Anda di halaman 1dari 14

BULETIN

BULETIN
PALAWIJA
PALAWIJA
VOL. V
15OLN
. 15
O. 2:
NO87–100
. 2, OKTOBER
(OKTOBER
20172017)

Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada Tanaman Kedelai


Application of Integrated Pest Management (IPM) on Soybean

Sri Wahyuni Indiati dan Marwoto


Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi
Jalan Raya Kendalpayak Km. 8 Malang Kotak Pos 66 Malang 65101
Email: swindiati@yahoo.com

NASKAH DITERIMA 22 MARET 2017; DISETUJUI UNTUK DITERBITKAN 30 DESEMBER 2017

ABSTRAK
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) memberi ruang issued Presidential Instruction No. 3 of 1986 which be-
dan hak kehidupan bagi semua komponen biota ekologi came a milestone in the IPM in Indonesia regarding the
tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan pada tanaman ban of the use of 57 formulations of pesticides to control
yang dibudidayakan. Sasaran pengendalian hama pests of rice. The next development is the issuing of Act
terpadu adalah mengurangi penggunaan pestisida kimia No. 12 of 1992 on plant cultivation system which states
dengan memadukan berbagai komponen teknik that the plant protection is implemented by a system of
pengendalian hayati dan aplikasi kimiawi jika teknik IPM. Pest control in soybean crop is still concentrated in
pengendalian lain tidak mampu menekan populasi the use of chemical pesticides, while the other control
hama. Pada tahun 1986 Pemerintah mengeluarkan techniques are still not implemented yet. The excessive
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 yang menjadi use of chemical pesticides affects the appearing of the
tonggak sejarah PHT di Indonesia,yaitu tentang larangan target pest resistance, and agricultural environmental
penggunaan 57 formulasi pestisida kimia untuk tanaman pollution. As of that the application of IPM needs to be
padi. Perkembangan selanjutnya adalah UU No 12 Tahun done. IPM of soybean crop is a management technique
1992 tentang sistem budidaya tanaman yang of the balance of agricultural environment through eco-
menyatakan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan logical balance and economic efficiency in the frame of
dengan sistem PHT. Pengendalian hama pada tanaman management of environmentally sustainable ecosystem.
kedelai hingga kini masih bertumpu pada penggunaan The strategy of IPM is to synergize all of the techniques
pestisida kimia, sedangkan cara pengendalian yang lain or methods to control the compatible pests and diseases
masih belum banyak dilakukan. Penggunaan pestisida that based on the principles of ecology and economics.
kimia secara berlebihan berdampak pada timbulnya The operational principle used in IPM is (1) cultivation
resistensi hama sasaran, dan pencemaran lingkungan of healthy plants, (2) balancing environmental ecobiota
pertanian, sehingga PHT perlu dilakukan. PHT pada component, (3) preservation of natural enemies, (4) in-
tanaman kedelai merupakan teknik pengelolaan tegrated ecosystem monitoring, (5) realizing active farm-
keseimbangan lingkungan pertanian melalui ekologi dan ers as IPM experts.
efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan ekosistem
Keywords: IPM, Pest, Soybeans
yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Strategi
PHT adalah mensinergikan semua teknik atau metode
pengendalian hama dan penyakit yang kompatibel PENDAHULUAN
didasarkan pada asas ekologi dan ekonomi. Prinsip
operasional yang digunakan dalam PHT adalah (1)
Salah satu ancaman dalam upaya peningkatan
budidaya tanaman sehat, (2) penyeimbangan komponen produksi kedelai adalah serangan hama. Di
ekobiota lingkungan, (3) pelestarian musuh alami, (4) Indonesia telah teridentifikasi 266 jenis serangga yang
pemantauan ekosistem secara terpadu, dan (5) berasosiasi dengan tanaman kedelai yang terdiri dari
mewujudkan petani aktif sebagai ahli PHT. 111 jenis serangga hama, 53 jenis serangga yang
Kata Kunci : PHT, hama, kedelai berstatus kurang penting, 61 jenis serangga predator
dan 41 jenis serangga parasit (Okada et al. 1988).
Diantara 111 jenis serangga hama tersebut, tercatat
ABSTRACT
50 jenis hama perusak daun, namun yang berstatus
Integrated Pest Management (IPM) provides space hama penting hanya 9 jenis. Kehilangan hasil kedelai
and life right for all components of ecological biota without akibat serangan hama dapat mencapai 80%, bahkan
causing the occurrence of damage to the cultivated crops. pada kerusakan berat dapat menyebabkan puso.
The goal of integrated pest management is to reduce
the use of chemical pesticides by combining various Usaha pengendalian yang dilakukan terhadap
components of biological control and chemical appli- serangan hama masih bertumpu pada aplikasi
cation if the other management technique is not able pestisida kimia. Di mancanegara banyak insektisida
to reduce the pest population. In 1986 the government telah digunakan untuk mengendalikan hama kutu kebul

87
INDIATI DAN MARWOTO : PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA TANAMAN KEDELAI

(Bemisia tabaci) dengan Acetamiprid (Zabel et al., tertentu untuk mempengaruhi sifat serangga hama,
2001, Luo et al., 2010), Buprofezin, Diafenthiuron (7) pengendalian secara genetik, dan (8) penggunaan
(Gerling and Naranjo, 1998) dan Karbosulfan pestisida kimia.
(Manzano et al., 2003). Namun demikian pengendalian
menggunakan insektisida-insektisida tersebut belum PENGENDALIAN HAMA KEDELAI DI
mampu menekan Bemisia tabaci secara efektif, TINGKAT PETANI
demikian pula insektisida berbahan aktif imidacloprid,
thiamethoxam, pyriproxyfen, buprofezin, pyridaben Pola pengendalian hama di tingkat petani secara
dan pymetrozin dilaporkan juga belum mampu evolusi dalam hubungannya dengan budidaya
mengendalikan hama B. tabaci bahkan insektisida- tanaman pada umumnya melalui beberapa tahapan
insektisida tersebut dilaporkan telah menimbulkan (Untung 2006).
resitensi (Palumbo et al. 2001; Fernandez et al. 2009; Tahapan permulaan, sebagian besar petani
Luo et al. 2010). Di Indonesia, Setiawati et al. (2007) mengusahakan lahan pertaniannya untuk memenuhi
melaporkan bahwa Teflubenzuron 50 EC, Permetrin kebutuhan sendiri. Pada tahapan ini petani tidak
25 EC, Imidakloprid 200 SL, dan Metidation 25 WP menggunakan masukan produksi seperti pupuk dan
merupakan jenis bahan aktif insektisida yang terefektif pestisida kimia, sehingga produktivitasnya masih
untuk B. tabaci dan selektif terhadap predator M. rendah. Cara pengendalian hama yang biasa di-
sexmaculatus dengan nilai selectivity ratio (SR) <1. lakukan pada saat itu dengan cara mekanik, fisik
Sedangkan jenis insektisida dengan bahan aktif atau bercocok tanam. Pada tanaman kedelai tahapan
Tiametoksan 25 WG dan Sipermetrin + Klorpirifos ini berlaku hingga akhir tahun 1960 an.
500/50 EC tidak selektif dan membahayakan predator
Tahap berikutnya adalah “budidaya secara
Menochilus sexmaculatus dengan nilai SR >1.
intensif ”, pada tahap ini usaha tani telah ber-
Gagasan untuk mengurangi dan membatasi peng- kembang, lahan menjadi luas dengan tujuan mem-
gunaan pestisida kimia dalam upaya pengendalian peroleh tingkat produktivitas tinggi. Hasil pertanian
hama supaya dapat mengurangi dampak samping dipasarkan di dalam atau luar negeri. Perubahan
yang merugikan telah lama dibahas oleh pakar-pakar tujuan dari tahapan permulaan ke tahapan intensif
dunia demikian pula di Indonesia. Konsep pengendalian mengakibatkan penggunaan teknologi modern
hama secara terpadu (Integrated Pest Control =IPM) semakin intensif termasuk penggunaan pupuk dan
pertama dikemukakan oleh Stern et al. (1959) yaitu pestisida kimia. Pada tahapan ini petani memperoleh
pengendalian dengan sistem kombinasi rasional antara peningkatan produksi yang nyata. Kenyataan ini
penggunaan pestisida kimia dan pengendalian alami semakin mendorong peningkatan penggunaan
serta cara pengendalian yang lain untuk pestisida dan masukan produksi lainnya.
mengendalikan populasi hama. Empat elemen dasar
Tahapan kritis, setelah beberapa waktu petani
dalam IPM yang dikemukakan Stern et al. (1959)
berada pada tahap eksploitasi, semakin dirasakan
yaitu:,(1) penentuan ambang kendali untuk menentu-
bahwa untuk memperoleh hasil pengendalian yang
kan saat perlunya dilakukan tindakan pengendalian
sama diperlukan penggunaan pestisida kimia yang
(2) sampling untuk menentukan titik kritis tanaman
semakin sering dengan dosis yang terus meningkat.
atau stadium pertumbuhan hama (3) pemahaman
Biaya pengendalian hama semakin meningkat dan
tentang kemampuan pengendalian alami yang ada
keuntungan yang diperoleh semakin menurun.
dan (4) penggunaan jenis insektisida yang selektif dan
Kondisi ini disebut tahap kritis.
cara aplikasinya. Konsep yang sama di Indonesia
dikenal sebagai PHT (Oka 2005), dengan sasaran Tahapan kritis yang berkelanjutan akan memasuki
mengurangi penggunaan pestisida kimia yang tahap yang tidak diinginkan yaitu tahapan bencana.
dipadukan dengan komponen pengendalian lainnya. Pada tahapan ini pengendalian hama dengan
Dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem pestisida sudah tidak lagi mendatangkan keuntung-
Budidaya Tanaman, PHT memperoleh dukungan yang an. Biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian
kuat. Strategi pengendalian hama yang dapat hama untuk membeli pestisida semakin meningkat,
digunakan dalam PHT yaitu: (1) mengusahakan tetapi serangan hama tidak semakin berkurang
pertumbuhan tanaman sehat, (2) pengendalian hayati, bahkan terus meningkat. Petani berusaha me-
(3) penggunaan varietas tahan, (4) pengendalian ningkatkan frekuensi dan dosis penyemprotan. Pada
secara mekanik, (5) pengendalian secara fisik, (6), daerah yang petaninya mempunyai kemampuan
pengendalian dengan menggunakan senyawa kimia modal yang cukup, hampir 90% petani mengguna-
semio (semiochemicals) yaitu dengan memanfaatkan kan insektisida kimia sebagai alat utama untuk
senyawa kimia alami yang dihasilkan oleh organisme mengendalikan hama. Di beberapa daerah ada yang

