Anda di halaman 1dari 14

PERSETUJUAN PEMBIMBING

ARTIKEL

PENGARUH LATIHAN ROM PASIF TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA


PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DI RSUD. Prof. Dr. H. ALOE SABOE
GORONTALO

Oleh

SRI ANGGRIANI DJAFAR


841410083

Telah diperiksa dan disetujui


PENGARUH LATIHAN ROM PASIF TERHADAP KEKUATAN OTOT
PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DI RSUD. Prof. Dr. H.
ALOE SABOE GORONTALO
Sri Anggriani Djafar, Zuhriana K. Yusuf*, Rosmin Ilham**.
Jurusan Ilmu Keperawatan, Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
FIKK Universitas Negeri Gorontalo
Email: lany.anggriany@yahoo.com

ABSTRAK

Sri Anggriani Djafar. 2014. Pengaruh Latihan ROM Pasif terhadap


Kekuatan Otot pada Pasien Stroke Non-Hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe
Saboe Gorontalo. Skripsi, Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan
Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I dr. Zuhriana K. Yusuf,
M.Kes dan DR. Hj. Rosmin Ilham, S.Kep, Ns, MM.
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul secara mendadak disebabkan
karena terjadinya gangguan peredaran darah diotak yang dapat menyebabkan berbagai
defisit neurologik diantaranya adalah defisit motorik berupa hemiparesis/penurunan
kekuatan otot. Penanganan hemiparesis untuk meningkatkan fungsi motorik yaitu dengan
latihan ROM. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh latihan ROM
terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe
Saboe Gorontalo.
Penelitian ini merupakan penelitian experiment dengan desain penelitian pra-
eksperimen dengan rancangan one group pretest-postest. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua pasien stroke non-hemoragik yang dirawat di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe
Saboe Gorontalo dengan jumlah sampel 16 responden yang dipilih dengan teknik
pengambilan sampel purposive sampling.
Hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test diperoleh nilai Z hitung kekuatan
otot lengan sebesar 3,624 (>1,960) dan kekuatan otot kaki sebesar 3,630 (>1,960). Hasil
penelitian menunjukkan kekuatan otot lengan dan kaki meningkat (p value=0,000 < α
(0,05)) secara signifikan setelah dilakukan latihan ROM. Hal ini berarti latihan ROM
berpengaruh terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik.
Penelitian ini merekomendasikan perlunya latihan ROM sebagai salah satu
intervensi perawat dalam asuhan keperawatan pada pasien stroke sehingga dapat
mempercepat pemulihan kekuatan otot pasien.

