Anda di halaman 1dari 12

10/18/21, 1:04 AM Kasus Etika Bisnis dan Profesi : Bank Duta Diujung tanduk – nahdziafarah

nahdziafarah

Kasus Etika Bisnis dan Profesi : Bank Duta


Diujung tanduk

22 JUNI 201522 SEPTEMBER 2015 | NAHDZIAFARAH


Bank Duta pada awalnya bernama Bank Dharma Ekonomi. Bank ini didirikan pada tahun 1966 oleh
Suhardiman, Thomas Suyatno, dan Njo Han Siang. 1Pada usianya yang kedua pada tahun 1968, Bank
ini mengalami kebangkrutan dan diselamatkan oleh PT PP Berdikari (PT Perusahaan Pilot Project
Berdikari) yang kemudian menjadi pemilik tunggal dari bank tersebut.

Pada tahun 1971, bank ini kembali mengalami krisis. Krisis ini berakibat hilangnya dana Bulog yang
disimpan di bank tersebut dan menimbulkan kesulitan bagi Bulog untuk melakukan pengadaan
pangan. PT PP Berdikari meminta bantuan Abdulgani untuk melakukan evaluasi berkelanjutan dari
bank ini3 agar tidak terjadi kebangkrutan untuk ketiga kalinya. Abdulgani memulai membangun
bank ini dengan empat belas karyawan dan manajemen yang kocar-kacir.

Perubahan nama dan pergantian pemimpin bank merupakan langkah pertama dari perubahan besar
yang terjadi pada Bank duta. Langkah selanjutanya adalah keterlibatan Bustanil Arifin yang
ditugaskan untuk memimpin PT PP Berdikari di mana kemudian menjadi komisaris bank pada
tahun 1973. Setahun kemudian, Bank Duta memperoleh tambahan modal dari dua yayasan, yaitu
Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais) dan Yayasan Supersemar. Tambahan dana ini untuk
meningkatkan status bank menjadi bank devisa pada tahun 1978. Setelah itu, perkembangan Bank
Duta tidak tertahankan yang pada akhirnya menempatkan menjadi peringkat kedua bank swasta
nasional dibawah Bank Central Asia (BCA).

Pada tanggal, 15 agustus 1990, Bustanil arifin, Komisaris Pertama Bank Duta, tidak bisa tidur.
Perasaannya bercampur aduk antara marah, kecewa dan khawatir. Pada sore harinya, dua Direktur
Bank Duta menghadapnya secara bergantian, diawali dengan Wakil Direktur Utama Dicky Iskandar
Di Nata pada pukul 17.00 kemudian Direktur Utama Abdugani pada pukul 19.00. keduanya
menyampaikan berita buruk mengenai kondisi Bank Duta. National Bank of Kuwait Singapore
(NBKS) mengabarkan bahwa mereka melakukan eksekusi cut-loss atas dana Bank Duta yang
ditempatkan di bank tersebut. Akibat eksekusi tersebut, Bank Duta kehilangan dana yang besarnya
belum diketahui, namun diperkirakan berkisar antara US$200-310 JUTA. Bank Duta terancam
bangkrut karena kerugian yang diderita jauh melampui modal dasar.

Bustanil harus segera melaporkan kepada Presiden Soeharto karena sebagian besar saham Bank Duta
dimiliki tiga yayasan yang diketuai oleh presiden. Kebetulan, pada keesokan paginya, presiden
memberikan pidato kenegaraan di depan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dimana seluruh menteri
dan pejabat tinggi Negara hadir. Pada kesempatan itu Bustanil menitipkan berita buruk ini kepada
seorang menteri. Dua hari kemudian, setelah rangkaian kegiatan peringatan Proklamasi
Kemerdekaan usai, Abdulgani dipanggil oleh presiden. Presiden Soeharto dikabarkan sangat marah
atas kejadian ini. Setelah itu, operasi penyelamatan Bank Duta secara diam-diam segera
dilaksanakan. Dana bantuan dikumpulkan untuk mengganti dana yang hilang.
https://nahdziafarah.wordpress.com/2015/06/22/3/ 1/12
10/18/21, 1:04 AM Kasus Etika Bisnis dan Profesi : Bank Duta Diujung tanduk – nahdziafarah

Setelah keadaan lebih terkendali, pada tanggal 4 September 1990, Gubernur Bank Indonesia (BI),
Andrianus Mooy di Bina Graha, mengumumkan pergantian seluruh Direksi Bank Duta. Pergantian
ini menimbulkan kegemparan, tidak hanya di Bank Duta, tetapi juga dikalangan perbankan BI, dan
Departemen Keuangan. Krisis Bank Duta kemudian mencuat di permukaan

1.2     Rumusan Masalah :

1. Apakah akuntan internal Bank Duta melanggar Prinsip Etika Profesi Akuntan?
2. Prinsip apa sajakah yang telah dilanggar oleh akuntan internal Bank Duta?
3. Bagaimana pelaksaanaan tanggung jawab profesi oleh akuntan internal Bank Duta?
4. Bagaimana integritas akuntan internal bank Duta?
5. Apakah akuntan internal Bank Duta telah melaksanakan prinsip kepentingan public?
6. Bagaimana objektiftas akuntan internal Bank Duta?
7. Apakah Bank Duta telah melaksanakan standar teknis dalam kegiatan akuntansinya?
8. Adakah hubungan antara pelaksanaan standar teknis akuntansi dengan kerugian yang dialami
Bank Duta?
9. Apakah akuntan auditor bank duta turut bersalah?

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1     Prinsip Etika Profesi Akuntan

Akuntansi keuangan merupakan bidang akuntansi yang mengkhususkan fungsi dan aktivitasnya
pada kegiatan pengolahan data akuntansi dari suatu perusahaan dan penyusunan laporan keuangan
untuk memenuhi kebutuhan berbagai pihak, yaitu pihak internal dan eksternal. Dalam hal ini,
Laporan keuangan yang dimaksud harus mampu menunjukkan keadaan keuangan dan hasil usaha
perusahaan.