88
BULETIN PALAWIJA VOL. 15 NO. 2, OKTOBER 2017

sangat intensif menggunakan insektisida dengan dosis bahwa petani di Jawa Timur menggunakan insektisida
dan frekuensi tinggi dan ada pula yang kurang atau dengan dosis dan konsentrasi yang lebih rendah dari
di bawah dosis yang dianjurkan. Kedua cara tersebut seharusnya (Marwoto et al., 1991). Konsentrasi
berdampak negatif, selanjutnya hama tidak dapat anjuran penggunaan insektisida untuk mengendalikan
terkendali dengan baik karena timbulnya masalah hama berkisar 2–4 ml/l air tergantung dari macam
resistensi pada hama sasaran dan resurgensi kandungan bahan aktif pestisida. Kenyataannya
(Marwoto 2009). Tindakan yang dapat dibenarkan banyak petani yang menggunakan konsentrasi kurang
dalam usaha pengelolaan hama terpadu adalah dari 2 ml/l air, walaupun sebagian telah menggunakan
tindakan pengendalian hama dengan pestisida kimia konsentrasi yang benar (Tabel 1). Petani tidak
berdasarkan ada tidaknya hama atau berdasarkan memenuhi anjuran penggunaan konsentrasi pestisida
ambang kendali. Tindakan pencegahan akan mem- dan volume semprot air/hektar. Petani menggunakan
boroskan penggunaan pestisida kimia yang harganya volume semprot rata-rata antara 15–20 tangki per
mahal, sedangkan tindakan pengendalian berdasar- hektar atau 225–300 l/ha, sedang volume semprot
kan gejala kerusakan yang terjadi sering terlambat anjuran berkisar 400–500 l/ha. Pemakaian dosis yang
sehingga populasi hama sukar dikendalikan. rendah ini menyebabkan pengendalian hama tidak
Beberapa masalah yang menyebabkan petani gagal efektif dan masalah hama kedelai tidak dapat
menanggulangi hama, diantaranya adalah: terselesaikan.
a) Lemah dalam identifikasi hama dan gejala d)Pelaksanaan tindakan pengendalian hama
serangan. Pada umumnya petani hanya mengenal secara bijaksana. Untuk melakukan tin-dakan
jenis hama yang sedang makan/merusak tanaman saja. pengendalian hama secara bijaksana diperlukan
Tidak semua fase pertumbuhan hama makan/merusak pengetahuan tentang jenis dan perilaku hama yang
tanaman. Contoh serangga hama dari Ordo menyerang tanaman. Kebanyakan petani hanya
Lepidoptera yang berstatus sebagai hama tanaman mengenal jenis hama pada saat stadia merusak
hanya larvanya saja, sedangkan ngengat/kupu-kupu, tanaman, sedang “hama” pada stadia tidak aktif
kepompong, kelompok telur tidak makan/merusak merusak tanaman, belum banyak diketahui. Informasi
tanaman. Pengetahuan perubahan bentuk serangga bioekologi hama dan musuh alami pada umumnya
(metamorfosis) belum di ketahui petani. Lemahnya belum diketahui oleh petani. Dibandingkan pada
identifikasi dan sistem pemantauan menyebabkan tanaman, informasi tentang bioekologi hama tanaman
waktu dan tindakan pengendalian tidak tepat. Di kedelai masih sangat kurang karena SLPHT palawija
samping itu petani juga belum dapat membedakan baru diawali sekitar tahun 1990 an. Informasi
antara hama dan musuh alami (predator, parasitoid, bioekologi hama sangat penting untuk proses
dan patogen serangga). monitoring dan pengambilan keputusan dalam
tindakan pengendalian hama.
b) Tindakan pengendalian yang terlambat. Akibat
lemahnya identifikasi hama dan pengenalan gejala
kerusakan, menyebabkan tindakan pengendalian yang TUNTUTAN TERHADAP PENGENDALIAN
terlambat. Hasil survei menunjukkan bahwa petani HAMA TERPADU (PHT)
kedelai yang memiliki alat semprot sendiri hanya Secara politik dan hukum PHT merupakan satu-
berkisar 10-15% saja, sedang yang lain bergantung satunya kebijakan Pemerintah Indonesia dalam
dari peminjaman atau sewa. Keterbatasan pemilikan kegiatan perlindungan tanaman seperti tertera pada
alat semprot ini sering menyebabkan keterlambatan UU No 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya
petani dalam melakukan tindakan pengendalian hama tanaman. Dalam era globalisasi ekonomi, PHT
kedelai karena pada saat dibutuhkan tindakan memperoleh dukungan kuat dari komunikas
pengendalian, alat semprot tidak tersedia (Marwoto internasional dan pasar global. Namun pe-
et al. 1991). Populasi hama yang tinggi dan larva/ masyarakatan PHT di Indonesia dirasakan masih
nimfa sudah mencapai umur yang lebih lanjut akan kurang, masih banyak pihak ketiga terkait yang belum
lebih tahan terhadap pestisida. Hasil penelitian Laba memahami alasan penerapan pengendalian hama
dan Soekarna (1986) menunjukkan bahwa ulat grayak terpadu (PHT). Banyak faktor internal dan eksternal
pada instar lima tahan terhadap aplikasi insektisida yang menjadi pendorong penerapan PHT secara
atau tingkat kematian ulat hanya 40-50%. nasional terutama dalam rangka menerapkan prinsip
c) Aplikasi insektisida yang kurang tepat. Teknik dan program pembangunan nasional berkelanjutan
aplikasi insektisida di tingkat petani sering tidak tepat yang berwawasan lingkungan. Beberapa alasan yang
sasaran. Dosis pestisida yang digunakan pada mendorong penerapan PHT, diantaranya adalah:
umumnya terlalu rendah. Hasil survei menyatakan