Kata kunci: Stroke non-hemoragik, Kekuatan Otot, Latihan ROM1

1
SRI ANGGRIANI DJAFAR, 841410083, JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FIKK UNG, dr.
ZUHRIANA K. YUSUF, M.Kes, DR. H. ROSMIN ILHAM, S.Kep, Ns, MM.
Seiring dengan kemajuan iptek maka akan mempengaruhi gaya hidup dan
menimbulkan berbagai penyakit pada usia produktif. Penyakit stroke semakin
menggejala pada kaum di usia produktif. Akibat pola makan yang tidak sehat
dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat dengan lemak dan
kolesterol tapi rendah serat. Kolesterol dapat menyumbat pembuluh darah yang
pada akhirnya menyebabkan tekanan darah meninggi dan terjadi pecah pembuluh
darah yang disebut stroke (Dourman, 2013).
Menurut WHO (organisasi kesehatan dunia) stroke merupakan pembunuh
nomor 3 setelah penyakit jantung dan kanker. Sebanyak 75% pasien stroke di
Amerika menderita kelumpuhan dan kehilangan pekerjaan. Di Eropa ditemukan
sekitar 650.000 kasus baru stroke setiap tahunnya. Di Inggris stroke menduduki
urutan ke-3 sebagai pembunuh setelah penyakit jantung dan kanker (Waluyo,
2009: 10). Sementara data di Indonesia mortalitas stroke dari survei rumah tangga
adalah 37,3 per 100.000 penduduk (Dourman, 2013).
Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi
gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan
aliran darah oleh karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu diotak,
sehingga menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat- zat
makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu relatif
singkat (Dourman, 2013).
Data yang dirilis oleh Yayasan Stroke Indonesia sungguh membuat kita
khawatir. Dinyatakan bahwa kasus stroke di Indonesia menunjukkan
kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun. Setelah tahun 2000 kasus
stroke yang terdeteksi terus melonjak. Pada tahun 2004, beberapa penelitian di
sejumlah rumah sakit menemukan pasien rawat inap yang disebabkan stroke
berjumlah 23.636 orang. Sedangkan yang rawat jalan atau yang tidak dibawa ke
dokter/rumah sakit tidak diketahui jumlahnya. Diperkirakan sebanyak 28,5 %
penderita stroke meninggal dunia selebihnya menderita lumpuh sebagian atau
total. Hanya 15% yang dapat sembuh total. Sejumlah 15% meninggal secara
langsung atau dalam perawatan di rumah sakit, sedangkan yang bertahan hidup
umumnya tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari maupun mencari nafkah
(Waluyo, 2009).
Di Provinsi Gorontalo, kasus stroke pada tahun 2012 tercatat berjumlah 336
orang, jumlah kematian tercatat sebanyak 115 orang (Dikes Provinsi Gorontalo,
2013). Di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe berdasarkan data dari medical record
jumlah penderita stroke 3 tahun terakhir (2010, 2011, 2012) sebanyak 1.402
orang. Data dari catatan medical record didapatkan jumlah pasien stroke yang
dirawat pada tahun 2010 sebanyak 325 orang terdiri dari stroke non hemoragik
sebanyak 143 orang dan stroke hemoragik sebanyak 182 orang, tahun 2011
pasien stroke yang dirawat sebanyak 507 orang terdiri dari stroke non hemoragik
sebanyak 242 orang dan stroke hemoragik sebanyak 265 orang , tahun 2012
pasien stroke yang dirawat sebanyak 570 orang terdiri dari stroke non hemoragik
353 orang dan stroke hemoragik sebanyak 217 orang (Medikal Record, 2013).
Kelumpuhan adalah cacat paling umum dialami oleh penderita stroke. Stroke
umumnya ditandai dengan cacat pada salah satu sisi tubuh (hemiplegia), jika
dampaknya tidak terlalu parah hanya menyebababkan anggota tubuh tersebut
menjadi tidak bertenaga atau dalam bahasa medis disebut hemiparesis.
Kelumpuhan dapat terjadi diberbagai bagian tubuh, mulai dari wajah, tangan,
kaki, lidah, dan tenggorokan (Lingga, 2013). Kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh menyebabkan pasien malas menggerakkan tubuhnya yang sehat sehingga
persendian akhirnya menjadi kaku. Malas bergerak bukan saja menyulitkan proses
pemulihan anggota gerak namun juga menyebabkan sisi tubuh yang normal
akhirnya ikut cacat. Untuk mencegah hal tersebut, pasien perlu melakukan latihan
fisik secara rutin (Lingga, 2013). Menurut Perry & Potter, 2006 dalam Cahyati
2011, latihan fisik tersebut salah satunya mobilisasi persendian yaitu dengan
latihan range of motion (ROM).
Range of motion (ROM) atau biasa dikenal dengan rentang gerak adalah
latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan
otot, dimana klien menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan
normal baik secara aktif ataupun pasif (Anonimity, 2010 dalam Koniyo, 2011).
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada Januari 2014 di
ruangan G2 RSUD. Prof. Dr. H Aloe Saboe dengan cara wawancara baik dengan
penderita maupun keluarga, didapatkan bahwa mayoritas bahkan hampir semua
pasien stroke non hemoragik mengalami kelemahan pada otot. Dari 12 pasien
stroke yang peneliti temui 10 pasien stroke mengeluh mengalami kelemahan otot.
Sehingga pasien diberikan terapi latihan ROM pasif maupun aktif setiap hari baik
oleh perawat maupun oleh ahli fisioterapi.
Di Rumah Sakit, melakukan terapi latihan ROM pada penderita stroke
merupakan tugas yang penting bagi perawat, mengingat perawat merupakan
tenaga kesehatan yang paling lama dengan penderita. Di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe
Saboe ruangan G2, tindakan latihan ROM sudah dilakukan oleh perawat.
Berdasarkan wawancara dengan salah satu perawat di ruangan G2, bahwa perawat
di ruangan G2 hanya memberikan latihan ROM aktif pada pasien stroke
sedangkan latihan ROM pasif pada pasien stroke dilakukan oleh ahli fisioterapi.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang
“Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) terhadap Kekuatan Otot pada Pasien
Stroke Non Hemoragik di Ruangan G2 RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe
Gorontalo”.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain penelitian pra-
eksperimen dengan rancangan one group pretest-postest. Dalam rancangan ini,
kelompok sampel hanya terdiri dalam satu kelompok perlakuan yang kemudian
diberikan pretest menggunakan lembar observasi kekuatan otot dan setelah
perlakuan (dilakukan latihan ROM 1x sehari setiap pagi selama 10 hari) dilakukan
posttest dengan lembar observasi yang sama. Melalui desain penelitian ini akan
dilihat apakah ada pengaruh latihan ROM terhadap kekuatan otot pada pasien
stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien stroke non hemoragik yang
dirawat di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo. Pengambilan sampel pada
penelitian ini dilaksanakan dengan metode purposive sampling yaitu teknik
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang telah dibuat oleh
peneliti. Berdasarkan hasil penelitian di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe
Gorontalo selama 4 minggu masa penelitian didapatkan pasien stroke pada
penelitian ini yang memenuhi kriteria inklusi yang dijadikan sebagai sampel yaitu
sebanyak 16 orang.
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat untuk
mendapatkan gambaran distribusi dan frekuensi tentang kekuatan otot lengan dan
kaki sebelum dan sesudah dilakukan laihan ROM. Analisa bivariat digunakan
untuk melihat pengaruh antara variabel independen (latihan ROM) dan variabel
dependen (kekuatan otot pada penderita stroke non hemoragik). Uji statistik yang
digunakan pada penelitian ini yaitu uji non parametrik Wilcoxon Signed Rank Test
dengan derajat kepercayaan 95% α = 0,05 bermakna apabila p ≤ 0,05.
Penggolongan data menggunakan computer dengan program SPSS.

HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
1. Hasil identifikasi kekuatan otot sebelum dilakukan latihan ROM

Tabel 1 Distribusi frekuensi kekuatan otot lengan berdasarkan skala kekuatan otot
sebelum dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo,
Februari 2014 (N=16)
No Skala Frekuensi Presentase (%)
1 0 6 37,5
2 1 6 37,5
3 2 4 25
4 3 0 0
5 4 0 0
6 5 0 0
Total 16 100
Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan kekuatan otot lengan sebelum dilakukan


latihan ROM. Dari tabel tersebut didapatkan bahwa dari 16 responden pada
penelitian ini, sebagian besar responden dengan skala kekuatan otot 0, yaitu
sebanyak 6 responden (37,5%), dan sebagian kecil dengan skala kekuatan otot 2
yaitu sebanyak 4 responden (25%).

Tabel 2 Distribusi frekuensi kekuatan otot kaki berdasarkan skala kekuatan otot
sebelum dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo,
Februari 2014 (N=16)
No Skala Frekuensi Presentase (%)
1 0 3 18,75
2 1 9 56,25
3 2 4 25
4 3 0 0
5 4 0 0
6 5 0 0
Total 16 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan kekuatan otot kaki sebelum dilakukan
latihan ROM. Dari tabel tersebut didapatkan bahwa dari 16 responden pada
penelitian ini, sebagian besar responden dengan skala kekuatan otot 1, yaitu
sebanyak 9 responden (56,25%), dan sebagian kecil dengan skala kekuatan otot 0
yaitu sebanyak 3 responden (18,75%).

2. Hasil identifikasi kekuatan otot sesudah dilakukan latihan ROM

Tabel 3 Distribusi frekuensi kekuatan otot lengan berdasarkan skala kekuatan otot
sesudah dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo,
Februari 2014 (N=16)
No Skala Frekuensi Presentase (%)
1 0 0 0
2 1 4 25
3 2 5 31,25
4 3 3 18,75
5 4 4 25
6 5 0 0
Total 16 100
Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan kekuatan otot lengan sesudah dilakukan


latihan ROM. Dari tabel tersebut didapatkan bahwa dari 16 responden pada
penelitian ini, sebagian besar responden dengan skala kekuatan otot 2, yaitu
sebanyak 5 responden (31,25%), dan sebagian kecil dengan skala kekuatan otot 3
yaitu sebanyak 3 responden (18,75%).