Tujuan akuntansi keuangan adalah menyediakan informasi kepada pihak yang berkepentingan,
maka laporan keuangan harus bersifat umum sehingga dapat diterima oleh semua pihak yang
berkepentingan.

Laporan akuntansi diperlukan oleh masyarakat luas, makan kulaitas laporan akuntansi tersebut
menjadi sangant krusial. Sebelum laporan keuangan diterbitkan oleh manajemen sebagai alat
pertanggungjawaban kepada para pemangku kepentingan , perlu ada jaminan bahwa laporan
keuangan tersebut disajikan secara wajar. Yang paling tepat untuk memberikan jaminann ini adalah
pihak luar manajemen yang kompeten dan independen.

Pemeriksaan atas laporan keuangan ini dilakukan oleh akuntan publik, pemeriksaan ini sangat
penting karena walaupun departemen akuntansi dalam suatu organisasi mempunyai kecakapan dan
ketrampilan dalam ilmu dan praktik akuntansi, namun karena posisinya di bawah manajemen
perusahaan, maka berdasarkan presepsi pihak diluar manajemen, kedudukan akuntan perusahaan
tersebut dianggap tidak independen.

Dalam pelaksanaannya, Profesi Akuntansi memiliki 8 pilar prinsip yang dijadikan pedoman untuk
pelaksanaan etika profesi akuntansi :

1. Tanggung Jawab Profesi


2. Kepentingan Publik
3. Integritas
4. Objektivitas
5. Kompetensi dan Kehatihatian Profesional
https://nahdziafarah.wordpress.com/2015/06/22/3/ 2/12
10/18/21, 1:04 AM Kasus Etika Bisnis dan Profesi : Bank Duta Diujung tanduk – nahdziafarah

6. Kerahasiaan
7. Perilaku Profesional
8. Standar Teknis

BAB III

KASUS

Bank Duta di ujung tanduk

Malam itu, 15 agustus 1990, Bustanil arifin, Komisaris Pertama Bank Duta, tidak bisa tidur.
Perasaannya bercampur aduk antara marah, kecewa dan khawatir. Pada sore harinya, dua Direktur
Bank Duta menghadapnya secara bergantian, diawali dengan Wakil Direktur Utama Dicky Iskandar
Di Nata pada pukul 17.00 kemudian Direktur Utama Abdugani pada pukul 19.00. keduanya
menyampaikan berita buruk mengenai kondisi Bank Duta. National Bank of Kuwait Singapore
(NBKS) mengabarkan bahwa mereka melakukan eksekusi cut-loss atas dana Bank Duta yang
ditempatkan di bank tersebut. Akibat eksekusi tersebut, Bank Duta kehilangan dana yang besarnya
belum diketahui, namun diperkirakan berkisar antara US$200-310 JUTA. Bank Duta terancam
bangkrut karena kerugian yang diderita jauh melampui modal dasar.

Bustanil harus segera melaporkan kepada Presiden Soeharto karena sebagian besar saham Bank Duta
dimiliki tiga yayasan yang diketuai oleh presiden. Kebetulan, pada keesokan paginya, presiden
memberikan pidato kenegaraan di depan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dimana seluruh menteri
dan pejabat tinggi Negara hadir. Pada kesempatan itu Bustanil menitipkan berita buruk ini kepada
seorang menteri. Dua hari kemudian, setelah rangkaian kegiatan peringatan Proklamasi
Kemerdekaan usai, Abdulgani dipanggil oleh presiden. Presiden Soeharto dikabarkan sangat marah
atas kejadian ini. Setelah itu, operasi penyelamatan Bank Duta secara diam-diam segera
dilaksanakan. Dana bantuan dikumpulkan untuk mengganti dana yang hilang.

Setelah keadaan lebih terkendali, pada tanggal 4 September 1990, Gubernur Bank Indonesia (BI),
Andrianus Mooy di Bina Graha, mengumumkan pergantian seluruh Direksi Bank Duta. Pergantian
ini menimbulkan kegemparan, tidak hanya di Bank Duta, tetapi juga dikalangan perbankan BI, dan
Departemen Keuangan. Krisis Bank Duta kemudian mencuat di permukaan.

Seminggu kemudian, pada tanggal 10 September 1990, Kejaksaan Agung mengumumkan


pembentukan Tim khusus yang bertugas untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya tindak pidana
korupsi di Bank Duta. Tim ini dipimpin langsung oleh Jaksa Agung Singgih. Tiga hari kemudian,
Dicky Iskandat Di Nata ditahan di Kejaksaan Agung. Selain itu, pada hari yang sama, penyitaan juga
dilakukan atas rumah dan mobilnya.

Pada tanggal 4 Oktober 1990, Bank Duta mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
(RUPS LB). Saat itu, terungkap bahwa kerugian Bank Duta ternyata jauh lebih besar dari perkiraan
semula, yaitu sebesar US$ 419,6 juta atau sekitar Rp 780 miliar. RUPS selanjutnya memutuskan untuk
menerima pengunduran diri Bustanil Arifin sebagai komisaris utama, memberhentikan tidak hormat
Dicky Iskandar Di Nata, dan memberhentikan dengan hormat anggota direksi lainnya.