89
INDIATI DAN MARWOTO : PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA TANAMAN KEDELAI

Tabel 1. Penggunaan konsentrasi insektisida untuk kita. Residu pestisida telah dapat di deteksi di dalam
mengendalikan hama kedelai di daerah tanah, air minum, air sungai, air sumur, udara.
sentra kedelai di Jawa Timur
Residu juga ditemukan di makanan yang sehari-
hari kita konsumsi seperti sayuran dan buah-buahan.
Konsentrasi Jumlah petani (%)
Joni Munarso et al. (2009) melaporkan bahwa bahan
ml/l air Ponorogo Pasuruan Lumajang
aktif endosulfan dominan ditemukan pada contoh
< 2 (rendah) 20 70 53 kubis baik yang berasal dari Malang maupun
2 – 4 (cukup) 67 27 12 Cianjur, dengan kandungan residu pestisida tertinggi
>4 (berlebihan) 5 3 6 7,4 ppb yang dianalisis dari contoh yang diambil
Sumber : Marwoto et al. (1999) dari petani di Cianjur. Residu lain yang terdeteksi
antara lain pestisida yang mengandung bahan aktif
Kegagalan pemberantasan hama klorpirifos, metidation, malation, dan karbaril.
konvensional. Contoh wortel yang dianalisis menunjukkan bahwa
bahan aktif endosulfan juga dominan pada contoh
Sampai saat ini masih banyak petani dan wortel baik yang diambil dari Malang maupun
masyarakat yang mengartikan penegendalian hama Cianjur dengan kadar tertinggi 10,6 ppb. Sedangkan
sama dengan penggunaan pestisida kimia. Pestisida bahan aktif lain yang terdeteksi antara lain klorpirfos,
seolah-olah merupakan alat satu-satunya untuk metidation, dan karbofuran. Pada sampel tomat
mengendalikan hama dan berhasil menekan menunjukkan bahwa bahan aktif profenofos
populasi hama. Kekhawatiran akan datangnya dominan digunakan di dua lokasi pengambilan
serangan hama mendorong petani melakukan sampel (Malang dan Cianjur). Residu profenofos
tindakan pencegahan dengan penyemprotan pes- yang terdeteksi dengan kadar tertinggi 7,9 ppb yang
tisida secara berjadwal. Namun karena pemanfaat- dideteksi pada sampel tomat yang diperoleh dari
an pestisida secara terus menerus tanpa dilandasi petani Cianjur. Residu metidation dan karbofuran
pengetahuan cara aplikasi (dosis, konsentrasi), bahan juga terdeteksi pada sampel tomat dari dua lokasi
aktif, efek samping terhadap hama, musuh alami pengambilan sampel. Residu pestisida yang diamati
dan lingkungan akhirnya menjadi petaka, hama pada komoditas kubis, wortel, dan tomat yang
menjadi resisten, populasi hama semakin me- diperoleh dari Malang dan Cianjur masih berada
ningkat, timbulnya hama sekunder (resurgensi), pada nilai di bawah ambang batas yang dipersyarat-
terbunuhnya musuh alami, pencemaran terhadap kan. Beberapa bahan aktif golongan organoposfat,
lingkungan. Praktek pengendalian hama yang ditemukan pada biji kering kedelai dari Kabupaten
tergantung pada pestisida kimia disebut pem- Bantul DIY. Residu pestisida organoposfat ditemukan
berantasan hama konvensional. Istilah pemberantas- dengan bahan aktif diazinon, malation dan
an hama atau pembasmian hama masih lazim profenofos pada berbagai konsentrasi. Berdasarkan
digunakan oleh masyarakat petani. Hal ini me- SNI 7313: 2008, dalam biji kering kedelai ditemukan
nunjukkan bahwa PHT masih belum banyak dikenal. bahan aktif malation yang masih di bawah ambang
Petani berkeinginan membasmi seluruh populasi di batas. Profenofos ditemukan dalam biji kering kedelai
pertanaman dengan pestisida. Pemberantasan hama dengan nilai yang sudah berada di atas ambang
konvensional tersebut ternyata tidak efektif dan batas menurut SNI 7313: 2008. (Anshori et al.
efisien dalam mengendalikan hama sasaran dan juga 2016). Namun sebaliknya, kandungan residu pes-
menimbulkan risiko besar bagi kesehatan dan tisida klorpirifos, sipermetrin, dan lamda sihalotrin
lingkungan hidup. yang biasa disemprotkan petani kedelai Desa
Dampak negatif terhadap lingkungan Sukorejo Kecamatan Bangsalsari, Jember tidak
terdeteksi pada sampel tanah yang biasa ditanami
Pestisida kimia sebagai bahan beracun termasuk kedelai (Kurniawan, 2014). Meskipun beberapa
bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan kadar residu pestisida yang ditemukan masih dibawah
dan kesehatan masyarakat. Oleh karena sifatnya batas maksimum residu, temuan-temuan tersebut
yang beracun serta relatif persisten di lingkungan, merupakan indikasi bahwa penggunaan pestisida
residu pestisida yang ditinggalkan dapat menjadi perlu di batasi.
masalah. Berdasarkan hasil monitoring residu yang
Kesadaran masyarakat nasional dan global akan
dilaksanakan oleh para peneliti dari laboratorium
perlunya perlindungan terhadap kesehatan manusia
lembaga-lembaga penelitian dan direktorat me-
dan lingkungan hidup semakin mendorong pe-
nunjukkan bahwa saat ini residu pestisida hampir
nerapan dan pengembangan PHT, Dengan
ditemukan di setiap tempat di lingkungan sekitar
penerapan PHT penggunaan pestisida kimia dapat
ditekan serendah-rendahnya.

90
BULETIN PALAWIJA VOL. 15 NO. 2, OKTOBER 2017

Kebijakan Pemerintah baik yang terjadi di dalam maupun yang terjadi di


luar ekosistem. Dengan mempelajari struktur ekosistem
Pemerintah telah menetapkan PHT sebagai seperti komposisi jenis-jenis tanaman, hama, musuh
kebijakan dasar bagi setiap program perlindungan alami, dan kelompok biotik lainnya, serta interaksi
tanaman. Kebijakan ini telah menjadi program dinamis antar komponen biotik, dapat ditetapkan
pemerintah sejak PELITA III sampai sekarang. Dasar strategi pengelolaan yang mampu mempertahakan
hukum penerapan dan pengembangan PHT di populasi hama pada suatu aras yang tidak merugikan.
Indonesia adalah Instruksi Presiden no 3 Tahun 1986 Contohnya tanam varietas sejenis secara terus
dan UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya menerus.
Tanaman serta peraturan No 6 Tahun 1995 tentang
perlindungan tanaman. Oleh karena itu kebijakan Budidaya tanaman sehat
pemerintah tentang PHT harus diikuti dan diterapkan
oleh semua petani dan pengusaha pertanian di Tanaman yang sehat dan kuat serta lingkungan
Indonesia. yang bersih menjadi bagian yang penting dalam
program pengendalian hama. Tanaman yang sehat
Peningkatan daya saing memperoleh cukup hara, pengairan, bebas gulma,
waktu tanam yang tepat dan bersamaan adalah dasar
Dalam era globalisasi lingkungan saat ini, para bagi pencapaian hasil produksi yang tinggi. Tanaman
konsumen hijau dan hasil produk pertanian organik yang sehat dapat mengatasi kerusakan daun karena
semakin menguasai pasar global maupun domestik. serangan hama dengan membentuk daun atau
Konsumen hijau adalah konsumen produk pertanian cabang atau dengan pertumbuhan yang lebih kokoh
yang menghendaki produk pangan yang aman bagi dari cabang yang tidak rusak. Penerapan PHT di
kesehatan dan lingkungan termasuk bebas dari setiap usaha budidaya tanaman dimulai dari
residu pestisida kimia. Konsumen hijau akan berani pemilihan varietas, pengelolaan tanah, penyiapan
membeli produk yang diinginkan dengan harga yang benih, penanaman, pemeliharaan sampai ke pe-
jauh lebih tinggi daripada produk-produk non PHT. nanganan pasca panen perlu dikelola secara tepat
Dengan demikian petani yang menerapkan PHT sehingga diperoleh pertanaman sehat, kuat dan
mampu menghasilkan produk-produk PHT yang produktif
memilikki daya saing dalam hal kualitas produk serta
keamanan bagi kesehatan dan lingkungan di Pelestarian dan pendayagunaan
bandingkan dengan petani yang tidak menerapkan musuh alami
PHT. Petani dapat memilikki nilai tambah dari
produk-produk PHT yang meraka hasilkan. Adanya pembelajaran mengenai struktur
ekosistem yang meliputi komposisi jenis tanaman,
Prinsip Dasar PHT hama, musuh alami, dan kelompok biotik yang lain
serta interaksi dinamik antar komponen biotik maka
Penerapan pengendalian hama melalui
dapat ditetapkan strategi pengelolaan yang mampu
pendekatan PHT terus berkembang hingga saat ini
mempertahankan populasi hama pada tingkat yang
karena dilandasi dari kenyataan yang ada dan
tidak merugikan. Petani akan memperoleh ke-
keberhasilan penerapan PHT untuk mengendalikan
untungan yang maksimal dengan berusaha untuk
hama, dan oleh karena itu pengertian prinsip dasar
meningkatkan produksi dan menekan biaya
penerapan PHT harus dipahami.
pengendalian dengan cara melakukan pengendalian
Pemahaman Agroekosistem Pertanian hama apabila populasi musuh alami lebih rendah
bila dibandingkan populasi hama. Adanya sedikit
Agroekosistem budidaya tanaman pertanian populasi hama di tanaman yang merupakan
merupakan salah satu bentuk ekosistem buatan makanan/mangsa bagi musuh alami sehingga
manusia yang ditujukan untuk memperoleh keberadaan musuh alami dapat dipertahankan
produksi pertanian dengan kualitas dan kuantitas untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Pada
tertentu. Agroekosistem buatan manusia pada pertanaman kedelai, beberapa jenis musuh alam
umumnya mempunyai keaneragaman biotik dan seperti laba laba, kumbang kubah, Paederus sp yang
genetik yang rendah dan cenderung semakin seragam. merupakan penentu keseimbangan populasi hama
Keadaan demikian merupakan ekosistem yang tidak kedelai harus diberi peluang untuk berfungsi
stabil dan rawan terhadap peningkatan populasi semaksimal mungkin agar mampu menekan
spesies hama. Agroekosistem merupakan sistem yang populasi hama kedelai pada aras keseimbangan
dinamik bervariasi dari satu waktu ke waktu lainnya populasi yang aman.
dan dari satu tempat ke tempat lainnya. Ekosistem
pertanian sangat peka terhadap berbagai perubahan

