ARTIKEL
Oleh
ABSTRAK
1
SRI ANGGRIANI DJAFAR, 841410083, JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FIKK UNG, dr.
ZUHRIANA K. YUSUF, M.Kes, DR. H. ROSMIN ILHAM, S.Kep, Ns, MM.
Seiring dengan kemajuan iptek maka akan mempengaruhi gaya hidup dan
menimbulkan berbagai penyakit pada usia produktif. Penyakit stroke semakin
menggejala pada kaum di usia produktif. Akibat pola makan yang tidak sehat
dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat dengan lemak dan
kolesterol tapi rendah serat. Kolesterol dapat menyumbat pembuluh darah yang
pada akhirnya menyebabkan tekanan darah meninggi dan terjadi pecah pembuluh
darah yang disebut stroke (Dourman, 2013).
Menurut WHO (organisasi kesehatan dunia) stroke merupakan pembunuh
nomor 3 setelah penyakit jantung dan kanker. Sebanyak 75% pasien stroke di
Amerika menderita kelumpuhan dan kehilangan pekerjaan. Di Eropa ditemukan
sekitar 650.000 kasus baru stroke setiap tahunnya. Di Inggris stroke menduduki
urutan ke-3 sebagai pembunuh setelah penyakit jantung dan kanker (Waluyo,
2009: 10). Sementara data di Indonesia mortalitas stroke dari survei rumah tangga
adalah 37,3 per 100.000 penduduk (Dourman, 2013).
Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi
gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan
aliran darah oleh karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu diotak,
sehingga menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat- zat
makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu relatif
singkat (Dourman, 2013).
Data yang dirilis oleh Yayasan Stroke Indonesia sungguh membuat kita
khawatir. Dinyatakan bahwa kasus stroke di Indonesia menunjukkan
kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun. Setelah tahun 2000 kasus
stroke yang terdeteksi terus melonjak. Pada tahun 2004, beberapa penelitian di
sejumlah rumah sakit menemukan pasien rawat inap yang disebabkan stroke
berjumlah 23.636 orang. Sedangkan yang rawat jalan atau yang tidak dibawa ke
dokter/rumah sakit tidak diketahui jumlahnya. Diperkirakan sebanyak 28,5 %
penderita stroke meninggal dunia selebihnya menderita lumpuh sebagian atau
total. Hanya 15% yang dapat sembuh total. Sejumlah 15% meninggal secara
langsung atau dalam perawatan di rumah sakit, sedangkan yang bertahan hidup
umumnya tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari maupun mencari nafkah
(Waluyo, 2009).
Di Provinsi Gorontalo, kasus stroke pada tahun 2012 tercatat berjumlah 336
orang, jumlah kematian tercatat sebanyak 115 orang (Dikes Provinsi Gorontalo,
2013). Di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe berdasarkan data dari medical record
jumlah penderita stroke 3 tahun terakhir (2010, 2011, 2012) sebanyak 1.402
orang. Data dari catatan medical record didapatkan jumlah pasien stroke yang
dirawat pada tahun 2010 sebanyak 325 orang terdiri dari stroke non hemoragik
sebanyak 143 orang dan stroke hemoragik sebanyak 182 orang, tahun 2011
pasien stroke yang dirawat sebanyak 507 orang terdiri dari stroke non hemoragik
sebanyak 242 orang dan stroke hemoragik sebanyak 265 orang , tahun 2012
pasien stroke yang dirawat sebanyak 570 orang terdiri dari stroke non hemoragik
353 orang dan stroke hemoragik sebanyak 217 orang (Medikal Record, 2013).
Kelumpuhan adalah cacat paling umum dialami oleh penderita stroke. Stroke
umumnya ditandai dengan cacat pada salah satu sisi tubuh (hemiplegia), jika
dampaknya tidak terlalu parah hanya menyebababkan anggota tubuh tersebut
menjadi tidak bertenaga atau dalam bahasa medis disebut hemiparesis.
Kelumpuhan dapat terjadi diberbagai bagian tubuh, mulai dari wajah, tangan,
kaki, lidah, dan tenggorokan (Lingga, 2013). Kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh menyebabkan pasien malas menggerakkan tubuhnya yang sehat sehingga
persendian akhirnya menjadi kaku. Malas bergerak bukan saja menyulitkan proses
pemulihan anggota gerak namun juga menyebabkan sisi tubuh yang normal
akhirnya ikut cacat. Untuk mencegah hal tersebut, pasien perlu melakukan latihan
fisik secara rutin (Lingga, 2013). Menurut Perry & Potter, 2006 dalam Cahyati
2011, latihan fisik tersebut salah satunya mobilisasi persendian yaitu dengan
latihan range of motion (ROM).
