bahwa pariwisata Kota
Bandung telah menjadi mesin penggerak perekonomian rakyat di Kota Bandung, bahkan ikut
menggerakkan perekonomian propinsi berdekatan melalui permintaan produk-produk kebutuhan
masyarakat Kota Bandung dan wisatawan yang diproduksikan di propinsi tersebut
Menurut terminologi Bank Indonesia dan beberapa departemen seperti Departemen Koperasi dan UKM,
usaha kecil adalah salah satu dari tiga kelompok usaha yaitu kecil, menengah dan besar. Dalam
mendefisnikan siapakah pengusaha kecil dan menengah ini sendiri masih terasa absurd. Tidak ada satu
persamaan dalam memahami karakter usaha kecil menengah. Semua definisi tergantung pada tujuan
pendefinisiannya. Di dalam UU No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil dan menengah misalnya,
disebutkan batasan kepemilikankekayaan paling besar Rp 200 juta dan memiliki omzet tahunan paling
banyak Rp 1 milyar. Untuk usaha menengah, inpres No, 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha
Kecil Menengah menyebutkan kekayaan lebih besar dari Rp 200 juta sampai Rp 10 milyar.
Masih berkaitan dengan pendefinisian seperti ini, Departemen Perindustrian dan Perdaganganmencatat
sebanyak 11.760.120 unit usaha industri dan dagang kecil menengah yang tersebar di 26 propinsi. Di
sisi lain, juga dikenal batasan berdasarkan jumlah tenaga kerja yang direkrut. Batasan usaha kecil oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) jika jumlah tenaga kerja yang dimiliki antara 5 hingga 9 orang. Sementara,
usaha menengah berkisar antara 20 -99 orang. Lebih besar dari 100 dikatagorikan sebagai usaha besar.
Dengan batasan ini, paling tidak terdapat 640 ribu perusahaan menengah di negeri ini
Usaha kecil dan Menengah (UKM) sesuai dengan kriteria Peraturan Bank Indonesia (PBI)No.
3/2/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2002, perihal Pemberian KUK dan Surat Edaran (SE) No.3/9/BK
tanggal 17 Mei 2001 perihal Petunjuk Pelaksanaan Pemberian KUK sebagai penyempurnaan terhadap
ketentuan KUK dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.30/4/KEP/DIR tanggal 4 April 1997
tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil yaitu:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha;
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
3. Milik Warga Negara Indonesia;
4. Berdiri sendiri, tidak dikuasai, atau tidak berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha menengah atau usaha besar;
5. Berbentuk usaha orang perorangan, badanusaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha
yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Berdasarkan data kantor Menteri Negara Koperasi dan UKM, lembaga menurut Inpress No.163 Tahun
2000 bertanggung jawab merumuskan kebijakan pembinaan usaha kecil-menengah, tahun 2000
sekurangnya ada 39 juta pelaku usaha kecil, 900.000 usaha menengah dan hanya sekitar 57.000
perusahaan besar. Dari jumlah tersebut setidaknya 74,4 juta tenaga kerja terserap atau sepertiga jumlah
penduduk Indonesia. Kelompok usaha ini sedang memperoleh perhatian dari pemerintah, pengamat dan
praktisi ekonomi, karena selama krisis ekonomi tahun 1997/1998 dan dalam tahun-tahun terakhir,
sektor usaha kecil justru bertahan dan dapat menggerakkan perekonomian nasional dan regional. Ketika
usaha besar dan konglomerat masih menata usaha kemKota Bandung atau merestrukturisasi usaha yang
prosesnya berlarut-larut, usaha kecil justru terus berproduksi, bahkan sebagian mulai melakukan
ekspansi. Beberapa studi mengenai usaha kecil dan menengah (UKM) menunjukkan bahwa pada masa
krisis ekonomi UKM mempunyai ketahanan relatif lebih baik dibandingkan usaha besar. Hal ini
disebabkan UKM tidak tergantung pada bahan baku impor. Pada saat harga bahan baku impor
melambung sejalan dengan melemahnya nilai tukar rupiah, UKM terus berproduksii dengan harga relatif
stabil karena menggunakan bahan baku lokal. Di samping itu UKM memiliki daya saing tinggi karena
biaya produksi rendah, harga produk menjadi lebih murah, sehingga terjangkau oleh kalangan pasar
terbesar di Indonesia, yaitu golongan ekonomi lemah.Usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Bandung
adalah motor penggerak perekonomian Kota Bandung yang berbasis pariwisata, sebagai penghasil atau
penghemat devisa, penyerap jutaan tenagakerja, kontributor PDRB dan penyerap bahan baku lokal. UKM
di Kota Bandung tersebar pada sektor-sektor ekonomi yaitu, pertanian dan yang terkait dengan
pertanian (agribisnis), industri kecil/kerajinan dan jasa-jasa yang terkait langsung atau tidak langsung
dengan pariwisata. UKM di Kota Bandung telah mampu menyelamatkan perekonomian Kota Bandung
ketika krisis melanda perekonomian nasional tahun 1997/1998.Usaha kecil pada sektor pariwisata
adalah usaha-usaha kecil pada setiap sector yang mendukung langsung kegiatan kepariwisataan atau
perjalanan wisatawan, yaitu:
(1) sector restoran, rumah makan dan warung,
(2) hotel non bintang, angkutan wisatwa,
(4) travel biro,
(5) money changer,
(6) atraksi budaya dan hiburan lainnya, dan
(7) jasa perorangan, rumahtangga lainnya dan pramuwisata.
Sedangkan sektor hotel bintang walaupun pendukung utamasektor pariwisata, karena usaha-usaha
pada sektor ini tidak memenuhi ketentuan usaha kecilBI, maka tidak termasuk usaha kecil sektor
pariwisata.Jadi, melalui efek pengganda (multiplier effects) dan efek menyebar (spread effects),
pengeluaran wisatawan yang ditangkap oleh usaha-usaha kecil pada sektor-sektor pendukung
kelancaran pariwisata telah memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah (nilai tambah bruto)
Kota Bandung, menciptakan efek keterkaitan ke belakang dan ke depan, dan menimbulkan
efek pengganda terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya dalam perekonoian Kota Bandung yang sampai
saat ini belum diketahui, yang perlu dicari jawabannya melalui penelitian dengan menggunakan
pendekatan Input-Output Pariwisata Kota Bandung Tahun 2000.

1.2 Perumusan Masalah


Dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahanuntuk dicari
jawabannya melalui studi sebagai berikut:
1. Berapakah kontribusi usaha kecil pada sektor pariwisata terhadap pendapatan daerah (nilai
tambah bruto) Kota Bandung.
2. Bagaimanakah keterkaitan ke belakang dan ke depan serta daya sebar ke belakang dan kedepan
usaha kecil pada sektor pariwisata dengan sektor-sektor ekonomi lainnya.
3. Bagaimanakah dampak pengganda output dan pendapatan yang ditimbulkan oleh usaha kecil
pada sektor pariwisata terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Kota Bandung.

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan studi ini yaitu:
1. Mengetahui kontribusi usaha kecil pada sektor pariwisata terhadap pendapatan daerah (nilai
tambah bruto) Kota Bandung.
2. Mengetahui keterkaitan ke belakang dan ke depan serta daya sebar ke belakang dan kedepan
usaha kecil pada sektor pariwisata dengan sektor-sektor ekonomi lainnya.
3. Mengetahui dampak pengganda output dan pendapatan yang ditimbulkan oleh usaha kecil pada
sektor pariwisata terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Kota Bandung.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain:
1. Sebagai sumber informasi dalam pengambilan keputusan bagi para perencanapembangunan
pariwisata di tingkat wilayah/kabupaten khususnya dan di Kota Bandungumumnya.
2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan kepariwisataan dengan penerapan modelInput-Output
Pariwisata Tahun 2000, khususnya di Kota Bandung di mana sektor pariwisata berkembang pesat.

1.5 Metodologi Penelitian


Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Kota Bandung, yang didasarkan atas beberapa pertimbangan
yaitu:
(1) Kota Bandung dengan luas wilayah hanya 5.561 km2, tetapi memiliki aktivitas perekonomian
unik yang berbeda dibandingkan perekonomian propinsilain, sehingga pantas menjadi sebuah
objek penelitian semacam ini;
(2) Dalam pembangunan ekonomi, Kota Bandung memberikan prioritas pada sektor indistri
kreatif, pariwisata dan industri, tanpa mengabaikan sektor-sektor lainnya. Dengan makin maju
dan berkembangnyakepariwisataan, membawa dampak terhadap kinerja perekonomian Kota
Bandung, utamanya terhadap peningkatan pendapatan regional, di mana sebagian pendapatan
regional ini dampak dari bergeliatnya usaha-usaha kecil pada sektor pariwisata;
(3) Belum pernah dilakukan penelitian serupa oleh peneliti-peneliti sebelumnya, sehingga
dipandang perlu dilakukan penelitiansemacam ini.

Jenis dan Sumber Data


Mencermati judul penelitian ini, ingin mengetahui dampak usaha kecil pada sector pariwisata terhadap
pendapatan daerah Kota Bandung, menggiring asosiasi kita ke cakupan ekonomi makro Kota Bandung,
sehingga penelitian ini tidak bersifat kasus atau parsial, tapi bersifat makro yaitu Kota Bandung. Oleh
karena itu data yang diperlukan adalah data sekunder ekonomi makro Kota Bandung dalam bentuk
Tabel Input-Output Pariwisata Kota Bandung Tahun 2000 dan data pendukung lainnya yaitu data PDRB
Kota Bandung 1997-2005, data Tinjauan Perekonomian Kota Bandung Tahun 2001-2005, data
Pariwisata Kota Bandung 1969-2005, data Propeda Kota Bandung 2001-2005, Evaluasi
PelaksanaanPembangunan Kota Bandung Tahun 2005. Sumber data yakni Badan Pusat Statistik Kota
Bandung, Bappeda Kota Bandung, DinasPariwisata Kota Bandung, dan beberapa instansi lain.
Agregasi Sektor-Sektor
Tabel Input Output Pariwisata Kota Bandung Tahun 2000 yang terdiri dari 68 sektorklasifikasinya
didasarkan atas Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI), di mana seluruh kegiatan ekonomi dibagi
habis menjadi sektor-sektor ekonomi. Klasifikasi didasarkan pada satuan komoditi atau kegiatan
ekonomi yang mempunyai kesamaan dalam produk yang dihasilkan atau kesamaan dalam kegiatan yang
dilakukan. Jika sektor-sektornya dirinci yaitu,Sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan dan
hasil hasilnya mencakup 20 sektor kode 1 s/d 20), Sektor Pertambangan dan Penggalian mencakup 3
sektor (kode 21 s/d 23),Sektor Industri Pengolahan mencakup 19 sektor (kode 24 s/d 42), Listrik, Gas
dan Air Minum mencakup 2 sektor (kode 43 dan 44), Bangunan mencakup 1 sektor (kode 45),
Perdagangan, Hotel dan Restoran mencakup 4 sektor (kode 46 s/d 49), Pengangkutan dan Komunikasi
mencakup 9 sektor (kode 50 s/d 58), Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan mencakup 5sektor
(kode 59 s/d 63) dan Sektor Jasa Lainnya terdiri dari 5 sektor (kode 64 s/d 68).
Mengenai pembagian sektor yang berbeda-beda dapat dilakukan sesuai dengan tujuan analisis yang
ingin dilakukan. Di dalam penelitian ini dari 68 sektor pada Tabel I-O Pariwisata Kota Bandung Tahun
2000, dilakukan agregasi menjadi 33 sektor dengan tetap memperhatikan sektor utamanya, di samping
juga memperhatikan kesamaan komoditi yangada sesuai dengan pengembangan pariwisata di Kota
Bandung. Dengan demikian semua analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini didasarkan pada
Tabel I-O Pariwisata Kota Bandung 2000 yang telah diagregasi menjadi 33 sektor. Dari 33 sektor
tersebut, sektor-sektor usaha kecil padasektor pariwisata adalah sektor-sektor yang mendukung
langsung kegiatan kepariwisataan atau perjalanan wisatawan, yaitu: (1) sektor restoran, rumah makan
dan warung, (2) hotel nonbintang, angkutan wisatwa, (4) travel biro, (5) money changer, (6) atraksi
budaya dan hiburan lainnya, dan (7) jasa perorangan, rumah tangga lainnya dan pramuwisata.
Sedangkan sector hotel bintang walaupun pendukung utama sektor pariwisata, karena usaha-usaha
pada sector ini tidak memenuhi ketentuan usaha kecil BI, maka tidak termasuk usaha kecil sector
pariwisata

Definisi Operasional
Dalam sub bab ini didefinisi secara opersional beberapa variabel penting yangberkaitan dengan judul
penelitian, dengan maksud agar diperoleh pemahaman dan pengertianyang sama terhadap arti dan
makna variabel-variabel tersebut, al.:
1. Penelitian ( re-search), yaitu kegiatan pencarian atau penyelidikan secara terorganisasidan
sistematis untuk memecahkan suatu masalah. Penelitian adalah prosesnya, sedangkan hasilnya
adalah suatu kebenaran (ilmu pengetahuan).
2. Pariwisata (Tourism) adalah perjalanan yang dilakukan secara perseorangan
maupunberkelompok dari satu tempat ke tempat lain yang sifatnya sementara dan bertujuan
untuk mendapatkan kesenangan dari bertamasya atau rekreasi, di mana di tempat
yangdikunjungi, mereka tidak mendapatkan penghasilan, tetapi sebagai konsumen.
3. Wisatawan (Tourist) adalah orang maupun sekelompok orang yang melakukanperjalanan dari
suatu tempat ke tempat lain, dengan tujuan apapun asal tidak mencarinafkah atau mendapat
pekerjaan di tempat yang dikunjungi, bersifat sementara dantinggal sekurang-kurangnya 24
jam di tempat yang dituju.
4. Dampak ( Impact) adalah akibat yang timbul karena adanya penyebab langsung dan
tidak langsung. Dalam penelitian ini, penyebabnya adalah aktivitas usaha kecil pada
sektorpariwisata dan akibatnya adalah pendapatan daerah atau pendapatan regional.
5. Usaha kecil (Small Scale). Menurut UU No. 5/1995, usaha kecil adalah usaha yangmemiliki asset
kurang atau sama dengan 200 juta rupiah di luar tanah dan bangunan danberomset kurang atau
sama dengan satu miliar setiap tahun.
6. Sektor pariwisata Dalam terminologi ekonomi, khususnya sektor-sektor ekonomi dalamPDB
atau PDRB tidak ada sektor pariwisata, tetapi yang ada hanya sektor-sektorpendukung
langsung atau tidak langsung kegiatan kepariwisataan. Jadi yang dimaksud sektor pariwisata
dalam penelitian ini adalah sektor-sektor ekonomi dalam Input-OutputPariwisata 2000 yang
mendukung langsung kegiatan kepariwisataan atau perjalananwisatawan, yaitu: (1) sektor
restoran, rumah makan dan warung, (2) hotel non bintang,(3) angkutan wisata, (4) travel biro,
(5) money changer, (6) atraksi budaya dan hiburanlainnya, dan (7) jasa perorangan, rumah
tangga lainnya dan pramuwisata.
7. Usaha kecil pada sektor pariwisata, yaitu usaha-usaha bisnis yang memiliki assetkurang atau
sama dengan 200 juta rupiah di luar tanah dan bangunan dan beromset kurangatau sama
dengan satu miliar setiap tahun pada sektor pariwisata atau pada sektor-sektorpendukung
utama pariwisata, seperti disebutkan pada butir 6
8. Pendapatan daerah. Pendapatan daerah yang dimaksud dalam penelitian yaitupendapatan
regional Kota Bandung (PDRB), yaitu penjumlahan semua balas jasa faktorproduksi yang ada
dalam masyararakat Kota Bandung, berupa gaji pegawai dan upah tenagakerja,bunga modal,
sewa tanah, dan surplus usaha.
9. Dampak usaha kecil pada sektor pariwisata, yaitu kegiatan-kegiatan usaha kecil padasektor
pariwisata atau sektor-sektor pendukung pariwisata seperti disebutkan pada butir 6yang
mengakibatkan timbulnya pendapatan pada perekonomian daerah Kota Bandung.
10. Penelitian tentang dampak usaha kecil pada sektor pariwisata terhadap peningkatan
pendapatan daerah, yaitu kegiatan pengkajian terhadap usaha-usaha kecil pada sektor-sektor
pariwisata atau sektor-sektor yang disebutkan pada butir 6, yang mengakibatkantimbulnya
pendapatan pada perekonomian daerah Kota Bandung.

Metode Analisis Data


Pengolahan data menggunakan metode kuantitatif, yakni formula-formula kuantitatif berdasarkan Tabel
Input-Output, sebagai berikut:
1. Metode Kuantitatif-Deskriptif
Kontribusi usaha kecil pada sektor pariwisata terhadap pendapatan daerah atauregional Kota Bandung
dianalisis menggunakan metode kuantitatif Deskriptif. Untuk itu terlebih dahuludihitung secara
kuantitatif kontribusi usaha kecil pada setiap sektor yang mendukunglangsung kepariwisataan, setelah
itu baru pendapatan sektor-sektor tersebut dalam bentuk nilai tambar bruto dijumlahkan menjadi
pendapatan usaha kecil pada sektor pariwisata
.
Pendapatan Bruto usaha kecil Sektor ke-i = Σ nilai tambah bruto usaha kecil ke -ii=1
Pendapatan Bruto Usaha Kecil pada Pariwisata =Σ Pendapatan Bruto sektor ke

Analisis Keterkaitan Antar Sektor


Model I-O dapat digunakan untuk mengukur keterkaitan atau derajat saling ketergantungan antar sektor
perekonomian. Keterkaitan ini memberi petunjuk sejauh mana pertumbuhan suatu sektor
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Keterkaitan semacam ini
sangat berperanan dalam mendorong pertumbuhan ekonomisektor-sektor ekonomi lainnya
Demikian pula halnya usaha kecil pada sektor pariwisata yang merupakan penjumlahan sektor-sektor
pendukung pariwisata dapat dihitung keterkaitan ke depan dan kebelakangnya terhadap sektor-sektor
ekonomi lainnya. Makin kuat keterkaitan ini berarti usahakecil pada sektor pariwisata makin mampu
menciptakan pendapatan terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya, yang berarti mampu membangkitkan
perekonomian daerah Kota Bandung. Jenis-jenis keterkaitan usaha kecil yang dihitung dalam penelitian
ini mengacu padaParikh and Bailey (1990), yaitu keterkaitan langsung, keterkaitan tidak langsung, dan
dayapenyebaran. Untuk mengukur keterkaitan langsung menggunakan matriks koefisienteknologi, A =
[aij], sedangkan untuk mengukur keterkaitan tidak langsung menggunakanmatriks invers A yaitu (I-A)
Besaran-besaran ini dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menyusun prioritas-prioritas atau
perencanaan sektor perekonomian dalam rangka mencapai tujuan pembangunan.
a. Keterkaitan Langsung
Jenis keterkaitan langsung yang dihitung yaitu keterkaitan langsung ke belakang(backward linkage) dan
keterkaitan langsung ke depan ( forward linkage) formula sebagai berikut:
(1) Keterkaitan Langsung ke Belakang ( Backward Linkages)
Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan berapa banyak input yang berasal dari produksi
berbagai sektor yang dipakai oleh suatu sektor (dalam penelitian ini: sektor-sektor usaha kecil yang
mendukung pariwisata atau usaha kecil pada sektor pariwisata) dalam proses produksi. Besaran ini
didapat dengan menjumlahkan elemen-elemen koefisien teknologi menurut kolom atau secara vertikal
dari matrik koefisien teknologi, yaitu:
n1iija jn1iijx j
X KB
di mana :KB j = koefisien keterkaitan langsung ke belakang sektor j;xij = permintaan input antar sektor
j;X j = total input sektor j (= total output sektor i);aij = unsur-unsur matriks koefisien teknologi sektor
j; j= 1, 2, …….., n

Bila KB j
lebih besar dari pada satu menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan ke belakang yang
kuat. Dengan kata lain sektor ini banyak mempengaruhi pertumbuhan sektor-sektor lain dalam
memenuhi permintaan turunan (derived demand) yang ditimbulkan oleh sektor ini. (2) Keterkaitan
Langsung ke Depan (Forward Linkage)
Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan “banyaknya output suatu sektor (dalam penelitian ini:
sektor-sektor usaha kecil yang mendukung pariwisata atau usaha kecil padasektor pariwisata) yang
digunakan oleh sektor-sektor lain sebagai input”. Besaran ini diperoleh dengan menjumlahkan elemen-
elemen dalam satu baris pada tabel transaksi antarsektor kemudian dibagi dengan total output sektor
tersebut, atau diperoleh denganmenjumlahan elemen-elemen koefisien teknologi (aij) menurut baris
atau secara horizontaldari matrik koefisien teknologi, yaitu :di mana KDi
= koefisien keterkaitan langsung ke depan sektor i;xij
= permintaan antara untuk output sektor i;Xi
= total output sektor i;