91
INDIATI DAN MARWOTO : PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA TANAMAN KEDELAI

Pemantauan lahan secara rutin KOMPONEN PHT PADA TANAMAN


KEDELAI
Masalah hama timbul karena kombinasi faktor-
faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan Supaya PHT dapat diterapkan dengan baik, selain
populasinya. Pemantauan terhadap perkembangan informasi mengenai agroekosistem setempat juga
populasi hama, peranan musuh alami, iklim dan perlu dilandasi oleh pengetahuan mengenai
lingkungan harus dilakukan untuk mengetahui komponen-komponen PHT yang dapat dipadukan
keadaan ekosistem lahan yang selalu berubah dan untuk mendapatkan hasil pengendalian yang optimal
berkembang. Keadaan pertanaman dari musim ke dan sehat. Komponen pengendalian hama kedelai
musim menunjukkan bahwa tidak setiap saat yang dapat dipadukan antara lain: pengendalian
tanaman terserang hama. Dalam keadaan tanaman secara kultur teknis yang meliputi penggunaan
tidak terserang, alam dapat mempertahankan varietas tahan, sanitasi lingkungan, dan pengaturan
keseimbangan sehingga populasi hama tidak tinggi waktu tanam; pengendalian mekanis; pengendalian
dan tidak menyebabkan kerugian. Keadaan ke- alami dengan memanfaatkan musuh alami berupa
seimbangan demikian disebut dengan keseimbangan predator maupun patogen yang ada di ekosisten
hayati. pertanian semaksimal mungkin; dan pengendalian
Faktor pengendali seperti cuaca/iklim, makanan dengan pestisida nabati ataupun kimia.
dan hayati (parasit, predator dan patogen) setiap Komponen-komponen pengendalian hama yang
saat dapat berubah dan keseimbanganpun akan dapat dipadukan dalam penerapan PHT pada
berubah pula. Oleh karena itu, keseimbangan hayati tanaman kedelai adalah:
bukanlah hal yang statis tetapi dinamis dan selalu
bergerak. Keseimbangan populasi hama dapat Pengendalian Alami
berubah pula dengan adanya campur tangan Pengendalian ini merupakan proses pengendalian
manusia dalam mengelola tanaman. yang berjalan sendiri tanpa kesengajaan yang
Pemakaian pestisida kimia sebagai alat pengendali dilakukan manusia. Pengendalian alami terjadi tidak
hama, apabila tidak selektif dan tidak tepat dosis hanya karena bekerjanya musuh alami, tetapi juga
dapat membunuh musuh alami dan menyebabkan karena komponen-komponen ekosistem lainnya
timbulnya resurgensi dan hama semakin tinggi seperti makanan, dan cuaca. Pengendalian ini juga
populasinya. Hal tersebut mengakibatkan faktor dilakukan dengan mengurangi tindakan pengendali-
pengubah hayati tidak dapat bekerja secara an dengan pestisida yang berspektrum luas sehingga
maksimal. Pengendalian hama secara terpadu tidak mematikan musuh alami di ekosistem kedelai.
dengan sengaja mendayagunakan dan memperkuat Menurut Huffaker et al. (1971) pengendalian alami
peranan musuh alami yang menjadi jaminan disebut juga sebagai keseimbangan alami (balance
pengendalian ledakan populasi hama. Pengelolaan of nature), yaitu penjagaan jumlah populasi suatu
waktu tanam yang tumpang tindih sepanjang tahun organisme dalam kisaran batas atas dan batas bawah
akan menyebabkan tersedianya makanan bagi hama tertentu sebagai hasil tindakan pengelolaan
sepanjang tahun. Keadaan demikian akan mem- lingkungan keseluruhan baik lingkungan biotik
percepat pertumbuhan dan perkembangan populasi maupun abiotik. Sampai tingkatan tertentu
hama. pengendalian alami tentu berpengaruh terhadap
Pengaruh iklim dan kelembaban dapat me- semua jenis organisme. Pengertian ini menekankan
nunjang pertumbuhan dan perkembangan populasi bahwa populasi hama dalam kurun waktu tertentu
hama. Di dalam keadaan lingkungan dengan suhu dan pada kombinasi komponen-komponen
optimum, kecepatan proses metabolisme serangga ekosistem tertentu berada pada suatu keadaan
berbanding lurus dengan kenaikan suhu ling- keseimbangan yang dinamik. Pemanfaatan pe-
kungannya. Proses metabolisme yang semakin cepat ngendalian alami mengurangi tindakan-tindakan
menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk yang dapat merugikan atau mematikan per-
menyelesaikan perkembangannya semakin pendek kembangan musuh alami. Penyemprotan dengan dosis
dan populasi hama berkembang semakin cepat. Setiap insektisida yang berlebihan maupun frekuensi aplikasi
lahan memiliki ekosistem dengan ciri khas tersendiri, yang tinggi akan mengancam populasi musuh alami
sehingga setiap petani perlu memiliki ketrampilan untuk (parasitoid dan predator). Tercatat 75 spesies telah
memantau perkembangan populasi hama dan dideskripsi sebagai predator pada kutu kebul, akan
lingkungan dan mengambil tindakan pengendalian tetapi hanya spesies tertentu yang mampu menurunkan
hama yang tepat, praktis serta menguntungkan. populasi kutu kebul (Gerlinget et al. 2001).

92
BULETIN PALAWIJA VOL. 15 NO. 2, OKTOBER 2017

Pengendalian secara Mekanik dan fisik sesuai bagi kehidupan dan pembiakan atau
pertumbuhan serangga hama dan penyakit serta
Pengendalian mekanik adalah perlakuan atau mendorong berfungsinya agensia pengendali hayati.
tindakan yang bertujuan untuk mematikan atau Pengendalian preventif, dilakukan sebelum serangan
memindahkan hama secara langsung, baik dengan hama terjadi agar populasi tidak meningkat sampai
tangan atau dengan bantuan alat dan bahan lain. melebihi ambang kendalinya. Teknik pengendalian
Cara ini mampu menurunkan populasi hama secara ini merupakan bagian teknik budidaya tanaman yang
nyata, bila dilakukan secara tepat, dapat umum dalam pelaksanaannya, petani tidak perlu
menyelamatkan hasil tanaman. Pelaksanaannya mengeluarkan biaya khusus untuk pengendalian
dapat diambil langsung dengan tangan, gropyokan, hama. Dengan demikian teknik pengendalian ini
memasang perangkap, pengusiran, penggunaan merupakan teknik pengendalian yang murah, tidak
lampu perangkap, pengasapan, pemangkasan menyebabkan pencemaran lingkungan, dan mudah
bagian tanaman yang terserang, kemudian dibakar. dikerjakan oleh petani perseorangan maupun
Pengendalian ini dapat diterapkan pada areal yang kelompok. Pengembangan teknik pengendalian
sempit/kecil karena harus dilakukan secara berulang hama ini diperlukan pengetahuan sifat-sifat ekosistem
dan membutuhkan banyak tenaga. setempat khususnya tentang ekologi dan perilaku
Pengurangan populasi ulat perusak daun kedelai hama seperti tentang bagaimana hama memperoleh
dengan cara mekanik dapat dilakukan dengan berbagai persyaratan bagi kehidupannya termasuk
mengambil kelompok telur ataupun larva. makanan, perkawinan, dan tempat persembunyian
Pengambilan larva dilakukan pada sore hari, larva untuk menghindarkan serangan cuaca buruk dan
yang telah terkumpul kemudian dibakar agar tidak berbagai musuh alami (Untung 2006). Dari
menyebar lagi ke tanaman. Pemasangan lampu pengetahuan biologi dan ekologi hama, dapat
perangkap pada malam hari juga dapat dilakukan diketahui tentang titik lemah hama sehingga dapat
untuk menurunkan populasi imago ulat perusak diketahui fase hidup hama yang tepat untuk
daun karena imago sangat tertarik dengan cahaya dilakukan pengendalian. Menurut Pedigo (1996),
lampu. Penerapan pengendalian mekanik juga harus sebagian besar teknik pengendalian hama secara
dilandasi pengetahuan tentang ekologi hama, karena budidaya dapat dikelompokkan menjadi empat
dengan mengetahui ekologi serangga hama sasaran sesuai dengan sasaran yang akan dicapai yaitu: (1)
kita dapat mengetahui kapan, dan tindakan mekanik mengurangi kesesuaian ekosistem, (2) mengganggu
apa yang harus dilakukan agar diperoleh hasil yang kontinuitas penyediaan keperluan hidup hama, (3)
efektif dan efisien. memindahkan populasi hama agar jauh dari
Pengendalian fisik adalah tindakan yang dilakukan tanaman, dan (4) mengurangi dampak kerusakan
dengan tujuan secara langsung dan tidak langsung tanaman.
dengan (1) mematikan hama untuk mengurangi Beberapa teknik bercocok tanam antara lain :
populasi hama, (2) mengganggu aktivitas fisiologis
hama yang normal, dan (3) mengubah lingkungan 1. Penanaman lebih awal
fisik menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan Menanam kedelai lebih awal pada musim kemarau
perkembangan hama. Pengendalian secara fisik dan sangat dianjurkan agar fase pengisian polong yang
mekanik adalah tindakan mengubah lingkungan merupakan periode kritis tanaman terhindar dari
untuk mematikan atau menghambat kehidupan serangan penggerek polong. Berdasarkan pengalaman
hama. Penerapan pengendalian secara fisik juga kebanyakan petani, penanaman kedelai pada musim
harus dilandasi oleh pengetahuan yang menyeluruh kemarau kedua sebaiknya dilakukan sebelum bulan
tentang ekologi serangga hama, karena setiap jenis Juli, karena penanaman kedelai setelah bulan Juli
serangga memiliki batas toleransi terhadap faktor akan mengalami kegagalan panen akibat serangan
lingkungan fisik seperti suhu, kelembaban, bunyi, penggerek polong yang parah.
sinar, spektrum elektromagnetik dll. Dengan Menanam kacang hijau pada awal musim kemarau
mengetahui ekologi serangga hama sasaran kita
juga sangat dianjurkan agar tanaman awal fase
dapat mengetahui kapan, di mana, dan bagaimana vegetatif yang merupakan periode kritis terhindar dari
tindakan fisik dan mekanik kita lakukan agar
serangan thrips. Hasil penelitian Indiati (2003)
diperoleh hasil seefektif dan seefisien mungkin. menunjukkan bahwa intensitas serangan thrips pada
Pengendalian dengan Teknik Budidaya awal pertumbuhan kacang hijau yang ditanam
pertengahan bulan April masih rendah sekitar 15%,
Pengendalian dengan cara ini bertujuan untuk walaupun intensitas serangan thrips kemudian
membuat lingkungan tanaman menjadi kurang meningkat saat tanaman berumur 5 minggu, namun

