Disusun oleh :
TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y akibat adanya
pembebanan vertical yang diberikan pada balok atau batang Deformasi pada balok secara
sangat mudah dapat dijelaskan berdasarkan defleksi balok dari posisinya sebelum mengalami
pembebanan. Defleksi diukur dari permukaan netral awal ke posisi netral setelah terjadi
deformasi. Konfigurasi yang diasumsikan dengan deformasi permukaan netral dikenal
sebagai kurva elastis dari balok. Gambar 1(a) memperlihatkan balok pada posisi awal
sebelum terjadi deformasi dan Gambar 1(b) adalah balok dalam konfigurasi terdeformasi
yang diasumsikan akibat aksi pembebanan
(a) (b)
Unsure-unsur dari mesin haruslah cukup tegar untuk mencegah ketidakbarisan dan
mempertahankan ketelitian terhadap pengaruh beban dalam gedung-gedung ,balok lantai
tidak dapat melentur secara berlebihan untuk meniadakan pengaruh psikologis yang tidak
diinginkan para penghuni dan untuk memperkecil atau mencegah denganbahan-bahan jadi
yang rapuh. Begitu pun kekuatan mengenai karateristik deformasi dari bangunan struktur
adalah paling penting untuk mempelajari getaran mesin seperti juga bangunan-bangunan
stasioner dan penerbangan.dalam menjalankan fungsinya,balok meneruskan pengaruh beban
gravitasi keperletakan terutama dengan mengandalakan aksi lentur,yang berkaitan dengan
gaya berupa momen lentur dan geser.kalaupun timbul aksi normal,itu terutama di timbulkan
oleh beban luar yang relative kecil,misalnya akibat gaya gesek rem kendaraan pada gelagar
jembatan,atau misalnya akibat perletakan yang di buat miring.
1. Kekakuan batang
Semakin kaku suatu batang maka lendutan batang yang akan terjadi pada
batang akan semakin kecil
Pada umumnya lendutan/defleksi balok perlu ditinjau agar tidak melampaui nilai
tertentu, karena dapat terjadi dalam perancangan ditinjau dari segi kekuatan balok masih
mampu menahan beban, namun lendutannya cukup besar sehingga tidak nyaman lagi.
Perancangan yang mempertimbangkan batasan lendutan dinamakan perancangan berdasarkan
kekakuan (design for stiffness). Selain didesain untuk menahan beban yang bekerja, suatu
struktur juga dituntut untuk tidak mengalami lendutan yang berlebihan (over deflection) agar
mempunyai kemampuan layan (serviceability) yang baik. Lendutan yang terjadi harus masih
dalam batas yang diijinkan (permissible deflection). Pembatasan ini ditujukan untuk
mencegah terjadinya retak atau kerusakan.
Kerusakan yang sering terjadi pada struktur girder akibat defleksi yaitu: retak dan
patah pada penopang silang, kerusakan ini sering terjadi sehingga mengganggu operasi;
tingkat pergeseran struktur girder ke bawah yang berlebih sehingga berakibat tingkat defleksi
batang utama yang semakin tinggi.
Masa layan struktur sebuah bangunan beton bertulang sangat ditentukan oleh
besarnya lendutan yang dialami oleh struktur tersebut. Namun seringkali dalam
pengerjaannya struktur dibebani lebih besar dari yang diperkirakan semula. Ditambah lagi
dengan adanya kesalahan dalam pelaksanaan di lapangan misalnya kurangnya jumlah
tulangan yang dipasang, jarak antar sengkang yang lebih besar dari yang direncanakan, mutu
beton yang kurang dari yang direncanakan serta hal-hal lainnya, hal-hal tersebut dapat
mengakibatkan struktur beton (dalam hal ini adalah balok beton bertulang) melendut
melebihi apa yang diperkirakan semula dan mengakibatkan retak pada beton.