TDi = total permintaan sektor i;FDi = Yi = permintaan akhir sektor i;aij


= unsur-unsur matriks koefisien teknologi sektor i;i = 1,2,. N Bila KDi lebih besar dari satu menunjukkan
bahwa output dari suatu sektor secara relatif lebih banyak digunakan oleh sektor-sektor lain sebagai
input. Hal ini berarti sektor tersebut dapat menimbulkan penawaran turunan (derived supply) yang
besar
b. Keterkaitan tidak Langsung Jenis keterkaitan tidak langsung yang dihitung adalah keterkaitan tidak
langsung kebelakang (indirect backward linkage) dan keterkaitan tidak langsung ke depan
(indirect forward linkage), dengan formula sbb:
(1) Keterkaitan tidak Langsung ke Belakang ( Indirect Backward Linkage)
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang atau sering hanya disebut keterkaitan tidak
langsung ke belakang menyatakan akibat dari suatu sektor tertentu terhada psektor-sektor yang
menyediakan input antara bagi sektor tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung per unit
kenaikan permintaan akhir. Keterkaitan ini juga menunjukkan kekuatan suatu sektor dalam mendorong
peningkatan produksi seluruh sektor perekonomian. Dengan kata lain seberapa besar permintaan akhir
suatu sektor dapat meningkatkan totaloutput seluruh sektor perekonomian. Besaran ini diperoleh
dengan menjumlahkan menurutkolom elemen-elemen matriks invers Leontief, bij, yaitu: n1iijb j KTB
di mana :KTB j = koefisien keterkaitan tidak langsung ke belakang sektor j;bij
= unsur-unsur matriks inverse Leontief sektor j;i = 1, 2, ……, n
Arti dari koefisien tersebut yaitu, bila permintaan akhir sektor j naik satu unit, maka produksi seluruh
sektor perekonomian meningkat sebesar . (2) Keterkaitan tidak Langsung ke Depan ( Indirect Forward
Linkage)
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan atau sering hanya disebut ‘keterkaitan tidak
langsung ke depan” mengukur akibat dari suatu sektor tertentu terhadapsektor-sektor yang
menggunakan output sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit peningkatan
permintaan akhir. Koefisien keterkaitan ini juga menunjukkan seberapa besar suatu sektor memenuhi
permintaan akhir dari seluruh sektor perekonomian. Besaran ini diperoleh dengan menjumlahkan
elemen-elemen matriks (I-A) -1 atau bij
menurut baris sektor yangbersangkutan, yaitu :
n1 jijb i KTD
Di mana: KTDi = koefisien keterkaitan tidak langsung ke depan sektor i;bij
= unsur-unsur matriks inverse Leontief sektor i;i = 1, 2 , ……, n
Arti koefisien ini yaitu, bila permintaan akhir setiap sektor perekonomian meningkat satu unit(yang
berarti peningkatan perekonomian akhir seluruh sektor perekonomian sebesar n unit),maka sektor i
tersebut dapat menyumbang pemenuhannya sebesar n1 jijb unit.
c Daya Sebar
Daya sebar yang akan dihitung dalam penelitian ini yaitu, daya sebar ke belakang (daya penyebaran)
dan daya sebar ke depan (derajat kepekaan) dengan formula sebagai berikut:
(1) Daya Sebar ke Belakang (Daya Penyebaran)
Daya sebar ini menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir sesuatu sektor dalam mendorong
pertumbuhan produksi di masing-masing sektor perekonomian secara keseluruhan. Bila permintaan
akhir setiap sektor perekonomian naik satu unit, yang berarti permintaan akhir keseluruhan sektor naik
n unit, maka total kenaikan produksi n1 j bij unit. Dari kenaikan total produksi seluruh sektor sebesar
ini, ditumbuhkan oleh akibat kenaikan permintaan akhir sektor j sebesar n1 jbij unit. Rata-rata kekuatan
rangsangan permintaanakhir sektor-sektor adalah 1/n n1 j
n1i bij
.Jadi daya sebar ke belakang dari j sesuatu sektor adalah :
16 n1iijn1 jn1iij b1/nb DSB

Di mana DSB j adalah indeks daya sebar ke belakang sektor j. Bila nilai DSB j lebih besar dari satu,
menunjukkan bahwa secara relatif permintaan akhir sektor j dalam merangsang pertumbuhan produksi
lebih besar dari rata-rata. Berarti sektor ini merupakan sektor yang strategis untuk memacu
pertumbuhan ekonomi wilayah. Indeks daya penyebaran ke belakangdisebut juga tingkat pengaruh
keterkaitan ke belakang (backward linkages effect ratio).
(2) Daya Sebar ke Depan (Derajat Kepekaan)
Daya sebar ini menunjukkan besarnya sumbangan relatif sesuatu sektor dalam memenuhi permintaan
akhir keseluruhan sektor perekonomian. Bila permintaan akhir seluruh sektor masing-masing naik 1
unit, yang berarti kenaikan permintaan akhir seluruh sector perekonomian adalah n unit, maka sektor i
dapat memenuhi permintaan akhir tersebut sejumlah n1 jijb unit. Rata-rata kapasitas pemenuhan
permintaan akhir oleh setiap sektoradalah sebesar n1 x n1 jijb
Jadi daya sebar ke depan sesuatu sektor adalah:
n1 jijb n1in1 jijb i n1 DSD
Di mana DSDi adalah daya sebar ke depan atau indeks derajat kepekaan sektor i. Bila sesuatu sektor
memiliki nilai DSDi lebih besar dari satu, berarti sektor ini merupakan salah satu sektor yang strategis,
karena secara relatif dapat memenuhi permintaan akhir kemampuan rata-rata sektor. Indeks daya sebar
ke depan disebut juga tingkat pengaruh keterkaitan kedepan (forward linkages effects ratio).
3. Analisis Pengganda
Dalam penelitian ini akan dihitung berbagai jenis pengganda baik tipe I maupun tipe II, sedangkan
formula yang digunakan merujuk BPS (1994) dan Nazara (1997
a. Pengganda Output
Pengganda output (Output Multiplier) yaitu dampak peningkatan permintaan akhir suatu sektor
terhadap total output seluruh sektor di wilayah penelitian. Pengganda output sederhana adalah dampak
kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap kenaikan
output sektor yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan pengganda output
total yaitu dampak kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah
terhadap kenaikan output sektor yang lain, baik secara langsung, tidak langsung maupun dampak
induksi.
(1) Pengganda Output Sederhana n1iij jbO
dimana :O j = pengganda output sederhana sektor j;bij
= unsur-unsur matriks invers Leontief terbuka sektor j.
(2) Pengganda Output Total 1n1iij d jO

dimana :
jO = pengganda output total sektor j;dij
= unsur-unsur matriks invers Leontief tertutup sektor j.
b. Pengganda Pendapatan
Pengganda pendapatan ( Income Multiplier) yaitu dampak peningkatan permintaan akhir suatu sektor
terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di wilayah penelitians ecara keseluruhan. Pengganda
pendapatan tipe I adalah dampak peningkatan permintaan akhir suatu sektor secara langsung dan tidak
langsung terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga. Artinya apabila permintaan akhir terhadap
output tertentu meningkat sebesar satu rupiah, maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga
yang bekerja pada sector tersebut sebesar nilai pengganda sektor yang bersangkutan. Sedangkan
pengganda pendapatan tipe II yaitu dampak peningkatan permintaan akhir secara langsung,
tidak langsung dan induksi suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tagga. Adabeberapa
jenis pengganda pendapatan yaitu:
(1) Pengganda Pendapatan Rumahtangga Sederhana Hj = n1iij1.in ba
Dimana :Hj = pengganda pendapatan rumahtanggal sederhana sektor j;an+1.i
= koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor i;bj = unsur-unsur matriks invers Leontief terbuka
sektor j.
(2) Pengganda Pendapatan Rumahtangga Total ij1n1i1.inda jH
di mana :
jH = pengganda pendapatan rumahtangga total sektor j;d ij = unsur-unsur matriks invers Leontief
tertutup sektor j.
(3). Pengganda Pendapatan Rumahtangga Tipe I
Yj = langsungdampak langsungak dampak tidlangsung dampak Atau secara matematik dapat
dirumuskan sebagai berikut:Hjn+1 a n+1.i bij
Yj = = ∑ a n+1, i i=1 a n+1,j
dimana:Yj = pengganda pendapatan tipe I sektor j;bij = unsur-unsur metriks invers Leontief terbuka
sektor j;a n+1.i = koefisien input gaji/upah rumahtangga sektor i;a n+1.j = koefisien input gaji/upah
rumahtangga sektor j;

(4) Pengganda Pendapatan Rumahtangga Tipe II


Langsung dampak induksidampak langsungak dampak tidak langsung dampak jY atau secara
matematik dapat dirumuskan sebagai berikut :Hj
n+1 a n+1.i dij
Yj = = ∑ a n+1, j i=1 a n+1,j
dimana :
jY = pengganda pendapatan tipe II sektor j;dij = unsur-unsur matriks invers Leontief tertutup sektor j
Kerangka Pemikiran Konseptual
Arah Kebijakan Bidang Pariwisata
Pariwisata mempunyai andil besar dalam laju pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah mendorong
sektor pariwisata sebagai penghasil devisa terbesar setelah sector minyak dan gas. Kegiatan pariwisata
secara potensial juga dapat mengatasi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja. Dari perspektif
social budaya, pariwisata mempunyai potensi sebagai alat untuk meningkatkan konservasi budaya dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sementara dari perspektif global, pariwisata (baik local
maupun internasional) memiliki potensi sebagai penggerak pertukaran budaya, dan sarana menggalang
perdamaian dunia.
Berbagai upaya pemerintah, swasta dan masyarakat selama ini mampu membangkitkan kembali
industri pariwisata yang sempat terpuruk dalam beberapa tahun terakhir. Dengan semakin membaiknya
kndisi ekonommi makro, makin kondusifnya iklim investasi, dan semakin membaiknya kondisi
keamanan di tanah air, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) cenderung meningkat sehingga
kinerja pariwisata semakin meningkat dengan perolehan devisa mencapai sekitar USD5 ,3 miliar dan
jumlah perjalanan wisatawan nusantara (wisnus) meningkat mencapai 21,7 juta. Berdasarkan kondisi
tersebut, meningkatnya penerimaan devisa dari sector pariwisatsa sekitar 1,5 persen; dan jumlah
perjalanan wisatawan nusantara(wisnus) mencapa 22,3 juta.
Namun demikian dengan karakteristik industri pariwisata yang multisektor maka kinerjanya sangat
dipengaruhi oleh dukungan sektor lain. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan pariwisata tidak
bisa lepas dari dukungan sector-sektor lain dan para pelaku kepentingan pembangunan pariwisata.
Kemajuan sector pariwisata juga dipengaruhi oleh factor eksternal seperti perubahan dan
perkembangan ekonomi global, serta kondisi keamanan dunia. Berbagai kondisi global yang berubah
secara dinamis perlu pula dicermati, seperti wabah penyakit dan terorisme. Disamping itu, pelaksanaan
otonomi daerah perlu juga dicermati dan diantisipasi sehingga perkembangan pariwisata dapat optimal.
Pembangunan pariwisata juga masih menghadapi beberapa permasalahan, yaitu:
(1) belum meratanya pembangunan pariwisata, terutama antara kawasan Barat dan Timur;
(2) kurangnya koordinasi, integrasi dan sinkronisai antara lembagada dan antar lembaga baik di
pusat, daerah maupun antara pusat dan daerah dalam pengembangan destinasi dan promosi
pariwisata;
(3) dukungan sector lain belum optimal;
 citra pariwisata Indonesia menurun yang disebabkan oleh berbagai factor seperti
merebaknya isu flu burung dan beberapa kejadian bencana alam;
 dukungan optimal dari pemerintah kota/kabupaten dengan munculnya berbagai
peraturan daerah yang menghambat belum tersedia;
 kerjasama pelaku ekonomi-sosial-budaya dan gan pelaku pariwisata dan masyarakat
belum berlangsung optimal; serta
 sumberdaya manusia yang profesional di bidang pariwisata masih terbatas.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut di atas, langkah-langkah kebijakan pembangunan
industri pariwisata ditempuh dan diarahkan untuk:
(1) meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi untuk promosi pariwisata;
(2) mengembangkan kerjasama pemasaran dan promosi pariwisata dengan lembaga terkait di
dalam dan di luar negeri, termasuk dukungan penyerenggaraan pusat promosi terpadu (lPO)
ditiga Negara serta kerjasama antar travel-agent dan antar tour operator di dalam maupun di
luar negeri;
(3) menyebarkan pengembangan destinasi pariwisata unggulan di luar Jawa dan Bali termasuk
pengembangan destinasi pariwisata di pulau-pulau terdepan, daerah perbatasan dan terpencil;
(4) memfasilitasi kemitraan dengan sektor terkait dalam upaya peningkatan keamanan,
kenyamanan dan kemudahan akses di destinasi;
(5) mengembangkan sistem informasi pariwisata yang terintegrasi di pusat dan daerah; serta
(6) mengembangkan profesionalisme sumber daya manusia di bidang pariwisata.

Bidang Industri Kecil


Peranan industry kecil dan menengah (termasuk industry rumah tangga [ RT]) masih minim. Industri ini
mempekerjakan dua pertiga tenaga kerja manufaktur di Indonesia, dan menyumbang sekitar 30 persen
dari total nilai tambah manufaktur. Namun demikian, industri kecil dan menengah (lKM) masih
terkonsentrasi di subsector makanan dan kayu, dan di lapangan usaha yang melayani konsumen akhir
atau memproduksi komponen untuk "afters/market'. Sementara itu, sebagian kecil IKM sudah
memproduksi bahan baku dan/atau barang antara (intermediate) serta memasoknya ke industry hilir.
Dengan kondisi ini, keberadaan IKM di Indonesia dalam satu mata rantai pertambahan nilai dengan
industry berskala besar masih terbatas.
Selanjutnya, industri kecil dan menengah sebagai suatu peluang usaha digerakkan oleh usaha kecil dan
menengah (UKM). UKM sendiri bergerak pada berbagai sektor, dari penyediaan barang sampai dengan
penyediaan jasa. Dengan demikian, pembangunan industry kecil dan menengah juga berarti
Pembangunan dan pemberdayaan UKM.
Sesuai dengan permasalahan mendesak yang dihadapi serta terbatasnya kemampuan sumberdaya
pemerintah, pengembangan industri manufaktur difokuskan pada beberapa sub-sektor yang memenuhi
satu atau lebih criteria sebagai berikut: (i) menyerap banyak tenaga kerja; (ii) memenuhi kebutuhan
dasar dalam negeri (seperti makanan-minuman dan obat-obatan (iii); mengolah hasil pertanian dalam
arti luas (termasuk perikanan) dan sumber-sumber daya alam lain dalam negeri; dan (iv) memiliki
potensi pengembangan ekspor.
Uraian permasalahan dan arah kebijakan yang tercantum dalam dokumen perencanaan pembanguna
nasional di masing-masing bidang menunjukkan bahwa terdapat potensi dan peluang
untuk mengembangkan bidang tersebut dalam suatu struktur yang terintegrasi. Bidang kepariwisataan
dapat menjadi intinya dengan diupayakannya untuk meningkatkan penerimaan devisa dan jumlah
wisatawan mancanegara (wisman) dan wisnus sedangkan bidang industry kecil menjadi pendukung.

Pengembangan Klaster Industri Pariwisata yang Didukung lndustri Kecil


Setiap Negara berusaha mengembangkan kekayaan budaya, sejarah dan alamnya sebagai modal utama
menarik kunjungan wisatawan. Hasil yang diharapkan tidat saja dalam bentuk devisa yang masuk,
namun juga penciptaan lapangan kerja daru, peningkatan ekonomi daerah dan nasional' serta perbaikan
kesejahteraan masyarakat pada umumnya'
Gencarnya promos wiisata menjadi gambaran semakin meningkatnya persaingan dalam industri
pariwisata dunia. Ada yang bias bertahan dalam iklim persaingan tersebut, ada yang terhambat karena
berbagai sebab. Namun dalam trend kemajuan, stagnasi dan pelambatan pertumbuhan industry
pariwisata di setiap negara, selalu ada upaya yang terus-menerus untuk menemukan idie-ide baru
dalam mengemas industri pariwisata sehingga bias tetap memiliki daya tarik.
Hal yang menarik untuk diamati adalah bahwa proses pengemasan pariwisata tidak lagi semata-mata
mengandalkan keunggulan komparatif seperti kekayaan budaya, sejarah dan alam. Dalam jangka
pendek, keunggulan komparatif masih dapat menjadi andalan, namun jika kita berpikir untuk waktu
jangka menengah dan panjang, kita harus bias memperkuat keunggulan kompartif tersebut menjadi
keunggulan kompetitif. Kita sudah harus bias mengolah, mengemas dan terus memperbaiki semua
komponen yang terlibat dalam industri pariwisata sehingga apa yang sudah diberikan oleh alam dan
nenek moyang kita bias tetap menarik bagi wisatawan.
Selanjutnya, kemajuan industri pariwisata juga harus bisa disertai dengan semakin banyak masyarakat,
terutama masyarakat local 'untuk ikut terlibat dan mendapat keuntungan dari kemajuan industry
pariwisata didalam negeri. Hat ini terkait dengan semangat dan upaya pengembangan pariwisata yang
"meningkatkan partisipasi masyarakat. Upaya ini dapat kita wujudkan apabila kita juga mampu
mengembangkan usaha-usaha pendukung industry pariwisata' Kita perlu meningkatkan produktivitas
sektor agribisnis dan agroindustri sehingga mampu menghasilkan bahan baku yang cukup dan
berkualitas bagi industry kuliner, makanan olahan dan kerajinan rakyat. Kita juga perlu meningkatkan
kapasitas dan profesionalisme jasa skala kecil yang menjadi penggerak komunitas wisata terutama di
daerah. Jika semua sudah diupayakan secara sungguh-sungguh, hasil: yang kita peroleh tidak saja dalam
bentuk peningkatan lama kunjungan wisatawan, namun juga dalam bentuk pengurangan volume impor
bahan baku pangan, peningkatan kesempatan kerja, dan perbaikan kesejahteraan masyarakat.
Struktur industri pariwisata sebenarnya memiliki karakteristik dan dimensi keragaman, tidak saja
dalam segi sumberdaya, namun juga dalam segi pelaku, Misalnya, struktur pelaku usaha diindustri
pariwisata Umumnya diwakili oleh usaha perhotelan, biro perjalanan, c atering, hiburan dan ritel.
Namun struktur pelaku industry pariwisata tidak terbatas pada kelima usaha tersebut. Banyak industri
barang dan jasa lainnya yang aktif berperan dalam mendukung usaha-usaha pariwisata, seperti usaha
agribisnis yang memasok bahan baku pangan dan lansekap, industry kerajinan yang memasok bahan
baku untuk ritel, industry pendidikan yang memasok tenaga kerja pariwisata, dan lain-lain. Struktur
pelaku usaha juga tidak melulu terkait dengan usaha besar, namun lebih banyak pelaku usaha di
industry pariwisata yang memiliki skala usaha kecil dan menengah.
Keragaman jenis dan skala usaha yang terlibat menjadikan industry pariwisata sangat berpotensi untuk
dikelola secara terintegrasi sehingga selain dapat meningkatkan daya saing dan devisa, juga dapat
memperluas dampak kemanfaatan ekonomi bagi masyarakat banyak dan golongan ekonomi lemah.
Dengan kata lain, industry pariwisata layak untuk dikembangkan dalam suatu kerangka klaster industry
pariwisata.
Michael Porter, seorang ekonom terkenal yang banyak menulis tentang daya saing suatu bangsa,
memperkenalkan konsep klaster sebagai suatu alternatif untuk mempertahankan daya saing suatu
industry. Dalam klaster, setiap komponen industry mulai dari pemasok, pabrikan, distributor, penyedia
jasa, pemasaran dan institusi-institusi terkait lainnya (pemerintah, swasta dan masyarakat) saling
terhubung dan mendukung satu dengan lainnya dalam suatu kawasan. Strukturk laster ini dapat
mendorong suatu industry menjadi lebih produktif dan inovatif, dan mendorong terbentuknya usaha-
usaha baru. Bukti keberhasilan penerapan konsep klaster industry dapat ditemui diklaster industry
perkapalandi Norwegia, klaster industry anggur di California USA, klaster industry pendidikan di Boston
Amerika Serikat, klaster fashion di Paris, dan klaster pengembangan software di India.
Pendekatan klaster juga sudah diterapkan dalam industri pariwisata, seperti yang dilakukan di
Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Sri Lanka, Guyana, Ghana, dan beberapa negara Timur Tengah.
Sementara itu ASEAN juga sudah mencanang Asean Tourism Investment Zone (ATlz) yang terintegrasi
melalui pengembangan klaster pariwisata yang menekankan pada pembangunan kerjasama dan
Keterkaitan dibidang pariwisata di antara negara-negara anggota.
Pengembangan klaster pariwisata dianggap penting untuk menyatukan Sumberdaya pariwisata yang
ada dan mereposisi struktur, pengelolaan dan promosi suatu k awasan wisata sehingga lebih berdaya
saing. Melalui pendekatan kawasan, klaster pariwisata juga dapat membantu suatu kelompok
masyarakat untuk dapat meningkatkan nilai tambah usaha pariwisatanya tanpa harus kehilangan nilai
budaya dan kekayaaan alamnya.
Penerapan klaster tidaklah mudah. Dari segi waktu, struktur lingkungan usaha dalam bentuk klaster
mungkin baru bisa terwujud dalam jangka menengah sampai panjang (lebih dari 5 tahun). Hal ini
terutama terkait dengan upaya mengajak dan memperkuat komitmen dari seluruh unsur usaha terkait
untuk bergabung. Selain itu, diperlukan adanya kebijakan klaster yang agresif dan canggih yang
didukung oleh investasi yang besar. Pengembangan klaster juga membutuhkan upaya bertahap dalam
pengalihan industri-industri terkait untuk menghilangkan hambatan internal dan merubah efektivitas
operasional menjadi strategi yang mampu mendorong inovasi.
Meskipun pengembangan klaster membutuhkan jangka waktu yang panjang, ada langkah-langkah
rintisan yang dapat dilakukan; (1) prasyarat iklim usaha dan (2) peran pemerintah dan swasta yang
dibutuhkan dalam rangka pengembangan klaster pariwisata, dan dilanjutkan dengan (3) langkah-
langkah strategis yang dapat ditempuh dalam skala mikro.
Pengembangan klaster pariwisata membutuhkan adanya reformasi kebijakan sehingga kondusif bagi
perkembangan industri pariwisata. Hal ini tidak terlepas dari tugas pemerintah untuk menciptakan
lingkungan ekonomi makro, politik dan hokum yang stabil dan kondusif. Upaya-upaya pembenahan di
bidang ekonomi, politik dan hukum sudah dirintis dan hasil-hasilnya sudah tampak sehingga kondisi
saat ini sudah lebih kondusif dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun demikian, masih
banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan terutama untuk menjadikan kebijakan-kebijakan yang
ada bias dilaksanakan dengan baik. Hal ini terutama berkaitan dengan penerapan kebijakan
keselamatan penumpang, terpeliharanya infrastruktur perhubungan, energy dan komunikasi, serta
perbaikan kualitas dan terpeliharanya lingkungan hidup. Selain itu, kebijakan perpajakan, pertanahan
dan tata kota juga penting untuk dipantau pelaksanaannya untuk memastikan bahwa insentif yang
tersedia bagi industri pariwisata dapat dimanfaatkan secara optimal dan bebas dari praktik eksploitatif.
Selain berperan sebagai regulator, pemerintah juga dapat berperan sebagai fasilitator dan dinamisator.
Pemerintah dapat memfasilitasi transformasi dan modernisasi struktur klaster industri pariwisata
melalui penciptaan kebijakan yang mendukung peningkatan kualitas SDM, prasarana fisik, prasarana
iptek, akses modal, informasi komersial dan tata administratif. Hil ini juga dimaksudkan untuk
menghilangkan hambatan-hambatan yang mungkin dihadapi karena adanya perbedaan skala usaha dan
struktur kepemilikan antar berbagai institusi yang terlibat dalam suatu klaster induski pariwisata.
Kebijakan modernisasi agribisnis, peningkatan distribusi barang dan jasa, serta peningkatan
produktivitas dan kualitas produks industri skala kecil juga penting untuk mendukung pengembangan
klaster pariwisata. Upaya pemerintah ini perlu ditindaklanjuti oleh industry pariwisata melalui
restrukturisasi organisasi internal dan eksternal, termasuk dalam hubungannya dengan industri
pendukungnya.
Penguatan dunia usaha di industri pariwisata dan sektor-sektor terkait merupakan prasyarat
berikutnya. Klaster pariwisata tidak dapat menjadi produktif jika industry-industri yang tergabung di
dalamnya tidak menerapkan tata kelola usaha yang baik (good corporate governance). Perusahan
pariwisata perlu terus berupaya untuk menerapkan teknik manajerial yang paling maju dan
bertanggung jawab.
Usaha-usaha di sektor agribisnis dan industry kecil juga perlu memperbaiki budaya usaha dan
manajemennya sehingga dapat mengelola usaha secara lebih efisien dan dapat bermitra secara sejajar
dengan usaha menengah dan besar di sector pariwisata. Hubungan kerjasama yang lebih baik dalam hal
pemantauan kuantitas dan kualitas pasokan bahan baku, advokasi penciptaan produk baru, penyediaan
informasi, dan transaksi pembayaran juga perlu dibangun. Hal ini penting untuk menjamin adanya
keterkaitan yang erat antara usaha agribisnis dan industry kerajinan skala kecil sebagai pemaso industri
pendukung dengan para pelaku di industri pariwisata.
Keberhasilan pengembangan klaster juga bergantung pada kejelasan focus dan strategi usaha. Industri
pariwisata perlu proaktif dalam menciptakan dan memperkenalkan produk-produk baru yang diminati
wisatawan dan, pada saat yang sama, responsive terhadap pola perubahan dari permintaan wisatawan.
Namun keberhasilan suatu program wisata tidak saja bergantung pada tuntutan konsumen. Jangkauan
industry pariwisata perlu ditingkatkan untuk melibatkan masyarakat setempat untuk berkolaborasi
melalui keterkaitan pemasok produk agribisnis dan kerajinan, ataupun dalam fasilitasi pemasaran bagi
produk-produk setempat di daerah wisata. Pola pelibatan masyarakat seperti ini dapat menciptakan
rasa memiliki yang kuat, yang pada akhirnya menjadi perekat dari pihak-pihak yang terlibat dalam
klaster industri pariwisata. Sudah banyak contoh yang berhasil; salah satunya yaitu pengembangan
ecotourism yang berbasis budaya dan pola hidup tradisional masyarakat pedesaan.
Keberlanjutan klaster industry pariwisata juga sangat bergantung pada strategi para pelaku industri
pariwisata dalam menyikapi persaingaan antar klaster industry pariwisata dan antar negara. Langkah
yang dilakukan ASEAN melalui pengembangan ASEAN Tourism lnvestment Zone (ATIZ) yang
terintegrasi rasanya patut dicontoh. Negara-negara ASEAN memahami bahwa level playing field dalam
era globalisasi saat ini sudah semakin merata, sehingga strategi terbaik yang dapat ditempuh untuk
menghadapi persaingan adalah dengan menjalin kerjasama dengan para pesaing. Banyak hal dalam
kepariwisataan negara-negara anggota ASEAN memiliki kemiripan dan masing-masing Negara bersaing
untuk mendapatkan porsi kunjungan wisatawan yang lebih besar.
Dengan menyatukan investasi dan keterkaitan program wisata di antara Negara-negara anggota ASEAN,
sumberdaya dapat disatukan dan diharapkan potensi wisata ASEAN dapat lebih berdaya saing. Hal yang
sama dapat dilakukan antar klaster wisata satu daerah/propinsi dengan klaster wisata lainnya.
Dengan demikian, dalam jangka menengah atau panjang, klaster merupakan alternatif y ang baik
untuk pengembangan pariwisata yang didukung sektor industry skala kecil. Klaster memungkinkan
berbagai pelaku ekonomi yang berbeda dalam skala dan jenis usaha untuk berperan dan saling
melengkapi dalam satu keterkaitan usaha. Pemerintah dan swasta uga dapat bersinergi dalam klaster.
Pemerintah dapat menciptakan lingkungan berusaha yang kondusif bagi industry pariwisata, dan
sekaligus mendorong pelaku usaha di industry pariwisata untuk meningkatkan kinerjanya dan
menciptakan produk-produk baru yang inovatif'. Kolaborasi antara swasta dan pemerintah (private-
public partnership) akan menjadi penyeimbang dalam menjaga hubungan antar pihak-pihak yang
terlibat dalam klaster.