93
INDIATI DAN MARWOTO : PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA TANAMAN KEDELAI

a b
Gambar 1. Pengaruh varietas terhadap intensitas serangan B. tabaci pada MK I (a) dan MK II (b), tahun 2010 di KP Muneng,
Probolinggo (Sumber : Inayati dan Marwoto,2012).

adanya serangan kurang berpengaruh terhadap terhadap serangan lalat kacang (Agromyzidae).
tanaman karena kondisi jaringan tanaman semakin Varietas Ijen, Panderman, dan Argopuro diketahui
kuat, dan periode kritis telah terlewati sehingga agak tahan terhadap serangan ulat grayak (Spodoptera
tanaman terhindar dari serangan thrips yang litura). Varietas Gumitir, Argopuro, Ijen agak tahan
mematikan. Sebaliknya bila penanaman kacang hijau terhadap serangan hama pengisap polong (Riptortus
dilakukan pada pertengahan sampai akhir Juni, linearis, Nezara viridula) (Untung, 2006). Varietas
tanaman akan mendapat serangan berat (50%) pada Anjasmoro rentan terhadap serangan kutu kebul
saat tanaman masih berada dalam periode kritis (umur (Bemisia tabaci). Serangan pada MK I dan MK II
3 minggu), sehingga terjadinya serangan sangat mencapai 64% (Inayati dan Marwoto 2012). Varietas
mempengaruhi hasil tanaman. Anjasmoro hasil seleksi masa dari keturunan galur
murni Mansuria merupakan varietas yang sangat
2. Penggunaan mulsa
rentan terhadap kutu kebul. Varietas Anjasmoro yang
Lalat kacang (Ophiomyia phaseoli) pada umumnya terserang kutu kebul pertumbuhannya terhambat, yaitu
meletakkan telurnya pada kotiledon yang berumur tanaman menjadi kerdil, daun berwana hijau tua dan
6-7 hari. Mulsa jerami yang menutup kotiledon penuh ditutupi embun jelaga berwarna hitam serta
tanaman kedelai cukup efektif untuk menghalangi polong yang dihasilkan sangat sedikit dan abnormal
peletakan telur lalat kacang. Pengembalian mulsa (Gambar 1). Anjasmoro diduga peka terhadap
jerami dari tempat asal sebagai penutup tanah untuk serangan virus tanaman kedelai, dengan melihat
tanaman kedelai, yang diperkirakan 5 t/ha, mampu gajala serangan daun keriting dan tanaman kerdil.
mengurangi jumlah telur dan populasi lalat bibit kacang Tanaman yang tahan adalah tanaman yang
lebih dari 50% (Tabel 2). menunjukkan kerusakan yang lebih sedikit bila
dibandingkan dengan tanaman varietas lain dalam
3. Penanaman verietas tahan
keadaan tingkat populasi hama yang sama dan pada
Penanaman varietas tahan hama merupakan usaha keadaan lingkungan yang sama. Baumgartner et
teknik budidaya untuk mengurangi kerusakan tanaman al. (1986), menyebutkan vigor dan kualitas tanaman
dan mengurangi kesesuaian ekosistem hama. Varietas yang baik merupakan faktor penting dalam
Lumajang Bewok, Gumitir, Tidar, Kerinci, dan penghambatan siklus hidup kutu kebul, karena itu
Argopuro merupakan vareitas kedelai yang agak tahan diperlukan varietas yang mempunyai vigor tanaman
yang baik sehingga tahan terhadap serangan kutu
Tabel 2. Pengaruh penggunaan jerami sebagai kebul.
penutup tanah terhadap populasi telur, larva,
kepompong dan lalat dewasa 4. Tanaman perangkap
Tanaman perangkap adalah jenis tanaman yang
Perlakuan Populasi per 60 tanaman
lebih disukai oleh hama di tengah-tengah atau di
Telur Larva Kepompong Dewasa
sekitar tanaman utama. Waktu tanam tanaman
Dengan Jerami 13 6 3 2 perangkap harus disesuaikan dengan fenologi hama
Tanpa Jerami 32 15 10 3 terutama waktu pemunculan fase hidup hama yang
Sumber : Marwoto,(1983) merusak tanaman agar diperoleh hasil yang baik.

94
BULETIN PALAWIJA VOL. 15 NO. 2, OKTOBER 2017

Fungsi tanaman perangkap adalah mengonsentrasi- serangan kutu kebul pada petak dengan pengairan
kan hama pada tanaman perangkap sehingga sprinkler lebih rendah dibanding populasi kutu kebul
memudahkan dalam pengendalian hama karena pada petak pengairan dengan irigasi/flooded (Tabel
pengendalian hama dengan insektisida kimia hanya 5). Meskipun populasi kutu kebul pada petak
ditujukan pada tanaman perangkap. Penanaman berpengairan sprinkler lebih tinggi, namun ternyata
tanaman perangkap jagung dengan berbagai umur intensitas serangan kutu kebul pada petak ini lebih
(genjah, sedang dan panjang) di pematang yang rendah. Hal ini menunjukkan percikan air dari
mengelilingi pertanaman kedelai dapat mengurangi sprinkler menyebabkan kutu kebul tidak dapat
serangan hama ulat pemakan polong kedelai, bertahan lama pada daun sehingga kerusakannya
Helicoverpa armigera (Tabel 3). lebih ringan. Rata-rata kerusakan daun pada
Penanaman tanaman perangkap Sesbania rostrata pengairan dengan sprinkler lebih rendah 39,2%.
di pematang dilaporkan mampu menekan serangan 7. Pergiliran tanaman
kepik hijau sampai 35% (Tabel 4).
Pergiliran tanaman bertujuan untuk memutus
5. Tanaman pendamping sebagai penghalang kesinambungan penyediaan makanan bagi hama
atau barier di suatu tempat, yaitu dengan tidak menanam suatu
Penanaman tanaman pendamping sebagai jenis tanaman yang sama dari musim ke musim
penghalang tanaman utama bertujuan untuk berikutnya. Pergiliran atau rotasi tanaman yang baik
menghambat penerbangan/migrasi hama, misalnya adalah bila jenis tanaman pada suatu musim berbeda
penanaman tanaman pendamping jagung pada areal dengan jenis tanaman yang ditanam pada suatu
pertanaman kedelai untuk menghalangi atau musim berikutnya dan jenis tanaman tersebut bukan
mengganggu migrasi hama kutu kebul (Marwoto merupakan inang hama tanaman yang ditanam pada
1991). Tanaman jagung sebagai penghalang (barier) musim sebelumnya. Dengan pemutusan ketersedia-
yang ditanam rapat dapat membantu mengurangi an inang pada musim kedua, populasi hama yang
migrasi kutu kebul pada tanaman kedelai. Selain sudah meningkat pada musim pertama dapat
melindungi tanaman dengan isyarat penciuman, ditekan. Rotasi tanaman sangat efektif untuk
tanaman pendamping secara fisik dan visual juga mengendalikan hama yang memiliki kisaran
dapat menyamarkan atau memblokir tanaman inang makanan sempit dan kemampuan migrasi terbatas
(Finch dan Collier 2000). terutama pada fase yang aktif makan. Usaha untuk
menekan populasi ulat grayak (S. litura) pada
6. Pengairan pancur (Sprinkler) tanaman kedelai dapat dilakukan dengan pergiliran
Pengairan model sprinkler dapat mengurangi tanaman kedelai dengan padi. Cara ini sangat efektif
populasi hama kutu kebul. Rata-rata intensitas untuk pertanaman kedelai di lahan sawah tadah
hujan, sedang untuk lahan kering pergiliran tanaman
Tabel 3. Populasi hama Helicoverpa armigera pada dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman kedelai
tanaman kedelai dan pada tanaman dengan jagung. Padi dan jagung bukan merupakan
perangkap jagung tanaman inang penggerek polong Etiella zinckenella
sehingga dapat ditanam secara bergilir dengan
Komoditas Populasi Helicoverpa/m2 kedelai. Pada lahan kering, pergiliran tanaman dapat
KP.Muneng KP.Mojosari dilakukan dengan jagung, kubis, wortel, ubi jalar
MK I MK II MK I MK II atau ubi kayu (Baliadi et al. 2008).
Kedelai 1 2 0 3
Jagung (Perangkap) 9 12 6 10
8. Sanitasi