Range of motion (ROM) atau biasa dikenal dengan rentang gerak adalah
latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan
otot, dimana klien menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan
normal baik secara aktif ataupun pasif (Anonimity, 2010 dalam Koniyo, 2011).
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada Januari 2014 di
ruangan G2 RSUD. Prof. Dr. H Aloe Saboe dengan cara wawancara baik dengan
penderita maupun keluarga, didapatkan bahwa mayoritas bahkan hampir semua
pasien stroke non hemoragik mengalami kelemahan pada otot. Dari 12 pasien
stroke yang peneliti temui 10 pasien stroke mengeluh mengalami kelemahan otot.
Sehingga pasien diberikan terapi latihan ROM pasif maupun aktif setiap hari baik
oleh perawat maupun oleh ahli fisioterapi.
Di Rumah Sakit, melakukan terapi latihan ROM pada penderita stroke
merupakan tugas yang penting bagi perawat, mengingat perawat merupakan
tenaga kesehatan yang paling lama dengan penderita. Di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe
Saboe ruangan G2, tindakan latihan ROM sudah dilakukan oleh perawat.
Berdasarkan wawancara dengan salah satu perawat di ruangan G2, bahwa perawat
di ruangan G2 hanya memberikan latihan ROM aktif pada pasien stroke
sedangkan latihan ROM pasif pada pasien stroke dilakukan oleh ahli fisioterapi.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang
“Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) terhadap Kekuatan Otot pada Pasien
Stroke Non Hemoragik di Ruangan G2 RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe
Gorontalo”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain penelitian pra-
eksperimen dengan rancangan one group pretest-postest. Dalam rancangan ini,
kelompok sampel hanya terdiri dalam satu kelompok perlakuan yang kemudian
diberikan pretest menggunakan lembar observasi kekuatan otot dan setelah
perlakuan (dilakukan latihan ROM 1x sehari setiap pagi selama 10 hari) dilakukan
posttest dengan lembar observasi yang sama. Melalui desain penelitian ini akan
dilihat apakah ada pengaruh latihan ROM terhadap kekuatan otot pada pasien
stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien stroke non hemoragik yang
dirawat di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo. Pengambilan sampel pada
penelitian ini dilaksanakan dengan metode purposive sampling yaitu teknik
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang telah dibuat oleh
peneliti. Berdasarkan hasil penelitian di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe
Gorontalo selama 4 minggu masa penelitian didapatkan pasien stroke pada
penelitian ini yang memenuhi kriteria inklusi yang dijadikan sebagai sampel yaitu
sebanyak 16 orang.
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat untuk
mendapatkan gambaran distribusi dan frekuensi tentang kekuatan otot lengan dan
kaki sebelum dan sesudah dilakukan laihan ROM. Analisa bivariat digunakan
untuk melihat pengaruh antara variabel independen (latihan ROM) dan variabel
dependen (kekuatan otot pada penderita stroke non hemoragik). Uji statistik yang
digunakan pada penelitian ini yaitu uji non parametrik Wilcoxon Signed Rank Test
dengan derajat kepercayaan 95% α = 0,05 bermakna apabila p ≤ 0,05.
Penggolongan data menggunakan computer dengan program SPSS.
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
1. Hasil identifikasi kekuatan otot sebelum dilakukan latihan ROM
Tabel 1 Distribusi frekuensi kekuatan otot lengan berdasarkan skala kekuatan otot
sebelum dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo,
Februari 2014 (N=16)
No Skala Frekuensi Presentase (%)
1 0 6 37,5
2 1 6 37,5
3 2 4 25
4 3 0 0
5 4 0 0
6 5 0 0
Total 16 100
Sumber: Data Primer
Tabel 2 Distribusi frekuensi kekuatan otot kaki berdasarkan skala kekuatan otot
sebelum dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo,
Februari 2014 (N=16)
No Skala Frekuensi Presentase (%)
1 0 3 18,75
2 1 9 56,25
3 2 4 25
4 3 0 0
5 4 0 0
6 5 0 0
Total 16 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan kekuatan otot kaki sebelum dilakukan
latihan ROM. Dari tabel tersebut didapatkan bahwa dari 16 responden pada
penelitian ini, sebagian besar responden dengan skala kekuatan otot 1, yaitu
sebanyak 9 responden (56,25%), dan sebagian kecil dengan skala kekuatan otot 0
yaitu sebanyak 3 responden (18,75%).