BANK DUTA

Bank Duta pada awalnya bernama Bank Dharma Ekonomi. Bank ini didirikan pada tahun 1966 oleh
Suhardiman, Thomas Suyatno, dan Njo Han Siang. 1Pada usianya yang kedua pada tahun 1968, Bank
ini mengalami kebangkrutan dan diselamatkan oleh PT PP Berdikari (PT Perusahaan Pilot Project
Berdikari) yang kemudian menjadi pemilik tunggal dari bank tersebut.
https://nahdziafarah.wordpress.com/2015/06/22/3/ 3/12
10/18/21, 1:04 AM Kasus Etika Bisnis dan Profesi : Bank Duta Diujung tanduk – nahdziafarah

Pada tahun 1971, bank ini kembali mengalami krisis. Krisis ini berakibat hilangnya dana Bulog yang
disimpan di bank tersebut dan menimbulkan kesulitan bagi Bulog untuk melakukan pengadaan
pangan. 2PT PP Berdikari meminta bantuan Abdulgani untuk melakukan evaluasi berkelanjutan dari
bank ini3 agar tidak terjadi kebangkrutan untuk ketiga kalinya. Abdulgani adalah lulusan Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI) tahun 19694 yang bekerja pada Bank Ekspor Impor
Indonesia. Ia juga adalah menantu dari Jendral Achmad Tirtosudiro, Kepala Bulog ketika itu.
Berdasarkan hasil evaluasinya, Abdulgani meyatakan bahwa bank ini dapat dilanjutkan
keberadaannya dengan beberapa persyaratan. PT PP Berdikari kemudian mengangkat Abdulgani,
yang ketika itu masih berusia kurang dari 30 tahun, untuk memimpin bank dengan nama baru
menjadi Bank Duta Ekonomi, dibantu dengan Muhammad Nazif, seorang rekannya dari FE-UI yang
5
juga alumnus dari Citibank. Abdulgani memulai membangun bank ini dengan empat belas
karyawan dan manajemen yang kocar-kacir.6

Perubahan nama dan pergantian pemimpin bank merupakan langkah pertama dari perubahan besar
yang terjadi pada Bank duta. Langkah selanjutanya adalah keterlibatan Bustanil Arifin yang
ditugaskan untuk memimpin PT PP Berdikari di mana kemudian menjadi komisaris bank pada
tahun 1973. Setahun kemudian, Bank Duta memperoleh tambahan modal dari dua yayasan, yaitu
Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais) dan Yayasan Supersemar. Tambahan dana ini untuk
meningkatkan status bank menjadi bank devisa pada tahun 1978. Setelah itu, perkembangan Bank
Duta tidak tertahankan yang pada akhirnya menempatkan menjadi peringkat kedua bank swasta
nasional dibawah Bank Central Asia (BCA). Setahun sebelumnya terungkapnya permasalahan ini, PT
PP Berdikari melepas seluruh bagian sahamnya ke Yayasan Dana Abadi Karya Bakti (Dakab)
sehingga tiga yayasan mengusai 90% saham bank dan menyisakan 10% saham kepada Koperasi
Karyawan Bank Duta. Pada bulan april 1990, Bank Duta menawarkan saham baru melalui pasar
modal dan menyebabkan proporsi saham Yayasan berkurang menjadi 72,39%.

Dicky Iskandar Di Nata

Pada tahun 1971, Dicky Iskandar Di Nata mengawali kariernya sebagai juru ketik di Citibank pada
usianya yang ke-20. Dua tahun kemudian, ia sudah menduduki jabatan sebagai staf dan dalam
tempo dua tahun berikutnya ia sudah menjadi wakil manajer cabang Citibank di Jeddah. Pada tahun
1978, ia sudah menjadi Vice President (Wakil President Direktur) dan mulai merasa jenuh kerja di
Citibank. Kebetulan, ia bertemu dengan Abdulgani pada bulan Agustus 1979, ia mulai bergabung
dengan Bank Duta dengan jabatan sebagai divisi operasi. Selanjutnya, pada tahun 1986, ia diangkat
menjadi direktur dan pada awal 1989, ia dipromosikan menjadi wakil direktur utama. Ia sebenarnya
dijanjikan menjadi Direktur Utama Bank Duta menggantikan Abdulganiyang rencananya akan
diangkat menjadi Direktur Utama Bank Ekspor Impor Indonesia. Namun ternyata, Abdulgani
kemudian hanya ditawari posisi direktur. Ia pun menolak tawaran tersebut dan akibatnya rencana
7
promosi Dicky pun batal.

Di sisi lain, Dicky mempunyai kebiasaan berjudi. Jangkauan taruhannya mulai dari tebak-tebakan
nomor dibungkus rokok Gudang Garam Filter hingga berangkat ke Australia, ke Burwood Casino
Perth-bersama beberapa temannya, eksekutif muda Jakarta-mencarter pesawat jet milik Astra ke
Perth.8

Belakangan ini, Dicky menikah lagi dengan Arnie Arifin, putrid satu-satunya dari Bustanil Arifin,
yang tinggal di Los Angeles Amerika Serikat. Arnie adalah pemimpin dari PT Citra Sari Makmur,
sebuah holding company milik keluarga Bustanil Arifin. Akibat perkawinan ini, pada bulan juli 1989,
Dicky diminta mundur dari Bank Duta dalam tempo Sembilan bulan.9

Kekacauan di Dealing Room

https://nahdziafarah.wordpress.com/2015/06/22/3/ 4/12
10/18/21, 1:04 AM Kasus Etika Bisnis dan Profesi : Bank Duta Diujung tanduk – nahdziafarah

Pada tahun 1971, Amerika Serikat menghadapi kesulitan ekonomi akibat Perang Vietnam. Guna
memulihkan kondisi perekonomiannya, mereka menyatakan untuk melepaskan diri dari Bretton
Woods Agreement, yang berarti melepaskan diri dari keterkaitan antara nilai mata uangnya dengan
cadangan emas yang dimilikinya. Akibatnya, transaksi valuta yang semula berdasarkan nilai tetap,
dilepaskan menjadi fluktuasi, mengikuti kehendakpasar. Naik turunya nilai mata uang dari satu
Negara ke Negara lain menciptakan peluang perdagangan uang yang pada akhirnya menciptakan
lembaga pasar uang.