Lendutan berlebih disebabkan oleh beberapa faktor :
a. Beban berlebih
b. Terjadinya tumbukan
c. Pergerakan acuan pada beton saat pengecoraan
Kerusakan ini “berbahaya”. Tingkat kerusakan parah. Karena terjadi getaran yang
sangat besar bila sebuah kendaraan melaluinya.
b. Tumbukan
Pada saat erection girder ke 6 dari rencana 16 girder pada bentang ke 7, yaitu girder-
girder yang menghubungkan pilar P6 dan pilar P7 di sisi Surabaya. Bobot mati masing-
masing PCI-Girder adalah 80 ton, panjang 40 m dan tingginya 2,10 m
Kontraktor pelaksana telah mendudukan girder pada tempatnya sejumlah 6 bentang @16
buah girder per bentang dan 6 buah girder pada bentang ke 7. Erection girder no.6 bentang ke
7 ini salah satu tumpuannya telah duduk tepat di atas balas bearing pad, sedangkan satu
tumpuannya lagi dalam proses akan mendudukkan di atas bearing pad. Girder no. 6 ini
terguling ke sisi barat menimpa girder no. 5 dan seterusnya terjadi efek saling tindih begitu
cepat, sehingga 6 buah girder pada bentang ke-7 jatuh ke dasar laut dan patah menjadi
beberapa bagian. Efek saling tindih ini terjadi karena jarak as ke as girder 1,85m, sedang
tinggi girder 2,10 m. Akumulasi beban girder yang terguling tidak mampu ditahan oleh
kekuatan bracing pada masing-masing girder. Pada saat itu girder tiba-tiba bergoyang
kemudian terjadi goyangan (ketidak seimbangan), sehingga akhirnya balok pelan pelan
terguling menyandar ke balok 5. Karena mendapat gaya lateral akhirnya balok 5 juga
terguling menyandar ke balok 4, demikian seterusnya. Karena balok 1 tidak ada sandaran,
maka berakibat balok secara keseluruhan jatuh ke laut dan patah.
Tinjauan kestabilan Balok Girder
Kestabilan konstruksi pilar P6 dan P7 tidak terganggu pasca jatuhnya 6 buah girder pada
bentang ke-7 dalam menerima beban horisontal Wh (total) = 20 ton.
Apabila gaya resultante Wh (total) disebar merata dengan sudut penyebaran 45º, maka
minimal ada 4 buah tiang yang menerima beban horisontal sebesar 20 t/4 = 5 ton/tiang, masih
lebih kecil dari kemampuan daya dukung horisontal tiang tegak Ha = 8,5 t.
Adanya pergeseran horisontal sebesar 14 mm pada pilecap masih dalam batas wajar sebelum
pelaksanaan evakuasi girder. Prediksi defleksi horisontal tiang dibawah seabed di dekat
virtual fixed level sekitar 5 mm, hal ini menandakan bahwa defleksi tiang masih dibawah
pergeseran normal (= 10 mm).
Gelagar jembatan Suramadu adalah Girder Beton Pratekan Pracetak Segmental yang
berpenampang I. Pemasangan girder tersebut direncanakan dalam posisi berdiri tegak, apabila
girder tersebut terguling atau dalam posisi tidur maka akan berakibat patah. Berdasarkan
analisa struktur praktis, dengan pembebanan berat sendiri girder yang dikalikan dengan suatu
koefisien kejut ( anggap saja sebesar 1,5), mutu beton K 500, dan beban pratekan sesuai
dengan rencana, maka diperoleh tegangan-tegangan di dalam girder sebagai berikut :
Tegangan tarik yang terjadi pada beton adalah -968,0 kg/cm2, sedangkan kemampuan
tegangan tarik rencana beton yang diijinkan sebesar -10,4 kg/cm2. Tegangan tekan yang
terjadi pada beton adalah 1219,9 kg/cm2, sedangkan kemampuan tegangan tekan beton yang
diijinkan sebesar 194,5 kg/cm2. Dengan dememikian bisa dipastkan dalam kondisi rebah
balok gider akan patah.