Prioritas pembangunan dalam perekonomian Kota Bandung yang meliputi tiga sektor utama yaitu;
pembangunan sektor pertanian dalam arti luas, pengembangan industri pariwisata yang bermodalkan
kebudayaan Kota Bandung, pengembangan industri kecildan kerajinan, terutama yang berkaitan dengan
sektor pertanian dan sektor pariwisata. Jadi berkembangnya ketiga sektor prioritas tadi diharapkan bisa
saling bersinergi atau terkaitantara sektor yang satu dengan sektor lainnya. Sektor pariwisata yang yang
memperoleh prioroitas dalam pembanguan ekonomi, ternyata telah memberikan corak khusus terhadap
perekonomian daerah Kota Bandung. Perkembangan sektor pariwisata yang pesat di Kota Bandung
ternyata merangsang tumbuh-kembangnya usaha-usaha kecil yang memproduksi barang dan jasa yang
berkaitan langsung dan tidak langsung dengan pariwisata. Semua usaha-usaha kecil yang berkaitan
langsung dengan pariwisata dapat dikelompokkan ke dalam sektor-sektor, seperti sektor „restoran,
rumah makan dan warung‟, sekktor „hotel non bintang‟, sektor „travel biro‟, sektor „angkutan wisata‟,
sektor „money changer‟, sektor „atraksi budaya dan hiburan lainnya‟, sektor jasa peorangan,
rumahtanggadan pramuwisata‟, dll.
Usaha-usaha kecil pada sektor-sektor pariwisata di dalam aktivitasnya menghasilkan pendapatan yang
diperoleh dari penjualan barang dan jasa yang diproduksikan untuk sector pariwisata. Sedangkan dalam
aktivitas produksinya, usaha-usaha kecil ini memperoleh input yang berasal dari output sektor-sektor
ekonomi lainnya. Inilah yang disebut keterkaitan langsung dan tidak langsung dalam suatu
perekonomian. Di samping itu, setiap peningkatan permintaan barang dan jasa yang langsung
dikonsumsi oleh usaha-usaha kecil ini akan meningkatkan output dan pendapatan sektor lain. Inilah
yang disebut pengganda usaha kecil terhadap sektor-sektor ekonomi lainnnya. Dengan menggunakan
pendekatan Input-Output terhadap Tabel Input-Output Pariwisata Kota Bandung tahun 2000, semuanya
akan dapat diketahui(Gambar 2).
Asumsi
Dalam penerapan input-output (I-O), ada beberapa asumsi yang mendasari model tersebut. Metode yang
dikembangkan Leontief memiliki asumsi dasar “ fixed proportion production function” atau dikenal
sebagai fungsi produksi Leontief, artinya hanya ada satu kombinasi input untuk memproduksi tingkat
output tertentu. Asumsi dasar ini selanjutnya dirinci lebih lanjut oleh O‟Connor dan Henry, 1975 (dalam
Dasril, 1993) menjadi tiga yaitu :
(1) Homogenitas, yang berarti suatu komoditi hanya dihasilkan secara tunggal oleh suatusektor
dengan susunan yang tunggal dan tidak ada substitusi output di antara berbagai sektor.
(2) Linearitas adalah suatu prinsip dimana fungsi produksi bersifat linear dan homogen.Artinya
perubahan suatu tingkat output selalu didahului oleh perubahan pemakaian inputs ecara
proporsional. Asumsi ini dikenal juga sebagai prinsip “proporsionalitas”.
(3) (3) Aditivitas adalah suatu prinsip di mana efek total dari pelaksanaan produksi di berbagai
sektor dihasilkan oleh masing masing sektor secara terpisah. Hal ini berarti bahwa semua
pengaruh di luar sistem input-output diabaikan
BAB II
INDUSTRI PARIWISARA

2.1 Pengertian Pariwisata


Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dalam satu waktu pastilah seseorang akan merasakan
kejenuhan. Untuk itu diperlukan hiburan yang mampu menetralisir rasa jenuh tersebut, salah satu
caranya adalah dengan berwisata. Berikut adalah definisi mengenai pariwisata. Menurut UU. No
10/2009 tentang Kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi,
atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
Sedangkan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
2.1.1 Bentuk-bentuk Pariwisata
Gamal Suwantoro (1997:14-17) mengelompokkan berbagai macam bentuk perjalanan wisata
ditinjau dari berbagai macam segi.
1. Dari segi jumlahnya, wisata dibedakan atas:
a. Individual Tour (wisatawan perorangan).
b. Family Group Tour (wisata keluarga.
c. Group Tour (wisata rombongan).
2. Dari segi pengaturannya, wisata dibedakan atas:
a. Pre-arranged Tour.
b. Package Tour.
c. Coach Tour.
d. Special Arranged Tour.
e. Optional Tour.
3. Dari segi maksud dan tujuannya, wisata dibedakan atas:
a. Holiday Tour.
b. Familiarization Tour.
c. Educational Tour.
d. Scientific Tour.
e. Pileimage.
f. Special Mission Tour.
g. Special Program Tour.
h. Hunting Tour.
4. Dari segi penyelenggaraannya, wisata dibedakan atas:
a. Ekskursi (Excursion).
b. Safari Tour.
c. Cruize Tour.
d. Youth Tour (wisata remaja).
e. Marine Tour (wisata bahari).

2.1.2 Manfaat Pariwisata


Kebijaksanaan pemerintah di suatu negara guna peningkatan dan pengembangan pariwisata,
dipertimbangkan atas manfaat yang besar dari pariwisata tersebut yaitu antara lain:
1). Segi ekonomis
2). Segi budaya dan lingkungan
3). Memperluas nilai pergaulan dan pengetahuan
4). Menunjang perbaikan kesehatan dan prestasi kerja

2.2.Landasan Teori
Untuk dapat menghubungkan antara konsep ekonomi dan pariwisata terlebih dahulu akan
dijelaskan konsep-konsep sebagai berikut:
1. Aspek Penawaran Pariwisata
Menurut Medlik, 1980 dalam Ariyanto, 2005, ada empat aspek (4A) yang harus diperhatikan
dalam penawaran pariwisata. Aspek-aspek tersebut adalah:
a) Attraction (daya tarik),
b) Accesable (bisa dicapai),
c) Amenities (tersedianya fasilitas yang memadai)
d) Ancillary (adanya Lembaga Pariwisata)

2. Aspek Permintaan Pariwisata


Lebih lanjut menurut Medlik, 1980 dalam Ariyanto, 2005, menjelaskan ada tiga pendekatan
yang digunakan untuk menggambarkan permintaan pariwisata. Tiga pendekatan tersebut adalah
sebagai berikut:
a) Pendekatan ekonomi,
b) Pendekatan geografi,
c) Pendekatan psikologi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pariwisata


Menurut Medlik, 1980 dalam Ariyanto, 2005, faktor-faktor utama dan faktor lain yang
mempengaruhi permintaan pariwisata dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Harga.
b) Pendapatan.
c) Sosial budaya.
d) Sospol (sosial politik).
e) Intensitas keluarga.
f) Harga barang substitusi.
g) Harga barang komplementer.

Dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang menentukan wisatawan untuk membeli atau
mengunjungi objek wisata, Medlik, 1980 dalam Ariyanto, 2005, menyatakan ada lima faktor yang
menentukan seseorang untuk membeli jasa atau mengunjungi objek wisata, yaitu: (1) lokasi, (2)
fasilitas, (3) citra/image, (4) harga/tarif, (5) pelayanan.
Pembangunan terhadap proyek kepariwisataan baik berskala besar maupun kecil akan
melibatkan sektor swasta dan sektor publik. Keterlibatan sektor publik sangat penting berdasarkan dua
hal. Pertama, karena adanya kesenjangan antara jumlah investasi yang dibutuhkan dengan penghasilan
yang diharapkan, sehingga sangatlah tidak mungkin proyek besar dapat dibiayai sektor swasta sendiri.
Kedua, karena potensi keuntungan yang dihasilkan dari pembangunan kepariwisataan. Adanya investasi
dari sektor publik dapat menjadi pemicu keterlibatan sektor swasta. Sektor publik yang terlibat dalam
persiapan master plan, akan mendapatkan tanah, memasarkan pembangunan proyek pada khalayak
yang tertarik, membangun dan memelihara infrastruktur, dan mengawasi pembangunan yang dilakukan
oleh sektor swasta. Sektor swasta dapat melakukan studi kelayakan pada proyek dan rancangan
tertentu serta membangun dan mengoperasikan proyek yang dianggap layak secara finansial.
2.2.3 Proses Pembangunan
Proses pembangunan dimulai dengan menganalisa empat aspek, yaitu:
1. potensi pasar,
2. perencanaan dan rekayasa,
3. sosial ekonomi,
4. jalur hukum dan bisnis.
Dari keempat aspek tersebut dapat dinilai serta membuat tolok ukur dalam menetapkan dan
mempersiapkan master plan. Dalam prosesnya, dampak lingkungan juga menjadi pertimbangan dalam
perkiraan biaya pembangunan setiap sektor. Dari sini dapat dibuat studi kelayakan awal. Jika
diputuskan proyek tersebut akan dilanjutkan, maka rancangan pembangunan jangka panjang dapat
dipersiapkan bersama dengan analisa finansial dan ekonomi yang lebih rinci. Rancangan pemasaran dan
administratif dipersiapkan untuk membantu proyek yang telah dipilih, sehingga selanjutnya adalah
tentang studi kelayakan finansial dan dampak ekonomi dapat dikaji dan ditentukan.
2.2.4 Analisis Pasar
Tujuan dan analisis pasar adalah untuk memperkirakan aliran wisatawan yang datang dalam
jangka panjang. Hal ini dilakukan dengan mengkaji sumber-sumber wisatawan pada setiap sektor
dibandingkan dengan persaingan dalam kerangka kebutuhan turis sekarang dan yang akan datang.
IMPACT MARKET

Tourism Sector Market


National
Socioeconomic
(Current (Tourist
System
Facilities) Sources)

National Development
Development Tourism Planning For
Objectives Policy Tourism
(Policy) Sector

POLICY PLANNING

Gambar 2.1
Sistem model sektor pariwisata oleh Edgell (1990)

Untuk mempermudah pemasaran produk-produk pariwisata, maka harus terlebih dahulu


ditentukan segmentasi pasar yang akan dituju, sehingga strategi yang akan diterapkan mampu
menghasilkan nilai yang optimal. Proses segmentasi dapat dibagi berdasarkan: demografi, geografi,
psikografi, dan perilaku.
Keterkaitan antara masyarakat, swasta/event dan Pemerintah dapat dilihat pada Gambar 2.1
berikut.
Pariwisata
Kunjungan Objek
Wisatawan Wisata

Swasta/Event

Partisipasi

Masyarakat
Pemerintah
Pariwisata

Gambar 2.2 Triangle pihak-pihak terkait dalam industri pariwisata

Prospek/Target Yang Akan Dicapai


Tourist arrival diperkirakan akan tumbuh dengan laju sebesar 4,1 persen per tahun sampai
dengan tahun 2020. Menurut UNWTO, pada tahun 2020 akan terdapat 1,6 miliar turis
internasional. Bila pertumbuhan ini dapat berlangsung dengan konstan, maka pada tahun 2030
nanti jumlah turis antar negara akan mencapai lebih dari 2 miliar. Kontribusi industri Pariwisata
akan ditingkatkan dari 5 persen terhadap PDB pada tahun 2010 menjadi 15 persen pada tahun
2015, dan menjadi 15 persen terhadap PDB pada tahun 2030.
Mendatangkan wisatawan asing sebanyak 14 juta orang pada tahun 2015 dan menstimulus
pergerakan wisatawan nusantara menjadi 275 uta pergerakan. Memperpanjang waktu tinggal
wisatawan asing dari 9 hari (2005) menjadi 10 hari (2015), dengan pengeluaran wisatawan
sebanyak 100 dollar AS/hari (2005) menjadi 120 dollar AS/hari (2015). Menyediakan lapangan
kerja langsung 15 juta orang maupun tidak langsung 50 juta orang pada tahun 2015.
Multiplier effect pada pertumbuhan ekonomi dengan kegiatan pariwisata yang meningkat.

Perjalanan global telah berevolusi secara dramatis selama dua abad terakhir ini, dengan eskalasi
kecepatan, jarak dan volume yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Oleh karena distribusi
geografis penyakit adalah dinamis dan dipengaruhi oleh faktor-faktor ekologi, genetik dan orang, maka
perjalanan memungkinkan orang untuk berinteraksi dengan mikroba dan memperkenalkan patogen ke
lokasi dan populasi baru. Kenaikan jumlah orang yang melakukan perjalanan dan mobilitas spasialnya
telah mengurangi hambatan geografis dan meningkatkan potensi penyebaran penyakit menular
termasuk zoonosis. [1]

Perjalanan

Volume perjalanan tumbuh secara eksponensial. Tabel 1: Pertumbuhan populasi dunia dan perjalanan
Wisatawan internasional meningkat dari 25,3 juta wisatawan internasional
orang pada 1950 menjadi 980 juta orang pada 2011,
yang berarti telah terjadi kenaikan 38 kali lipat (lihat
Tabel 1). Dalam beberapa tahun terakhir, World
Tourism Organization mengestimasi pertumbuhan
perjalanan sekitar 6% per tahun dan mengantisipasi
pertumbuhan yang sama dalam dekade mendatang.
[1]Data migrasi manusia menunjukkan indikator lain
berkaitan dengan mobilitas populasi. Sekitar 2% dari
penduduk dunia (>200 juta orang), termasuk
imigran, pekerja migran, pengungsi, pencari suaka,
dan ekspatriat/pekerja asing, sekarang ini tinggal di
luar negara kelahirannya.

Sumber: Data dari US Census Bureau dan World


Tourism Organization. Diakses di
http://www.census.gov/population/international/ dan
http://www.unwto.org/facts/menu.html

Meskipun terjadi ketidakpastian ekonomi dunia yang persisten, pada 2011 jumlah wisatawan
internasional yang mengunjungi Eropa mencapai 503 juta orang, Asia dan Pasifik 216 juta orang,
Amerika 156 juta orang, Afrika 50 juta orang, dan Timur Tengah 55 juta orang.

Menurut laporan World Tourism Gambar 1. Kunjungan wisatawan internasional 1950 - 2020
Organization terakhir, pertumbuhan
wisatawan internasional akan terus
tumbuh di 2012, meskipun pada tingkat
yang sedikit lebih lambat. Pada akhir tahun
2012 ini, jumlah wisatawan internasional
akan menciptakan satu catatan sejarah
tersendiri yaitu mencapai satu milyar
orang. [4] Visi 2020 dari World Tourism
Organization meramalkan bahwa
wisatawan internasional akan mencapai
hampir 1,6 milyar pada 2020 (lihat Gambar
1). Dari wisatawan seluruh dunia di 2020,
1,2 milyar merupakan wisatawan intra-
regional dan 378 milyar wisatawan jarak
Sumber: World Tourism Organization. Diakses di
jauh. [5]
http://www.unwto.org/facts/eng/vision.htm

Pada umumnya orang melakukan perjalanan dengan bermacam-macam tujuan dan alasan, termasuk
perjalanan untuk bersenang-senang, bekerja/bisnis, menghadiri pertemuan/konferensi, penelitian,
studi, bantuan kemanusiaan, tujuan keagamaan, atau kegiatan misionaris. Tujuan perjalanan bisa untuk
mengunjungi teman atau keluarga, berobat, profesional atau untuk peluang ekonomi.
Meskipun demikian orang juga Tabel 2. Jumlah wisatawan internasional yang mengujungi
bisa terpaksa melakukan negara-negara ASEAN
perjalanan atau bermigrasi
karena kejadian yang
berkaitan dengan bencana,
termasuk bencana alam,
bencana lingkungan dan
pergolakan sosio-politik dalam
negeri. Antara tahun 2010 dan
2011, tiga negara yang menjadi
pasar kunjungan wisatawan
tertinggi di wilayah ASEAN
yaitu Malaysia, Singapura dan
Thailand (lihat Tabel 2).