Pada awal 1980-an, kegiatan perdagangan mulai berkembang pesat akibat perubahanorientasi dari
transaksi long term capital menjadi transaksi short term capital. Kegiatan perdagangan valuate asing
semakin menantang dengan dikembangkannya dua cara dalam transaksi, yaitu spot dan forward
exchange. Perdagangan spot membutuhkan kecepatan untuk melihat perubahan nilai mata uang yang
dapat terjadi setiap detik sepanjang 24 jam. Sementara itu, perdagangan forward lebih menantang
karena membutuhkan kemampuan untuk memprediksi nilai mata uang pada masa mendatang
dengan mempertimbangkan, seperti factor sosial, politik, dan bahkan bencana alam.10

Banyak Bank memasukan valuta asing ini dalam portofolio usahanya. Bank tidak harus sendiri
melakukan investasi, tetapi dapat pula bertindak sebagai broker dari nasabahnya yang ingin
melakukan investasi pada pasar uang ini. Pada saat ekonomi dunia mengalami resesi pada tahun
1982-1983, dan pemberikan kredit tidak memikat, berspekulasi di pasar uang lebih menarik. Pada
periode itu, rekening valuta asing pada sebuah bank dapat lebih tinggi dari pada rekening
kreditnya.11

Setelah perekonomian dunia pulih, kegiatan pasar uang semakin meningkat karena para banker telah
membuktikan dan menikmati keuntungan yang lebih menarik dari kegiatan bank tradisional. Sejak
pertengahan tahun 1980-an hingga sekarang, berkat ekonomi dunia yang semakin sehat dan
pertumbuhan dibanyak Negara yang semakin baik, nilai transaksi valuta asing semakin tinggi,
terutama dengan diperkenalkannya perdagangan atas margin-bukan atas uang, margin trading yang
memudahkan orang untuk berpatisipasi dan memungkinkan perolehan keuntungan yang lebih
besar. Pada 1988, volume International Money Market (IMM) per ari sudah melewati US $300
12
miliar.

Mragin Trading mulai diperkenalkan di Bank Duta pada bulan September 1988 dengan tujuan untuk
meningkatkan laba karena Bank Duta tidak mengandalkankredit. 13 Untuk memperkenalkan produk
baru ini, Dicky mengajak Risanto Sismoyo yang sebelumnya bekerja di Citibank untuk pindah ke
Bank Duta. Awalnya, menurut Risanto, kegiatan ini memberi keuntungan untuk Bank Duta.14
namun setelah itu, yang terjadi adalah malapetaka. Pihak internal Treasury Bank Duta dan pihak
Bank Indonesia (BI) sepakat bahwa kerugian Bank duta disebabkan oleh gabungan antara tidak
berjalannya fungsi administrasi dan pengawasan serta trader valuta yang kurang disiplin dan
terkendali.15,16 Sebenarnya, mengembangkan produk ini pada Bank Duta sudah menjadi aturan
mengenai trading limit dan open position. Trading limit diatur seneliai US $20 juta dalam satu masa.
Jangka waktu ini dapat diperpanjang selam dua hari kerja dan dapat diperpajang lagi intuk waktu
yang sama. 17

Permasalahannya adalah aturan tersebut dengan mudah dapat dilanggar karena dukungan
administrasi yang sangat lemah. Dokumentasi atas keputusan yang diambil sangat terbatas. Dicky
menjelaskan bahwa seharusnya perintah untuk melakukan dealing (kesepakatan) yang disampaikan
melalui telepon harus direkam agar jelas apa yang diperintahkan dan siapa yang memerintah. Lebih
lanjut, dealer yang menjalankan perintah tersebut harus mencamtukan inisial dealer, inisial nasabah,
dan inisial yang memerintah. Perintah langsung dari nasabah hanya dapat dilakukan jika nasabah
tersebut datang ke dealing room.18

https://nahdziafarah.wordpress.com/2015/06/22/3/ 5/12
10/18/21, 1:04 AM Kasus Etika Bisnis dan Profesi : Bank Duta Diujung tanduk – nahdziafarah

Winarto Soemarto, direktur utama Bank Duta yang baru, mengeluh karenasebagian besar
dokumensulit ditelusuri.19 Baginya praktik margin trading di Bank Duta sama halnya dengan judi.
Alasannya, pemilik uang hanya dapat pasrah kepada pedagang valuta asing (valas). “Kalau itu
dagang, maka harus disertai dokumen,”ktanya. Sementara itu, kontrak yang dibuat oleh Bank Duta
hanyalah merupakan perjanjian yang memberi wewenang penuh kepada koressponden di luar
negeri.20

Tanpa adanya suatu dokumentasi maka sulit untuk dilakukan pengawasan guna mencegah
pelanggaran. Pengawasan tidak berdaya karena Dicky terlibat langsung dalam melakukan transaksi.
Chief dealer yang bertugas untuk mengawasi para dealer tidak berani mengawasi Dicky. Dilain pihak,
Dicky juga melakukan pelanggaran atas trading limit dan open position. Akibatnya, para dealer
mencontohkan tindakannya. Chief dealer Mustari Calam mengakui dipengadilan bahwa ia sendiri
pernah melakukan pelanggaran, baik dalam trading limit dan mengambil atas nama kakaknya.21
Permasalahan lainnya adalah selain sering melanggar trading limit, dealer Bank Duta-dengan
pengalamannya yang terbatas-juga sering melakukan kekalahan. Kerugian inni tidak terdeksi karena
disembunyikan ke dalam asset rupa-rupa.22

Mengatasi Kerugian dengan Kerugian

Permasalahan perdagangan valas mulai terungkap pada bulan juni 1989 pada saat Dicky menerima
laporan dari Kepala Urusan Treasury, Mustari Calam, mengenai open position Bank Duta di NBKS
sebesar US $250 juta. Open position ini dibuka oleh dealer Risanto Sasmoyo yang memprediksi
kenaikan dolar. Pada kenyataannya, nilai dolar menurun sehingga Bank Duta mengalami potential
23
loss sebesar US$20 juta. Risanto dimarahi dan diskors selama satu bulan. Di pengadilan, Risanto
bercerita bahwa sebenarnya ada kerugian lain yang tidak terungkap yang dilakukan oleh Dicky dan
para trader lainnya.24