Tabel 3 Distribusi frekuensi kekuatan otot lengan berdasarkan skala kekuatan otot
sesudah dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo,
Februari 2014 (N=16)
No Skala Frekuensi Presentase (%)
1 0 0 0
2 1 4 25
3 2 5 31,25
4 3 3 18,75
5 4 4 25
6 5 0 0
Total 16 100
Sumber: Data Primer
Tabel 4 Distribusi frekuensi kekuatan otot kaki berdasarkan skala kekuatan otot
sesudah dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo,
Februari 2014 (N=16)
No Skala Frekuensi Presentase (%)
1 0 0 0
2 1 0 0
3 2 7 43,75
4 3 5 31,25
5 4 4 25
6 5 0 0
Total 16 100
Sumber: Data Primer
Tabel 5 Perbandingan skala kekuatan otot lengan pasien stroke non hemoragik
sebelum dan sesudah dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe
Gorontalo, Februari 2014 (N=16)
Perlakuan Skala kekuatan otot 0-5
(Latihan 0 1 2 3 4 5
ROM)
Sebelum 6 6 4 0 0 0
Setelah 0 4 5 3 4 0
Sumber: Data Primer
Tabel 6 Perbandingan skala kekuatan otot kaki pasien stroke non hemoragik
sebelum dan sesudah dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe
Gorontalo, Februari 2014 (N=16)
Perlakuan Skala kekuatan otot 0-5
(Latihan 0 1 2 3 4 5
ROM)
Sebelum 3 9 4 0 0 0
Setelah 0 0 7 5 4 0
Sumber: Data Primer
2. Analisis Bivariat
Tabel 7 Distribusi Hasil Uji Wilcoxon Matched Paired Test Pengaruh Latihan
ROM Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik di RSUD.
Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo, Februari 2014 (N=16)
Variabel Mean Rank Sum of Rank Zhitung p value
Kekuatan otot lengan
Sebelum latihan ROM- 8,50 136,00 3,624 0,000
Sesudah latihan ROM
Kekuatan otot kaki
Sebelum latihan ROM- 8,50 136,00 3,630 0,000
Sesudah latihan ROM
Sumber: Data primer
Tabel 7 menunjukkan hasil uji Wilcoxon Signed Rank Test. Tabel tersebut
menyajikan informasi Z hitung dan nilai signifikansi. Berdasarkan hasil pada tabel
diatas nilai Z hitung pada kekuatan otot lengan sebesar 3,624 dan kekuatan otot
kaki sebesar 3,630 sedangkan Z tabel pada taraf signifikansi 5% sebesar 1,960.
Nilai signifikan sebesar 0,000 sedangkan taraf signifikansi 5% sebesar 0,05. Dari
pengujian tersebut didapatkan nilai Z hitung > Z tabel (3,624 > 1,960) dan (3,630
> 1,960), dan nilai signifikan lebih kecil dari taraf signifikan 5% (0,05) yakni p
value < α (0,05) (0,000 < 0,05) maka dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh
yang positif pemberian latihan ROM terhadap kekuatan otot pada pasien stroke
non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo.
PEMBAHASAN
1. Analisis identifikasi kekuatan otot sebelum dilakukan latihan Range Of Motion
(ROM) pada pasien stroke non hemoragik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat pretest, semua pasien stroke
non hemoragik sejumlah 16 orang (100%) yang dijadikan responden sesuai
kriteria mengalami penurunan kekuatan otot/mengalami kelemahan otot
(hemiparase). Hal ini sesuai dengan konsep yang ada yang menyatakan bahwa
pasien stroke dapat mengalami hemiparase, yang salah satunya ditandai oleh
menurunnya kemampuan motorik pasien stroke yang dapat diidentifikasi dari
menurunnya kekuatan otot pasien.
Menurut Guyton & Hall (2008), pada penderita stroke menyebabkan gangguan
aktifitas, salah satunya diakibatkan oleh menurunnya kekuatan otot ekstremitas
sebagai akibat dari adanya lesi di korteks motorik. Hal ini juga didukung oleh
Junaidi (2006) bahwa serangan stroke dapat menyebabkan kelemahan dan
kelumpuhan pada salah satu atau bahkan kedua sisi bagian tubuh pasien.
Kelemahan ini bisa menimbulkan kesulitan saat berjalan dan beraktivitas. Hal ini
mengharuskan pasien immobilisasi. Padahal dengan imobilisasi tersebut, pasien
akan kehilangan kekuatan otot. Hal ini juga didukung oleh Rydwik (2005) dalam
Fatkhurohmman (2011) bahwa ditemukan 70-80% pasien yang terkena serangan
stroke mengalami hemiparesis.
Unsur patofisiologis yang utama pada stroke adalah terdapatnya defisit motorik
berupa hemiparase atau hemiplegia yang dapat mengakibatkan kondisi imobilitas.
Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan otot yang dapat
mengakibatkan ketidakmampuan pada otot ekstremitas secara umum, penurunan
fleksibilitas dan kekakuan sendi yang dapat mengakibatkan kontraktur sehingga
pada akhirnya pasien akan mengalami keterbatasan/disability terutama dalam
melakukan activities of daily living (ADL) (Lewis 2007 dalam Cahyati 2011).
SIMPULAN
1. Sebelum dilakukan latihan Range Of Motion (ROM), dari 16 responden
sebagian besar 6 responden (37,5%) dengan kekuatan otot lengan pada skala
0, dan sebagian kecil 4 responden (25%) dengan kekuatan otot lengan pada
skala 2. Sebagian besar 9 responden (56,25%) dengan kekuatan otot kaki pada
skala 1, dan sebagian kecil 3 responden (18,75%) dengan kekuatan otot kaki
pada skala 0.
2. Sesudah dilakukan latihan Range Of Motion (ROM), dari 16 responden
sebagian besar 5 responden (31,25%) dengan kekuatan otot lengan pada skala
2, dan sebagian kecil 3 responden (18,75%) dengan kekuatan otot lengan pada
skala 3. Sebagian besar 7 responden (43,75%) dengan kekuatan otot kaki pada
skala 2, dan sebagian kecil 4 responden (25%) dengan kekuatan otot kaki pada
skala 4.
3. Kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe
Saboe Gorontalo sebelum dan sesudah dilakukan latihan ROM berdasarkan
hasil penelitian mengalami perbedaan dan peningkatan yang signifikan.
Analisis uji Wilcoxon Signed Rank Test menunjukan adanya pengaruh latihan
ROM terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD.
Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo, dengan hasil nilai Z hitung > Z tabel
(3,624 > 1,960) dan (3,630 > 1,960) dan nilai signifikan lebih kecil dari taraf
signifikan 5% yakni p value < α (0,05) (0,000 < 0,05) Sehingga dapat
dinyatakan ada pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan
otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe
Gorontalo artinya Ha diterima dan Ho ditolak.
SARAN
1. Untuk Intitusi Pelayanan Keperawatan
Latihan Range Of Motion (ROM) untuk meningkatkan kekuatan otot telah
banyak diteliti, sehingga latihan ROM perlu dilakukan oleh perawat secara
terprogram di setiap institusi pelayanan keperawatan terutama diruang perawatan
pasien stroke sehingga dapat mempercepat pemulihan kekuatan otot pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanti, D, Ismonah, & Hendrajaya. 2013. Jurnal: Efektivitas Active Asistive
Range Of Motion Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien
Stroke Non Hemoragik.
Cahyati, Yanti. 2011. Tesis: Perbandingan Latihan ROM Unilateral dan Latihan
ROM Bilateral Terhadap Kekuatan Otot Pasien Hemiparese Akibat Stroke
Iskemik Di RSUD Kota Tasikmalaya dan RSUD Kab.Ciamis.
Dourman, Karel. 2013. Wasapada Stroke Usia Muda. Jakarta: Cerdas Sehat.
Guyton, & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hasymi, Yusran. 2013. Pengaruh Latihan ROM Terhadap Kekuatan Otot, Luas
Gerak Sendi, dan Kemampuan Funsional Pasien Stroke Di RSUD. Dr. M.
Yunus Bengkulu.
Jones, Janice, & Fix, Brenda. 2009. Perawatan Kritis. Jakarta: Erlangga.
Koniyo, M.A. 2011. Jurnal: Efektifitas ROM Pasif Dalam Mengatasi Konstipasi
Pada Pasien Stroke Diruang Neuro Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) RSU DR. M.M Dunda Kabupaten Gorontalo.
Lingga, Lanny. 2013. All About Stroke. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Mahendra, & Rachmawaty, Evi. 2005. Atasi Stroke Dengan Tanaman Obat.
Depok: Swadaya.
Mawarti, Herin & Farid. 2012. Jurnal: Pengaruh Latihan ROM Pasif Terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparase.
Medikal Record. 2013. Data Pasien Stroke. Gorontalo: RSUD. Prof. Dr. H. Aloe
Saboe Gorontalo.
Price, Sylvia A, & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Waluyo, Srikandi. 2009. 100 Question & Answers Stroke. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Wiarto, Giri. 2013. Anatomi & Fisiologi Sistem Gerak Manusia. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Widyawati, I.Y. 2010. Tesis: Pengaruh Latihan Rentang Gerak Sendi Bawah
Secara Aktif (Active Lower Range Of Motion Exercise) Terhadap Tanda
dan Gejala Neuropati Diabetikum Pada Penderita DM Tipe II Di
Persadia Unit RSU Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya.
Wildani, Muhammad, Rosdiana, Ika, & Wirastuti, Ken. 2009. Jurnal : Pengaruh
Fisioterapi Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Penderita Stroke
Non Hemoragik.