Sumber: ASEAN Secretariat (2011). [6]

Dari Januari sampai November 2011, Indonesia menerima kedatangan wisatawan asing sebanyak
6.925.192 orang, naik 8,9% dibandingkan dengan 2010 dengan 6.358.723 orang untuk periode yang
sama. Sampai dengan Desember 2011, diproyeksikan kedatangan wisatawan asing akan mencapai 7,6
juta orang atau naik 8,5% dibandingkan dengan 2010. Empat belas negara dengan jumlah wisatawan
tertinggi menempati proporsi 76,6% dari keseluruhan wisatawan yang datang ke Indonesia sejak
Januari sampai November 2011. Pada 2011, jumlah wisatawan tertinggi yang datang ke Indonesia
adalah dari negara Australia (22,1%), Filippina (20,8%) dan Timur Tengah (18,1%).
Eskalasi kecepatan transportasi memperluas mobilitas global masyarakat dunia, membuat peluang bagi
banyak produk dan jasa untuk diperoleh secara cepat dimanapun di dunia, dan memicu lonjakan
pertumbuhan pariwisata. Industri pariwisata merupakan industri yang pertumbuhannya tercepat di
dunia dan jumlah negara yang dikunjungi wisatawan diproyeksikan bertambah 2 kali lipat pada 2020
mendatang.
Selama beberapa dekade, modus transportasi sudah berubah dari penggunaan kuda dan kapal layar di
masa dahulu kala ke penggunaan kapal uap, kereta api, otomobil dan pesawat udara. Pada abad ke-21
ini, pesawat udara mampu mencapai hampir setiap kota besar di dunia dalam waktu 24 jam. Sebagai
hasil dari peningkatan kecepatan, ruang dan transportasi moderen, mobilitas spasial dari rata-rata
orang tumbuh seribu kali lipat dalam 2 abad terakhir.
Pada 1998, penerbangan udara menempati pangsa terbesar (43%) dari perjalanan internasional, diikuti
dengan perjalanan darat 41,4%, transportasi air 7,8%, dan kereta api 7%. Kemudian pada 2006, pangsa
penerbangan udara sedikit naik yaitu 46% dari perjalanan internasional, diikuti dengan perjalanan
darat 43%, transportasi air 7%, dan kereta api 4%. Angka ini mengindikasikan adanya pertumbuhan
jarak jauh yang berkelanjutan, khusus terkait dengan penggunaan pesawat udara berbadan besar dan
hubungan antara ekosistem yang berbeda dan beragam spesies yang menghuninya. [1]

Angkutan udara bukan hanya bertambah cepat, Gambar 2. Jaringan penerbangan global (Global
akan tetapi juga bertambah besar. Pesawat Aviation Network) (penerbangan sipil, 500
jumbo jet saat ini dapat mengangkut pelabuhan udara besar, 100 negara)
ribuan penumpang setiap kali terbang. Risiko
bagi penumpang untuk mendapatkan penyakit
menular diperkirakan meningkat 4 kali apabila
ukuran pesawat udara dua kali lebih besar.
Jaringan penerbangan global (global aviation
network) seperti yang terlihat pada Gambar 2
menghubungkan hampir semua wilayah di
dunia, memungkinkan transit cepat dan
percampuran beragam spesies. [1, 8]
Sumber: PNAS 2004;101:15125 [8]

Pada 2005, di seluruh dunia sekitar 11,5 juta penumpang melakukan perjalanan dengan kapal pesiar,
dengan lama pelayaran setiap kapal rata-rata 7 hari. Jaringan pelayaran global (global waterways
network) pada 2008 seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3. Para penumpang kapal pesiar bisa
berasal dari berbagai negara dan kapal bisa berhenti di pelabuhan yang berbeda-beda dimana
penumpang turun dari kapal atau dijemput ke kapal. Penumpang bisa saja melakukan kunjungan singkat
selama kapal berhenti di setiap pelabuhan.
Gambar 3. Jaringan pelayaran global (Global Waterways Network)

Sumber: University of Delaware (2008) [8]

Perjalanan alam dan eko-turisme


Perjalanan alam dan eko-turisme bertambah populer dan digemari dalam tahun-tahun belakangan ini.
Perjalanan alam dan eko-turisme dikarakterisasi dengan kunjungan atau rekreasi ke wilayah-wilayah
yang masih alami, terpencil dan eksotik, seringkali di negara-negara berkembang, untuk menikmati dan
mengamati kehidupan satwa liar dan kegiatan-kegiatan orientasi di alam terbuka (outdoor). Tujuan eko-
turisme yang populer dijumpai di banyak negara seperti di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan.
Eko-turisme merupakan salah satu segmen industri pariwisata yang berkembang cepat dengan tingkat
pertumbuhan tahunan antara 10% dan 30%. Eko-turisme saat ini menempati sekitar 20% dari pangsa
pasar perjalanan dunia baik darat maupun air. Sebenarnya eko-turisme dimaksudkan untuk mendukung
upaya perlindungan wilayah-wilayah alam dengan memperoleh keuntungan ekonomi melalui
kesempatan tenaga kerja dan peluang penghasilan bagi masyarakat lokal dan organisasi lokal yang
mengelola wilayah alam tersebut. Meskipun prinsip eko-turisme dimaksudkan untuk ‘ramah
lingkungan’ (environmentally friendly), akan tetapi pada kenyataannya pertumbuhan eko-turisme
cenderung mengarah kepada peningkatan jumlah wisatawan dan infrastruktur, sehingga pada
gilirannya akan merubah lingkungan alam pada derajat tertentu.
Banyak sekali manfaat yang dapat diberikan oleh pengembangan sektor industri pariwisata. Menurut
buku Pegangan Penatar dan Penyuluh Kepariwisataan Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata, sedikitnya manfaat dan dampak negative yang ditimbulkan tersebut dapat
ditinjau dari empat aspek: (a) aspek ekonomi, (b) aspek social-budaya, (c) aspek berbangsa dan
bernegara, dan (d) aspek lingkungan. Tabel 1.2. memberikan ringkasan manfaat dari ke-empat aspek
tersebut.
Di samping manfaat yang diberikan dari perkembangan dan pertumbuhan industri pariwisata, juga
perlu diantisipasi dampak-dampak negatif yang mungkin ditimbulkan bila perlu mengurangi atau
bahkan dapat menghilangkannya.
Tabel 1.2 Manfaat dan Dampak Negatif Pengembangan Sektor Industri Pariwisata
NO ASPEK MANFAAT DAMPAK NEGATIF
 Menambah devisa
 Membuka kesempatan berusaha
 Harga barang dan jasa pelayanan
 Menambah lapangan kerja
menjadi naik, karena banyaknya
 Meningkatkan pendapatan masyarakat dan
pengunjung atau wisatawan yang
pemerintah
dianggap selalu membawa uang
 Mendorong pembangunan daerah banyak.
1. Ekonomi  Harga barang dan jasa pelayanan menjadi naik,
 Harga tanah naik akibat dari
karena banyaknya pengunjung atau wisatawan
banyaknya para investor yang
yang dianggap selalu membawa uang banyak.
memerlukan tanah untuk
 Harga tanah naik akibat dari banyaknya para pembangunan hotel dan sarana
investor yang memerlukan tanah untuk penunjang industri pariwisata
pembangunan hotel dan sarana penunjang
industri pariwisata
 Pelestarian budaya dan adat
 Meningkatkan kecerdasan masyarakat
 Penduduk khususnya remaja suka
 Meningkatkan kesehatan jasmani &rohani
mengikuti pola hidup para
 Mengurangi konflik social
2. Sosial Budaya wisatawan yang tidak sesuai
 Penduduk khususnya remaja suka mengikuti dengan budaya dan kepribadian
pola hidup para wisatawan yang tidak sesuai bangsa kita sendiri
dengan budaya dan kepribadian bangsa kita
sendiri
 Mempererat persatuan dan kesatuan
 Menumbuhkan rasa memiliki dan kecintaan  Banyaknya peluang dan
terhadap tanah air pemanfaatan wisatawan juga
 Memelihara hubungan baik secara internasional mengundang perilaku yang tidak
Berbangsa dan  Banyaknya peluang dan pemanfaatan bertanggungjawab misalnya:
3.
Bernegara wisatawan juga mengundang perilaku yang pemerasan, perjudian, prostitusi,
tidak bertanggungjawab misalnya: pemerasan, pencurian, pengedaran barang
perjudian, prostitusi, pencurian, pengedaran barang terlarang, penipuan dan
barang barang terlarang, penipuan dan lain lain sebagainya.
sebagainya.
 Melestarikan lingkungan
 Menumbuhkan suasana hidup tenang dan bersih
 Meningkatkan kesegaran fisik dan mental
4. Lingkungan
 Jauh dari polusi, santai dapat mengembalikan kesehatan pisik dan mental, dengan
demikian pengembangan pariwisata merupakan salah satu cara dalam upaya untuk
melestarikan lingkungan.
 Memperoleh nilai tambah atas pemanfaatan dari lingkungan yang ada
 Terjadi pengrusakan lingkungan, baik karena pembangunan prasarana dan sarana
pariwisata, maupun karena ulah pengunjung atau tangan-tangan jahil orang yang tidak
bertanggungjawab.

Industri pariwisata telah berkembang dengan pesat dari masa ke masa terbukti dari semakin banyaknya
orang melakukan kegiatan wisata dan juga jumlah uang yang dibelanjakan untuk kegiatan tersebut, hal
ini sangat dimungkinkan karena adanya:
1. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia, demikian juga meningkatnya jumlah penduduk
dunia yang mampu melakukan perjalanan dan berwisata ke daerah lain.
2. Keputusan untuk cuti bersama pada setiap libur hari raya atau libur lainnya juga ikut
mendukung kegiatan berwisata dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya bahkan bila
memungkinkan ke negara lain.
3. Semakin bertambahnya uang atau dana yang dapat digunakan untuk dapat membiayai kegiatan
wisata.
4. Semakin tersedianya waktu yang luang dan kesempatan yang dapat digunakan untuk berwisata.
5. Semakin mudah cara melakukan perjalanan, lebih cepat dan lebih menyenangkan.
6. Kecenderungan biaya hidup lebih tinggi di negara tertentu, juga mendorong orang untuk
melalukan wisata ke negara lain yang biaya hidupnya lebih rendah
Unsur-unsur yang terlibat didalam industri pariwisata adalah meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Akomodasi
Adalah tempat bagi seseorang untuk tinggal sementara, dapat berupa hotel, losmen, guest house,
pondok, cottage inn, perkemahan, caravan, bag packer dan sebagainya.

Saat ini telah berkembang lebih jauh kearah tuntutan Gambar 1.3 Hotel dan fasilitasnya
pemenuhan kebutuhan manusia lainnya seperti makan,
minum rekreasi, olah raga, konvensi, pertemuan-pertemuan
profesi dan asosiasi perjamuan-perjamuan pernikahan dan
lainnya. Oleh karena itu dengan kemajuan teknologi dan
perkembangan jaman juga dapat mempengaruhi jenis, macam
dan banyaknya fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan dan harus
disediakan oleh pengusaha pada bidang akomodasi.

b. Jasa Boga dan Restoran


Adalah industri yang bergerak dalam bidang penyediaan makanan dan minuman, yang dikelola secara
komersial. Jenis usaha ini dapat dibedakan dalam manajemennya, yaitu cara pengelolaannya, apakah
dikelola secara mandiri maupun terkait dengan usaha lain. Industri yang bergerak dalam bidang
makanan dan minuman ini merupakan industri yang paling menjanjikan karena seperti dikatakan
banyak orang dalam berwisata, orang boleh menahan diri untuk tidak membeli pakaian atau jenis
sandang lainnya tetapi tidak ada wisatawan yang dapat menahan untuk mencicipi makanan dan
miunuman. Di samping itu pula industri makanan dan minuman ini juga banyak dikonsumsi atau dibeli
untuk kenangan sebagai oleh-oleh dan buah tangan menandakan telah melakukan wisata.
Gambar 1.4 Jasa boga dan Restoran

c. Transportasi dan Jasa Angkutan


Adalah bidang usaha jasa yang bergerak Gambar 1.5 Berbagai Fasilitas Transportasi
dalam bidang angkutan. Transportasi dapat
dilakukan melalui darat, laut dan
udara.Pengelolaan dapat dilakukan oleh
Swasta maupun BUMN. Jasa angkutan dan
transportasi ini juga sangat mempengaruhi
industri pariwisata, terjadinya kemudahan
jasa transportasi terutama udara, yang
memberikan harga yang cukup terjangkau
bagi seluruh kalangan membuat
meningkatnya kegiatan berwisata dari satu
tempat ke tempat atau daerah lainnya.

d. Tempat Penukaran Uang (Money Changer)


Tempat penukaran mata uang asing (money changer) kini telah
berkembang dengan pesat, penukaran uang tidak hanya dilakukan di
bank, melainkan juga pada perusahaan-perusahaan money changer
yang tersebar di tempat-tempat strategis, terutama dikota-kota besar.

e. Atraksi Wisata
Atraksi wisata dapat berupa pertunjukan tari, musik, upacara Gambar 1.5 Atraksi Wisata
adat dll sesuai dengan budaya setempat. Pertunjukan ini dapat Nusantara
dilaksanakan secara tradisional maupun modern, melalui
atraksi wisata ini dapat dilakukan salah satunya mengangkat
keunggulan lokal setempat.

f. Cindera Mata
Adalah oleh-oleh atau kenang-kenangan yang dapat Gambar 1.6 Cinderamata Khas Daerah
dibawa oleh wisatawan pada saat kembali ke tempat
asalnya. Cindera mata ini biasanya berupa benda-benda
kerajinan tangan yang dibentuk sedemikian rupa
sehingga memberikan suatu keindahan seni dan sifatnya
khas untuk tiap daerah.

g. Biro Perjalanan
Adalah suatu badan usaha dimana operasionalnya
meliputi pelayanan semua proses perjalanan dari
seseorang sejak berangkat hingga kembali, sehingga
mereka merasa nyaman selama perjalanan.

Menurut the Educational Institute of the American Hotel & Motel Association (Endar Sugiarto & Sri
Sulastiningrum, 1996) skema Industri Pariwisata dapat dilihat pada Tabel 1.1
Tabel 1.1
Skema Industri Pariwisata
Travel and Tourism Industry
Lodging Transportation Food and Beverage
Retail Store Activities
Operation Service Operations
Hotels Ships Restaurants Gift Shops Recreation
Motels Airlines Lodging Properties Souvenir Shops Business
Motor Hotels Autos Retail Stores Art/Crafts Shops Entertainment
Resorts
Buses Vending Shopping Malls Meetings
Hotels
Camps Trains Catering Markets Study Trips
Parks Bikes Snack Bar Miscellaneous Stores Sporting Events
Pensions Limousines Cruse Ships Ethnic Festivals
Motor Art Festivals Cultural Events, Seasonal
Bar/ Taverns
Homes Festivals
Cara lain untuk dapat memahami keterkaitan dan saling ketergantungan antar berbagai unsure/sector
dalam industri pariwisata dapat pula dijelaskan dengan menggunakan peta pikiran (mind map) seperti
terlihat pada Gambar 1.1 dan 1.2

Gambar 1.1 Peta Pikiran Tentang


Keterkaitan Berbagai Unsur Dalam Industri Pariwisata
Gambar 1.2 Pengelompokan Perjalanan Wisata
BAB III
PARIWISATA KOTA BANDUNG

BAB III
POTENSI PARIWISATA KOTA BANDUNG

3.1 Kebijaksanaan Kepariwisataan Kota Bandung


Secara umum pembangunan kepariwisataan Kota Bandung diarahkan pada1:
 Peningkatan kesempatan berusaha, lapangan kerja, pendapatan daerah dan pendapatan
masyarakat dari sektor pariwisata
 Pengembangan pariwisata dilaksanakan untuk penataan dan pemeliharaan obyek wisata
alam, wisata buatan maupun wisata budaya khususnya pemanfaatan bangunan-bangunan
bersejarah, serta penciptaan obyek wisata baru dengan tetap memperhatikan nilai-nilai
agama dan kepribadian bangsa
 Meningkatkan promosi pariwisata baik di dalam maupun di luar negeri
 Meningkatkan pendidikan dan pelatihan kepariwisataan disertai penyediaan prasarana
dan sarana yang baik
 Meningkatkan kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam kegiatan kepariwisataan
melalui Kelompok Penggerak Pariwisata
 Meningkatkan prasarana dan sarana pariwisata terutama perhotelan, restoran, museum,
gedung-gedung pertunjukan, wisata kota dan lain-lain
 Program Penyuluhan Sadar Wisata dan Sapta Pesona diadakan setiap tahun
 Program Penyelenggaraan Wisata Kota

1
Pemerintah Daerah Kotamadya Dati II Bandung, 1998, Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Kota Bandung: Bandung, h.. II-7.
Gambar 3.1
Peta Pembagian Wilayah Dati II Kotadamadya Bandung

Dari kebijaksanaan spatialnya, pengembangan pariwisata di Kota Bandung masuk


dalam Wilayah Pengembangan Wisata (WPW) D-Bandung. WPW tersebut memiliki obyek dan
daya tarik wisata yang beragam dan sangat potensial untuk dikembangkan. Dalam Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Barat, WPW D-Bandung merupakan WPW yang
diprioritaskan untuk dikembangkan dan Kota Bandung ditempatkan sebagai Pusat Utama
Pelayanan Wisata (PUPW) WPW D-Bandung.
Dalam Buku Pedoman Operasional WPW D-Bandung, WPW tersebut terdiri dari 24
Satuan Kawasan Wisata (SKW) yang teletak dalam 7 Daerah Tingkat II. Salah satu SKW
tersebut adalah SKW Bandung yang secara administratif berada di wilayah Kotamadya DT II
Bandung. Dibanding SKW lain di WPW D-Bandung, SKW Bandung dinilai cukup menonjol
mengingat memiliki obyek wisata yang banyak, letak strategis dan memiliki kelengkapan
fasilitas penunjang yang lengkap. Kegiatan wisata utama yang dikembangkan di SKW ini
adalah City Sight Seeing, dengan kegiatan penunjangnya adalah wisata belanja, hiburan dan
MICE.

Tabel 3.1
Kegiatan Wisata Yang Dapat Dikembangkan Di SKW Bandung

Kegiatan Utama Kegiatan Penunjang


 Sight Seeing:  Entertainment:
- City sight - Kehidupan malam
 Daya tarik khusus: - Bioskop
- Arsitektur gedung/bangunan  Berbelanja untuk memperoleh
- Monumen pengalaman baru
 MICE  Berbelanja mencari barang khusus
Sumber: Pedoman Operasional WPW D-Bandung

3.2 Obyek dan Daya Tarik Wisata Kota Bandung


Kota Bandung dengan berbagai keunikan kotanya telah sejak lama menjadi tempat
tujuan wisata. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh tim penyusun RIPP Jawa Barat dan
Pedoman Operasional WPW D-Bandung, menunjukkan bahwa obyek dan daya tarik wisata di
Kota Bandung secara garis besar terbagi menjadi 8 (delapan) jenis produk wisata, masing-
masing:
 Wisata alam (dan taman)
 Wisata belanja
 Wisata pendidikan
 Wisata sejarah
 Wisata seni dan budaya
 Wisata olah raga
 Wisata konvensi
 Wisata boga
Di samping delapan jenis produk wisata di atas, dapat ditambah pula dengan produk
wisata religius.
Tabel 3.2
Obyek Dan Daya Tarik Wisata Di Kota Bandung
Menurut RIPP Jawa Barat

No Nama Obyek Wisata Kelompok Jenis Wisata


1 Curug Dago Alam
2 Kebun Binatang Alam
3 Taman Alun-alun Alam
4 Komplek Pertokoan Alun-alun Belanja
5 Kawasan Cihampelas Belanja
6 Kawasan Cibaduyut Belanja
7 Kerajinan Keramik Sukapura Belanja & Seni Budaya
8 Museum Negeri Jawa Barat Pendidikan
9 Museum Geologi Pendidikan
10 Museum Asia Afrika Pendidikan
11 Institut Teknologi Bandung Pendidikan
12 Gedung Pakuan Sejarah
13 Gedung Isola (IKIP Bandung) Sejarah
14 Gedung Sate Sejarah
15 Gedung Merdeka Sejarah & Konvensi
16 Sepanjang Jalan Braga Sejarah
17 Saung Angklung Mang Udjo Seni Budaya
18 Kolam Renang Karang Setra Olah Raga
19 Kolam Renang Tirtalega Olah Raga
20 Pusat Rekreasi & Olah Raga Eldorado Olah Raga
21 Pacuan Kuda Arcamanik Olah Raga
22 Lebak Siliwangi Boga
Sumber : RIPP Jawa Barat

3.2.1 Wisata Alam dan Taman


Wisata alam adalah bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya
alam dan tata lingkungan (Gamal Suwantoro, 1997:6). Jenis produk wisata ini memberikan
suguhan keindahan alam dan taman. Obyek wisata alam dan taman umumnya berada di alam
terbuka dengan memanfaatkan keindahan alam yang ada. Keindahan alam tersebut dapat
berupa sesuatu yang bersifat alami seperti: keindahan air terjun, atau bersifat buatan seperti
keindahan berbagai flora maupun fauna yang ditanam dan hidup dalam sebuah taman.
Selain obyek wisata alam yang telah disebutkan dalam RIPP Jabar, maka umumnya
obyek wisata alam kota Bandung didominasi oleh taman-taman kota, baik dengan skala
pelayanan kota maupun skala lingkungan. Dalam sejarahnya, kota Bandung tergolong kota
yang hijau lestari yang diwujudkan dengan banyaknya taman dan ruang terbuka hijaunya. Dan
bahkan dahulu kota Bandung memiliki julukan Kota Kembang, karena asrinya lingkungan kota
Bandung yang dipenuhi dengan taman dan bunga-bunganya.

Tabel 3.3
Daftar Nama Obyek Wisata Alam Dan Taman Di Kota Bandung
No Jenis Wisata Nama Obyek/Kawasan Wisata
I Wisata Alam 1. Desa Wisata Punclut
2. Kawasan Aliran Sungai Cikapundung
3. Kebun Binatang
II Wisata Taman 1. Taman Maluku
2. Taman Cilaki
3. Taman Ganesha
4. Taman Badak Putih (Halaman Kodya)
5. Taman Pramuka
6. Taman Wirayuda
7. Taman Merdeka
8. Taman Lalu Lintas
9. Taman Budaya Dago
10. Taman Hutan Raya Juanda
11. Taman Maluku
12. Taman Cilaki

Sumber: RIPP Jawa Barat dan Hasil Survey Lapangan

3.2.2 Wisata Belanja


Dalam dekade 10 tahun terakhir ini, Kota Bandung juga mulai dikenal sebagai kota
tujuan belanja, terutama untuk segmen-segmen tertentu seperti pakaian dan asesorisnya juga
sepatu dan tas. Hal tersebut kemudian menumbuhkan kawasan-kawasan belanja tertentu
yang khas dan unik serta menjual khusus barang-barang dari segmen tersebut, seperti
kawasan Cihampelas untuk segmen pakaian dan asesorisnya dan kawasan Cibaduyut untuk
segmen sepatu dan tas. Ini terjadi karena Kota Bandung dan wilayah sekitarnya memiliki
industri-industri tekstil, sepatu dan tas yang cukup banyak, sehingga dukungan terhadap
produk-produk yang akan dijual cukup besar dengan variasi bentuk produk yang relatif
banyak/variatif.
Berbagai jenis makanan khas sunda oleh-oleh juga turut meramaikan kegiatan
sehingga kawasan tersebut makin berkembang menjadi suatu kawasan tujuan wisata belanja
yang khas dan unik serta banyak dikunjungi wisatawan. Selain kawasan Cihampelas dan
Cibaduyut, terdapat pula kawasan belanja lain yang juga menyediakan barang-barang jualan
khas meskipun belum berkembang menjadi suatu kawasan tujuan wisata seperti kedua
kawasan tersebut, seperti: kawasan pusat belanja tas Elizabeth di Otista Tegallega, kawasan
perdagangan barang-barang bekas Jatayu Ciroyom dan kawasan perdagangan barang-barang
elektronik Cikapundung.
Kawasan pusat belanja lainnya yang juga mempunyai potensi untuk berkembang
menjadi kawasan wisata belanja antara lain adalah: Bandung Indah Plaza dan mal-mal lainnya,
kawasan perbelanjaan Pasar Baru, kawasan pusat perbelanjaan Kosambi, dan Factory Outlet
yang banyak tersebar di seluruh bagian kota Bandung.