Dicky lalu mencoba untuk melakukan pemulihan (recovery) atas kerugian yang terjadi. Ia terjun
langsung di dealing room, diikuti oleh Mustari Calam dan beberapa dealer lainnya. Upaya untuk
melakukan pemulihan ini sering melanggar triding limit.25

Pada bulan oktober 1989, potential loss mencapai jumlah yang lebih besar, yaitu sebesar US$70 juta.
Berdasarkan pengakuan Dicky di pengadilan, ia tidak dapat mengambil keputusan sendiri untuk
mengatasi masalah itu. Ia meaporkannya kepada direktur operasi. Masalah ini dilaporkan kepada
Direktur Operasi Bey Yusuf. Kepada Bey Yusuf, Dicky menjelaskan terjadinya posisinya yang besar
karena tidak berfungsinya audit sehingga ia mengusulkan agar sistem audit, supervise, dan control
diperbaiki. Selanjutnya, Dicky dipanggil Abdulgani untuk menjelaskan apa yang terjadi. Berdasarkan
laporan yang diberikan, Abdulgani memberikan tiga pengarahan yaitu keep silent agar orang lain
tidak ada yang tahu; berkoordinasi dengan Bey Yusuf untuk menghadapi pemeriksaan BI; dan
menyelesaikan persoalan.26 Lalu, diputuskan bahwa open position diteruskan dengan menambah
likuiditas yang dipeoleh melalui pinjaman dipasar.27 Dicky lalu membentuk tim untuk
mengupayakan pemulihan. Berdasarkan pengakuan Dicky di pengadilan, tim ini dimaksudkan agar
para dealer bersama-sama dapat melakukan dealing. Ia sendiri tidak termasuk dalam tim.28 Namun
menurut pengakuan Mustari Calam, Dicky justru mengambil posisi yang cukup besar, yaitu antara
US$50-100 juta, dan bahkan lebih dari jumlah tersebut.29

Akibat kerugian yang berturut-turut, Bank Duta diminta oleh (NBKS) untuk menambahkan jumlah
dana yang digunakan untuk margin trading. Permintaan ini lalu dipenuhi hingga bulan agustus 1989.
Ketika itu, Bank Duta tampaknya mengalamikesulitan likuiditas sehigga stafnya harus berkelit
terhadap permintaan tersebut. Selain itu, Bank Duta mengupayakan untuk membayarnya dengan
laba yang diperoleh dari transaksi sebelumnya yang belum diserahkan oleh NBKS. Penundaan
pembayaran tambahan dana ini menyebabkan dana tidak dapat ditarik dan beresiko dilakukannya
cut-loss oleh NBKS.
https://nahdziafarah.wordpress.com/2015/06/22/3/ 6/12
10/18/21, 1:04 AM Kasus Etika Bisnis dan Profesi : Bank Duta Diujung tanduk – nahdziafarah

Situasi ini akhirnya ditemukan oleh Syamsi Potan, Direktur Kredit. Berdasarkan pengakuannya di
pengadilan, pada tanggal 31 Maret 1990, ia secara kebetulan mengunjungi bagian Treasury dan
menemukan bahwa staf Treasury tidak dapat menunjukan dana yang diinvestasikan pada margin
trading karena dana tersebut tidak dapat ditarik. Ia lalu meminta data-data open position dan realized
loss, yang masing-masing baru diterima pada akhir bulan april dan pertengahan bulan mei. Melihat
data-data tersebut, ia panic dan langsung menemui Abdulgani. Abdulgani pun segera melakukan
rapat direksi pada keesokan harinya, tanggal 16 Mei 1990.30

Rapat pada tanggal 16 Mei 1990 dilakukan sebanyak dua kali. Pada pagi harinya, direksi menghadapi
kenyataan bahwa banyak dana yang ditanamkan pada kegiatan margin trading dan saat ini bank
memiliki potensi kerugian yang sangat besar. Abdulgani kemudian menyatakan bahwa keadaan
yang sangat sulit, tetapi bank harus diselamatkan agar tidak menimbulkan dampak bagi perbankan
nasional. Untuk itu, ia meminta agar pengelolahan treasury tidak menambah kerugian lagi.31 Sore
harinya, direksi kembali mengadakan rapat tanpa Abdulgani. Diputuskan bahwa margin trading tetap
dipertahankan dengan aturan yang lebih ketat untuk menjaga citra Bank Duta diluar negeri. Selain
itu, pinjaman jangka panjang akan dicari.32 Selanjutnya, bank tetap akan memberikan kredit dalam
jumlah yang terbatas untuk sekadar mempertahankan keberadaan Bank Duta di Masyarakat.33

Langkah-langkah penyelamatan tampaknya tidak membuahkan hasil. Bank Duta tidak berhasil
memperoleh pinjaman yang diharapkan. Kebetulan, pemerintah saat itu edang melaksanakan
kebijakan Tight Money Policy.34

Pada tanggal 15 Agustus 1990, hal yang dikhawatirkan terjadi. NBSK melakukan eksekusi cut-loss.
Abdulgani memutuskan untuk melapor kepada Komisaris Utama, Bustanil Arifin. Ia menelepon
seluruh direksi, kecuali Dicky yang sangat terlambat, guna meminta persetujuan. Setelah
memperoleh persetujuan, Abdulgani menyampaikan secara khusus kepada Dicky rencananya untuk
bertemu dengan Bustanil. Namun, Dicky mencegahnya. Dicky merasa bersalah sehingga ia yang
harus menemui Bustanil. Di lain pihak, Abdulgani didorong oleh direksi lainnya untuk tetam
menemui Bustanil mengingat kedudukannya sebagai orang nomor satu di Bank Duta. Akhirnya,
direktur utama dan wakil direktur utama sama-sama menemui komisaris utama dengan jadwal yang
berbeda.35 Seminggu kemudian, tanggal 23 Agustus 1990, Dicky menulis surat kepada direksi untuk
melakukan klaim atau legal action kepada NBKS. Rencana ini ditolak Abdulgani karena khawatir ini
akan terbongkar keluar.36

Menghindari pemeriksaan Bank Indonesia

Bank duta melakukan berbagai rekyasa transaksi dan manipulasi laporan agar dikategorikan sebagai
banak yang sehat dan terhindar dari pemeriksaan BI. Salah satu rekayasa dilakukan pada saat Bank
Duta harus membayar Citibank Jakarta atas kerugian transaksi valas sebesar US$3.2 juta. Dana
dikirimkan kepada Duta International Finance Limitid di Hong Kong. Dari Hongkong, pembayaran
baru dilakukan kepada Citibank Jakarta, melalui Eastide Corp, Hongkong. Dalam pembukuan Bank
Duta pembayran kerugian ini dicatat sebagai penempatan Bank Duta di DIFL.