Tabel 4 Distribusi frekuensi kekuatan otot kaki berdasarkan skala kekuatan otot
sesudah dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo,
Februari 2014 (N=16)
No Skala Frekuensi Presentase (%)
1 0 0 0
2 1 0 0
3 2 7 43,75
4 3 5 31,25
5 4 4 25
6 5 0 0
Total 16 100
Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan kekuatan otot kaki sesudah dilakukan


latihan ROM. Dari tabel tersebut didapatkan bahwa dari 16 responden pada
penelitian ini, sebagian besar responden dengan skala kekuatan otot 2, yaitu
sebanyak 7 responden (43,75%), dan sebagian kecil dengan skala kekuatan otot 4
yaitu sebanyak 4 responden (25%).
3. Perbedaan kekuatan otot pasien stroke non hemoragik sebelum dan setelah
dilakukan latihan ROM

Tabel 5 Perbandingan skala kekuatan otot lengan pasien stroke non hemoragik
sebelum dan sesudah dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe
Gorontalo, Februari 2014 (N=16)
Perlakuan Skala kekuatan otot 0-5
(Latihan 0 1 2 3 4 5
ROM)
Sebelum 6 6 4 0 0 0
Setelah 0 4 5 3 4 0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan perbandingan skala kekuatan otot lengan


sebelum dan sesudah dilakukan latihan ROM. Dari tabel tersebut didapatkan
adanya peningkatan skala kekuatan otot lengan pada pasien stroke non hemoragik.
Sebelum dilakukan latihan ROM skala kekuatan otot lengan yaitu 0, 1, dan 2,
setelah dilakukan latihan ROM skala kekuatan otot meningkat menjadi 1, 2, 3,
dan 4.

Tabel 6 Perbandingan skala kekuatan otot kaki pasien stroke non hemoragik
sebelum dan sesudah dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe
Gorontalo, Februari 2014 (N=16)
Perlakuan Skala kekuatan otot 0-5
(Latihan 0 1 2 3 4 5
ROM)
Sebelum 3 9 4 0 0 0
Setelah 0 0 7 5 4 0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan perbandingan skala kekuatan otot kaki


sebelum dan sesudah dilakukan latihan ROM. Dari tabel tersebut didapatkan
adanya peningkatan skala kekuatan otot kaki pada pasien stroke non hemoragik.
Sebelum dilakukan latihan ROM skala kekuatan otot yaitu 0, 1, dan 2, setelah
dilakukan latihan ROM skala kekuatan otot meningkat menjadi 2, 3, dan 4.

2. Analisis Bivariat

Tabel 7 Distribusi Hasil Uji Wilcoxon Matched Paired Test Pengaruh Latihan
ROM Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik di RSUD.
Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo, Februari 2014 (N=16)
Variabel Mean Rank Sum of Rank Zhitung p value
Kekuatan otot lengan
Sebelum latihan ROM- 8,50 136,00 3,624 0,000
Sesudah latihan ROM
Kekuatan otot kaki
Sebelum latihan ROM- 8,50 136,00 3,630 0,000
Sesudah latihan ROM
Sumber: Data primer
Tabel 7 menunjukkan hasil uji Wilcoxon Signed Rank Test. Tabel tersebut
menyajikan informasi Z hitung dan nilai signifikansi. Berdasarkan hasil pada tabel
diatas nilai Z hitung pada kekuatan otot lengan sebesar 3,624 dan kekuatan otot
kaki sebesar 3,630 sedangkan Z tabel pada taraf signifikansi 5% sebesar 1,960.
Nilai signifikan sebesar 0,000 sedangkan taraf signifikansi 5% sebesar 0,05. Dari
pengujian tersebut didapatkan nilai Z hitung > Z tabel (3,624 > 1,960) dan (3,630
> 1,960), dan nilai signifikan lebih kecil dari taraf signifikan 5% (0,05) yakni p
value < α (0,05) (0,000 < 0,05) maka dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh
yang positif pemberian latihan ROM terhadap kekuatan otot pada pasien stroke
non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo.