Tabel 3.4
Daftar Nama Obyek Wisata Belanja Khas Di Kota Bandung
No Objek/Kawasan Wisata Keterangan
1. Kawasan Tamim Pusat jeans dan kain
2. Elizabeth Otista Pusat tas dan sepatu
3. Jatayu Ciroyom Pusat barang-barang bekas
4. Kawasan Cikapundung Pusat barang elektronik
5. Pasar Kembang Pusat bunga
6. Cimall (Cibadak Mal) Pusat belanja busana bekas
7. Bandung Electronik Centre Pusat barang elektronik
(BEC)
8. Pasar Bursa Buku Palasari Pusat Buku murah

Tabel 3.5
Daftar Nama Obyek Wisata Belanja Umum Di Kota Bandung
No Objek/Kawasan Wisata Keterangan
1. Bandung Plaza Indah Mall
2. Bandung Super Mall
3. Istana Plaza
4. C-Walk
5. Bandung Trade Centre
6. Planet Dago
7. Plaza Dago
8. Bandung Trade Centre
9. Giant Supermarket Supermarket
10. Carefour
11. Jogja Toserba
12. Hero Supermarket
13. Kawasan Kosambi Pusat pertokoan dan pasar
tradisional
14. Kawasan Cicadas Pusat pertokoan
15. Kawasan Pasar Baru Pusat pertokoan dan pasar
tradisional
16. Kawasan Pasar Induk Caringin Pasar tradisional
17. Kawasan Pasar Induk Gede Pasar tradisional
Bage
18. Pasar Simpang Dago Pasar Tradisional

Tabel 3.6
Daftar Nama Beberapa Obyek Wisata Belanja (Factory Outlet)
Di Kota Bandung

No Nama Alamat
1 Best Choice Jl. Sukajadi 227
2 FOS Clothing Gallery Jl. Setiabudhi No: 73
3 Otten One Jl. Dr. Otten No: 1
4 Rich & Famous Jl. Ir. H. Djuanda No: 14
5 Star Fashion Factory Outlet Jl. Ir. H. DJuanda No.108
6 Stock Centre Jl. Soekarno Hatta 24
7 The Summit Boutique Outlet Jl. Riau No. 61
8 Terminal Mode Jl. Lombok 45
9 The Big Price Cut Jl. Aceh No: 68
10 Warung Gaul Fashion Outlet Jl. Cihampelas 151
11 XO 2000 - Export Outlet Jl. Sukajadi 212
12 Heritage Factory Outlet Jl. Banda
13 M&M Jl. Ir. H. Djuanda
Jl. Setiabudhi
14 Dago Stock Exchange (DSE) Jl. Ir. H. Djuanda
15 Blossom Jl. Ir. H. Juanda
16 Superhero Jl. Cihampelas
Sumber: Hasil Survey Lapangan

3.2.3 Wisata Sejarah


Obyek dari jenis wisata sejarah adalah suatu tempat yang memiliki nilai sejarah. Nilai
sejarah tersebut menyangkut pada suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau yang
dialami baik oleh perorangan maupun oleh sekelompok orang. Tempat-tempat yang memiliki
nilai sejarah tersebut umumnya menarik untuk dikunjungi tidak saja oleh orang-orang yang
bersangkutan dengan peristiwa sejarah tersebut sebagai tindakan untuk mengenang kembali,
namun juga menarik bagi orang lain yang tidak bersangkutan dengan peristiwa sejarah
tersebut sebagai pengetahuan terhadap nilai sejarah tersebut.

Tabel 3.7
Daftar Nama Obyek Wisata Pendidikan Di Kota Bandung
No Jenis Obyek Nama Obyek/Kawasan Wisata
I Museum 1. Museum Pos & Giro
2. Museum Mandala Wangsit Siliwangi
3. Museum Nasional Geology
4. Museum Sri Baduga Jawa Barat
5. Museum Prangko Nasional
6. Museum Asia Afrika
II Monumen 1. Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat
2. Monumen Bandung Lautan Api
III Obyek Khusus 1. Taman Lalu Lintas
2. Kebun Binatang
3. Industri Pesawat Terbang Nusantara (PT.DI)
4. Komplek Islamic Centre (PUSDAI)
IV Fasilitas 1. Institut Teknologi Bandung
Pendidikan 2. Universitas Padjadjaran (UNPAD)
3. Institut Keguruan & Ilmu Pendidikan (IKIP)
Sumber: RIPP Jawa Barat dan Hasil Survey Lapangan

Tabel 3.8
Daftar Nama Obyek Wisata Sejarah Di Kota Bandung
No Jenis Obyek Nama Obyek/Kawasan Wisata
I Gedung/ 1. Gedung Papak (Kota Bandung)
Bangunan 2. Gereja Kathedral (Jl. Merdeka)
3. Gedung Bank Indonesia (Jl. Braga)
4. Gedung Kantor Pos Besar
5. Gedung Markas KODAM III Siliwangi
6. Gedung Kologdam (KODIKLAT)
7. Gedung Seban (PUSBANGSISOPS)
8. Bangunan SMU Negeri 3
9. Bangunan The British Institut
10. Bangunan ABN AMRO Bank
11. Bangunan Sekolah Santa Angela
12. Bangunan Markas Poltabes Bandung
13. Bangunan Hotel Preanger
14. Bangunan Hotel Savoy Homan
II Kawasan Kawasan rumah & pertokoan bergaya Cina di kawasan Jl.
Khusus Sudirman, Jl. Cibadak, dll.
Sumber: RIPP Jawa Barat dan Hasil Survey Lapangan
3.2.4 Wisata Seni Budaya
Produk yang disuguhkan pada kegiatan wisata seni budaya adalah keanekaragaman,
keunikan dan keindahan seni budaya yang berkembang pada suatu kelompok masyarakat.
Kegiatan seni budaya tersebut dapat merupakan seni budaya klasik maupun seni budaya
kontemporer.

Tabel 3.9
Daftar Nama Obyek Wisata Sejarah Di Kota Bandung
No Jenis Obyek Obyek/Kawasan Wisata Jenis Kegiatan Seni Budaya
I Kawasan 1. Galeri Cupu Manik Ruang Pamer Wayang Golek
Wisata Seni 2. Padepokan Seni Jugala Seni Tari Sunda Klasik
Budaya 3.Padepokan Seni Tata Saleh Seni Tari Sunda Klasik
4. Galery I Nyoman Nuarta Seni Patung
5. Galery Barli Seni Lukis
6. Galery Hidayat Seni Lukis
II Fasilitas 1. Taman Budaya Dago
Gedung 2. Gedung YPK
Pertunjukan 3. Gedung Rumentang Siang Gedung pertunjukan seni
Seni Budaya 4. Gedung Padepokan Seni klasik maupun kontemporer
5. Gelanggang Generasi Muda
6. Gedung ASTI
Sumber: RIPP Jawa Barat dan Hasil Survey Lapangan

3.2.5 Wisata Olah Raga


Konsep dasar kegiatan olah raga adalah menggerakkan anggota tubuh manusia dengan
tujuan untuk memperoleh kebugaran dan kesehatan tubuh manusia itu sendiri. Dalam
perkembangannya kegiatan ini kemudian menyertakan aspek prestasi, permainan dan
hiburan. Penyertaan aspek permainan dan hiburan dalam kegiatan olah raga menyebabkan
kegiatan ini memiliki sifat dan karakter yang dekat dengan kegiatan pariwisata. Berbagai
kawasan pariwisata banyak yang melengkapi area wisatanya dengan berbagai fasilitas olah
raga, sehingga wisatawan dapat berolah raga sambil berwisata di kawasan tersebut.

Tabel 3.10
Daftar Nama Obyek Wisata Olah Raga Di Kota Bandung
No Jenis Obyek Nama Obyek/Kawasan Wisata
I Fasilitas Olah Raga 1. Komplek Olah Raga Siliwangi
2. Komplek Olah Raga Pajajaan
3. Stadion Tenis Taman Maluku
4. GOR Jalan Jakarta
5. Lapangan Golf Pakar (Dago)
6. Lapangan Golf Arcamanik
7. Lapangan Hokey Cikutra
II Kawasan Khusus 1. Kawasan Olah Raga Abadi
2. Kawasan Olah Raga Sampurna
3. Kawasan Rekreasi & Olah Raga Cipaku
Sumber: RIPP Jawa Barat dan Hasil Survey Lapangan
3.2.6 Wisata Konvensi
Kegiatan konvensi pada dasarnya bukan kegiatan wisata murni yang bersifat rekreatif,
namun lebih mengarah kegiatan bersifat formal yang serius. Karena pada umumnya kegiatan
konvensi merupakan kegiatan pertemuan untuk membahas suatu permasalahan. Bentuk
kegiatan ini antara lain adalah konferensi, seminar, simposium, diskusi, lokakarya, pertemuan
ilmiah, musyawarah dan lain sebagainya. Namun dalam beberapa kurun waktu terakhir
kegiatan ini kemudian mulai berkembang menjadi kegiatan yang mempunyai sifat wisata.

Tabel 3.11
Daftar Nama Gedung Konvensi Di Kota Bandung
No Jenis Obyek Nama Obyek/Kawasan Wisata
I “Convention Hall” 1. Sasana Budaya Ganesha
2. Gedung Konvensi Panti Karya
II Fasilitas “Convention 1. Hotel Grand Preanger
Room” di hotel 2. Hotel Panghegar
3. Hotel Savoy Homan
4. Hotel Papanddayan
5. Hotel Horizon
6. Hotel Jayakarta
7. Hotel Sheraton Inn Bandung
8. Hotel Topas Galeria
9. Hotel Chedi
10. Hotel Grand Aquila
Sumber : RIPP Jawa Barat dan Hasil Survey Lapangan

3.2.7 Wisata Boga


Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, termasuk wisatawan. Karena itu
pengembangan kegiatan wisata juga tidak akan terlepas dari aspek makanan yagn menjadi
kebutuhan para wisatawan terebut. Berbagai ragam makanan khas daerah yang unik dengan
cita rasa tinggi akan makin menarik wisatawan untuk mengunjungi suatu daerah/kawasan
wisata. Sehingga makanan merupakan salah satu komponen bagi suksesnya pengembangan
kegiatan wisata di suatu daerah. Dan bahkan makanan mempunyai potensi untuk membentuk
suatu segmen baru kegiatan wisata, yaitu jenis kegiatan wisata boga (makanan). Jenis wisata
ini biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi berjalan beriring dengan jenis wisata lain.

Tabel 3.12
Daftar Nama Obyek Wisata Boga Di Kota Bandung
No Jenis Obyek Nama Obyek/Kawasan Wisata
I Rumah makan khas 1. Sindang Reret
sunda 2. Ponyo
3. Laksana
4. Panineungan
5. Panyileukan
6. Ampera
7. Pulen
8. Kabayan
II Jajanan & oleh-oleh 1. Kue Sus Merdeka & Sosis Badranaya
khas Bandung 2. Mie Baso Akung
3. Mie Baso panghegar
4. Batagor Isan
5. Kue Pisang (Molen) Kartika Sari
6. Cendol Elizabeth
7. Oleh-oleh khas Bandung Karya Umbi
Sumber: RIPP Jawa Barat dan Hasil Survey Lapangan

3.2.8 Fasilitas Hiburan


Produk dari jenis wisata ini adalah berbagai kegiatan hiburan yang umumnya
dilaksanakan pada malam hari. Jenis wisata ini umumnya dilaksanakan dalam ruangan khusus
dan menyajikan kegiatan seni kontemporer.

Tabel 3.13
Daftar Beberapa Fasilitas Hiburan Malam Di Kota Bandung
No Jenis Obyek Nama Obyek/Kawasan Wisata
I Pub, Cafe, Bar & Coffe 1. Laga Pub
Shop 2. The Enhaii
3. Mientje Ducth Pub
4. Kintamani Cafe
5. North Sea Bar
6. O’hara’s Tavern
7. Sidewalk Cafe
8. Talagabodas Coffee House
9. Pandan Wangi Coffee Shop
10. Coffee House Terrace
11. Florence Restaurant & Lounge Bar
II Diskotik, karaoke 1. Caesar Palace
2. Studio East
3. Fame Station
4. Polo Room
5. LA Dream Palace
6. Fire
7. Hollywood KTV
Sumber: RIPP Jawa Barat dan Hasil Survey Lapangan

3.2.9 Wisata Religius


Wisata religius adalah pusat-pusat keagamaan seperti masjid, dan pondok pesantren
yang memiliki unsur-unsur kereligiusan. Lokasi yang termasuk ke dalam kategori ini antara
lain:
1. Pondok Pesantren Daarut Tauhid
2. Masjid Agung Bandung

3.3 Obyek Wisata dan Seni Budaya di Kabupaten Bandung


Selain potensi wisata di Kota Bandung, obyek dan daya tarik wisata lain yang
mendukung adalah obyek wisata di Kabupaten Bandung. Data obyek dan daya tarik wisata
kabupaten Bandung:
1) Bandung Utara
 Gunung Takuban Perahu, kec. Lembang
 Buper Cikole, kec. Lembang
 Jaya Giri (Lintas Hutan), kec. Lembang
 Curug Cimahi, kec. Cisarua
 Situ Lembang, kec. Lembang
 Maribaya, kec. Lembang
 Peneropongan Bintang, kec. Lembang
 Curug Omas, kec. Lembang
 Curug Panganten, kec. Cisarua
 Taman Bunga Cihedeung, kec. Parompong
 Yunghun, kec. Lembang
 Penangkaran Buaya, kec. Cikole
2). Zona Bandung Selatan
 Situ Patengan, kec. Ciwidey
 Air Panas Cimanggu, kec. Ciwidey
 Gunung Tunduh, kec. Ciwidey
 WW. KB. Cibolang, kec. Pangalengan
 WW. HS. Citarum, kec. Pangalengan
 Buper Tangsi, kec. Ciwidey
 Kawah Putih, kec. Ciwidey
 Air Panas Punceling, kec. Ciwidey
 Buper Ranca Upas, Kec. Ciwidey
 Buper Gunung Puntang, kec. Banjaran
 Kawah Kamojang, kec. Paseh
 Air Panas Cibolang, kec. Pangalengan
 Air Panas Walini, kec. Ciwidey
 Situ Cileunca, kec. PangalenganMandala Wisata, kec. Pasir Jambu
 Cibuni, kec. Ciwidey
 Pranatirta Rancabali, kec. Ciwidey
 Gambung, kec. Ciwidey
 Curug Cisabuk, kec. Ciwidey
 Kawah Papandayan, kec. Pangalengan
 Tirta Bidadari Kerta Manah, kec. Pangalengan
 Tirta Camelia, kec. Pangalengan
 Citere, kec. Pangalengan
 Malabar, kec. Pangalengan
 Perkebunan Teh Kerta Manah, kec. Pangalengan
 Bumi Alit, kec. Banjaran
 Gunung Nini, kec. Pangalengan
 Gunung Padang, kec. Singdangkerta
 Rumah Hitam, kec. Pengalengan
3). Zona Bandung Barat
 Situ Ciburuy, kec. Padalarang
 Gua Pawon, kec. Cipatat
 Air Panas Cisameng, kec. Cipatat
 Air Panas Cibaligo, kec. Ngamprah
 Buper Sela Gombong, kec. Cikalong Wetan
 Goa Terusan Air Sanghiang Tikoro, kec. Cipatat
 Waduk Saguling, kec. Cipatat
 Wadung Cirata, kec. Cipeundeuy
 Buper Curug Sawer, kec. Cililin
 Perkebunan Teh Penglejar, kec. Cikalong Wetan
 Curug Malela, kec. Gunung Halu
 Tiga Walilulloh, kec. Cipongkor
 Kampung Mahmud, kec. Marga Asih
4). Zona Bandung Timur
 Curug Sinulang, kec. Cecalengka
 Buper Oray Tapa, kec. Cimenyan
 Buper Batu Kuda, kec. Cilengkrang
 Curug Eti, kec. Majalaya

Data Seni Budaya Daerah di Kabupaten Bandung:


1. Seni Pertunjukan Rakyat
Bandawang, Bangkong Reang, Topeng Benjang, Rengkong, Kuda Luming, Kuda
Renggong, Gotong Signa, Lonser, Reog, Lais, Debus, Sulap, Lawak, ketangkasan Domba, Rudat,
Jibrut, Wayang Golek, Reak, dan Singa Depok.
2. Seni Karawitan
Jenaka Sunda, Kacapi Suling, Beluk/wawacan, Bucis, Degung, Calung, Terebang,
Badingdang, Tarawangsa, Kawih/Tembang Sunda, Sawer, Keliningan, Karinding, Pantun,
Godang, dan Goong Renleng.
3. Seni Tari
Pencak Silat, Tari Kelasik, dan Jaipongan.
4. Seni Musik
Angklung, Arumba, Band, Drum Band, Orkes Melayu, Gambung, Rebana, Kasidah,
Tagoni, Vokal Group, dan Kacapi Gitar.
5. Seni Teater
Drama dan Sandiwara
6. Lain-lain
Upacara Hulu Wetan, Upacara Jatukrarai, Upacara panenan, dan
Muludan/Muharam/Sarban
3.4 Sarana Pendukung
3.4.1 Hotel/Penginapan
No Nama Hotel Alamat Klasifikasi
1 Abadi Hotel Jl. D.R Setia Budhi No. 287 Bandung Bintang 2
2 Anggrek Jl. R.E Martadinata No. 15-17 Bandung Bintang 2
3 Arjuna Plaza Jl. Cimbuleuit No. 152 Bandung Bintang 1
4 Baltika City Jl. Gatot Subroto No. 85 Bandung Bintang 2
5 Bumi Asih Jl. Cimalaya No. 1 Bandung Bintang 2
6 Cemerlang Jl. Pasirkaliki No. 45 Bandung Bintang 2
7 Cipaku Indah Home Jl. Cipaku II No. 2 Bandung Bintang 3
Stay
8 De'quer Jl. Dipatiukur No. 27 Bandung Bintang 2
9 Endah Parahyangan Jl. Raya Cibeureum No. 22 Bandung Bintang 3
10 Geulis Jl. Ir. H. Juanda Bintang 3
11 Graha Santika Jl. Sumatra No. 52-54 Bandung Bintang 3
12 Grand Aquila Jl. DR. Junjunan No. 116 Bandung Bintang 5
13 Grand Hotel Jl. Asia Afrika No. 81 Bandung Bintang 5
Preanger
14 Gumilang Sari Jl. DR Setia Budhi No. 323-325 Bandung Bintang 3
15 Guntur Jl. Oto Iskandardinata No. 20 Bandung Bintang 1
16 Holiday Inn Jl. Dago No. 33 Bandung Bintang 4
17 Horison Jl. Maskumambang No. 8 Bandung Bintang 4
18 Hyatt Regency Jl. Sumatera No. 51 Bandung Bintang 5
19 Imperium Jl. DR. Rum No. 3 Bandung Bintang 3
20 Istana Jl. Lembong No. 44 Bandung Bintang 3
21 Jayakarta Suite Jl. Ir.H. Juanda No. 381A Bandung Bintang 4
22 Kedaton Jl. Suniaraja No. 14 Bandung Bintang 2
23 Malya Jl. Ranca Bentang No. 56-58 Bandung Bintang 3
24 Mutiara Jl. Kebon Kaung No. 60-62 Bandung Bintang 3
25 Nalendra Jl. Cihampelas Bandung Bintang 3
26 New Naripan Jl. Naripan No. 31-33 Bandung Bintang 2
27 Panghegar Jl. Merdeka No. 2-4 Bandung Bintang 3
28 Papandayan Jl. Gatot Subroto No. 83 Bandung Bintang 4
29 Patra Jasa Jl. Ir.H. Juanda No. 132 Bandung Bintang 2
30 Perdana Wisata Jl. Jendral Sudirman No. 66-68 Bandung Bintang 3
31 Permata Jl. Leumah NeundeutNo. 7 Bandung Bintang 4
Internasional
32 Pondok Sani Rosa Jl. Hegarmanah No. 4 Bandung Bintang 2
33 Provence Guest Jl. Geger Kalong Wetan No. 11 Bandung Bintang 2
House
34 Royal Dago Inn Jl. Ir.H. Juanda No100 Bandung Bintang 1
35 Royal Merdeka Jl. Merdeka No. 35 Bandung Bintang 2
36 Royal Palace Hotel Jl. Lembong No. 21 Bandung Bintang 2
37 Savoy Homan Jl. Asia Afrika No. 112 Bandung Bintang 4
38 Sheraton Inn Jl. Ir.H. Junda No. 390 Banduing Bintang 3
39 Sukajadi Jl. Sukajadi No. 174-176 Bandung Bintang 3
40 Talaga sari Jl. DR.Setia Budhi No. 269 Bandung Bintang 2
41 Topaz Jl. DR. Junjunan No. 153 Bandung Bintang 3
42 Trio Jl. Gardujati No. 55-61 Bandung Bintang 2

3.4.2 Sarana Pendukung Lainnya


1. Air bersih dan air kotor
Dilayani oleh Perusahaan Daerah Air Minum Kota Bandung
2. Persampahan
Dilayani oleh PD Kebersihan milik Pemerintah Kota Bandung yang mencakup
Pelayanan Kebersihan Kota Bandung seluas 16.729 Ha.
3. Kesehatan
Rumah Sakit Umum (16 buah); Rumah Sakit Khusus (1 buah); Puskesmas (68 buah);
Apotik (306 buah).