Pada bulan Oktober 1989, terdengar kabar bahwa BI akan melakukan pemeriksaan pada bulan
Desember. Sementara itu, pada ssat yang bersamaan terjadi open position yang besar di NBKS. Staff
treasury lalu mempersiapkan diri untuk pemeriksaan dengan membuat sebuah proposal kredit fiktif
guna memanipulasi open position tersebut. Berdasarkan proposal tersebut, dibuatkan memorandum
kredit yang ditandatangani oleh komite kredit termasuk didalamnya direktur kredit.

Selain itu, pemecahan posisi juga dilakukan dari seorang nasbah yang telah jatuh melewati limit kea
kun beberapa nasabah yang sudah tidak aktif. Dengan adanya memorandum kredit makan
diharapkan Bank Duta terhindar dari pemeriksaan BI yang ketika itu dikhawatirkan akan dilakukan
pada bulan Desember 1989.

https://nahdziafarah.wordpress.com/2015/06/22/3/ 7/12
10/18/21, 1:04 AM Kasus Etika Bisnis dan Profesi : Bank Duta Diujung tanduk – nahdziafarah

Bank Duta menurut pengakuan Dicky di pengadilan, biasa membuat dua laporan yaitu laporan Fiktif
untuk Bank Indonesia dan Laporan Riil untuk Direksi Bank. Laporan untuk Bank Indonesia
“dipoles” agar Bank Duta dikategorikan sebagai bank sehat.

Apakah Dicky Melakukan Korupsi?

Pada bulan Februari 1991, Dicky mulai diadili dengan dakwaan telah melakukan tindak pidana
koripsi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971, Dicky terancam hukuman maksimum
penjara seumur hidup , denda sebesar Rp30 juta, dan uang ganti rugi sebesar kerugian negara. Ada
dua hal yang dipertanyakan oleh pembela dan masyarakat umum atas dakwaan korupsi ini. Pertama
adalah Dicky bukan pegawai negeri sebagaimana yang dimaksud dengan subjek korupsi dalam
Undang-Undang Anti-Korupsi ini. Hal ini dibantah oleh jaksa karena ada pasal yang menggunakan
istilah “barang siapa” yang dapat berarti pegawai negeri atau pegawai swasta. Kebetulan, sudah ada
beberapa preseden pegawai swasta yang dihukum dengan Undang-Undang Anti-Korupsi ini.

Kedua adalah unsur merugikan negara. Bank Duta adalah bank swasta yang dimiliki oleh yayasan.
Dengan demikian, kerugian yang terjadi diderita oleh Bank Duta dan yayayan, bukan negara. Jaksa
berargumentasi bahwa kejahatan korupsi dapat pula terhadap badan hukum yang menggunakan
modal atau kelonggaran-kelonggaran dari negara dan masyarakat. Bankk Dutan jelas memperoleh
fasilitas negara, kredit likuiditas dari BI. Selain itu, sebagian besar saham Bank Duta adalah milik tiga
yayasan yang berarti milik masyarakat, sedangkan sisanya juga dimilik oleh masyarakat melalui
pasar modal.

Silang pendapat mengenai kerigian negara ini juga terjadi di antara pejabat tinggi negara. Awalnya
adalah Wakil Presiden Sudharmono yang mengungkapkan bahwa kerugian negara pada tahun
1990/1991 sekitar Rp1 triliun dan sebagian besar kerugian berasal dari kasus Bank Duta. Bustanil
Arifin membantah pernyataan wakil presiden dengan mengatakan bahwa Bank Duta adalah bank
swasta. Oleh karena itu kerugian yang dialami bank bukan merupakan kerugian negara. Pernyataan
Bustanil ini dapat membatalkan dakwaan jaksa. Oleh karena itu, kantor wapres kemudian merala
pernyataan Bustanil dengan menyatakan bahwa berdasarkan laporan Kejaksaan Agung ksus Bank
Duta termasuk korupsi.

Apakah Akuntan Ikut Bersalah?

Pada bulan September 1990, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menjatuhkan hukuman pada
akuntan publik Hadi Pontan yang memeriksa Laporan Keuangan Bank Duta tahun 1989. Bapepam
memasukkan Hadi Pontan ke dalam daftar hitam karena dianggap telah memberikan pernyataan
tanpa didukung oleh data yang sah. Dalam laporan keuangan yang dinilai “wajar” oleh Pontan,
disebutkan pada akhir 1989 Bank Duta meraih laba bersih Rp14,5 miliar. Padahal, belakangan
terungkap, Bank Duta ketika itu sudah merugi akibat bisnis valas.

Menurut Sutoyo, Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Pontan telah
melakukan dua kesalahan. Pertama, tidak membuat dokumentasi audit. Padahal, setiap langkah audit
harus didokumetasikan. Kedua, membuat opini pemeriksaan tanpa bukti-bukti yang
dikonfirmasikan. Untuk dua keslahan ini, sealin mendapat sanksi dari Bapepam, Pontan juga harus
menanggung sanksi dari IAI berupa peringatan keras bersyarat dengan masa percobaan enam bulan.