PEMBAHASAN
1. Analisis identifikasi kekuatan otot sebelum dilakukan latihan Range Of Motion
(ROM) pada pasien stroke non hemoragik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat pretest, semua pasien stroke
non hemoragik sejumlah 16 orang (100%) yang dijadikan responden sesuai
kriteria mengalami penurunan kekuatan otot/mengalami kelemahan otot
(hemiparase). Hal ini sesuai dengan konsep yang ada yang menyatakan bahwa
pasien stroke dapat mengalami hemiparase, yang salah satunya ditandai oleh
menurunnya kemampuan motorik pasien stroke yang dapat diidentifikasi dari
menurunnya kekuatan otot pasien.
Menurut Guyton & Hall (2008), pada penderita stroke menyebabkan gangguan
aktifitas, salah satunya diakibatkan oleh menurunnya kekuatan otot ekstremitas
sebagai akibat dari adanya lesi di korteks motorik. Hal ini juga didukung oleh
Junaidi (2006) bahwa serangan stroke dapat menyebabkan kelemahan dan
kelumpuhan pada salah satu atau bahkan kedua sisi bagian tubuh pasien.
Kelemahan ini bisa menimbulkan kesulitan saat berjalan dan beraktivitas. Hal ini
mengharuskan pasien immobilisasi. Padahal dengan imobilisasi tersebut, pasien
akan kehilangan kekuatan otot. Hal ini juga didukung oleh Rydwik (2005) dalam
Fatkhurohmman (2011) bahwa ditemukan 70-80% pasien yang terkena serangan
stroke mengalami hemiparesis.
Unsur patofisiologis yang utama pada stroke adalah terdapatnya defisit motorik
berupa hemiparase atau hemiplegia yang dapat mengakibatkan kondisi imobilitas.
Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan otot yang dapat
mengakibatkan ketidakmampuan pada otot ekstremitas secara umum, penurunan
fleksibilitas dan kekakuan sendi yang dapat mengakibatkan kontraktur sehingga
pada akhirnya pasien akan mengalami keterbatasan/disability terutama dalam
melakukan activities of daily living (ADL) (Lewis 2007 dalam Cahyati 2011).

2. Analisis identifikasi kekuatan otot setelah dilakukan latihan Range Of Motion


(ROM) pada pasien stroke non hemoragik

Dari hasil penelitian setelah dilakukan latihan ROM, didapatkan sebagian


besar responden dengan skala kekuatan otot lengan dan kaki 2, dan sebagian kecil
skala kekuatan otot lengan 3 dan skala kekuatan otot kaki 4. Hal ini menunjukkan
bahwa peningkatan kekuatan otot yang terjadi belum optimal, hasil demikian bisa
disebabkan oleh karena kurangnya intensitas latihan dan juga waktu yang
dibutuhkan lebih lama. Latihan ROM yang dilakukan peneliti merupakan latihan
yang singkat untuk proses rehabilitasi. Waktu pelaksanaan hanya 10 hari yang
dilakukan 1 kali setiap pagi, yang diharapkan dapat melihat efektivitas latihan dan
peningkatan kekuatan otot, karena memang secara teori tidak disebutkan secara
spesifik mengenai dosis dan intensitas latihan ROM. Asumsi dilakukan latihan
ROM selama 10 hari yang dilakukan 1 kali setiap pagi mengikuti latihan ROM
yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu Puspitawati (2010). Penelitian-
penelitian sebelumnya tentang latihan ROM dilakukan dengan frekuensi dan
intensitas yang bervariasi, semuanya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
kemampuan motorik setelah dilakukan latihan ROM.
Pada penelitian terdahulu, beberapa peneliti seperti Astrid (2008), Utomo
(2008), Puspitawati (2010), dan Yulinda (2009) juga melakukan latihan ROM
pada pasien stroke dengan perbedaan intensitas maupun lama waktu yang
digunakan. Akan tetapi jika dilihat dari intensitasnya dalam melakukan latihan
ROM semuanya menunjukkan intensitas yang lebih banyak dari yang dilakukan
oleh peneliti. Hal tersebut menyebabkan hasil latihan belum cukup efektif untuk
meningkatkan kekuatan otot. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti
dalam melakukan latihan ROM yaitu dengan intensitas 2-5 kali setiap hari.
Latihan atau aktifitas fisik yang sesuai untuk pasien stroke non hemoragik
yaitu dengan latihan range of motion. Latihan tersebut apabila dilakukan secara
berkala dan berkesinambungan, dapat mempercepat stimulus meningkatnya
fleksibilitas sendi dan bahkan derajat kekuatan otot pada penderita stroke dan
menunjukkan fungsi motor unit gerak kembali optimal (Irfan, 2010 dalam
Ariyanti, 2013). Hal ini juga didukung oleh Hasymi (2013) yang mengatakan
bahwa latihan ROM yang dilakukan sedini mungkin dan dilakukan dengan benar
dan secara terus menerus akan memberikan dampak pada fleksibilitas sendi,
kekuatan otot dan kemampuan fungsional pasien.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astrid et al
(2008) dalam Purwanti (2013) bahwa sesudah pasien mendapatkan latihan ROM 4
kali sehari selama 7 hari, terdapat manfaat untuk pasien yaitu adanya peningkatan
kekuatan otot dan kemampuan fungsional pada pasien stroke. Penelitian ini juga
mengungkapkan bahwa baik itu latihan ROM yang dilakukan 4 kali sehari
maupun latihan ROM yang diberikan hanya 1 kali sehari sama-sama berpengaruh
terhadap peningkatan kemampuan fungsional.