Sumber : Marwoto,(1999)
Teknik sanitasi atau pembersihan merupakan cara
pengendalian bercocok tanam yang tertua dan cukup
Tabel 4. Populasi hama pengisap polong Nezara pada efektif menurunkan populasi hama. Pada prinsipnya
tanaman kedelai dan pada tanaman
perangkap Sesbania Tabel 5. Pengaruh cara pengairan terhadap intensitas
serangan kutu kebul B. tabaci
Komoditas Populasi Nezara/m2
Insektisida Tanpa insektisida Rata-rata Cara Intensitas serangan (%)
Pengairan 22 hst 36 hst 50 hst 63 hst
Kedelai 10 11 10
Sesbania 15 17 16 Pengairan Sprinkler 6 6 22 25
Rata-rata 12 14 Pengairan Flood 8 27 35 42

Sumber : Marwoto,(1999) Sumber: Marwoto dan Inayati 2012

95
INDIATI DAN MARWOTO : PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA TANAMAN KEDELAI

Tabel 6. Parasitasi Trichogrammatoidea bactrae-bactrae pada telur Etiella zinckenella pada berbagai jumlah
dan frekuensi pelepasan parasitoid

Jumlah dan Frekuensi pelepasan % parasitasi pada umur tanaman (HST)


48 HST 55 HST 62 HST
Kontrol 5 5,28 5,28
250.000 — 3 x 34,47 46,87 65,88
500.000 — 2 x 39,53 44,04 18,77
750.000 — 1 x 45,08 17,87 11,97
500.000 – 3 x 35,81 50,64 68,85
750.000 – 2 x 47,86 42,98 17,77
1.000.000 — 1 x 57,63 19,39 11,52
Deltametrin 2,50 g/l 2,78 2,50 2,50
Sumber : Marwoto et al. (2003)

teknik sanitasi dilakukan dengan membersihkan lahan Pengendalian secara Hayati


dari sisa-sisa tanaman yang baru tumbuh, tunggul
tanaman atau bagian-bagian tanaman lain yang Pengendalian secara hayati adalah pemanfaatan
tertinggal setelah masa panen (Untung 2006). Bagian dan penggunaan musuh alami untuk mengendali-
tanaman tersebut seringkali merupakan tempat kan hama. Pengendalian hayati dilandasi oleh
berlindung hama, dan tempat berdiapouse, atau pengetahuan dasar ekologi terutama teori pengatur-
tempat tinggal sementara sebelum tanaman utama an populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan
kembali ditanam. Tindakan sanitasi dapat dilakukan dinamis ekosistem. Musuh alami yang terdiri dari
dengan penghancuran: (1) sisa-sisa tanaman yang parasitoid, predator dan patogen serangga hama
masih hidup, (2) tanaman atau bagian tanaman yang merupakan pengendali alami utama hama yang bekerja
terserang hama, (3) sisa tanaman yang sudah mati, secara “tergantung kepadatan”. Keberadaan musuh
(4) jenis tanaman lain yang dapat menjadi inang alami tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan
pengganti, dan (5) sisa-sisa bagian tanaman yang perkembangan hama. Peningkatan populasi hama yang
jatuh atau tertinggal di permukaan tanah seperti buah dapat mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani
dan daun. Sebagai contoh, pada awal tanam sanitasi antara lain disebabkan oleh keadaan lingkungan yang
gulma yang dapat dipakai sebagai inang seperti kurang memberikan kesempatan kompleks musuh
Centrosoma pubescens, Tridax procumbens, Pueraria alami menjalankan fungsinya.
sp., Commelina diffusa dan Desmodium sp. perlu
1. Parasitoid
dilakukan dengan cara dibakar agar tidak menjadi
sumber penularan penyakit-penyakit virus yang dapat Pemanfaatan parasitoid Trichogramma efektif
menyerang tanaman kedelai. Gulma orok-orok mengendalikan hama penggerek polong Etiella.
(Crotalaria spp.) sebagai inang hama utama kedelai Spesies parasitoid Trichogramma untuk pengendali-
E. zinckenella, Riptortus linearis, Nezara viridula dan an hama penggerek polong kedelai adalah Tricho-
Piezodorus hypneri harus dibersihkan/dicabut grammatoidea bactrae-bactrae. Waktu pelepasan
terutama pada polongnya (Baliadi dkk. 2008). yang efektif pada pagi hari jam 06.00 WIB, letak
pias 20 cm di atas kanopi daun kedelai. Dengan cara
9. Penetapan masa tanam dan tanam pelepasan seperti itu, daya sebar parasitoid dapat
serentak mencapai radius 50 m ( Marwoto et al. 2002). Jumlah
Tanam serentak dimaksudkan agar masa parasitoid yang efektif adalah 250.000 ekor/ha yang
ketersediaan makanan sesuai bagi hama lebih dilepas sebanyak tiga kali pada saat pertumbuhan
pendek sehingga perkembangan populasi hama tanaman fase generatif (Tabel 6) (Marwoto dan Saleh.
dapat dihambat. Rekomendasi tanam kedelai perlu 2003).
dilakukan untuk mengendalikan hama ulat grayak,
2. Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV)
kutu kebul, penghisap polong (Nezara dan Riptortus),
penggerek polong (Etiella zinckenella, Helicoverpa). Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus
Penanaman kedelai diusahakan dalam satu hamparan (SlNPV) merupakan salah satu entomopatogen pada
diusahakan dapat tanam serempak dengan selisih ulat grayak. Hasil beberapa tahap penelitian
waktu tanam tidak lebih dari 10 hari (Baliadi et al. menunjukkan bahwa SlNPV berpotensi dikembang-
2008). kan untuk mengendalikan ulat grayak. SlNPV sebagai
agens hayati terbukti efektif dapat diformulasikan dan