4. Pendidikan
TK (340 buah); SD (1.090 buah); SLTP/SMP (131 buah); SLTU/SMU (67 buah);
Perguruan Tinggi (437 buah).
5. Hotel dan Restoran
Penginapan Remaja (353 kamar); Hotel Bintang (3.492 kamar); Hotel Non Bintang
(2.810 kamar); Restoran (29 buah); Rumah Makan (316 buah); Pub (34 buah); Diskotik (5
buah); Night Club (14 buah).
6. Olahraga
Sarana Olah Raga yang tersedia: Lapangan Sepakbola, Lapangan Tenis, Atletik,
Lapangan Bulutangkis, Langangan Volley/Basket, Kolam Renang/Polo Air, Sarana Squash,
Sarana Olah Raga Bela Diri, Sarana Tenis Meja, Sarana Golf, Lapangan Pacuan Kuda, Lapangan
Softball, Lapangan Hockey, Sarana Tinju, Sarana Anggar, Sarana Panahan, Sarana Bowling, Bola
Sodok/Billiard.
7. Jaringan Jalan
Jalan Arteri Primer (49.433 meter); Jalan Arteri Skunder (26.116 meter); Jalan
Kolektor Primer (31.712 meter).
8. Angkutan Kota
Memiliki tiga jenis angkutan : Bus (besar dan sedang), minibus (angkot) dan taxi.
9. Terminal angkutan penumpang
1. Terminal Leuwipanjang : melayani arah barat Pulau Jawa
2. Terminal Cicaheum : melayani arah timur Pulau Jawa
10. Pelabuhan Udara
Pelabuhan Udara Husain Sastranegara melayani penerbangan komersial.
11. Kereta Api
Mengangkut penumpang dan barang ke seluruh kota-kota besar Pulau Jawa
12. Pelabuhan Ekspor
Pelabuhan Eksport Gedebage melayani hasil industri dan pertanian dari sekitar Kota
Bandung
13. Lembaga Perbankan
1. Bank Pemerintah :7
2. Bank Swasta Nasional : 70
3. Bank Pembangunan :1
4. Bank Perkreditan Rakyat :6
14. Perdagangan
1. Mall : 24
2. Pertokoan Sedang : 9.552
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Kontribusi Usaha Kecil Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Daerah (NilaiTambah Bruto)
Daerah Kota Bandung memang tidak dikaruniahi kekayaan sumberdaya alam sepertipertambangan,
kehutanan, lahan, dsb. Namun harus mensyukuri bahwa Kota Bandung dikaruniahikeunikan budaya
yang didukung oleh adat-istiadat dan agama Hindu serta keindahanlingkungan alam, akhirnya
berkembanglah pariwisata yang berkaitan dengan karuniahtersebut yang merupakan berkah bagi
masyarakat Kota Bandung. Agar kepariwisataan Kota Bandung lebihberkembang dan mampu
memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Kota Bandung, makakebijakan pembangunan
ekonomi Pemerintah Daerah Kota Bandung yang memprioritaskanpengembangan kepariwisataan
adalah suatu langkah yang tepat dan implementasi kebijakantersebut telah menunjukkan kesuksesan.
Akhirnya, tidak hanya Pemerintah Daerah Kota Bandungsangat tergantung pada pariwisata.sebagai
sumber pendapatan asli daerah (PAD) melaluiPajak Hotel dan Restoran (PHR), tetapi juga masyarakat
Kota Bandung pada umumnya sebagian besarsumber penghidupannya tergantung pada pariwisata.
Implikasinya, ketika pariwisata terputuk karena tragedi Bom Kuta, 12 Oktober 2002, maka Pemerintah
Propinsi dan Kabupaten yangPAD-nya bersumber dari pariwisata kelimpungan dan perekonommian
masyarakat Kota Bandung padaumumnya ikut terpuruk.Pendapatan Daerah Kota Bandung dalam
pengertian pendapatan regional Kota Bandung (PDRB) yangbersumber dari berbagai aktivitas ekonomi,
termasuk aktivitas pada industri pariwisata dapatdiklasifikasikan ke dalam sektor-sektor ekonomi.
Misal, masyarakat dan pengusaha yang
bekerja pada „restoran, rumah makan dan warung‟ dengan metode perhitungan nilai tambah bruto,
pendapatannya dikelompokkan ke dalam sektor „restoran, rumah makan dan warung‟.
Jadi perhitungan pendapatan regional dengan metode nilai tambah adalah penjumlahan balas jasa dari
faktor-faktor produksi yang dimiliki masyarakat Kota Bandung, yang diklasifikasikan kedalam 9 sektor,
seperti sektor-sektor perekonomian dalam PDRB untuk tingkat regional atauPDB untuk tingkat
nasional.Nilai tambah bruto (NTB) atau input primer merupakan balas jasa atas pemakaianfaktor-faktor
produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Inputprimer ini terdiri dari;
(a) upah dan gaji, (b) surplus usaha, (c) penyusutan barang modal, (d)pajak tak langsung neto. Besarnya
NTB perekonomian Kota Bandung tahun 2000 juga merupakanProduk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kota Bandung untuk periode tersebut
Namun, dalam Tabel Input-Output Pariwisata Kota Bandung Tahun 2000 yang diagregasimenjadi 33
sektor, dimaksudkan agar sektor-sektor jasa yang terkait dengan industripariwisata tampil lebih rinci,
seperti sektor restoran, warung dan rumah makan, sektor hotelnon bintang, dll. Artinya sumbangan
masing-masing sektor tersebut terhadap nilai tambahbruto daerah Kota Bandung merupakan
penjumlahan dari pendapatan masyarakat dan pengusaha yangbekerja pada masing-masing sektor
tersebut.Dari hasil perhitungan Tabel Input-Output Pariwisata Kota Bandung Tahun 2000 yang
terdiridari 33 sektor, diperoleh bahwa sektor-sektor pendukung industri pariwisata (sektor 17, 18,19,
22, 23, 24, 28, 32 dan 33) mendominasi pembentukan NTB perkonomian Kota Bandung untuk
tahun2000 yakni sebesar Rp 5.328.136 juta atau 33,12% dari total NTB Kota Bandung tahun 2000.
Belumterhitung lagi sektor-sektor lain yang sebagian aktivitasnya mendukung kelancaran
industripariwisata, seperti sektor perdagangan (besar dan eceran), angkutan darat dan laut,komunikasi,
pos dan giro, perbankan dan lembaga keuangan lainnya, maka peranan industripariwisata Kota Bandung
menjadi semakin besar. Jadi temuan ini menjastifikasi pernyataan sebelumnyabahwa perekomian
daerah Kota Bandung sangat didominansi oleh industri atau sektor pariwisata.Namun dari 9 sektor yang
mendukung langsung industri atau sektor pariwisata Kota Bandung, 3 sektoryang memilki kontribusi
besar yaitu sektor hotel bintang sebesar 12,32%, sektor restoran,rumah makan dan warung sebesar
8,14% dan sektor jasa perorangan, rumahtangga lainnyatermasuk pramuwisata sebesar 5,97%.Namun
jika dicermati sektor-sektor pendukung pariwisata yang menampung usaha-usaha kecil atau usaha kecil
pada sektor pariwisata (sektor 17, 19, 22, 24, 28, 32 dan 33)memiliki kontribusi bersama sebesar Rp
2.694.049 juta atau 16,3% dari total pendapatanregional Kota Bandung (total Nilai Tambah Bruto Nali)
(Tabel 5).Pada Tabel 12 juga dihitung koefisien input primer (KIP) ke 33 sektor ekonomi. Bilamengacu
kriteria Riyanto (1997), apabila suatu sektor memiliki koefisien input primer (KIP)
≥ 0,5, berarti secara teknis sektor tersebut mampu bekerja
secara efisien. Implikasinya sektoryang bersangkutan mampu menciptakan upah dan gaji, surplus usaha,
dan pajak tidak langsung yang besar. Pada Tabel 5 tampak bahwa ada enam sektor yang memiliki KIP
besarserta memberikan kontribusi tertinggi yaitu; sektor hotel bintang (18), perdagangan
(16),pertanian (1), restoran, rumah makan, warung (17), jasa umum dan sosial (31), jasaperseorangan,
rumah tangga lainnya, termasuk pramuwisata (33). Di samping sektor-sektordominan tadi, seKota
Bandungknya ada satu sektor yang tidak memberikan kontribusi terhadapperekonomian daerah Kota
Bandung yaitu sektor bahan bakar minyak (11) dengan nilai kontribusisebesar Rp. 0,- atau 0,00 % serta
dengan KIP = 1, berarti walaupun sektor ini efisien dari
segi KIP yang dihasilkan, tetapi sektor ini tidak memberikan kontribusi terhadapperekonomian Kota
Bandung. Hal ini disebabkan bahan bakar minyak tidak melibatkan faktor-faktorTabel 5. Kontribusi
Sektor-Sektor Ekonomi dan Usaha Kecil pada Sektor PariwisataTerhadap Pendapatan Daerah (Nilai
Tambah Bruto, NTB) Kota Bandung Tahun 2000.
KodeSektor
Sektor
NTB=PDRB=Pendp.Daerah
(Rp juta
)Sumb..(%)KIP1 Pertanian 1.933.102 11,71 0,9072 Perkebunan 137.252 0,83 0,7983 Peternakan
964.557 5,84 0,3944 Kehutanan 1.145 0,01 0,8645 Perikanan 419.970 2,54 0,6616 Pertambangan dan
penggalian 114.892 0,70 0,9377 Industri pengolah hasil pertanian 264.316 1,60 0,1478 Industri tekstil
& pakaian jadi 629.619 3,81 0,4039 Industri kerajinan kayu & perhiasan 384.643 2,33 0,43510 Industri
kimia, barang dari kimia, karet dan plastik 155.209 0,94 0,36311 Bahan bakar minyak 0 0,00 1,00012
Industri kerajinan bahan galian, bahan bangunan 12.683 0,08 0,42213 Industri lainnya 89.610 0,54
0,50714 Listrik dan air minum 206.379 1,25 0,61715 Bangunan/konstruksi 687.511 4,16 0,35416
Perdagangan 1.999.575 12,11 0,63618 Hotel bintang 2.033.392 12,32 0,62620 Angkutan darat 316.142
1,91 0,55921 Angkutan laut 112.085 0,68 0,72123 Angkutan udara 740.854 4,49 0,50025 Jasa
penunjang angkutan lainnya 272.810 1,65 0,81226 Komunikasi, pos dan giro 261.355 1,58 0,63527
Perbankan dan lembaga keuangan lainnya 402.872 2,44 0,68229 Persewaan bangunan dan tanah
442.302 2,68 0,80530 Jasa perusahaan 98.593 0,60 0,78931 Jasa umum dan sosial 1.135.069 6,88
0,89917 Restoran, rumah makan, warung 1.344.606 8,14 0,46419 Hotel non-bintang 102.219 0,62
0,61722 Angkutan wisata 66.750 0,40 0,57324 Travel biro 97.940 0,59 0,37028 Money changer 37.751
0,23 0,74032 Atraksi budaya & hiburan lainnya 59.323 0,36 0,82333
Jasa perorangan,rumah tangga lainnya,termasuk pramuwisata
985.460 5,97 0,736
Sub Jumlah Usaha Kecil Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33)
2.694.049 16,31 0,618J u m l a h (1-33) 16.509.986 100,00 -
Sumber: Hasil Pengolahan Tabel Input-Output Pariwisata Kota Bandung 2000 (33 sektor)Catatan : KIP =
Koefisien Input PrimerShading = Penebalan = Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32,
33)Nilai Tambah Bruto (NTB) = Produk Domestik Regional Bruto = Pendapatan Daerah (Regional) Bal
produksi yang ada di daerah, sehingga balas jasanya terhadap faktor produksi tidak ada.Nampaknya
penguasaan bahan bakar minyak ini dominan dikuasai oleh pemerintah(Pertamina) pusat.Namun
sektor-sektor pariwisata yang menampung usaha-usaha kecil (17, 19, 22, 24,28, 32 dan 33) memiliki
koefisien input primer (KIP) bervariasi dari 0,370 untuk travel biro(terkecil) sampai dengan 0,823
untuk atraksi budaya (terbesar) dengan KIP rata-rata sebesar0,618. Jika KIP usaha kecil ini dihubungkan
dengan kriteria Riyanto (1997), maka usahakecil pada sektor pariwisata termasuk efisien, karena
mampu menciptakan upah, gaji, surplususaha dan pajak tidak langsung yang besar, yang berarti pula
mampu menjadi mesinpenggerak perekonomian daerah Kota Bandung, khususnya aktivitas-aktivitas
masyarakat yang terkaitlangsung dan tidak langsung terhadap kedua sektor tersebut.Jika nilai tambah
bruto (NTB) sektor-sektor perekonomian Kota Bandung tahun 2000 dijabarkanmenurut komponen
penggunaannya, maka teralokasi pada komponen upah dan gaji 32,73%,surplus usaha 54,83%, pajak
tidak langsung 4,20% dan penyusutan 8,23%. PenggunaanPDRB yang relatif dominan pada komponen
surplus usaha, hal ini memumjukkan bahwanilai tambah yang terbentuk dalam perekonomian Kota
Bandung sebagian besar diperuntukkan sebagaibalas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan para
pemilik modal. Rasio upah dan gajidengan surplus usaha sebesar 59,69%. Rasio ini akan semakin baik,
jika mendekatikeseimbangan. Semakin besar rasio ini menunjukkan besarnya upah dan gaji yang
diterimaoleh tenaga kerja sektor yang bersangkutan dibandingkan surplus yang diterima olehprodusen.
SeKota Bandungknya apabila rasio ini semakin kecil, menunjukkan terjadi penghisapan olehpengusaha
terhadap para karyawan atau pekerjanya (Tabel 6)Tabel 6. Nilai Tambah Bruto (NTB) Perekonomian
Kota Bandung Menurut Komponen PenggunaannyaTahun 2000
Komponen Nilai (juta rupiah) %tase (%)Upah dan Gaji (201) 5.403.727 32,73Surplus Usaha (202)
9.052.868 54,83Penyusutan (203) 1.359.423 8,23Pajak Tidak Langsung Neto (204) 693.968 4,20Nilai
Tambah Bruto (209) 16.509.986 100,00
Sumber: Hasil Pengolahan Tabel Input-Output Pariwisata Kota Bandung 2000 (33 Sektor)
Berdasarkan data input-output tahun 2000, jumlah nilai Permintaan Akhir (PA) olehsektor-sektor
perekonomian Kota Bandung adalah sebesar Rp. 20.824.361 juta (Tabel 7). Dari jumlahtersebut, sebesar
35,00% diminta oleh industri pariwisata untuk memenuhi permintaan barang
dan jasa hotel bintang (18), restoran, rumah makan, warung (17), perdagangan (16). Sektor-sektor
ekonomi lainnya yang dapat dimasukkan sebagai sepuluh besar dalam memberikankontribusi terhadap
permintaan akhir adalah bangunan/kontruksi (15), industri pengolah hasilpertanian (7), jasa umum dan
sosial (31), peternakan (3), industri tekstil dan pakaian jadi (8),angkutan udara (23), dan jasa
perorangan, rumah tangga lainnya termasuk pramuwisata (33).Tabel 7. Kontribusi Sektor Sektor
Ekonomi dan Usaha Kecil pada Sektor PariwisataTerhadap Permintaan Akhir (PA) dalam Perekonomian
Daerah Kota Bandung Tahun 2000(Juta Rupiah)
KodeSektor
S e k t o r Permt Akhir (PA) Sumb(%)1 Pertanian 858.363 4,122 Perkebunan 44.237 0,213 Peternakan
1.203.388 5,784 Kehutanan 2.587 0,015 Perikanan 464.884 2,236 Pertambangan dan penggalian 807
0,007 Industri pengolah hasil pertanian 1.366.023 6,568 Industri tekstil & pakaian jadi 1.073.865 5,169
Industri kerajinan kayu dan perhiasan 632.600 3,0410 Industri kimia, barang dari kimia.karet dan
plastik 168.354 0,8111 Bahan bakar minyak 123.941 0,6012 Industri kerajinan bahan galian, bahan
bangunan 9.257 0,0413 Industri lainnya 649.892 3,1214 Listrik dan air minum 318.346 1,5315
Bangunan/konstruksi 1.470.284 7,0616 Perdagangan 1.623.414 7,8018 Hotel bintang 3.180.624
15,2720 Angkutan darat 330.988 1,5921 Angkutan laut 117.135 0,5623 Angkutan udara 1.073.243
5,1525 Jasa penunjang angkutan lainnya 119.659 0,5726 Komunikasi , pos dan giro 135.310 0,6527
Perbankan & lembaga keuangan lainnya 201.612 0,9729 Persewaan bangunan dan tanah 375.649
1,8030 Jasa perusahaan 10.649 0,0531 Jasa umum dan sosial 1.238.980 5,9517 Restoran, rumah makan,
warung 2.485.370 11,9319 Hotel non bintang 163.584 0,7922 Angkutan wisata 124.362 0,6024 Travel
biro 275.977 1,3328 Money changer 28.588 0,1432 Atraksi budaya & hiburan lainnya 77.783 0,3733
Jasa perorangan,rmh tangga lainnya,termasuk pramuwisata
874.666 4,20
Sub Jumlah Usaha Kecil Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33)