Di lain pihak, Ketua Bidang Standar Profesi IAI, Soemarso S.R., membela Pontan, “Tidak fair kalau
Pontan disalahkan. Ia sudah bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip akutansi Indonesia, yakni
membuat laporan keuangan berdasarkan data-data yang diberikan oleh Bank Duta. Namun, jika
akhirnya muncul interpretasi yang merugikan investor”, kata Soemarso, “Itu kesalahan emiten.”

https://nahdziafarah.wordpress.com/2015/06/22/3/ 8/12
10/18/21, 1:04 AM Kasus Etika Bisnis dan Profesi : Bank Duta Diujung tanduk – nahdziafarah

Pendapat Soemarso didukung oleh Kwik Kian Gie. “Klau data yang diberikan Bnak Duta dijadikan
dasar pertimbangan, ya tidak bisa dipersalahkan,”katanya. “Apalagi dunia akuntasi di Indonesia
masih berpegang teguh pada aturan formal. Artinya, pemeriksaan dilakukan berdasarkan bukti-
bukti transaksi. Nah, jika ada barang yang dibeli seharga Rp10, tetapi di kuitansi tertulis Rp15 maka
akuntan Indonesia akan mempercayai yang tertera di kuitansi. Coba kalau hasil pemeriksaan secara
formal diuji secara material, saya yakin, 80% laporan akuntan di Indonesia akan terkena sanksi,”
tuturnya.

Putusan Pengadilan

Pada tanggal 26 Juni, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memutuskan Dicky Iskandar Di Nata
bersalah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) sehingga merugikan negara sebesar Rp780
miliar dan menghukumnya dengan hukuman penjara selama sepuluh tahun, densa sebesar Rp20
juta, dan membayar uang pengganti sebesar Rp811 miliar kepada negara yang diwakili Bank Duta.

Dicky diputuskan bersalah karena menyalahgunakan kewenangannya sebagai wakil direktur utama
dan direktur eksekutif. Dicky terlibat langsung menjadi daeler dalam perdagangan valas, baik untuk
posisi bank maupun nasabah. Dalam melakukan dealing, Dicky melanggar aturan yang ditetapkan.
Keterlibatan langsung dan pelanggaran ini merusak organisasi dealing room karena chief daeler yang
seharusnya mengawasi daeler tidak dapat mengawasi Dicky yang tidak lain adalah atasannya.
Akibatnya, pengawasan lumpuh dan perdagangan tidak terkendaliakibat para daeler melanggar
trading limit. Upaya Dicky untuk menutupi kerugian yang dibuat bawahannyadilakukan dengan
mengambil transaksi-transaksi besar yang berakhir dengan kekalahan dan kerugianyang lebih besar
lagi bagi Bang Duta.

Dicky dianggap merugikan negara karena yayasan-yayasan pemilik Bank Duta harus menyetor dana
yang berakibat pada terhambatnya kegiatan social yang dilakukan oleh yayasan. Kerugian ini juga
berakibat hilangnya devisa negara yang dibutuhkan untuk pembangunan serta dapat
menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Oleh karena itu, meskipun
Dicky tidak merugikan keuangan negara, ia dianggap tetap merugikan negara.

Dalam peradilan tingkat banding, Dicky hanya memperoleh keringanan hukuman penjara menjadi
delapan tahun dan tetap diwajibkan membayar denda sebesar Rp20 juta, serta uang pengganti Rp811
miliar. Putusan peradilan tingkat banding ini diperkuat oleh putusan kasasi Mahkamah Agung
(MA).

Apakah Dicky Sendirian yang Bersalah?

Sejak awal, Dicky keberatan untuk menanggung sendiri permasalahan ini. Dalam surat pribadinya
kepada Abdulgani beberapa hari sebelum ditahan, ia mengingatkan bahwa ia sudah melaporkan
kerugian ini. Direksi, bahkan sempat memutuskan untuk cut-loss pada bulan Maret 1990. Di
pengadilan pun, ia menyatakan bahwa ia melaporkan permasalahan kerugian ini pada saat terjadi
potential loss sebesar US$70 juta pada bulan Oktober, namun di dalam persidangan, direksi mengaku
baru mengetahui permasalahan ini pada bulan Mei 1990.

Dicky juga menyatakan bahwa kelemahan pengawasan dan tidak berfungsinya internal audit
merupakan tanggung jawab direktur operasi. Sealin itu, ada juga tanggung jawab akuntan
publikyang memeriksa laporan keuangan sehingga Bank Duta dapat melakukan emisi saham. Lebih
lanjut, akuntan public ini mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada direktur operasi.

https://nahdziafarah.wordpress.com/2015/06/22/3/ 9/12
10/18/21, 1:04 AM Kasus Etika Bisnis dan Profesi : Bank Duta Diujung tanduk – nahdziafarah

Setelah Dicky divonis bersalah, Jaksa Agung Singgih memberikan keterangan bahwa dalam kasus
Bank Duta, harus dibedakan antara tanggung jawab pidan adan tanggung jawab manajerial. Dalam
masalah transaksi valas asing ini, terbukti bahwa Dickylah yang bertanggung jawab, sehingga dia
dikenakan tanggung jawab pidana. “Bila Dicky merasa hal ini tidak adil, dia bisa mengajukan
banding dan kemudian kasasi”.

Mengenai direksi lainnya yang akan diajukan ke pengadilan, Singgih mengatakan bahwa sampai
sekarang belum ada perkara lain, kecuali kasus Dicky yang telah divonis oleh pengadilan. “Untuk
kasus Dicky yang sekarang ini, selesai. Kasus permainan valas itu selesai dan tanggung jawab pidana
Dicky. Tanggun jawab lainnya it bukan urusan kejaksaan. Kan semua sudah diberhentiakan, dan itu
tanggung jawab manajerial,” katanya.

BAB IV

PEMBAHASAN

1. Apakah akuntan internal Bank Duta melanggar Prinsip Etika Profesi Akuntan?

Ya, Akuntan internal Bank Duta dalam pelaksanaannya telah melanggar beberapa prinsip etika
profesi akuntan yang mengakibatkan laporan keuangan Bank Duta tidak dapat menggambarakan
bagaimana kondisi keuangan yang sebenarnya terjadi di dalam Bank Duta.