96
BULETIN PALAWIJA VOL. 15 NO. 2, OKTOBER 2017

SlNPV dapat diproduksi secara in vivo (dengan Morya et al. 2010; Acda 2014). Jenis insektisida nabati
menginfeksi ulat grayak) maka SlNPV layak yang sudah lama dikenal dan digunakan adalah
dikembangkan sebagai bioinsektisida (Arifin 2012). piretrium yang diambil dari bunga Chrysanthenum.
SlNPV telah berhasil diformulasikan dalam bentuk Rotenon diambil dari akar tanaman leguminosa Derris
powder di laboratorium hama dan penyakit Balitkabi. elliptica atau tuba. Pestisida nabati yang prospekstif
Isolat JTM 97C efektif mengendalikan ulat grayak, dan telah banyak diteliti adalah Azadiractin, bahan
hama penggulung daun Lamprosema, penggerek aktif yang diambil dari tanaman mimba (Azadiracta
polong kedelai Etiella dengan tingkat mortalitas 72 indica). Insektisida nabati merupakan bahan insektisida
- 100% (Bejo, 2012). Kombinasi MaviMNPV dan yang cukup efektif dan aman terhadap lingkungan
minyak botani menghasilkan efek aditif atau sinergis. (Kardinan, 1999). Mimba merupakan tanaman yang
Tidak ada bukti efek antagonis yang dicatat. Dalam mengandung zat Azadirachtin, Salanin, Meliantriol,
percobaan lapangan, penerapan insektisida botani Nimbin dan Nimbidin yang dapat berperan sebagai
dan MaviMNPV (Maruca vitrata multi-nucleopoly- insektisida nabati yang efektif. Cara kerja pestisida
hedrovirus) baik sendiri atau kombinasi keduanya nabati dari tanaman mimba tersebut berbeda-beda.
efektif dalam mengurangi kelimpahan serangga selama Azadirachtin bekerja dengan mengganggu perganti-
empat minggu, dan mencegah hilangnya hasil kacang an kulit yang akhirnya dapat menyebabkan kematian,
tunggak (Sokame et al. 2015) Salanin bekerja sebagai zat penurun nafsu makan
serangga hama dan Meliantriol berfungsi sebagai
3. Cendawan entomopatogen penghalau hama. Penelitian Indiati dan Marwoto
Cendawan entomopatogen adalah cendawan yang (2008) menunjukkan penggunaan serbuk biji mimba
dapat digunakan sebagai agens pengendalian hayati cukup efektif mengendalikan hama kutu kebul, ulat
untuk mengendalikan serangga hama. Beberapa grayak, dan hama penggerek polong kacang hijau
cendawan entomopatogen yang banyak dikembangkan Maruca testulalis.
dan diproduksi secara massal untuk pengendalian
hama antara lain; Beauveria bassiana, Metarhizium Pestisida kimiawi
anisopliae, Lecanicillium (=Verticillium) lecanii, Pengendalian kimia merupakan cara pengendali-
Hirsutella thompsoni, Spicaria sp., Nomuraea rileyi, an yang sering dilakukan karena mudah diterapkan
Paecilomyces fumosoroseus, Fusarium parasiticus, dan hasilnya cepat terlihat, namun apabila peng-
Entomophthora thripium, Lagenidium giganteum, gunaannya kurang bijaksana akan mencemari
Cordyceps sp. (Zurek et al., 2002; Jagdale et al., 2002; lingkungan. Penggunaan insektisida untuk pe-
Toledo et al., 2006; Mahmoud, 2009; Kryukov et al., ngendalian hama sebaiknya digunakan bila cara
2012; Jaber dan Salem 2014; Araujo dan Hyghes, pengendalian yang lain sudah tidak efektif untuk
2016). Cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii menekan populasi hama. Oleh karena itu aplikasinya
mampu menginfeksi beberapa jenis serangga inang, harus didasarkan pada nilai ambang kendali hama
meliputi ordo Orthoptera, Hemiptera, Lepidoptera, yang akan dikendalikan. Insektisida yang digunakan
Thysanoptera, Coleoptera, dan Lepidoptera dengan sebaiknya yang bersifat selektif, artinya insektisida
tingkat mortalitas yang sangat bervariasi (Quesada- tersebut efektif terhadap hama sasaran, dan aman
Moraga et al., 2006). Cendawan ini mampu meng- terhadap musuh alami hama. Penggunaan pestisida
infeksi Aphis dan kutu dengan mortalitas mencapai secara berlebihan untuk mengendalikan hama dapat
50% (Kim et al., 2001). Efikasi L. lecanii terhadap memiliki pengaruh samping mematikan parasit dan
Thrips di atas 90% (Prayogo, 2012) dan telah berhasil predator, pencemaran hasil pertanian, dan
diformulasikan di laboratorium dalam bentuk tepung peracunan hewan, ternak dan manusia. Selain jenis
dan siap untuk dikembangkan, sebagai bioinsektisida insektisida, waktu dan cara aplikasi juga merupakan
dari kelompok cendawan entomopatogen (Prayogo, faktor yang menentukan efektivitas pengendalian.
2010). Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada pagi hari
yang cerah (tidak hujan) dan tidak berangin, agar
Pestisida nabati
takaran insektisida yang diberikan dapat diambil
Pestisida nabati merupakan insektisida yang tanaman secara maksimal.
bahannya diambil langsung dari tanaman atau dari Indoxacarb SC 15 (250 ml/ha) dan Carbaryl
hasil tanaman. Pestisida nabati resikonya kecil bagi Avaunt EC 15 (250 ml/ha) keduanya merupakan
kesehatan dan lingkungan hidup. Beberapa teknik yang insektisida yang paling efektif untuk pengendalian
umum digunakan untuk memproduksi pestisida nabati penggerek polong kedelai dan tergolong pada urutan
diantaranya dengan teknik merendam, mengekstrak pertama (A), Indoxacarb EC 15 (250 ml/ha),
atau merebus bagian tertentu dari organ tanaman Pridalyl EC 50 (200 ml/ha) dan Pridalyl EC 50 (150
yang mengandung insektisidal tinggi (Al-Fifi 2006;

97
INDIATI DAN MARWOTO : PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA TANAMAN KEDELAI

ml/ha) pada urutan kedua (B), sedangkan Tracer SC Rhinotermitidae). Sociobiology An International
24 (150 ml/ha) pada urutan ketiga (C) (Keyhaniyan Journal Unsocial Insects 61(3): 332-337.
et al. 2009). Sipermetrin 2 ml/l yang diaplikasikan Al-Fifi N. 2006. Moulting inhibitory and lethal effects
pada umur 8 hari paling efektif menekan serangan of Azadirachtin on the Desert Locust Schistocerca
hama lalat kacang (Ophiomyia phaseoli) pada gregaria (Forskal). Journal of Entomology 3:312-318.
tanaman kedelai, kemudian diikuti fipronil (Regent Anshori A, Prasetiyono C. 2016. Pestisida pada budidaya
50 EC-2 ml/l), Klorfirifos (Petroban 200 EC-2 ml/l) kedelai di Kabupaten Bantul D. I. Yogyakarta. Caraka
dan karbofuran (Petrofur 3G-6 kg /ha) pada urutan Tani – Journal of Sustainable Agriculture 31(1): 38-
kedua (Indiati 2008). Selanjutnya lamdasihalotren 2 44.
ml/l efektif menekan populasi ulat grayak kedelai Araujo JPM, Hughes DP. 2016. Diversity of
sampai 43%, dibanding tanpa pengendalian (Indiati Entomopathogenic fungi which groups corquered the
2014). Cara aplikasi sebaiknya juga didasarkan pada insect body. Advances in Genetics 24. Penn. State
fase tanaman yang diserang dan bagian tanaman University, University Park, PA. Unitied States.
yang diserang hama yang akan dikendalikan agar Arifin M. 2012. Bioinsektisida SlNPV untuk
diperoleh hasil yang maksimal. mengendalikan ulat grayak mendukung swasembada
kedelai. Pengembangan Inovasi Pertanian 5(1): 19-
KESIMPULAN 31.
Baliadi Y, Tengkano W, Bedjo, Suharsono, Subandi.
Petani sering kali mengalami kegagalan dalam
2008. Pedoman penerapan rekomendasi PHT
pengendalian hama kedelai sehingga kehilangan
tanaman kedelai di Indonesia. Malang: Balai
hasil yang diderita tanaman cukup besar. Petani Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi
umumnya mengendalikan hama kedelai dengan umbian. 108 hal.
cara mencampur beberapa jenis pestisida, dan
Baliadi Y, Tengkano W, Marwoto. 2008. Penggerek
menggunakan dosis lebih tinggi, namun volume
polong kedelai, etiella zinckenella Treitschke (lepi-
semprotnya rendah, sehingga kurang efektif dan
doptera: pyralidae), dan strategi Pengendaliannya di
berdampak negatif terhadap lingkungan. Berdasar- indonesia. Jurnal litbang pertanian, 27(4): 113-123.
kan pendekatan PHT, strategi pengendalian hama
Baumgärrtner J, Delucchi V, von Arx R, Rubli D. 1986.
kedelai dapat dilakukan dengan kultur teknis melalui
Whitefly (Bemisia tabaci Genn., Stern.: Aleyrodidae)
sanitasi lingkungan sebelum tanam, pengaturan
infestation patterns as influenced by cotton, weather
waktu tanam yang tepat, dan budidaya tanaman
and Heliothis: Hypotheses testing by using simula-
sehat. Varietas Anjasmoro sebaiknya tidak di- tion models. Agriculture, Ecosystems & Environment
kembangkan di daerah endemik serangan kutu 17(1-2): 49-59.
kebul dan ulat pemakan daun. Penggunaan mulsa
Bejo. 2012. Peningkatan efektivitas Helicoverpa armigera
jerami dapat dilakukan di daerah endemik serangan
Nuclear Polyhedrosis Virus dengan beberapa bahan
lalat kacang. Pengendalian hayati dengan pembawa untuk mengendalikan hama polong
pemanfaatan Isolat virus JTM 97C efektif me- kedelai. Buletin Palawija 23: 38–43.
ngendalikan ulat grayak, hama penggulung daun,
Fernández E, Grávalos C, Haro PJ, Cifuentes D, Bielza
penggerek polong kedelai dengan tingkat mortalitas
P. 2009. Insecticide resistance status of Bemisia
72 - 100%. Pengendalian hama dengan pestisida
tabaci Q-biotype in south-eastern Spain. Pest Man-
nabati serbuk biji mimba cukup efektif untuk agement Science. 65: 885–891.
mengendalikan hama kutu kebul dan ulat grayak.
Finch S, Collier RH. 2000. Host-plant selection by
Pengendalian hama dengan pestisida kimiawi
insects – a theory based on ‘appropriate/inappro-
dilakukan berdasarkan pemantauan nilai ambang
priate landings’ by pest insects of cruciferous plants.
kendali hama yang akan dikendalikan, dan
Entomologia Experimentalis 96: 91-102.
diaplikasikan bila cara pengendalian yang lain tidak
Gerling D, Naranjo SE. 1998. The Effect of Insecticide
efektif lagi untuk menekan populasi hama.
Treatments in Cotton Fields on the Levels of
Komponen pengendalian hama kedelai yang telah
Parasitisim of Bemisia tabaci (Gennadius). Biological
efektif tersebut dapat dipadukan pada penerapan
control 12 : 33-41.
PHT tanaman kedelai.
Gerling D, Alomar O, Arno J. 2001. Biological con-
trol of Bemisia tabaci using predators and parasi-
DAFTAR PUSTAKA toids. Crop Protection 20(9): 779-799.
Acda MN. 2014. Repellent effects of Annona crude Huffaker CB, Mesenger PS, de Bach P. 1971. The
seed extract on the Asian subterranean termite Natural Enemy Component in Natural Control and
Coptotermes gestroi Wasmann (Isoptera: The Theory of Biological Control. Dalam C.B.