4.030.330 19,36J u m l a h (1-33) 20.824.361 100,00


Sumber: Hasil Pengolahan Tabel Input-Output Pariwisata Kota Bandung 2000 (33 sektor)
Catatan : Shading = Penebalan = Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33
Di samping sektor-sektor dominan tadi yang relatif besar kontribusinya terhadappembentukan
permintaan akhir, seKota Bandungknya masih terdapat banyak sektor yang hanya mampumenyumbang
atau memberikan kontribusi di bawah 1% yakni perbankan dan lembagakeuangan lainnya (27), industri
kimia, barang dari kimia karet dan plastik (10), hotelnon-bintang (19), komunikasi, pos dan giro (26),
angkutan wisata (22), bahan bakar minyak (11), jasa penunjang angkutan lainnya (25), angkutan laut
(21), atraksi budaya dan hiburanlainnya (32), perkebunan (2), money changer (28), jasa perusahaan
(30), industri kerajinan,bahan galian, bahan bangunan (12), kehutanan (4), pertambangan dan
penggalian (6).Mencermati permintaan akhir oleh sektor-sektor perekonomian, utamanya usaha
kecilpada sektor pariwisata, maka tampak usaha kecil ini mampu menciptakan permintaan akhiratau
permintaan barang dan jasa yang langsung dikonsumsi, seperti permintaan berbagaiproduk pertanian
dalam arti luas sebesar Rp. 4.030.330 juta atau sebesar 19,36% dari totalpermintaan akhir (Tabel 7).
Implikasinya bahwa sektor pertanian termasuk petaninya akanterangsang untuk meningkatkan
produksinya dalam usaha memenuhi peningkatan permintaanuntuk dikonsumsi langsung oleh usaha-
usaha kecil pada sektor pariwisata.
Keterkaitan Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata dengan Sektor-Sektor EkonomiLainnya
Satu penggunaan model input-output yang paling umum dilakukan adalah untuk menganalisis
keterkaitan antar sektor, terutama sebagai kerangka dasar untuk menentukansektor-sektor prioritas
atau unggulan. Analisis keterkaitan antar sektor dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh kegiatan
suatu sektor terhadap sektor-sektor lain, baik langsung maupuntidak langsung, dan mengukur tingkat
ketergantungan sektoral dari sektor-sektor yang adadalam perekonomian. Analisis keterkaitan antar
sektor dibedakan ke dalam keterkaitan kebelakang yakni kegiatan-kegiatan sektor ekonomi lain yang
menyediakan input bagi kegiatanekonomi sektor bersangkutan dan keterkaitan ke depan yakni
kegiatan-kegiatan sektor lainyang menggunakan output dari sektor yang bersangkutan.Keterkaitan ke
depan dan ke belakang dapat dibedakan menjadi dua yaitu keterkaitanlangsung ke depan dan ke
belakang serta keterkaitan tidak langsung ke depan dan kebelakang. Keterkaitan langsung ke depan dan
ke belakang didapat dari koefisien input,sedangkan keterkaitan tidak langsung ke depan dan ke
belakang diperoleh dari matrikskeKota Bandungkan Leontief terbuka.
Keterkaitan Langsung
Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan berapa banyak input yang berasal dariproduksi
berbagai sektor yang dipakai oleh sektor tersebut dalam proses produksi. Jadiketerkaitan langsung ke
belakang merupakan suatu nilai besaran yang menunjukkan peranansuatu sektor dalam menciptakan
penambahan output sektor penyedia input untuk per kenaikan
satu satuan “permintaan akhir” sektor penerima input tersebut.
Sedangkan keterkaitan langsung ke depan menunjukkan berapa banyak output suatusektor yang
digunakan oleh sektor-sektor lain sebagai input. Jadi keterkaitan langsung kedepan menunjukkan
peranan suatu sektor dalam menciptakan output sektor penerima output
akibat penambahan satu satuan „permintaan akhir‟ sektor penyedia output tersebut.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien keterkaitan langsung ke belakang(KBj) untuk seluruh
sektor perekonomian Kota Bandung lebih kecil dari satu (KB
j
< 1), yang berartibahwa semua sektor perekonomian yang ada belum mampu menciptakan permintaan
turunan(
derived demand
) yang kuat terhadap sektor-sektor lain. Sebagai contoh untuk sektor
„industri pengolah hasil pertanian‟ (7) yang memiliki nilai KB tertinggi yaitu 0,853, artinya
sektor pengolah hasil pertanian dalam aktivitas produksinya menggunakan input antarasebesar 0,853
satuan untuk setiap satu-
satuan peningkatan permintaan akhir sektor „industri pengolah hasil pertanian‟ tersebut (Tabel 8).
Tabel 8 juga dapat menjelaskan keterkaitan langsung ke depan masing-masing sektorperekonomian,
yang mana hanya dua sektor memiliki koefisien keterkaitan langsung ke depan(KDi) lebih besar dari
satu (KDi > 1), yaitu sektor perdagangan (16) sebesar 1,267 dan sektorbahan bakar minyak (11) sebesar
1,046. Ini artimya, output dari kedua sektor ini secara relatif lebih banyak digunakan oleh sektor-sektor
lain sebagai input atau kedua sektor tersebutmerupakan pemasok input yang kuat bagi seluruh sektor
perekonomian
Tabel 8. Keterkaitan Langsung Ke Belakang dan Ke Depan Sektor-Sektor Ekonomi danUsaha Kecil pada
Sektor Pariwisata dengan Sektor-Sektor lainnya dalamPerekonomian Daerah Kota Bandung Tahun 2000
KodeSektor
S e k t o r KBj KDi1 Pertanian 0,093 0,7132 Perkebunan 0,202 0,1503 Peternakan 0,606 0,5854
Kehutanan 0,136 0,0665 Perikanan 0,339 0,1326 Pertambangan dan penggalian 0,063 0,2547 Industri
pengolah hasil pertanian 0,853 0,4048 Industri tekstil & pakaian Jadi 0,597 0,4389 Industri kerajinan
kayu & perhiasan 0,565 0,53610 Industri kimia, barang dari kimia, karet dan plastik 0,637 0,45511
Bahan bakar minyak 0,000 1,04612 Industri Kerajinan bahan galian, bahan bangunan 0,578 0,24713
Industri lainnya 0,493 0,81914 Listrik dan air minum 0,383 0,42915 Bangunan/konstruksi 0,646
0,55916 Perdagangan 0,364 1,26718 Hotel bintang 0,374 0,41020 Angkutan darat 0,441 0,31021
Angkutan laut 0,279 0,10223 Angkutan udara 0,500 0,40925 Jasa penunjang angkutan lainnya 0,188
0,34226 Komunikasi, pos dan giro 0,365 0,37227 Perbankan dan lembaga keuangan lainnya 0,318
0,52429 Persewaan bangunan dan tanah 0,195 0,18230 Jasa perusahaan 0,211 0,10631 Jasa umum dan
sosial 0,101 0,04117 Restoran, rumah makan, warung 0,536 0,42819 Hotel non-bintang 0,383 0,02122
Angkutan wisata 0,427 0,00224 Travel biro 0,630 0,05628 Money changer 0,260 0,06732 Atraksi
budaya & hiburan lainnya 0,177 0,00733 Jasa perorangan,rumah tangga lainnya,termasuk pramuwisata
0,264 0,724
Rata-Rata Usaha Kecil Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33)
0,382 0,186
Sumber: Hasil Pengolahan Tabel Input-Output Pariwisata Kota Bandung 2000 (33 sektor)Catatan: KBj =
keterkaitan langsung ke belakangKDi = keterkaitan langsung ke depanShading = Penebalan = Usaha
Kecil pada Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33
Koefisien keterkaitan langsung ke depan sektor perdagangan menduduki urutan teratas darisektor-
sektor lainnya, yaitu sebesar 1,267, yang menunjukkan setiap peningkatan satu-satuanpermintaan akhir
sektor perdagangan (16), mampu menciptakan kenaikan output sebesar1,267 satuan semua sektor
pengguna (user) output sektor perdagangan
Memperhatikan kedua koefisien KBk dan KDi pada Tabel 8, tampak bahwa sebanyak 22 sektor memiliki
nilai KB > KD, berarti sektor yang demikian menunjukkan belum mampumelakukan deversifikasi
produk dan sekaligus telah mengalami kehilangan nilai tambahnya.Kondisi demikian disebabkan oleh
karena sektor yang bersangkutan lebih banyak tergantungpada pembelian input dari pada penjualan
outputnya. Jika seKota Bandungknya nilai KB<KD, berartisektor yang bersangkutan telah mampu
melakukan diversifikasi produk dan mempunyaikemampuan melakukan penjualan output yang besar,
sehingga bisa menciptakan nilai tambahyang memadai. Sektor-sektor perekonomian Kota Bandung yang
masuk dalam katagori terakhir inisebanyak 11 sektor yaitu; pertanian (1), pertambangan dan
penggalian (6), bahan bakarminyak (11), industri lainnya (11), listrik dan air minum (14), perdagangan
(16), hotel bintang(18), jasa penunjang angkutan lainnya (25), komunikasi, pos dan giro (26), perbankan
danlembaga keuangan lainnya (27), jasa perorangan, rumah tangga lainnya, termasuk pramuwisata
(33).Mencermati kemKota Bandung keterkaitan ke belakang dan ke depan sektor-sektor
pendukunglangsung pariwisata yang menampung usaha-usaha kecil atau usaha kecil pada
sektorpariwisata, tampak bahwa usaha kecil pada ketujuh sektor pariwisata memiliki keterkaitan
kebelakang dan ke depan relatif lemah, yang ditunjukkan oleh rata-rata KBj sebesar 0,382 danKDi
sebesar 0,186. Ini menunjukkan bahwa usaha-usaha kecil pada sektor pariwisata belummampu
peningkatkan output sektor-sektor penyedia input (supplier) dan belum mampumeningkatkan output
sektor-sektor lain yang menggunakan input (demander) dari setiappeningkatan satu-satuan permintaan
akhir. Fenomena ini logis, karena kedua sektor inibukanlah sektor yang berfungsi mengolah produk
sektor-sektor lain dan juga bukanmenghasilkan barang-barang yang dapat digunakan oleh sektor-sektor
lain, tetapi hanyamenghasilkan jasa yang langsung habis dipakai sebagai permintaan akhir.
Keterkaitan tidak Langsung
Keterkaitan langsung dan tidak langsung atau sering disebut keterkaitan tidak langsung ke belakang
menunjukkan kekuatan suatu sektor dalam mendorong peningkatan
produksi seluruh sektor perekonomian. Jadi seberapa besar “permintaan akhir” suatu sektor
dapat meningkatkan total output seluruh sektor perekonomian.Dari hasil pehitungan menunjukkan
bahwa semua sektor ekonomi pada Tabel 9memiliki koefisien keterkaitan tidak langsung ke belakang
lebih besar dari satu, kecuali bahan
bakar minyak (11). Sektor peternakan (3) memiliki koefisien keterkaitan ke belakang terbesar
yaitu 2,227, artinya bila permintaan akhir „sektor peternakan‟ meningkat satu unit,
makaoutput seluruh sektor perekonomian daerah Kota Bandung akan meningkat sebesar 2,227 unit
(Tabel 9).
Tabel 9. Keterkaitan tidak Langsung ke Belakang dan ke Depan serta Daya Sebar ke Belakang danke
Depan Sektor-Sektor Ekonomi dan Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata dengan Sektor-Sektor lainnya
dalam Perekonomian Daerah Kota Bandung Tahun 2000No S e k t o r KTBj KTDi DSBj DSDi1 Pertanian
1,152 2,178 0,716 1,3542 Perkebunan 1,324 1,230 0,822 0,7643 Peternakan 2,227 2,066 1,384 1,2844
Kehutanan 1,229 1,107 0,764 0,6885 Perikanan 1,471 1,183 0,914 0,7356 Pertambangan dan
penggalian 1,098 1,385 0,682 0,8617 Industri pengolah hasil pertanian 2,125 1,652 1,320 1,0278
Industri tekstil & pakaian Jadi 2,152 1,769 1,337 1,0999 Industri kerajinan kayu & perhiasan 2,031
2,115 1,262 1,31410 Industri kimia, barang dari kimia, karet dan plastik 2,101 1,883 1,306 1,17011
Bahan bakar minyak 1,000 2,634 0,621 1,63712 Industri Kerajinan bahan galian, bahan bangunan 1,840
1,413 1,143 0,87813 Industri Lainnya 1,788 2,603 1,111 1,61814 Listrik dan air minum 1,641 1,674
1,020 1,04015 Bangunan/konstruksi 2,098 1,847 1,304 1,14816 Perdagangan 1,610 3,221 1,001
2,00118 Hotel bintang 1,643 1,480 1,021 0,92020 Angkutan darat 1,614 1,526 1,003 0,94921 Angkutan
laut 1,391 1,152 0,864 0,71623 Angkutan udara 1,833 1,645 1,139 1,02225 Jasa penunjang angkutan
lainnya 1,328 1,494 0,825 0,92826 Komunikasi, pos dan giro 1,604 1,609 0,997 1,00027 Perbankan dan
lembaga keuangan lainnya 1,512 1,826 0,940 1,13529 Persewaan bangunan dan tanah 1,337 1,310
0,831 0,81430 Jasa perusahaan 1,354 1,171 0,841 0,72831 Jasa umum dan sosial 1,185 1,055 0,736
0,65617 Restoran, rumah makan, warung 1,983 1,614 1,232 1,00319 Hotel non-bintang 1,671 1,035
1,039 0,64322 Angkutan wisata 1,586 1,004 0,986 0,62424 Travel biro 2,050 1,061 1,274 0,65928
Money changer 1,397 1,095 0,868 0,68032 Atraksi budaya & hiburan lainnya 1,280 1,007 0,795 0,62633
Jasa perorangan,rumah tangga lainnya,termasuk pramuwisata
1,449 2,058 0,900 1,279
Rata-rata Usaha Kecil Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33)
1,630 1,267 1,158 0,788
Sumber: Hasil Pengolahan Tabel Input-Output Pariwisata Kota Bandung 2000Catatan : KTBj =
keterkaitan tidak langsung ke belakang; KTDi = keterkaitan tidaklangsung ke depan,DSBj = daya sebar
ke belakang; DSDi = daya sebar ke depanShading = Penebalan = Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata (17,
19, 22, 24, 28, 32, 33)
Namun keterkaitan tidak langsung ke depan menunjukkan seberapa besar suatu sektormemenuhi
permintaan akhir dari seluruh sektor perekonomian. Pada Tabel 9 juga dapatdilihat keterkaitan tidak
langsung ke depan dari sektor perdagangan (16) adalah paling kuatbila dibandingkan dengan sektor-
sektor perekonomian lainnya, yaitu sebesar 3,221. Artinyaadanya peningkatan permintaan akhir
seluruh sektor perekonomian Daerah Kota Bandung sebesar satu
unit maka „sektor perdagangan‟ dapat menyumbang pemenuhannya sebesar 3,221 unit.
Mencermati Tabel 9 tampak bahwa sektor-sektor pendukung pariwisata yangmenampung usaha-usaha
kecil atau usha kecil pada sektor pariwisata memiliki keterkaitantidak langsung ke belakang (KTBj) dan
keterkaitan tidak langsung depan (KTDi) sangat kuat,yang ditunjukkan KTBj sebesdar 1,630 dan KTDi
sebesar 1,267. Artinya setiap peningkatanpermintaan akhir usaha kecil pada sektor pariwisata sebesar
satu unit, mampu meningkatkanoutput seluruh sektor perekonomian di Kota Bandung sebesar 1,639
unit dan setiap peningkatanpermintaan akhir seluruh sektor perekonomian di Kota Bandung sebesar
satu unit, usaha kecil padasektor pariwisata di Kota Bandung mampu memenuhinya sebesar 1,267 unit.
Daya Sebar
Nilai daya sebar ke belakang (DSBj) suatu sektor pada dasarnya merupakan ukurandampak relatif dari
peningkatan output suatu sektor tertentu (misal sektor j) terhadappeningkatan output sektor-sektor
lainnya (sektor i) yang menyediakan input untuk sektortersebut (sektor j). Apabila nilai DSBj besar,
maka dapat dikatakan bahwa sektor tersebutyang akan menarik sektor-sektor lainnya untuk
meningkatkan outputnya atau denganperkataan lain bahwa dampak hubungan ke belakang adalah
penyerapan input yangmenimbulkan tarikan permintaan bahan baku atau sarana produksi. Jadi semakin
besar nilaiDSBj suatu sektor, maka semakin besar pula dampak ke belakang investasi pada
sektortersebut, sehingga DSBj sering juga disebut sebagai Daya Menarik Sektor.Pada Tabel 9 tampak
bahwa dari seluruh sektor perekonomian di Kota Bandung, hampir 50%(16 sektor) yang memiliki daya
sebar ke belakang relatif kuat yang ditunjukkan oleh koefisiendaya sebar ke belakang lebih besar dari
satu (DSBj > 1). Namun, sektor peternakan (3)memiliki daya sebar ke belakang terbesar yaitu 1,384 dan
sektor bahan bakar minyak (11)memiliki daya sebar ke belakang terlemah yaitu 0,621. Daya sebar ke
belakang sebesar 1,384artinya, bila permintaan akhir seluruh sektor perekonomian (33 sektor) masing-
masingmeningkat satu unit (kenaikan permintaan akhir seluruh sektor perekonomian adalah 33
unit),maka sektor peternakan (3) dapat memenuhi permintaan akhir tersebut sebesar 1,384 unit
Sedangkan daya sebar ke depan (DSDi) merupakan ukuran dampak relatif daripeningkatan output suatu
sektor tetentu (misal sektor n) terhadap dorongan peningkatanoutput sektor-sektor lainnya yang
menggunakan output sektor n tersebut sebagai input.Apabila nilai DSDi suatu sektor besar, maka sektor
tersebut dikatakan sebagai sektor yangpeka terhadap pengaruh sektor lainnya. DSDi suatu sekto
r sering juga disebut sebagai “dayadorong” terhadap peningkatan output sektor
-sektor lain penerima output sektor tersebut.Sebagai implikasinya, jika suatu sektor memiliki daya
dorong yang tinggi maka kondisidemikian menunjukkan kemampuannya dalam mendorong
perkembangan sektor-sektor lainatau dengan perkataan lain bahwa sektor tersebut memiliki efek
hubungan ke depan yangmemberikan pasokan tinggi. Semakin besar nilai DSDi suatu sektor, maka
sektor tersebutsemakin besar daya dorongnya terhadap perekonomian di wilayahnya. Sektor-
sektorperekonomian Kota Bandung yang memiliki nilai daya sebar ke depan lebih besar dari satu (DSDi
> 1),sebanyak 15 sektor. Sektor yang memiliki nilai daya sebar ke depan tertinggi adalah
sektorperdagangan (16) sebesar 2,001 dan daya sebar ke depan terkecil adalah sektor angkutanwisata
(22) sebesar 0,624. Daya sebar ke depan sebesar 2,001, artinya bila permintaan akhirsetiap sektor
perekonomian meningkat sebesar satu unit (total peningkatan produksi sebanyak 33 unit), maka dari
total produksi seluruh sektor perekonomian (33 sektor), yangditumbuhkan oleh kenaikan permintaan
akhir sektor perdagangan (16) sebesar 2,001 unit.Sektor-sektor perekonomian Kota Bandung yang
memiliki daya sebar ke belakang dan ke depanlebih besar dari satu, artinya sektor-sektor tersebut
termasuk sektor yang strategis ataumemiliki pengaruh yang tinggi terhadap keseluruhan sektor
perekonomian wilayah.Mengamati Tabel 9, terdapat 11 sektor yang memenuhi kriteria tadi dengan
rincian; satusektor primer yaitu peternakan, tujuh buah termasuk sektor industri (sekunder), dan tiga
buahtermasuk kelompok sektor tersier (jasa). Jadi informasi ini juga menunjukkan bahwa kesebelas
sektor tersebut mampu mendorong peningkatan produksi seluruh sektorperekonomian di atas rata-rata
sektor, atau dengan kata lain bahwa peningkatan permintaanakhir terhadap output sektor tersebut akan
dapat mendorong peningkatan output dari sektor-sektor yang berkaitan dengan ke sebelas
sektor.Menurut Kuncoro (1993), yang dimasukkan sebagai sektor prioritas adalah sektor-sektor
perekonomian yang memiliki koefisien daya penyebaran ke belakang dan ke depankuat (dengan
koefisien lebih besar dari satu). Sektor potensial dengan daya sebar ke belakangtinggi tapi ke depan
rendah atau seKota Bandungknya, dan sektor tertinggal jika daya sebar ke belakangdan ke depannya
rendah. Untuk lebih jelasnya gambarkan sektor-sektor perekonomian Kota Bandung
yang dapat dimasukkan sebagai sektor prioritas, sektor potensial maupun sektor yang masihtertinggal
dalam perekonomian daerah Kota Bandung berdasarkan data tahun 2000 disajikan pada Tabel10.
Tabel 10. Klasifikasi Sektor-Sektor Prioritas, Potensial dan Tertinggal dalam Perekonomian DaerahKota
Bandung Tahun 2000
D a y a S e b a rD a y a S e b a r K e B e l a k a n gTinggi RendahDayaSebarKeDepanT i n g g i
Sektor-Sektor Prioritas:
Peternakan (3)Industri tekstil & pakain jadi (8)Industri pengolah hasil pertanian (7)
Industri kimia,brg dari kimia,karet dan plastik (10)
Bangunan/konstruksi (15)Industri kerajinan kayu dan perhiasan (9)Angkutan udara (23)Industri
lainnya (13)Listrik dan air minum (14)Perdagangan (16)
Sektor-Sektor Potensial:
Bahan bakar minyak (11)Pertanian (1)Perbankan dan lembaga keuanganlainnya (27)
Rendah

Sektor-Sektor Potensial:
Industri kerajinan, bahan galian, bahanbangunan (12)Hotel bintang (18)Angkutan darat (20)
Usaha Kecil Pariwisata (
17, 19, 22, 24, 28, 32, 33)
Sektor-Sektor tertinggal:
Perikanan (5)Angkutan laut (21)
Persewaan bangunan dan tanah (29)Jasa penumpang angkutan lainnya (25)
Kehutanan (4)Jasa umum dan sosial (31)Pertambangan dan penggalian (6)
Sumber: Hasil Pengolahan Tabel Input-Output Pariwisata Kota Bandung 2000 (33 Sektor)
Mengamati koefisien daya sebar sektor-sektor pendukung pariwisata atau sektorpariwisata yang
menampung usaha-usaha kecil (17, 19, 22, 24, 28, 32 dan 33)(lihat Tabel 9dan 10), tampak bahwa usaha
kecil pada sektor pariwisata mempunyai daya sebar ke belakangtinggi dan daya sebar ke depan rendah
dan jika mengacu pada Kuncoro (1993), maka usahakecil pada sektor pariwisata tersebut termasuk
sektor potensial untuk dikembangkan. Artinyausaha kecil pada sektor pariwisata tersebut mampu
menarik sektor-sektor lainnya untuk meningkatkan outputnya atau dengan perkataan lain bahwa
dampak hubungan ke belakangadalah penyerapan input yang menimbulkan tarikan permintaan bahan
baku atau saranaproduksi. Jika dihubungkan dengan fakta empirik, dalam proses produksinya
(produksiberbagai mcam jasa) memang benar usaha kecil pada sektor-sektor pariwisata
membutuhkanberbagai output dari sektor lainnya, seperti pertanian, industri dan jasa lain. Jadi setiap
adapeningkatan permintaan akhir seluruh sektor perekonomian masing-masing sebesar satu unit,maka
usaha kecil pada sektor pariwisata mampu memenuhinya sebesar 0,788 unit
Dampak Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata Terhadap Peningkatan Output danPendapatan Daerah Kota
Bandung
Dampak usaha kecil pada sektor pariwisata terhadap peningkatan pendapatan daerahyang dimaksud di
sini adalah dampak pengganda usaha kecil pada sektor pariwisata, baik dampak pengganda output
maupun dampak pengganda pendapatan. Artinya setiap perubahan(peningkatan/penurunan) satu unit
moneter usaha kecil pada sektor pariwisata akan mampumeningkatkan output atau pendapatan sektor-
sektor ekonomi lainya.Di dalam menganalisis ekonomi suatu wilayah, koefisien dampak pengganda
pentinguntuk diketahui mengingat peranannya sebagai indikator perkembangan perekonomianwilayah
itu sendiri. Pada dasarnya koefisien dampak pengganda merupakan nilai yangmenunjukkan hasil
pertambahan yang muncul sebagai akibat injeksi investasi sektoral kedalam sistem perekonomian.
Berdasarkan jenisnya, koefisen dampak pengganda dibedakanmenjadi dua yaitu koefisien dampak
pengganda tipe I dan koefisien dampak pengganda tipe
II. Koefisien dampak pengganda tipe I menunjukkan besarnya pengaruh “permintaan akhir”
suatu sektor terhadap pertumbuhan sistem perekonomian, di mana komponen rumah tanggabertindak
sebagai variabel eksogenus. Sedangkan nilai koefisien pengganda tipe IImenunjukkan hal yang sama,
tetapi komponen rumah tangga bertindak sebagai variabelendogenus.Di dalam penelitian ini sesuai data
yang ada, dampak tersebut hanya dapatdigambarkan dalam dua model yaitu dampak pengganda output
dan dampak penggandapendapatan. Setiap dampak pengganda dalam model input-output dapat
dibedakan dalambeberapa katagori, yaitu;
Pertama
, dampak awal (
initial impact
).
Kedua
, dampak imbasankegiatan produksi (
production induced impact
), yang terdiri dari: pengaruh langsung (
direct effect
) atau juga disebut pengaruh putaran pertama (
first round effect
) dan pengaruh tidak langsung (
indirect effect
) yang merupakan pengaruh putaran kedua dan seterusnya atau yangdikenal dengan pengaruh
dukungan industri (
industrial-support effect
), serta dampak imbasankonsumsi (
consumption induced effect
). Penjumlahan dampak awal dengan dampak imbasantersebut dikenal dengan dampak pengganda total
(
total multiplier effect
). Di samping ituterdapat katagori lainnya yang disebut dengan dampak luberan (
flow-on impact
) yangmerupakan dampak bersih. Katagori pengganda yang disebutkan terakhir ini akan
sangatberperan guna menentukan sektor-sektor pendukung bagi sektor prioritas dengan
analisispengganda
Pengganda Output
Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, dalam analisis dampak penggandaoutput, koefisien
initial effect
selalu sama dengan satu, sehingga untuk mendapatkan nilaipengganda output riil dalam analisis ini akan
lebih ditekankan pada angka penggada outputtipe II. Berdasarkan koefisien tipe II ini akan bisa
digambarkan sektor-sektor perekonomianDaerah Kota Bandung dan sektor-sektor perekonomian yang
menampung usaha kecil pariwisata yangmemiliki angka pengganda tipe II lebih besar dari 2 sebagai
sektor yang mampu memicupertumbuhan ekonomi.Sektor-sektor perekonomian Kota Bandung
berdasarkan data I-O Pariwisata Tahun 2000 (33sektor) mempunyai nilai koefisien pengganda output
tipe I (pengganda output sederhana)maupun pengganda output tipe II (pengganda output total) seperti
disajikan pada Tabel 11.Jika Tabel tersebut diamati tampak bahwa antara nilai koefisien pengganda
output tipe I dantipe II memiliki perbedaan yang cukup besar, di mana nilai tertinggi pada tipe I masih
beradadibawah angka 3, sedangkan pada tipe II semua nilainya berada diatas 3, kecuali bahan
bakarminyak (11). Perbedaan yang demikian disebabkan oleh penempatan komponen rumah
tanggasebagai variabel endogenus pada pengganda output tipe II. Untuk dapat memberikaninterpretasi
terhadap angka-angka yang terdapat dalam Tabel 11, maka akan diangkat satucontoh yaitu sektor yang
memiliki peringkat pengganda output tertinggi yaitu sektorpeternakan (3) dengan koefisien pengganda
output tipe I sebesar 2,227 dan sektor jasa umumdan sosial (31) yang memiliki koefisien pengganda
output tipe II sebesar 5,871. Sektorpeternakan (3) dengan koefisien pengganda output tipe I sebesar
2,227, artinya setiappeningkatan permintaan akhir pada sektor peternakan sebesar Rp. 1.000,- akan
mampumeningkatkan output sektor-sektor perekonomian lainnya di Kota Bandung sebesar Rp. 2.227,-
.Peningkatan output sebesar itu disebabkan oleh, dampak awal sebesar Rp. 1.000,-, dampak langsung (
direct effect
) sebesar Rp.606,- dan dampak tidak langsung yaitu pengaruhdukungan industri sebesar Rp. 621,-.
Kemudian untuk peringkat tertinggi pengganda output
tipe II yakni „sektor jasa umum dan sosial‟ (31) memiliki koefisien pengganda output tipe IIsebesar
5,871. Artinya setiap terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor „jasa
umum
dan sosial‟ sebesar Rp. 1.000,
- akan meningkatkan output sektor-sektor ekonomi lainnyasebesar Rp. 5.871,-. Peningkatan output
sebesar itu dsebabkan oleh, dampak awal sebesar Rp.1.000,-, dampak langsung (
direct effect
) sebesar Rp.933,-, dampak tidak langsung yaitupengaruh dukungan industri sebesar Rp. 3.647,- dan
dampak imbasan konsumsi sebesar Rp291,-. Bila dikaitkan dengan nilai rata-rata pengganda output tipe
II seluruh sektor
perekonomian Kota Bandung, maka terdapat 16 sektor yang memiliki koefisien pengganda di atas rata-
rata, yaitu jasa umum dan sosial (31), peternakan (3), industri pengolah hasil pertanian (7),pertanian
(1), perkebunan (2), kehutanan (4) restoran, rumah makan dan warung (17),bangunan/kontruksi (15),
industri kimia, barang dari kimia, karet dan plastik (10), industritekstil dan pakaian jadi (8), industri
kerajinan kayu dan perhiasan (9), industri kerajinan,bahan galian, bahan bangunan (12), perdagangan
(16), travel biro (24), hotel non bintang (19),hotel bintang (18). Bila diamati secara keseluruhan tampak
bahwa sektor-sektorperekonomian Kota Bandung hampir seluruhnya memiliki nilai koefisien tipe II
lebih besar dari padadua, kecuali sektor bahan bakar minyak (11). Berdasarkan kondisi yang demikian
dapatdikatakan bahwa sektor-sektor perekonomian Kota Bandung telah mampu memacu pertumbuhan
outputdaerahnya.Dari pengganda output tipe II dapat pula digambarkan nilai induksi masing-
masingsektor perekonomian Kota Bandung. Nilai induksi bisa memberikan informasi tentang peranan
polakonsumsi dan pendapatan rumah tangga dalam pembangunan. Bila nilai induksi suatu sektorbesar,
berarti hal demikian menunjukkan bahwa permintaan akan sektor tersebut oleh rumahtangga
meningkat akibat adanya peningkatan pendapatan rumah tangga. Jadi sehubungandengan penanaman
investasi, sebaiknya diarahkan pada sektor-sektor yang memiliki nilaiinduksi terbesar untuk diberikan
injeksi investasi. Beberapa sektor yang memiliki nilaiinduksi besar antara lain: sektor perdagangan (16),
bangunan/kontruksi (15), pertambangandan penggalian (6), atraksi budaya dan hiburan lainnya (32),
industri kimia, barang dari kimia,karet dan plastik (10).Mengamati Tabel 11 secara lebih rinci, tampak
bahwa sektor-sektor pendukung utamapariwisata yang menampuing usaha-usaha kecil pariwisata
(sektor 17, 19, 22, 24, 28, 32 dan33) memiliki angka pengganda output tipe I rata-rata 1,631 lebih besar
dari angka penggandarata-rata umum sebesar 1,609 dan dampak pengganda output tipe II rata-rata
3,041 lebihbesar dari pada 2. Ini menunjukkan bahwa sektor-sektor pendukung utama pariwisata
yangmenampung usaha kecil pariwisata atau usaha-usaha kecil pada sektor pariwisata
memilikikemampuan sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi daerah Kota Bandung. Angka pengganda
output tipeII rata-rata usaha kecil pada sektor pariwisata sebesar 3,041, artinya setiap
peningkatanpermintaan akhir usaha kecil pada sektor pariwisata (17, 19, 22, 24, 29, 32 dan 33)
sebesarsatu rupiah, mampu meningkatkan output sektor-sektor ekonomi lainnya (melalui
permintaanoutput oleh usaha-usaha kecil) dalam perekonomian daerah Kota Bandung sebesar Rp 3,041.
Misalnya,hotel non bintang dengan pengganda tipe II sebesar 3,856, artinya setiap peningkatan
permintaan akhir sektor hotel non bintang dari penyewaan kamarnya sebesar satu rupiah, akanmampu
meningkatkan output sektor-sektor ekonomi lainnya (melalui peningkatan output olehhotel non
bintang) dalam perekonomian pariwisata daerah Kota Bandung sebesar Rp 3,856,-.Tabel 11. Pengganda
Output Tipe I dan Tipe II Sektor-Sektor Ekonomi dan Usaha Kecilpada Sektor Pariwisata dalam
Perekonomian Daerah Kota Bandung Tahun 2000
KodeSektor
S e k t o rPengganda OutputTipe I Tipe II1 Pertanian 1,152 4,7582 Perkebunan 1,324 4,7463 Peternakan
2,227 5,3824 Kehutanan 1,229 4,6895 Perikanan 1,471 3,7976 Pertambangan dan Penggalian 1,098
3,5087 Industri Pengolah Hasil Pertanian 2,125 5,2728 Industri Tekstil & Pakaian Jadi 2,152 4,1609
Industri Kerajinan Kayu & Perhiasan 2,031 4,02510 Industri kimia, brg dr kimia, karet dan plastik 2,101
4,19111 Bahan bakar minyak 1,000 1,00012 Industri Kerajinan Bhn Galian, Bhn Bangunan 1,840
3,91913 Industri Lainnya 1,788 3,49914 Listrik dan Air Minum 1,641 3,37915 Bangunan/Kontruksi
2,098 4,30216 Perdagangan 1,610 3,89618 Hotel bintang 1,643 3,82720 Angkutan Darat 1,614 3,29521
Angkutan Laut 1,391 3,30123 Angkutan Udara 1,833 3,52125 Jasa penunjang angkutan lainnya 1,328
3,27926 Komunikasi,pos dan giro 1,604 3,33227 Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya 1,512
3,64129 Persewaan Bangunan dan tanah 1,337 2,88030 Jasa Perusahaan 1,354 3,44431 Jasa Umum dan
Sosial 1,185 5,871