2. Prinsip apa sajakah yang telah dilanggar oleh akuntan internal Bank Duta?

Pelanggaran prinsip etika profesi akuntansi yang dilakukan oleh pihak akuntan internal Bank Duta
antara lain adalah tidak dilaksanakannya prinsip tanggung jawab profesi, prinsip integritas, tidak
memegang prinsip kepentingan public objektifitas dan tidak melaksanakan standar teknis dalam
kegiatan akuntansinya.

3. Bagaimana pelaksaanaan tanggung jawab profesi oleh akuntan internal Bank Duta?

Prinsip tanggung jawab profesi oleh akuntan Bank Duta tidak dilaksanakan dengan baik, Karena
seharusnya dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya. Sementara akuntan Bank Duta tidak bekerja secara professional dan bertindak atas
nama kepentingan manajemen.

4. Apakah akuntan internal Bank Duta telah melaksanakan prinsip kepentingan public?

Tidak, Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik. Profesi
akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang
terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan
keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepacla obyektivitas dan integritas akuntan dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-
jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan
masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Sementara akuntan Bank Duta
bertindak atas nama manajemen. Akuntan internal Bank Duta melalakukan serangkaian manipulasi
agar Bank Duta dapat dikataan sebagai Bank yang sehat serta terbebas dari campur BI dan intervensi
pemerintah.

5. Bagaimana integritas dan objektifitas akuntan internal Bank Duta?

https://nahdziafarah.wordpress.com/2015/06/22/3/ 10/12
10/18/21, 1:04 AM Kasus Etika Bisnis dan Profesi : Bank Duta Diujung tanduk – nahdziafarah

Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang
tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh
dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Sedangkan Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota
bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari
benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Akuntan internal Bank Duta tidak
mampu menjaga integritas dan objektifitas dalam pelaksanaan kegiatannya, hal ini dapat dibuktikan
dengan terjadinya manipulasi laporan keuangan, penyembunyian nilai kerugian pada asset lain lain
dan manipulasi dana pembayaran hutang yang dicatat dalam penempatan pada pihak lain. Apabila
akuntan mampu menjaga integritas dan terbebas dari tekanan manajemen, maka kerugian yang
besar akan dapat dicegah dalam Bank Duta.

6. Apakah Bank Duta telah melaksanakan standar teknis dalam kegiatan akuntansinya?

Ya, Manajemen ataupun akuntan internal Bank Duta telah melanggar standar teknis dalam
pelaksanaan kegiatan akuntansinya sehingga berakibat kepada kerugian Negara dan hilangnya dana
masyarakat.

7. Adakah hubungan antara pelaksanaan standar teknis akuntansi dengan kerugian yang dialami
Bank Duta?

Apabila dalam pelaksanaan kegiatan akuntansinya, Bank Duta melaksanakan prinspip standar
teknis, kemungkinanan kerugian yang dialami oleh Bank Duta tidak akan terlalu besar dan
berdampak luas. Dengan dilksanakannya standar teknis oleh pihak manajemen Bank Duta maka
pengawasan akan terjadi dengan baik. Keterlibatan langsung pihak manajemen dalam melakukan
dealing mengakibatkan pengawasan trading tidak dapat dilakukan oleh Chief dealer. Akibatnya
perdagangan yang dilakukan oleh para dealer melanggar batasan trading limit tanpa dapat dikontrol
oleh manajemen. Dengan pelanngaran batasan trading limit ini berakibat terjadinya kerugian akibat
kekalahan dari perdagangan semakin besar. Kemudian, kerugian yang seharusnya diakui ini
disembunyikan kedalam akun rekening aset rupa rupa. Manipulasi laporan keuangan yang
dilakukan akuntan Bank Duta tidak cukup hanya sampai pada penyembunyian kerugian melainka
juga pada pembuatan Laporan Keuangannya, dimana Laporan Keuangan dibuat secara ganda yakni
Laporan Keuangan yang telah dimanipulasi disajikan untuk Bank Indonesia, dan laporan keuangan
riil disajikan untuk pihak internal manajemen.

8. Apakah akuntan auditor Bank Duta turut bersalah?

Ya, Akuntan auditor Bank Duta turut bersalah karena akuntan yang professional akan menggunakan
pertimbangan professional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Hal ini tidak terjadi dalam
akuntan auditor Bank Duta. Dalam kegiatan auditnya, Auditor Bank Duta tdiak melakukan
dikumentasi terhadap setiap transaksi dan audit yang telah mereka lakukan. Selain itu kesalahan lain
yang dilakukan oleh Akuntan Bank Duta Hadi Pontan yakni membuat opini pemeriksaan tanpa
dasar bukti bukti yang dapat dikonfirmasikan. Hadi Pontan menilai bahwa Laporan Keuangan
dinilai “wajar” oleh Pontan, didalamnya disebutkan bahwa pada akhir 1989 Bank Duta meraih laba
bersih sekitar Rp.14.5 miliar. Padahal, belakangan terungkap bahwa Bank Duta ketika itu telah
banyak merugi akibat bisnis valas.

Daftar Pustaka

Bachtiar, Emil. 2012 “Kasus Kasus Etika Bisnis dan Profesi” Jakarta : Salemba Empat

Agoes Sukrisno, Cenik Ardana. 2009 “Etika Bisnis dan Profesi : Tantangan Membangun Manusi
Seutuhnya Edisi Revisi” Jakarta : Salemba Empat

https://nahdziafarah.wordpress.com/2015/06/22/3/ 11/12
10/18/21, 1:04 AM Kasus Etika Bisnis dan Profesi : Bank Duta Diujung tanduk – nahdziafarah

BLOG DI WORDPRESS.COM.

https://nahdziafarah.wordpress.com/2015/06/22/3/ 12/12

Anda mungkin juga menyukai