3. Analisis pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot


pada pasien stroke non hemoragik

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5 dan Tabel 6 menunjukkan adanya


perbedaan skala kekuatan otot lengan dan kaki sebelum dan sesudah latihan ROM
pada pasien stroke non hemoragik. Sebelum dilakukan latihan ROM skala
kekuatan otot lengan yaitu 0, 1, dan 2, setelah dilakukan latihan ROM skala
kekuatan otot lengan meningkat menjadi 1, 2, 3, dan 4. Sebelum dilakukan latihan
ROM skala kekuatan otot kaki yaitu 0, 1, dan 2, setelah dilakukan latihan ROM
skala kekuatan otot kaki meningkat menjadi 2, 3, dan 4.
Hasil analisa data yang dilakukan dengan uji Wilcoxon Matched Paired Test
didapatkan nilai Z hitung > Z tabel (3,624 > 1,960) dan (3,630 > 1,960). Nilai
signifikan lebih kecil dari taraf signifikan 5% (0,05) (0,000 < 0,05) sehingga
keputusan yang diambil adalah terima Ha yang berarti bahwa kekuatan otot pada
saat sebelum dilakukan latihan ROM dan sesudah dilakukan latihan ROM adalah
berbeda. Hal ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang positif pemberian
latihan ROM terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik.
Secara konsep, mekanisme kontraksi dapat meningkatkan otot polos pada
ekstremitas. Latihan ROM dapat menimbulkan rangsangan sehingga
meningkatkan aktivasi dari kimiawi, neuromuskuler dan muskuler. Otot polos
pada ekstremitas mengandung filamen aktin dan myosin yang mempunyai sifat
kimiawi dan berinteraksi antara satu dan lainnya. Proses interaksi diaktifkan oleh
ion kasium, dan adeno triphospat (ATP), selanjutnya dipecah menjadi adeno
difosfat (ADP) untuk memberikan energi bagi kontraksi otot ekstremitas.
Rangsangan melalui neuromuskuler akan meningkatkan rangsangan pada serat
syaraf otot ekstremitas terutama syaraf parasimpatis yang merangsang untuk
produksi asetilcholin sehingga mengakibatkan kontraksi. Mekanisme melalui
muskulus terutama otot polos ekstremitas akan meningkatkan metabolisme pada
metakondria untuk menghasilkan ATP yang dimanfaatkan oleh otot polos
ekstremitas sebagai energi untuk kontraksi dan meningkatkan tonus otot polos
ekstremitas (Guyton, 2007 dalam Mawarti, 2012).
Terjadinya peningkatan kekuatan otot dapat mengaktifkan gerakan volunter,
dimana gerakan volunter terjadi adanya transfer impuls elektrik dari girus
presentalis ke korda spinalis melalui neurotransmiter yang mencapai ke otot dan
menstimulasi otot sehingga menyebabkan pergerakan. Hal ini menunjukkan
adanya perbaikan dari kerusakan girus presentalis akibat iskemik otak (Perry &
Potter, 2010).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mawarti &
Farid (2012) yang menunjukkan bahwa ada pengaruh latihan ROM terhadap
peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke dengan hemiparase.
Dalam hasil penelitian ini terdapat beberapa responden yang mengalami
peningkatan kekuatan otot sedikit lebih cepat, hal ini dikarenakan responden
tersebut juga melakukan latihan ROM diluar jadwal latihan yang diberikan oleh
peneliti dengan dibantu oleh keluarga untuk menggerakkan sendi lengan dan kaki
responden. Responden yang hanya melakukan latihan ROM 1 kali sehari selama
10 hari yang diberikan oleh peneliti memiliki peningkatan kekuatan otot lebih
lambat. Seperti yang dikemukakan Stanley & Beare (2006) dengan pemeliharaan
kekuatan otot dan fleksibilitas sendi, latihan ROM bisa meningkatkan dan
mempertahankan kekuatan otot dan fleksibilitas sendi karena dari 10 sampai 15%
kekuatan otot dapat hilang setiap minggu jika otot beristirahat sepenuhnya, dan
sebanyak 5,5% dapat hilang setiap hari pada kondisi istirahat dan imobilitas
sepenuhnya. Selain itu Asmadi (2008) mengungkapkan bahwa latihan ROM
mempunyai tujuan antara lain memperthankan atau meningkatkan kekuatan dan
kelenturan otot, mempertahankan fungsi kardiorespirasi, menjaga fleksibilitas dari
masing-masing persendian, mencegah kontraktur/kekakuan pada persendian.
Dengan latihan range of motion (ROM) secara teratur dan lebih sering dengan
langkah-langkah yang benar yaitu dengan menggerakkan sendi-sendi dan juga
otot, maka kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik akan meningkat
secara optimal.
Oleh karena itu pada pasien stroke non hemoragik akan lebih baik agar
melakukan latihan ROM dengan teratur karena telah terbukti bahwa latihan ROM
dengan teratur mampu meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke non
hemoragik.