98
BULETIN PALAWIJA VOL. 15 NO. 2, OKTOBER 2017

Huffaker dan P.S. Mesenger (ed). Theory and Prac- Luo C, Jones CM, Devine G, Zhang F, Denholm I,
tice of Biology Control. Academic Press. New York. Gorman K. 2010. Insecticide resistance in Bemisia
788 p. tabaci biotype Q (Hemiptera: Aleyrodidae) from
Inayati A, Marwoto. 2012. Pengaruh kombinasi China, Crop Protection 29: 429-434.
aplikasi insektisida dan varietas unggul terhadap Mahmoud MF. 2009. Pathogenicity of three commercial
intensitas serangan kutu kebul dan hasil kedelai. products of entomopathogenic fungi Beauveria
Jurnal Penelitian Pertanian 31(1): 13-21. bassiana, Metarhizium anisopliae, Lecanicillium lecanii
Indiati SW. 2003. Hama Thrips pada kacang hijau against adults of olive fly Bactrocera oleae (Gmelin)
dan komponen pengendaliannya. Buletin Palawija (Diptera: Tephritidae) in the laboratory. Plant Protect
5: 36-42 Science 45(3): 98-102.
Indiati SW. 2008. Efisiensi penggunaan beberapa Manzano MR, van Lenteren JC, Cardona C. 2003. In-
insektisida alami terhadap lalat kacang. Agritek 16(2): fluence of pesticide treatments on the dynamics of
206-214. whiteflies and associated parasitoids in snap bean
fields. BioControl 48: 685–693.
Indiati SW. 2014. The use of sugar apple and neem
extract to control leaf-eating pest on soybean. Jour- Marwoto, Inayati A. 2011. Kutu kebul hama kedelai yang
nal of Experimental Biology and Agricultural Sciences pengendaliannya kurang mendapat perhatian. Iptek
2(2): 208-214 Tanaman Pangan 6(1): 87-98.
Indiati SW, Marwoto. 2008. Potensi ekstrak biji mimba Marwoto, Inayati A. 2012. Pengendalian Kutu Kebul B.
sebagai insektisida nabati. Buletin Palawija 15: 9- tabaci Genn. Menggunakan Kombinasi Tanaman
14. Penghalang dan Insektisida Kimia. Prosiding Semi-
nar Nasional Hasil Penelitian Kacang-kacangan dan
Jaber LR, Salem NM. 2014. Endophytic colonization of
Umbi-umbian. Puslitbangtan: 279-288.
squash by the fungal entomopathogen Beauveria
bassiana (Ascomycota: Hypocreales) for managing Marwoto, Saleh N. 2003. Peningkatan peran parasitoid
Zucchini Yellow Mosaic Virus (ZYMV) in cucurbits. telur Trichogrammatoidea bactrae-bactrae dalam
Biocontrol Sci Technol 24: 1096–1109 pengendalian penggerek polong kedelai Etiella spp.
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 22(4):
Jagdale GB, Somasekhar N, Parwinder SG, Kevin MG.
141-149.
2002. Suppression ofplant parasitic nematodas by
application of live and dead infectivejuveniles of an Marwoto, Wahyuni E, Neering KE. 1991. Pengelolaan
entompathogenic nematode, Steinernema pestisida dalam pengendalian kedelai secara terpadu.
carpocapsae on boxwood (Buxus spp). Biological Monograf Balitan Malang. No. 7: 38 hal.
Control 24: 42-49. Marwoto, Suharsono, Supriyatin. 1999. Hama kedelai
Kardinan A. 1999. Pestisida Nabati. Ramuan dan dan komponen Pengendalian Hama Terpadu.
Aplikasi. Penebar Swadaya. 80 hal. Monograf Balitkabi No. 4: 50 hal.
Keyhaniyan AA, Hassan B, Rad SQ, Ziveh PS, Attaran Marwoto. 1983. Pengaruh waktu tanam dan penggunaan
MR. 2009. Efficacy of new insecticides against pod jerami sebagai penutup tanah terhadap tingkat
borer on soybean. http://agris.fao.org/agris-search/ serangan lalat bibit Ophiomyia phaseoli Tryon. Pada
search.do?recordID=IR2010000176 tanaman kedelai. Tesis S2. Pasca sarjana UGM
Yogyakarta. 90 hal.
Kim JJ, Lee MH, Yoon CS, Kim HS, Kim KC. 2001.
Control of cotton aphid and green-house whitefly with Morya K, Pillai S, Petel P. 2010. Effect of powdered leaves
a fungal pathogen. http://www.agnet. Org/library/ of Lantana camaraClerodendrum inerme and citrus
article/eb502b.html. (17 September 2006) limon on the rice moth Corcyra cephalonica. Bulle-
tin of Insectology 63(2): 183-210.
Kryukov VY, Yaroslavtseva ON, Dubovstiy IM, Tyurin
MV, Kryukova NA, Glupov VV. 2014. Insecticidal Munarso SJ, Miskiyah, Broto W. 2009. Studi
and immunosuppressive effect of Ascomycete kandungan residu pestisida pada kubis, tomat,
Cordyceps militaris on the larvae of the Colorado danwortel di Malang dan Cianjur. Buletin Teknologi
potato beetle Leptinotarsa decemlineata. Biologi Pascapanen Pertanian 5: 27-32.
Bulletin 41(3): 276-283. Oka IN. 2005. Pengendalian Hama Terpadu dan
Kurniawan MA. 2014. Penggunaan pestisida dan Implementasinya di Indonesia. Cetakan ketiga.
kandungan residu pada tanah Pertanian kedelai Gadjah Mada University Press. 254 hal
(Studi di Kelompok Tani Sumber Rejeki Desa Okada T, Tengkano W, Djuarso T. 1988. An outline of
Sukoreko Kecamatan Bangsalsari Kabupaten soybean pest in Indonesia in Faunestic aspects.
Jember). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Seminar Balittan Bogor. 6 December 1988. 37 p.
Universitas Jember. 109 Hal.

99
INDIATI DAN MARWOTO : PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA TANAMAN KEDELAI

Palumbo JC, Horowitzb AR, Prabhakerc N. 2001. In- Azadirachta indica Juss and Jatropha curcas L., for
secticidal control and resistance management for the control of cowpea pests. Crop Protection 72:
Bemisia tabaci. Crop Protection 20: 739–765 150-157.
Pedigo LP. 1996. Entomology and Pest Management. Stern VM, Smith RF, van den Bosch R, Hagen KS.
Second Edition. Prentice Hall Inc. USA. 679 p. 1959. The integrated control concept. Hilgardia 29:
Prayogo Y. 2010. Lecanillium lecanii sebagai 81–101.
bioinsektisida untuk pengendalian telur hama kepik Toledo J, Liedo P, Flores S, Campos SE, Villasenor A,
coklat pada kedelai. Iptek Tanaman Pangan. Montoyo P. 2006. Use of Beauveria bassiana and
Puslitbangtan 5(2): 169-182. Metarhizium anisopliae for fruit fly control: A novel
Prayogo Y. 2012. Efikasi cendawan entomophatogenik approach. Proceedings of the 7th International Sym-
untuk mengendalikan ulat bulu. Jurnal Biologi Indo- posium on Fruit Flies of economic importance. 10-15
nesia 8(1): 85-102. September 2006, Salvador, Beazil pp: 127-132.
Quesada-Moraga E, Carrasco-Diaz JA, Santiago-Alvanrez Untung K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu
C. 2006. Insecticidal and antifeedant activities of (Edisi kedua). Gadjah Mada University Press. 348
proteinase secreted by entomophatogenic fungi hal.
against Spodoptera litoralis (Lepidoptera : Noctuidae). Zabel A, Manojlovic B, Stankovic S, Rajkovic S, Kostic
J Appl Entomol 130(8): 442-452. M. 2001. Control of Whitefly Trialeurodes vaporarium
Setiawati W, Udiarto BK, Soetiarso TA. 2007. Selektivitas Westw. (homoptera, Aleyrodidae) on tomato by the
Beberapa Insektisida terhadap Hama KutuKebul new insecticide Acetamiprid. J. Pest Science 74: 52-
(Bemisia tabaciGenn.) dan Predator Menochilus 56.
sexmaculatus Fabr. J. Hort. 17(2): 168-174. Zurek L, Watson DW, Krasnoff SB, Schal C. 2002. Ef-
Sokame BM, Tounou AK, Datinon B, Dannon EA, fects of the entomopathogenic fungus Entomophthora
Agboton C, Srinivasan R, Pittendrigh BR, Tamo pheromone and on the cuticulan hydrocarbons of
M. 2015. Combined activity of Maruca vitrata multi- the housr fly Musca domestica. Journal of Inverte-
nucleopolyhedrovirus, MaviMNPV, and oil from neem, brate Pathology 80(3): 171-178.

100

Anda mungkin juga menyukai