17 Restoran, rumah makan, warung 1,983 4,39719 Hotel non-Bintang 1,671 3,85622 Angkutan Wisata
1,586 3,19424 Travel Biro 2,050 3,894

28 Money Changer 1,397 3,52832 Atraksi Budaya & Hiburan lainnya 1,280 2,61233
Jasa perorangan,rumah tangga lainnya, termasuk pramuwisata
1,449 3,415
Rata-Rata Usaha Kecil Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33)
1,631 3,041Rata-rata (1-33) 1,609 3,812
Sumber: Hasil Pengolahan Tabel Input-Output Pariwisata Kota Bandung 2000 (33 sektor)Shading =
Penebalan = Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33)
Namun jika dicermati dampak pengganda tipe I dan tipe II dari sektor-usaha kecilpariwisata (17, 19, 22,
24, 28, 32 dan 33), tampak bahwa diantara sektor-sektor tersebut
memiliki dampak penganda tipe I dan tipe II yang bervariasi. „Atraksi budaya dan hiburanlainnya‟
memiliki angka pengganda terkecil, bik u
ntuk tipei I dan tipe II masing-masing
sebesar 1,280 dan 2,612. „Angkutan wisata‟ memiliki dampak pengganda terbesar untuk tipe I
dan tipe II masing-masing 2,050 dan 3,894. Walau ada variasi, tetapi secara rata-rata usahakecil pada
sektor pariwisata memiliki kemampuan memicu pertumbuhan ekonomi daripermintaan yang mereka
ciptakan terhadap produk-produk (Output) sektor-sektor ekonomilainnya.
Pengganda Pendapatan
Pengganda pendapatan rumah tangga (
Income Multiplie
) sektor tertentu menunjukkan jumlah pendapatan rumah tangga total yang tercipta akibat adanya
tambahan satu-satuanmoneter permintaan akhir pada sektor tersebut. Seperti halnya pengganda
output, makasektor-sektor perekonomian Kota Bandung berdasarkan data I-O Pariwisata Tahun 2000
(33 sektor)mempunyai nilai koefisien pengganda pendapatan tipe I maupun tipe II seperti disajikanpada
Tabel 12.Pengganda pendapatan rata-rata tipe I sektor-sektor perekonomian Kota Bandung sebesar
1,738,artinya rata-rata kenaikan permintaan akhir seluruh sektor perekonomian sebesar Rp. 1000,-
,maka akan meningkatkan pendapatan rata-rata masyarakat sebesar Rp.1.738,-. Sektor-sektorekonomi
yang memiliki pengganda pendapatan di atas rata-rata berarti, setiap peningkatanpermintaan akhir
sektor-sektor tersebut sebesar satu rupiah, akan lebih besar menciptakanpendapatan terhadap sektor-
sektor ekonomi lainnya dibandingkan dengan sektor-sektor yangmemiliki pengganda pendapatan di
bawah rata-rata. Sektor-sektor perekonomian Kota Bandung yangmemiliki angka pengganda
pendapatan di atas rata-rata adalah industri pengolah hasilpertanian (7), persewaan bangunan dan
tanah (29), peternakan (3). travel biro (24), restoran,rumah makan, dan warung (17), industri kerajinan
bahan galian, bahan bangunan (12),industri tekstil dan pakaian jadi (8), industri kerajinan kayu dan
perhiasan (9), sektorbangunan/konstruksi (15), industri kimia, barang dari kimia, karet dan plastik
(10), perbankandan lembaga keuangan lainnya (27), industri lainnya (13), komunikasi pos dan giro
(26).
Tabel 12. Pengganda Pendapatan Tipe I dan Tipe II Sektor-Sektor Ekonomi dan UsahaKecil pada Sektor
Pariwisata dalam Perekonomian Kota Bandung Tahun 2000
No.
Sektor
PenggandaPendapatan
Tipe I Tipe II
1 Pertanian
1,339 12,751
2 Perkebunan
1,513 0,000
3 Peternakan
2,767 0,000
4 Kehutanan
1,156 0,000
5 Perikanan
1,262 46,932
6 Pertambangan dan Penggalian
1,033 1,540
7 Industri Pengolah Hasil Pertanian
3,717 8,613
8 I ndustri Tekstil & Pakaian Jadi
2,371 6,906
9 Industri Kerajinan Kayu & Perhiasan
2,289 5,819
10 Industri kimia, brg dr kimia, karet dan plastik
2,036 3,009
11 Bahan bakar minyak
0,000 0,000
12 Industri Kerajinan Bhn Galian, Bhn Bangunan
2,396 132,543
13 Industri Lainnya
1,950 62,036
14 Listrik dan Air Minum
1,475 2,068
15 Bangunan/Konstruksi
2,133 1,878
16 Perdagangan
1,282 1,389
18 Hotel bintang
1,589 4,318
20 Angkutan Darat
1,734 16,255
21 Angkutan Laut
1,226 7,855
23 Angkutan Udara
1,723 5,288
25 Jasa Penunjang Angkutan lainnya
1,272 9,252
26 Komunikasi,pos dan giro
1,920 15,374
27 Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
2,002 11,658
29 Persewaan Bangunan dan Tanah
2,987 0,000
30 Jasa perusahaan
1,247 0,000
31 Jasa Umum dan Sosial
1,037 6,461
17 Restoran, Rumah Makan, Warung
2,400 6,077
19 Hotel non-Bintang
1,505 4,335
22 Angkutan Wisata
1,537 7,553
24 Travel Biro
2,497 24,876
28 Money changer
1,492 2,617
32 Atraksi Budaya & Hiburan lainnya
1,229 1,341
33 Jasa perorangan,rumah tangga lainnya,termasuk pramuwisata
1,250 4,638
Rata-rata Usaha Kecil Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33)
1,701 6,269Rata-rata (1-33) 1,738 12,527
Sumber: Hasil Pengolahan Tabel Input-Output Pariwisata Kota Bandung 2000 (33 Sektor)Shading =
Penebalan = Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata (17, 19, 22, 24, 28, 32, 33)
Angka pengganda pendapatan tipe I tertinggi adalah sektor industri pengolah hasilpertanian (7) sebesar
3,717, artinya setiap peningkatan permintaan akhir sektor ini sebesar Rp.1.000,- akan meningkatkan
pendapatan total masyarakat Kota Bandung sebesar Rp. 3.717,-. Sedangkanangka pengganda
pendapatan tipe II dengan nilai rata-rata sebesar 12,527, artinya kenaikanpermintaan akhir rata-rata
keseluruhan sektor yang ada sebesar Rp. 1.000,- akan mampumenciptakan pendapatan rata-rata
masyarakat sebesar Rp.12.527,-. Sektor industri kerajinan,bahan galian, bahan bangunan (12) dengan
koefisien pengganda tipe II tertinggi yaitu sebesar132,543, artinya kenaikan permintaan akhir sektor ini
sebesar Rp.1.000,- akan mengakibatkanpeningkatan pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor
ini sebesar Rp. 132.543,-. Lebih jauh gambaran sektor-sektor dengan peringkat pengganda tipe II di atas
rata-rata yakni; sektorindustri kerajinan bahan galian, bahan bangunan (12), industri lainnya (13),
perikanan (5),travel biro (24), angkutan darat (20),
komunikasi, pos dan giro (26), pertanian (1).SeKota Bandungknya ada satu sektor yang memiliki
koefisien pengganda pendapatan tipe I samadengan 0,000 yaitu bahan bakar minyak (11), dan terdapat
enam sektor yang memilikipengganda pendapatan tipe II sebesar 0,000 yaitu sektor perkebunan (2),
peternakan (3),kehutanan (4), bahan bakar minyak (11), persewaan bangunan dan tanah (29) dan
jasaperusahaan (30), berarti investasi yang ditanamkan pada sektor-sektor ini belum mampumemacu
pendapatan masyarakat yang bekerja pada sektor tersebut.Implikasi temuan di atas yakni dalam
perencanaan pembangunan ekonomi daerah Kota Bandungyang bertujuan meningkatkan pendapatan,
maka investasi pada sektor-sektor perekonomiansebaiknya diarahkan pada sektor-sektor yang memiliki
nilai koefisien pengganda pendapatantinggi. Jadi semakin banyak sektor-sektor perekonomian Kota
Bandung yang memiliki koefisienpengganda pendapatan tinggi, berarti semakin heterogen sumber mata
penghidupanmasyarakat atau dengan perkataan lain tidak hanya mengantungkan diri pada satu sektor
saja.Meminjam istilah yang sering dipergunakan dalam kehidupan masyarakat Kota
Bandung,berkembangnya sektor-sektor perekonomian secara bersama-sama, saling bersinergi
atausaling terkait satu dengan lainnya, menyebabkan kehidupan masyarakat Kota Bandung tidak
hanyabersyukur
dengan pencaharian (merta) di (ring) hotel, tetapi juga merta ring segara, mertaring benang, merta ring
kayu/sangging, merta ring margi.
Bila mencermati angka pengganda pendapatan sektor-sektor yang menampung usahakecil pariwisata
atau pengganda pendapatan usaha kecil pada sektor pariwisata (17, 19, 22,24, 28, 32 dan 33) yang juga
disajikan pada Tabel 12, tampak bahwa angka penggandapendapatan tipe I dan II rata-rata lebih kecil
dari angka pengganda rata-rata umum. Walau
lebih kecil, tetapi mereka memiliki peran penting dalam menciptakan peningkatan pendapatansektor-
sektor dalam perekonomian daerah Kota Bandung. Angka pengganda pendapatan tipe II usahakecil rata-
rata sebesar 6,269, artinya setiap usaha kecil meningkatkan permintaan akhirnyaatau permintaan
barang-barang yang langsung dikonsumksi sebesar Rp 1000, akan mampumeningkatkan pendapatan
sektor-sektor ekonomi lainnya (karena adanya peningkatanpermintaan output sebagai input oleh usaha
kecil) sebesar Rp 6.269,-. Jika proporsi angkanyadibesarkan, maka setiap terjadi peningkatan
permintaan akhir oleh usaha kecil pada sektorpariwisata sebesa Rp 100.000.000,- maka akan
meningkatkan pendapatan sektor-sektorekonomi secara keseluruhan dalam perekonomian Kota
Bandung sebesar 6,289 x Rp 100.000.000,-yaitu Rp 6.289.000.000,- Jadi, pengeluaran wisatawan di Kota
Bandung yang ditangkap oleh usaha-usaha kecil pada sektor pariwisata, dikeluarkan kemKota Bandung
untuk membeli berbagai macamkebutuhan untuk dikonsumsi langsung (permintaan akhir) akan mampu
meningkatkanpendapatan sektor-sektor lain sebear 6,3 kali lipat dari setiap satu-satuan moneter
pengeluaranusaha kecil.Bila kita rangkum semua indikator-indikator dampak usaha kecil menjadi
sebuah tabel(Tabel 13), tampak bahwa (1) Usaha kecil pada sektor pariwisata memiliki
kontribusiterhadap pendapatan daerah Kota Bandung sebesar Rp 2.694.049,- atau 16,31% dari total
pendapatanregional (nilai tambah bruto) Kota Bandung, dan menyebabkan timbulnya permintaan akhir
ataupermintaan barang dan jasa untuk dikonsumsi langsung oleh usaha kecil pada sektorpariwisata
sebesar Rp 4.030.330, atau 19,36%, dan hal ini akan mendorong sektor-sektor lainmeningkatkan
produksinya dalam rangka memenuhi peningkatan permintaan akhir usahakecil pada sektor pariwisata;
(2) Usaha kecil pada sektor pariwisata memiliki keterkaitan tidak langsung ke depan dan ke belakang
sangat kuat dengan sektor-sektor ekonomi lainnya, yangditunjukkan oleh masing-masing koefisien
keterkaitan sebesar 1,630 dan 1,297 yang lebihbesar dari pada satu, dan memiliki daya sebar ke
belakang kuat tapi ke depan lemahmencirikan bahwa usaha kecil memiliki potensi untuk
dikembangkan; (3) Usaha kecilmemiliki dampak pengganda output tipe I dan II masing-masing sebesar
1,631 dan 3,041,dan pengganda pendapatan tipe I dan II masing-masing sebesar 1,701 dan 6,269,
yangmenimbulkan peningkatan output dan pendapatan sektor-sektor ekonomi lainya lebih besardari
setiap satu satuan moneter yang dikeluarkan untuk memenuhi permintaan akhirnya. Jadi,semua
indikator-indikator tersebut secara bersama-sama menunjukkan bahwa usaha-usahakecil kecil pada
sektor pariwisata di Kota Bandung memiliki peran strategis dalam perekonomian
daerah Kota Bandung dan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai motor
penggerak perekonomian Kota Bandung.Tabel 13. Dampak Usaha Kecil pada Sektor Pariwisata
Terhadap Beberapa Indikator KinerjaPerekonomian Daerah Kota Bandung tahun 2000No Indikator
Ekonomi Nilai1
Kontribusi Terhadap Pendapatan Daerah
-a Nilai (Rp Juta) 2.694.049b Nilai (Rp Juta) 16,31Permintaan Akhir: -a Nilai (Rp Juta) 4.030.330b Persen
19,362 Keterkaitan: -Langsung: -a Ke Belakang (Unit) 0,373b Ke Depan (Unit) 0,203Tidak Langsung: -a
Ke Belakang (Unit) 1,630b Ke Depan (Unit) 1,267Dayan Sebar (Unit): -a Ke Belakang (Unit) 1,158b Ke
Depan (Unit) 0,7883 Dampak Pengganda -Output (Satuan Moneter): -a Tipe I 1,631b Tipe II
3,041Pendapatan (Satuan Moneter): -a Tipe I (Rp) 1,701b Tipe II (Rp) 6,269
Sumber; Rangkuman Tabel 5, 7, 8, 9, 11, dan 12
KESIMPULAN DAN REKOMENDASIKesimpulan
1.

a. Kontribusi usaha kecil sektor-sektor pariwisata yaitu: sektor restoran, rumah makandan warung,
hotel non bintang, angkutan wisata, travel biro, money chnger, atraksibudaya dan hiburan lainnya dan
jasa perorangan, rumah tangga dan pramuwisataterhadap pendapatan daerah (nilai tambah bruto) Kota
Bandung adalah sebesar Rp 2.694.049 jutaatau 16,3% dari total pendapatan regional Kota Bandung
(total Nilai Tambah Bruto) Kota Bandung.Koefisien Input Primer (KIP) usaha kecil sebesar 0,618 (>0,5)
termasuk efisien,karena mampu menciptakan upah, gaji, surplus usaha dan pajak tidak langsung
yangbesar, yang berarti pula mampu menjadi mesin penggerak perekonomian daerah Kota
Bandung,khususnya aktivitas-aktivitas masyarakat yang terkait langsung dan tidak langsungdengan
usaha kecil tersebut.b. Usaha kecil pada sektor pariwisata sangat berperan dalam menciptakan
permintaanakhir atau permintaan barang dan jasa yang langsung dikonsumsi yaitu sebesar Rp4.030.330
juta atau 19,36% darti total permintaan akhir perekonoian Kota Bandung, sepertipermintaan berbagai
produk pertanian dalam arti luas, industri dan jasa-jasa olehrestoran, rumah makan dan warung.2.
Usaha kecil pada sektor pariwisata memiliki keterkaitan tidak langsung ke belakang dandepan kuat yang
ditunjukkan oleh koefisien keterkaitan masing-masing sebesar 1,630 dan1,267 yang lebih besar dari
pada satu. Di samping itu usaha kecil pada sektor pariwisataini memiliki daya sebar ke belakang tinggi
dan daya sebar ke depan rendah, sehinggatermasuk sektor potensial untuk dikembangkan, karena
mampu menarik sektor-sektorlainnya untuk meningkatkan outputnya atau penyerapan input yang
menimbulkan tarikanpermintaan bahan baku atau sarana produksi.3.

a. Usaha kecil pada sektor pariwisata memiliki dampak pengganda output lebih besardari pada
pengganda rata-rata. Ini menunjukkan bahwa usaha-usaha kecil pada sektorpariwisata memiliki
kemampuan sebagai pemicu pertumbuhan perekonomian daerahKota Bandung.b. Usaha kecil pada
sektor pariwisata memiliki dampak pengganda pendapatan lebih kecildari pada pengganda rata-rata.
Namun demikian, usaha kecil ini mampu menciptakan
pendapatan lebih tinggi terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya dari setiap satu-satuanmeneter yang
dikeluarkan untuk memenuhi permintaan akhirnya.
Rekomendasi
1.

Usaha kecil pariwisata memiliki peran strategis dan potensial untuk dikembangkan sertaberperan
sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, usaha-usaha kecil padasektor pariwisata ini
sebaiknya terus dikembangkan dan dibina, baik melalui bantuanpermodalan, pelatihan manajemen,
maupun bantuan akses pasar, sehingga semakinberdaya dan profesional.2.

Pengembangan usaha kecil pada sektor pariwisata, misa


lnya „hotel non bintang‟,„restoran, rumah dan warung‟ harus mengacu pada Rencana Umum Tata Ruang
(RUTR)
Kota Bandung atau Kabupaten dan Pemerintah Propinsi atau Kabupaten harus terus-
menerusmelakukan pengawasan dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Jikapengembangannya
melanggar RUTR dan tidak ada sanksi terhadap pelanggarnya, makacepat atau lambat akan menjadi
bumerang bagi perkembangan kepariwisataan Kota Bandung kedepan

Anda mungkin juga menyukai