SIMPULAN
1. Sebelum dilakukan latihan Range Of Motion (ROM), dari 16 responden
sebagian besar 6 responden (37,5%) dengan kekuatan otot lengan pada skala
0, dan sebagian kecil 4 responden (25%) dengan kekuatan otot lengan pada
skala 2. Sebagian besar 9 responden (56,25%) dengan kekuatan otot kaki pada
skala 1, dan sebagian kecil 3 responden (18,75%) dengan kekuatan otot kaki
pada skala 0.
2. Sesudah dilakukan latihan Range Of Motion (ROM), dari 16 responden
sebagian besar 5 responden (31,25%) dengan kekuatan otot lengan pada skala
2, dan sebagian kecil 3 responden (18,75%) dengan kekuatan otot lengan pada
skala 3. Sebagian besar 7 responden (43,75%) dengan kekuatan otot kaki pada
skala 2, dan sebagian kecil 4 responden (25%) dengan kekuatan otot kaki pada
skala 4.
3. Kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe
Saboe Gorontalo sebelum dan sesudah dilakukan latihan ROM berdasarkan
hasil penelitian mengalami perbedaan dan peningkatan yang signifikan.
Analisis uji Wilcoxon Signed Rank Test menunjukan adanya pengaruh latihan
ROM terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD.
Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo, dengan hasil nilai Z hitung > Z tabel
(3,624 > 1,960) dan (3,630 > 1,960) dan nilai signifikan lebih kecil dari taraf
signifikan 5% yakni p value < α (0,05) (0,000 < 0,05) Sehingga dapat
dinyatakan ada pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan
otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe
Gorontalo artinya Ha diterima dan Ho ditolak.

SARAN
1. Untuk Intitusi Pelayanan Keperawatan
Latihan Range Of Motion (ROM) untuk meningkatkan kekuatan otot telah
banyak diteliti, sehingga latihan ROM perlu dilakukan oleh perawat secara
terprogram di setiap institusi pelayanan keperawatan terutama diruang perawatan
pasien stroke sehingga dapat mempercepat pemulihan kekuatan otot pasien.

2. Untuk Institusi Pendidikan Keperawatan


Latihan ROM perlu dimasukan ke dalam kurikulum pendidikan keperawatan
sebagai bagian dari topik rehabilitasi pada pasien stroke dan diberikan kepada
mahasiswa mencakup teori dan praktek di laboratorium keperawatan.
3. Untuk penelitian lebih lanjut
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal dan motivasi untuk
melakukan penelitian lebih lanjut di lingkup keperawatan, baik di isntitusi
pendidikan maupun pelayanan dengan jumlah sampel yang lebih banyak.
b. Kepada peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan untuk terapi latihan ROM
agar dikaji lebih lanjut dengan model analisis ROM aktif dan Pasif, dengan
frekuensi yang lebih sering dan waktu yang lebih lama dalam melakukan
latihan ROM sehingga dapat diketahui peningkatan kekuatan otot yang lebih
baik dan efektif.

