Bank Duta Diujung Tanduk
Bank Duta Diujung Tanduk
PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
2018/2019
Bank Duta Diujung Tanduk
Bank Duta
Bank Duta awalnya bernama Bank Dharma Ekonomi. Bank ini didirikan
pada tahun 1996 oleh Suhardiman, Thomas suyatno, dan NJO Han siang pada
usianya yang kedua. Pada tahun 1998 bank ini mengalami kebangkrutan dan
diselamatkan oleh PT. PP Berdikari ( PT Perusahaan Pilot Project Berdikari) yang
kemudian menjadi pemilik tunggal dari bank tersebut.
Pada tahun 1971, bank ini kembali mengalami krisis. Krisis ini
mengakibatkan hilangnya dana bulog yang tersimpan di bank tersebut dan
menimbulkan kesulitan bagi bulog untuk melakukan kesulitan pengadaan pangan
. PT PP Berdikari kemudian mengangkat Abdulgani, yang ketika itu masih
berusia kurang dari 30 tahun, untuk memimpin bank dengan nama baru menjadi
Bank Duta Ekonomi, di bantu oleh Muhammad Nazif, seorang rekannya dari FE-
UI yang juga alumnus dari Citibank. Abdulgani memulai membangun bank ini
dengan empat belas karyawan dan manajemen yang kocar-kacir.
Pihak internal treasury Bank Duta dan pihak Bank Indonesia (BI) sepakat
bahwa kerugian Bank Duta disebabkan oleh gabungan antara tidak berjalannya
fungsi administrasi dan pengawasan serta trader valuta yang kurang disiplin dan
terkendali. Sebenarnya, mengembangan produk ini pada bank duta sudah menjadi
aturan mengenai trading limit dan open position. Trading limit di atur senilai US$
20 juta dalam satu masa. Sementara itu,nasabah diberi waktu untuk membuka atau
menutup suatu transaksi. Jangka waktu ini dapat diperpanjang selama dua hari
kerja dan dapat diperpanjang lagi untuk waktu yang sama.
Pada bulan Oktober 1989, potential loss mencapai pada jumlah yang lebih
besar, yaitu sebesar US$70 juta. Berdasarkan pengakuan Dicky di pengadilan, iya
tidak dapat mengambil keputusan sendiri untuk mengatasi masalah itu. Iya
melaporkannya kepada direktur operasi. Masalah ini dilaporkan kepada Direktur
Operasi Bey Yusuf. Kepada Bey Yusuf , Dicky menjelaskan terjadinya posisi
terbuka yang besar karena tidak berfungsinya audit sehingga iya mengusulkan
agar system audit, supervisi dan control diperbaiki. Selanjutnya, Dicky dipanggil
oleh Abdul Gani untuk menjelaskan apa yang terjadi. Berdasarkan laporan yang
diberikan, Abdul Gani memberikan tiga pengarahan yaitu keep silent agar jangan
ada orang lain yang tahu ; berkordinasi dengan Bey Yusuf untuk menghadapi
pemeriksaan BI; dan menyelesaikan persoalan. Lalu, diputuskan bahwa open
position diteruskan dengan menambah likuiditas yang diperoleh melalui pinjaman
di pasar. Dicky lalu membentuk tim untuk mengupayakan pemulihan berdasarkan
pengakuan Dicky di pengadilan tim ini dimaksudkan agar dealer secara bersama
sama dapat melakukan dealing. Iya sendiri tidak termaksud dalam tim. Namun
menurut pengakuan Mustari Calam, Dicky justru mengambil posisi yang cukup
besar, yaitu antara US$ 50-100 juta, dan bahkan lebih dari jumlah tersebut.
Putusan Pengadilan
Pada tanggal 26 Juni, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memutuskan Dicky
Iskandar Di Nata bersalah melakukan tindakan pidana korupsi (tipikor) sehingga merugikan
negara sebesar Rp 780 miliar dan menghukumnya dengan hukuman penjara selama 10 tahun,
denda sebesar Rp 20 juta, dan membayar uang pengganti sebesar Rp 811 miliar kepada negara
yang diwakili oleh Bank Duta.