DAFTAR PUSTAKA
Ariyanti, D, Ismonah, & Hendrajaya. 2013. Jurnal: Efektivitas Active Asistive
Range Of Motion Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien
Stroke Non Hemoragik.

Asmadi. 2008. Teknik Procedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Cahyati, Yanti. 2011. Tesis: Perbandingan Latihan ROM Unilateral dan Latihan
ROM Bilateral Terhadap Kekuatan Otot Pasien Hemiparese Akibat Stroke
Iskemik Di RSUD Kota Tasikmalaya dan RSUD Kab.Ciamis.

Dikes Provinsi Gorontalo. 2013. Data Pasien Stroke. Gorontalo.

Dourman, Karel. 2013. Wasapada Stroke Usia Muda. Jakarta: Cerdas Sehat.

Fatkhurrohman, Mohammad. 2011. Tesis: Pengaruh Latihan Motor Imagery


Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke Dengan
Hemiparesis Di Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi.

Guyton, & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Hasymi, Yusran. 2013. Pengaruh Latihan ROM Terhadap Kekuatan Otot, Luas
Gerak Sendi, dan Kemampuan Funsional Pasien Stroke Di RSUD. Dr. M.
Yunus Bengkulu.

Jones, Janice, & Fix, Brenda. 2009. Perawatan Kritis. Jakarta: Erlangga.

Koniyo, M.A. 2011. Jurnal: Efektifitas ROM Pasif Dalam Mengatasi Konstipasi
Pada Pasien Stroke Diruang Neuro Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) RSU DR. M.M Dunda Kabupaten Gorontalo.

Lingga, Lanny. 2013. All About Stroke. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Lumbantobing. 2003. Neurologi. Jakarta: Universitas Indonesia.


Luklukaningsih, Zuyina. 2009. Sinopsis Fisioterapi Untuk Terapi Latihan.
Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.

Mahendra, & Rachmawaty, Evi. 2005. Atasi Stroke Dengan Tanaman Obat.
Depok: Swadaya.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media


Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mardjono, Mahar. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.

Mawarti, Herin & Farid. 2012. Jurnal: Pengaruh Latihan ROM Pasif Terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparase.

Medikal Record. 2013. Data Pasien Stroke. Gorontalo: RSUD. Prof. Dr. H. Aloe
Saboe Gorontalo.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Perry, Potter. 2005. Fundamental Keperawaan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Price, Sylvia A, & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Purwanti, R, & Purwaningsih, W. 2013. Jurnal: Pengaruh Latihan ROM aktif


Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Post Operasi Fraktur Humerus di
RSUD. Dr. Moewardi.

Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Smeltzer, Suzanne C, & Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Soeharto, Iman. 2002. Serangan Jantung dan Stroke. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.

Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa KeperawatanI. Jakarta:


Buku Kedokteran EGC.

Tjokronegoro A, & Utama H. 2002. Updates In Neuroemergencies. Jakarta:


FKUI.
Ulliya, Sarah, Soempeno, Bambang, & Kushartanti, Wara. 2007. Jurnal:
Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Fleksibilitas Sendi
Lutut Pada Lansia Di Panti Werda Wening Wardoyo Ungaran.

Waluyo, Srikandi. 2009. 100 Question & Answers Stroke. Jakarta: Elex Media
Komputindo.

Wiarto, Giri. 2013. Anatomi & Fisiologi Sistem Gerak Manusia. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.

Widyawati, I.Y. 2010. Tesis: Pengaruh Latihan Rentang Gerak Sendi Bawah
Secara Aktif (Active Lower Range Of Motion Exercise) Terhadap Tanda
dan Gejala Neuropati Diabetikum Pada Penderita DM Tipe II Di
Persadia Unit RSU Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya.

Wildani, Muhammad, Rosdiana, Ika, & Wirastuti, Ken. 2009. Jurnal : Pengaruh
Fisioterapi Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Penderita Stroke
Non Hemoragik.

Anda mungkin juga menyukai